Jilid 13
Di tengah jawaban itu dia melayang turun kebawah dan langsung menyeberangi tanah lapang
tersebut, dengan melawati diatas kepala para anggota Hian-beng-kau yang berada dibawah
mimbar tersebut. Tindakannya yang demonstratif dan sama sekali tidak menganggap orang lain
sebagai manusia ini, kontan saja menimbulkan kemarahan yang meluap-luap bagi segenap
anggota Hian-beng-kau, tapi lantaran peraturan perkumpulan yang ketat, sebelum ada perintah
dari Kok See-piau maka tak seorangpun juga yang turun tangan menghalanginya.
Tiba-tiba terdengar seseorang membentak dengan suara yang tinggi melengking tak sedap
didengar.
“Setan cebol, kau anggap ditempat seperti ini kau boleh berbuat semaunya?”
Tampaklah dari atas panggung mimbar yang delapan sembilan kaki tingginya itu melayang turun
sesosok bayangan manusia yang secepat kilat telah menghadang jalan pergi Cu Thong.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
260
Orang itu bukan lain adalah Mao Kiat dari Po cu sam jian (tiga manusia cacad dari
Ketika para jago menyaksikan gerakan tubuhnya itu, diam-diam mereka merata terperanjat,
sebab terbukti sekarang kalau nama besar tiga manusia cacad memang bukan nama kosong
belaka.
Siau yau sian Cu Thong segera menghentikan gerakan tubuhnya, kemudian tertawa terbahak
bahak.
“Haaah…… haaah…… hahahh…….. kukira siapa yang datang, eeeeh…… kiranya kau si orang
cacad haaah….. haaah….. panjang amat usiamu!”
Mao Kiat yang menderita cacad pada alat kelaminnya, paling benci kalau mendengar ada orang
menyebutnya sebagai orang cacad, tak heran ia menjadi geram sehingga menggertak gigi keraskeras
sesudah mendengar perkataan itu.
“Setan tua she Cu!” sumpahnya, “kau jangan keburu bangga lebih dulu, lohu bersumpah akan
menyuruh kau rasakan bagaimana jika empat anggota badanmu kutung dan mati tak bisa hidup
pun menderita”
“Hanya dengan mengandalkan kekuatan seorang cacad seperti kau?” ejek Cu Thong.
Ucapan yang cacad, cacad terus menerus ini kontan aaja mengobarkan sifat buas dari Mao Kiat,
sudah sejak tadi ia tak sanggup mengendalikan diri, maka sambil tertawa seram ia pentangkan
ke sepuluh jari tangannya, kemudian dengan ganas menerjang ke arah Cu Thong.
Po cu sam jian sudah tersohor karena kebuasan nya, ilmu silat yang dimilikipun amat lihay, ke
tika kedua belah tangannya masih berada tujuh delapan depa dari ujung jarinya segera terasa
munculnya desingan angin tajam yang amat dahsyat, bahkan sekeliling tempat itu segera
terendus bau busuk mayat yang sangat memuakkan.
Jelaskan sekarang bahwa dibalik serangan jari dari Mao Kiat tersebut, terseliplah suatu hawa
racun yang amat jahat.
Cu Thong memang telah bersiap sedia semenjak tadi, sambil tertawa terbahak-bahak kipasnya
segera dikebaskan ke arah Mao Kiat.
Walaupun hanya kebasan dari sebuah kipas, namun dalam genggaman Cu Thong yang berilmu
tinggi, hekekatnya benda itu telah berubah menjadi senjata penyerang yang luar biasa dahsyat
nya.
Orang lain mengira dengan serangannya itu, Mio Kiat tentu akan buyarkan serangan untuk
berganti jurus.
Siapa sangka Mao Kiat yang jumawa dan kasar, apa lagi memang ada dasar-dasar perselisihan
lasa diantara mereka berdua, dengan cepat segera berpikir, Ilmu Hu si ci (jari mayat membusuk)
mungkin akan mematikan korban dalam tiga perempat menit jika tidak segera diberi obat
pemunah, hmmm… lebih baik aku menderita luka dalam dari pada membiarkan setan tua ini
berlagak terus dalam dunia persilatan…..”
Karena berpendapat demikian, ia sama sekali tidak menggubris terhadap tibanya ancaman dari
serangan kipas lawas, malahan sepasang tangannya menyambar ke tubuh Cu Thong dengan
kecepatan yang lebih hebat.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
261
Sudah puluhan tahun lamanya Sian yau sian Cu Thong berkelana dalam dunia persilatan, tentu
saja ia dapat menebak maksud hati Mao Kiat, maka iapun dapat menghindar ataupun berkelit,
kipasnya segera dibuang, lalu jari tangan kanan-nya ditegangkan bagaikan tombak dan
menggunakan jurus “menyerang sampai mati” ia melepaskan sebuah serangan balasan yang
mematikan.
Berbareng dengan dilancarkannya serangan tersebut, hawa murninya disalurkan pula keseluruh
badan untuk menutup segenap jalan darah yang berada dalam tubuhnya.
Dengusan tertahan dan pekikan keras segera berkumandang bersama tubuh Siau yau sian Cu
Thong mencelat beberapa kaki jauhnya kemudian mundur dua tiga langkah sambil muntah darah
segar.
Sebaliknya Mao Kiat tetap berdiri tegak ditempat semula, cuma sorot matanya telah tak bersinar
lagi sambil melotot kearah Cu Thong, ia tertawa sedih, katanya, “Setan tua” kau yang menang!”
Siau yau sian Cu Thong pun tertawa terpaksa. Jawabnya, Mao Kiat, kau memang cukup keji, aku
Cu Thong takluk kepadamu….”
Mo Kiat kembali tertawa paksa, ia tertawa lebih jauh, “Sekalipun aku orang she Mao harus mati
ditanganmu, aku mati dengan tidak menyesal…….”
Berbicara sampai disitu, tiba-tiba ia muntah darah segar, tubuhnya bergoncang keras, kemudian
roboh terjengkang ke tanah.
Peristiwa ini terjadinya sungguh amat tiba-tiba. Kedua belah pihak sama-sama tahu, bila
berbicara dari kepandaian silat yang di miliki kedua belah pihak, maka menang kalah baru bisa
ditentukan setelah bertarung dua tiga ratus jurus kemudian.
Siapa tahu, baru didalam satu gebrakan saja, kedua belah pihak telah melakukan suatu
pertarungan adu jiwa yang berakibat sama-sama terluka, kejadian ini sedemikian cepatnya
berlangsung sehingga sama sekali tiada kesempatan bagi orang lain untuk memberikan
bantuannya.
Dalam kejut dan terkesiapnya, dari atas mimbar maupun dari barak sebelah barat segera
bermunculan bayangan manusia yang langsung menghampiri Cu Thong maupun Mao Kiat.
Bong Pay yang memang sudah keluar barak untuk menyambut kedatangan kakek cebol itu,
segera tiba lebih dulu ditempat ke jadian, cepat ia menyambar tubuh Cu Thong.
Pho Siu dan Pi Ci liang dari Pa cu sam jian amat menguatirkan keselamatan saudaranya,
merekapun menyusul tiba disitu dengan kecepatan tinggi.
Pi Ci-liang segera berjongkok untuk memeriksa denyut nadi Moa kiat dengan lengan tunggalnya,
setelah itu dengan wajah berubah hebat serunya, “Sam-to sudah tamat riwayatnya!”
Paras muka Phoa Siau berubah menjadi hijau membesi, kemudian ia tertawa dingin dengan
suara yang mendirikan bulu roma, sepasang tongkatnya ditekannya pada permukaan tanah,
tubuhnya segera melambung ke udara dan menerjang ke arah Bong Pay serta Cu Thong dengan
kecepatan luar biasa, ketika masih diudara, tongkat sebelah kanannya langsung diayun kebawah
membacok ubun-ubun Cu Thong.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
262
Bong Pay mengeryitkan alis matanya, baru saja akan bertindak, Coa hujin telah keburu tiba,
perempuan itu segera membentak keras, ujung bajunya dikebaskan ke depan…….
Seperti terkena suatu serangan yang maha berat, Phoa Siu kembali berjumpalitan diudara dan
melayang turun tiga kaki jauhnya dari gelanggang…..
Pi Ci liang bangkit berdiri, setelah mendengus penuh kegusaran, lengan tunggalnya diayunkan ke
depan menghajar tubuh Cu Thong.
Dengan lengan kirinya Bong Pay memayang tubuh supeknya, sementara telapak tangan
kanannya dengan mengandung tenaga geledek yang sangat dahsyat diayunkan kemuka untuk
menyongsong datangnya ancaman.
“Blaaaang!” suatu ledakan keras menggelegar diudara, Pi Ci liang kontan merasakan tubuhnya
bergoncang keras, kakinya sampai melesak dalam-dalam diatas ubin hijau yang keras itu,
Bong Pay kuatir tenaga serangannya akan mempengaruhi Cu Thong. iapun tak berani
menyambut dengan keras lawan keras, secara beruntun tubuhnya mundur lima langkah ke
beakang untuk punahkan sisa kekuatan yang masih ada, tiap mundur selangkah, di atas ubinpun
segera muncul bekas telapak kaki yang beberapa inci dalamnya.
Pi Ci liang amat terperanjat, semula ia masih tidak pandang sebelah matapun terhadap Bong
Pay, siapa tahu ilmu silat yang di miliki lelaki itu ternyata, masih sanggup untuk menandingi
kepandaian yang dimilikinya.
Dalam detik yang amat singkat itulah, Cu Im taysu, Leng lam it-khi, Haputule, Ko Tay Im-san
siang-koay dan lain lainnya dari kedua belah pihak telah saling berhadapan dengan wajah
bermusuhan, jelas suatu pertarungan sengit bakal segera berlangsung.
Tiba-tiba Kok See-piau berseru dengan lantang, “Harap para tianglo kembali dulu kemari,
dendam baru permusuhan lama kita selesaikan bersama sehabis upacara nanti!”
Begitu seruan diutarakan, pertama-tama Leng lam it khi yang pulang dulu ke mimbar. Phoa Siu
dan Pi Ci liang meotot sekejap ke arah Cu Thong dengan, penuh kebencian, lalu sambil
membopong mayat Mo Kiat, mere ka kembali ke mimbar dengan uring-uringan.
Para jago kembali dibuat tertegun oleh kejadian ini, siapapun tahu kalau Po cu sam jian adalah
manusia-manusia bengis yang jarang bisa ditundukkan, tapi sekarang, hanya dengan sepatah
kata yang ri ngan ternyata Kok See-piau berhasil menangguhkan niat mereka untuk
membalaskan dendam bagi kematian saudaranya.
Sementara itu Siau yau sian Cu Thong dengan hawa hitam menyelimuti wajahnya telah berada
dalam keadaan tak sadar, dipayang oleh Bong Pay, para jago dari golongan luruspun kembali ke
barak mereka.
Pek Soh-gi muncul menyongsong kedatangan suaminya, kata Bong Pay kemudian, “Soh-gi, coba
lihatlah bagaimana dengan luka yang diderita Cu supek……?”
Pek Soh-gi memandang sekejap ke wajah Cu Thong, lalu menjawab, “Meskipun isi perutnya
terluka parah, luka itu tidak terlalu merisaukan, justru yang mencemaskan adalah racun dari ilmu
jari la wan”
“Bagaimana dengan racun itu?” tanya Bong Pay cemas.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
263
Pek Soh-gi termenung sambil berpikir sejenak, setelah itu jawabnya pelan, “Agaknya racun jari
tangannya diperoleh dengan menghisap racun pembusukan yang berada di tubuh sesosok
mayat, bila orang biasa yang terkena maka sekejap mata kemudian sang korban akan tewas, kini
aku tidak membawa obat-obatan, yang ada hanya jarum emas untuk mencegah menjalarnya
racun, aku pikir dengan kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki Cu supek, ia masih bisa
bertahan satu hari setengah lagi.”
Bong Pay menghela napas panjang.
“Aaai…….terpaksapun kita musti berbuat demikian, kalau begitu cepatlah turun tangan!”
Pek Soh-gi manggut-manggut, cepat ia mengeluarkan jarum emas dan segera ditusukkan ke
dada Cu Thong.
Walaupun Bong Pay amat risau, dalam keadaan demikianpun terpaksa harus menyingkirkan dulu
persoalan itu dari benaknya, ia mengalihkan kembali sorot matanya ke arah mimbar.
Sementara itu asap dupa telah mengebul dari atas mimbar, diiringi alunan musik yang merdu,
Kok See-piau bersembahyang dimeja abu dan membaca naskah sumpah, setelah tu ia
meneteskan beberapa titik darah dalam sebuah hiolo emas.
Yang lain pun segera mengikuti dibelakangnya melakukan sumpah kesetiaan dan meneteskan
darah untuk mengikat tali persaudaraan.
Diantaranya tampak pula kehadiran seorang kakek berbaju hijau, dia hanya memberi hormat
kepada meja abu Kiu ci sinkun sedangkan terhadap yang lain-lainnya hampir tidak dipandangnya
barang sekejap pun.
Semua orang yang menyaksikan kejadian itu merasa terkejut sekali, sebab didalam barisan yang
muncul dan istana tadi jelas tidak nampak adanya kakek berjubah hijau itu, dan kenyataannya
seka rang tak seorang jago pun yang mengetahui sejak kapan dan dengan cara apakah ia
muncul diatas mimbar terus.
Dengan cepat kehadiran orang itu menimbulkan kegemparan, masing-masing orang segera
memper hatikannya dengan seksama.
Dia adalah seorang kakek berambut putih yang memelihara jenggot sepanjang dada, matanya
tajam seperti pisau, usianya paling tidak sudah diatas seratus tahun lebih.
Siapa yang tahu siapa gerangan kakek berjubah hijau itu?” tanya Cu Im taysu.
Para jago saling berpandangan dengan mulut membungkam, ternyata tak seorangpun diantara
mereka yang tahu.
Sesudah heing sejenak, tiba-tiba Ho Kee-sian berseru, “Coba lihat!”
Agaknya pihak Kiu-im-kau dan Mokau juga dibuat terkejut oleh kehadiran orang itu”
Ketika semua orang berpaling, betul juga waktu itu Seng Tocu serta Bwe Su-yok sekalian sedang
melirik ke arah mimbar dengan wajah aneh, lalu berbisik-bisik membicarakan sesuatu, bahkan
ada pula diantara mereka yang menunjuk ke arah kakek berjubah hijau tersebut.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
264
Tiba-tiba Coa hujin berkata, “Tenaga dalam yang dimiliki orang itu tampaknya jelas diatas
kepandaian Kok See-piau!”
“Menurut taksiran hujin, tenaga dalam yang di milikinya itu sudah mencapai ke tingkatan yang
bagaimana tingginya…….?” tanya Ko Tay dengan suara dalam.
Coa hujin termenung sambil berpikir sejenak, setelah itu jawabnya dengan serius, “Swan si tak
dapat menduganya, tapi dapat ku katakan bahwa kepandaian silat orang itu jauh di atas
kepandaian Swan si!”
Setelah berhenti sejenak, ia melanjutkan, “Agaknya hanya Hoa tayhiap atau kakek luar ku yang
sanggup menandingi kelihayannya!”
Paras muka semua orang segera berubah hebat, malah ada pula yang menunjukkan rasa tak
percaya.
Ketika semua orang mengalihkan kembali sinar matanya ke arah mimbar, terlihatlah Kok Seepiau
sedang memberi hormat kepada kakek berjubah hijau itu, kemudian membisikkan sesuatu
dengan suara lirih. Kakek berjubah hijau itu manggut-manggut, dia mengambil hiolo emas
tersebut dari atas meja dan membawanya menuju ke depan mimbar, setelah memandang
sekejap keseluruh gelanggang, pelan-pelan katanya!
“Segenap anggota perkumpulan harap dengarkan baik-baik, mulai hari ini Hian-beng-kau secara
resmi dibuka, mulai sekarang pintu perguruan kami terbuka lebar-lebar untuk menerima murid
baru serta mendirikan cabang disegenap penjuru dunia, barang siapa yang ingin bersatu dengan
kami dengan senang hati kami akan ulurkan tangan untuk menerimanya……”
Setelah berhenti sejenak, tiba-tiba suaranya berubah menjadi amat keren dan tegas, katanya
lebih jauh, “Atas permintaan dari kaucu, hari ini akan diadakan pengambilan darah untuk
mengangkat sumpah, segenap murid Hian-beng-kau akan berbakti sampai mati demi
perkumpulan, barang siapa berani timbul pi kiran menyeleweng, dia akan dibunuh secara
mengerikan!”
Sungguh dahsyat tenaga dalam yang dimiliki orang ini, sekalipun musti berbicara untuk khalayak
banyak, tanpa berteriak pun bahkan hanya berbicara seperti orang biasa segenap orang dapat
mendengar ucapan tersebut bagaikan sang pembicara berada disisinya saja.
Selesai berkata, hiolo emas yang berada ditangannya itu tiba-tiba melesat keudara dan melayang
sejauh dua kaki dari atas mimbar, kemudian hiolo itu berbalik menuangkan isinya yaitu arak
bercampur darah kedalam sebuah hiolo lain yang amat besar ditengah lapangan, ketika arak
darah itu sudah tertuang habis, tangan kanannya kembali di gerakkan dan hiolo emas itupun
melayang balik ketangan-nya.
Demonstrasi tenaga dalam yang dilakukan olehnya ini benar-benar mengejutkan para jago baik
dari golongan lurus, maupun dari golongan Kiu-im-kau, Seng-sut-pay serta para jago persilatan
lainnya.
Sedangkan anggota Hian-beng-kau segera bersorak sorai memuji kehebatan kakek berjubah
hijau itu, begitu kerasnya suara tempik sorak mereka hingga menggetarkan seluruh bumi
rasanya.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
265
Lau gi tiong dari Thiam cong siang kiam yang melihat itu tiba-tiba menghela napas sambil
berkata, “Siapakah manusia didunia ini yang sanggup menyalurkan hawa murninya ke dalam
benda lain serta mengendalikannya menuruti ke-inginan hati sendiri……”
Hoa Ngo yang kebetulan mendengar keluhan tersebut segera mencibirkan bibirnya.
“Huuuh…..apanya yang aneh?” ia berseru, “buat Hoa toako, itu mah cuma permainan kanakkanak!”
“Yaa, meskipun demikian, toh Hoa tayhiap tidak datang kemari!” kata Ciang Pek jin dengan
cepat.
Hoa Ngo kembali mendengus. “Hmmm! Kenapa musti Hoa toako yang tu run tangan? Sebentar
aku Hoa Ngo yang pertama-tama akan menghadapi setan tua itu”
“Banyak bicara apa pula artinya?” sela Ko Thay dengan hambar, “yang penting datang serangan
prajurit, kita bendung dengan Prajurit, datang air bah kita bendung dengan tanah, tak bisa
dikarenakan musuh terlalu lihay maka kita mundur terbirit birit”
“Aaai……Thian bong kenapa begitu gegabah sehingga sama sekali tidak memandang serius atas
berdirinya Hian-beng-kau dalam dunia persilatan……?” keluh Cu Im taysu.
Ia berpaling ke arah Coa hujin, lalu tanyanya, “Bukankah hujin datang dari Im tiong san? Apakah
hujin tahu apa rencana Bun Tay kun serta Thian hong…….”
Sambil tertawa getir Coa hujin menukas, “Sewaktu akan berpisah, dua orang Hoa hujin pernah
berkata bahwa Hoa tayhiap itu dan anaknya telah mempunyai rencana lain, hanya apakah
rencana tersebut tidak dijelaskan, oleh karena boanpwe merasa hal ini tak penting, waktu itupun
tidak ku tanyakan lebih jauh”
Tiba-tiba terdengar Bong Pay berpekik heran, “Wwwouuuw……aneh benar!”
Ketika semua orang berpaling, hampir seluruhya segera tertawa tergelak karena kegelian.
Kiranya setelah kakek berjubah hijau itu menuang arak darah dalam hiolo emas ke dalam hiolo
raksasa tersebut, karena dalam hiolo raksasa memang sudah disiapkan arak sebagai arak darah
pengangkatan sumpah oleh para petugas arak itu diisikan ke dalam berpuluh puluh cawan perak
dan dibagikan kepada para anggotanya.
Siapa tahu baru saja isi arak tersebut diteguk, mendadak mereka yang meneguk arak tersebut
segera roboh ketanah dan tak bisa bangun lagi.
Mendekati perintah penghentian minum arak darah diturunkan, sudah ada tujuh delapan puluh
orang jago yang tergeletak tak berkutik, tentu saja hal ini segera mengejutkan semua anggota
Hian-beng-kau.
Go Tang cuan yang menyaksikan kejadian itu segera membentak keras, Tenang, tenang!
Petugas baju biru, segera gotong semua murid kita yang jatuh korban ke dalam istana!”
Peraturan Hian-beng-kau memang cukup ketat, lagi pula terdisiplin tinggi sekalipun terjadi
peristiwa dan kalut untuk sesaat, tapi sesaat kemudian suasana telah tenang kembali.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
266
Dari bawah mimbar segera bermunculan puluhan orang laki-laki baju biru yang dengan cepat
menggotong pergi rekan-rekan mereka yang pingsan.
Cara kerja mereka ternyata gesit dan tertib, dalam waktu singkat suasana telah pulih kembali
seperti sedia kala.
Dengan wajah penuh kegusaran Kok See-piau segera berteriak, “Wahai jago-jago lihay dari Biau
nia, kalau memang sudah datang, kenapa tidak segera unjukkan diri?”
Semula semua orang masih sangsi tapi setelah mendengar seruan tersebut jadi sadar kembali,
memang kecuali orang-orang Biau, tak ada orang manusiapun yang memiliki kepandaian racun
lihay seperti mereka, lebih-lebih lagi punya nyali seperti mereka.
Terdengar dari depan istana, tiba-tiba berkumandang suara teriakan yang amat nyaring “Orang
she Kok, kami berada disini, mau apa kau?”
Sebenarnya perhatian semua orang tertuju ke mulut lembah, siapa tahu justru tiga orang
perempuan suku Biau yang cantik dan bertangan telanjang itu muncul dari pintu istana, seketika
suasana menjadi gempar.
Ternyata ketiga orang itu adalah Biau-nia Sam-sian (tiga dewi dari wilayah Piau).
“Sambil tertawa, Ci wi siacu segera berkata
“Kok See-piau, istana Kiu ci siat kiong mu ini sungguh dibangun sangat indah dan megah,
sebenarnya hendak kami persembahkan untuk dewa api, namun kamipun merasa tak tega untuk
turun tangan”
“Apa yang telah kau lakukan terhadap anggota perkumpulan kami?” bentak Kok See-piau.
“Aku lihat mereka sudah terlampau letih dalam bertugas, maka sengaja kusulutkan sebatang hio
Ui-liang hio agar mereka dapat beristirahat sebenar” kata Lam Soa siancu sambil tertawa-tawa.
Setelah berhenti sebentar, ia berkata kembali, “Mungkin kau merasa heran, kenapa dengan jarak
sejauh ini kami bisa meracuni arak darah itu? Terus terung saja kuberitahukan kepadamu, sejak
semalam kami telah polesi dinding sebelah dalam dari hiolo emas itu dengan selapis obat
beracun yang tak berwarna dan tak berbau”
Tak terlukiskan rasa gusar Kok See-piau menghadapi kejadian ini, pikirnya, “Semua jago
perkumpulan telah datang disini, tak kusangka tiga orang perempuan rendah ini berani
bertingkah dihadapanku.
Berpikir demikian, dia lantas mengulapkan tangannya, tiga orang kakek yang ada disampingnya
segera melompat turun dari mimbar, kemudian secepat kilat melompat ke atas anak tangga
istana.
Dengan cemas Pek Soh-gi segera berseru, “Toako, perbuatan Biau nia san sian mengacau
ucapan pembukaan ini sudah merupakan suatu pelanggaran terhadap peraturan dunia persilatan.
Kok See-piau pasti akan turun tangan kejam terhadapnya, kita tak boleh berpeluk tangan belaka”
Bong Pay memandang sekejap ke arah tiga orang kakek itu, lalu ujarnya, “Ilmu melepaskan
racun dari wilayah Biau sudah menggetarkan seluruh dunia persilatan, belum tentu Kok See-piau
bisa berbuat banyak terhadap mereka, dalam posisi demikian, lebih baik kita bertindak menurut
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
267
keadaan, jangan sampai karena salah bertindak mengakibatkan terjadinya hal-hal yang justru
akan merugikan pihak kita sendiri”
Sementara itu, belum sampai ke tiga orang kakek itu menaiki tangga istana, mendadak kepala
mereka serasa pusing tujuh keliling, saat itulah mereka baru terperanjat.
Sadarlah ketiga orang itu bahwa mereka sudah terkena racun keji dari wilayah Biau, untuk
mundur sudah tak sempat, dua orang diantaranya segera roboh terjengkang ke tanah, hanya
kakek disebelah tengah yang berhasil mundur sejauh tiga kaki dan berdiri kaku sambil berusaha
mendesak keluar hawa racun dari tubuhnya.
Berbicara dari kepandaian silat yang dimiliki ketiga orang itu, sesungguhnya mereka sudah
terhitung jagoan kelas satu dalam dunia persilatan, bila terjadi pertarungan sungguhan, belum
tentu Biau-nia Sam-sian dapat menandingi mereka, tapi belum lewat segebrakan mereka sudah
roboh dua orang dari sini terbuktikan sudah bahwa ilmu meracun dari wilayah Biau memang
betul betul sangat Iihay.
Terdapat peristiwa itu, ternyata Biau-nia Sam-sian berlagak seakan akan tidak melihatnya.
Li hoa siancu berkata kemudian sambil tertawa merdu, “Kok See-piau, kami telah
mempersiapkan delapan belas lapis barisan racun disekitar tangga istana ini, ingin ku buktikan
sampai dimanakah taraf kepandaian silat dari para jago dewasa ini, Nah, terbukti sudah kalau
ketiga orang anak manusia itu tak becus, belum sampai lima lapis barisan yang ditembusi,
mereka sudah roboh, aku lihat lebih baik kau turun tangan sendiri, coba di lihat berapa lapis
barisan yang berhasil kau tembusi”
Paras muka Kok See-piau telah berubah menjadi hijau membesi dengan nada menyeramkan dia
berkata, “Jika hari ini aku orang she Kok tidak berhasil menangkap kalian dan mencincangnya
menjadi berkeping-keping, perkumpulan Hian-beng-kau segera akan kububarkan!”
Tampaknya kemarahan yang menyelimuti hatinya sekarang sudah mencapai pada puncaknya.
Haruslah diketahui, bahwasanya Biau-nia Sam-sian telah mengacau upacara peresmian
perkumpulan Hian-beng-kau, hal ini berarti telah mengikat tali permusuhan yang mendalam
sekali dengan beribu-ribu anggota perkumpulannya, apalagi mereka dihadapan umum, hal ini
semakin menyakitkan hati semua orang.
Sebagaimana telah diketahui tujuan Kok See-piau dengan perkumpulannya adalah
mempersatukan seluruh umat persilatan dibawah komandonya, sudah barang tentu dia tak ingin
kehilangan pamornya didepan para jago dari seluruh penjuru dunia.
Maka, kepada kakek berjubah hijau yang berdiri disampingnya, ia berkata pelan.
“Suheng, terpaksa harus merepotkan dirimu untuk membekuk ketiga orang perempuan rendah
itu!”
Kakek berjubah hijau itu manggut-manggut, dengan langkah yang pelan ia menuruni mimbar
dan menuju kearah tangga istana, gerakan tubuhnya sangat enteng, dalam waktu singkat ia
telah tiba di serambi panjang.
Para jago yang menyaksikan kelihayan kakek itu sama-sama merasa terperanjat, Bong Pay, Coa
hujin, Cu Im taysu serta Haputule bersama sama lari keluar dari barak dan bergerak menuju ke
tangga istana.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
268
Kok See-piau tertawa dingin, ia memberi tanda kepada anak buahnya, dua orang dari Po cu sam
jian, Im sau siang koay, Ui Sia ling serta sekalian jago lihay lainnya segera melompat turun dari
mimbar dan menghadang jalan pergi kawanan jago itu.
Coa hujin yang menyaksikan kejadian itu segera mengerutkan dahinya, kemudian berbisik,
“Perlukah kita menerjang rintangan tersebut dengan kekerasan…….?”
“Dalam keadaan seperti ini, aku pikir Biau-nia Sam-sian masih mampu untuk menghindarkan ke
dalam istana bilamana gelagat tidak mengijinkan, aku rasa lebih baik kita jangan bertindak dulu
dengan gegabah”
Sementara itu kakek berjubah hijau itu telah menatap tajam-tajam wajah Biau-nia Sam-sian,
kemudian tegurnya dengan dingin, “Kalian lebih suka menyerahkan diri ataukah ingin mencicipi
dulu sedikit penderitaan?”
Selama hidup belum pernah Biau-nia Sam-sian jeri kepada orang lain, dengan kening berkerut,
Lan hoa siancu segera berseru, “Hei setan tua, siapakah kau?”
Hmm, jika nama lohu kusebutkan, sudah pasti kalian akan mati karena kaget, lebih baik
kusebutkan saja”
Huuuh….! Mengibul dengan kata-kata sombong, apakah tidak takut lidahmu tersambar oleh
angin gunung? Paling-paling kau hanya siluman kayu atau siluman rumput yang telah mencapai
masa pertapaannya”
Kakek berjubah hijau itu merasa amat gusar, ia mendengus dingin kemudian tubuhnya
berkelebat maju ke depan.
Semua orang hanya merasakan pandangan matanya menjadi kabur, tahu-tahu ia sudah melewati
tangga batu dan berdiri dimuka istana, kecepatan gerakan tubuhnya sukar dilukiskan dengan
kata-kata.
Betul, racun jahat dari wilayah biau sangat lihay, namun kenyataanya racun-racun itu sama
sekali tidak bermanfaat terhadanya.
Sekalipun Bian nia san sian sudah tahu kalau kakek berbaju hijau itu luar biasa lihaynya, mereka
tak menyangka kalau kelihayannya telah mencapai taraf sehebat ini, dalam kagetnya, tiga orang
dengan geram, tangan segera diayunkan bersama kemuka melepaskan selapis kabut beracun
Kiu-tok-ciang yang tak berwarna dan tak berbau.
Kakek berjubah hijau itu segera mengebaskan ujung bajunya ke depan, segulung angin pukulan
yang maha dashyat seketika itu juga membuyarkan kabut Kiu-tok-ciang ke tengah udara.
Untuk pertama kalinya ilmu beracun dari wilayah Biau tidak menghasilkan apa-apa dalam
penggunaanya.
Bian nia san sian menjadi amat kaget oleh peristiwa tersebut, belum sempat mereka berpikir
lebih jauh, sambil tertawa dingin kakek berjubah hijau itu telah berkata, “Sekarang tiba giliran
buat kalian untuk merasakan kelihayanku ini!”
Ketika telapak tangannya diayunkan ke depan, segulung angin pukulan yang maha dahsyat
segera mengurung sekujur badan Biau nia san sian.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
269
Dalam keadaan tergopoh-gopoh, Biau-nia Sam-sian tak sempat lagi untuk menghindarkan diri,
tampaknya mereka segera akan terluka diujung telapak lengan kakek berbaju hijau itu.
Kelihayan ilmu silat yang dimiliki kakek berjubah hijau itu sungguh sukar dilukiskan dengan katakata,
Bong Pay sekalian menjadi terperanjat, sekalipun mereka sadar dibantupun tak sempat lagi,
mereka tak bisa tidak harus berusaha dengan sekuat tenaga.
Dipimpin langsung oleh Bong Pay, mereka segera menerjang kemuka, sebuah pukulan segera
dilancarkan ke arah Ui Shia ling dari bukit Lau san, tapi pihak musuhpun segera memberikan
perlawanan, pertarungan sengit segera berkobar.
Sekalipun para jago dari golongan lurus memiliki tenaga dalam yang sempurna, akan tetapi pihak
penghadang pun merupakan jago-jago pilihan, usaha mereka untuk memberi pertolongan segera
terbendung, jangankan untuk menolong jiwa Biau-nia Sam-sian, untuk menembusi pertahanan
pun sudah sulitnya bukan kepalang.
Untunglah disaat yang kritis inilah tiba-tiba terdengar suara pujian kepada sang Buddha
berkuman dang memecahkan kebeningan, menyusul kemudian dari arah belakang istana muncul
selapis tenaga pukulan yang amat lunak…..
Dalam waktu singkat, pukulan kakek berjubah hijau yang berat bagaikan bukit karang itu sudah
terpancing kesamping, kemudian…. “Blang! menghantam diatas permukaan tanah.
Debu dan pasir segera beterbangan memenuhi seluruh angkasa, pada lapangan batu yang
belasan kaki luarnya didepan istana Kiu ci kiong itu segera muncul sebuah liang yang sangat
besar.
Sekalipun secara beruntung Biau-nia Sam-sian berhasil meloloskan diri dari ancaman maut, toh
mereka merasakan juga getaran keras yang menga kibatkan darah dalam tubuhnya bergolak
keras, dengan sempoyongan mereka sama-sama mundur sejauh beberapa langkah.
Kakek berjubah hijau itu sesungguhnya menganggap dirinya sebagai jago nomor satu didunia ini,
betapa herannya dia setelah mengetahui ada orang yang sanggup menyingkirkan kekuatan
pukulannya itu, sambil berseru tertahan ia lantas berpaling ke samping.
Dari balik pintu istana pelan-pelan berjalan ke luar Coan cing taysu yang berjubah pendeta
dengan tangan membawa tasbeh.
Dibelakangnya mengikuti seorang gadis cantik yang rupawan, dia bukan lain adalah Coa Wi-wi.
Ketika para jago dari golongan lurus dan para jago dari Hian-beng-kau menyaksikan situasi
diatas tangga istana telah mengalami perubahan, serentak merekapun menghentikan
pertarungan dan sama-sama mengalihkan pandangan matanya ketengah istana.
Coa hujin yang menyaksikan putrinya muncul bersama kakeknya, dengan cepat merasakan
hatinya lega tapi ia tahu tak baik menyapa anaknya dalam keadaan seperti ini, maka diapun
hanya berdiam diri.
Terdengar kakek berjubah hijau itu mendengus dingin, lalu menegur, “Apakah kau adalah Goan
cing siau hwsesio?” Ucapannya kasar dan sombong sedikitpun tidak mengindahkan sopan
santun….
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
270
Ternyata Coan cing taysu tidak menjadi marah oleh sikap kasar lawannya, sambil tersenyum ia
menjawab, “Yaa, benar memang pinto adanya. Jika aku terpaksa turun tangan secara keras,
harap sicu sudilah memaafkan”
Coa Wi-wi yang berada disampingnya segera mengomel.
“Hei, tahun ini kongkongku sudah berusia sembilan puluh tahun lebih! Siapakah kau si setan tua?
Berani betul bersikap kurang ajar terhadap kongkongku, jika tidak kau rubah sebutanmu itu,
hmm! Hmm…..
Wajahnya yang cantik, tindak tanduknya yang lincah membuat kata-kata yang bengis itu justru
tampak menyenangkan, hal ini membuat semua orang menjadi terkesima dibuatnya.
Bukannya menjadi gusar, kakek berbaju hijau itu malah tertawa “Haahah….. haahhh……..
haahah……. nona cilik! Kalau kongkong mu paling banter berusia sembilan puluh tahun, maka
tahun ini lohu sudah berusia seratus empat puluh tahun, itu berarti aku lebih tua empat puluh
sembilan tahun dari kongkongmu, coba bayangkan sendiri, pantaskah kupanggil dirinya sebagai
hwesio cilik?”
Waktu itu semua jago yang terada diarena sudah dibikin terperanjat oleh keampuhan ilmu silat
yang dimiliki kakek berjubah hijau itu, beribu-ribu pasang mata bersama-sama dialihkan
kearahnya tanpa berkedip. Maka ketika mendengar ucapan tersebut, serentak semua orang
mulai berbisik-bisik.
Seorang manusia bisa hidup sampai setua itu, hakekatnya sulit untuk dipercaya oleh siapapun,
tapi kalau dilihat dari kelihayan kakek tersebut, merekapun tak bisa tidak, harus mempercayainya
juga.
Haruslah diketahui, jika seorang dapat hidup sampai berusia seratus tahun lebih, dan ia berlatih
ilmu silatnya terus-menerus, ma ka kelihayan ilmu silat yang dimiliki orang itu pasti tak
terlukiskan hebatnya.
Coa Wi-wi segera membelalakkan matanya lebar-lebar, kemudian serunya, “Masa sepanjang itu
usiamu?”
Sambil menggelengkan kepalanya tanda tak percaya, ia berkata kembali, “Omong kosong! Hanya
setan yang percaya dengan perkataanmu itu!”
Kakek berjubah hijau itu segera tertawa terbahak-bahak.
“Haaahhh…..haaahhh……..haaaahhh bocah cilik tak tahu urusan, lohu akan berbicara dengan
kongkongmu!” Kemudian sambil berpaling ke arah Goan cing, ia berkata, “Goan cing, apakah
kaupun tak percaya?”
“Pinceng mana berani tak percaya?” jawab Goan cing taysu dengan serius, “hanya saja, apakah
aku boleh tahu siapakah nama lo sicu?”
“Asal kau mengetahui diriku sebagai Liok tee sin sian (dewa daratan), itu sudah lebih dari cukup,
soal lain lebih baik tak usah kau tanyakan lagi” jawab kakek berjubah hijau dengan angkuh.
Kakek berjubah hijau itu menyebut dirinya sebagai Liok tee sin sian, si dewa daratan,
sesungguhnya sebutan itu terlampau jumawa dan takabur, akan tetapi oleh karena semua orang
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
271
yang hadir di arena sudah menyaksikan sendiri kelihayan ilmu silatnya, maka tak seorangpun
diantara mereka berani mengejek.
Tiba-tiba terdengar Coa Wi-wi mendengus dingin, sambil mencibirkan bibirnya ia berseru, “Hmm!
Liok tee sin sian apaan? Aku lihat, kau lebih cocok kalau disebut sebagai si tua bangka celaka!”
Kakek berjubah hitam itu pura-pura tidak mendengar ejekan tersebut, kembali ia berkata, “Goan
cing kau anggap ilmu silat yang kumiliki itu sudah cukup dikatakan sebagai hebat tidak?”
Goan cing taysu termenung sebentar, kemudian jawabnya, “Kalau dilihat dari kesempurnaan ilmu
silat yang dimiliki lo si cu, memang pantas kalau dika takan sebagai hebat, cuma ada satu hal
yang masih pinceng bingungkan, bolehkah aku bertanya kepada diri situ?”
“Katakan!”
“Menurut pendapat pinceng yang bodoh, kehidupan seorang dewa adalah suatu kehidupan yang
bebas merdeka dan terlepas dari segala urusan ke duniawan, biasanya mereka hanya berpesiar
dan mendekati keindahan alam….
Belum habis pendeta itu berkata, kakek berjubah hijau itu telah menukas.
“Lohu sudah berusia seratus tahun lebih kalau hanya kata-kata semacam itu, buat apa aku musti
mendengarkan-nya dari mulutmu?”
Goan Cing Taysu segera merangkap tangannya didepan dada seraya berseru, “Asal sicu sudah
mengerti, itu tandanya bagus” Kakek berjubah hijau itu kembali mendengus. “Hmmm! Kata-kata
yang tak berguna lebih baik tak usah dibicarakan lagi, sudah lama lohu de ngar tentang
kelihayan Malaikat ilmu silat, sayang selama ini tak berjodoh untuk menjumpainya sendiri, hari ini
aku pasti akan manfaatkan kesempatan ini dengan sebaik baiknya”
Setelah berhenti sejenak, ia membentak, “Berhati-hatilah!”
Telapak tangan kanannya diayunkan ke bawah lalu pelan-pelan didorong ke depan.
Serangan ini tampaknya sederhana dan tiada sesuatu yang aneh, tapi dengan wajah berubah
menjadi serius, Goan-cing taysu mengebaskan ujung bajunya, secara tiba-tiba melompat mundur
sejauh tiga kaki dari posisi semula.
“Manusia dengan usia seperti sicu sudah langka dijumpai didunia ini, buat apa kau musti
menceburkan diri lagi ke dunia ini serta menodai tubuh sendiri dengan amisnya darah?”
Dengan gerakan tak berubah dan tak nampak sesuatu gerakan pun seperti sesosok bayangan,
kakek berjubah hijau itu sudah menyusul ke depan, serunya, “Jika ingin mengucapkan sesuatu,
tunggu saja setelah menyambut sepuluh jurus seranganku ini!”
Goan cing taysu segera mundur kebelakang, serunya dengan suara dalam. “Sicu…..
Dengan tak sabar kakek berjubah hijau itu menukas!
“Apakah keturunan dari Malaikat ilmu silat adalah manusia lemah seperti ini? kenapa tidak kau
balas seranganku ini?”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
272
“Kongkong!” Coa Wi-wi yang berada disampingngnya segera berteriak dengan tak sabar, “beri
saja sedikit pelajaran kepada tua bangka yang tak tahu diri itu”
Walaupun ilmu silat yang dimiliki kakek berjubah hijau itu sangat lihay, tentu saja Goan cing
taysu tak akan gentar mengha dapinya, ketika mendengar ucapan lawan yang mendesaknya
terus menerus, pendeta yang berjiwa besar ini segera berpikir, “Dalam suatu pertarungan yang
dicari orang adalah kemenangan, walaupun kemenangan itu bakal diraih dengan kecerdasan
otak, yaa, apa boleh buat, kini persoalannya sudah menyangkut nama baik leluhur,
bagaimanapun juga aku tak bisa mengalah terus-menerus.
Berpikir demikian, ia lantas berdiri sekokoh batu karang, kemudian ujarnya.
“Maaf jika pinceng terpaksa harus melepaskan serangan balasan!”
Ditengah pembicaraan tersebut, telapak tangan kanannya segera disilangkan didepan dada, lalu
dengan jari tengah dan jari telunjuk tangan kanannya, ia totok jalan darah kematian di kening
kakek berjubah hijau itu dari tempat kejauhan.
Kakek berjubah hijau itu segera merasa bahwa posisi ini betul-betul sempurna dalam
penyerangan maupun pertahanan, sama sekali tak dijumpai titik kelemahan barang secuwilpun
yang bisa dimanfaatkan, ibaratnya sebuah dinding yang terbuat dari baja, pertahanan itu
sungguh-sungguh amat sulit untuk ditembusi.
Melihat itu, sambil tertawa segera katanya.
“Aku lihat hanya kau serta Hoa Thian-hong, dua orang yang masih sanggup menerima beberapa
jurus seranganku!”
Telapak tangan kanannya segera di dorong ke depan, belum mencapai setengah jalan tiba-tiba
ditarik kembali, tangan kirinya berputar kencang, berbarengan dengan gerakan telapak tangan
kanannya segera dibacok ke bawah dengan kecepatan luar biasa.
Terdengar suara retakan keras yang memekikkan telinga berkumandabg memecahkan
keheningan, belum lagi serangannya di lancarkan, kekuatannya sudah cukup menghancurkan
batu karang, hawa pembunuhan yang menyelimuti angkasa sungguh menciutkan hati orang.
“Omintohud………!” Goan cing taysu berseru memuji keagungan sang Buddha, tanpa merubah
gerakan tangan kanannya, telapak tangan kirinya dibalik lalu dilontar kan ke depan.
Berbicara soal taraf kepandaian silat, maka kepandaian yang dimiliki kedua orang ini boleh dikata
sudah mencapai puncak yang tertinggi, belum tentu bisa ditemukan dua tiga orang di dunia ini
yang sanggup manandingi kehebatan mereka, tanpa terasa semua orang memusatkan segenap
perhatiannya untuk mengikuti jalannya pertarungan itn, siapa tahu dari sana dapat menarik
manfaat yang berguna bagi diri sendiri.
Namun dalam kenyataannya, ternyata serangan serangan yang dilancarkan kedua orang itu tidak
sama seperti jago lihay lainnya yang bergerak secepat kilat, semua gerakan yang mereka
gunakan pada hakekatnya seperti orang yang baru belajar ilmu silat, bukan saja tiada sesuatu
yang hebat, tidak pula mengandung kekuatan yang luar biasa, sebagian jago yang berilmu cetek
diam-diam merasa kecewa sekali, dianggapnya pertarungan itu tidak lebih jelek dari pertarungan
kampungan.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
273
Hanya beberapa bagian saja dari kawanan jago tersebut yang betul-betul menyadari bahwa ilmu
silat yang dimiliki kedua orang ini telah mencapai tingkatan yang tak terhingga.
Justru dibalik sederhanaan kebiasaan dari gerakan mereka, tersimpan sesuatu perubahan yang
luar biasa.
Jangan dianggap jurus-jurus serangan mereka sederhana dan tiada sesuatu yang bagus dilihat,
padahal ppertarungan semacam ini ini justru amat sulit dilakukan oleh setiap manusia.
Sebab disamping harus berjaga-jaga terhadap perubahan jurus serangan berikutnya dari lawan,
merekapun harus mencari titik kelemahan ditubuh musuh untuk mempersiapkan serangan
berikutnya, akal pikiran mereka sedikit saja bercabang maka akibatnya akan menyangkut
keselamatan jiwa mereka, itu berarti selain beradu pengetahuan dalam ilmu silat, merekapun
beradu tenaga dalam, kecer dasan serta pengalaman.
Ketika pertarungan mencapai jurus yang ke sembilan, seperminum teh sudah lewat tanpa terasa.
Mendadak terlihatlah kakek berjubah hijau itu melepaskan sebuah pukulan ke udara, kemudian
dengan cepat mundur kebelakang.
Semua orang menjadi keheranan mereka tak habis mengerti kenapa sebelum genap sepuluh
jurus ia telah menarik serangannya sambil mundur?”
Tiba-tiba Goan cing tasyu berkata, “Selama ini kita tiada perselisihan apa-apa, mengapa sicu
begitu kemaruk ingin mencari kemenangan?”
Kakek berjubah hijau itu hanya membungkam diri dalam seribu bahasa, tubuhnya tegak sekokoh
karang, rambutnya dan jubahnya tanpa angin mulai bergerak-gerak, lalu kian lama kian
menggembung menjadi sangat besar….
Ketika memperhatikan kembali keadaan Goan cing taysu, tampaklah pendeta itupun berdiri
dengan wajah serius, tubuhnya secepat angin bergerak kian kemari mengambil langkah Lak cap
si kwa, makin bergerak semakin cepat sehingga pada akhirnya hampir seluruh bayangan
tubuhnya tak tampak jelas, yang ada hanya seekor naga berwarna abu-abu yang berputar tiada
hentinya.
Semua orang tahu bahwa perbuatan kedua orang itu bukan cuma bergurau belaka, melainkan
merupakan suatu pertarungan terakhir yang telah mengerahkan segenap kepan daian yang
dimiliki.
Suasana menjadi tegang, semua orang mengalihkan perhatiannya ke tengah arena dan melotot
dengan mata terbelalak serta mulut melongo.
Coa hujin serta Coa Wi-wi paling tegang dibandingkan dengan yang lain, hampir saja jantung
mereka melompat keluar dari dalam rongga dadanya….
Siapa tahu, setelah saling bertahan sekian waktu, tiba-tiba kakek berjubah hijau itu menghela
napas panjang, gelembung pada ju bahnya makin lama semakin mengimpis dan akhirnya pulih
kembali seperti sedia kala, belum lagi helaan napasnya habis, mendadak ia tertawa terbahakbahak
pula.
Mendadak Goan cing taysu menghentikan pula gerakan tubuhnya, kemudiann sambil merangkap
tangannya memberi hormat ia berkata, Atas kesediaan Lo sicu menarik kembali serangannya
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
274
disaat mara bahaya telah mengancam, terlebih dulu pinceng ucapkan banyak-banyak terima
kasih.
Kau tak usah berterima kasih!! jawab kakek berjubah hijau itu dengan dingin, “oleh karena lohu
tak yakin untuk membunuhmu dalam sebuah serangan yang terakhir ini, maka sengaja
kubatalkan niatku tersebut……”
Setelah berhenti sebentar, ia menambahkan, “Memandang pada kemampuanmu untuk
menyambut sepuluh jurus seranganku ini apa yang ingin kau katakan sekarang boleh kau
utarakan!!
Diam-diam Goan cing taysu berpikir.
“Bila Kok See-piau mempunyai orang ini sebagai tulang punggungnya, ibarat harimau yang
tumbuh sayap, tak heran ia berani menantang keluarga Hoa, aai…..! Lolap saja tak sanggup
menaklukan dirinya, terpaksa aku musti mencari akal lain……”
“Berpikir sampai disini, pelan-pelan iapun berkata, “Sebenarnya disebabkan karena apakah Lo
sicu muncul kembali didalam dunia persilatan?”
Sambil tertawa jawab kakek berjubah hijau itu berkata.
Adapun kemunculan lohu kali ini adalah khusus untuk mencari gara-gara dengan keluarga Hoa
dan sekarang ditambah pula dengan keluarga Coa kalian. Nah hwesio cilik, sudah puas?”
Goan cing taysu segera mengerutkan dahi nya rapat-rapat.
“Sebetulnya ada dendam atau sakit hati apakah yang pernah terikat antara lo sicu dengan
keluarga Hoa serta keluarga Coa kami?
Haaahh…haahh….haaahhh…lohu datang ke mari oleh karena mendapat undangan dari orang,
walaupun sampai pecah bibirmu berbicara, jangan harap bisa merubah jalan pemikiranku, sebab
percuma saja……”
Goan cing taysu menjadi kewalahan dan tak bisa berbuat apa-apa, mendadak satu ingatan
melintas dalam benaknya, katanya kemudian, “Baiklah urusan itu lebih baik tak usah disinggung
kembali, sekarang pinceng ingin mencoba untuk menebak asal usul lo sicu!”
Kakek berjubah hijau itu segera tertawa terbahak-bahak.
“Haaahh…..haaahh……haaah……masa kau bisa menebak asal usulku? Lohu tidak percaya!”
“Apa salahnya kalau sicu mendengarkan dugaanku ini?”
Kakek berjubah hijau itu segera tersenyum.
“Baiklah, katakan! Akan lohu dengarkan……..”
Setelah termenung sebentar, Goan cing taysu berkata, “Jurus pertama yang sicu pergunakan
agaknya adalah perubahan gerak dari ilmu Ji im jiu (tangan sakti pembuyar awan) dari bukit Mao
san, hanya gerakan tersebut jauh lebih disempurnakan”
Kakek berjubah hijau itu segera manggut-manggut.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
275
“Ehmm!, kau bisa melihat asal dari kepandaianku, betul-betul tajam penglihatanmu itu”
Goan cing taysu tersenyum, kembali katanya, “Gerakan kedua adalah ilmu Kim kong ciat eng,
jurus ketiga adalah…..”
“Kau bisa mengenali kepandaianku, hal ini sudah merupakan suatu hal wajar” tukas kakek
berjubah hijau itu, “tapi jika kau ingin menebak asal usul lohu dengan cara demikian, hmm!
Jangan mimpi disiang hari bolong……”
Goan cing taysu tersenyum, kembali ia berkata.
“Semua kepandaian yang sicu gunakan, sebagian besar justru merupakan ilmu paling lihay diri
pelbagai perguruan, dari sini lah dapat diketahui asal usul sicu yang sebenarnya, cuma saja…….
“Cuma saja kenapa?”
Dengan wajah serius Goan cing taysu berkata, “Setelah mengalami penyempurnaan pada jurus
yang pertama, maka jurus itu boleh dibilang sudah termasuk ilmu silat aliran Kiu ci kiong, apalagi
sejak jurus keatas, hakekatnya semua gerak serangan itu merupakan jurus jurus ciptaan terbaru
dari aliran Kiu ci kiong”
Mendengar perkataan itu, mencorong sinar tajam dari balik mata kakek berjubah hijau itu
ditatapnya wajah Goan cing taysu lekat-lekat, kemudian tegurnya, “Masih ada yang lain?”
“Pinceng terlalu bodoh, yang lain aku tak berhasil untuk mengenalinya dengan tepat”
Mendengar sampai disitu, diam-diam kakek berjubah hijau itu berpikir, “Ilmu silat aliran Kiu ci
kiong belum pernah diwariskan ke dunia luar, darimana keledai gundul ini bisa mengetahui?
Sekalipun jurus kesembilan tidak ia kenali, namun prestasinya sudah cukup mengejutkan
hati………”
Dalam hati ia berpikir demikian, diluar ujarnya sambil tertawa, “Ehmm………..tampaknya
keturunan dari malaikat silat memang tak sampai mengecewakan diriku”
Kakek berjubah hijau itu tertawa.
“Hwesio cilik, anggap saja matamu cukup tajam”,
setelah berhenti sejenak, lanjutnya, “Tapi, menurut anggapanmu siapakah lohu?”
Pertanyaan ini segera membungkamkan diri Goan cing taysu, ia bisa mengenali aliran jurus
serangan yang digunakan kakek berjubah hijau itu, lantaran ia pernah membaca isi dari tulisan
yang tercantum diatas Pek giok siau ciam (batas buku batu kemala) dari istana Kiu si kiong milik
Hoa In-liong.
Betul isi catatan itu hanya dilihat sepintas lalu, namun dengan dasar kesempurnaan ilmu silat
yang dimilikinya, hal mana sudah terlebih dari cukup, itulah sebabnya ia kenal betul gerakan silat
aliran Kiu ci kiong….
Sebaliknya tentang keadaan dari istana Kiu cing kiong sendiri, ia merasa gelap dan tak tahu,
sudah barang tentu iapun tak bisa menebak asal usul dari kakek berjubah hijau itu.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
276
Ketika dilihatnya Goan cing tasyu dibuat terbungkam, kakek berjubah hijau itu menjadi amat
gembira, ia tertawa terbahak-bahak dengan kerasnya, baru saja dia akan berbicara……
Tiba-tiba terdengar Cu Im taysu yang berada dibawah telah berseru dengan lantang, “Pada dua
puluh tahun berselang, pinceng pernah mendengar Ui san su hau (empat tua dari Ui san)
membicarakan tentang sejarah Ciu ci sinkun serta keadaan dalam istana Kiu ci kiong, konon
harta karun yang terdapat dalam istana tersebut tak terhitung jumlahnya, para jago lihay yang
berada disana pun rata-rata berilmu tinggi……”
Kakek berjubah hijau itu mengalihkan sinar matanya memandang sekejap ke arah Cu Im taysu,
ketika mendengar ia berkata sampai disitu. tiba-tiba menambahkan, “Jumlah seluruhnya adalah
lima ratus tujuh puluh tiga orang”
Mendengar jawaban tersebut, Cu Im taysu segera berpikir, “Kalau dilihat dari kehapalannya
terhadap segala sesuatu tentang istana Kiu ci ki ong, tak bisa diragukan lagi, orang ini sudah
pasti salah seorang diantaranya”
Berpikir demikian, diapun berkata, “Waktu itu, Kiu ci sinkun semuanya menerima tiga puluh
enam orang murid, tiga puluh lima orang diantaranya ternyata berani bekerja sama untuk
membunuh…..”
“Tutup mulut!” tiba-tiba kakek berbaju hijau itu membentak keras.
Dengan tenaga dalam yang dimiliki kakek berjubah hijau itu, bentakan tersebut sungguh
ibaratnya guntur yang membelah bumi ditengah hari bolong, mereka yang berilmu cetek seketika
merasakan telinganya sakit seperti ditusuk-tusuk, setengah harian lamanya tak bisa mendengar
kembali, sebaliknya mereka yang berilmu tinggi, merasakan hatinya amat tersiksa.
Semua orang tahu, kata-kata selanjutnya sudah pasti adalah, “membunuh guru sendiri
menghianati perguruan”, dari sikap gusar kakek berjubah hijau sekarang itu membuktikan bahwa
kakek itu sudah pasti datang dari istana Kiu ci kiong, hanya beberapa orang yang mengetahui
latar belakang persoalan ini saja yang lamat-lamat mulai menebak siapa gerangan kakek
berjubah hijau ini, sedang lainnya masih tetap tidak habis mengerti…..
Cu Im taysu tertawa-tawa, katanya kembali, “Seratus tahun kemudian istana Kiu ci kiong telah
muncul kembali, saat itulah baru diketahui bahwa semua anggota istana telah tewas, tapi Cho
Thian-hua yang merupakan murid terbuncit dari tiga puluh enam murid lainnya tak tampak ada
disitu, konon Cho Thian-hua telah mampus pada usia dua puluh tahun…….”
“Keledai gundul busuk, kau berani menyumpai lohu?” teriak kakek berjubah hijau itu sambil
tertawa dingin.
Walaupun secara lamat-lamat Cu Im taysu telah menduga sampai kesitu, tapi pengakuan
langsung dari kakek berjubah hijau itu toh sempat menggetarkan kembali hatinya.
“Jadi Lo sicu benar-benar adalah Cho Thian-hua?” tanyanya.
Kakek berjubah hijau itu tertawa angkuh. “Setiap manusia didunia ini mengatakan lohu sudah
mati muda, haaahh…..haaahh…… haaahh…..siapa tahu usia lohu justru jauh lebih panjang dari
siapapun juga”
Kecuali para anggota Hian-beng-kau sejak dari Seng-sut-pay, Kiu-im-kau sampai para jago dari
golongan Hiap gi, tak seorangpun yang tidak merasa terkejut oleh kenyataan ini.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
277
Haruslah diketahui, dalam anggapan umat persilatan, Cho Thian-hua adalah seseorang yang
sudah mati lama sekali, tapi sekarang tahu-tahu sudah munculkan diri dihadapan umum, sudah
barang tentu kejadian ini segera menggemparkan seluruh gelanggang.
Tapi hal itu masih merupakan masalah yang kedua masalah yang terutama adalah pada masa
lalu oleh karena Tang Kwik-siu berhasil memperoleh kitab pusaka Thian hua cha ki milik Cho
Thian-hua, tiba-tiba namanya menjadi menjadi amat tenar dalam dunia persilatan dan kini
pencipta buku itu telah muncul sendiri disini, rasa curiga dan ragu-ragu tentu saja tak bisa
dihindari.
Mendadak Bwe yok berbisik kepada kakek bercambang yang berada disampinrgnya, dengan ilmu
menyampaikan suara.
“Ua huhoat, Kok See-piau telah merahasiakan sebagaian besar keku atan perkumpulan Hianbeng-
kau yang sebenarnya, ini menandakan kalau ia tidak berhati ikhlas dalam persekutuan ini”
Kakek bercambang itu bukan lain adalah pemimpin dari Kiu im su-ciat (empat manusia sakti dari
Kiu-im) yang bernama Un Yong ciau, dibawah urutan namanya adalah Tu Cu yu, Khong im serta
Sik Ban cuan. Diantara empat orang ini, hanya Tu Cu yu seorang yang tidak nampak.
Dengan kening berkerut Un Yong ciau segera berbisik pula dengan ilmu menyampaikan suara.
“Lantas bagaimanakah pendapat kaucu?”
“Menurut pendapatanku, baik atau buruk kita harus bersiap sedia untuk menghadapi segala
sesuatu yang tak diinginkan dari pihaknya”
“Jite telah membawa orang berjaga-jaga diluar lembah, antara Mokau dengan kitapun sudah ada
persetujuan diam-diam, aku rasa sekalipun Kok See-piau mempunyai rencana busuk, tak nanti ia
bisa laksanakan seperti apa yang diharapkan”
“Orang-orang Mokau tak bisa dipercaya janjinya” kata Bwe Su-yok dengan nada dingin, “apalagi
menanggulangi kesusahan bersama-sama, betul Lu butoat berada diluar lembah, tapi bisakah dia
mencegah begitu banyak pekerjaan?”
“Agaknya kaucu sudah memiliki keputusan yang mantap, silahkan diutarakan kepada hamba!”
Dengan sepasang matanya yang jeli, Bwe Su-yok memperhatikan terus ke barak para pendekar,
ketika dilihatnya Hoa In-liong belum nampak juga, diam-diam ia lantas berpikir, “Pertemuan
besar ini sangat mempengaruhi situasi dunia persilatan pada puluhan tahun selanjutnya, saat ini
pula antara yang lurus dan yang sesat saling beradu kekuatan, sebagai orang yang memikul
beban berat atas persoalan ini, tak mungkin ia tak datang ke sini, jangan-jangan ia sudah
ketimpa musibah yang tak diharapkan?”
Saking kelamaan-nya berpikir akan hal itu, dia sampai lupa memberi jawaban.
Un Yong ciau menjadi tertegun, dia ulangi sekali lagi pertanyaan tersebut, saat itulah bwe Su-yok
baru sadar dari lamunannya dan buru-buru menentramkan pikirannya.
“Bersiap-siap sajalah kalian untuk turun tangan, katanya kemudian dengan dingin.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
278
Setelah berhenti sejenak, dia menambahkan, “Sebelum ada perintah dariku, dalam keadaan yang
bagaimanapun, kalian dilarang turun tangan secara sembarangan”
“Kaucu!” kata Un Yong ciau dengan perasaan bimbang, merurut hasil persekutuan, kita tiga
perkumpulan akan bekerja sama untuk membasmi para jago dari golongan Hiap gi lebih dulu,
dengan demikian sisa lainnya yang menyerah akan menyerah, yang harus dibunuhpun akan
dibunuh, setelah kekuasaan dunia persilatan jatuh kepihak kita, kekuatan keluarga Hoa pasti
akan makin lemah, apakah menurut pendapat kaucu dalam pembasmian nanti pihak
perkumpulan kita hanya akan berpeluk tangan menonton keramaian belaka?”
“Tentu saja tidak” jawab Bwe Su-yok hambar, pokoknya kalian lakukan saja setiap perintahku”
Setelah mereka mengambil keputusan secara diam-diam, tampaklah Seng Tocu dan dua
bersaudara Leng bou sekalian juga sedang berunding dengan suara berbisik-bisik.
Tampak Leng hou Ki berpaling sambil berkata, “Toa suheng, setelah Kok See-piau bajingan itu
mempunyai tulang punggung sebebat ini, tak heran ambisinya begitu besar dan berani berniat
untuk mencaplok seluruh dunia persilatan”
Seng Tocu mengalihkan sinar matanya untuk melirik sekejap Kiu im su ciat, kemudian ujarnya,
“Siapa bilang cuma pihak Hian-beng-kau belaka? Semenjak perempuan bajingan dari Kiu-im-kau
mengundurkan diri, sebetulnya kukira pihak mereka merupakan pihak yang terlemah, siapa tahu
diantara yang kuat masih ada pula yang lebih kuat, ditinjau dari keaadaannya sekarang, sebagai
pihak yang paling lemah justru adalah pihak kita sendiri”
Dengan perasaan penasaran Leng hou Ki mendengus.
“Hmm, memangnya pihak kita masih lebih lemah dari pada pikak Kiu-im-kau………?” serunya.
“Dalam persoalan ini, janganlah kau nilai sesuatu keadaan dengan emosi……” kata Seng Tocu
dengan nada berat, “sebab bila kita berani bertindak secara gegabah, maka mungkin sekali
hanya ada satu dua orang saja dari pihak kita yang bisa pulang kembali ke Seng-sut-pay.
Makanya bila sampai terjadi pertarungan nanti pihak kita tak boleh menempatkan diri pada
barisan paling depan!”
“Jadi kalau begitu, soal pembalasan dendam juga tak boleh disinggung kembali” seru Hong Liong
dengan kening berkerut.
“Yaa, aku pikir hal itu memang sulit untuk dilaksanakan!”
Agaknya Hong Liong serasa amat tidak puas, bibirnya sudah bergerak siap berbicara.
Tapi pada saat itulah, terdengar Cho Thian-hua telah berkata kembali, “Hwesio cilik, bila tiada
urusan lain lohu akan mulai turun tangan…..!”
“Tunggu sebentar sicu!” cegah Goan cing taysu “pinceng masih ingin mengajukan sebuah
pertanyaan lagi”
“Cepat diajukan! Lohu sudah amat gelisah sekali hingga seluruh badanku terasa mulai gatal!”
Goan cing taysu tersenyum, katanya, “Ketua menghentikan pertarungan tadi, kenapa sicu
menghela napas lebih dulu kemudian baru tertawa?”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
279
Cho Thian-hua berpikir sebentar, lalu jawabnya, “Memberitahukan soal ini kepadamu juga tak
mengapa, ketika munculkan diri untuk kedua kalinya ini, sebetulnya lohu mengira sudah tiada
tandingannya lagi didunia ini, siapa tahu kau si hwesio cilik masih sanggup menandingi diriku,
kejadian ini sangat diluar dugaanku, sebab itulah aku menghela napas…..”
“Tapi jika berbicara dari orang-orang yang lain didunia ini, ternyata mereka tak mampu menahan
sebuah pukulanmu, hal ini sangat menggembirakan hatimu, maka kau tertawa terbahak-bahak,
bukankah demikian?” sambung Goan cing taysu dengan cepat.
Mendengar perkataan itu, Cho Thian-hua segera mendongakkan kepalanya dan tertawa
terbahak-bahak.
“Haahh……haaahhh…….haaahhh……bagus, bagus sekali, Goan cing, kau memang pantas menjadi
tandinganku”
“Terima kasih atas pujian dari sicu!”
Tiba-tiba Cho Thian-hua mandengus dengan suara dalam, katanya lagi, “Goan cing, kau jangan
keburu merasa bangga lebih dahulu, bila berlangsung suatu pertarungan jarak lama, sudah dapat
dipastikan kemenangan berada dipihakku.”
Goan cing taysu tertawa hambar.
“Sicu memiliki ilmu silat yang luar biasa hebatnya, tentu saja pinceng ketinggalan jauh sekali,
tapi didunia ini masih ada orang yang sanggup menandingi kepandaian itu”
“Hmmm, kau maksudkan Hoa Thian-hong?” jengek Cho Thian-hua sinis, ketika muncul kembali
ke dalam dunia persilatan kali ini, akupun mendengar setiap orang menyanjung-nyanjung dirinya
setinggi langit, padahal dasar terpenting dari ilmu silat adalah kesempurnaan dalam tenaga
dalam yang sudah mencapai seratus dua puluh tahun hasil latihan ini…….? Hmm!”
Tiba-tiba Coa Wi-wi mendengus dingin.
“Hmm….!” Berlagak sok, tidak pandang sebelah mata kepada orang lain, rasain kalau dikeokkan
orang”
Cho Thian-hua segera mengalihkan sorot matanya dan memperhatikan beberapa kejap diri Coa
Wi-wi, sekalipun dia adalah seorang gembong iblis yang lihay, bagaimanapun juga usianya sudah
terlalu lanjut, dia sendiri pun tak tahu sampai kapan kehidupannya ini akan berlangsung.
Dalam suasana begini, ia merasakan juga dirinya yang sebatang kara dan hidup tanpa sanak
keluarga itu.
Betul selama ini, rasa kesepian tersebut masih dapat diatasi, akan tetapi setelah bertemu dengan
Coa Wi-wi yang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, terutama sikap polosnya yang manja
dan menyenang kan itu, dengan cepat mendatangkan perasaan simpatik dan senang dihatinya
yang tua, sebab itulah bukan saja ia tidak menjadi gurar oleh sindiran-sindiran si nona,
sebaliknya makin dilihat semakin tertarik dan senang.
Akhirnya karena tak tahan, diapun berkata dengan lembut, “Coa Wi-wi, jika kau bersedia
menganggap lohu sebagai ayah angkatmu, lohu jamin kau pasti akan menjadi seorang jago
paling lihay dalam dunia ini”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
280
“Huuh……..! Kau sendiri saja bukan seorang jago lihay yang tiada tandingannya di kolong langit,
mana mungkin bisa mendidik orang lain menjadi seorang jagoan yang paling hebat didunia?”
ejek Coa Wi-wi sambil mencibirkan bibirnya.
Mendengar perkataan itu, Cho Thian-hua segera tertawa terbahak-bahak.
“Haaahhh…..haaahhh……..haah………jika kau tak percaya, tanya saja kepada kongkong mu!”
Dengan wajah serius Goan cing taysu berkata, “Pinceng mengakui bahwa diriku memang bukan
tandingan mu. Hoa tayhiap berbakat bagus dan berilmu jauh diatas diri pinceng, belum tentu
sicu dapat menandinginya, cuma yang pinceng maksudkan bukanlah Hoa tayhiap, melainkan
sesorang yang lain”
“Siapa?” tanya Cho Thian-hua dengan sepasang alis matanya berkenyit.
“Menurut dugaan pinceng hari ini orang tersebut pasti akan tiba disini, jika lo sicu mempunyai
kegembiraan, silahkan saja menunggu beberapa waktu lagi”
Cho Thian-hua kembali tertawa.
“Sebenarnya lohu ingin segera turun tangan melawanmu tapi setelah mendengar perkataanmu
itu timbul rasa ingin tahu dalam hatiku, ingin kukelahui malaikat darimanakah yang kau
maksudkan itu? Heeeh…..heeeh……heeeh……sekalipun perbuatanmu itu hanya suatu siasat
untuk menunda waktu, akupun merasa rela”
Lalu kepada Coa Wi-wi katanya pula sambil tartawa, “Budak cilik, persoalan kita lebih baik
dibicarakan pula nanti saja!”
“Bagaimana jika kau yang kalah!” seru Coa Wi-wi.
Cho Thian-hua tertegun, lalu sahutnya sambil tertawa, “Aaah…! Hal ini tak mungkin terjadi” Coa
Wi-wi gelengkan kepalanya berulang kali. “Suatu kejadian kemungkinan besar bisa terjadi
manapun, aku lihat lebih baik kau mengambil keputusana lebih dulu, dari pada sampai waktunya
malu untuk turun dari panggung!”
“Baiklah” kata Cho Thian-hua kemudian sambil tertawa, “asal ada orang sanggup bertarung
seimbang denganku, soal penerimaan murid tentu saja tak akan dibicarakan lagi, selain itu lohu
akan menghadiahkan pula sebuah benda untukmu”
“Kalau sudah kalah bertarung nanti jangan mungkir lho!” teriak gadis itu keras-keras.
Cho Thian hoa mengerutkan dahinya, ia hendak marah rupanya, tapi senyum getir segera
tersungging diujung bibirnya.
“Budak cilik, kau anggap aku sebagai manusia apa? Memangnya seperti bocah cilik saja seperti
kau?”
Seraya berkata ia putar badan dan melayang turun dari tangga istana…..
Mendadak terdengar Ci wi siancu tertawa dingin, kemudian serunya, “Cho loji, sekarang ku suruh
kau merasakan kelihaiyan dari kami anggota perguruan Kiu tok sian ci!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
281
Waktu itu Cho Thian-hua sudah sampai ditengah jalan, mendadak paras mukanya berubah
hebat, cepat-cepat tubuhnya menyingkir sejauh enam tujuh kaki dari posisi semula, setelah
melirik sekejap ke arah Biau-nia Sam-sian dengan perasaan gemas, ia pejamkan matanya dan
berdiri ditempat sambil mengatur pernapasan.
Sebagai manusia-manusia yang sudah terbiasa berwatak tinggi hati, apalagi selama
mengandalkan ilmu beracun dari wilayah Biau belum pernah mengalami kegagalan, peristiwa
memalukan yang hampir saja merenggut nyawa mereka bertiga ini membuat Biau-nia Sam-sian
menjadi malu bercampur gusar.
Semenjak tadi mereka sudah bertekad untuk membalas dendam atas sakit hati itu, tapi sayang
tenaga dalam yang dimiliki Cho Thian-hua terlampau tinggi, bukan suatu pekerjaan yang
gampang buat mereka untuk meracuni jago tersebut.
Lan hoa siancu yang cerdik segera mendapat akal bagus, secara diam-diam ia memasang
kembali tiga lapis racun jahat disekitar beranda istana, ia menduga Cho Thian-hua yang bisa
masuk ke istana dengan gampang, pasti akan berlalu pula dari situ dengan gegabah, betul juga
ternyata kakek sakti itu segera termakan oleh siasat mereka.
Apa yang dikatakan Lan hoa siancu sebagai delapan belas lapis racun seperti yang diucapkan
tadi, sebetulnya hanya omong kosong belaka tapi dalam kenyataan ia memang sudah memasang
lima lapis racun disana, walaupun tidak sehebat racun Kiu-tok-ciang, namun termasuk juga
racun-racun yang luar biasa hebatnya.
Siapa tahu dengan sangat mudahnya Cho Thian-hua berhasil melewati tempat itu secara
gampang, maka ketiga macam racun yang disebarkan kali ini semuanya merupakan racun-racun
yang diciptakan belakangan ini. kehebatannya tidak berada dibawah kehebatan racun Kiu-tokciang,
apalagi dipergunakan bersama, kelihayannya benar-benar mengerikan.
Jilid 14
Kepandaian melepaskan racun dari wilayah Biau terhitung tiada tandingannya didunia saat ini,
semenjak Kiu tok siau ci mengundurkan diri dari keramaian keduniawian, secara resmi Lan hoa
siancu lah yang memangku jabatan ketua perguruan, lewat penyelidikan yang tekun, ilmu
beracun yang mereka miliki telah disempurnakan sedemikian rupa hingga memperoleh kemajuan
yang pesat sekali.
Betul diwajahnya Cho Thian hua bersikap seolah-olah tidak pandang sebelah matapun terhadap
perempuan-perempuan suku Biau itu, sesungguhnya ia tak berani bertindak gegabah, tanpa
persiapan yang benar-benar sempurna bahkan diapun tak akan berani menembusi pertahanan
lapisan racun mereka secara sembarangan.
Begitulah terdengar Li hoa siancu dengan perasaan cemas berseru, “Taysu, cepat gunakan
kesempatan ini untuk membinasakan setan tua tersebut!”
“Lolap mana boleh mencari keuntungan dikala orang lain belum siap?” pikir Goan cing taysu.
Berpikir demikian, ia lantas gelengkan kepalanya berulang kali sambil berkata, “Sekalipun Cho
Thian hua sudah keracunan, namun tenaga serangannya masih cukup mengerikan, tak boleh
diserang secara gegabah!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
282
Menyaksikan Goan cing taysu enggan manfaatkan kesempatan baik itu, diam-diam Lan hoa
siancu merasa gemas bercampur mendongkol sehingga menggertak gigi kencang-kencang, diamdiam
makinya dihati, “Hwesio goblok, hanya membuang buang tenagaku saja dengan percuma”
Bagaimanapun juga Goan cing taysu pernah menyelamatkan jiwa mereka semua, maka ia
merasa tak enak hati untuk mendapratnya secara terang-terangan.
Sebagaimana diketahui, selamanya Biau-nia Sam-sian bertindak menurut suara hati mereka
sendiri, peraturan dunia persilatan boleh dibilang tidak berlaku bagi mereka, sekalipun begitu
merekapun merasa tak enak untuk memaksa Goan cing taysu untuk turun tangan.
Selain daripada itu, merekapun mengerti bahwa apa yang diucapkan Goan cing taysu ada
benarnya juga, seekor ular kecilpun ingin hidup terus, apalagi manusia.
Betul Cho Thian hua sudah keracunan, tapi manusia lihay itu masih tak boleh dipandang enteng,
selain daripada itu, mereka bertiga pun sadar bahwa kekuatan gabungan mereka masih belum
sanggup untuk menerima serangan terakhir darinya, maka dari itu dengan perasaan apa boleh
buat terpaksa mereka membiarkan Cho Thian hua bersemedi untuk mendesak keluar sari racun
dari tubuhnya, Kok See-piau yang menyaksikan kejadian itu tampaknya mereka tidak tenteram,
ia segera berkelebat kebawah dan mendekati ke samping Cho Thian untuk bersiap siaga
menghadapi segala sesuatunya yang tak diinginkan.
Menyaksikan gerakan tubuhnya yang sangat cepat itu, Biau-nia Sam-sian Kembali merasa
terperanjat, mereka tak menyangka kalau tenaga dalam yang dimiliki Kok See-piau saat ini
ternyata sedemikian sempurnanya.
“Suheng, bagaimana perasaanmu? tanya Kok See-piau dengan suara yang lirih.
Tiba-tiba Cho Thian hua melototkan sepasang matanya bulat-bulat, lalu menjawab dengan sinis,
“Hmm, kalau cuma sedikit racun begini, memangnya bisa mengapa- apakan diriku?”
Tangan kanannya segera diluruskan ke depan dengan jari telunjuk direntangkan ke depan, lalu
bawa murninya dikerahkan untuk menembusi kulit ujung jarinya, tampaklah darah berwarna
hitam setetes demi setetes menetes keluar tiada hentinya.
Ketika menyentuh lantai, berbunyilah suara gemerincing seperti suara tembaga yang beradu, dari
sini dapat diketahui betapa keras dan hebatnya sari racun tersebut.
Setelah setetes, kembali meleleh keluar setetes, kemudian secara beruntun keluar dari belasan
tetes darah hitam, saat itulah darah yang hitam sudah mulai berubah menjadi merah, tetesan
yang keluar pun kian lama kian bertambah pelan sebelum akhirnya berhenti sama sekali.
Ternyata waktu yang dibutuhkan untuk proses penyembuhan ini berlangsung hampir sepernanak
nasi lamanya.
Kok See-piau mendengus, katanya, “Biar siaute yang membekuk tiga orang perempuan rendah
itu!”
“Tak usah sute, serahkan saja kepadaku” jawab Cho Thian hua.
Sorot matanya segera dialihkan ke wajah Goan cing tasyu, kemudian menambahkan, “Goan cing,
kau telah menyia-nyiakan suatu kesempatan yang sangat baik….”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
283
Goan cing taysu mengerutkan dahinya, lalu berkata dengan tertawa, “Maaf, pinceng tidak
mengerti dengan apa yang sicu maksudkan”
Cho Thian hua tertawa, katanya, “Sekalipun kalian cuma berpura-pura sok jujur dan sok berbelas
kasihan, cuma lohu tetap menerima maksud baik itu, pokoknya aku tak akan membuat menjadi
penasaran!”
Senyumannya tiba-tiba lenyap, sambil berpaling ke arah Biau-nia Sam-sian ia mendengus dingin.
Mendesak keluar racun yang dilepaskan pihak Kiu tok sian ci dengan pengerahan tenaga dalam,
boleh dibilang Cho Thian hua merupakan orang pertama yang melakukannya, terhadap
kemampuan musuh yang amat dahyat itu, diam-diam Biau-nia Sam-sian merasa amat terkesiap.
Kendatipun demikian, mereka enggan menunjukkan kelemahannya dihadapan orang lain, melihat
sikap musuh, Lan hoa siancu segera berseru dengan dingin, “Berpura-pura hebat, menggertak
orang biar takut, tak mungkin gertakanmu itu menjerikan hati kami, Ingat saja, hutang ini setiap
saat pasti akan ditagih oleh kami orang-orang dari Hu hiang kok”
Cho Thian hua mendengus gusar, agaknya ia berniat untuk turun tangan, akan tetapi berhubung
ia sudah kehilangan banyak tenaganya dikala mendesak keluar sari racun dari tubuhnya, dan lagi
iapun tahu bahwa Goan cing tasyu tak akan berpeluk tangan belaka, sebelum tenaga dalamnya
pulih kembali seperti sedia kala, ia tak berani turun tangan secara gegabah.
Sambil menekan rasa gusarnya yang meluap-luap, dia ulapkan tangannya seraya berseru, “Mari
kita selesaikan dulu upacara yang tertunda, bagaimanapun juga perempuan-perempuan itu tak
bakal sanggup melarikan diri dari sini”
Setelah melirik sekejap kearah Biau-nia Sam-sian dengan pandangan menyeramkan, bersama
Kok See-piau ia berlalu meninggalkan tempat tersebut.
Biau-nia Sam-sian pun segera menarik kembali jebakannya dan bersama-sama Goan cing tasyu
dan Coa Wi-wi menggabungkan diri dengan para pendekar lainnya.
“Ibu……..!” dengan gembira Coa Wi-wi memanggil ibunya sambil menubruk kedalam pelukan Coa
hujin.
Oleh karena kekuatan musuh jauh lebih tangguh dan jauh diluar dugaan, semua orang tak
sempat untuk membicarakan soal yang lain lagi.
sekembalinya ke barak sebelah barat, Bong Pay segera bertanya, “Tasyu, sanggupkah kau untuk
menangkan Cho Thian hua?”
Goan cing tasyu melirik sekejap ke arah mimbar upacara, dimana Kok See-piau sedang
melaksanakan upacaranya dengan hikmat, sementara para anggota perkumpulannya yang
semula berada didepan mimbar, kini telah beralih ke belakang mimbar sehingga membicarakan
tempat tersebut sebagai suatu arena kosong, tampaknya mereka telah bersiap-siap untuk turun
tangan.
Goan cing tasyu mengatur sebentar pernapasan-nya lalu menarik kembali sorot matanya, dengan
tawa dia menjawab, “Kalau berbicara menurut keadaanku yang lampau, sekalipun tak bisa
mengalahkan dirinya, paling tidak masih dapat bertahan seimbang tapi kini hawa murniku sudah
berkurang banyak, sekalipun tidak menjadi halangan untuk bertarung dengan jagoan lainnya,
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
284
tapi untuk menghadapi jago setangguh Cho Thian hua, lama kelamaan tenagaku pasti akan
bertambah merosot, aku pikir keadaan tersebut sulit bagiku untuk mengatasinya”
Coa hujin yang mendengar perkataan itu menjadi terkejut, segera serunya, “Kenapa kau orang
tua….”
“Inilah yang dinamakan takdir” tukas Goan cing taysu, “buat apa anak Siao musti banyak
bertanya?”
Ketika mendengar perkataan itu, rasa murung dan kuatir Bong Pay sekalian bertambah
membara, sebetulnya semua orang mengharapkan Goan cing taysu bisa menahan kelihayan Cho
Thian hua tapi keadaan tersebut ternyata tidak seperti yang diharapkan, hal mana membuat
posisi yang mereka hadapi menjadi bertambah bahaya.
Tiba-tiba Coa Wi-wi berkata dengan manja, “Kongkong, bukankah tadi kau mengatakan ada
orang yang mampu melawan Hoa bangka terse but, benarkah perkataanmu itu?”
“Tentu saja berar!” jawab Goan cing taysu sambil tersenyum.
Bong Pay yang berada disampingnya menjadi tak tahan, buru-buru tanyanya dengan cepat,
“Siapakah jago lihay itu? Apakah tausu bersedia memberitahukan kepada kami semua?” Goan
cing taysu tersenyum. “Tentu boleh saja!”
“siapa?” tanya Coa Wi-wi tak sabar lagi. Goan cing taysu memandang sekejap ke arah semua
orang yang hadir disitu, kemudian katanya, “Orang itu bukan lain adalah ji kongcu dari keluarga
Hoa!”
Begitu ucapan tersebut diutarakan semua orang menjadi tertegun, walaupun mereka sadar
bahwa Goan cing taysu tak akan berbicara sembarangan apalagi membohongi mereka, tapi
kenyataan tersebut sungguh membuat mereka tak percaya.
Tiba-tiba Hoa Ngo berkata, “Sekalipun tenaga dalam yang dimiliki Liong ji telah peroleh
kemajuan yang amat pesat, rasanya tak mungkin ia bisa mencapai taraf yang sedemikian
hebatnya bukan?”
“Tentu saja dibalik kesemuanya ini dikarenakan masih ada alasan alasan tertentu…..”
Ketika berbicara sampai ditengah jalan, mendadak ia merasa tak baik untuk menceritakan soal
penggunaan Wao kong koan teng yang telah digunakannya untuk menambah tenaga pada diri
Hoa In-liong itu kepada semua Orang, maka secara tiba-tiba saja ia menutup mulut.
Melihat pendeta itu tutup mulut secara tiba-tiba, semua orang lantas tahu bahwa dibalik
kesemuanya itu pasti ada sebab-sebab tertentu, maka merekapun tidak mendesak lebih lanjut.
Dengan nada kuatir dan penuh perhatian Pek Soh gi berkata”
“Liong ji terlalu berani dan sembrono, tentunya ia sudah banyak mendatangkan kesulitan dan
kerepotan pada diri taysu?”
“Aaaah…! Kenapa Bong hujin musti berkata demikian….” kata Goan cing taysu sambil tersenyum.
“Taysu, dimanakah Hoa ji kongcu pada saat ini?” mendadak Tam Si bin yang berdiri disamping
bertanya.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
285
Haputule bertanya pula.
“Tolong tanya taysu, sampai kapan Hong ji baru akan tiba disini? Kenapa ia tak datang bersamasama
taysu?”
Sekarang ia sedang repot menyembuhkan sekawan jago lihay yang kena racun jahat dari Mo
kau, dewasa ini para jago lihay dari para perkumpulan besar telah berkumpul semua di sini,
inilah kesempatan yang paling baik baginya untuk menolong mereka serta membebaskan orangorang
itu dari ancaman musuh”
Dengan kening berkerut Ting Ji san segera menimbrung.
“Persoalan ini merupakan suatu masalah yang amat besar, masa boleh membiarkan dia repot
seorang diri? Sepantasnya kalau ia minta bantuan dari rekan-rekan lainnya”
“Yaa taysu” kata Ho Kee sian, pula, “apakah kau dapat menjelaskan kepada kami dimanakah
Liong sauya berada saat ini, lohu akan segera menyusul kesana”
Sekarang Hoa In-liong sudah menjadi pucuk pimpinan dari para pendekar, ia dianggap sebagai
satu-satunya harapan dari semua jago, otomatis ke selamatan jiwanya amat menarik pula
perhatian semua rekan-rekan sealiran, maka berbondong-bondonglah mereka mengajukan
pertanyaan.
Goan cing taysu yang harus menghadapi berondongan pertanyaan sebanyak itu menjadi
kewalahan, akhirnya diapun tidak berbicara apa- apa lagi kecuali menutup mulut sendiri rapatrapat.
Mendadak dari balik barak musuh, melompat keluar Sik Ban cuan. Setibanya ditengah arena,
serunya kepadanya para pendekar yang berada dibarak seberang, Ku Ing ing berada dimana?
BaIk-Cu Im taysu maupun Haputule jadi tertegun dibuatnya, mereka sudah keheranan ketika
dilihatnya Tiang heng Tokoh tidak datang bersama Coa Wi-wi, sebenarnya masalah ini sudah
akan ditanyakan sedari tadi tapi karena persoalan Hoa In-liong, urusan itu menjadi tersisihkan
untuk sementara waktu.
Setelah pihak Kiu-im-kau menegur secara langsung sekarang, mereka baru mulai gelisah
dibuatnya.
Dengan sepasang kening berkerut, Haputule bertanya kepada Coa Wi-wi, “Nona Coa, apakah
Giok teng hujin tidak datang?”
Belum sempat Coa Wi-wi menjawab, tiba-tiba dari arah mulut lembah terdengar seseorang
menyahut dengan suara dingin, “Tiang heng berada disini”
Ketika Coa Wiwi berpaling maka nampaklah dari balik jalan tembus dimulut lembah itu, pelanpelan
muncul Tiang heng Tokoh, di belakangnya mengikuti seorang perempuan cantik berbaju
ungu yang berambut panjang dan bergaun panjang pula.
Diam-diam ia merasa amat gelisah, pikirnya, “Aaaii….! Mau apa bibi Ku datang kemari?”
Ia lantas bangkit berdiri untuk menyambut kedatangannya.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
286
Bong Pay, Cu Im taysu serta Hapulule sama-sama beranjak pula dari tempat duduknya dan
berjalan keluar dari barak.
Disebelah sini ia merasa gelissh. Bwe Su-yok yang berada diseberang sanapun tertegun, pikirnya
pula.
“Sewaktu berada diluar kota Thian ki sut shia tempo hari, sengaja aku mengikat janji ini, apakah
dengan kecerdasanmu masih tak jelas dengan maksud hatiku ini?”
Sementatara itu, Sik Ban-cian telah mengalihkan sinar matanya memandang sekejap kearah
Tiang heng Tokoh, lalu sambil tertawa dingin, katanya, “Bagus, bagus sekali, akhirnya kaudatang
juga!” Sambil memutar badannya menghadap Bwe Su-yok, ia memberi hormat dari kejahuan lalu
berkata, “Harap kaucu menurunkan perintah!”
Bwe Su-yok mengernyitkan alis matanya, dengan memegang toyanya pelan-pelan ia bangkit
berdiri.
“Kenapa musti merepotkan kaucu?” kata Un Yong ciau tiba-tiba, serahkan saja persoalan ini
kepada hamba”
“Dalam keadaan dan situasi semacam ini pun, kaucu merasa perlu untuk memberikan sedikit
keterangan dan pertanggungan jawabnya didepan para enghiong yang sedang berkumpul disini”
kata Bwe Su-yok dingin.
Un Yong ciau merasa agak tertegun, lalu katanya, “Hamba tak tahu, akan hamba iringi
perjalanan kaucu”
Bwe Su-yok manggut-manggut, kedua orang itupun berjalan menuju ketengah arena. Dengan
pandangan hambar, Tio heng Tokoh menyapu sekejap sekeliling arena, lalu sambil ulapkan
tangannya ia berseru, “Che giok kau boleh kesana”
Pui Che-giok tertegun, kemudian katanya, “Che giok bersedia menemani no……. tootiang!”
Dengan dingin Tiang heng Tokoh berseru, “Bagaimanapun juga kau adalah seorang kaucu dari
suatu perkumpulan, bersikaplah seperti dulu, nah pergilah!”
Ketika dilihatnya Pui Che-giok masih berdiri tak bergerak, ia menghela napas dihati kemudian
katanya dengan gusar, “Bagaimana pun juga aku sudah bukan majikanmu lagi, kalau kau tak
mau turuti perkatanku juga terserah dirimu sendiri”
Mendengar perkataan itu, mula-mula Pui Che-giok agak tertegun, menyusul kemudian air
matanya jatuh bercucuran membasahi pipinya, setelah memberi hormat ia berjalan menuju
kebarak sebelah barat.
Setelah berjumpa dengan empat orang itu, ia maju menyongsong dengan cepat sambil katanya,
“Kalian berempat menonton dulu dari samping, bila nona menjumpai bahaya nanti rasanya
belum terlambat untuk turun tangan, sekarang kalian tak perlu untuk maju menjumpai dirinya”
“Bila Pui” kata Coa Wi-wi dengan kening berkerut, “terang-terangan bibiku tak perlu datang,
kenapa ia muski datang mencari kesulitan buat diri sendiri?”
Dengan sedih Pui Che-giok menjawab, “Nak, masih banyak urusan yang harus ia selesaikan, kau
tak akan mengerti”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
287
Sambil berkata, tak bisa ditahan lagi air matanya jatuh bercucuran membasahi pipinya.
Dengan dahi berkerut Bong Pay segera berkata, “Cepat atau lambat persoalan ini memang harus
diselesaikan, biar aku orang she Bong mencari orang-orang Kiu-im-kau untuk mem bicarakan
persoalan ini”
Seraya berkata dia lantas berjalan menuju ke arah Bwe Su-yok.
Buru buru Pui Che-giok berseru, “Bong tayhiap, apakah kau berbuat demikian untuk membalas
budi kepadanya?”
Bong Pay berhenti, lalu sahutnya sambil berpaling, “Adakah sesuatu yang tak benar?”
Kiranya ketika ia menderita luka parah dalam pertemuan Kian ciau tay hwe tempo dulu,
seandainya tiada selembar daun lengci dari Giok teng hujin, mungkin jiwanya sudah melayang.
Betul kejadian itu sudah lewat puluhan tahun, namun budi kebaikan tersebut masih melekat
didalam hatinya, ia merasa budi tersebut harus dibalas walau berada dimana dan kapan saja,
Pui Che-giok berkata, “Jika kau ikut munculkan diri, maka suatu pertarungan sengit pasti akan
berkobar, dan Kiu-im-kau pasti akan turun tangan lebih dulu, itu berarti besar kemungkinannya
perkumpulan ini akan musnah paling dulu dari muka bumi”
“Kalau bisa demikian hal ini lebih bagus lagi!” jawab Bong Pay.
Tapi tahukah kau akan kesulitan yang dialami nonaku? Bagaimanapun juga ia berasal dari Kiuim-
kau, dia tak ingin menyaksikan Kiu-im-kau hancur berantakan dan musnah dari muka bumi,
apalagi kejahatan yang dilakukan pihak Kiu-im-kau tidak terhitung seberapa besar, bila ingin
menjadi biang keladi dari semua kejahatan yang berlangsung selama ini, maka kita harus
mencari langsung kepada pihak Hian-beng-kau serta Mo kau. Bong tayhiap, bila kau masih
teringat dengan kebaikan nona kami, maka kau harus memikirkan pula kepentingan nona kami”
Bong Pay termenung sebentar, kemudian dengan kening berkerut katanya, “Tapi jika pihak Kiuim-
kau membuka serangan lebih dahulu, bagaimanapun juga kita harus menghadapinya dengan
sepenuh tenaga”
Pui Che-giok menghela napas panjang.
“Situasi jauh lebih serius dari orangnya, andaikata memang sampai terjadi begini, terpaksa kita
pun harus bertindak pula”
Agaknya Bwe Su-yok sendiripun merasakan pikiran-nya gundah dan tak tenang, jarak yang
sedemikian pendeknya ternyata harus dilalui dalam waktu yarg relatif cukup lama.
Dalam waktu sekian panjang, pelbagai ingatan berkecamuk dalam benaknya, tapi tak sebuah
pun diantaranya yang bisa membebaskan simpul mati yang sedang dihadapinya itu, diam-diam ia
menghela napas panjang.
Setelah berdiri tegak, ia memandang sekejap ke arah Tiang heng Tokoh, kemudian dengan nada
kesal serunya, “Kau………”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
288
Belum lagi perkataan tersebut dilanjutkan tiba-tiba terdengar suara pekikan yang amat nyaring
berkumandang diangkasa dan memotong perkataan tersebut.
Suara pekikan tersebut mengalun diangkasa dan berkumandang tiada hentinya, suara yang
panjang dan berkepanjangan membuat seluruh angkasa serasa ikut begetar keras.
Tapi anehnya, walaupun suara pekikan itu amat nyaring, namun dalam pendengaran semua
orang justru terasa lembut dan enak di dengar seperti jeritan burung hong atau naga, tak bisa
diragukan lagi pekikan nyaring itu jelas berasal dari seorang jago persilatan yang berilmu tinggi.
Setiap jago yang hadir di arena segera berubah wajahnya, mereka tahu bahwa disitu telah
kedatangan seorang jago persilatan yang berilmu sangat lihay.
Paras muka Cho Thian hua ikut berubah hebat, tiba-tiba serunya dengan suara lantang.
“Apakah yang datang adalah Hoa Thian-hong?”
Suara pekikan nyaring itu makin mendekat dan akhirnya berhenti, menyusul kemudian seseorang
menjawab dengan lantang.
Kalau hanya persoalan semacam ini saja buat apa musti merepotkan kehadiran ayahku? Aku
adalah Hoa Yang!”
Aaaa, dia adalah Jiko!” jerit Coa Wi-wi kaget.
Bibirnya segera bergetar siap berteriak memanggil pemuda itu.
Tiba-tiba Coa hujin menegur dengan suara dalam.
Anak Wi, jangan berisik!
Diantara sekian banyak jago yang hadir disitu, Seng To cu boleh dibilang paling terkesiap, sambil
melompat bangun gumamnya seorang diri.
Heran, ternyata bocah muda itu masih hidup, lagi pula tenaga dalamnya telah memperoleh
kemajuan sepesat ini, heran, heran, sungguh mengherankan!
Kok See-piau menjadi tercengang dan tidak habis mengerti pikirnya, “Heran, sedari kapan bocah
cilik dari keluarga Hoa memiliki ilmu silat selihay ini?”
Berpikir sampai disitu, dengan suara rendah ia pun berbisik, “Asal bocah keparat itu munculkan
diri nanti, harap suheng membunuhnya dengan sepenuh tenaga”
“Apa yang musti dikatakan lagi” jawab Cho Thian hua dingin.
Sorot matanya segera dialihkan keatas tebing sebelah timur kemudian bentaknya, “Bocah
keparat dari keluarga Hoa, kenapa kau tidak turun kemari?”
Sementara itu, semua orang sudah tahu kalau suara tersebut berasal dari puncak tebing sebelah
timur, sorot mata mereka semua segera dialihkan ke sana.
Dengan demikian, pertikaian antara Kiu-im-kau dengan Ku ing ing pun menjadi tertunda untuk
sementara waktu.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
289
kedengaran Hoa In-liong tertawa nyaring kemudian menegur, “Kau kah yang bernama Cho Thian
hua?”
Mendengar ucapan tersebut, dengan kening berkerut Cho Thian hua segera menghardik.
“Bocah keparat, tak tahu adat!”
Hoa In-liong kembali tertawa nyaring, ucapnya, “Orang kuno bilang, hidup berusia tujuh puluh
tahun manusia sudah dianggap tua, tahun ini kau berusia dua kali tujuh puluh tahun, seharusnya
boleh dianggap orang tua yang sudah tua, semestinya Hoa Yang harus menghormati kau sebagai
seorang locian pwe, sayangnya kau membantu kaum laknat berbuat kejahatan dan
mendatangkan bencana bagi umat persilatan, jadinya akupun musti beranggapan lain
terhadapmu”
Cho Thian hua menjadi gusar sekali setelah mendengar perkataan itu, ia mendengus dingin, lalu
dampratnya, “Bocah keparat, bau tetekmu saja belum hilang, begitu berani kau sindir lohu
dengan kata-kata tak sedap, hmm! Lohu mesti baik-baik memberi pelajaran kepadamu”
Hoa In-liong tertawa terbahak bahak.
“Haaahh……haaahh……haaahhh…..kalau ingin pelajaran silahkan naik sendiri kemari, maaf kalau
aku malas turun kesitu”
Tak terlukiskan hawa amarah yang berkobar didada Cho Thian hua, dia melirik sekejap ke arah
Kok See-piau kemudian katanya “Sute, biar Ih heng naik kesana untuk meringkus bocah keparat
tersebut……
“Untuk menghadapi bocah keparat dari keluarga Hoa, kenapa suheng musti menurunkan gengsi
sendiri?” jawab Kok See-piau dengan kening berkerut, biar kuutus orang lain saja.
Dengan cepat Cho Thian hua gelengkan kepalanya berulang kali.
“Ilmu silat yang dimiliki bocah keparat itu tidak lemah, aku kuatir orang tak akan mampu
mengapa-apakan dirinya”
“Selihay-lihaynya bocah keparat itu, aku tak percaya kalau ia lebih hebat dari pada Leng lam it
khi (manusia aneh dari propinsi Leng lam), biar kuutus saja dirinya untuk meringkus bangsat itu”
Cho Thian hua termenung dan berpikir sebentar, kemudian sahutnya, “Baiklah!”
Kok See-piau lantas berpaling ke arah Leng lam it khi seraya perintahnya, “Harap Koan lojin suka
naik ke atas untuk membekuk bajingan cilik itu….!”
Nama asli dari Leng lam it khi adalah Cu It koan, jarang sekali umat persilatan mengetahui nama
aslinya itu. Berbicara soal ilmu silat, ia termasuk tiga orang terdepan dari perkumpulan Hianbeng-
kau, atau dengan perkataan lain, diutusnya jago tua ini oleh Kok See-piau sesungguhnya
merupakan suatu kehormatan bagi Hoa In-liong.
Leng lam it khi memberi hormat lalu maju ke depan, tanpa berbicara bayangan tubuhnya segera
berkelebat lewat dan lenyap dari pandangan mata…….
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
290
Para pendekar dibarak barat yang menyaksikan kejadian itu, diam-diam merasa kuatir juga bagi
keselamatan Hoa In-liong, meski mereka sudah mendengar penjelasan dari Goan cing taysu.
Tak sampai seperminum teh kemudiaa, tiba-tiba tampak Leng lam it khi muncul diatas tebing
sebelah timur, dari situ jago tua tersebut berteriak dengan suara lantang, Lapor sinkun, hasil
pencarian menunjukkan bahwa bayangan tubuh Hoa Yang telah lenyap tak berbekas”
“Tak mungkin bajingan cilik dari keluarga Hoa itu melarikan diri pikir Kok See-piau.
Berpikir demikian dia lantas mendongakkan kepalanya sambil berteriak keras, “Hoa Yang, kau
betul-betul sudah membuat malu orang-orang keluarga Hoa, kalau berani orang sombong,
kenapa sebelum bertarung sudah kabur lebih dulu?”
Baru selesai ucapan tersebut diutarakan, tiba-tiba terdengar suara gelak tertawa yang amat
nyaring berkumandang datang dari atas tebing sebelah barat.
Dalam kejutnya, semua orang lantas berpaling kearah mana berasal nya suara tersebut….
Tampak seorang pemuda tampan yang gagah perkasa berdiri angker diatas puncak tebing
sebelah barat dia menggunakan jubah yang per-lente dengan pedang tersoren dipinggang dan
kipas ditangan, tampang maupun dandanannya persis seperti seorang kongcu keturunan
hartawan.
Siapa lagi orang itu kalau bukan Hoa jiya dari bukit Im tiong san?
Terdengar si anak muda itu tertawa terbahak-bahak, kemudian dengan suara lantang berseru,
“Kok See-piau, kau punya mata seperti orang buta, kalau mengutus orang semestinya diberitahu
tempatnya yang tepat, buat apa kau suruh dia ke puncak tebing seberang? Cho Thian hua kau
yang menyebut dirinya sebagai Liok tee sin sian pun sungguh tak becus, masakah kau tak tahu
kalau aku orang she Hoa berada disini?”
Begitu ucapan tersebut diutarakan, bukan saja Cho Thian hua dan Kok See-piau menjadi malu
bercampur gusar, bahkan kawanan jago lihay lain pun diam-diam merasa malu sendiri.
Tiba-tiba terdengar Coa Cong gi bertanya, “Kongkong bukankah adik Im liong berada di tebing
seberang? Sedari kapan ia sudah berpindah tempat?”
Walaupun Goan cing taysu berada disampingnya, akan tetapi berhubung pemuda ini sudah
terbiasa bicara keras dan nyaring, maka pertanyaan itupun dapat didengar oleh setiap orang
yang berada dibarak tersebut.
Berhubung sebagian besar memang tidak tahu keadaan yang sebenarnya, maka para jago yang
berada dalam barak itu sama-sama memusatkan perhatiannya untuk ikut mendengarkan
penjelasan tersebut.
Goan cing taysu tersenyum, kemudian katanya, “Sejak awal sampai akhir Liong ji bersembunyi
terus diatas puncak tebing itu, tapi dengan pantulan hawa murninya yang sempurna ia telah
mengirim getaran suaranya ketebing seberang, sehingga hal mana membuat orang mengira
kalau dia ada disitu padahal sesungguhnya tidak demikian, pemutaran posisi yang sebenarnya ini
cukup membingungkan banyak orang, cuma saja sebelumnya aku sudah tahu lebih dulu, maka
aku tak sampai terkecoh pula olehnya”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
291
Mendengar keterangan tersebut, Hoa ngo segera tertawa rendah, katanya. “Sejak kecil bocah ini
dasarnya memang binal, tak disangka dalam situasi beginipun ia masih tak lupa untuk
mempermainkan pihak Hian-beng-kau, betul-betul kebangetan”
Hoa In-liong dibesarkan bersama dengannya dalam perkampungan, kebinalan mereka boleh
dibilang setali tiga uang, ini membuat hubungan kedua orang ini sangat akrab melebihi siapa
pun.
Karenanya meski ia berbicara dengan nada menegur, padahal tak terbendung rasa girangnya
yang meluap dihati.
Dalam pada itu, Cho Thian hua telah tertawa dingin tiada hentinya.
“Heehh……heehh…..hheeeh…….kalau Cuma menghimpun tenaga menyalurkan getaran suara
mah terhitung suatu kepandaian kecil, jauh kalau dibandingkan pembagian suara berubah
menjadi getaran, bocah keparat, apa yang musti kau banggakan?”
“Haaah…..haaahh…..haah…siapa bilang aku merasa bangga?” jawab Hoa In-liong sambil tertawa
nyaring, “aku cuma merasa bahwa perkumpulan anda cukup menggelikan hati”
Kok See-piau berusaha keras untuk menekan hawa amarahnya yang berkobar dalam hatinya,
kemudian tertawa seram.
“Hoa Yang!” dia berseru “Hoa Thian-hong takut mampus tak berani datang, kalau memang kau
yang dikirim untuk menghantar kematian, setelah sampai disini kenapa tidak turun kemari?”
Hoa In-liong tertawa.
“Aku lihat napsu membunuh Sin kun sudah berkobar-kobar, apalagi bermaksud mencabut
nyawaku, aku orang she Hoa merasa takut sekali, buat apa aku musti turun untuk menghantar
kematian?”
Jawaban ini segera membuat Kok See-piau menjadi tertegun, tapi sejenak kemudian sambil
tertawa dingin katanya, “Keluarga Hoa bisa muncul keturunan macam kau hemm…hemm…..
betul-betul suatu kejadian yang sangat aneh”
Hoa In-liong tertawa terbahak-bahak.
“Haaahhh…. haaahhh…..haaahhh…. ucapan Sinkun memang benar, benar aku memang terhitung
keturunan paling tak becus dari keluarga Hoa”
Saking mendongkolnya, kalau bisa Kok See-piau ingin mencincang tubuh Hoa In-liong menjadi
berkeping keping, maka ketika dilihatnya ia gagal memancing pemuda itu turun ke bawah,
sebenarnya ia ingin mengutus orang untuk naik lagi ke atas, tapi iapun merasa tindakan ini
terlalu gegabah dan menurunkan derajat sendiri, maka untuk sesaat ia hanya berdiri termenung
tanpa mengetahui apa yang musti dilakukan.
Menyaksikan ia terbungkam, Hoa In-liong memutar biji matanya, lalu berkata sambil tertawa,
“Kok See-piau, aku orang she Hoa mempunyai suatu persoalan maha besar yang bisa membuat
kau merasa amat terkejut, inginkah kau untuk mendengarnya?”
“Di kolong langit masih belum ada persoalan yang bisa membuat pun sinkun merasa terkejut”
jawab Kok See-piau dingin.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
292
“Oooh…… jadi kalau begitu, kau tak ingin mendengarnya?” ucap Hoa In-liong sambil tertawa.
Kok See-piau tertawa dingin, pikirnya”
Entah apa yang menyebabkan bajingan cilik itu bersikap demikian?”
Mendengar dari balik barak sebelah tengah melompat keluar seseorang yang langsung berseru
kepada Hoa In-liong.
“Keparat cilik she Hoa, kau mempunyai berita apa yang cukup mengejutkan bagi orang? Bila Kok
See-piau enggan mendengarkan, biar lohu saja yang mendengarkan”
Semua orang segera mengalihkan perhatian-nya ke arah orang itu…..
Dia adalah seorang kakek bermata merah yang bertulang kening tinggi dengan pipi yang peyot,
rambutnya disanggul ala iman tapi mengenakan baju preman, bentuk wajah aneh sekali dan
ternyata tak dikenali oleh kawanan jago yang hadir disitu.
Meski demikian semua orang tak berani mentertawakan keanehan bentuk wajahnya sebab setiap
orang tahu bahwa pelbagai macam manusia telah berkumpul disitu, kalau orang ini tidak memiliki
ilmu silat yang lihay, tak mungkin dia berani angkat bicara di hadapan orang banyak.
Hoa In-liong mengaaihkan sinar matanya ke wajah orang itu, ketika dikenalinya sebagai Kiong
Hau, ia lantas tertawa terbahak bahak
Haaahh…….haaah…….haaahh…….rupanya kau, kemana larinya Gai Gi hong?”
Dari dalam barak segera melompat keluar Im heng jiu (tangan sakti angin dingin) Gai Gi hong
yang bercodet dipipi kirinya dengan mata tunggal itu, katanya dengan nyaring, “Ada urusan apa
kau panggil loya mu?”
“Haahh……haaahh…… haaahh…….mungkin saja kalian bukan cuma berdua saja, tapi diantara
sekian banyak manusia, kalian toh tetap tersendiri dengan kekuatan yang minim, tiada
keuntungan apa-apa yang bisa kalian raih dari sini, menurut anjuranku, alangkah baiknya kalau
mumpung masih ada kesempatan, cepat kabur sejauh-jauhnya dari sini”
“Kentut busukmu!” bentak Gai Gi hong gusar.
“Yaa, yaa, sekarang tidak percaya, tunggu saja nanti! Tahu rasa bakalnya”
Tiba-tiba terdengar Pho Siu berseru dengan nyaring, “Paras muka saudara Kiong telah
mengalami perubahan berat, maaf jika siaute tak bisa mengenali dirimu. Aku tahu bahwa kau
serta Saudara Gui mempunyai dendam sedalam lautan dengan keluarga Hoa, meski Hoa Goan
siu sudah mampus, Bun Siau ih serta anak cucunya masih hidup segar bugar, itu berarti kita
menghadapi musuh yang sama, apa salahnya jika kalian berdua pindah saja kemari dan duduk
bergabung dengan kami semua?”
“Siaute datang kemari cuma menonton keramaian belaka, dan tidak berniat mencari permusuhan
dengan orang, maksud baik saudara Phoa biar kuterima dihati saja” kata Kiong Hau hambar.
Ketanggor batunya, merah padam selembar wajah Phoa Siu karena jengah, diam-diam
dampratnya, “Tua bangka sialan, betul-betul tak tahu diri!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
293
Dalam pada itu terdengar Hoa In-liong berkata lagi sambil tertawa.
“Kiong Hau, aku orang she Hoa menghormati dirimu sebagai seorang enghiong yang gagah
perkasa, andaikata kau……”
“Tak usah banyak bicara” tukas Kiong Hau dengan cepat, “lohu tidak ambil perduli apakah kau
akan menghormati diriku atau tidak?”
Hoa In-liong tertawa hambar ujarnya, “Paham yang berada tak mungkin berkomplot anggap saja
aku orang she Hoa terlalu banyak mulut”
Setelah berhenti sejenak, ia berkata lebih jauh, “Kau tahu kemana perginya Tang Kwik-siu?”
Tiba-tiba terdengar Hong liong berseru dengan suara menyeramkan, “Kemana lagi? Tentu saja
pergi membunuh habis kalian kawanan manusia munafik yang berlagak sok suci!”
Hoa In-liong pura-pura tidak mendengar akan pembicaraan tersebut, katanya lebih lanjut, “Kau
tahu Tang Kwik-siu mengandung maksud keji dengan menanam bahan peledak disekeliling
lembah ini, dia bermaksud membasmi kita semua jikalau keadaannya tidak menguntungken”
Begitu ucapan tersebut diutarakan, semua orang merasa terperanjat, betul mereka tidak percaya
seratus persen, toh sinar mata semua orang di alihkan jaga kearah orang-orang Mo kau, tidak
terkecuali pihak Hian-beng-kau maupun Kiu-im-kau.
Hong liong menjadi gusar sekali sehabis mendengar perkataan itu, bentaknya keras-keras,
“Bajingan cilik kau lagi berkentut!” Hoa In-liong tertawa.
“Kalau bukan begitu, kemana kaburnya gurumu?”
“Ciss! Kau anggap jejak guru taoya mu pantas diberitahukan kepadamu?” kata Hong Liong gusar.
“Haahh……haahh…..haahh…. tentu saja tidak pantas, tapi aku merasa agak curiga terhadap
gerak-gerik gurumu belakangan ini”
“Anjing kecil tak usah mengaco belo” teriak Hong Liong gusar, “suhu toayamu tereng-terangan
berada di……”
Mendadak ia menyadari akan kehilafannya buru-buru mulutnya membungkam kembali.
Tadi justru dengan sikapnya yang berusaha merahasiakan jejak gurunya ini, orang malah
semakin curiga terhadapnya, sinar mata semua orang semakin lekat mengawasi wajah nya,
seakan-akan mereka semua berusaha untuk mencari suatu titik kecurigaan dari mimik wajahnya.
Dasar berangasan, hal mana kontan saja membangkitkan hawa amarah dalam hatinya namun ia
lebih-lebih tak sanggup untuk berbicara lagi.
Waktu itu Hoa In-liong berdiri seorang diri diatas puncak tebing dengan kawanan jago dari dunia
persilatan berada dibawah lembah, walaupun berhadapan dengan musuh tangguhh ternyata
sikapnya berbicara maupun menggoda orang amat leluasa, seakan-akan ia tak pandang sebelah
matapun terhadap orang lain, ini membuat pihak Hian-beng-kau, Kiu-im-kau serta Mo kau dibuat
agak keder juga.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
294
Setelah dikacau oleh anak muda itu, situasi dalam arena berubah menjadi lebih kuat, melihat itu
Bwe Su-yok mengerutkan dahinya, lalu dengan ilmu menyampaikan suara bisiknya kepada Un
Yong ciau serta Sik Ban-cian, “Huhoat berdua, situasi semacam ini sama sekali bukan saat yang
paling baik untuk menyelesaikan pelbagai persoalan”
“Tapi bagaimanapun juga penghianat itu harus diberi hukuman!” seru Sik Ban-cian cepat-cepat
dengan ilmu menyampaikan suara pula.
“Sik huhoat!” tegur Bwe Su-yok dengan suara dalam, “apakah kau ingin menyaksikan
perkumpulan kita hancur dan musnah dari muka bumi?”
Baik Un Yong ciau maupun Sin Ban-cian bukannya tidak tahu bahwa pertarungan yang terjadi
pasti akan mengundang campur tangan dari pihak para pendekar, seandainya pertempuran
sengit sampai berkobar, lantas pihak Hian-beng-kau dan Mo kau hanya berpeluk tangan belaka,
sudah bisa dipastikan pihak Kiu-im-kau akan terancam bahaya besar.
Berpikir sampai kesitu, Sik Ban-cian segera mengerutkan dahinya rapat-rapat dan tidak berbicara
lagi.
Dipihak lain, Coa Wi-wi telah memutar biji matanya kian kemari, tiba-tiba ia peroleh akal bagus,
maka dengan ilmu menyampaikan suara Coa im ji mi, bisiknya kepada Tiang heng Tokoh, “Bibi
Ku, mengertikah kau akan maksud kemunculan jiko itu?”
Tentu saJa Tiang heng Tokoh mengerti bahwa kemunculan Hoa In-liong tak lain adalah hendak
mengacau suasana sehingga membuat pihak Kiu-im-kau tidak mampu melakukan niatnya.
Diam-diam ia berpikir, “Aaaai……! Bocah, buat apa kau musti berbuat demikian?”
Sementara itu terdengar Coa Wi-wi berkata lagi, “Bibi Ku, jika kau menyayangi perkumpulan Kiuim-
kau maka sepantasnya jika kau mengundurkan diri lebih dulu, berilah kesempatan kepada
kami untuk menghadapi Hian-beng-kau atau Mo kau terlebih dulu”
Tiang heng Tokoh berpaling, bibirnya bergetar seperti hendak mengucapkan sesuatu, namun niat
itu kemudian dibatalkan.
Menyaksikan keadaan tersebut, Coa Wi-wi tahu bahwa hatinya sudah tertarik, ia menjadi girang
sekali, cepat teriaknya lagi, “Bibi Ku, cepat kemari!”
Diam-diam Tiang heng Tokoh berpikir, “Berbicara tentang persoalan ini, aku memang kalah
dalam penyusunan rencana, tapi urusan telah berkembang menjadi begini, bagaimanapun juga
aku harus mencari suatu cara yang baik untuk menyelesaikan masalah ini…..” berpikir sampai
disitu, tiba-tiba ia menganggukkan kepalanya kepada Bwe Su-yok, lalu tanpa mengucapkan
sepatah katapun, ia putar badan dan meninggalkan tempat itu menuju ke arah barak para
pendekar, lalu bersama-sama Bong Pay sekalian berempat masuk ke dalam barak.
Bwe Su-yok dan Un Yong ciau hanya membungkam diri menyaksikan kepergiannya, sedangkan
Sik Ban-cian telah membuka mulutnya hendak menegur, tapi niat itu kembali dibatalkan secara
tiba-tiba.
Mendadak terdengar Seng To cu berkata dengan suara dingin.
“Pemimpin partai kami adalah seorang pemimpin yang jujur dan cemerlang, tak mungkin kaucu
kami akan melakukan perbuatan rendah semacam itu. Hoa Yang! Kau memfitnah orang dengan
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
295
tuduhan yang bukan-bukan, tidakkah merasa bahwa perbuatanmu ini telah menghina semua
orang didunia ini…….?”
Selama ini Hoa In-liong memperhatikan terus gerak-gerik Tiang heng Tokoh, ketika dilihatnya
perempuan itu berhasil digerakan hatinya, diam-diam ia menghembuskan napas lega.
Maka ketika mendengar perkataan itu, ia lantas tertawa panjang, kemudian sahutnya.
“Percuma saja kau berkata demikian, meski kau sangkal beribu kali, sebelum kalian terangkan
dimanakah Tang Kwik-siu berada sekarang, jangan harap bisa menghilangkan rasa curiga semua
orang terhadap partai kalian……”
Beng Wi cian dari pihak Hian-beng-kau tiba-tiba berkata.
“Lapor sinkun, bocah keparat itu agaknya sedang mengaco belo sambil mengulur waktu!”
Kok Se piau manggut-manggut.. “Akupun tahu, menurut pendapatmu apa yang harus kita
lakukan?”
“Kewajiban bocah keparat itu sedang berusaha untuk mencegah pihak Kiu-im-kau mencari garagara
dengan Ku Ing ing, lebih baik Sinkun perintahkan saja kepada pihak Kiu-im-kau agar turun
tangan, kita lihat saja apakah bocah keparat dari keluarga Hoa itu bakal turun kemari atau
tidak……..?”
“Dalam pertemuan Kian ciau Hong, im hwee mengalami kerugian yang paling parah lantaran
pihak mereka membuka serangan lebih dahulu, setelah ada contoh yang begini jelas, sudah pasti
Bwe Su-yok tak akan sudi membuka serangan terlebih dulu”
Beng Wi cian termenung sebentar, kemudian jawabnya, “Seandainya hamba membawa orang
untuk membantu dirinya, Bwe Su-yok pasti akan turun tangan terhadap Ku Ing ing dengan lega
hati”
Kok See-piau berpikir sebentar, lalu berkata, “Siasat ini memang cukup baik, tapi kalau hanya
kekuatanmu seorang rasanya terlampau lemah, belum tentu Bwe Su-yok mau turun tangan
dengan lega hati, biar Toan bok Thamcu serta Cui thamcu ikut serta dalam operasi ini”
Setelah merundingkan dengan matang, Kok See-piau mendongakkan kepalanya kembali, lalu
sambil tertawa dingin katanya,
“Hoa Yang, jika kau punya minat, silahkan saja menunggu perkembangan selanjutnya dari atas
sana!”
Hoa In-liong adalah seorang manusia pintar, melihat itu dia lantas berpikir, Kok See-piau sekalian
bukan sekawanan manusia bodoh, jangan-jangan maksud hatiku telah diketahui mereka?”
Dalam hati ia berpikir demikian, diluar katanya sambil tertawa, Maaf, aku orang she Hoa masih
ada urusan penting lainnya, aku tak bisa menemani kalian lebih jauh”
Selesai berkata, dia lantas memutar badannya dan lenyap dibalik tebing curam sana.
Tindakannya ini kelewat mendadak dan sama sekali diluar dugaan, seketika itu juga semua orang
dibikin tertegun oleh sikapnya itu.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
296
Dengan kening berkerut Li hoa Siancu berguman, “Heran permainan setan apalagi yang sedang
dilakukan Liong ji?”
Sesudah berhenti sejenak, tanyanya kepada Goan cing taysu, “Taysu apakah kau tahu akan hal
ini?”
Sambil tertawa Goan cing taysu gelengkan kepalanya berulang kali.
“Lolap sendiripun dibuat tidak habis mengerti” jawabnya.
Beng wi ciau tertegun pula oleh tindakan pemuda tersebut, dengan penuh kecurigaan, dia
berbisik.
“Sinkun, keparat Hoa adalah manusia yang licik dan berbahaya, jangan-jangan tindakannya itu
disertai dengan suatu rencana busuk?”
“Rencana busuk apakah itu?” tanya Kok See-piau dengan kening berkerut.
“Hamba sendiripun kurang jelas, apakah perlu kita lepaskan tanda rahasia agar orang-orang
diluar lembah menghadang jalan perginya?”
Kok See-piau menggelengkan kepalanya berulang kali, tukasnya.
“Jangan! Kawanan manusia itu belum tentu bisa mengapa-apakan dirinya, dengan tindakan
tersebut justru tempat persembunyian mereka akan ketahuan.
Tiba-tiba Cho Thian hua menimbrung. “Sute, kenapa kau musti risau oleh perbuatan bajingan
cilik itu? Yang aneh itu tak aneh, kalau aneh pasti kalah, memangnya kau kuatir bajingan cilik itu
bisa terbang ke langit?”
“Benar juga perkataan suheng!” kata Kok See-piau.
Dia lantas ulapkan tangannya seraya berseru.
“Laksanakan seperti yang direncanakan semula!”
Beng Wi ciau bertiga segera mengiakan dan bersama-sama melompat turun dari atas mimbar,
lalu mereka memberi tanda, puluhan orang anggota Hian-beng-kau anak buah ketiga orang
thamcu tersebut serentak keluar dari barisan dan mengikuti mereka menuju ketengah arena.
Bwee Su-yok melirik sekejap kearah mereka dengan dingin, lalu serunya. “Kalian bertiga…..”
Sambi! menjura jawab Beng Wii ciau, “Kami sekalian mendapat perintah dari sinkun untuk
membantu perkumpulan anda!”
Tiba-tiba Bong Pay tertawa dingin, lalu serunya, Bagus sekali kalau memang ada orang luar yang
ikut campur dalam persoalan ini, aku orang she Bong sekalipun tak akan berpeluk tangan belaka.
Bersama Cu Im taysu dan Coa Wi-wi, mereka segera tampil kembali keluar barak.
Tam Im bin tertawa tergelak.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
297
“Dengan Kui Heng, aku mempunyai perjanjian untuk melangsungkan pertarungan, tentu saja
akupun tak bisa berpeluk tangan belaka” katanya, Selesai berkata diapun beranjak.
Haputule bangkit berdiri dan tanpa mengucapkan sepatah katapun segera berjalan keluar dari
barak itu, Tiang heng Tokoh betul-betul merasa apa boleh buat, diapun sadar bahwa cepat atau
lambat suatu pertarungan pasti akan berlangsung, setelah menghela napas, katanya kepada Pui
Che-giok yang berada disampingnya dengan lirih, “Akupun tak akan mengurusi dirimu lagi, kalau
kau ingin turun tangan, turun tanganlah sehendak hatimu!”
Ketika Sik Ban-cian menyaksikan kemunculan Haputule, hawa amarah dalam hatinya segera
berkobar, dengan penuh kegusaran bentaknya.
“Bangsat keparat, tempo hari kau berhasil melarikan diri, hari ini mari kita beradu kekuatan lagi”
Haputule tertawa dingin, dengan langkah lebar dia menghampiri Sik Ban-cian.
Agaknya Sik Ban-cian sudah tidak sabar lagi menghadapi sikap angkuh musuhnya.
sambil mendengus marah ujung bajunya segera dikebaskan ke depan melancarkan sebuah
serangan, sementara tangan kanannya dengan jurus Im kay kian jit (awan menyingkir kelihatan
matahari) dengan disertai tenaga pukulan Yu cing ciang, diam-diam dilontarkan ke depan dibalik
kebutan ujung bajunya itu.
Jurus serangan ini teramat keji dan kejam kalau berganti dengan orang lain, mereka pasti akan
berusaha untuk menghindari serangan yang datang lebih duluan.
Berbeda dengan Haputule, dalam tubuhnya mengalir darah ksatria dari suku Fibu lo, yang
terkenal karena pantang mundurnya, sambil tertawa dingin cahaya emas di tangan kanannya
berkelebat lewat dan langsung di bacokkan ke atas kepala Sin Ban-cian.
Ketika terjadi pertarungan diluar kota Gi sui shia tempo hari, nyaris lengan Sik Ban-cian terpapas
kutung oleh jurus serangan tersebut, maka setelah menghadapi ancaman yang sama kini, cepatcepat
tubuh nya berkelebat ke samping, dari pukulan tangan kanannya berubah menjadi
serangan jari yang langsung menusuk Ke dada kiri Haputule.
Menghadapi serangan itu, Haputule membentak keras, tubuhnya berputar kencang menghindari
datangnya serangan jari tangan itu, lalu cahaya emas berkelebat lewat dan menyergap turun
kebawah.
Sik Ban-cian tidak menyangka kalau musuhnya pantang mundur dan bertarung bukan dengan
cara seorang jago lihay, melibat ujung pedang lawan sudah tiba didepan mata, terpaksa dia
harus menyalurkan hawa murninya ke ujung baju sebelah kanan dan menyambut datangnya
ancaman itu.
Begitu saling membentur, kedua belah pihak segera berpisah kembali, Sik Ban-cian mundur
sejauh beberapa kaki dari posisi semula, tanpa menimbulkan sedikit suarapun, tahu-tahu ujung
baju kanannya sudah terpapas kutung sebagian.
Belum lagi dua gebrakan, dia harus menelan kekalahan yang tragis, hal mana segera
membangkitkan bawa amarah yang luar biasa dalam hatinya, bentaknya keras-keras.
“Haputule hari ini kalau ada kau tak akan ada aku!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
298
Senjata totokan jalan darahnya yang terbuat dari emas segera dicabut keluar, kemudian dengan
garangnya menubruk ke depan.
Haputule tertawa dingin, ejeknya pula.
Tentu saja kalau ada aku tak akan ada kau!
Ketika dilihatnya serangan dari Sik Ban-cian sangat ganas dan hebat, ia tak berani bertindak
gegabah, dihadapinya serangan musuh itu dengan penuh tenaga.
Senjata penotok jalan darah milik Sik Ban-cian ada dua depa panjangnya, sementara pedang
emas dari Haputule cuma lima inci dan lebih mirip dengan sebuah mainan kanak-kanak dari pada
senjata pembunuh, meski begitu cahaya tajam yang memancar keluar amat menyilaukan mata.
Orang bilang: Satu inci lebih panjang, satu inci lebih pendek, satu bagian lebih berbahaya.
Dengan sistim pertarungan bergerilya, Haputule selalu manfaatkan setiap kesempatan untuk
melancarkan serangan mematikan.
Didalam genggamannya, pedang pendek itu berkembang seolah-olah sebilah pancuran cahaya
tajam yang dua depa panjangnya, jurus-jurus serangan yang ampuh dan kekuatan yang dahsyat
merubah senjata tersebut seakan-akan bukan sebilah pedang pendek saja.
Sebagaimana diketahui, pedang emas itu merupakan senjata paling tajam dalam dunia persilatan
dewasa itu, ketika gurunya Sung Tang lay merajai daratan Tionggoan tempo hari, sebagian besar
adalah berkat keampuhan pedang itu, hal mana pada akhirnya sampai memancing perhatian
banyak jago silat yang bersama-sama mengincar senjatanya itu.
Sik Ban-cian termasuk diantara Kiu im su ciat (sembilan manusia bengis empat manusia sakti)
semenjak lima tahun berselang telah menggetarkan sungai telaga, tenaga dalam nya bukan saja
amat sempurna, jurus serangannya pun ampuh.
Muski demikian, pada saat ini ia tak berani bertindak gegabah, dengan wajah serius dan
mengembangkan ilmu langkah Loan ngo heng sian tun hoat senjata penotok jalan darahnya
diputar kian kemari mengkombina sikan serangan telapak tangannya dengan ilmu Yu cing cang.
Walaupun posisi tersebut hakekatnya seimbang dan tidak diketahui siapa lebih tangguh, namun
bagi penglihatan orang lain, Haputule justru berada pada posisi diatas angin.
Diam-diam para jago dari tiga perkumpulan besar merasa terkejut bercampur keheranan, mereka
tidak menyangka kalau Haputule sesungguhnya memiliki ilmu silat selihay ini.
Tam Sin bin melirik sekejap kearah Cui Heng, kemudian katanya sambil tertawa.
“Cui tham cu, kesempatan baik seperti ini jarang bisa ditemukan, bagaimana kalau sekarang juga
kita laksanakan janji kita sewaktu berada di mulut lembah tadi?”
Cui Heng mengerutkan dahinya, tanpa berbicara lagi dia meloloskan senjata poan koan pitnya,
kemudian maju ke depan sambil melancarkan serangan.
Tam Si bin tertawa terbahak-bahak, ia tidak menggunakan senjata, telapak tangan kanannya di
ayunkan kemuka, sebuah pukulan yang amat dahsyat segera dilontarkan ke depan.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
299
Sungguh dahsyat serangan tersebut, bukan saja tenaganya kuat, desingan angin serangannya
juga tajam.
Cui Heng mendengus dingin, tubuhnya berkelebat kesamping, menggunakan kesempatan
tersebut dengan jurus Ci thian hia tee (menuding langit menggaris bumi) dia berputar kesamping
menyerang Tam Si bin dari sayap kiri.
Tam Si bin berdiri tak berkutik, telapak tangannya kembali diayunkan ke depan melancarkan
sebuah pukulan.
Tenaga pukulannya berat dan kuat, desingan tajam memekikkan telinga, Cui Heng tak berani
menyambut dengan kekerasan, cepat dia bergeser ke samping sambil buru-buru berganti jurus
serangan.
Kok See-piau yang mengikuti jalannya pertandingan itu dari kejauhan segera mengerutkan
dahinya setelah menyaksikan kejadian tersebut katanya kemudian, “Tua bangka itu sudah
berhasil dengan ilmu sakti Kui goat sinkangnya, Cui thamcu mungkin bukan tandingannya”
Tiba-tiba Pi Ci liang berkata, “Lohu mempunyai sedikit perselisihan dengan setan tua itu, berilah
perintah itu kepadaku”
“Harap Pi tianglo tunggu sebentar” cegah Kok See-piau mengulapkan tangannya.
Pelan-pelan sorot matanya dialihkan kewajah Seng To cu.
Melihat itu, Seng To cu segera tertawa terbahak-bahak.
“Samte, Sute, kalian turunlah ke arena. Dua bersaudara Lenghou segera mengiakan dan
bersama-sama masuk ke dalam arena.
Coa Wi-wi segera menghadang jalan pergi mereka, serunya sambil tertawa merdu, “Saudara
berdua, bagaimana jika pertarungan di bukit Tiong san tempo hari kita lanjutkan di sini saja!”
Lenghou Yu melototkan sepasang matanya dengan buas, serunya sambil menyeringai seram,
“Budak cilik, kau jangan sombong Lenghou loya mu akan segera menjumpai dirimu”
Tangan kanannya diayunkan ke depan, sebuah pukulan segera dilontarkan ke arah Coa Wi-wi
dari kejauhan.
Coa Wi-wi memutar tangannya dan balas mencengkeram pergelangan tangan Lenghou Yu,
sementara tangan kirinya diayun ke depan menolak tubuh Lenghou Ki, sembari bentaknya.
“Lebih baik kalian berdua maju ke depan bersama-sama saja” Lenghou Ki tidak menyangka kalau
gadis itu berani menentang mereka berdua, damprat nya dengan mendongkol.
“Budak busuk!”
Sebuah pukulan kembali dilontarkan ke depan.
Diam-diam Coa Wi-wi berpikir, Situasi semacam ini tak baik untuk melangsungkan pertarungan
dengan beradu kekerasan……….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar