Buru-buru dayaitg cilik itu menepuk pula di atas jalan darah “Tiong-Khekhiat” sehingga jalan
darah yang tertotok itu segera tergetar bebas.
Diam-diam Hang
tubuhnya, ia bermaksud hendak melancarkan peredaran darah dalam badannya.
Siapa sangka tiba-tiba kepalanya pusing tujuh keliling, seluruh tubuhnya bergetar keras
kemudian roboh terjengkang ke atas lantai, seketika itu juga ia jatuh tak sadarkan diri.
Ucapan dan gadis itu sedikitpun tidak salah, ilmu pukulan Kioe Pit Sin Ciang yang muncul pada
saat ini jauh berbeda dengan sepuluh tahun berselang, kekejaman kesedihan, serta kehebatan
racunnya boleh dibilang mematikan setiap korban yang terkena oleh pukulan tersebut, hanya
saja selama sepuluh tabun Boe Liang Sinkoen tak pernah tinggalkan goa pertapaannya
sedangkan Kok See Piauw pun belum lama terjun ke dalam dunia persilatan, sampai di manakah
kehebatan dari ilmu pukulan tersebut hanya beberapa orang saja yang tabu.
Ketika menjumpai Hong-po Seng jatuh tak sadarkan diri di atas lantai, dayang cilik itu segera
berjongkok dan memeriksa tubuh pemuda tersebut, katanya kemudian, “Siocia, apakah kau
hendak menerima orang ini sebagai pembantu kita….?”
Dengan ujung jarinya yang dibasahi oleh air ludah ia gosok-gosok wajah Hong-po Seng yang
tajam pekat itu keras, ujarnya lebih jauh, “Andaikata wajah orang ini tidak dipoles dengan obat
penyaruan, aku pikir ia pasti tampan dan menarik!”
“Coba kau totok jalan darah “Jien Tiong”nya!” terdengar gadis cantik itu menitahkan.
Mendengar perintah dari majikannya dayang cilik itu segera melancarkan sebuah totokan di
bawah lekukan hidung pemuda tersebut, seluruh tubuh dan kulit badan Hong-po Seng tergetar
keras, dalam waktu singkat ia siuman kembali dari pingsannya.
“Heng po Seng, sedangkan baik?!” kata gadis cantik itu dengan wajah adem. Aku bernama Pek
Koen Gie Pek Loo, Pangcu ketua dari perkumpulan Sin Kee Pang adalah ayahku!”
Sejak semula Hong-po Seng telah menduga sampai di situ maka ia tidak sampai kaget setelah
mendengar pengakuan dari dara ayu tersebut, sepasang telapaknya segera menekan ke atas
lantai coba merangkak bangun.
Siapa sangka karena sedikit mengerahkan tenaga itulah. luka di atas bahu kakinya terasa amat
sakit hingga merasuk ke dalam isi perutnya, tubuh jadi lemas dan sekali lagi ia roboh terjengkang
di atas lantai.
Dayang cilik yang ada di sisinya segera memayang ia bangun, katanya, “Eeee, kau harus sedikit
tahu diri, jangan sampai menjengkelkan atau menggusarkan siocia kami!”
“Terima kasih atas perhatian diri nona cilik,” sahut Heng po Seng tertawa hambar. “Entah nona
Pek masih ada petunjuk apa lagi? Cayhe siap mendengarkan dengan seksama!”
Setelah jatuh pingsan dan siuman kembali, wajah pemuda itu dari hitam pekat kini berubah jadi
kuning pucat, sepasang matanya suram tak bersinar, suaranya untuk berbicara pun lemah tak
bertenaga, seakan-akan seseorang yang sedang menderita sakit parah.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
46
Pek Koen Gie sema sekali tidak terharu oleh keadaan orang, katanya perlahan-lahan, “Kemarin
malam di rumah keluarga Chin Pek Cuan telah terjadi peristiwa, kebetulan kaupun berada di
Keng-chiu, bahumu terluka oleh pukulan, pakaianmu terbakar sebagian oleh api, jelas tak bisa
dipungkiri lagi kau pasti sudah turut campur dalam peristiwa itu bukan begitu?”
Semangat Hong-po Seng segera berkobar setelah mendengar dara itu mengungkap kembali
peristiwa di keluarga Chin.
Nama besar Boe Liang Sinkoen telah menggetarkan seluruh Liok lim, ia mempunyai seorang
murid yang bernama Kok See Piauw, meski ilmu silat yang dimilikinya jauh lebih kuat dari aku
orang she Hong-po, menurut pendapat caybe, alangkah baiknya kalau pihak perkumpulan Sin
Kee Pang jangan ikut campur dalam persoalan keluarga Chin ini.”
Pek Koen Gie dapat menangkap arti lain dalam perkataan tersebut, jelas pemuda itu sedang
menyindir perkumpulan Sin Kee Pang yang sedang membaiki Kok See Piauw dengan harapan
bisa menggaet Boe Liang Sinkoen berpihak kepada mereka.
Diam-diam dia jadi naik pitam, “Pihak perkumpulan Sin Kee Pang kami telah kehilangan tiga
orang dan kematian seorang Hoe Hoat!” serunya sambil tertawa dingin. “Apakah hutang darah
ini harus kami catat atas namamu?”
“Hmmm, ketiga orang itu telah kubacok mati semua, mayat mereka telah kulempar ke dalam
kobaran api, saat ini mungkin abunya pun sudah musnah terhembus angin. Kalau memang kalian
mau mencari balas, catat saja keempat lembar jiwa itu atas namaku!”
Pek Kotn Gie mendengus dingin, dalam waktu singkat di atas wajahnya yang cantik jelita terlintas
hawa dingin yang menggidikkan hati.
“Hmmm kau tak usah menanggung dosanya Chin Pek Cuan, selama mereka ayah dan anak
masih hidup di kolong langit, cepat atau lambat pasti akan terjatuh ke dalam jaring perkumpulan
Sin-Kee-Pang!”
Hong-po Seng jadi sangat gelisah.
“Nora kau sengaja mengucapkan kata-kata seperti ini bukankah kasarnya ada maksud memaksa
diri cayhe? Entah kau ada perintah apa yang hendak diutarakan kepada cayhe, katakanlah asal
aku Hong-po Seng dapat kerjakan pasti akan kulakukan.”
Pek Koen Gie tertwa dingin.
“Rupanya kaupun terhitung seorang manusia cerdik!” ia merandek sejenak, “Anak buah
perkumpulan Sin-Kee-Pang bukanlah manusia yang boleh dibunuh oleh orang luar, andaikata kau
ingin melepaskan diri dari persoalan ini satu-satunya jalan hanya menyumbang tenaga bagi
perkumpulan kami. Mengingat usiamu masih muda, kepandaian silatmu tidak lemah dan
merupakan seorang manusia berbakat yang punya kemungkinan besar untuk maju, persoalan
yang telah lewat tak akan kubicarakan lagi, aku tanggung jika keluarga Chin tidak akan
mengalami ancaman bahaya apapun!”
Mula-mula Hong-po Seng tertegun, kemudian ia jadi paham dengan duduknya perkara.
“Oooh, ternyata hubungan antara nona dengan Boe-Liang san bukan hanya hubungan biasa,
kalau tidak tak nanti kau berani mengucapkan kata-kata sesumbar itu!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
47
“Hanya mendengar nada ucapanku saja ia bisa menebak maksudnya, kecerdikan orang ini benarbenar
sukar dicarikan tandingannya di kolong langit…..” diam-diam Pek Koen Gie berpikir.
Melihat ia sedang pejamkan mata seolah-olah lagi berpikir, iapun segera menanti dengan tenang
tanpa mengganggu.
Hong-po Seng diam-diam memikirkan kembali situasi yang dihadapi sekarang, dimulai dari
keselamatan keluarga Chin ibunya yang mengasingkan diri di atas bukit, serta nama ayahnya
almarhum yang cemerlang dalam Bu-lim….. akhirnya ia tertawa getir.
“Nona!” katanya kemudian, “Tidak sulit bagiku untuk menggabungkan diri menjadi anggota
perkumpulan Sin-Kie Pang, tapi kesulitan justru terletak pada ketidaktulusan hatiku, aku tak
dapat bersikap setia dengan sepenuh hati kepada kalian. Nora, bagaimana pandanganmu
mengenai hal ini???!”
“Persoalan itu tidak sulit untuk di atasi,” jengek Pek Koen Gie sambil tertawa dingin. “Kalau kau
berani mengkhianati perkumpulan, maka kau akan kuhukum menuruti peraturan, aku rasa hal ini
bukan merupakan satu kesulitan.”
Ia merandek sejenak, lalu tambahnya, “Menurut penglihatanku, kesulitan justru terletak pada
upacara untuk masuk-jadi anggota,
aku takut kau sulit untuk menuruti!”
“Upacara masuk jadi anggota bagaimana maksudmu?? Tolong nona suka menjelaskan!”
“Hmm, kalau dibicarakan semestinya sederhana dan gampang sekali, cukup asal kau suka
berlutut di hadapanku, mendengarkan nasehat serta teguranku kemudian mengijinkan aku
menancapkan tiga batang jarum beracun penempel tulang di atas tubuhmu maka secara resmi
kau telah kuterima sebagai anggota perkumpulan Sin Kee Pang. Bagaima? Apakah kau perlu
mempertimbangkan lagi?”
Merah padam selembar wajah Hong-po Seng begitu selesai mendengar perkataan itu, hawa
amarah yang bergelora dalam rongga dadanya sukar dikendalikan lagi.
Saking gusarnya luka di atas bahunya seketika kambuh kembali, pandangan jadi gelap dan sekali
lagi ia jatuh tak sadarkan diri……
“Siocia, kenapa kau ajukan peraturan seperti itu?” terdengar dayang cilik itu menegur dengan
wajah tertegun bercampur tercengang. Dahulu belum pernah kudengar ada peraturan semacam
ini!”
Pek Koen Gie tertawa dingin.
“Watak serta tabiat orang ini kukoay sekali, kalau dikatakan ia tidak takut mati ternyata ia sangat
takut menghadapi kematian, kalau dikatakan takut mati ternyata ia mempunyai sikap
memandang suatu kematian bagaikan pulang ke rumah, terhadap manusia semacam ini
siapapun bisa dibikin apa boleh buat, oleh karena itu aku perlu menghina dirinya habis-habisan,
bila ia berani mengkhianati diriku maka sekali hantam akan kubereskan selembar jiwanya.”
Dayang cilik itu seperti mengerti seperti pula tidak mengerti atas pembicaraan majikannya,
terdengar ia berkata, “Orang ini sangat cerdik, ilmu silatnya tentu bagus juga bukankah lebih
baik kalau siocia menerima menjadi pembantu yang setia??”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
48
Sambil berkata ia totok kembali jalan darah “Jien Tiong” di lekukan hidung Hong-po Seng,
pemuda itupun siuman kembali.
Perlahan-lahan si anak muda itu membuka matanya, mententeramkan hatinya dan berpikir,
“Sebelum persoalan-persoalan yang dibebankan ke pundakku kuselesaikan secara baik, aku tidak
boleh mati. sebab kalau tidak aku bakal menyia-nyiakan jerih payah ibuku sela na ini. Tetapi
kalau disuruh aku menerima penghinaan yang demikian besarnya, mungkin sukma ayah yang
berada di alam baka pun akan ikut merasa malu sehingga sepanjang masa beliau tak bisa
pejamkan mata. Aaaa….. sungguh bikin aku jadi serba salah, mana yang harus kulakukan???”
Semakin dipikir kepalanya makin pusing, hatinya makin putus asa……. mendadak ia mendongak,
sinar matanya terbentur dengan sorot mata gadis itu empat mata terbentur jadi satu
mengakibatkan sekujur tubuh Hong-po Seng bergetar keras saking kagetnya.
Sepasang alis Pek Koen Gie kontan berkerut, ujarnya dengan nada dingin, “Apakah kau telah
mengambil keputusan??”
Hong-po Seng menenteramkan kembali hatinya dan memandang lagi ke atas wajah gadis itu, ia
temukan di balik biji matanya yang jeli terkandung sifat kejam yang amat sangat, tanpa terasa
pikirnya dalam hati, “Gadis ini tentu mempunyai dendam sakit hati lain terhadap diriku, kalau
tidak mengapa ia begitu benci dan sakit hati terhadap diriku??….”
Mana ia tahu Pek Koen Gie sejak kecil sudah terbiasa dimanjakan. belum pernah ia mengalami
penghinaan ataupun pandangan rendah dari orang lain, sebagai orang yang halus di luar keras di
dalam sudah tentu hatinya tersinggung terlebih dahulu tatkala gadis itu mengetahui bahwa
Hong-po Seng sama sekali tidak
memandang sebelah matapun terhadap perkumpulan Sin Kee
Pang yang besar itu.
Ditarnbah pula kecantikan wajah Pek Koen Gie bagaikan bidadari, setiap berjumpa dengan
dirinya tentu tertarik dan terpesona oleh kecantikan wajahnya, siapa tahu Hong-po Seng bukan
saja tidak tertarik kepadanya, bahkan seakan-akan menganggap kecantikan wajahnya hanya
suatu kejadian yang lumrah dan tak usah dikejutkan, tentu saja gadis itu merasa amat
tersinggung, gengsinya terasa diturunkan oleh sikap pemuda itu.
Hal inilah yang menyebabkan timbulnya rasa sakit hati dan benci dalam hati gadis she Pek itu, ia
bersumpah hendak membalas dendam, ia berjanji hendak menghina pemuda itu habis-habisan.
Lama sekali Hong-po Seng termenung dan mempertimbangkan persoalan itu, tapi ia belum
berhasil juga melepaskan dari simpul mati tersebut, akhirnya sambil menghela napas pikirnya,
“Meskipun ini hari aku menyerah, belum tentu ia mau melepaskan diriku dengan begini saja,
penghinaan yang lebih besar tentu akan kualami di kemudian hari. Daripada menanggung derita
dan siksaan lebih baik kusudahi saja hidupku sampai di sini.
Setelah mengambil keputusan demikian, ia lantas mendongak dan berkata, “Nona, cayhe sudah
mengambil keputusan.”
Badannya lemah tentu saja hal ini mempengaruhi suaranya hingga kedengaran amat lirih,
mendadak Pek Koen Gie naik pitam, tanpa menantikan selesainya ucapan itu katanya, “Manusia
konyol, apa yang hendak kau katakan? Kalau bicara jangan lemah lembut seperti cacing
kepanasan, utarakanlah dengan sedikit bersemangat “
“Bagus! Bagi cayhe urusan mati hidup adalah suatu persoalan kecil, sebaliknya kehormatan dan
gengsi adalah masalah besar, aku telah mengambil keputusan untuk menempuh jalan mati saja!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
49
Pek Koen Gie semakin naik pitam setelah mendengar perkataan itu, dengan tangan kaki gemetar
serunya.
“Kalau sekarang juga kubereskan jiwamu. Hmm, terlalu enakan bagimu…….”
Berbicara sampai di situ ia lantas ulapkan tangannya ke arah Siauw Leng.
Melihat kode majikannya dayang cilik itu buru-buru mengetuk dinding kereta. Kereta kuda itu
segera berhenti, pintu di buka dan Oh Sam melongok ke dalam.
Siauw Leng segera memberi tanda, tanpa mengucapkan sepatah katapun Oh Sam
mencengkeram tubuh Hong-po Seng dan dibawa keluar dari ruang kereta.
Sejak semula Hong-po Seng sudah tiada tenaga untuk memberikan perlawanan, iapun menyadari
bila hawa amarahnya berkobar niscaya ia bakal jatuh tak sadarkan diri, oleh sebab itu sambil
menahan rasa mangkel dan sedih yang berkecamuk dalam hatinya, ia biarkan dirinya dibawa
keluar kereta , dan meneruskan perjalanan menuju ke Utara.
Ilmu pukulan Kioe Pit Sin Ciang benar-benar sangat lihay, hasil latihan Hong-po Seng yang susah
payah selama banyak tahun ternyata tidak sanggup menahan sebuah gebukan ringan ilmu
pukulan tersebut. Kini terhembus oleh angin dingin dan badai salju, ditambah pula rasa lapar
yang tak terhingga dalam waktu singkat ia jatuh pingsan kembali.
Oh Sam cuma melirik sekejap ke arahnya, sedikitpun orang ini tidak menunjukkan rasa kasihan,
simpatik ataupun maksud untuk menolong, sikapnya acuh tak acuh.
Di musim salju yang dingin siang jauh lebih pendek dan malam, ketika sore hari baru menjelang
tiba di udara sudah gelap gulita, sejak jatuh tak sadarkan diri tadi Hong-po Seng belum sadar
kembali, sementara Oh Sam pun melarikan kereta kudanya cepat-cepat menuju ke luar
Seng-Chiu.
Mendadak suara derap kaki kuda yang amat santar berkumandang datang dari arah depan
belasan ekor kuda jempolan dengan gagah dan cepatnya menerjang keluar dari balik pintu
menyongsong kedatangan mereka. Dari jauh memandang rombongan tersebut. Ob Sam segera
menghardik keras, “Siapa di situ???”
“Yang baru datang benarkah Oh San ya??” sahutan nyaring menggema tiba.
Sementara pembicaraan masih berlangsung ke dua belah pihak telah saling berdekatan,
terdengar suara ringkikan kuda menjulang ke angkasa, dua belas orang mendatang bersamasama
loncat turun dari atas kuda dan berdiri penuh rasa bormat di depan pintu kereta.
Gorden kereta tersingkap, Pek Koen Gie menengok sekejap keluar sambil bertanya, “Loe Hoen
Tongcu, kalian datang kemari dengan menggembol senjata tajam apakah telah terjadi suatu
peristiwa diluar dugaan??”
Pria kekar yang menggembol golok besar bergagang emas pada punggungnya itu segera maju
menjura, lalu menjawab, “Barusan hamba sekalian memperoleh laporan kilat yang mengatakan
di dusun sebelah timur telah kedatangan serombongan manusia yang sangat mencurigakan,
keadaan mereka seperti orang yang sedang mengungsi…..“
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
50
“Aku akan menantikan laporanmu di ruang kantor cabang!” tukas Pek Koen Gie tanpa
menantikan orang itu menyelesaikan kata-katanya. “Andaikata rombongan itu adalah keluarga
dari Chin Pek Cuan, segera tangkap semua dan gusur ke dalam kantor, jangan lepaskan barang
seorangpun diantara mereka dan jangan kalian celakai pula jiwa mereka!”
Habis berkata ia ulapkan tangannya.
Orang she Loei itu mengiakan dengan penuh rasa hormat, diikuti oleh anak buahnya masingmasing
meloncat naik ke atas kudanya.
Mendadak Oh Sam meloncat ke depan jendela katanya, “Chin Loo jie adalah seorang manusia
pemberani sudah tersohor akan kekerasan hatinya ia tak sudi menyerah kepada musuhnya dan
tidak
takut mati untuk menangkap beberapa orang itu hidup-hidup, hamba rasa beberapa orang
ini masih belum mampu untuk melakukannya.”
“Ehmm, kalau begitu kaupun ikut pergi!”
Seketika ada seseorang yang menyerahkan kuda tunggangannya untuk Oh Sam sedang ia sendiri
menggantikan kedudukan sebagai kusir kereta.
Dalam waktu singkat Oh Sam beserta orang-orang itu telah berlalu dari Kereta kuda masuk ke
dalam
Pek Koen Gie turun dari kereta mengangguk terhadap orang-orang yang menyambut
kedatangannya kemudian langsung menuju ke ruang dalam.
Siauw Leng dengan menjinjing sebuah kotak terbuat diri emas menyusul di belakangnya diikuti
orang yang bertindak sebagai kusir tadi membopong lubuh Hong-po Seng.
Orang itu membawa tubuh pemuda she Hong-po ini menuju ke sebuah ruang besar dan
menyandarkan dirinya di atas sebuah kursi besar, sementara meja perjamuan telah dipersiapkan
di tengah ruangan.
Selesai cuci muka dan garti pakaian Pek Koen Gie muncul dalam ruangan itu diiringi
serombongan wanita.
Pek Koen Gie duduk di kursi utama, dua orang wanita mengiringi dikedua belah sampingnya
sedang sisanya mengitari di depan meja, terdengar suara pembicaraan yang nyaring dan ramai
berkumandang memenuhi seluruh ruangan, semua orang bergembira ria kecuali Pek Koen Gie
seorang, wajahnya selalu murung dan kesal jarang sekali ia buka suara untuk bercakap-cakap
apalagi tertawa.
Di tengah perjamuan, seorang dayang muncul sambil membawa sebuah nampan, di atas
nampan terletak secawan air jahe serta sembilan buah mangkok kecil, dalam mangkok masingmasing
diisi dengan cuka, minyak kayu putih, arak kuning, air jeruk serta pelbagai macam obatobatan
lainnya dan segumpal kapas Siauw Leng tertawa cekikikan, dengan wajah berseri-seri ia
meudekati tubuh Hong-po Seng, mula-mula ia cekoki pemuda itu semangkok air jahe, kemudian
dengan menggunakan kapas yang dicelupkan ke dalam minyak kayu putih ia mulai menggosok
wajah Hong-po Seng yang berwama hitam pekat itu.
Sepertanak nasi telah lewat namun warna hitam di atas wajan Hong-po Seng sama sekali tak
luntur ataupun berubah, maka Siauw Leng mengambil lagi segumpal kapas yang direndam
dengan air cuka, namun obat perubah warna itu benar-benar sangat hebat, meski sudah digosok
berulang kali hasilnya tetap nihil, wajah
Hong-po Seng tetap hitam pekat seperti sedia kala.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
51
Siauw Leng jadi amat kecewa, melibat si anak muda itu mulai menyusun kembali ia sege ra
goyang-goyangkan tubuhnya sambil berteriak keras, “Hey Hong-po Seng, sebenarnya wajahmu
sudah kau polesi dengan obat apa?”
Pek Koen Gie sendiripun merasa ingin tahu bagaimana gerangan wajah sebenaroya dari pemuda
itu, ia berhenti minum dan alihkan sinar matanya ke arah
pasang mata lainnya berbareng dialihkan ke atas wajah Hong-po Seng.
Pemuda she Hong-po yang baru saja mendusin dan pingsannya hanya memandang sekejap ke
arah sekelilingnya dengan wajah mendelong lama sekali ia baru bertanya, “Nona apa yang kau
tanyakan?”
“Eeei, wajahmu telah kau polesi dengan obat apa?” teriak Siauw Leng.
Hong-po Seng tahu kematian tak akan terbindar dari dirinya, ia jadi malas buka suara. tapi iapun
takut dayang cilik itu ribut tiada bentinya. maka ia menyahut, “Sejak aku berusia tujuh tahun,
setiap hari wajahku kugosok dengan air obat, tiga tahun kemudian wajahku telah berubah jadi
begini dan mungkin selama hidup Wajahku tak akan pulih kembali seperti sedia kala, nona cilik,
aku lihat lebih baik kau tak usah buang tenaga dengan percuma!”
“Hey, sampai di mana sih kelihayan dari musuh-musuh besarmu?? Hingga kau pandang
persoalan yang kecil jadi masalah besar??”
Mendadak terdengar pek koen gie mendengar dengan suara dingin.
Sorot mata Hong-po Seng berkilat, ia melirik sekejap ke arahnya seakan-akan hendak
mengucapkan sesuatu namun akhirnya ia batalkan maksud tersebut dan pejamkan kembali
matanya.
Siauw-Leng si dayang cilik jadi kheki, sambil mencibirkan bibirnya ia menyingkir dari situ.
Perempuan yang duduk di sebelah sisi Pek Koen Gie mendadak menimbrung dengan suara
lantang, “Hey bocah muda, perduli siapakah musuh besarmu asal kau mohonkan bantuan serta
perlindungan dari siocia kami, meski Thian Ong Loo-cu ataupun Giok-Hong-Thay Tie tak nanti
mereka berani mengganggu selembar jiwamu!”
Hong-po Seng tetap pejamkan matanya dengan mulut membungkam, terhadap ocehan
perempuan tersebut ia sama sekali tidak ambil gubris.
Diam-diam Pek Koen Gie jadi mendongkol, ia angkat cawan araknya dan sekali teguk
menghabiskan isinya, mendadak satu ingatan berkelebat dalam benaknya, ia berpikir, “Senang
hidup, takut mati adalah kebiasaan dari manusia, sekarang ia berlagak angkuh dan sombong
tidak lebih karena terdorong oleh emosi belaka, asal aku dapat memancing rahasia hatinya dan
berhasil mengetahui kelemahannya, maka ia akan takut menghadapi kematian, asal dalam
hatinya sudah timbul rasa takut menghadapi kematian, tidak terlalu sulit bagiku untuk
menaklukkan dirinya.”
Berpikir ia lantas tertawa dingin katanya, “Hong-po Seng, kematianmu telah berada di ambang
pintu, bila kau masih terdapat pekerjaan atau tugas yang belum sempat diselesaikan utarakan
saja kepadaku, mengingat kau mempunyai beberapa bagian semangat seorang ksatria, setelah
kau mati aku dapat perintahkan orang-orang untuk menyelesaikannya!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
52
“Antara kau dengan aku terpisah oleh paham yang berbeda, aku rasa tidak baik kalau kita
bekerja sama,” tampik Hong-po Seng dengan suara hambar, matanya melotot besar. “Maksud
baik dirimu lebih baik kuterima di dalam hati saja, aku tak berani merepotkan diri nona.”
Meski ia diluar bicara demikian, dalam hati terbayang kembali wajah ibunya yang penuh kasih
sayang, teringat kembali ucapan ibunya bahwa hanya teratai racun empedu api saja yang dapat
menyembuhkan sakitnya serta memulihkan kembali kepandaian silatnya, tanpa sadar titik air
mata jatuh berlinang membasahi pipinya.
Haruslah diketahui bagi orang ksatria lebih baik mati terbunuh daripada menerima penghinaan,
meskipun Hong-po Seng mempunyai keinginan untuk melanjutkan hidup namun andaikata ia
disuruh berlutut di hadapan Pek Koen Gie sambil mendengarkan nasehat serta tegurannya, hai
itu boleh dibilang merupakan suatu penghinaan yang maha besar bagi seorang manusia, juga
merupakan penghinaan terhadap keluarga kakek moyangnya. Oleh karena itu setelah dipikirkan
pulang pergi, ia merasa kematian adalah jalan yang terbaik baginya untuk ditempuh.
Kini terpancing oleh Pek Koen Gie, tanpa sadar air mata telah membasahi wajahnya.
Pek Koen Gie pribadi sebagai seorang putra pangcu yang paling berkuasa di kolong langit pada
hari-hari biasa selalu andalkan kekuasaan ayahnya untuk berbuat sewenang-wenang, mengikuti
adatnya setelah Hong-po Seng menyinggung perasaan halusnya sebagai seorang wanita, ia
bersumpah untuk membalas dendam sakit hati ini. Sekarang melihat si anak muda itu telah
mengucurkan air matanya, ia jadi girang, biji matanya mengerling sekejap ke arah Siauw Leng
memberi tanda.
Siauw Leng adalah seorang dayang yang masih muda, watak kekanak-kanakannya belum hilang,
ia takut sebelum sempat melihat wajah sebenarnya dari Hong-po Seng dia keburu mati, maka
menjumpai keringanan mata majikannya, ia segera mengambil semangkok nasi dan diberikan
kepada seorang dayang disisinya sambil berpesan, “Lengan toaya itu tidak leluasa untuk
bergerak, cepat kau suapin dirinya hingga kenyang!”
Hong-po Seng sudah seharian penuh tidak bersantap, perutnya sejak semula sudah terasa amat
lapar, dalam keadaan seperti ini diapun ogah untuk memperhatikan adat istiadat lagi, di bawah
suapan dayang tadi dalam waktu singkat ia telah menghabiskan dua mangkok nasi.
Suasana di dalam ruangan ini nyaman dan hangat, selesai bersantap merasa semangatnya pulih
kembali, keempat anggota badannyapun sudah mulai terasa segar, maka ia lantas pejamkan
matanya diam-diam mengatur napas.
Setelah menderita siksaan seharian penuh, semangat dan kekuatan Hong-po Seng mengalami
kerusakan yang sangat hebat, dalam semedinya ia temukan seluruh urat-urat penting di atas
bahu kirinya telah tersumbat, meski lengan kirinya mungkin jadi cacad namun jiwanya masih
dapat diselamatkan, maka dari itu ia tidak terlalu merasa kuatir.
Selesai berlatih beberapa saat lamanya ia merasa badannya jadi lelah, pandangannya berkunang
dan ia tertidur nyenyak.
Pek Koen Gie sendiri selesai bersantap berbicara sejenak dengan perempuan-perempuan itu,
karena hatinya murung ia segera berpamitan dan kembali ke kamarnya.
Siauw Leng mengikuti majikannya duduk tepekur di atas meja….. lama kelamaan ia sen diri
terlelap dalam tidurnya.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
53
Kentongan ketiga…. kentongan keempat… kentongan kelima ayam mulai berkokok suara
ketukan Bek Hie dari kaum paderi berkumandang di tengah kesunyian.
Mendadak terdengar suara derap kaki kuda secara lapat-lapat berkumandang datang. Pek Koen
Gie tersentak bangun dari tidurnya, sepasang biji mata yang bening memancarkan cahaya tajam,
tanpa sadar ia melirik sekejap ke arah Hong-po Seng.
Siauw Leng pun tersentak bangun dari tidurnya, dengan mata masih mengantuk ia berseru,
“Siocia, apakah air tehnya sudah dingin?”
Hong-po Seng pun baru saja mendusin dari tidurnya, mendengar suara hiruk-pikuk di luar
ruangan yang bercampur dengan isak tangis kaum wanita dan bocah cilik mula-mula ia tertegun,
sementara suara gaduh tadi sudah semakin dekat dengan ruangan mereka.
Mendadak gorden tersingkap. Oh Sam masuk ke dalam lebih dahulu diikuti anak buah kantor
cabang
sudah berada dalam ruangan semua.
Diam-diam Hong-po Seng melirik sekejap ke arah orang-orang itu, ia temukan salah seorang
dara berbaju hijau yang ada di situ bukan lain adalah Chin Wan Hong puteri kesayangan dari
Chin Pek Cuan, dengan hati terperanjat ia loncat bangun, teriaknya, “Nona Chin, dimanakah
ayahmu?”
Waktu itu Chin Wan sedang memayang seorang nenek tua yang rambutnya telah beruban
semua, melihat kemunculan Hong-po Seng di tempat itu ia berdiri tertegun, lama sekali baru
sahutnya, “Ayah serta engkohku menguatirkan keselamatanmu maka kemarin malam mereka
memisahkan diri untuk mencari dirimu, sekarang entah mereka berada dimana???”
Dengan tajam ia perbatikan sekejap wajah pemuda itu lalu tanyanya berubah, “Kau terluka
parah???”
Hong-po Seng menggeleng.
“Tidak terlalu menguaitrkan!”
Sinar matanya merayap sekejap ke sekeliling ruangan, ia temukan diantara sembilan orang
lainnya ada enam orang adalah perempuan dan seorang adalah bayi yang masih kecil, di
samping itu terdapat seorang kakek berjubah hijau serta seorang pria berusia tiga puluh
tahunan, tubuh mereka berdua telah basah oleh lepotan darah segar, sepasang tangannya
dibelenggu di atas panggung.
Oh Sarn berjalan mendekati majikannya lalu membisikkan sesuatu kesisi telinganya, Pek Koen
Gie segera mengangguk tiada hentinya.
“Chin Wan Hong!” mendadak ia menegur dengan nada dingin. “Tiga orang manusia dari kantor
cabang
Hong-po seng cepat berpaling, dengan wajah gusar timbrungnya dari samping, “Bukankah
cayhe sudah berkata berulang kali, ketiga orang itu modar di ujung pedang bajaku. mengapa
nona menuduh orang lain yang bukan-bukan??”
Pek Koen Gie tertawa seram.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
54
“Baiklah. siapa duluan siapa belakangan sama saja!” ia menoleh dan menambahkan “Loe Tongcu
perintahkan orang untuk siapkan alat siksaan!….”
Untuk menyiksa seseorang caranya berbeda jauh dengan cara membunuh orang, ketika
dilihatnya Hong-po Seng sama sekali tidak dibelenggu dan takut si anak muda itu memberikan
perlawanannya hingga anak buahnya tak sanggup melayani, mendengar perintah tersebut buruburu
Loe Hoen Tongcu menjura.
“Biarlah hamba turun tangan sendiri!”
Tangannya berkelebat mencabut keluar golok besar gagang emas dari atas punggungnya
kemudian dengan langkah lebar maju ke depan.
Hong-po Seng putar otaknya dengan cepat ia tahu percuma baginya untuk melawan, maka
sambil bulatkan tekad ia berdiri tak berkutik di tempat semula.
Selangkah demi selangkah Loe Hoen Tong berjalan semakin dekat, kaki-kakinya mendadak
ditekuk, tiga jari tangan kirinya menusuk kehadapan matanya sementara lengan menggapai
membacok-bacok kepala lawan.
Cahaya emas tampak berkelebat lewat, sebentar lagi batok kepala Hong Pe Seng bakal berpisah
dengan badannya.”
Mendadak Chin Wan Hong menjerit, keras dan membentak sambil menahan isak tangis, “Turggu
sebentar!”
Loe Hoen Tongcu terperanjat dia ingin menarik kembali serangannya namun tak sempat, di saat
yang kritis itulah mendadak pergelangan tangannya terasa bergetar keras, tahu-tahu golok
emasnya sudah terjepit oleh dua jari tangan Oh Sam.
Kendati begtu tak urung leher kiri Horg po Seng termakan juga oleh bacokan tersebut hingga
muncul sebuah bekas luka yang panjangnya mencapai dua coen, darah segar-segar mengalir
keluar dengan derasnya.
Bagaimanapun juga Oh Sam adalah pelayan lama keluarga Pek, dengan mata kepala sendiri ia
saksikan Pek Koen Gie menginjak dewasa, terhadap tabiat serta tingkah laku majikan mudanya
ini ia mengetahui sangat jelas, ia tahu andaikata majikannya ada niat membinasakan Hong-po
Seng, sejak semula pemuda itu telah dibunuhnya! jiwa si anak muda itu dapat selamat hingga
kini jelas menunjukkan kalau ia mempunyai tujuan lain karena itulah di saat yang kritis ia telah
menjepit gagang golok orang.
“Loe Hoen tongcu tunggu sebentar!” serunya. “Siocia sedang menyelidiki siapakah pembunuh
yang sebenarnya dari ketiga orang kita, coba kita dengar dulu apa yang hendak diucapkan
perempuan itu!”
Lolos dari lubang kematian Hong-po Seng merasakan hatinya jadi kosong. setelah termangumangu
beberapa saat lamanya ia baru berpaling ke arah Chin Wan Hong.
Tapaklah sepasang mata gadis itu telah basah oleh air mata, timbul rasa iba dan kasihan dalam
hati kecilnya segera ia berkata, “Nona Chin, sebetulnya aku tidak ingin memberitahukan
kepadamu, tapi setelah kejadian berubah jadi begini akupun terpaksa harus berbicara
sesungguhnya. Chin Wan Hong mengangguk.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
55
“Apa yang hendak kau katakan, utarakanlah keluar, bila tidak ingin dikatakan janganlah kau
ucapkan!”
Hong-po Seng tertawa ramah.
“Ayahmu telah melepaskan budi yang tak terhingga besarnya kepada keluarga Hong-po kami,
aku Hong-po Seng sengaja datang ke
kebaikan tersebut. Setelah terjadinya peristiwa seperti ini kendati aku Hong-po Seng harus
mengorbankan selembar jiwaku keselamatan seluruh keluarga Chin harus kupertahankan terlebih
dahulu, kalau tidak aku bakal malu pulang ke rumah, daripada tugasku tak terselesaikan lebih
baik aku mati di sini saja.”
Chin Wan Hong tertegun beberapa saat lamanya, mendadak ia berpaling ke arah Pek Koen Gie
seraya berkata, Keluarga paman
nenekku dan ibuku juga bukan orang-orang dunia persilatan, andaikata kau suka melepaskan
mereka pergi, segera akan kuberitahukan siapakah pembunuh yang sebenarnya.”
“Heee..heee, pandai amat kau berbicara,” jengek Pek Koen Gie sambil tertawa dingin. “Baiklah,
coba kau katakan lebih dahulu siapakah
pembunuh yang sebenarnya?”
“Ketiga orang itu semuanya mati di ujung senjataku,” sahut Chin Wan Hong dengan air mata
bercucuran, “Mayat mereka telah kami buang ke dalam lorong rahasia keluarga kami, aku rela
mengorbankan jiwaku untuk menebus dosa tersebut.”
Meski perkataan itu diutarakan halus, luwes tanpa emosi namun sikapnya kukuh dan teguh,
rupanya dia hendak korbankan selembar jiwanya demi menyelamatkan seluruh jiwa keluarganya.
“Hemm, polos amat jalan pikiranmu!” jengek Pek Koen Gie sambil mendengus dingin, “Orangorang
dari perkumpulan Sin Kee Pang bukan manusia sebangsa gentong nasi yang bisa
dipermainkan seenaknya, dengan andalkan kepandaian silat yang kau miliki masa mampu untuk
mencabut selembar jiwanya Kwa-Jhay?”
“Heng-jie!” tiba-tiba nenek tua berambut putih itu buka suara, “Nenekmu telah berusia tujuh
puluh
melepaskan paman Yapmu sekeluarga, kita orang-orang dari keluarga Chin akan tetap tinggal di
sini.”
“Loo Tiay Koen!“ mendadak kakek berbaju hijau itu menyela sambil tertawa tergelak!’ Dewasa ini
seluruh penjuru kolong langit telah dijajah oleh kaum iblis serta manusia-manusia laknat yang
terkutuk, bagaimanapun juga aku Yap See Ciat pernah mempunyai nama besar dalam dunia
persilatan, kini keadaanku terdesak hingga harus bersembunyi di desa menjadi petani, bila aku
tidak korbankan selembar jiwaku demi keadilan, akan ditaruh kemanakah selembar wajahku ini?”
Hong-po Seng yang mendengar perkataan itu diam-diam menghela napas panjang pikirnya,
“Aaai, jaman apakah ini? Kenapa kaum kesatria dan patriot-patriot gagah hanya bisa main
bersembunyi belaka? Sekali unjukkan diri, kematian segera mengancam jiwa raganya.”
Tiba-tiba Pek Koen Gie betseru keras, “Bagus! Kalau memang kalian pingin mati semua, akan
kupenuhi harapanmu semua!” ia menoleh dan hardiknya, “Gusur mereka semua keluar dari sini
dan habiskan nyawa mereka!”
Dari perubahan wajah dara cantik itu Loe Hoen Tongcu mengerti bahwa majikan muda nya ini
benar-benar sudah naik pitam, keputusan yang diambilpun bukan gertak sambal lagi, dengan
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
56
golok tersoren ia segera melangkah ke depan siap memenggal batok kepala kakek berambut
hijau itu.
Hong-po Seng terperanjat menghadapi situasi semacam itu, cepat-cepat dia mendongak dan
tertawa keras.
Suaranya keras, tinggi dan melengking amat menusuk pendengaran, suaranya jauh lebih tak
enak didengar dari pada isak tangis yang menyedihkan, begitu panjang dan keras gelak
tertawanya sampai air muka semua orang berubah hebat, darah segar mulai mengucur dan
ujung bibirnya membasahi wajah dan dadanya.
Pek Koen Gie segera meloncat bangun, sambil mendepak meja hardiknya keras-keras, “Hong-po
Seng….. apa yang kau tertawakan???”
“Hm…. Hm…. betapa gagahnya perkumpulan Sin Kee Pang, ha….. ha….. betapa jantannya jagojago
perkumpulan panji sakti.”
Dengan langkah lebar ia maju ke muka, kemudian bertekuk lutut dan jatuhkan diri berlutut
dihadapan dara ayu itu.
Tindakan ini benar-benar luar biasa sekali, kecuali Siauw Leng si dayang cilik yang mengetahui
duduk perkara sebenarnya, baik para jago dari perkumpulan Sin Kee Pang maupun para anggota
keluarga dari Chin Wan Hong sama-sama, tertegun dan berdiri melongo, mata mereka terbelalak
lebar-lebar, tak seorangpun mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
Pek Koen Oie sendiri walaupun dalam hatinya memang ada niat untuk menghina dan
mempermalukan si anak muda itu, namun setelah Hong-po Seng jatuhkan diri berlutut
dihapannya tak urung ia dibikin terkesiap juga sehingga untuk beberapa saat lawannya berdiri
termangu-mangu.
Lama sekali…… akhirnya ia tertawa seram.
“Hmm….. Hmm. Hong-po Seng, apa maksudmu berlutut di hadapanku??”
“Apalagi??” sahut Hong-po Seng sambil angkat kepalanya. ”Tentu saja masuk menjadi anggota
perkumpulan Sin Kee Pang! Kesusahan dan kesulitan hanya bisa dibebaskan deugan
kematian, ternyata kematianpun tidak mudah diperoleh”
Pek Koen Oie betul-betul naik pitam, telapak tangannya langsung diayun menggaplok pipi si anak
muda itu keras-keras.
Hong-po Seng mendengus berat, setelah isi perutnya terluka ia tak sanggup mengerahkan
tenaga dalamnya untuk melawan, termakan gaplokan tersebut dalam mulutnya segera terasa
ada sesuatu yang mengganjal, ketika disemburkan ke atas telapak, tampaklah benda itu bukan
lain adalah tiga biji gigi yang berlumurkan darah segar.
OoOoO
Bab 5
PADA dasarnya Chin Wan Hong adalah seorang nona yang balus lembut dan berhati penuh welas
kasih, setelah menyaksikan penderitaan serta penghinaan yang diterima Hong-po Seng, hatinya
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
57
jadi amat sedih seperti diiris-iris dengan pisau, ia meraung keras, “Manusia she Pek! nonamu
akan beradu jiwa
dengan dirimu!”
Bagaikan macan betina yang terluka ia menubruk ke arah lawannya dengan suatu tubrukan
ganas.
Tempo dulu semasa Yap Soe Cat masih berkelana di dalam dunia persilatan, dengan andalkan
ilmu telapak dan ilmu pedangnya ia berhasil memperoleh julukan sebagai “Ceng Lian Kiam Khek”
atau si Jago Pedang rambut hijau, andaikata pada malam ini tiada Oh Sam yang turun tangan
membantu, orang-orang dari perkumpulan Sin Kee Pang belum tentu bisa menangkap
pertarungan tersebut.
Sekarang. kendati sepasang telapaknya telah terbelenggu namun setelah menyaksikan Chin Wan
Hong turun tangan, iapun segera genjotkan badannya mengirim satu tendangan kilat ke arah Oh
Sam.
Sayang seribu kali sayang, walaupun kedua orang itu turun tangan hampir pada saat yang
bersamaan, apa daya kekuatan mereka masih belum sanggup menandingi kepandaian lawannya.
Melihat datangnya serangan, Ob Sam segera mengigos ke samping diikuti secara beruntun ia
melancarkan tiga buah serangan sekaligus… dalam satu kesempatan punggung Yap Soe Ciat
berhasil dihajar hingga membuat tubuhnya mencelat keluar dari ruangan, sedangkan Pek Koen
Gie dalam sekali ayunan tangan saja telah berhasil menotok jalan darah dari Chin Wan Hong.
Pria berusia tiga puluh tahunan yang ikut tertawan bukan lain adalah putra dari Yap Soe Ciat,
melihat ayahnya sudah turun tangan diapun segera melancarkan satu tendangan dahsyat
menghajar lambung Loe Hoen Tongcu
Situasi serba kacau ini mengejutkan bayi dalam pondongan salah satu keluarga
keras dengan cepat bergema memenuhi ruangan, suasana jadi kacau dan suara hiruk-pikuk
melanda di mana-mana.
Hong-po Seng jadi gelisah bercampur cemas dalam keadaan yang tertekan batinnya ia tak
sanggup mempertahankan diri, tidak ampun lagi si anak muda itu jatuh tak sadarkan diri.
Mendadak terdengar Pek Koen Gie membentak gusar, “Gusur keluar mereka semua siapkan
kereta
dan segera lanjutkan perjalanan.”
Begitu perintah tersebut diucapkan para anggota perkumpulan Sin-Kee-Pang segera menggusur
para tawanan keluar dari ruangan salah satu diantaranya mencengkeram tubuh Chin Wan Hong
yang menggeletak di atas tanah, sedang yang lain mencengkeram tubuh Hong-po Seng.
Siapa sangka mendadak Pek Koen Gie me lancarkan satu tendangan kilat menghajar tubuh orang
itu, membuat tubuhnya mencelat keluar dan ruangan dan untuk sesaat tak sanggup bangun.
Kemarahan gadis she Pek itu tidak sampai di
hingga beberapa ubin retak berserakan setelah itu baru berlalu dari
ruangan pulih kembali dalam kesunyian hanya Hong-po Seng seorang masih menggeletak
terlentang di atas tanah, suasana di luar ruangan hening dan sepi……. jelas anggota keluarga
Chin serta
Kurang lebih sepenanak nasi kemudian Pek Koen Gie muncul kembali dari ruang dalam ia melirik
sekejap ke arah tubuh Hong-po Seng yang menggeletak di atas tanah kemudian meneruskan
langkahnya menuju ke ruang depan, Siauw Leng si dayang cilik itu mengikuti di belakangnya, ia
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
58
perintahkan dua orang dayang lainnya menggotong tubuh si anak muda itu berjalan keluar
mengikuti di belakangnya.
Kereta kuda telah siap menanti di beranda luar, para anggota perkumpulan Sin-Kee Pang cabang
majikan mudanya.
Setelah turun dari undak-undakan batu, mendadak dari sakunya Pek Koen Gie ambil keluar
sebuah panji kecil terbuat dari kain kuning sambil menyerahkan benda itu ke tangan Loe Hoen
Tongcu, pesannya,
“Perintah kepada para kantor cabang di tujuh propinsi, persengketaan antara perkumpulan Sin
Kee Pang dengan Chin Pek Cuan untuk sementara waktu ditangguhkan hingga waktu yang tak
terbatas, seandainya orang she Chin itu yang sengaja mencari gara-gara, diperkenankan
melawan dirinya dan bawa ke markas besar, tetapi dilarang mengganggu keselamatan jiwanya,
selesai menyampaikan perintah, Tanda perintah ‘Hong Loei Leng’ ini segera dikirim balik
kepadaku!”
Loe Hoen Tongcu mengatakan berulang kali, dengan tangan gemetar segera menerima angsuran
Tanda perintah tersebut.
Kiranya “Hong Loei Leng”’ adalah tanda perintah kelas utama di dalam perkumpulan Sin Kee
Pang, di dalam perkumpulan hanya Pek Koen Gie serta ayahnya saja yang masing-masing
memegang sebuah.
Organisasi perkumpulan Sin Kee Pang amat luas, peraturan amat ketat, berjumpa dengan tanda
peraturan itu sama halnya dengan bertemu dengan orangnya sendiri, dengan panji kecil itu di
tangan kemanapun kita pergi dan apapun yang kita minta segera akan terpenuhi, sampaipun
ingin mencabut jiwa seseorang nanti tak ada seorang manusiapun yang berani membangkang,
saking besarnya kekuasaan panji tersebut hingga boleh dibilang hampir sebanding dengan
kekuasaan seorang pangcu.
Meski Loe Hoen Toagcu sudah banyak tahun berbakti kepada perkumpulan Sin Kee-Pang, baru
kali ini ia melihat dan menerima panji kekuasaan tersebut.
Siauw-Leng perintahkan kedua orang dayang itu untuk menggotong tubuh Hong-po Seng naik ke
atas kereta, sementara Pek Koen Gie setelah memeriksa cuaca katanya, “Oh Sam kau boleh
istirahat sebentar, pilih orang lain untuk menggantikan sejenak kedudukanmu!”
Selesai berkata ia ulapkan tangannya dan masuk ke dalam ruang kereta diiringi salam perpisahan
dari anak buahnya.
Dalam pada itu udara gelap dan mendung, seorang lelaki berjubah hitam meloncat naik ke atas
kereta menggantikan Oh Sam sebagai kusir, di tengah ayunan cambuknya, kereta bergerak
menuju ke utara.
Dalam ruangan Hong-po Seng berbaring di atas kulit harimau, Siauw Leng mengganjalkan
selimutnya sebagai bantal pemuda itu. Di bawah sorot cahaya lampu tampak air mukanya pucat
pias bagaikan mayat, noda darah masih mengotori ujung bibirnya, keadaan pemuda itu kelihatan
mengerikan sekali.
Rupanya dayang cilik ini merasa rada takut, terdengar ia berseru, “Siocia, orang ini tak bisa
diganggu terus-terusan, aku lihat lebih baik kita lepaskan saja.”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
59
“Hmmm! Andaikata mau mengganggu dirinya terus kenapa?” jengek Pek Koen Gie sambil
mendengus dingin, ia merandek sejenak setelah memandang sekejap ke arah dada pemuda itu
katanya lagi, “Lepaskan jubah luarnya dan buang keluar. Hmmm sudah ternoda darah ditambah
bekas hangus terbakar…. Huh…. sungguh membuat hati orang jadi jemu!”
Siauw Leng melepaskan lebih dahulu ikat pinggang Hong-po Seng lalu melepaskan jubah
luarnya, dari dalam gentong air ia mengambil sedikit air bersih dan membersihkan noda darah di
atas wajahnya.
Melihat noda darah sudah bersih namun dayangnya masih saja menggosok wajah pemuda ini
tiada hentinya, kontan Pek Koen Gie mengerutkan alisnya.
“Eeei…. kenapa sih kau menggosok terus wajahnya??” ia menegur. Siauw-Leng tertawa
cekikikan.
“Aku ingin sekali melihat bagaimana sih wajahnya yang sebenarnya?…. Tampan atau jelek??”
“Cisss! Apanya yang menarik. Hmm? Coba rentangkan telapak kanannya,”
Siauw-leng mengiakan, dilihatnya tangan kanan pemuda itu mengepal kencang-kencang dari
celah-celah jarinya nampak noda darah, tapi sekalipun sudah dicoba berulang kali genggaman
tersebut belum berhasil juga direntangkan.
Melihat itu sambil tertawa dayang tadi lantas berseru, “Kencang amat genggamannya, mustika
apa sih yang sedang dia pegang?”
Sekuat tenaga ditariknya genggaman tangan pemuda itu, dalam sekali sentakan telapak Hong-po
Seng berhasil juga direntangkan. Ternyata benda yang dipegangnya itu bukan lain adalah tiga
biji gigi, saking kencangnya ia menggenggam sampai telapaknya terluka dan mengucurkan
darah.
Dayang itu jadi takut, jantungnya berdebar keras dan untuk beberapa saat lamanya ia tak berani
berkutik.
Mendadak terdengar Hong-po Seng merintih lirih, giginya yang tergerak membuat wajah nya
menunjukkan rasa sakit yang tak terhingga, diikuti badannya tak berkutik lagi.
Air muka Pek Koen Gie berubah hebat, tapi hanya sebentar saja ia telah berhasil menenangkan
kembali hatinya.
“Hey, ayoh cepatan sedikit, kenapa sih kau duduk termangu-mangu belaka..?” tegurnya.
Siauw Leng menjulurkan lidahnya, buru-buru ia membersihkan telapak tangan si anak muda itu
dari noda darah dan membungkus ketiga biji gigi tersebut dengan secarik kain.
Dari dalam sakunya Pek Koen Gie ambil ke luar sebuah bungkusan kain, dari dalam bungkusan
tadi mengambil keluar empat buah botol yang berisikan empat macam obat yang berbeda, ia
memilih dua biji di antaranya dan diserahkan ke tangan Siauw Leng.
Menerima dua biji obat itu dayang tersebut memandangnya sekejap, lalu sambil tertawa ia
bertanya, “Siocia! Bukankah obat ini adalah Jien Ci Wan obat untuk menyembuhkan luka
dalam?? lalu obat apa yang satunya lagi ini?”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
60
“Obat pemunah untuk luka bekas pukulan Kioe Pit Sin Ciaog.”
“Hm! Cerewet amat kau si budak cilik!”
Habis berkata ia jatuhkan diri berbaring di atas kursi malasnya.
Siauw Leng menghancurkan lilin pembungkus pil tersebut lalu menjejalkan obat tadi ke dalam
mulut Hong-po Seng, setelah itu dicekokkan pula beberapa teguk air bersih.
Pek Koen Gie yang sedang berbaring, mendadak melemparkan selembar kain tersebut. Siauw
Leng segera menyelimuti tubuh Hong-po Seng.
Setelah minum obat si anak muda itu hanya mendusin sebentar untuk kemudian tertidur kembali
dengan nyenyaknya.
Suasana untuk beberapa saat lamanya diliputi keheningan yang mencengkam, mendadak
terdengar Siauw Leng bertanya sambil tertawa.
“Siocia, menurut dugaanmu benarkah dia she Hong-po?”
“Hmm! Perduli amat dia mau she apa?”
“Dia bilang pernah berhutang budi kebaikan yang tiada taranya atas diri Chin Pek Cuan, kenapa
Chin Wan Hong tidak mengetahui akan persoalan ini.”
“Kepandaian silat yang dimiliki Chin Pek Cuan meski tidak terlalu lihay, namun hubungan
persahabatannya amat luas, para jago-jago lihay pada masa yang silam kebanyakan mempunyai
hubungan yang erat dengan dirinya. Mengenai persoalan ini setibanya di atas gunung rasanya
tidak sulit untuk mengetahuinya.”
Siauw Leng mengangguk.
“Dalam gelisah dan cemasnya Chin Wan Hong siap mengadu jiwa dengan diri Siocia, aku lihat
hubungan mereka berdua belum tentu hubungan biasa saja,” katanya lagi sambil tertawa.
Pek Koen Gie tertawa dingin,
“Hmm, ngaco belo tidak keruan…. kau anggap segala persoalan hanya kau saja yang tabu?”
Siauw Leng terbungkam untuk beberapa saat lamanya ia membisu dalam seribu bahasa.
Sesaat kemudian ia berpaling memandang sekejap ke arah Hong-po Seng, lalu ujarnya lagi
sambil tertawa, “Bagaimanapun juga aku tetap merasa bahwa Hong-po Seng mempunyai sedikit
keistimewaan yang berbeda jauh deagan orang lain, hanya saja aku tidak tahu dimanakah letak
keistimewaannya itu!”
Pek Koen Gie mendongak dan memandang sekejap ke arah dayangnya dengan sorot mata
tajam, kemudian melirik kembali ke arah Hong-po Seng katanya ketus, “Kalau kau berani
membicarakan soal Hong-po Seng sekali lagi, lidahmu segera akan kupotong jadi dua bagian!”
Siauw-Leng tertawa cekikikan, setelah di ancam ia benar-benar tidak berani berbicara lagi.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
61
Angin masih berhembus kencang dan salju masih turun dengan derasnya, di tengah getaran
bunyi roda kereta sehari telah berlalu dengan cepatnya.”
Daerah sekitar King-Ouw hingga mencapai Propinsi Su-Cuan sebagian besar terdapat kantor
Cabaing perkumpulan Sin Kee Pang, malam itu mereka menginap di
Ketika kereta berhenti berlari, mendadak Hong-po Seng tersentak bangun dari tidurnya, lubang
hidung segera mencium bau harum semerbak yang menyegarkan badan ketika ia membuka
matanya tampaknya ia sedang berbaring di dalam kereta, sementara ujung gaun Pek Koen Gie
persis sedang menggeser di sisi pipinya ketika dara itu sedang melangkah keluar dari dalam
kereta.
Siauw Leng segera berjongkok di sisi tubuhnya, terdengar ia menegur sambil tertawa,
“Bagaimana keadaan lukamu? Apakah sudah rada baikan?”
Hong-po Seng tidak. langsung menjawab, ia bayangkan kembali semua peristiwa yang barusan
dialami setelah itu balik tanyanya, “Semua anggota keluarga Chin dan
Siauw Leng tertegun, ia merasa ucapan dari pemuda tersebut meski lama sekali tak berubah
namun nadanya kosong melompong seolah-olah datang dari tempat kejauhan dan bukan muncul
dari mulutnya sendiri, ia terbelalak dan untuk beberapa saat lamanya tak sanggup mengucapkan
sepatah katapun.
“Bagaimana? Apakah telah dibunuh semuanya?” terdengar Hong-po Seng menegur lagi dengan
cepasang alis berkerut.
Siauw Leng terperanjat buru-buru sahutnya, “Aaah! tidak, mereka telah dilepaskan semua!”
Diikuti iapun menceritakan secara bagaimana Pek Koen Gie telah turunkan perintahnya yang
ditujukan ke seluruh kantor cabang di tujuh propinsi untuk sementara waktu menunda
persengketaan mereka dengan Chin Pek Cuan. Di samping itu menceritakan pula secara
bagaimana majikannya telah menghadiahkan obat pemunah baginya.
“Bagaimana keadaan lukamu sekarang?” Diam-diam Hong-po Seng tarik napas panjang dan
mengatur hawa murninya, ia merasa seluruh sumbatan jalan darahnya telah lancar kembali, jelas
luka yang dideritanya telah sembuh seratus persen, maka ia lantas menyahut, “Luka yang
kuderita sudah hampir sembuh seperti sedia kala, terima kasih atas pemberian obat mujarab dari
siocia kalian”
Sekali lagi Siauw-Leng dibikin melengak oleh nada ucapannya yang kosong dan hambar.
“Eeei, bagaimana sih kau ini?” serunya sambil tertawa “Siociaku berarti pula siociamu, jangan
membangkitkan hawa amarahnya lagi!”
Hong-po Seng mengiakan, ia singkap selimut yang menutupi tubuhnya lalu bangkit berdiri dan
keluar dari kereta, Siauw-Leng segera memimpin jalan ke depannya.
Kedua orang itu berjalan menerobosi beberapa buah halaman lebar dan akhirnya menuju ke
sebuah beranda sempit, dari situ mereka menuju ke sebuah bangunan loteng yang amat luas.
Dalam ruangan telah disiapkan beberapa buah meja perjamuan Ob Sam duduk di meja utama
sedang sebagian besar orang yang hadir di
Pang.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
62
Hong-po Seng merandek sejenak di depan pintu, kemudian ia meneruskan langkahnya menuju
ke arah meja perjamuan.
Siauw-Leng yang menyaksikan keadaan itu buru-buru mengejar masuk ke dalam ruangan, tapi ia
sendiripun tak tahu bagaimana harus mengatur diri si anak muda ini, untuk sesaat dayang itu
hanya bisa berdiri di depan pintu sambil memandang bodoh ke arah pemuda tadi.
Ketika Hong-po Seng melangkah masuk ke dalam ruangan, semua anggota perkumpulan Sin Kee
Pang tampak tertegun, tidak terkecuali pula diri Oh Sam sendiri, namun sebagai seorang jago
yang sudah berpengalaman dalam dunia persilatan dengan cepat ia dapat mengatasi kericuhan
itu, sambil menuding kursi di sisinya, orang she Oh itu lantas berseru, “Hong-po Seng mari
duduk di sini!”
Hong-po Seng menurut dan duduk di sisinya ketika semua orang mendengar bahwasanya
Sam membahasai si anak muda itu sebagai saudara, dengan cepat pula pandangan mereka jadi
berubah, tak seorangpun di antara mereka berani memandang rendah dirinya.
Menanti semua orang telah ambil tempat duduknya masing-masing Oh Sam baru berkata sambil
menuding ke arah si anak muda ini, “Saudara ini she Hong-po bernama Seng, berhubung suatu
kesalahpahaman ia telah membinasakan Tio Cien Loo Hoe-hoat kita, dan kini kesalahpahaman
tersebut telah diselesaikan, mulai kini la telah berbakti untuk perkumpulan kita.”
Dengan wajah adem dan tiada emosi, dengan sorot mata seram perlahan-lahan Hong-po Seng
bangkit berdiri, setelah menjura ke sekelilingnya ia duduk kembali di tempat semula, tak sepatah
katapun yang diucapkan keluar.
Tampak orang yang berada di hadapannya segera menjura dan berkata, “Siauw-te Tu Cu Siang,
atas kebijaksanaan serta cinta kasih Lo pangcu telah dianugerahi kedudukan sebagai Tongcu
cabang
Hong-po Seng memperhatikan sekejap wajah Tu Cu Siang, lalu sahutnya tawar, “Aku tak berani
menerima penghargaanmu!”
Meski ia telah masuk jago anggota perkumpulan dan belum diserahi jabatan, namun Tu Cu Siang
sebagai pemimpin satu daerah ternyata memandang hormat terhadap pemuda tersebut, sudah
tentu orang yang lain semakin tak perani bersikap kurangajar.
Tanpa orang yang berada di sini Tu Cu Siang segera memperkenalkan diri, “Cayhe bernama
Tong Keng, menjabat sebagai Piauw tauw perusahaan ekspedisi Tay Yong Piauw kiok!”
“Caybe Kho Tian Wie, menjabat ketua dari persekutuan dagang
lain.
Kata-kata “Cayhe menyambung” menyambung terus tiada hentinya satu demi satu orang-orang
itu memperkenalkan diri membuat Hong-po Seng makin mendengar merasa semakin
mendongkol.
Rupanya para pedagang kaum hartawan di
tunduk di bawah kekuasaan perkumpulan Sin Kee Pang, mereka khusus mengundang anggota
perkumpulan itu untuk menjabat pucuk pimpinan dengan jaminan perdagangan mereka bisa
berjalan dengan lancar, bukan begitu saja perjudian, pelacuran serta pajak-pajak lainnya boleh
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
63
dibilang merupakan sumber pemasukan dan subur bagi perkumpulan tersebut, orang lain tidak
membicarakan tentu saja Hong-po Seng tak tahu sampai sedalam-dalamnya.
Setelah mengalami penghinaan dan rasa malu yang tak terhingga, dalam sedihnya perangai
Hong-po Seng telah berobah hebat, kini ia jarang bicara tersenyum ataupun tertawa, girang atau
marah tak pernah ditampilkan diatas
wajahnya, wajah yang murung, dingin dan kaku
menimbulkan rasa bergidik dalam pandangan orang, seakan- akan setiap saat nafsu
membunuhnya bisa berkobar.
Selesai memperkenalkan diri arakpun diteguk berulang kali, sikap Hong-po Seng tetap dingin
kaku dan jarang berbicara, untung Oh Sam pandai melihat gelagat, banyolan serta
pembicaraannya berhasil menyemarakkan suasana perjamuan tersebut.
JILID 4
Selesai bersantap, dengan alasan keesokan harinya masih akan melanjutkan perjalanan Oh Sam
dibawah antaran Tu Cu Siang kembali kekamarnya untuk beristirahat.
Hong-po Seng sendiri setelah menutup pintu, dan mengatur pernapasannya sejenak, segera
meniup padam lampu lilin dan naik keatas pembaringan untuk beristirahat.
Diam-diam pikirnya dalam hati,
“Setelah kematian gagal kuperoleh sedang penghinaan serta rasa malu teiah kualami satusatunya
jalan yang terbaik bagiku adalah meneruskan hidupku sambil mencari kesempatan untuk
membalas dendam sakit hati ini.”
Berpikir sampai disitu matanya jadi pedat dan tanpa sadar air mata telah mengucur keluar
membasahi wajahnya dengan penuh kebencian ia berbisik, “Aku harus membasmi perkumpulan
Sin Kee Pang sampai keakar akarnya, manusia manusia durjana, manusia laknat dan kaum iblis
harus dibasmi habis dari permukaan bumi, terutama sekali Pek
mengandalkan kekuasaan ayahnya untuk berbuat sewenang wenangnya sendiri, orang pertama
yang harus kubasmi adalah perempuan keparat itu!
Mendadak ia teringat kembali akan ibunya, maka gumamnya jauh, “Ibu hidup sebatang kara
diatas puncak gunung, aku harus mendapatkan teratai racun empedu api itu agar cepat-cepat
bisa kuantar keatas gunung…..”
Berpikir sampai disitu ia menghela napas dan pejamkan matanya untuk tidur.
Ketika fajar baru menyingsing, Siauw Leng sambil membopong setumpuk pakaian telah
berjalalan masuk ke dalam kamar, ia segera memasang lampu lentera diatas meja hingga
suasana dalam ruangan itu jadi terang benderang.
Selama beberapa hari belakangan ini Hong-po Seng boleh dibilang lain hidup dalam penderitaan
dan siksaan, ditambah pula luka dalamnya baru saja sembuh: kendati sekarang ada orang yang
berjalan dalam kamarnya ternyata ia sama sekali tidak merasa, pemuda itu tetap tertidur dengan
pulasnya.
Siauw-Leng langsung mendekati kesisi pembaringannya, lampu lentera diangkat tinggi tinggi.
diam-diam ia memperhatikan raut wajah si anak muda itu dengan kesemsem.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
64
Tiba-tiba ia temukan disamping pembaringan basah oleh air mata, dayang ini segera tertawa
cekikikan: serunya, “Hey Hong-po Seng! ayoh cepat baagun, pakai baju baru, kenakan topi baru
dan ayoh merayakan Tahun Baru. haaah… haaah….”
Teriakan itu mengejutkan Hong-po Seng, ia segera tersentak bangun dari tidurnya. tampaklah
disisi pembaringan telah tertumpuk satu tumpukan pakaian baru, pedang baja miliknya terdapat
pula diantaranya bahkan telah diberi sarung kulit ular, disamping itu terdapat pula seutas tali
pinggang berwarna kuning.
Siauw-Leng meletakan lampu lentera itu ke atas meja, lalu sambil tertawa cekikikan katanya lagi.
“Ayoh cepatan dikit bersantap, sebentar lagi kita bakal melanjutkan perjalanan lagi. Aku harus
melayani siocia lebih dahulu!”
Selesai berkata dayang itu segera ngeloyor pergi.
Mernandang turnpukan pakaian baru dihadapannya Hong-po Seng duduk termangu-mangu
pikirnya, “Andaikata aku tidak mencuri makanan maka aku bakal mati kelaparan, rupanya apa
yang diinginkan manusla belum tentu bisa terpenuhi dengan memuaskan hati. Aaii..terpaksa aku
harus bersikap menuruti kaadaan yang kuhadapi.”
Berpikir demikian maksud hatinya untuk menjadi anggota perkumpuian Sin-Kee-Pang dan
bekerja sambil menanti kesempatan baik pun semakin teguh.
Sesaat kemudian dua orang dayang masuk ke dalam kamar sambil membawa alat untuk mencuci
muka, selesai berpakaian dan membersihkan muka buru-buru Hong-po Seng sarapan pagi,
kemudian setelah menggantungkan pedang bajanya dipinggang ia keluar dari kamar.
Kereta kuda telah disiapkan diluar, Tu Cu Siang sambil memimpin anak buahnya menanti disisi
kereta, ketika mellhat Hong-po Seng munculkan diri sambil menjura san muka penuh senyuman
sapanya, “Hong-po Seng selamat pagi!”
“Selamat pagi Tu heng, terima kasih atas perhatianmu yang berharga!”
Tu Cu Siang nampak melengak kemudian sambil tertawa buru-burut sahutnya, “Aaaah, cuma
barang yang tak berharga harap saudara tak usah sungkan-sungkan.”
Sementara pembicaraan masih berlangsung. terdengar suara dentingan nyaring berkumandang
datang, Pek Koen Gie diiringi oleh Siauw Leng telah turun dari atas undak undakan, Hong-po
Seng segera naik keatas kereta dan duduk disamping Oh Sam.
Ketika tiba duduk didepan kereta biji mata Pek Koen Gie yang bening melirik sekejap bayangan
Hong-po Seng kemudian masuk ke dalam kereta dan menurunkan horden.
Keretapun segera bergerak melanjutkan kembali perjalanannya menuju ke arah utara.
Demikianlah selama beberapa hari mereka melanjutkan perjalanan disiang hari dan beristirahat
dimalarn hari, suatu saat sampailah kereta mereka disebelah.utara Keng Ouw, dan memasukt
daerah pegunungan
Malam itu kereta mereka berhenti ditengah pegunungan dan beristirahat sebentar diudara
terbuka, Hong-po Seng pun duduk bersemedi diatas kereta menanti fajar telah menyingsing
mereka melanjutkan perjalanan meenuju kemarkas besar perkumpulan Sin Kee Pang.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
65
Duduk diatas kereta Hong-po Seng menyaksikan jalan raya disebelah depan bercabang jadi tiga
baglan, masing-masing cabang berhubungan dengan bukit ditiga penjuru, diatas bukit berdiri
sebuah benteng dan sekeliling benteng merupakan bangunan rumah yang rapat, diatas tiang
bendera masing- masing berkibar sebuah bendera berwarna hitam, terhembus oleh angin utara
panji-panji besar itu berkibar dengan megahnya.
Mendadak terdengar suara terompet berbunyi panjang diikuti anak panah bersuara berdesingan
diangkasa bunyi mercon bergeletar membelah bumi, dalam waktu yang singkat suara sorak sorai
yang gegap gempita bergema dari atas markas.
Pek Koen Gie melongok keluar dari jendela dan menggoyang-goyangkan tangannya ke arah
orang-orang diatas bukit, kurang lebih sepertanak nasi kemudian kereta mereka sudah
menembus dua bukit dan menuju katebing gunung.
Tengah hari kereta mereka sudah melewati Sam-Tong, tiga pos penjagaan terdepan dan
beristirahat sejenak, Tongcu dari “Sam Tong” diiringi para pelindung hukum, Hiang-cu serta anak
buahnya yang berjumlah hampir melebihi seratus orang banyaknya menyambut kedatangan putri
pangcu mereka dengan upacara yang megah.
Pek Koen Gie setelah berbicara singkat dengan anak buahnya dan kotak berisi makanan telah
diangkut naik keatas kereta, perjalanan pun dilanjutkan kembali.
Ditengah jalan terdengar suara Siauw-Leng berkumandang keluar dari balik ruangan yang
mengundang Oh Sam untuk bersantap. Hong-po Seng menerima tali les menggantikan
kedudukan sebagai kusir, menanti Oh Sam selesai bersantap si anak muda itupun disuruh masuk
ke dalam untuk menangsal perut.
Ketika Hong-po Seng melangkah masuk ke dalam kereta tampaklah Pek Koen Gte sedang duduk
sambil bertopang dagu, rupanya dara itu sedang memikirkan satu persoalan, diapun tidak ambil
perduli, duduk didepan meja kecil pemuda itu mulai bersantap setelah selesai buru-baru ia buka
pintu slap meloncat keluar.
“Hong-po Seng…” mendadak Pek Koen Gie menegur.
Si anak muda itu berhenti dan menoleh, “Siocia kau ada perintah apa?” tanyanya.
“Duduklah lebih dahulu, aku hendak berbicara denganmu!”
Hong-po Seng balik ke dalam ruang kereta lalu duduk bersila diatas lantai, sikapnya kaku dan
tanpa mengucapkan sepatah katapun ia menantikan gadis itu buka suara.
Dengan sorot mata tajam Pek Koen Gie menatap wajah pemuda itu tajam tajam, kemudian
tanyanya, “Bagaimana perasaaanmu setelah memasuki daerah penting dari perkumpulan Sin Kee
pang kami?”
Hong-po Seng tertegun untuk sesaat, rupanya ia tak menyangka kalau pertanyaan itulah yang
bakal diajukan kepadanya, setelah termenung dan berpikir sejenak jawabnya, “Jago lihay dari
perkumpulan Sin Kee Pang banyak bagaikan mega, dengan kepandaian yang cayhe miliki boleh
dibilang bagaikan kunang-kunang ditengah sorotan cahaya rembulan.”
Pek Koen Gie tertawa dingin.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
66
“Hmmm…. hmmm…. dalam ruang tengah dan bawah dari Sam Tong “Belum tentu terdapat jago
jago yang benar-benar memiliki ilmu silat lihay, tapi setelah kita melangkah lebih ke dalam maka
kepandaian mereka semua betul betul jauh lebih kosen dari pada dirimu coba kau berpikir yang
cermat lagi apa maksud dan tujuanku yang sebenarnya menahan dirimu masuk ke dalam
perkumpulan Sin Kee Pang?”
“Cayhe telah menyinggung perasaan siocia sedang Siocia merasa terlalu keenakan langsung
membinasakan diriku, oleh sebab itu aku sengaja diberi kesempatan untuk hidup lebih jauh agar
kau dapat mempermalukan dan sehingga dan sehingga diriku sepuas puasnya, cayhe bodoh
tolol, benarkah dugaanku ini?” kata Hong-po Seng dengan sepasang alis berkerut.
Pek Koen Gie tertawa hambar.
“Meskipun ucapanmu tidak salah namun belum tentu semuanya benar, aku bukanlah manusia
yang suka memelihara bibit penyakit dalam tubuh sendiri, andaikata aku tiada kegunaan lain
untuk menahan dirimu….. Hmmm, setelah kuhina dan kupermainkan sepuas puasnya sejak
semula jiwamu telah kubereskan.”
Perkataan yang begitu sadis diucapkan dengan nada tenang hal ini menunjukkan betapa
kejamnya hati dara ayu ini.
Hong-po Seng balas tertawa dingin jengeknya, “Cayhe bodoh dan tiada berpengetahuan,
kepandaian silat yang kumilikipun sangat cetek, entah apa gunanya siocia tetap
mempertahankan diriku?”
Mendadak Pek Koen Gie mendongak dan tertawa terbahak-bahak.
“Haaaaah….. haaaaah…haaaah…. tak nanti kau berhasil menebaknya….!”
Ia merandek sejenak lalu dengan air muka yang jauh lebih luwes katanya lagi sambil tertawa.
“Berbicara sedikit dengan nada kurang enak manusia semacam kau adalah sisa sisa dari
keturunan kaum ksatria gagah, manusia semacam dirimu sudah amat sulit didapatkan pada saat
seperti ini, apa lagi orang yang memiliki kepandaian silat semacam dirimu.”
“Pujian dari siocia membuat cayhe merasa bangga dan kepala besar!”
“Hmmm!” Pek Koen Gie mandengus dingin, wajahnya berubah menjadi adem kaku.
“Aku harap kau suka berpikir sekali lagi dengan serius, sebenarnya kau ingin mati atau ingin
hidup?”
“Tidak gampang ayah dan ibuku mamelihara aku hingga demikian besarnya, kenapa aku harus
mencari kematian buat diriku sendiri?”
“Siocia, bukankah dia pingin hidup? Biarlah dia hidup lebih jauh!” tiba-tiba Siauw Leng menyela
sambil tertawa. Aaaai…. sebelum obat keparat yang mempolesi wajahnya hilang dari situ,
sunggguh membuat aku jadi tak tenteram, makan tak enak tidurpan tak nyenyak!”
Kembali Pek Kun Gie mendengus berat.
“Hong-po Seng! terus terang kukatakan kepadamu, ayahku mempunyai seorang musuh
kebuyutan yang kini berhasil dikurung dalam perkumpulan Sin-Kee-Pang kami, dia mempunyai
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
67
sebilah pedang pendek berwarna emas yang panjangnya hanya
biasa. Pedang pendek itu mempengaruhi sekali kehidupan kami ayah dan anak bagaimana juga
kami harus mendapatkan pedang tersebut dari tangannya “.
“Siocia, apakah manusia aneh dibawah jeram yang kau maksudkan?” tiba-tiba Siauw-Leng
menyela dari samping.
“Tutup mulut! siapa suruh kau banyak cerewet.”
Siauw-Leng jadi ketakutan buru-buru ia tutup mulutnya rapat rapat dan tundukan kepalanya.
Terhadap dayang cilik ini Hong-po Seng mempunyai pandangan yang tidak jelek, melihat ia
ditegur segera timbrungnya, “Setelah orang itu berhasil dikurung, rasanya untuk
mempertahankan selembar jiwanya saja sudah tak mampu. apa susahnya mendapatkan pedang
pendek yang ia miliki?”
“Hmmm, pedang emas tidak berada disakunya, tempat penyimpanan senjata tersebutpun hanya
dia seorang tahu. andaikata tak mau mengaku terus terang sekalipun selembar jiwanya terancam
bahaya, bila kau jadi aku apa yang harus kau lakukan?”
“Andaikata cayhe yang menghadapi persoalan itu, segera kulepaskan orang tadi dari dalam
kurungan,“ jawab si anak muda itu tanpa berpikir panjang lagi.
Mendengar jawaban tersebut Siauw-Leng kontan tertawa cekikikan, buru-buru ia menutupi
mulutnya dengan tangan.
“Bagi kami lebih baik salah membunuh daripada salah membebaskan dirinya: Dan kini kau sudah
tetjatuh ditanganku. bila kau tak akan berbakti dengan sepenuh hati, akhirnya hanya jalan
kematian yang bakal kau dapatkan.
“Tentang soal ini cayhe bisa memahami.”
Sinar mata Pek Koen Gie berkilat, dengan tajam ia menatap wajahnya si anak muda itu lalu
katanya lagi, “Meskipun perkataan diutarakan demikian. kau masih mempunyai satu jalan hidup
yang bisa kau tempuh.”
“Maksud siocia. apakah kau hendak memerintahkan cayhe untuk pergi mencari pedang emas
itu?”
Pek Koen Gie mengangguk.
“Seandainya kau beruntung memperoteh pedang emas itu, perkumpulan Sin Kee Pang kami bisa
membuka sangkar melepaskan burung gereja, kemudian hari tak akan mencari gara gara dengan
dirimu lagi, seandainya kau masih belum dapat melupakan dendam sakit hati ini, setiap saat kau
boleh datang mencari aku untuk membalas dendam.”
“Maksud siocia bagus sekali, bila kau memang ada maksud mendapatkan pedang emas itu maka
pertama tama sang pemillk pedang emas itu harus dilepaskan lebih dahulu, biarlah cayhe
membuntuti dibelakangaya. Perduli tiga atau
hingga berhasil mendapatkan pedang pendek itu.”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
68
Siauw Leng tertawa cekikikan, seraya menu ding ke arah pemuda itu serunya, “Waaah….pinter
amat kau putar akal menyusun rencana…andaikata kami melepaskan orang itu, bukankah
kaupun mendapatkan kesempatan untuk kabur dari tangan kami? hebat benar otakmu….”
“Hmm! idemu ini bukannya tidak termasuk suatu tindakan yang amat sempurna…” terdengar Pek
Koen Gie berkata dengan suara dingin, ”cuma sayang sekali ilmu silat yang dimiliki orang itu
tidak berada dibawah kepandaian silat ayahku sendiri, melepaskan harimau dari kandang
merupakan suatu mara bahaya yang tak boleh dianggap main main, takutnya justru ia malah
balik menggigit orang.”
“Kalau kau tidak percaya dengan jalan pikiranku, pekerjaan ini jadi lebih sulit untuk dikerjakan,
membunuh orang itu berarti gagal mendapatkan pedang emas ttu, sebaliknya kalau
menyerahkan pedang emas tadi berarti jiwa sendiri terancam bahaya. andaikata aku jadi dia
maka lebih balk aku mencari jalan kematian saja.”
“Kalau dia adalah kau, sejak dulu dulu kau telah mengaku!” teriak Pek Koen Gie gusar.
“Hmmm! kau anggap cara kami orang orang dari perkumpulan Sin Kee Pang untuk menyiksa
orang bisa dianggap sebagai permainan biasa?”
“Waaah, kalau soal itu cayhe jadi semakin tidak mengerti!”
“Kalau dibicarakan sederhana sekali, ilmu silat yang dimiliki orang itu sangat lihay. tetapi
membiarkan dirinya hidup malah mendatangkan keunggulan bagi ayahku maka beliau tak sudi
melukai dirinya dengan jalan menyiksa.”
“Oooh, Kiranya begitu. waah….sangguh hebat juga cara orang orang dari perkumpulan Sin Kee
Pang menggunakan orang!”
Pek Koen Gie dapat menangkap nada sindiran dibalik ucapan tersebut, air mukanya segera
berubah jadi dingin kaku, sorot mata penuh napsu membunuh berkilat diatas wajahnya, namun
Hong-po Seng tetap berlagak pilon, dia pura-pura tidak merasakan akan hal itu.
Setelah suasana hening; untuk beberapa saat lamanya, air muka Pek Koen Gie berubah jadi lebih
tenang dan ramah katanya.
“Orang itu licik dan banyak akal, sulit bagi kita orang orang dari perkumpulan Sin Kee Pang untuk
mendekati dirinya, aku akan memberi kesempatan bagimu untuk menjumpal dirinya dan kau
boleh berusaha sendiri dengan akal cerdikmu andaikata kau berhasil menemukan kabar berita
mengenai pedang emas tersebut, maka akan kubuka sebuah jalan hidup bagi dirimu.”
“Eeei…. bukankah cayhe pun merupakan anggota dari perkumpulan Sin Kee Pang? Apa sebabnya
aku dapat mendekati dirinya?”
Pek Koen Gie mengerti dibalik ucapan itu pemuda tersebut menyatakan pula nada sindiran yang
tajam, terapi ia tetap tersenyum ewa, ujarnya lebih jauh, “Bukankah sudah kukatakan sejak
semula, kau adalah sisa sisa dari keturunan kaum ksatria, dengan terpancangnya merek emas
tersebut kendati sipemilik pedang emas itu membenci kita orang orang dari perkumpulan Sin Kee
Pang, tetapi belum tentu ia membenci hatimu, aku rasa otakmu tidak terlalu bebal, asal kau bisa
bermain setan beberapa saat hingga akhirnya memperoleh kepercayaan dari dirinya, aku rasa
harapan mu untuk sukses tidaklah terlalu sukar.”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
69
“Siocia memiliki otak yang tajam. akal yang banyak dan pikiran yang cerdik, apa salahnya kalau
kau terangkan lebih jauh agar kebingungan cayhe bisa sedikit terbuka!”
Pek Koen Gie tertawa dingin.
“Setelah terkurung selama banyak tahun dalam perkumpulan kami, tak urung akan timbul rasa
kesepian dalam hatinya, harapannya untuk melanjutkan hidup akan semakin menipis, mungkin
saja dalam keadaan seperti ini dia ada pesan pesan atau pekerjaan yang hendak dititipkan
kepadamu, melihat pula usiamu masih mida, pikiran dan hatimu tidak terlalu jahat, siapa tahu
kalau karena dorongan emosi maka dia lantas buka beberapa rahasia hatinya kepadamu?”
“Aaah, tidak aneh kalau orang orang dari perkumpulan Sin Kee Pang pada jeri terhadap dirinya “
batin Hong-po Seng didalam hati. “Rupanya ia bisa menilai sikap serta perasaan hati seseorang
ehmm. kepandaian semacam ini memang benar-benar sangat lihay!”
Berpikir sampai disitu tak tahan lagi hatinya jadi bergidik, sehingga bulu kuduknya pada bangun
berdiri.
Terdengar Pek Koen Gie berkata lebih jauh, “Sifat untung untungan tidak akan terlepas dari hati
manusia. seandainya orang itu sudah tertarik kepadamu siapa tahu kalau dia lantas menerima
dirimu sebagai muridnya atau memandang sebagai sahabat karib, dalam keadaan begini
lingkungan gerakmu bakal semakin leluasa!”
“Maksudmu aku lantas menggunakan akal melawan akal dan menanyakan tempat penyimpanan
pedang emas tersebut?”
“Eeeeei…. mana boleh bertindak secara begitu gegabah?” seru Siauw Leng cepat. “KaIau kau
bertanya secara terus terang, orang itu akan segera menyadari akan maksud tujuanmu.”
Sebaliknya Pek Koen Gie berkata sambil mendengus dingin, “Bencana atau rejeki tiada menentu,
hanya manusia yang mencari jalan menurut caranya sendiri sendiri, kau boleh bertindak
menuruti kehendak hatimu!”
Bicara sampai disini dia lantas ulapkan tangannya.
Hong-po Seng segera bangkit berdiri, membuka pintu kereta dan siap meloncat keluar.
“Hey Hong-po Seng!” tiba-tiba Siauw Leag berseru. “Tubuhmu berada dimarkas kerajaan Cho
hatimu berpikir ke arah kerajaan Han apakah kau sedang berpuri-pura takluk kepada
perkumpulan Sin Kee Pang?”
Rasa mendongkol si anak muda itu dasarnya memang tiada tempat untuk disalurkun, mendanger
seruan itu dengan nada penuh kebencian segera sahutnya.
“Benar, ucapanmu tepat sekali aku masih mengira lagakku tiada kelemahannya siapa sangka
manusia rendah dan tak tahu malu masih melihatnya juga.“
Pek Koen Gie naik pitam, dengan amat gusar ia ayunkan telapaknya siap mengirim satu pukulan
dahsyat, tetapi ketika dilihatnya Hong-po Seng telah loncat keluar dari kereta niat tersebut
akhirnya diurungkan.
Seraya menutup pintu Siauw Leng berkata kembali sambil tertawa, “Bocah keparat itu benarbenar
kurang ajar ia berani memaki kita sebagai manusia rendah!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
70
Dengan pandangan gusar Pek Koen Gie melirik sekejap ke arah dayangnya, kemudian jatuhkan
diri keatas kursi malas dan berbaring.
Ketika malam telah tiba kereta kuda tiba di Sam Tong, memandang, keempat penjuru tampaklah
lampu lentera memenuhi hampir seluruh bukit dihadapannya, kereta mereka menerjang masuk
ke dalam benteng dan berhenti di ruang dalam.
Ditengah dentuman mercon dari empat penjuru berkerumun lautan manusia, sebagian besar
mereka terdiri dari kaum wanita dan bocah, ketika Pek Koen Gie melangkah keluar dari dalam
kereta itu segera dikerumuni banyak orang.
Terdengar salah seorang diantara gerombolan perempuan perempuan itu berkata, “Koen Gie
cepat pergi keruang Siang-Liong Tim, sebenarnya para Hoe-hoat dan para Hiangcu akan keluar
menyambut kedatanganmu, Loo pangcu lah yang menghalangi kepergian mereka.”
Pek Koen Gie mengangguk lirih, keluar dari kerumunan banyak orang ia melangkah kedepan.
Tiba-tiba terdengar seorang gadis berseru dari samping, “
daerah sedang memberi ucapan selamat tahun baru kepada loo pangcu, salah satu diantaranya
adalah tamu dari gunung Boe-Liang san, dia adalah seorang pemuda tampan”
“Sudah kutemui, bukankah dia she-KoK?” tukas dara ayu itu dengan nada ketus.
Hong-po Seng mengikuti dibelakang Siauw Leng, tampak cahaya lampu menyoroti seluruh
permukaan, setelah berjalan beberapa saat lamanya sampailah mereka didepan sebuah ruangan
besar yang megah dan mentereng beratus-ratus buah meja perjamuan telah di atur disitu,
sekilas memandang ruangan tersebut telah dipenuhi dengan manusia, suara pembicaraan dan
gelak tertawa berkumandang hingga ketempat kejauhan.
Ketika tiba diluar ruangan besar itu mendadak Pek Koen Gie menoleh kebelakang dan memberi
tanda kepada Siauw Leng, dayang itu mengiakan dan segera berkata kepada Hong-po Seng yang
menguntil dibelakangnya, “Ikutilah diriku, akan kuhidangkan makanan yang lezat untukmu…..“
Dasar Hong-po Seng memang tidak irgin memasuki ruangan besar itu, mendengar seruan dari
Siauw-Leng ia segera mengangguk dan berbelok kesamping kiri.
Setelah berjalan beberapa saat lamanya mereka membelok kesebuah jalan sempit yang di
kelilingi pohon bambu, cahaya lampu semakin suram dan suara manusia semakin jauh.
Setelah keluar dari jalan sempit ditengah pohon bambu kembali mereka berjalan lagi beberapa
saat lamanya.
Diam-diam Hong-po Seng memperhatikan keadaan disekeilingnya. ketika ia dilihatnya sekeliling
tempat itu tiada orang lain dalam hati segera pikirnya, “Saat ini andaikata aku berhasil
merobohkan Siauw-Leng maka detik int juga aku bakal bebas dari pengawasan mereka, tapi
kantor cabang perkumpulan mereka tersebar hampir di tujuh propinsi, jarak dart Sam tong
bagian atas dan bawah pun terpaut hampir seharian perjalanan kereta kuda, andaikata mereka
bisa mengirim kabar dengan cepat, belum jauh aku berlalu dari sini diriku pasti akan tertangkap
kembali, aaaai….. apa yang harus kulakukan?”
Belum habis ia berpikir, Siauw Leng telah berhenti berjalan, sambil menuding diatas tanah ia
letakan telunjuknya diatas bibir sabagai tanda jangan berisik.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
71
Hong-po Seng mendongak keatas dan memandang kedepan, dari tampak kejauhan terlihatlah
sebuah kolam yang amat dalam dengan luas puluhan tombak terbentang didepan mata, suasana
gelap gulita tak nampak gerakan air pada permukaan kolam tersebut.
Kurang lebih
berjejerlah bendera bendera warna kuning yang mengitari kolam tadi, sepintas lalu terlihat amat
sepi dan sedap dipandang,
Mendadak Siauw Leng enjotkan kakinya melayang kesisi tubuh Hong-po Seng, lalu bisiknya lirih,
“Panji-panji berwarna kuning itu pangcu kami sendiri yang mcnancapkan disitu, barang siapa
yang berani melewat batas wilayah yang sudah ditetapkan itu hanya bisa masuk dalam keadaan
hidup dan keluar dalam keadaan sudah mati.”
“Kau tidak usah kuatir, toh aku datang kemari alas perintah dari siocia kalian”sahut si anak muda
itu hambar, selesai berkata ia segera meIangkah maju kedepan.
Siauw Leng segera menarik kembaii tubuh pemuda itu seraya bisiknya lirih, “Meskipun kekuasaan
perkumpulan kami sangat besar dan meluas, tapi nona kami sendiri pun tidak berani melanggar
peraturan yang telah ditetapkan oleh Pangcu kami itu, tak berani pergi sendiri kesitu sebaliknya
malah menyuruh kau. jelas nona kami bermaksud sengaja suruh kau menghantarkan kematian!”
Biji matanya berputar dan memperharikan beberapa saat lamanya sekeliling tempat kemudian
bisiknya kembali, “Dahulu ada seseorang mendapat tugas dari Pangcu untuk pergi kesitu
melakukan suatu pekerjaan, akhirnya orang itupun tidak dibiarkan keluar meninggalkan tempat
itu dalam keadaan hidup.”
Mendengar sampai disini, Hong-po Seng sudah mengerti akan maksud hati Pek Koen Gie yang
sebetulnya. diam-diam pikirnya, “Sungguh keji dan telengas hati perempuan itu.”
Tapi pikirannya segera berputar, ia merasa situasi yang mencekam dirinya dewasa ini sudah
amat mendesak, jalan hidup atau jalan mati adalah sama saja baginya.
Maka ia membelai rambut Siauw Leng yang halus dan tersenyum manis kepadanya kemudian
dengan langkah lebar meneruskan perjalanannya menuju kedepan.
Kali ini Siauw Leng tidak turun tangan menghalangi perjalanannya, memandang baya ngan
punggungnya yang mulai menjauh ia menjulurkan lidahnya dengan mata terbelalak sikapnya
bimbang, ragu dan gelagapan.
Selangkah demi selangkah akhirnya Hong-po Seng tiba juga ditepi kolam, ia melihat dasar kolam
itu amat dalam sekali hingga sukar di tembusi dengan pandangan mata, iapun tak dapat melihat
jelas apakah didasar telaga tersebut ada airnya atau tidak.
Setelah berdiri termangu-mangu beberapa saat lamanya, akhirnya ia berteriak keras, “Hey..
apakah dalam telaga ada manusia?”
“Eeei..! “seruan tertahan berkumandang keluar dari dasar telaga, diikuti suara yang halus, ramah
dan penuh nada kasih sayang menggema datang.
“Disini ada munusianya siapakah kau nak?”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
72
Mendengar jawaban yang muncul begitu halus, ramah dan lunak, seketika si anak muda itu
merasa sedikit lega hati sahutnya, “Boanpwee adalah Hong-po Seng, bolehkah aku terjun
kebawah?”
“Bolehl Boleh! tentu saja boleh.. anak baik pergilah ke arah sebelah barat daya dan loncatlah tiga
tombak kedepan, Loohu akan menyambut tubuhmu dari dasar telaga!”
“Pepatah kuno mengatakan: Siapa yang mempunyai rasa permusuhan yang sama akan
berpandangan dengan sinar persahabatan “pikir Hong-po Seng dalam hati. “Kalau memang
orang tua itu adalah musuh bebuyutan dari perkumpulan Sin-Kee-Pang, baik atau jelek ada
baiknya kujumpai dahulu dirinya!”
0000oo0000000
6
KARENA mempunyai ingatan demikian maka ia lantas mengambil keputusan didalam hati.
Teriaknya, “Loocianpwee, boanpwee segera meloncat turun kebawah!”
ia mengepos hawa murninya dari pusar dan melayang ke arah barat-daya seperti yang diucapkan
kakek didasar telaga itu.
“Slapa sangka baru tubuhnya melayang turun beberapa tombak kebawah, terdengarlah gelak
tertawa seram menggema memecahkan kesunyian. disusul orang tadi menjengek dengan nada
mengerikan, “Bocah kecil yang tak tau diri, kematianmu sudah berada diambang pintu…. Hmmm
heeeh…heeeh…. kau bakal modar didasar telaga ini…..”
Hong-po Seng merasa terkejut bercampur gusar setelah mendengar seruan tadi, belum sempat
ingatan kedua berkelebat dalam benaknya, mendadak hawa murni dalam tubuhnya buyar tak
ada ujung pangkalnya disusul sang badan meluncur kebawah dengan kecepatan tinggi.
Tiba-tiba….segulung tenaga tekanan yang maha dahsyat dan luar biasa menerjang keluar dari
dasar telaga, begitu hebat gulungan tenaga tadi sehingga seketika menahan tubuh Hong-po
Seng yang nampaknya bakal terbanting hancur didasar telaga tersebut.
Bisa dibayangkan betapa terperanjat dan kagetnya hati si anak muda itu. dengan cepat ia
berjumpalitan untuk bangun, tapi pada saat yang bersamaan kembali terasa munculnya segulung
hawa tekanan yang sangat kuat menyendat tubuhnya.
Ploook ..! tidak ampun lagi badannya terjengkang dan jatuh tertelentang diatas permukaan salju.
Dasar telaga itu tiada air gelap gulita hingga susah melihat kelima jari tangan sendiri. Hong-po
Seng yang berbaring diatas permukaan salju yang dingin menusuk ketulang sumsum seketika
merasakan persendian tulang disekujur tubuhnya seolah olah terlepas semua sedikit bergerak
atau meronta saja seluruh badannya terasa amat sakit sukar ditahan.
Ditengah kegelapan terdengar suara tertawa seram yang mengerikan itu berkumandang kernbali.
begitu ngeri dan tajam suaranya sampai telinga terasa sakit seperti ditusuk tusuk dengan jarum.
Kendati Hong-po Seng bernyali besar tak urung bulu kuduk disekujur tubuhnya berdiri juga, ia
gemetar dan merinding.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
73
Lama… lama sekali suara tertawa aneh baru sirap, terdengar orang itu berkata, “Orang bilang
anjing yang sedang gelisah akan meloncati tembok, Hmmm…….ucapan ini sedikitpun tidak salah,
ucapan ini sedikitpun tidak salah…..”
Hong-po Seng dapat menangkap suara tadi sebagai suara ucapan manusia, tanpa terasa nyalinya
menjadi besar sekali, dengan cepat ia meronta, berusaha untuk bangun, apa daya tulang
belulang disekujur badannya terasa amat sakit, maka terpaksa ia menahan rasa dingin yang
menusuk ke dalam tulang dan berbaring diatas tanah tanpa berkutik, sementara hawa murninya
perlahan lahan berusaba dikumpulkan kembali.
Terdengar suara yang tajam menusuk pendengaran tadi berkumandang kembali,
“Karena pusaka loohu terkurung disini selama banyak tahun Hey! keparat cilik yang tahu diri,
apakah kau datang kemari menghantarkan selembar jiwamu juga disebabkan karena mestika
itu?Heeeh. .heeeh… “
“Ngomong orang ini ngawur dan tak ada aturannya,” pikir Hong-po Seng dalam hati. “Janganjangan
orangnya sudah sinting dan ingatannya sudah tidak waras berhubung sudah terkurung
terlalu lama disini!”
Perlahan lahan ia mendongak keatas, ditengah kegelapan yang mencekam seluruh jagad
tampaklah dua buah titik cahayanya tajam berkilauan tiada hentinya dari kejauhan warna biru
yang menggidikkan itu tidak mirip sebagai mata rnanusia.
Karena tulang berulang badannya sakit maka si anak muda itu beristirahat untuk beberapa saat
lamanya ditanah, baru beberapa saat kemudian ia mulai merangkak kesamping dan akhirnya
dengan punggung menempel diatas dinding baru ia bangun dan duduk.
Dalam pada itu angin berhembus amat kencang, salju turun dengan derasnya.
Luka pukulannya baru sembuh dan kini setelah terjatuh dari atas tebing pertahanan tubuhnya
semakin lemah lagi. Sambil mengeraskan diri pemuda itu mengatur pernapasan dalam tubuhnya,
menanti rasa dingin sudah terusir pergi ia mulai merasa lelah bercampur mengantuk dan
akhirnya tertidur dengan pulasnya.
Entah berapa saat lamanya telah lewat, mendadak ia merasakan badannya seolah-olah jadi
enteng dan terbang meninggalkan permukaan tanah, disusul tenggorokannya terasa amat sakit,
suara tertawa aneh yang tajam dan tinggi bagaikan jeritan setan ditengah pekuburan
berkumandang tiada hentinya dari sisi telinga.
Dengan hati terkesiap Hong-po Seng mendusin dari tidurnya, ia membentangkan matanya lebarlebar
tapi dengan segera matanya jadi terbelalak dan mulutnya melongo, sementara jantungnya
berdebar sangat keras.
Ternyata ketika itu fajar telah menyingsing dan seluruh permukaan telah terang benderang tetapi
telaga kering yang dalamnya mencapai tujuh puluh tombak ini masih tetap diliputi kegelapan
serta kelembaban yang amat tebal, kabut menutupi permukaan tanah dan hawa dingin menusuk
ke dalam tulang.
Ditengah lapat-lapatnya suasana itulah tampak seorang manusia aneh berbadan telanjang,
berkaki kutung sedang mementangkan kelima jari tangannya yang tajam bagaikan cakar
mencengkeram tenggorokannya, mulut yang lebar dan bau tersungging senyurnan aneh, gelak
tertawa seram menggema tiada hentinya.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
74
Karena dicekik lehernya Hong-po Seng merasa pernapasannya jadi sesak dan ia tak sanggup
mengungkapkan sepatah katapun, keempat anggota badannya jadi lemas sedikitpun tak
bertenaga.
Lama….lama sekali manusia aneh itu tertawa seram, akhirnya dengan wajah menyeringai
tegurannya, “Hey, keparat cilik. rupanya kau barusan kematian bapak tuamu?”
Hong-po Seng membentangkan mulutnya lebar-Iebar tanda tak sanggup mengucapkan sepatah
katapun, rupanya manusia aneh itu merasa amat girang menyaksikan keadaan korbannya.
mendadak ia perkencang cekikannya membuat Hong-po Seng mendengus berat, kedua biji
matanya hampir saja melorot keluar dari dalam kelopak matanya.
Manusia aneh itu tertawa seram beberapa saat kemudian ia baru mengendorkan cekikannya
seraya menegur lagi, “Hey keparat cilik! apakah kau barusan kematian bapakmu?”
Jantung Hong-po Seng berdetak semakin keras, menanti kelima jarinya yang mencekik lehernya
rada mengendor mendadak ia memiringkan kepalanya kesamping lalu merangkak kedepan
menjauhi manusia aneh itu.
Gelak tertawa seram kembali menggema memecahkan kesunyian, ditunggunya sampai pemuda
itu merangkak sejauh beberapa tombak kemudian medadak ia bangun duduk, telapak kirinya
yang kurus bagaikan cakar setan diayun kedepan dan meraung diudara kosong.
Sungguh dahsyat cengkeraman diudara kosong itu, belum habis Hong-po Seng merasa terkesiap
bercampur kaget tiba-tiba badannya tak sanggup menguasahi diri. Sreett….! kepalanya
terpelanting kebelakang dan tersedot kembali ke arah manusia aneh itu.
Sekali membalik telapaknya orang aneh tadi menekan batok kepala Hong-po Seng keatas tanah,
dan serunya sambil tertawa seram, “Eeeei…. kamu sudah tuli yah? Ayoh jawab pertanyaan dari
loohu. Apakah kau si keparat cilik barusan kematian bapakmu?”
Hong-po Seng merasa teramat gusar, tapi karena rasa ngeri dan takut masih tersisa dalam
hatinya maka ia tak berani membentak dengan nada yang kasar dan bersikap menantang.
Sahutnya, “Ayahku sudah mati banyak tahun,”
“Kalau begitu kau tentu barusan kematian ibumu?” teriak manusia aneh itu lagi dengan nada
marah.
Mendengar orang itu menyumpai ibunya kontan Hong-po Seng naik pitam, ia lupa akan
keselamatan dirinya dan segera membentak dengan penuh kegusaran, “Kentut busuk,!”
Sekuat tenaga ia meronta dan berusaha untuk melepaskan diri dari tekanan orang, siapa tahbu
tenaga tekanan yang menekan batok kepalanya berat bagaikan tindihan sebuah bukit, kedati ia
meronta dengan segenap tenaga namun badannya sama sekali tak bergeming barang sedikitpun
jua.
Melihat tingkah laku pemuda itu, bukannya gusar manusia aneh malah tertawa,
“Haa…. haah… haaah…. haah….keparat cilik. rupanya kau adalah seorang anak yang berbakti
kepada orang tua.”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
75
Ia merandek sejenak, lalu mengangkat raut wajah si anak muda itu keatas untuk dipandang
sekejap dan tanyanya lebih jauh, “Wajah sedih dan murung, waktu tidur mengucurkan air mata,
aku mau tanya apa sebabnya?”
“Kenapa aku mesti mengucurkan air mata waktu tidur?” pikir pemuda she Hong-po ini.
Ia jadi mendongkol dan sahutnya gusar, “Dikolong langit kejahatan merajalela, manusia manusia
laknat pegang kekuasaan dan
kekuatan yang lemah, sebagai manusia tak bisa melenyapkan kajahatan bagi dunia persilatan tak
bisa menciptakan kebahagiaan bagi umat Bu lim kalau tidak tidur sambil melelehkan air mata
apakah suruh aku tertawa terbahak bahak?”
Mendengar ucapan itu manusia aneh tadi mendadak mendongak memandang angkasa lalu
tertawa terbahak bahak.
Sungguh hebat tenaga lwekang yang dimiliki orang aneh ini, begitu gelak tertawanya, bergema
diangkasa seketika itu juga bunga salju berguguran keseluruh angkasa, menggulung dan
berombak bagaikan gulungan air ditengah samudra luas.
Hong-po Seng merasakan cengkeraman orang itu kian mengendor, pemuda itu segera
merangkak bangun dari atas tanah dan duduk. tapi ia tak berani mundur kebelakang, sinar
matanya dialihkan ke arah orang tadi dan dipandangnya dalam dalam.
Tapi sebentar saja si anak muda itu sudah terperanjat dibuatnya.
Kiranya bukan saja sepasang kaki manusia aneh itu sudah dipotong kutung sebatas paha tangan
kanannya yang diayun keataspun sudah ditembusi oleh berpuluh puluh utas tali hitam yang tepat
menembusi jalan darah penting ditubuhnya. tali tali berwarna hitam tadi diikatkan pada dinding
batu sehingga praktis lengan tersebut tak bisa digunakan
Lengan kirinya bebas dapat berputar kesana kemari, rambutnya panjang terural sampai di batas
permukaan tanah, kulit tubuhnya putih pucat tak tampak warna darah dan diliputi oleh bulu bulu
lunak berwarna hitam. Raut wajahnya kecuali sepasang mata yang berwarna kebiru biruan hanya
mulutnya yang besar dan bersinar minyak itu saja yang nampak.
Keadaannya jelek, bengis dan mengerikan membuat orang yang melihat merasa ngeri dan
bergidik.
Dalam pada itu manusia aneh tadipun sedang memandang wajah Hong-po Seng dengan sorot
matanya yang tajam, mendadak ia tertawa seram. serunya, “Haah….haaah haaah sekarang
loohu telah paham, kau sibocah keparat tentulah manusia baik yang belum sempat dibasmi
sampai ludas!”
“Hmmm! tak nanti manusia baik bisa di basmi sampai ludas,“ batin Hong-po Seng sambil
mendengus dalam hati. “Cukup didengar dari ucapan barusan, aku telah mengetahui kalau kau
bukan manusia baik-baik!”
Walaupun dalam hati ia berpikir demikian namun tak berani diutarakan keluar, perasaan tidak
puas itu hanya disimpan dalam hatinya saja.
Dari perubahan air muka si anak muda itu, rupanya manusia aneh tadi dapat menebak isi
hatinya. Mendadak ia mencengkeram pemuda itu dengan tangan kirinya dan menegur, “Bocah
keparat rupanya kau tidak puas yaaah dengan ucapanku? Ayoh jawab!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
76
Hong-po Seng ada maksud menghindarkan diri dari cengkeraman lawan, siapa tahu gerakan
tangan orang betul betul laksana sambaran kilat, ia hanya merasakan pandangan matanya jadi
kabur dan tahu-tahu tenggorokannya sudah dicekik oleh jari-jari tangan musuh.
Merasa dirinya berulang kali dipermainkan orang, si anak muda itu naik pitam, otot-otot
berwarna hijau diwajah dan tubuhnya pada menonjol keluar, sedang dalam hati diam-diam ia
menyumpah, “Tua bangka sialan kau sampai mengalami nasib sejelek dan sesetan ini rasanya
pantas dan Thian punya mata, sayang manusia she Pek itu….”
Belum habis ia berpikir manusia aneh itu sudah melepaskan kembali cengkeramannya.
“Hey bocah keparat!” ia menghardik. “Ayo jawab secara terus terang, mau apa kau datang
kedasar telaga ini?”
“Hmm….. Pek Koen Gie ada maksud merampas pedang emasmu, aku ditangkap dan ditawan
olehnya, karena itu sengaja kudatangi tempat ini untuk mengadu nasib……“
Rupanya manusia aneh itu tidak menyangka kalau pihak lawan bisa berterus terang
dihadapannya, setelah tertegun beberapa saat lamanya ia berseru, “Apa? Pek Koen Gie? Apakah
budak liar anak jadah dari Pek Siauw Thian?”
Hong-po Seng sudah kenyang disiksa dan dihina oleh keluarga Pek, terhadap ayah dan anak she-
Pek itu maupun terhadap manusia aneh dihadapannya ia menaruh rasa benci dan antipati. Kini
mendengar pertanyaan tersebut ia lantas tertawa dingin.
“Heeh..heeh..Pek Koen Gie adalah putri dari pangcu perkumpulan Sin-Kee Pang, betulkah dia
anak jadah atau bukan. aku tak tahu dan tidak ingin tahu.”
Manusia aneh itu merasa amat gembira ketika didengarnya dari nada ucapan tersebut jelas
menunjukkan pandangan jelek dan rasa benci si anak muda itu terhadap Pek Koen Gie.
“Eeei…. bocah keparat!” ujarnya lagi. “Aku lihat kepandaian silatmu tidak jelek, kenapa kau bisa
ditangkap dan dipermainkan oleh budak rendah sialan itu ooh…. jangan-jangan kau sedang
membohongi diriku?….”
“Hmm bukankah ilmu silat yang kau miliki sangat lihay? kenapa pula kau mengalami nasib yang
demikian jeleknya sehingga harus hidup bagaikan seekor binatang?”
Bekas cengkeraman pada lehernya secara lapat lapat masih terasa amat sakit. hal ini
menggusarkan hati pemuda itu. maka sengaja ia sindir dan ejek manusia aneh tersebut dengan
kata-kata yang tajam dan tak enak di dengar.
Bisa dibayangkan betapa marah dan gusarnya manusia aneh itu, bagaikan binatang kalap ia
meraung sekeras kerasnya. sekali cengkeram ia tangkap rambut pemuda itu kemudian menekan
wajahnya keatas permukaan salju dan digosoknya berulang kali, teriaknya keras keras, “Keparat
sialan kau bilang apa?”
Setelah mengucapkan kata-kata penghinaan tadi, sebetulnya Hong-po Seng pun merasa agak
menyesal. Tapi menyesalpun tak ada gunanya karena semua sudah terlambat, Dalam keadaan
begini ia hanya dapat menggertak giginya rapat-rapat, dengan mulut membungkam merasakan
siksaan yang sedang dideritanya.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
77
Dasar wataknya memang keras kepala, sejak petistiwa dikantor cabang kota Seng-Chu, di mana
karena desakan rasa setia kawan ia harus menerima penghinaan dari Pek Koen Gie dan
kehilangan tiga biji gigi karena digaplok oleh gadis itu, ia merasa dirinya sudah dihina habishabisan,
setiap kali teringat akan kejadein itu dia pasti merasakan dadanya jadi sesak dan
wajahnya jadi murung, suatu perasaan benci dan kecewa yang amat dalam menekan dadanya.
Tapi setelah disiksa dan dianiaya oleh manusia aneh tersebut pada saat ini, meski badan terasa
sakit, namun hatinya malah terasa jauh lebih nyaman.
Entah sudah berapa waktu lamanya manusia aneh itu menggosok raut wajah Hong-po Seng
diatas permukaan salju, tiba-tiba ia berhenti dan mendongakkan wajah korbannya.
Tampaklah kulit wajah si anak muda itu telah pecah dan lecet-lecet, darah segar, mengucur
keluar membasahi seluruh permukaan salju yang putih, wajah pemuda ini sudah tidak utuh lagi.
Ia mendongak dan segera tertawa keras, jengeknya, “Bocah keparat kalau kau berani
mengucapkan kata-kata yang tidak senonoh lagi, loohu segera akan putar tengkukmu sehingga
patah jadi dua bagian!”
Pada dasarnya manusia aneh ini memang bukan manusia baik-baik, ditambah pula ia sudah
terkurung selama banyak tahun, rasa mangkel, mendongkol dendam yang sudah terkumpul
selama banyak tahun segera dilampiaskan keluar semua.
Siapa tahu ejekan yang dilontarkan Hong-po Seng memang disertai dengan maksud-maksud
tertentu, ia ada maksud untuk menyiksa diri sendiri.
Maka setelah mendengar ancaman itu bukannya berhenti malah mengejek semakin menjadi,
serunya lantang, “Waaduuuh kau sungguh lihay sekali! setelah Pek Siauw Thian memotong
kuntung sepasang kakimu, kau……”
Belum habis kata-kata itu diutarakan, manusia aneh itu dengan mata melotot bulat sudah bersuit
nyaring, tangannya berkelebat mencengkeram kaki kanan Hong-po Seng dan ancamannya
dengan wajah menyeringai buas.
“Keparat busuk, loohu akan suruh kau merasakan keadaan yang sama dengan diriku!”
Sembari bicara ia siap mematahkan kaki kanan lawannya, tapi sewaktu dijumpainya wajah
pemuda itu tetap tenang dan sama sekali tidak menunjukkan rasa gentar atau sedih, dari gusar
ia malah jadi tertawa serunya
“Bocah, usiamu masih sangat muda…. sayang amat kalau kakimu harus dikutung orang!”
Ucapan ini diutarakan tidak lain hanya bermaksud memancing munculnya rasa gentar dan takut
dalam hati Hong-po Seng asal pemuda itu sudah merasa takut maka ia segera akan turun
tangan.
Siapa tahu Hong-po Seng bukannya gentar sebaliknya malah menunjukkan sikap semakin tawar
dan dingin, katanya ketus.
“Silahkan turun tangan sesuka hatimu, sedari dulu aku sudah pernah mati sekali. Hanya
harapanku semoga kalau kau berjumpa kembali dengan Pek Siauw Thian nanti, tunjukkanlah
kegagahan serta keangkeranmu seperti pada saat ini.”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
78
“Anak jadah! Sepasang kaki loohu kutung diujung pedang Hoa Goan Sioe….“ jerit manusia aneh
itu sambil menggertak giginya keras- keras.
Begitu mendengar disebutnya nama Hoa Goan Sioe sekujur tubuh Hong-po Seng gemetar. keras.
Rupanya firasat serta perasaan manusia aneh itu tajam sekali, baru saja tubuh si anak muda itu
bergetar keras, pergelangan tangannya sudah berputar mencengkeram baju korbannya sambil
diangkat ke depan mata sendiri, hardiknya dengan suara berat
“Ayoh jawab yang jujur, apa hubunganmu dengan Hoa Goan Sloe?”
Rupanya segara mendadak ia menjadi tenang kembali. suaranya rendah dan perlahan sama
sekali tidak disertai emosi.
Hong-po Seng yang sedari tadi sudah menyingkirkan jauh-jauh pikiran tentang ‘Mati’ dan ‘Hidup’,
saat ini berpikir didalam hatinya, “Kalau ditinjau sikapnya yang congkak dan tinggi hati beberapa
saat berselang, sungguh tak nyana begitu mengungkap nama ayahku ia segera menjadi tenang
dan halus!”
Terdengar manusia aneh itu berkata lagi dengan suara serak, “Loohu lah yang paling akhir
menghadiahkan sebuah pukulan ke tubuhnya sehingga nyawa Hoa Goan Sioe kuhantar pulang ke
akhirat, coba jawab, apa hubunganmu dengan Hoa Goan Sloe?”
“Bagus dia adalah ayahku almarhum!” jerit Hong-po Seng dengan suara melengking, ia termakan
oleh ucapan itu dan berkobarlah rasa dendam dalam hatinya, “Ayoh cepat turun tangan
membinasakan diriku, membiarkan aku hidup di kolong langit berarti menanam bibit bencana
bagi dirimu sendiri. cepat atau lambat aku pasti akan mencabut jiwamu!”
Manusia aneh itu tertegun, tiba-tiba ia melepaskan cengkeramannya dan berkata kembali,
“Hoooh.! Hoa Goan Sloe modar karena dikepung dan dikeroyok oleh sekelompok jago-jago lihay
dari kalangan Hek-to, Pek Siauw Thian ada!ah salah satu diantaranya. Sepasang kaki loohu
kutung lebih duluan dan tidak tahu duduk perkara yang sebetulnya, tapi kalau kamu ingin
menuntut balas atas kematian ayahmu, bunuh saja budak anak jadah dari Pek Siauw Thian!”
“Usia Pek Koen Gie masih sangat muda apa sangkut pautnya urusan ini dengan dirinya.”
“Setelah kau bunuh orang yang sama sekali tidak tersangkut dalam peristiwa itu, kenapa tidak
sekalian mencabut jiwa budak sialan anak jadah itu?” sahut orang aneh itu dengan mata melotot
bulat.
“Waaah…. rupanya kebencian orang ini terhadap Pek Siauw Thian telah merasuk ketulang
sumsum, sehingga dosanya ditimpakan pula pada anak keturunannya,” pikirnya Hong-po Seng.
Satu ingatan segera berkelebat dalam benaknya, sambil tertawa dingin ia mengejek, “Bukankah
sepasang kakimu kutung ditangan ayahku almarhum? kenapa kau tidak ingin menuntut balas
atas sakit hati itu diatas tubuhku?”
“Haaah….haaah….Hoa Goan Sioe sudah modar, loohu tidak sudi membinasakan dirimu.”
“Hmmm… Hmmm….orang yang paling loohu benci adalah Pek loo jie itu.”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
79
“Ehmm, rupanya ucapanmu yang terakhir adalah kata-kata yang jujur dan sebenarnya, kalau
memang kita punya musuh dan sakit hati yang sama, lebih baik bunuh dulu Pek Siauw Thian
kemudian baru menyelesaikan hutang piutang diantara kita berdua.”
Manusia aneh itu melototkan matanya bulat-bulat.
“Boen…..” mendadak ia merandek dan berganti sebutan. “Dimana ibumu? kenapa ia begitu tega
dan kuatir melepaskan kau berkelana seorang diri dalam dunia persilatan?”
“Dia orang tua masih sedih setiap mengenang kejadian dimasa lampau dan tidak ingin
munculkan diri lagi didalam dunia persilatan, aku keluar karena diam-diam melarikan diri.”
Manusia aneh itu mengangguk.
“Nah! begitu baru betul!”
Ia berpiktr sebentar dan lanjutnya, “Ayahmu punya potongan wajah yang cakap dan menarik,
sedang kau bukan saja hitam, kurusnya seperti monyet sedikitpun tidak mirip jadi putra
kandungnya.”
Dalam kenyataan sewaktu pertama kali anak muda ini turun gunung, kecuali wajahnya dan kulit
tubuhnya berwarna hitam pekat, perawakannya sehat dan kekar. Justru karena berulang kali
harus mendapat pukulan batin dan hatinya selalu dibikin kecewa, akhirnya bukan saja badan jadi
kurus, kering bahkan kelihatan tidak cantik dan layu.
“Hey keparat cilik she Hoa!” mendadak terdengar manusia aneh itu menegur lagi. “Kalau
memang Pek Koen Gie memaksa kau datang kemari untuk mencari pedang emas kenapa kau
malah justru mengaku terus terang di hadapan loohu?”
Walaupun ucapan orang ini kasar dan berangasan, ternyata otak serta pikirannya tajam serta
teliti” pikir Hong-po Seng, ia menjawab dengan suara ketus, “Dewasa ini aku bernama Hong-po
Seng.” Manusia aneh itu melengak tersenyum.
“Aaaah betul, kalau Pek loo-jie sampai mengetahui asal usulmu yang sebenarnya maka ia pasti
akan turun tangan membinasakan dirimu. Hmm…. hmmm…. loohu .dewasa ini pun bernama Han
Than Sioe si kakek telaga dingin”
“Apa? Han Than Sioe binatang telaga dingin? Hoo…… memang pantas, memang sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya!”
Haruslah diketahui kata “Sioe” kakek dan “Sioe” binatang, meski suara ucapannya sama namun
dalam tulisannya sama sekali berbeda..
Manusia aneh itu tertegun beberapa saat lamanya, tapi dengan cepat ia menangkap maksud
yang sebenarnya dari perkataan itu, kontan sepasang matanya melotot bulat.
“Binatang cilik, kau benar-benar sudah bosan hidup dan pingin cari mati?”
“Hmmm! tak usah kau gertak diriku dengan persoalan mati atau hidup, walaupun kau tidak ingin
membunuh diriku, masih banyak orang lain yang ingin kematian diriku.”
Sinar matanya dialihkan memandang ke arah salju putih yang berhamburan dari angkasa,
setelah lama berdiri termangu mangu ia baru menunduk kembali sambil berkata dengan suara
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
80
hambar, “Kakek Telaga Dingin! sebelum salah satu diantara kita berdua ada yang mati lebih
dulu, lebih balk kau tak usah untuk taring pamer cakar dihadapanku, kau musti tahu kami
keturunan dari keluarga Hoa bukanlah manusia yang bisa dibikin gentar atau takluk oleh gertak
sambel..”
Han Thian Sloe si kakek telaga dingin tertawa aneh, mukanya pun secara tiba-tiba berubah jadi
lebih kendor dan rileks.
“Baiklah,” ia menyanggupi. “Mengingat Hoa Goan Sioe adalah seorang enghiong hoo han, lalu
akan bersikap sungkan terhadap darimu, tapi kaupun harus bisa menjaga diri dan terutama
sekali mengerem ucapan yang bisa menyinggung perasaan loohu, daripada hinaan serta sindiran
tersebut membangkitkan hawa amarah dalam hatiku!”
Hong-po Seng mengangguk.
“Baiklah, kita tetapkan begitu saja.”
Sinar matanya lantas dialihkan ke arah rambutnya yang panjang hingga terurai keatas tanah,
tanyanya, “Bukankah kau kehilangan sepasang kakimu dalam pertemuan Pek-Beng Hwe?
Bagaimana caranya hingga akhirnya kau terjerumus dalam jebakan Pek Siauw Thian?”
Dari balik mata Han Than Sioe memancar keluar sinar penuh kebencian, katanya, “Setelah
pertemuan besar Pek Beng Thay hwee, Pek Loo jie ada maksud merampas pedang emas milik
loohu, dia pura-pura berla gak baik hati dengan alasan hendak menghantar loohu pulang
gunung, padahal sedari semula Loohu sudah mengetahui akan ketajaman serta kekejian hatinya,
maka sengaja kupilih markas besar Sin Kee Pang ini untuk merawat lukaku. Hmm..hmm….
begitulah aku merawat luka selama sepuluh tahun lamanya.”
“Jadi kalau begitu, ia sama sekali tidak tahu dimanakah letak rumah tinggal?” tanya Hong-po
Seng dengan alis berkerut.
“Kalau dia tahu, mungkin sejak dulu-dulu loohu sudah mati kelaparan!”
Mendadak ia tertawa aneh menunjukkan betapa bangga hatinya, lalu ujarnya lebih jauh, “Ketika
sepasang kaki loohu baru kutung, aku masih bukan tandingannya maka ia pantas jebloskan
loohu ke dalam dasar telaga kering ini. setiap kali ada waktu luang ia lantas datang kemari
menyiksa aku dan mengepot aku agar loohu mau serahkan pedang emas itu sebagai penebus
bagi kebebasanku, Hmm! Hmm! mana mungkin loohu bisa tertipu? kalau pedang emas itu sudah
terjatuh ke tangannya, masa loohu bisa hidup sampai sekarang?”
“Berapa sih nilainya sebilah pedang emas? Apa gunanya kau..”
“Bagi manusia yang tidak tahu tentang duduknya perkara tentu saja pedang emas itu sama
sekali tak ada harganya,” tukas si kakek telaga dingin sambil menggoyangkan tangannya
berulang kali.”Tapi bagi orang yang mengerti, pedang emas tersebut merupakan banda pusaka
yang tak ternilai harganya, benda itu merupakan mustika yang diidam idamkan serta diimpiimpikan
oleh setiap manusia, panjang sekali kisahnya mengenai benda berharga itu.”
“Sebelum Pek Siauw Thian berhasil mendapatkan pedang emas itu, dia pun akan menggunakan
tindakan serta siksaan yang bagaimana kejampun untuk menyiksa badanmu serta membuat kau
menderita. apa kau sanggup menahan siksaan hidup yang demikian beratnya itu?”
“Haah…haah.. tak usah dibicarakan, hal itu sudah jelas sekali!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
81
la merandek sejenak, dengan wajah yang riang gembira sambungnya, “Pada waktu itu kolong
langit baru saja mau tenteram, Pek Loo-jie masih disibukkan untuk mengumpulkan komplotan
serta anak buah untuk memperkuat posisi serta pengaruhnya dalam dunia persilatan, ia dibikin
pusing tujuh keliling oleh masalah nama serta kedudukan sehingga melupakan sama sekali
keadaan diri loohu haaah..haah..mimpipun ia tak akan menyangka dikala ia repot menjadi
seorang pangcu,loohu pun sedang repot berlatih ilmu silat. Mendadak pada suatu hari ia datang
berkunjung, loohu segera mengangkat telapak dan….”
“Apakah pukulanmu bersarang telak di tubuhnya?” sela Hong-po Seng tak tahan lagi.
“Hmmm! bukan bersarang telak saja, serangan diatas tubuhnya, bahkan aku buat dirinya
menggeletak setengah mati untuk menyembuhkan luka parahnya itu ia harus berobat hampir
selama satu tahun lamanya!” jawah si kakek telaga dingin dengan nada sombong bercampur
bangga.
Hong-po Seng segera tertawa.
“Ia merasa berat hati kehilangan barang pusaka, berarti berat hati pula membinasakan dirimu,
aku tebak meskipun hukuman mati bisa terhindar kau pasti tak akan terhindar dari siksaan hidup,
bukankah begitu? sampai dimana siksaan yang kau derita sejak peristiwa itu?”
Sambil menggertak gigi si Kakek Telaga dingin bercerita lebih jauh, “Setahun itu loohu hanya
bersantap tiga hari sekali, hampir saja aku mati karena kelaparan. Semenjak peristiwa itulah Pek
Loo-jie melatih ilmu silat baru dan turun ke dasar telaga untuk bertanding melawan loohu,
setelah ia datang membawa persiapan Loohu tak sanggup melukai dirinya lagi, tetapi ilmu silat
yang loohu miliki selamanya berjalan di depannya dan selamanya ia tak mampu menangkan
diriku, disamping itu iapun merasa berat hati serta sayang untuk mencelakai jiwa loohu.”
“Waaah kalau begitu ia betul-betul termasuk manusia hebat….“ pikir Hong-po Seng dalam hati.
“Tangan kanannya entah terbelenggu oleh benda apa diatas dinding batu, dengan mengandalkan
lengan kiri saja ia sanggup menangkan Pek Siauw Thian, kelihayan ilmu silatnya mungkin sudah
cukup untuk malang melintang dikolong langit.”
Berpikir demikian ia lantas berkata, “Menurut Pek Koen Gie, ayahnya menahan dirinya karena
kau sangat berguna bagi mereka, aku pikir yang dimaksudkan pastilah dalam hal ini, kau telah
digunakan sebagai teman bertarung untuk melatih kepandaian silatnya.”
“Hmmm!”si kakek Telaga Dingin mendengus berat. “Dugaanmu sama sekali tidak salah,loohu
pun sama halnya dengan dia, menggunakan Pek Loo-jie sebagal teman untuk berlatih ilmu silat”
Ia merandek sebentar dan terusnya, “Kita sudah saling bergebrak selama hampir sepuluh tahun
lamanya, ilmu silat yang dimiliki kedua pihak sama-sama memperoleh kemajuan pesat hingga
sampai kini jurus-jurus lama sudah tak bisa digunakan lagi, kedua belah pihak sama-sama putar
otak memeras keringat untuk menciptakan gerakan serta jurus-jurus lain yang lebih ampuh
Haaah…. haaah..haaah….. selamanya loohu lebih unggul setingkat dari pada dirinya, walaupun
Pek Loo jie mempunyai kekuasaan serta pengaruh yang meluas sampai seantero jagad, siapa
tahu kalau ia tak pernah tidur dengan nyenyak, tak pernah makan dengan enak, setiap hari
pikirannya pusing memikirkan soal diriku!”
“Kalau ditinjau serta dibicarakan dari kedudukan dan nama besar dari Pek Siauw Thian dalam
dunia persilatan “pikir Hong-po Seng didalam hati “Seandainya ia tidak mengandalkan kekerasan
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
82
untuk merebut barang milik orang lain, rasanya tidak nanti ia mengalami keadaan seperti ini dan
aku pikir sama sekali tak berharga baginya untuk memperebutkan sebilah pedang.”
Tiba-tiba terdengar si kakek telaga Dingin tertawa licik, lalu berkata, “Hong-po Seng, andaikata
loohu menghadiahkan pedang emas itu kepadamu, maukah kau untuk menerimanya?”
Hong-po Seng segera gelengkan kepalanya berulang kali.
“Benda yang bukan menjadi milikku aku tak sudi untuk menerimanya, apa lagi setelah
mendapatkan pedang emas itupun aku tak bisa lolos dari cengkeraman maut Pek Siauw Thian,
apa gunanya aku mencarikan keuntungan bagi orang lain?”
“Haaah….haaah… bagaimana sekarang? Apa yang hendak kau lakukan untuk melepaskan diri
dari cengkeraman maut Pek Loo jie?”
Hong-po Seng menunduk dengan wajah sedih, “Aku akan berusaha dengan kemampuan yang
dimiliki, dan menurut pada takdir yang telah ditetapkan oleh Thian, apabila aku memang
ditakdirkan harus mati, rasanya bergulat dan memberontak tak ada gunanya!”
“Haaah….haaah….usiamu masih muda tapi bisa memandang lebih masak tentang mati dan
hidup, loohu sudah punya pengalaman, orang yang makin tidak takut mati seringkali usianya
malah semakin panjang, mungkin saja nasibmu memang begitu dan kau masih mempunyai
kesempatan untuk hidup selama beberapa tahun lagi. Hanya saja…..”
“Hanya saja kenapa?” tanya Hong-po Seng dengan mata melotot bulat-bulat.
Si Kakek Telaga Dingin tertawa.
“Hanya saja pada tahun-tahun belakangan ini, jarang sekali terjadi peristiwa aneh yang ada
diluar dugaan.”
“Apa maksud ucapanmu itu?”
“Seandainya kau terkurung didasar telaga ini pada sepuluh tahun berselang, kemungkinan besar
dari atas langit akan muncul seorang dewa yang datang menyelamatkan jiwamu, mewariskan
ilmu silat kepadamu dan membantu kau untuk menuntut balas. Tapi sekarang… Heeeh…
Heeeh…. kejadian yang demikian beruntungnya sudah tak mungkin lagi terjadi.”
“Yang dia maksudkan sebagai dewa pastilah jago jago lihay yang telah lama mengasingkan diri”
pikir pemuda Hong-po Seng dalam hati, ia lantas bertanya, “Kanapa?”
Kakek Telaga Dingin mendongak dan tertawa terbahak- bahak.
“Haah..haah..semua dewa sakti telah kembali ke akherat setelah pertemuan besar Pak Beng Tay
Hwie diadakan. Ehmmn! masih ketinggalan seorang yaitu ibumu sendiri, kecuali dia yang datang
menyelamatkan dirimu aku rasa hanya kematian yang bakal kau hadapi!”
Hong-po Seng yang mendengar ucapan itu diam-diam merasa sedih, tapi diluaran ia berkata,
“Ibuku dia orang tua pasti akan datang menyelamatkan jiwaku karena ia tentu mendongkol dan
marah kepadaku sebab aku tak mau menuruti ajarannya!”
Beberapa saat lamanya si kakek telaga dingin berdiri termangu-mangu tiba-tiba ujarnya, “Aku
rasa kaki tangan serta kuku garuda dari pihak perkumpulan Sin Kee Pang tentu tidak sedikit
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
83
jumlahnya, sekalipun ibumu datang sendiri kemari juga belum tentu bisa menyelamatkan
jiwamu.”
Hong-po Seng tiada perkataan yang bisa diucapkan, diam-diam ia menghela napas panjang dan
membungkam.
Si kakek telaga dingin sendiri sedang merasa gembira dan bangga iapun bermalas-malasan tidak
bicara lagi.
Dengan mulut membungkam kedua orang itu duduk saling berhadapan, lewat sesaat kemudian
dari atas telaga berkumandang suara desiran perlahan. si kakek telaga dingin segera mendongak
keatas sambil menggetarkan tangannya.
Sreeet….! diiringi desiran tajam, tahu-tahu diatas tangannya telah bertambah dengan sepuluh
buah paha kijang panggang yang harum baunya, diikuti ….Plaaaak! sebuah paha lagi
menggeletak diatas permukaan itu.
“Bocah keparat” seru kakek telaga Dingin segera sambil menggigit paha kijang panggang itu.
“Agaknya Pek Loo jie masih menginginkan kau hidup didasar telaga. coba lihat! dia sudah
mengirim makanan untukmu selama beberapa waktu kau tentulah dibiarkan mati kelaparan!`”
Hong-po Seng merangkak bangun dari tempatnya untuk mengambil paha kijang yang
menggeletak diatas permukaan salju, kemudian duduk ditempatnya dan mulai bersantap.
Cara makan si kakek Telaga Dingin betul-betul sadis dan mengerikan, dalam waktu singkat la
sudah menghabiskan separuh dari daging kijang tersebut. mendadak ia duduk tertegun beberapa
saat lamanya dan kemudian berkata, “Bocah keparat, harapanmu untuk hidup hingga saat ini
masih belum menentu, mungkin saja kau bisa hidup lebih jauh mungkin saja tidak. aku rasa kau
harus mulai mempersiapkan diri untuk melakukan pembalasan dendam “
“Silahkan kau utarakan pendapatmu.”
Sambil mulutnya tiada henti mengunyah daging kijang, si kakek telaga dingin berkata lebih jauh,
“Angkatlah lebih dahulu loohu sebagai gurumu, aku segera akan mewariskan kepandaian silatku
kepadamu, perduli kau bisa hidup atau mati, tanggung kau pasti berhasil membinasakan Pek
Koen Gie untuk menuntut balas atas sakit hatimu!”
“Tidak begitu bagus. tidak bagus!” dengan cepat Hong-po Seng menampik seraya tersenyum.
“Kalau kau berbuat demikian maka kau akan terjatuh ke dalam perhitungan Pek Koen Gie, sebab
sedari semula ia sudah menduga bahwa kau bakal berbuat demikian “
“Kenapa?” tanya kakek itu tercengang.
“Andaikata aku mengangkat dirimu menjadi guru maka asal kau menemui kesulitan atau bencana
yang mempengaruhi mati hidupku sebelum meninggal hatimu tentu akan jadi lembek dan
dengan sendirinya semua kepandaian silat serta rahasia dari pedang itu akan kau wariskan
kepadaku, sementara buluku belum tumbuh dengan subur dan sanggup terbang dengan mantap,
ayah dan anak dari keluarga Pek itu tentu akan menangkap diriku serta menyiksa diriku,
bukankah itu berarti harapan mereka bakal terpenuhi?”
“Anak jadah cilik!” sumpah kakek telaga dingin sambil menggerutu tiada hentinya. “Tidak mau ya
tidak mau, apa kau anggap loohu betul- betul senang menerima dirimu sebagai muridku?”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
84
Mendadak dengan mata melotot bulat bentaknya, “Cepatan dikit kalau makan! loohu akan
mewariskan jurus serangan kepadamu, bunuh dulu budak sialan anak jadah itu agar rasa
mendongkol dalam hatiku bisa terlampiaskan!”
Melihat sikapnya yang galak waktu membentak tapi berbicara dengan halus dan ramah, Hong-po
Seng mengerti kalau ucapan tersebut bukan bermaksud hanya main-main saja,maka dengan
cepat ia menyikat habis daging kijang itu kemudian menelan beberapa genggam bunga salju dan
maju menghampiri kakek aneh tadi.
,Pek Koen Gie punya pandangan mata yang tajam, sifat yang keras kepala dan gerakan kaki
tangan yang mantap. aku rasa ilmu silat yang ia miliki jauh lebih hebat, beberapa kali lipat
daripada diriku, dalam satu dua jurus apa aku mampu untuk membinasakan dirinya,” kata
pemuda she Hong-po itu.
“Hmm! pendapat katak dalam sumur!”`
JILID 5
MENDENGAR perkataan itu tanpa sadar Hong-po Seng mendongak ke atas, ia lihat telaga kering
itu mirip sekali dengan sebuah sumur kering yang besar, dirinya memang betul-betul menjadi
katak dalam sumur, empat dinding merupakan tebing yang curam dan di manapun tiada tempat
untuk berpijak, andaikata dari atas telaga tak ada orang yang menurunkan tali sudah pasti ia
akan mati terkurung di dasar telaga tersebut.
Teringat betapa sengsaranya si kakek telaga dingin yang terkurung hampir sepuluh tahun
lamanya, rasa bergidik seketika muncul dari dasar hati kecilnya.
Mendadak terdengar kakek telaga dingin berseru dengan gusar, “Loohu hanya menciptakan satu
jurus serangan saja yaitu jurus “Koen Sioe Ci Tauw” atau Pergulatan binatang-binatang
terkurung. Dengan andalkan satu jurus inilah Pek loojie harus putar otak peras keringat selama
lima tahun untuk melawan diriku, sekali pun begitu hingga detik ini dia masih belum sanggup
menangkap diriku!”
Begitu keras ucapan ini digemborkan sampai Hong-po Seng merasakan telinganya lapat-lapat
terasa amat sakit, menunggu kakek itu menyelesaikan kata-katanya dengan cepat menyambung
dengan nada rikuh, “Aaah….! hanya satu jurus ilmu silat saja Pek Siauw Thian tak bisa
memecahkannya walau sudah putar otak selama lima tahun, tak usah dikatakan lagi bisa
dibayangkan betapa lihaynya pukulan tersebut. “Koea Sioe Ci Sauw” atau pergulatan binatangbinatang
terkurung memang tepat sekali untuk nama jurus serangan tersebut”
Si kakek telaga dingin mendengus congkak, ia mengangkat tangan kirinya yang bisa bergerak
bebas untuk melakukan gerakan setengah di depan dada kemudian sambil mendorong telapak
itu ke arah depan serunya lantang, “Badan terbelenggu tak bisa berkutik, segenap kepandaian
silat yang kumilikipun tak dapat digunakan, dalam posisi yang terdesak dan terancam oleh
bahaya maut akhirnya loohu berhasil menciptakan jurus serangan yang amat lihay ini.
Begitu ia selesai berbicara, dari tumpukan salju kurang lebih dua tombak di hadapannya
berkumandang suara gemerisik yang santar, diikuti menggulungnya pusaran angin tajam bunga
salju berpusing dan berputar dengan kencangnya, dalam waktu singkat terciptalah sebuah tiang
salju setinggi satu tombak dengan badan besar tujuh depa.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
85
Hong-po Seng merasa terkejut bercampur bergidik, pikirnya, “Tidak aneh kalau ia sombong dan
tinggi hati, ternyata kekuatan pukulannya betul-betul dahsyat hingga mencapai ke atap yang
demikian tingginya!”
“Bagaimana?” seru Si kakek telaga Dingin sambil tertawa keras, “Bagaimana kalau di bandingkan
dengan Pek loo jie?”
“Sin kang yang kau miliki betul-betul terhitung dahsyat dan luar biasa sekali aku pikir Pek Siauw
Thian tak nanti bisa menandingi dirimu.”
“Huuuh! kau betul-betul manusia yang punya mata yang tak berbiji” maki si kakek telaga Dingin
dengan mata melotot, “kehebatan dari jurus seranganku barusan bukan terletak pada
kesempurnaan tenaga lwekang yang dimiliki seseorang, tapi kehebatannya justru terletak pada
kesaktian serta keajaiban dari perubahan jurus tersebut!”
“Hmmm, apa gunanya kau sombong dan berbangga diri?” batin Hong-po Seng. “Sekalipun ilmu
silat yang kau miliki sangat lihay, kalau tak dapat menikmati kehidupan yang wajar apa gunanya?
Huh…! begitu masih bisanya berlagak sok!”
Walaupun dalam hati berpikir demikian, sudah tentu di luaran tidak berkata keras. cuma ujarnya
dengan hambar, “Kepandaian sakti itu adalah ilmu silat andalanmu, antara kita berdua tiada
ikatan sanak maupun keluarga, akupun tak bisa mengangkat dirimu sebagai guru, masa kau
telah mewariskan kepadaku dengan begitu saja?”
“Tentu saja bisa!” Si kakek telaga Dingin tertawa seram. “Cuma aku mempunyai syarat yang
barus kau kabulkan, asal kau merasa sanggup untuk menerima dua syaratku itu maka jurus
serangan “Koen Sioe Ci Tauw ini akan kupinjamkan kepadamu, di sampiug itu akan kuajarkan
pula satu siasat bagus untukmu, tanggung kau berhasil membinasakan Pek Koen Gie si budak
sialan itu. Asal dendammu sudah terbalas maka kau boleh kembalikan jurus ilmu pukulan itu
kepadaku!”
“Jurus ilmu pukulan mana bisa dipinjam dan bagaimana pula caranya mengembalikan
kepadamu?” pikir si anak muda itu. Ia melirik sekejap ke arah kakek tadi dan katanya, “Coba kau
terangkan lebih dahulu, apakah kedua syarat yang hendak kau ajukan itu?”
“Haah … haah ….. haah … kedua syarat tersebut?” kakek telaga dingin mendongak dan tertawa
terbahak-bahak. “Itu urusan kecil, justru yang paling penting adalah cara meminjam jurus
pukulan yang gampang tadi, cara pengembaliannya yang rada merepotkan itu.”
“Bagaimana repotnya?”
“Loohu melatih kepandaian sakti itu dengan telapak kiri, maka untuk mengembalikan ilmu
pukulan tadi kepadaku, terpaksa tangan kirimu harus kutebas dan kemudian serahkan kepada
loohu.”
“Sepasang kakinya kutung di ujung pedang ayahku,” pikir Hong-po Seng dalam hati. “Demdam
kesumat macam ini benar-benar besar dan dalam, sampai kini ia tak mau membunuh diriku
adalah karna aku masih berguna baginya, andaikata aku harus kutungkan sebuah lenganku
untuk dikembalikan kepadanya, kejadian ini betul-betul menarik dan aneh sekali”
ooooOoooo
7
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
86
BERPIKIR sampai disitu ia lantas berkata dengan suara hambar, “Yang selalu kau pikirkan dalam
hati hanyalah balas dendam …. balas dendam melulu, walaupun aku tahu bahwa maksud hatimu
tidak baik, tapi semangat serta cita-citanya tidak memalukan. Baiklah! ada meminjam pasti ada
mengembalikan, kusempurnakan keinginan hatimu itu.”
“Anjing cilik ….” maki si kakek telaga dingin dengan penuh kebencian setelah mendengar
perkataan itu, giginya saling bergemerutukan hingga berbunyi nyaring.
Hong-po Seng mendelik bulat-bulat, tegurnya ketus, “Aku minta kalau berbicara sedikitlah tahu
diri, asal jangan ngerocos keluar saja!”
Meski usia si anak muda ini masih kecil tapis dia mempunyai wajah yang gagah perkasa serta
semangat patriot yang hebat, baik Pek Koen Gie maupun si kakek telaga dingin yang berhadapan
dengan dirinya tentu merasa hatinya sangat tidak enak, hal itu bukan lain dikarenakan rasa
rendah diri serta rasa malu yang timbul dari dasar lubuk bati mereka, hanya saja kedua orang itu
sama-sama tidak memahami sampai kesitu.
Si kakek telaga dingin merandek sejenak, mendadak bentaknya keras, “Kau benar-benar tidak
menyesal mengucapkan kata-kata tersebut?”
“Hidup di dalam suasana yang kacau, nyawa masih bisa diselamatkan sudah merupakan satu
peruntungan, berapa besar nilainya sebuah lengan kiri….? cepat kau sebutkan syaratnya!”
Si kakek telaga dingin mendengus berat.
“Hmm… pertama, bunuh Pek Koen Gie dan kedua bunuh Pek Koen Gie!”
Mendengar perkataan itu Hong-po Seng melengak.
“Eeei… dua macam syarat yang kau ajukan barusan bukankah berarti pula banya satu syarat
belaka?”
“Heeeh … heeeh…. heeeh….”
Kakek Telaga Dingin tertawa dingin. “Sekalipun hanya satu syarat belum tentu kau bisa
laksanakan dengan sempurna. Hmmm! membiarkan Pek Loo-jie merasakan siksaan serta
penderitaan karena kematian putrinya jauh lebih menyenangkan dari pada membinasakan
dirinya!”
“Haaah… haaah… haaah… sungguh keji dan telengas siasat yang kau gunakan ini. setelah
kubunuh Pek Koen Gie kau kira Pek Siauw Thian dapat melepaskan aku dengan begitu saja?
siasatmu sekali timpuk mendapat dua ekor burung benar-benar lihai sekali!”
“Cissss! telaga kering ini merupakan daerah terlarang dari perkumpulan Sin-Kee Pang, kau
anggap bisa keluar dari sini dalam keadaan hidup-hidup?”
“Hmmm! tentang persoalan itu sudah kupikirkan sejak semulia,” pemuda itu merandek sejenak
dan termenung. “Terkurungnya kau di dasar telaga kering ini merupakan suatu rahasia besar,
seandainya ada orang yang berhasil meninggalkan tempat ini dalam keadaan hidup, rahasia ini
sudah pasti akan bocor dan tersiar di tempat luaran!”
“Betul!” kakek telaga dingin tertawa.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
87
Pada saat itu beberapa orang kerabat lamanya akan berdatang kemari dan sama-sama
berkumpul jadi satu. Pepatah mengatakan siapa yang melihat ikut mendapat bagian, kau
mendapat semangkok bubur dan aku mendapat semangkok bubur, sekalipun loohu serahkan
pedang emas itu belum tentu Pek Loo-jie bisa mengangkanginya seorang diri”
Mendadak ia tutip mulut dan memandang ke arah si anak muda iru dengan mata melotot bulat.
“Aku bukan seorang manusia yang jeri menghadapi kematian dan tidak ingin membunuh orang
tanpa sebab musabab,” kata Hong-po Seng seraya usapkan tangannya. “Coba berilah
kesempatan kepadaku untuk berpikir dengan lebih seksama, seandainya aku menganggap bahwa
Pek Koen Gie memang patut dijatuhi hukuman mati, kita baru mengadakan kerja sama saling
bertukar syarat?”
Rupanya si Kakek Telaga Dingin takut kalau pemuda itu secara tiba-tiba berubah pikiran, begitu
ia selesai berbicara segera sambungnya, “Walaupun kau tidak mau membunuh orang, orang lain
pun akan membinasakan dirimu, bagaimanapun juga akhirnya kau harus mati juga, kenapa tidak
menggunakan kesempatan ini untuk menarik balik sebagian dan modalmu? lagipula Pek Siauw
Thian banya punya satu keturunan, asal kau bunuh budak sialan itu maka setelah Pek Loo jie
modar, perkumpulan Sin-Kee-Pang tanpa kendali seorang pemimpin yang lihay pasti akan
menjadi buyar dengan sendirinya.”
Hong-po Seng tertawa hambar, pikirnya, “Apa yang diucapkan meski belum tentu seluruhnya
benar, tapi memang masuk di akal juga, dalam sebuah perkumpulan yang amat besar sudah
tentu bercampur baur manusia-manusia dan pelbagai lapisan, kalau tiada seorang pemimpin
yang tangguh dan kosen yang mengendalikan mereka, tentu saja sulit untuk menguasai
manusia-manusia itu.”
Berpikir begitu ia lantas berkata, “Baiklah, kita tetapkan dengan sepatah kata ini, aku akan
meminjam ilmu pukulan itu untuk membunuh Pek Koen Gie, seandainya beruntung aku bisa lolos
dari bahaya maut, tangan kiriku segera akan kutebas untuk dikembalikan kepadamu. Nah!
sekarang kau boleh terangkan siasat bagusmu itu, bagaimana caranya aku bisa mencabut
selembar jiwa Pek Koen Gie dengan mengandalkan jurus “Koen Sioe Ci Tauw” tersebut.
Si Kakek Telaga Dingin tertawa.
“Soal siasat bagus lebih baik kita bicarakan setelah ilmu pukulan itu kuwariskan kepadamu.
Haaaa …… haaaaaah inilah pekerjaan yang memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak,
Eei? pedang bajamu itu kukoay sekali bentuknya, coba mainkanlah beberapa jurus untuk
diperlihatkan kepadaku!”
“Orang ini terlalu serakah dan mementingkan diri sendiri,” batin Hong-po Seng dalam hati,
“Sedikitpun tiada perasaan kasihan atau iba kepada mereka senasibnya, aku tidak cocok untuk
bergaul dengan dirinya, lebih baik sedikit menyimpan diri saja.”
Maka ia lantas gelengkan kepalanya berulang kali serunya, “Ayahku almarhum terlalu cepat
meninggalkan dunia yang fana, sedangkan ilmu silat yang dimiliki ibuku tidak cocok bagi kaum
pria untuk melatihnya, maka dari itu meski sim hoat tenaga dalamku memperoleh warisan dari
ajaran keluarga, itupun harus digabungkan dengan ilmu pedang yang sederhana baru bisa
digunakan untuk melindungi keselamatan sendiri. Ilmu yang terlalu sederhana lebih baik tak usah
dipamerkan dihadapan orang lihay saja!”
Si Kakek Telaga Dingin merasa setengah percaya setengah tidak, ia mendengus gusar.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
88
“Hmm! omong kosong, masa ilmu silatpun sok dirahasiakan!”
Tapi ia tidak mendesak lebih jauh, tanpa menggubris apakah pemuda itu sudah mempersiapkan
diri atau tidak segera mulai menerangkan rahasia ilmu pukulannya.
Mula-mula ia terangkan dahulu di manakah letak dari himpunan tenaga yang mereka miliki serta
letak-letak tempat yang vital di tubuh manusia, kemudian membicarakan rahasia dari bagaimana
caranya mengerahkan tenaga yang baik.
Dengan penuh perhatian dan seksama Hong-po Seng pusatkan semua konsentrasinya untuk
mendengarkan keterangan-keterangan orang tua itu, tanpa sadar ia sudah terserap dan
terpesona oleh kesaktian serta keanehan dari kepandaian tersebut, masalah tangan kirinya yang
bakal dikutungi dikemudian hari sudah jauh-jauh terlupakan dari dalam benaknya.
Dengan menghimpun segenap semangat yang dimilikinya Hong-po Seng mendengarkan
penjelasan itu, ia hampir mabok dibuatnya.
Sebaliknya Si Kakek Telaga Dingin sendiri makin bicara ia merasa semakin bangga, hingga senja
hari menjadi tiba ia baru menyelesaikan keterangannya.
Hong-po Seng pun segera mengundurkan diri ke sisi dinding sambil mengulangi kembali rahasia
yang didapatkan, berusaha bila bertemu dengan hal-hal yang kurang jelas baginya ia segera
mohon petunjuk kepada orang tua itu.
Melihat betapa kesemsem dan terpesonanya si anak muda itu oleh kesaktian ilmu pukulan yang
dimilikinya, Si Kakek Telaga Dingin merasa bangga sekali.
Malam itu dilewatkan dengan kedua orang itu dalam suasana yang gelisah dan tidak sabar
mereka berharap pagi hari tepat menjelang datang. Akhirnya setelan dinantikan dengan susah
payah, fajarpun menyingsing di ufuk sebelah Timur, Si kakek Telaga Dingin segera menurunkan
gerakan jurus serangan itu kepada Hong-po Seng.
Jurus “Koen Sioe Ci Tauw” ini merupakan suatu gerakan memutar setengah lingkaran terdahulu
di depan dada kemudian disodok ke arah depan, walau begitu si Kakek Telaga Dingin
membutuhkan waktu selama hampir setengah jam lamanya untuk membuat si anak muda itu
memahaminya sungguh-sungguh, maka ia segera memerintahkannya untuk berlatih
dihadapannya.
Keampuhan daripada ilmu silat Hong-po Seng terletak di atas permainan pedangnya, tapi simhoat
tenaga dalam yang dimilikinya merupakan pelajaran tingkat atas, ditambah pula ia berwatak
keras hati, berjiwa besar, bercita-cita luhur serta mempunyai harapan untuk membasmi kaum
laknat serta menolong umat Bu-lim dari penindasan kaum iblis, maka sewaktu berlatih
kepandaian tersebut ia berlatih dengan tekun, giat dan rajin, dengan sendirinya kemajuan yang
diperolehpun semakin pesat.
Gerakan jurus pukulan itu sederhana sekali, tapi Hong-po Seng tidak memandangnya sebagai
pelajaran rendah, selesai berlatih satu kali ia berlatih lagi satu kali hingga akhirnya badan jadi
lelah dan tenaga babis, sementara malampun telah tiba.
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Hong-po Seng sudah berlatih ilmu pukulan itu. Selesai
sarapan mendadak si Kakek Telaga Diugin menggapai ke arahnya sambil tertawa licik.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
89
“Hong-po Seng, gunakanlah segenap kekuatan yang kau miliki dan cobalah menghantam loohu
dengan jurus pukulan itu.”
Hong-po Seng sudah mengerti akan kelihayan tenaga lwekang yang dimiliki pihak lawan jelas
pukulan tersebut tak nanti bisa melukai dirinya, maka ia segera mengempos tenaga berkelebat
maju kedepan dan putar telapak mengirim satu pukulan gencar.
“Haaaa…… haaaa…..haaaa…… bocah keparat modar kau!” bentak kakek Dingin sambil tertawa
terbahak-bahak.
Tangannya berputar kencang, dengan menggunakan pula jurus pukulan “Koen Sioe Ci Tauw” ia
sodok telapaknya ke muka.
Plooook! dengan telak pukulan tadi bersarang di atas dada si anak muda itu.
Hong-po Seng berteriak keras badannya mencelat ke belakang dan meluncur sejauh lima enam
tombak, di mana badannya terbaring keras-keras mencium tanah.
Si Kakek telaga dingin segera tertawa terbahak-bahak.
“Haaaa ……… haaaaah ………… tempo dulu ketika Pek Loo jie termakan oleh pukulan loohu,
keadaannya pun tidak jauh berbeda dengan keadaanmu sekarang!”
Hong-po Seng segera meloncat bangun dari atas tanah, diam-diam ia mengempos tenaga ketika
dirasakan bahwa dirinya tidak terluka buru-buru ia maju ke depan dan menjura.
“Oooa! rupanya saudara masih menyembunyikan kepandaian kepadaku!” serunya sambil tertawa
“Sungguh tak nyana kalau dengan gerakan jurus Koen Sioe Ci Tauw tersebut masih terdapat
perubahan lain”
“Ehmm, sungguh tajam pandangan mata bocah keparat ini!” diam-diam si kakek telaga dingin
memuji ia segara tertawa tergelak.
“Haaah … haaah …. kau pandang Pek Loo jie sebagai manusia macam apa? kalau tiada
perubahan mana aku sanggup mencelakai dirinya?”
Sembari bicara ia ulangi kembali jurus pukulan itu dan diwariskan kepadanya.
Hong-po Seng melatih perubahan jurus tadi dengan sungguh-sungguh dan tekun, siapa tahu
setiap kali si Kakek Telaga Dingin selalu mempunyai perubahan baru.
Berhubung sepasang kakinya sudah cacad sedang tangan kanannya terikat di atas dinding maka
selamanya kakek itu harus melayani serangan-serangan lawan dengan mengandalkan tangan
kirinya belaka, dengan sendirinya gaya pembukaan dari serangannya pun tak berbeda.
Tapi setelah pukulan itu tiba di tengah jalan terdapatlah pelbagai perubahan yang tak terkirakan
banyaknya, jadi walaupun namanya saja hanya terdiri dari satu jurus, dalam kenyataan
gerakannya melebihi seratus buah.
Perubahan gerakan satu sama lain memang hanya terpaut sedikit sekali kendati begitu dalam
penggunaannya ternyata memiliki keampuhan yang sukar dilukiskan, kalau tidak dengan
kepandaian silat yang dimiliki Pek Siauw Thian mana bisa memaksa harus berpikir k ras dan
peras otak selama lima tahun untuk memecahkan gerakan itu tanpa berhasil.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
90
Begitulah pada hari itu ia mempelajari lima gerakan, keesokan harinya belajar tujuh buah
gerakan, hingga belasan hari kemudian jurus pukulan “Koen Sioe Ci Tauw” ini akhirnya berhasil
dikuasai semua.
Si Kakek Telaga Dingin merasa amat bangga, sedari pemuda itu menyelesaikan pelajarannya
setiap hari mereka berdua duduk saling berhadapan sambil menggerakkan telapak kirinya saling
serang menyerang dengan serunya.
Ketika untuk pertama kali diadakan pertarungan, karena Hong-po Seng belum begitu hapal
dengan gerakan pukulan itu, seringkali dia harus termakan oleh bogem mentah kakek telaga
dingin.
Tapi sesudah lewat tiga empat hari menanti Hong-po Seng telah hapal dengan gerakan ilmu
pukulan itu, kesempatan si kakek Telaga Dingin untuk menyarangkan bogem mentahnya di
tubuh pemuda itu semakin tipis, setiap kali bertarung mereka hanya bertahan dalam posisi yang
seimbang, dengan sendirinya pertarunganpun berlangsung makin seru.
Suatu pagi ketika kedua orang itu melangsungkan pertarungan lagi, mendadak si kakek Telaga
Dingin tertawa tergelak, telapak secara tiba-tiba menerobos masuk ke dalam pertahanan lawan
dan menghantam tubuh Hong-po Seng sampai mencelat sejauh beberapa tombak.
Pusing tujuh keliling pemuda itu merasakan sakit di atas kepalanya, dengan susah payah ia
merangkak bangun dari atas tanah kemudian menghampiri kakek itu. Ketika menyaksikan si
kakek telaga dingin masih tertawa tergelak dengan bangganya, ia segera menegur sambil
tertawa pula, “Ooooh, rupanya kau masih menyembunyikan satu jurus serangan, selain yang
diturunkan kepadaku!”
“Tidak, jurus pukulan ini adalah ciptaanku yang terakhir” sahut kakek Telaga Dingin sambil
menarik kembali tertawanya. Hingga detik ini Pek Loo jie masih belum pernah menjumpai
pukulanku ini”
“Kalau memang begitu aku tak mau mempelajari pukulan tadi, daripada sampai ketahuan lebih
dahulu oleh Pek Siauw Thian hingga ia sempat mempersiapkan diri untuk menghadapi dirimu.”
“Haaah….. haaah…… bocah keparat tak nyana kalau hatimu sesungguhnya jujur, baik dan
menyenangkan, tapi kalau kau tidak sekalian mempelajari ilmu pukulan mi, maka tidak nanti kau
akan berhasil mencabut jiwa budak sialan itu.”
“Pikirkanlah sendiri membunuh Pek Koen Cie lebih penting ataukah menyelamatkan jiwamu lebih
penting? nah setelah itu tentukan pilihanmu, aku sih hanya menantikan keputusanmu yang
terakhir”
Si kakek telaga dingin mendongak dan menatap wajah si anak muda itu tajam-tajam? mendadak
dengan wajah berubah jadi marah serunya, “Bocah cilik! loohu telah mengambil keputusan untuk
mewariskan perubahan jurus yang terakhir ini kepadamu. Seandainya Pek Loo jie tidak ada
maksud mencari keuntungan dengan jalan ini masih mendingan, kalau ia mau cari keuntungan
dengan memikirkan gerakan pemecahan lebih dahulu sebelum bergerak melawan loohu.
Hmmm…. hmmm…. hmmm…. Pek Loo-jie…. Pek Loo-jie……”
“Kenapa?” tanya Hong-po Seng tercengang. “Kenapa? sekalipun loohu bakal mati kelaparan,
paling sedikit akan kusuruh orang she Pek itu berbaring selama setahun tanpa bisa berkutik!. .”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
91
“Aaaah, dia tentu masih mempunyai jurus ampuh yang sengaja dirahasiakan….” pikir Hong-po
Seng, “Kemudian mengatur siasat dan sengaja suruh aku membocorkan lebih dahulu gerakan
terbaru tadi agar Pek Siauw Thian yang tak tahu diri terjebak ke dalam perangkapnya.”
Sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu, terdengar si kakek telaga Dingin telah berkata lagi
sam bil tertawa panjang.
“Hmmm! andaikata aku tidak menggunakan sedikit akal dan kecerdikan, hidupku mana bisa
diperpanjang sampai sepuluh tahun lamanya? kalau kau pun tidak ingin mati konyol, lebih baik
gunakanlah otakmu untuk berpikir dan berusaha.
Walaupun Hong-po Seng tahu kalau tenaganya yang terakhir” sahut kakek telaga Dingin sambil
menarik kembali tertawanya. “Hingga detik ini Pek Loo jie masih belum pernah menjumpai
pukulanku ini”
“Kalau memang begitu aku tak mau mempelajari pukulan tadi, daripada sampai ketahuan lebih
dahulu oleh Pek Siauw Thian hingga ia sempat mempersiapkan diri untuk menghadapi dirimu.”
“Haaah…. haaah……bocah keparat tak nyana kalau hatimu sesungguhnya jujur, baik dan
menyenangkan, tapi kalau kau tidak sekalian mempelajari ilmu pukulan mi, maka tidak nanti kau
akan berhasil mencabut jiwa budak sialan itu.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar