Hoa In nampak tertegun, tapi akhirnya tanpa mengucapkan sepatah katapun ia putar badan dan
berlalu dari situ, dalam sekejap mata bayangan tubuhnya telah lenyap dari depan mata.
Diam-diam Hoa Thian-hong merasa amat kagum atas kecepatan gerakan pelayan tuanya itu, air
muka Cu Coan kek sekalipun nampak berubah hebat. hanya Jin Hian seorang tetap tenang dan
tidak menunjukkan suatu reaksi apapun juga.
Setelah suasana hening beberapa saat lamanya, Jin Hian kembali ulapkan tangannya memberi
tanda kepada Siang Kiat sekalian, kelima orang itu segera memberi hormat dan berlalu dari situ.
Hoa Thian-hong semakin curiga lagi, tak tahan ia menegur, “Jien Tang-kee, tadi kau mengatakan
bahwa kesempatan bagus begitu untuk menuntut balas bagi Kematian ayahku telah tiba, padahal
Thong-thian-kauwcu jauh berada di
Jin Hian tertawa hambar, sambil putar badan tinggalkan tempat itu dia menjawab, “Perkumpulan
Hong-im-hwie telah mengerahkan segenap kekuatannya menuju ke selatan, dalam perjalanan ini
kalau Hoa kongcu sudi mengiringnya maka kami akan merasa amat bangga”
Terkejut hati si anak muda itu setelah mendengar ucapan tersebut, kembali pikirnya di dalam
hati, “Kejadian ini berlangsung amat mendadak tanpa mengeluarkan sedikit suarapun ternyata
pertempuran telah berada di samping pintu”
Berita ini diketahui olehnya terlalu mendadak, hal itu membuat Hoa Thian-hong merasa agak
kelabakan. Untuk beberapa saat lamanya ia membungkam terus sambil berusaha
menenteramkan hatinya.
Sekali lagi semua orang balik ke dalam ruangan perjamuan, setelah masing-masing ambil tempat
duduk, Jin Hian lantas berkata sambil tertawa, “Perjalanan kita kali ini menuju
bakal waktu beberapa hari perjalanan. sebentar lagi kita akan berangkat Hoa kongcu silahkan
bersantap lebih dahulu dari pada di tengah jalan nanti merasa kelaparan!”
Hoa Thian-hong tersenyum, sambil tundukkan kepala ia bersantap dan meneguk arak, dengan
menggunakan kesempatan yang sangat baik inilah ia berusaha memecahkan situasi yang sedang
dihadapinya sambil berusaha mencari jalan keluar untuk menghadapi segala kemungkinan besar
merupakan salah satu pembunuh ayahku…” pikirnya di dalam hati. “Tapi jelas bukan hanya dia
seorang saja, dendam terbunuhnya ayahku, aku sebagai putranya bersumpah harus menuntut
balas, tapi perbuatan ini tak boleh kulakukan secara gegabah, apa lagi sampai tenagaku
dipergunakan oleh Jin Hian Aku harus berusaha mempergunakan sengketa antara pihak Hongim-
hwie dengan Thong-thian-kauw ini sebagai sumbu bahan peledak yang akan memecahkan
pertumpahan darah antara ketiga golongan itu….”
Berpikir demikian, dia lantas angkat kepala dan berkata, “Sudah lama aku dengar orang berkata
bahwa kekuatan dari ‘Tiga besar’ adalah seimbang, andaikata dalam persengketaan ini pihak
kalian harus kerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya, menang kalah kekuatanmu pasti akan
mengalami kemunduran dan kerugian yang cukup parah, apakah kau tidak takut karena itu
posisimu jadi goyah? Dan apakah kau tidak takut pihak Sin-kie-pang akan jadi nelayan beruntung
yang tinggal mengeduk keuntungannya saja sambil berpeluk tangan?”
“Perkataan dari Hoa kongcu ini memang tepat sekali,” puji Jin Hian sambil tertawa dan bertepuk
tangan,” Dalam pertempuran ini, andaikata aku tidak beruntung dan menderita kekalahan, bukan
saja kekuatan inti perkumpulan Hong-im-hwie akan menderita kerusakan hebat, posisi
kekuasaanku akan goyah. bahkan kemungkinan besar bakal runtuh dan hancur berantakan”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
308
Dari sikap serta gerak-geriknya yang rileks dan tidak bersungguh hati, Hoa Thian-hong segera
mengetahui bahwa dibalik peristiwa itu masih terselip latar belakan g lain, ia segera berkat. “Aku
lihat persoalan ini menyangkut posisi kekuasaan pihak kalian serta jauh berbeda dengan
permusuhan pribadi antara perorangan mungkinkah Jien Tang-kee sudah mempunyai rencana
yang masak serta memegang keyakinan penuh bahwa kemenangan pasti berada dipihak,
kalian?”
Jin Hian tertawa gelak, “Hoa kongcu benar-benar amat cerdik sekali dan pandai melihat gelagat,
aku orang she Jin benar-benar merasa amat kagum.”
Dari ucapan yang selalu berusaha menghindar dari pokok pembicaraan tersebut, Hoa Thian-hong
segera menyadari bahwa banyak bicarapun tak ada gunanya, dengan mulut membungkam ia
segera bersantap dan minum arak,
Beberapa saat kemudian Hoa In telah muncul kembali dalam ruangan itu, sambil menghampiri ke
sisi Hoa Thian-hong ujarnya, “Siau Koan-jin, obat itu kuserahkan ketahgan Ciong Lian-khek!”
Hoa Thian-hong mengangguk, pikirnya. “Keluarga Hoa kami telah tercerai berai dan berantakan,
meskipun sebutan antara majikan dan pelayan tak perlu dihapus, rasanya soal peraturan rumah
tangga tak perlu kuperhatikan lagi”
Berpikir demikian, ia lantas menuding ke sebuah kursi kosong sambil katanya, “Malam nanti kita
masih akan melakukan perjalanan, duduklah dan bersantap dulu!”
Perlu diketahui Hoa In adalah pengurus dari perkampungan Liok Soat Sanceng, ketika Hoa Goansiu
masih melakukan perjalanan dalam dunia persilatan tempo dulu, Hoa In-pun sering kali
munculkan diri pula di dalam Bulim, ilmu silat yang ia miliki belum tentu berada di bawah
kepandaian silat dari Jin Hian.
Oleh sebab itu ketika Hoa Thian-hong suruh pengurus perkampungannya itu duduk, para jago
dari pihak Hong-im-hwie-pun tak seorangpun yang memberi komentar, bahkan tak ada pula yang
menunjukkan sikap tidak puas,
Tetapi Hoa In segera gelengkan kepalanya, “Aku tidak lapar!”
Tiba-tiba serunya kembali, “Baiklah…… Aku akan bersantap disitu saja.”
Sepuluh orang yang semua duduk dimeja perjamuan sebelah depan secara beruntun berlalu
semua, Hoa In segera menuju ke tempat itu, setelah bersantap ia buru-buru balik lagi ke
belakang tubuh Hoa Thian-hong.
Kembali beberapa waktu telah lewat, kali ini Cu Goan-khek sekalian yang bangkit berdiri,
katanya, “Toako, kami sekalian akan berangkat lebih dahulu!”
Jin Hian mengangguk. “Ingat baik-baik rencana kita yang sebenarnya, dalam perjalanan
berusahalah mengadakan saling kontak antara kedua belah pihak, setibanya di
nantikanlah kedatanganku!”
Cu Goan-khek mengiakan dan segera berlalu .
Menanti Hoa Thian-hong menyapu sekejap sekeliling ruangan itu, dia lihat disitu sudah tiada
orang lain lagi kecuali Jin Hian, Cia Kim serta tiga orang pria baju hijau yang menyoren golok
besar bergagang emas itu.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
309
Rupanya jin Hian tidak dapat membendung rasa girang yang meluap-luap dalam hatinya, setelah
meneguk habis isi cawannya ia menghembuskan napas panjang dan berkata sambil tertawa,
“Sejak pertemuan besar Pak-Beng-Hwie, dunia persilatan terasa sunyi bagaikan berada di
kuburan, setelah sepuluh tahun merana akhirnya ini hari muncul pula setitik napas Perkumpulan
Hong-im-hwie bakal merajai persilatan, aku ingin lihat kau si toosu bangsat Thian Ek bakal
berubah muka atau tidak?”
Dia buang cawannya ke lantai dan tertawa terbahak-bahak. “Haaa…. haaah…. haaaah…. Hoa
Loo-te, mari kitapun berangkat!……”
Sambil bangkit berdiri dari tempat duduknya, Hoa Thian-hong berpikir, “Rupanya mereka semua
terdiri dari manusia-manusia yang tidak menginginkan kesunyian, selama ini tak seorangpun
diantara mereka yang berkutik lantaran waktu yang dinanti nantikan belum tiba…..”
Sekeluarnya beberapa orang itu dari ruang perjamuan. tampaklah Ciau Khong serta seorang
pembantunya sedang menanti di depan pintu, tujuh delapan ekor kuda jempolan telah disiapkan
di samping jalan, sementara keempat puluh orang pengawal golok emas itu tanpa menimbulkan
suarapun telah berlalu semua dari situ.
Setelah semua orang naik ke atas panggung kuda. Jin Hian angkat kepala memandang sekejap
cuaca di langit, kemudian sambil berpaling ke arah Hoa Thian-hong ia perlihatkan wajahnya yang
kegirangan.
Hoa Thian-hong pura pura berlagak pilon sambil menjura serunya, “Jien Tang-kee, silahkan
berangkat lebih dahulu!”
Sikapnya yang tegas, mantap dan gagah ini merupakan warisan langsung dari orang tuanya. hal
ini menunjukkan pula didikan Hoa Hujien selama sepuluh tahun serta pengalamannya yang
dialaminya selama ini telah menimpa pemuda itu jadi semakin matang dan berpengalaman.
Jin Hian yang menyaksikan itu diam-diam merasa kagum, sedang pelayan tua Hoa In merasa
girang bercampur bangga.
Suara derap kaki kuda berkumandang memecah kesunyian, Jin Hian menceplak kudanya berlalu
lebih dahulu dari pintu besar, malaikat berlengan delapan menyusul dan belakang kemudian pria
bergolok emas itu nomor tiga, Hoa Thian-hong nomor empat sedang Hoa In paling buncit.
Lima ekor kuda berlari sepanjang jalan menuju ke pintu kota sebelah utara Setelah kelima ekor
kuda itu berlalu dari bawah wuwungan rumah seberang jalan segara berkelebat keluar enam
tujuh sosok bayangan manusia. mereka semua tidak menyembunyikan jejaknya lagi, ada yang
lari menuju ke pintu barat, ada yang menuju ke pintu selatan. ada yang membuntuti di belakang
kuda dan ada pula yang naik ke tembok kota.
Hoa Thian-hong yang melihat arah yang mereka tuju adalah pintu utara, ia nampak agak
tertegun. Tapi sebelum ia sempat mengajukan keragu-raguannya itu Jin Hian telah alihkan lari
kudanya menuju ke arah Timur. Di bawah cahaya bintang kelima ekor kuda itu nampak mengitari
dinding kota itu satu kali, tidak selang sepertanak nasi kemudian mereka telah tiba diluar kota
sebelah selatan dan mulai menginjak jalan raya menuju ke arah Wi-Im.
Perjalanan dilakukan amat cepat, ketika fajar hampir menyingsing mereka beristirahat sejenak di
sebuah dusun kecil di tepi jala ketika itulah Hoa Thian-hong bertanya, “Jien Tang-kee,
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
310
pergerakan kita kali ini akan dilaksanakan secara terang-terangan ataukah hendak dilakukan
secara sembunyi dan diluar dugaan mereka?…….”
“Wilayah Kanglam adalah suatu wilayah yang makmur dan ramai. di dalam setiap kota besar
tentu terdapat kantor cabang dari Thong-thian-kauw, gerakan pasukan besar kita tentu akan
mengejutkan mereka dan diketahui jejaknya sejak dari permulaan, oleh karena itu gerakan kita
kali ini dilakukan setengah terang-terangan dan setengah bersembunyi, asal pada bulan tujuh
tanggal tiga kita bisa mencapai kota Ceng-kang, sekalipun Thian Ek si toosu bangsat itu sudah
memperoleh berita, belum tentu ia mampu melakukan penjagaan yang ketat terhadap serbuan
kita orang”
Hoa Thian-hong yang meninjau persoalan itu dari sudut pandangan ke depan, secara lapat-lapat
dapat merasakan pula rumit serta kalutnya persoalan ini, ia tahu bahwa pekerjaan besar
semacam ini tak mungkin sungguh dilakukan oleh Jin Hian sekalian beberapa gelintir orang saja,
kebanyakan pihak Sin-kie-pang tentu terlibat pula dalam peristiwa ini.
Sekalipun begitu diapun menyadari bahwa banyak bertanya tak ada faedahnya, oleh sebab itu ia
segera mengambil keputusan untuk menunggu perubahan dengan sikap tenang. Mulutnyapun
membungkam dalam seribu bahasa,.
Terdengar Jin Hian bertanya kembali, “Hoa loo-te, untuk setiap kali ‘lari racun’, apakah kau
mempunyai saat yang tertentu?”
Pemuda itu mengangguk, “Benar, setiap setengah hari menjelang tiba.”
Jin Hian termenung sebentar, lalu berkata lagi, “Kalau begitu sebelum tengah hari nanti kita
beristirahat dulu sebentar di kota Ko-kee-ceng!”
“Jien Tang-kee, janganlah karena urusan ini hingga menunda perjalananmu ini!….” Jin Hian
tersenyum. “Kita toh sedang melakukan perjalanan bersama, sudah sepantasnya kalau kami
mengimbangi keadaan dari rekan seperjalanan kami, kalau tidak bantu membantu darimana kita
bisa kokoh?”
Setelah sang surya menyingsing perjalanan segera dilakukan, tengah hari racun teratai yang
mengeram dalam tubuh Hoa Thian-hong kambuh, ia segera turun dari punggung kudanya dan
melanjutkan perjalanan dengan jalan berlari.
Makin lari ia semakin cepat hingga dalam sekejap mata rombongan kuda telah ditinggalkan
beberapa ratus tombak jauhnya Hoa In tak mau tinggalkan majikan mudanya dengan begitu
saja, diapun loncat turun dari kuda dan berlari di sisinya.
“Siau Koan-jin!” serunya kemudian. bila kau tidak tahan, biarlah budak menotok beberapa buah
jalan darahmu serta menggendong dirimu untuk melanjutkan perjalanan”
JILID 16
Hoa Thian-hong tertegun, pikirnya, “Cara menotok jalan darah belum pernah kujajal…tapi
bagaimanakah faedahnya?” Pemuda itu segera menggeleng, katanya, “Biarkanlah aku lari
seorang diri, kau boleh kembali naik kuda”
“Tidak, aku masih kuat untuk lari!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
311
Waktu itu tengah hari telah menjelang, sang surya memecahkan cahayanya dengan terang
menyiarkan hawa panas yang menyengat badan, Hoa Thian-hong tidak tega membiarkan kakek
tua itu ikut menderita lantaran dia, dengan alis berkerut segera serunya, “Hati licik manusia
sukar diduga, setiap saat kemungkinan besar kita bakal diserang dan dibokong oleh orang, kau
harus menjaga badan serta tenagamu baik-baik, hingga seandainya terjadi urusan kita tidak jadi
kelabakan serta mandah dijagal oleh musuh”
Hoa In ragu-ragu sejenak, lalu menjawab, “Walaupun ucapan Siau Koan-jin benar, tapi selama
Siau Koan-jin melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki, budak merasa tidak tenang untuk
naik kuda seorang diri”
Hoa Thian-hong merasa amat terharu hingga tanpa terasa air mata jatuh berlinang, tapi dengan
wajah serius dan pura-pura gusar ia menegur kembali, “Ayah telah mati, ibupun tak ada disini.
masa kau tak mau mengerti perkataanku.”
Mendengar teguran itu Hoa In segera menghentikan larinya, buru-buru ia berseru,
“Budak…budak….”
Sebelum ia sempat meneruskan kata-katanya, bagaikan hembusan angin puyuh Hoa Thian-hong
sudah melampaui dirinya, dalam sekejap mata pemuda itu sudah berada puluhan tombak
jauhnya di depan sana.
Sesaat kemudian Jin Hian sekalian telah menyusul kesitu, Hoa In segera loncat naik ke atas
kudanya dan membawa kuda tunggangannya dari Hoa Thian-hong menyusul dari belakang.
Dalam pada itu Hoa Thian-hong yang sudah berada jauh di depan. tiba-tiba lari berbalik ke
belakang, kemudian pulang pergi beberapa kali di sekitar rombongan itu, makin berlari
kecepatannya semakin tinggi hingga akhirnya halnya tinggal setitik cahaya saja yang
berkelebatan kesana kemari.
Ketika tengah hari sudah lewat dan sore menjelang tiba. Beberapa orang itu telah tiba di kota
Ko-kee-ceng, sebelum mereka sempat beristirahat dari arah selatan terdengar suara derap kaki
kuda yang ramai berkumandang datang. itulah suara dari rombongan dua puluh pengawal golok
emas yang baru saja tinggalkan dusun itu untuk melanjutkan perjalanan.
Meskipun kota itu kecil, tapi karena merupakan jalan raya penting yang menghubungkan Utara
dan Selatan, maka dalam kota itu terdapat lima buah rumah penginapan. Beberapa orang itu
segera masuk ke dalam penginapan untuk beristirahat serta berjanji tengah malam nanti akan
melanjutkan perjalanan kembali.
Sekujur badan Hoa Thian-hong basah kuyup oleh keringat, setibanya di rumah penginapan ia
segera memerintahkan pelayan untuk siapkan air buat mandi..
Pada pelana setiap kuda tunggangan tersebut telah tersedia sebuah kantongan berisi uang serta
air minum. Hoa In segera mengambil sekeping uang perak dan diserahkan kepada pelayan itu
sambil pesannya, “Lihat baik-baik potongan badan sauya kami ini, belikan satu setel baju yang
paling bagus dengan warna biru bersulamkan benang emas, berdasar warna kuning, bila tak ada
yang cocok buatkan dengan segera, sebelum senja nanti pakaian itu harus sudah siap. Di
samping itu carikan pula satu setel baju warna ungu bagiku.”
Pelayan itu menerima uang tersebut, setelah mengamati potongan badan kedua orang
tetamunya ia baru berlalu.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
312
“Eeei…. tunggu dulu pelayan!” tiba-tiba Hoa In berseru kembali, “Celana untuk sauya ini belikan
dulu!”
“Hamba mengerti!”
Sepeninggalannya pelayan itu, Hoa Thian-hong sambil tertawa segera berkata, “Buat apa sih
musti mencari pakaian yang mahal? Apalagi memilih warna biru dengan strip benang emas”
“Selama Lo-ya masih hidup, sering kali ia berdandan seperti ini”
Bayangan tubuh ayahnya segera terlintas di dalam benaknya, rasa sedih segera menyerang
hatinya, sambil tertawa paksa segera ujarnya, “Ilmu silat yang kau miliki telah mencapai puncak
kesempurnaan. Aku pikir beberapa orang jago lihay itu masih belum bisa menandingi
kekuatanmu!”
“Siau Koan-jin, mungkin kau lupa bahwa ilmu silat yang budak miliki adalah langsung dari Lothay-
ya,” ujar Hoa In dengan mata berubah jadi merah, “Sewaktu toa-ya belajar silat, budakpun
ikut berlatih!”
Melihat kakek tua itu menangis, buru-buru si anak muda itu berseru, “Ibu paling tidak suka
melihat aku menangis, sekarang adalah saat bagiku untuk berkelana di dalam dunia persilatan.
janganlah kau bangkitkan pula kesedihanku”
Dengan cepat Hoa In menyeka air mata yang membasahi pipinya. “Siau Koan-jin, ada urusan
apa Cu-bo (majikan perempuan) pergi keluar perbatasan? Mengapa beliau ijinkan dirimu
berkelana seorang din?” tanyanya kemudian.
Hoa Thian-hong mengerling sekejap ke arah dinding ruangan sebelah kiri, lalu sambil tertawa
jawabnya, “Aku pergi tanpa pamit, ibu sedang berkelana di empat penjuru mencari jejaknya”
Hoa In tidak tahu perkataannya itu sungguhan atau tidak, ia lantas mengomel. “Aaai…! Siau
Koan-jin benar-benar nakal, kau toh tahu bahwa musuh kita tersebar dimana mana, kenapa kau
menahan bermain kesana kemari tiada arah tujuan?”
Hoa Thian-hong tersenyum, ia tidak menanggapi lagi ucapan tersebut. sambil alihkan pokok
pembicaraan kesoal lain katanya, “Selama banyak tahun bagaimanakah kau lanjutkan hidupmu?”
“Setelah pertemuan Pak-Beng-Hwie, Cubo buru-buru pulang ke dalam perkampungan dan
memerintahkan budak serta seluruh anggota perkampungan untuk mengungsi kelaut Tang-hay,
waktu itu budak tidak ingin meninggalkan Siau Koan-jin, tapi akupun tak tahu Cubo telah
menyembunyikan Siau Koan-jin dimana maka …” la berhenti sejenak, lalu bergumam, “Siau
Koan-jin tentu mengetahui bukan bagaimani perangai cubo? . .
“Ibu memang lebih sukar diajak berbicara daripada ayahku, aku sendiripun tidak berani
membangkang perintahnya”
“Benar. siapa yang berani membangkang perintah Cubo? Waktu itu keadaan amat mendesak dan
situasi amat berbahaya, Cubo pulang dengan membawa luka dalam yang amat parah, budakpun
tak tahu bagaimanakah keadaan Siau Koan-jin, terhadap perintah dari cubo ini dalam hati kecilku
budak merasa amat tidak puas”
“Ibuku mengatur demikian, tentu saja dia mempunyai alasan tertentu”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
313
“Meskipun memang beralasan tapi caranya itu tidak bagus, keluarga Hoa hanya mempunyai
keturunan Siau Koan-jin seorang, sedang budak yang mengerti sedikit ilmu silat ternyata
bukannya di perintahkan untuk melindungi keselamatan Siau Koan-jin, sebaliknya malah disuruh
mengungsi jauh kelaut Tanghay, bukankah tindakan ini hanya akan membuat hatiku merasa
semakin tidak tenteram?”
“Haruslah diketahui Hoa In adalah anggota keluarga Hoa, sedang Hoa Thian-hong adalah
majikan dari keturunan keluarga Hoa sebaliknya majikan perempuannya berasal dari luar, dalam
pandangan matanya majikan kecil itu merupakan keseluruh dari keluarga Hoa, kedudukkannya
jauh lebih terhormat dan penting dari majikan perempuannya maka dari itu Hoa In merasa tidak
puas pada saat ia dititahkan untuk mengungsi dan bukannya mendapat tugas untuk
menyelamatkan majikan kecilnya.
Menyaksikan ketulusan hati serta kesetiaan pelayan tuanya ini, Hoa Thian-hong merasa amat
terharu. Tapi iapun merasa tak enak untuk memberi penjelasan karena keputusan itu dilakukan
oleh ibunya.
Dalam suasana yang serba kikuk itulah tiba-tiba pelayan datang membawa air panas
menggunakan kesempatan itulah ia segera berseru, “Aku mau mandi dulu, sehabis mandi kita
pergi bersantap!”
Hoan in berpesan kepada pelayan untuk siapkan hidangan, kemudian menutup pintu dan siap
membantu majikan mudanya untuk lepas pakaian.
“Kau duduk sajalah, aku akan kerjakan sendiri” tampik Hoa Thian-hong, setelah melepaskan
pakaian ia bertanya kembali, “bagaimana kemudian? Apakah kau selalu berdiam di laut Tanghay?”
Hoa In mengundurkan diri dan duduk di samping, lalu menjawab, “Cubo memerintahkan aku
untuk meyakinkan ilmu ‘Sau-yang ceng-khie’ bila sudah berhasil maka aku dititahkan untuk
kembali ke daratan Tionggoan dan mencari Siau Koan-jin. Dalam keadaan apa boleh buat
terpaksa budak membawa seluruh anggota keluarga lainnya sebanyak lima orang mengungsi ke
laut Tang-hay. Sungguh tak nyana ilmu ‘Sau-yang-ceng-khie’ benar-benar susah sekali untuk
melatihnya, akupun tidak dapat memadahi kecerdikan Toa-ya dimana dalam usia dua puluh tujuh
tahun kepandaian tersebut telah berhasil dikuasainya, selama perjalanan hingga tiba dilaut Tanghay,
hatiku benar-benar merasa amat sedih, aku menyedihkan kematian toa-ya, rindu pula
terhadap Siau Koan-jin, terdesak oleh keadaan maka terpaksa setiap hari aku berlatih dengan
giat. Sungguh tak nyana tujuh delapan tahun kemudian ilmu Ceng-kie tersebut akhirnya berhasil
aku kuasai juga”
Hoa Thian-hong merasa amat girang bercampur terharu mendengar kabar itu, sambil tersenyum
ujarnya, “Berlatih ilmu silat secara paksa memang merupakan suatu pekerjaan yang amat
menderita, tapi setelah berhasil maka penderitaan itupun tidak terlalu sia-sia.”
“Begitu kepandaian silatku berhasil kuyakini, hari itu juga budak berangkat menuju ke daratan
Tionggoan, siapa tahu meskipun sudah kujelajahi utara maupun selatan, sudah kusambangi
sahabat2 toa-ya dulu kabar berita mengenai soan-jin belum juga ketahuan, Selama tiga empat
tahun belakangan ini budak benar-benar merasa amat menderita”
“Macam apa saja sih sahabat serta kenalan lama ayahku itu?” tanya Hoa Thian-hong sambil
menghela napas ringan.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
314
Hoa In gelengkan kepalanya dan menggerutu, “Mereka2 yang termasuk jago lihay sudah mati
semua, di rumah hanya tertinggal perempuan2 tua istri belaka, ada pula sebagian yang masih
hidup tetapi jejaknya tidak ketahuan, entah mereka telah menyembunyikan diri dimana?”
Hoa Thian-hong menghela napas panjang mendengar kabar itu. Selesai mandi kedua orang
itupun bersantap di dalam kamar sambil membicarakan soal rumah tangga, kemudian Hoa In
memaksa pemuda itu untuk naik pembaringan beristirahat sedang ia sendiri duduk bersemadi di
dekat pintu.
Senja itu ketika Hoa Thian-hong mendusin dari tidurnya, pakaian baru telah siap, dibantu oleh
Hoa In pemuda itu segera berdandan.
“Coba kau lihat, aku mirip dengan ayahku atau tidak?” ujar Hoa Thian-hong kemudian sambil
tertawa.
Hoa In mengamati wajahnya beberapa saat, kemudian menjawab, “Potongan badan serta raut
wajahmu mirip dengan Toa-ya, alismu rada tebalan, mata serta hidung mirip pula, cuma bibir
serta janggutmu lebih mirip majikan perempuan”
“Lalu bagaimana dengan perangaiku? lebih mirip ayahku ataukah ibuku?” Hoa In berpikir
sebentar, lalu sahutnya, “Toa-ya ramah dan halus sedang Cubo keras lagi disiplin. sewaktu Siau
Koan-jin masih kecil dulu nakal dan lincah mirip toa ya, entah kalau sekarang lebih mirip siapa ‘“
Hoa Thian-hong tersenyum. “Di dalam situasi yang serba kacau ini, lebih baik perangaiku lebih
mirip dengan ibuku,” katanya.
Selesai bersantap hari sudah gelap, kedua orang itupun bercakap-cakap lagi di dalam kamar
sambil minum teh. Suatu ketika mendadak Hoa In memperendah suaranya sambil berbisik, “Siau
Koan-jin, aku telah berhasil mendapat keterangan yang amat jelas mengenai peristiwa berdarah
yang menimpa toa-ya tempo dulu. Dalam pertarungan yang terakhir toaya seorang diri dikerubuti
oleh lima orang manusia jahanam, mereka adalah Thian Ek toosu siluman dari Thong-thiankauw,
Yan-san It-koay serta Liong-bun Siang-sat dari Hong-im-hwie serta seorang bajingan tua
yang bernama Ciu It-bong.”
Hoa Thian mengangguk.
“Sstt…. awas dinding bertelinga….” bisiknya.
“Ketiga orang pentolan bajingan dari Thong-thian-kauw, Hong-im-hwie serta Sin-kie-pang
semuanya adalah manusia-manusia rendah yang tak tahu malu, mereka manusia yang tak bisa
pegang janji dan omongannya plin-plan. menurut pendapatku lebih baik kita berangkat sendiri
saja untuk membunuh Thian Ek toosu bajingan itu guna balaskan dendam bagi toa-ya,
melakukan perjalanan bersama-sama Jin Lo-ji itu pasti tak akan ada manfaatnya.”
“Ucapanmu memang benar, bukan saja kita harus menyelesaikan dendam pribadi, kitapun harus
keras untuk membasmi ketiga buah perkumpulan besar hingga lenyap dari muka bumi.”
“Lalu apa yang musti kita lakukan?”
“Kita laksanakan saja tindakan kita menurut keadaan di depan, perlahan lahan apa yang kita
harapkan pasti tercapai juga. Putra Jin Hian telah mati datanganku, cepat atau lambat dia pasti
akan turun tangan kepadaku, berhati hatilah setiap saat!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
315
“Budak rasa lebih baik kita cepat-cepat temukan jejak Cubo, mungkin dia mempunyai cara yang
baik untuk menyelesaikan persoalan ini,” usul Hoa In sambil mengerutkan dahinya.
Hoa Thian-hong segera menggeleng, bisiknya, “Ibuku tak dapat unjukan diri di depan umum luka
dalam yang ia derita masih belum sembuh betul bila ia unjukan diri maka keadaan kita akan
semakin berbahaya.”
Mendadak dari luar pintu terdengar suara langkah manusia, Hoa In segera bangkit sambil
menegur, “Siapa disitu?”
Ketika pintu dibuka, terlihat orang itu bukan lain adalah komandan dari pasukan pengawal
pribadi Jin Hian.
Orang itu she-Cho bernama Bun Kui dan merupakan komandan dari keempat puluh orang
pengawal golok emas, ketika itu sambil melangkah masuk ke dalam ruangan katanya, “Tang-kee
kami mempersilahkan Hoa kongcu meneruskan perjalanan kembali!…,”
Hoa Thian-hong mengangguk dan segera keluar dan kamar, Hoa In sambil membawa buntalan
mengikuti dari belakangnya. Jin Hian serta Cia Kim-pun secara beruntun munculkan diri pula,
setelah Cho Bun Kui membayar rekening berangkatlah kelima orang itu meneruskan
perjalanannya menuju ke arah Selatan.
Keempat orang pengawal golok emas selalu berada di depan rombongan Jin Hian, setiap kali
mereka beristirahat di rumah penginapan, rombongan pengawal itu tentu berangkat melanjutkan
perjalanan kembali. Sebaliknya Cu Goan-khek sekalian sejak berpisah di kota Cho ciu belum
parnah bertemu kembali, rupanya orang-orang itu melakukan perjalanan lewat jalan kecil.
Suatu tengah hari ketika racun teratai dalam tubuh Hoa Thian-hong kambuh kembali sebagai
mana biasanya ia segera berlarian bolak balik mengitari rombongan itu, setelah lari sejauh
beberapa li dia balik dan menyusul kembali rombongannya.
Mendadak…. dari tengah jalan muncul seorang tauto yang memelihara rambut menghadang
jalan perginya, Padri berambut itu berusia enam tujuh puluh tahunan dengan raut wajah yang
bersih dan kulit badan berwarna putih.
Ia mengenakan sebuah jubah padri berwarna putih, tangannya membawa senjata sekop
berbentuk bulan sabit yang terbuat dari baja, sebuah tasbeh berwarna putih tergantung di
lehernya. sedang pada keningnya terikat sebuah ikat kepala terbuat dari perak, di bawah sorot
cahaya sang surya tampaklah orang itu begitu gagah bagaikan malaikat.
Hoa Thian-hong sudah tiga kali mengitari jalanan itu tapi selama ini belum pernah temukan jejak
orang itu, sekarang melihat kemunculannya secara tiba-tiba ia jadi tercengang, sebelum ingatan
kedua berkelebat dalam benaknya orang itu sudah berlari mendekati ke arahnya.
Dengan cepat kedua belah pihak saling berpapasan, mendadak padri itu menyilangkan senjata
sekop bulan sabitnya ke tengah jalan sambil serunya, “Siau sicu, harap tunggu sebentar”
Hoa Thian-hong terkejut, terasa olehnya cahaya keperakan berkelebat lewat dan tahu-tahu ujung
sekop sudah menghadang di depan dada. Dalam keadaan begini tak mungkin baginya untuk
menahan gerakan tubuh lagi, karena gugup ia segera mencengkeram senjata lawan sambil
didorong keluar.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
316
Bayangan putih berkelebat lewat tauto tua itu mengitari tubuh Hoa Thian-hong satu lingkaran,
sementara senjata sekop bulan sabit masih tetap menyilang di depan dada pemuda tersebut.
“Sungguh aneh gerakan tubuhnya,” pikir Hoa Thian-hong dengan hati terkesiap. cepat ia
bergeser dua langkah ke belakang lalu berseru. “Toa suhu, harap suka memberi jalan lewat
bagiku!”
“Ditinjau dari sikapmu yang tidak tenang dan langkahmu yang terburu-buru. apakah kau merasa
amat tersiksa?”
“Benar! aku terkena racun aneh yang amat keji, sekujur tubuhku terasa sakit bagaikan
tersiksa….”
“Masa dengan berlari lari begitu maka rasa sakit yang menyerang tubuhmu bisa dikurangi?”
“Ucapan toa suhu sedikitpun tidak salah” jawab si anak muda itu, karena tiada berminat untuk
banyak bicara ia segera enjotkan badan dan lari kembali ke muka.
“Bocah muda, kau berani kurang-ajar!” bentak Tauto tua itu dengan suara nyaring senjata sekop
bulan sabitnya segera dihantam ke atas batok kepala pemuda itu.
“Rupanya padri tua ini ada maksud mencari perkara… baiklah akan kucoba sampai dimanakah
kelihaiannya,” pikir pemuda itu di dalam hati.
Mendengar datangnya desiran angin tajam yang mengancam batok kepalanya, ia segera putar
badan sambil mengirim satu babatan ke tengah udara, serunya lagi, “Toa suhu maafkanlah
daku!”
“Blaaam…!” pukulan Hoa Thian-hong secara telak bersarang di ujung senjata sekop tersebut
membuat senjata itu mencelat sejauh empat lima depa ke tengah udara.
Oleh benturan keras tadi kedua belah pihak sama-sama merasakan lengannya jadi linu dan kaku,
mereka merasa kaget dan kagum atas kelihaian lawannya, sambil membentak keras suatu
pertempuran sengitpun segera terjadi.
Pertempuran belum berlangsung lama, tiba-tiba Hoa Thian-hong merasa daya tekanan yang
dipancarkan lewat senjata sekop itu kian lama kian bertambah berat, bahkan tak pernah daya
tekanan itu berkurang. Dalam waktu singkat tekanan yang datang dari empat penjuru itu berat
laksana bukit, mengikuti gerakan perputaran senjata itu segulung demi segulung menggencet
tubuhnya habis-habisan.
Hoa Thian-hong merasakan sepasang matanya jadi silau terkena pantulan cahaya perak yang
berkilauan, nampaknya ia semakin keteter dan tak mampu untuk mempertahankan diri lebih
jauh.
Dalam keadaan begini, timbullah perasaan ingin menang di dalam hatinya, ia membentak keras.
Sepasang telapaknya dengan segenap tenaga segera disodok kemuka.
Tauto tua itu semakin melipat gandakan tenaga tekanannya setelah melihat keadaan musuhnya
keteter hebat. tapi setelah merasakan datangnya perlawanan yang gigih, dengan alis berkerut ia
segera berseru, “Aku akan turun tangan keji untuk membunuh orang, bocah cilik! Kalau kau tak
merasa kuat menahan diri cepat-cepatlah buka suara untuk minta ampun!….”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
317
“Aneh sekali,” pikir pemuda she-Hoa dalam hati, ”tauto ini mirip sekali dengan malaikat dalam
lukisan, wajahnya tidak nampak seperti orang jahat, tetapi mengapa ia meneter diriku terusmenerus?”
Dengan suara lantang ia segera menegur, “Toa suhu, bagaimanakah sebutanmu?”
Tauto tua itu tidak menjawab, sebaliknya mengejek kembali, “Bocah cilik, perhatikan langkahmu.
Aku lihat kau cukup tangguh juga untuk bertahan. Janganlah karena berbicara gerakanmu jadi
kalut!”
Bacokan sekopnya bagaikan gulungan ombak di samudra menyerang ke depan tiada hentinya.
Sekuat tenaga Hoa Thian-hong memberikan perlawanan yang gigih kembali ia berseru, “Toa
suhu, aku toh tak pernah mengganggu atau menyakiti hatimu, apa sebabnya toa suhu mendesak
diriku terus meneius, sebetulnya apa maksudmu?”
“Aku sedang mencari derma!”
“Mencari derma, masa beginilah cara seorang pendeta mencari derma,” batin pemuda itu,
Dengan suara lantang segera serunya, “Toa suhu, kau tidak mirip dengan pendeta yang
menyiksa diri, entah derma apa yang sedang kau cari?”
“Aku hendak menderma dirimu, samudra penderitaan tiada bertepi, berpalinglah ke arah daratan.
bila kau mengerti gelagat sekarang juga ikutilah aku berlalu dari sini”
“Toa suhu, ucapanmu ini mengandung maksud yang sangat mendalam maafkanlah aku yang
muda tak sanggup menangkap arti dari perkataanmu itu”
Sementara pembicaraan masih berlangsung, daya tekanan yang tergencar keluar dari ujung
senjata itu kian berkurang, Hoa Thian-hong secara paksakan diri masih dapat mempertahankan
diri.
Terdengar Tauto tua itu berkata kembali, “Dari sini menuju ke arah selatan adalah samudra
penderitaan yang tak bertepi bila kau tidak segera berpaling maka kau akan tenggelam dalam
samudra penderitaan itu. Sekalipun ada nelayan bermurah hati yang muncul, belum tentu dapat
menghantar kau naik ke atas daratan, ucapan ini cukup sederhana, aku rasa kau tentu bisa
menangkap maksudnya bukan?”
Hoa Thian-hong cerdik dan berotak encer, dengan cepat ia berhasil menangkap maksud yang
sebenarnya dari ucapan itu. Dia tahu Tauto itu sedang memberitahukan kepadanya bahwa
perjalanannya menuju ke kota Leng An serta menceburkan diri ke dalam pertikaian tiga besar
sama artinya begaikan tenggelam di tengah samudra penderitaan, ia dianjurkan segera
berlangsung dan jangan menceburkan diri dalam persengketaan itu.
Meskipun dalam hati ia mengerti, sayang pemuda ini tak mau menerima nasehat tersebut,
Setelah berpikir sebentar ia lantas berkata, “Terima kasih atas maksud baik taysu, sayang aku
pernah bersumpah di hadapan kuburan mendiang ayahku, sekalipun badan harus hancur dan
jiwa musti melayang, aku harus menyelesaikan dahulu pesan dari mendiang ayahku ini”
“Takdir telah menentukan begini, kau melakukan tindakan tersebut hanya akan tinggalkan
penyesalan belaka. usaha apa yang bisa kau lakukan?….”
“Maksud Thian sukar diduga manusia, siapa tahu bagaimana yang dimaksudkan sebagai takdir?
Bagiku hanya ada jalan maju tanpa jalan mundur, meskipun harus mati juga tak akan menyesal!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
318
Rupanya Tauto tua itu dibikin gusar oleh ucapan tersebut, dengan suara berat ia berkata, “Kau
terlalu keras kepala dan teguh dalam pendirian kalau memang kau tak sudi mendengarkan
nasehatku, akupun tidak ingin banyak berbicara lagi. Kau harus layani dahulu serangan-serangan
gencarku, bila aku menang kau harus pergi dari sini mengikuti diriku, sebaliknya kalau kau yang
menang maka aku akan menghaturkan sisa hidupku ini untuk selamanya mengikuti serta
mendampingi dirimu kendati kau hendak pergi keu jung langit atau dasar samudrapun”
Berdebar hati Hoa Thian-hong mendengar perkataan itu, ia tahu ilmu silat yang dimiliki Tauto tua
itu jauh berada diatasnya, Karena itu ia tak berani memberikan komentar setelah tenangkan hati
dengan mulut membangkam ia lakukan perlawanan secara gigih dan waspada, ia berusaha agar
kemenangan bisa diraih olehnya.
Dalam waktu singkat pertarungan berlangsung semakin sengit. angin pukulan yang kuat
menyambar silih berganti. sambaran senjata sekop bulan sabit berkelebat memancarkan cahaya
perak yang menyilaukan mata, seluruh tubuh si anak muda itu terkurung dalam kepungannya,
Sesaat kemudian, Hoa Thian-hong mulai kepayahan, napasnya tersengal-sengal dan dengusan
hidungnya kedengaran makin nyata.
Disaat yang amat kritis itulah, tiba-tiba terdengar suara bentakan gusar Hoa In bergema datang
dari kejauhan. “Hey, siapa itu? Cepat tahan!”
Ketika mengucapkan bentakan itu tubuhnya masih berada ratusan tombak jauhnya, tapi
bersamaan dengan berakhirnya ucapan terakhir, sesosok bayangan manusia telah menerjang
masuk ke dalam gelanggang.
“Jangan bertindak bodoh!” seru Hoa Thian-hong memperingatkan.
Hoa In yang harus menderita dua belas tahun lamanya sebelum berhasil menemui majikan
mudanya kembali dalam keadaan selamat. tentu saja tak ingin membiarkan dirinya menempuh
bahaya, bersamaan dengan datangnya terjangan itu. sepasang telapak dengan mengerahkan
ilmu ‘Sau-yang-ceng-khie’ segera menyambar ke arah senjata sekop bulan sabit lawan.
Terdengar Hoa In membentak nyaring serentetan suara pekikan naga yang nyaring bergema
memecahkan kesunyian, tauto tua itu cepat-cepat loncat mundur dan melayang keluar dari
gelanggang, dalam waktu singkat tubuhnya sudah berada beberapa ratus tombak jauhnya dari
tempat semula dan kabur menuju ke arah utara.
Memandang bayangan punggung Tauto tua itu hingga lenyap dari pandangan, Hoa Thian-hong
baru berpaling dan menegur, “Bagaimana? Kau tidak sampai terluka bukan?”
Sambil memegang tangan kanannya dengan telapak kiri, Hoa In menggeleng. “Untung aku tidak
terluka, Tauto tua itu sungguh lihay!”
“Aku lihat kedatangannya tidak bermaksud jelek, diapun tak mau sebutkan namanya atau
mungkin dia adalah salah satu rekan ayahku dalam pertemuan Pek-Beng-hwee tempo dulu?”
Hoa In termenung sebentar lalu menggeleng. “Dandanan dari Tauto tua itu istimewa sekali, bila
dia adalah seorang jago kenamaan aku pasti tak akan lupa terhadap dirinya. Tapi aku merasa tak
pernah berjumpa dengan manusia seperti itu”
“Mungkin baru2 ini dia baru berdandan macam begini?”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
319
Hoa In mengangguk, tiba-tiba serunya, “Di depan sana telah terjadi persoalan beberapa orang
hidung kerbau dari perkumpulan Thong-thian-kauw telah menghadang jalan pergi Jin Hian serta
Cia Kim.
“Pihak lawan terdiri dari berapa orang? Mari cepat kita kesana!” seru pemuda itu dengan alis
berkerut.
Hoa In segera menarik lengannya sambil berkata, “Dari pihak Thong-thian-kauw terdiri dari tiga
orang toosu tua dan seorang perempuan, pertempuran itu pasti akan berlangsung beberapa
waktu lamanya, Siau Koan-jin tak usah terburu-buru.”
“Aku ingin menonton jalannya pertarungan ini!”
“Apa sih yang baik untuk dilihat? Ketiga orang toosu tua dari Thong-thian-kauw itu adalah Ngo
Ing cinjin, Ceng Si-cu serta Ang Yap Toojin, sedang yang perempuan bernama Giok Teng
Hujien!”
“Ehmm. Giok Teng Hujien adalah seorang sahabat karibku, lumayan juga wataknya bahkan aku
sebut dia sebagai cici,” kata Hoa Thian-hong sambil tertawa. Perkataan ini segera meneguhkan
hati Hoa In.
“Siau Koan-jin mengapa kau berhubungan dengan perempuan macam itu?” serunya, “Bila Cubo
tahu akan kejadian ini, dia pasti tak akan senang hati”
Pemuda itu segera menggeleng, katanya dengan wajah serius, “Siapa saja yang bisa kukenali
aku akan berhubungan dengan dirinya, orang? yang tergabung dalam tiga kelompok besar terlalu
banyak, bagi kita mau bertarungpun tak akan ada habis-habisnya, mau bunuhpun tak akan ada
selesainya, bila kita bisa menasehati beberapa orang diantaranya hingga bertobat dan berpihak
pada kita, bukankah kejadian itu sangat baik sekali?”
“Siau Koan-jin. caramu bekerja tidak mirip dengan toa-ya. tidak mirip pula dengan Cuba,
sungguh bikin orang jadi cemas dan tidak tenteram”
Hoa Thian-hong tersenyum. “Keadaan mereka adalah empat lawan dua, Soat-jie milik Giok Teng
Hujien pun merupakan jago yang sangat lihay, menurut pendapatmu apa yang bakal dilakukan
oleh Jin Hian?”
“Buat Jin Hian sih tak jadi soal. bila tak bisa menang masih mampu untuk melarikan diri.
Sebaliknya luka yang diderita Cia Kim belum sembuh betul, mungkin sulit baginya untuk
meloloskan diri dalam keadaan selamat….”
Hoa Thian-hong segera berpikir dalam hati kecilnya, “Bila aku tiba disitu, pihak mana yang musti
kubantu? Suatu masalah yang cukup pelik” Setelah berpikir sebentar, akhirnya dia ambil
keputusan untuk memburu ke gelanggang itu, segera katanya, “Situasi pertempuran setiap saat
bisa terjadi perubahan besar, lebih baik kita cepat ke situ.”
Tidak menunggu jawaban lagi, ia percepat langkahnya meninggalkan tempat itu.
ooooOooo
“SIAU KOAN-JIN, tunggu sebentar!” teriak Hoa In sambil menyusul dari belakang, “kita tunggu
saja sampai salah satu pihak menangkan pertarungan itu, kita baru menyerang pihak yang
menang”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
320
“Itu namanya siasat menusuk harimau dengan hati gegabah” seru Hoa Thian-hong sambil
tertawa, “Sayang Jin Hian adalah seorang manusia licik, sedang para toojin dari Thong-thiankauw
juga siluman2 yang punya otak encer. mereka tak akan tertipu mentah oleh siasat macam
begitu!,”
Dengan kecepatan gerak kedua orang itu sementara pembicaraan masih berlangsung
gelanggang pertarungan sudah muncul di depan mata.
Tampaklah Soat-ji makhluk aneh itu dengan ganasnya sedang menerjang Cie Kim habis habisan.
sejak sebuah lengan kirinya dikutungi Ciong Tian kek hingga peristiwa itu mulut lukanya belum
sembuh benar-benar, hal ini membuat keadaannya ibarat harimau yang masuk dusun
digonggongi anjing, ia didesak oleh makhluk aneh tersebut hingga kalang kabut dan keteter
hebat, diantara beberapa orang itu posisinya yang paling kritis.
Giok Teng Hujien sambil putar senjata Hud timnya melayani serangan-serangan gencar dari Cho
Bun Kui komandan pengawal Golok Emasnya Jin Hian, dengan sebilah golok besar gagang
emasnya orang she Cho itu pertunjukkan suatu pemainan ilmu golok yang mantap dan lihai, hal
ini jauh diluar dugaan Hoa Thian-hong.
Ditinjau dari situasi ketika itu, agaknya bila Giok Teng Hujien tidak mengeluarkan ilmu
simpanannya Hiat sat sinkang, sulit bagi perempuan itu untuk menangkan lawannya. Di pihak
lain, tiga orang toosu tua dengan andalkan tiga bilah pedang mustika sedang mengerubuti Jiu
Hian seorang, diantara tiga kelompok pertarungan itu boleh dibilang kelompok inilah yang
bertarung paling seru dan menarik.
Ngo Ing Tojin mempermainkan pedang mustikanya dengan amat hebat, setiap kali melancarkan
serangan dari tubuh pedang itu segera menyiarkan pula irama2 yang aneh.
Kadangkala suara yang dipantulkan amat gemuruh bagaikan gulungan ombak yang menghantam
pantai, kadangkala mendebar bagaikan aliran air di sungai, kadangkala dalam melancarkan
tusukan disertai dengan lengking bagaikan gelak tertawa seorang gadis, kadangkala pula dalam
melancarkan babatannya ia sertai suara desiran bagaikan rintihan seorang gadis yang lemah.
Sebaliknya Cing Si-cu mempermainkan pedang tipis Liu-yap-po-kiamnya dengan enteng dan
lincah, serangannya rapat seperti dinding terbuat dari baja, meskipun nampaknya lemah lembut
tak bertenaga namun dalam kenyataannya mengandung daya kekuatan yang sangat hebat.,
Ang Yap Toojin sendiri lebih mengutamakan permainan ilmu pedang aliran sesat, setiap jurus
serangannya merupakan ancaman maut dan jauh berbeda dengan ilmu pedang biasa, sepintas
lalu memandang siapapun akan melihatnya bahwa permainan pedangnya amat ganas, keji dan
penuh dengan tipu tipu muslihat, membuat orang yang menyaksikan merasa jeri, takut dan
muak!
Ketiga bilah pedang mustika itu rata-rata merupakan pedang tajam yang luar biasa, bayangan
pedang yang berlapis lapis mengurung ketat di sekitar tubuh Jin Hian, maju atau mundur semua
serangan diatur secara bagus dan sempurna.
Jin Hian adalah seorang pimpinan dari suatu perkumpulan, ilmu silat yang ia miliki sangat lihai
dan tak dapat dibandingkan dengan kepandaian dari Cu Goan-khek sekalian.
Tampaklah sepasang telapaknya menari kesana kemari dengan amat lincah, ketiga bilah pedang
mustika itu dilawan dengan mantap, setiap jurus dipecahkan dengan jurus, setiap ada peluang
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
321
segera melontarkan serangan balasan, sikapnya tidak gugup dan gerakannya enteng bagaikan
mega. Hawa murni yang terkandung dalam telapaknya amat hebat sekali, barang siapa terkena
niscaya bakal terluka parah.
Makin bertarung suasana makin seru dan ramai tujuh manusia seekor binatang mengerahkan
segenap kemampuannya untuk berusaha merobohkan lawannya, kecuali Cia Kim yang jelas
terdesak hebat dan terjerumus dalam posisi yang amat berbahaya, yang lain masih sulit untuk
menentukan menang kalahnya dalam waktu singkat.
Sementara itu Hoa Thian-hong yang telah tiba disisi gelanggang pertama-tama alihkan sinar
matanya lebih dahulu ke arah kelompok Jin Hian yang melawan tiga orang toosu tua itu,
terutama sekali irama merdu yang dipancarkan keluar dari pedang Ngo Ing Too-jin, terasa
olehnya suara itu merdu dan memabukkan.
“Siau Koan-jin” ujar Hoa In secara tiba-tiba, “Apakah racun teratai yang mengeram dalam
tubuhmu telah hilang?”
“Sekarang sudah tak menjadi soal lagi,” jawab pemuda itu sambil mengangguk.
Sejak kemunculan dua orang itu ditepi gelanggang, secara diam-diam semua orang menaruh
perhatian kepada mereka berdua. Sebab posisi kedua belah pihak ketika itu adalah seimbang,
bila dua orang itu membantu salah satu pihak saja niscaya pihak yang lain akan menderita
kekalahan total.
Untuk keadaannya waktu itu aneh sekali, Jin Hian tahu bahwa Hoa Thian-hong mempunyai
hubungan dengan Thong-thian-kauw terutama sekali hubungannya dengan Giok Teng Hujien
amat akrab, sebaliknya pihak Thong-thian-kauw yang melihat pemuda itu berjalan bersama Jin
Hian, hal ini jelas menunjukkan bahwa ia telah bekerja sama dengan pihak Hong-im-hwie.
Karena persoalan inilah kedua belah pihak sama-sama tidak tahu kemanakah pemuda itu akan
bercondong, Jin Hian serta ketiga orang toosu tua itu menyadari akan posisi sendiri karena takut
urusan jadi berabe maka tak seorangpun diantara mereka yang buka suara
Yang lebih aneh lagi adalah Giok Teng Hujien sendiri, perempuan itu tetap berlagak pilon dan
seolah olah tidak tahu kalau Hoa Thian-hong telah hadir disitu.
Pemuda she-Hoa itu sendiri sambil berpeluk tangan hanya menonton jalannya pertarungan dari
sisi kalangan mendadak ia merasa bahwa dari ujung pedang milik Ngo Ing Toojin memancar
keluar suara aneh yang bisa membuyarkan perhatian orang, hal ini mencengangkan hatinya di
samping merasa makin kagum atas kehebatan ilmu silat yang dimiliki Jin Hian.
Suatu ketika Ang Yap Too jin mendadak berkata, “Jien Tang-kee, betulkah kau menenggelamkan
sampan membuang kapak?” dalam pergerakanmu itu hanya ada maju dan tak ada mundur?”
“Dalam perkumpulan Thong-thian-kauw, aku orang she jin hanya kenal Thian Ek-cu seorang,
lebih baik kalian undang dia keluar untuk berbicara,” jawab Jin Hian ketus.
Ang Yap Toojin jadi amat gusar. “Kaucu kami toh jauh berada di kota Leng-An”
Tidak menanti ia menyelesaikan katanya, Jin Hian telah menukas dengan suara dingin, “Sekarang
juga aku orang she-Jin sedang berangkat menuju ke kota Leng An!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
322
“Jien Tang-kee. kau benar-benar tidak pandang sebelah matapun terhadap orang lain, kalau
memang begitu jangan salahkan kalau pinto akan berlaku kurangajar kepadamu!”
Pedangnya digetarkan, secara beruntun ia lancarkan tiga jurus serangan berantai, bentaknya,
“Saudara-saudara sekalian, ayoh perketat serangan kita bereskan dulu ketiga orang jagoan itu!”
“Bagus sekali!” seru Giok Teng Hujien pula sambil tertawa nyaring, “Ini hari aku akan membuka
pantangan membunuh”
Ujung baju sebelah kirinya dikebaskan segera tampaklah telapak tangannya yang putih bersih
menghantam dada Cho Bun Kai Komandan dari pengawal golok emas itu membentak keras,
goloknya dibabat kemuka balas melancarkan pula sebuah bacokan, bersama dengan gerakan itu
pula ia bergeser satu langkah ke samping.
Giok Teng Hujien segera menerjang kemuka, bibirnya bersuit nyaring memperdengarkan jeritan
yang sangat aneh. Mendeagarkan jeritan aneh itu, Soat-ji makhluk aneh tersebut segera
memperhebat terjangannya, sambil bercuit gusar binatang itu loncat ke angkasa dan menerjang
tubuh Cia Kim dengan ganas.
Dalam waktu singkat Cia Kim serta Cho Bun Kui segera terjerumus dalam posisi yang amat
berbahaya, setiap saat jiwa mereka mungkin akan punah di tangan musuh.
“Hmm!” dengan gusar Jin Hian mendengus, “setelah dunia persilatan aman selama sepuluh
tahun, binatangpun berani unjuk kebuasan terhadap manusia!”
Sambil berseru, sepasang telapaknya didorong ke depan secara berbareng, tubuhnya bergeser
beberapa langkah ke samping, dengan manis sekali ia melepaskan diri dari kepungan ketiga bilah
pedang pusaka itu, kemudian telapak sebelah menyerang Giok Teng Hujien, telapak yang lain
menghantam tubuh Soat-jie rase salju itu.
Bentakan keras berkumandang memecahkan kesunyian, Ang Yap Toojin serta Cing Si-cu
menggerakkan pedangnya menyusul ke depan, secara berbareng mereka tusuk2 bagian
belakang Jin Hian.
Ngo Ing Toojin loncat pula ke tengah udara Sreeet! pedangnya diiringi dengungan nyaring
membacok lengan kiri orang she Jin itu.
Dengan lincah Jin Hian berkelit ke samping, setelah terlepas dari ancaman ketiga bilah pedang
itu maka posisinya dengan Cia Kim serta Cho Bun Kui-pun terbentuk jadi posisi segi tiga, dalam
keadaan begini setiap saat ia dapat memberikan pertolongan kepada pihak yang lemah.
Mendengar sampai disitu, Hoa Thian-hong segera berpikir di dalam hati, “llmu silat yang dimiliki
Jin Hian sangat lihay, sekalipun ia tak mampu untuk melawan setiap saat masih sanggup untuk
melarikan diri, sedang Giok Teng Hujien agaknya memiliki ilmu silat yang sukar diukur
kelihaiannya, tapi ia tak mau menyerang dengan sepenuh tenaga. Pertarungan yang terjadi pada
hari ini jelas merupakan suatu keadaan yang tak terselesaikan…!”
Hoa In yang berada di sisinya jadi amat kuatir bila pemuda itu ikut campur tangan dalam
pertarungan itu, apalagi setelah dilihatnya pemuda itu tersenyum dengan sorot mata berkilat,
buru-buru katanya, “Kedua bilah pihak sama-sama belum membongkar isi peti masing-masing,
rasanya tak perlu bagi kita untuk mencampuri urusan mereka.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
323
Hoa Thian-hong tersenyum, tiba-tiba berkata, “Harap saudara-saudara sekalian berhenti
bertempur, bagai mana kalau dengarkan dulu sepatah dua patahku?”
Ucapan itu nyaring dan lantang, setiap patah kata dapat terdengar oleh semua orang dengan
cepat. Maka orang-orang itupun segera tarik kembali serangannya sambil meloncat mundur ke
belakang.
Sambil membopong rase saljunya, Giok Teng Hujien mengundurkan diri kesisi kalangan, serunya
sambil tertawa, “Apa yang hendak kau katakan?”
Hoa Thian-hong tertawa, ia menjura dan menyapa, “Cici. Baik-baikkah kau? tootiang bertiga,
baik-baikkah kalian semua?”
Giok Teng Hujien tertawa makin merdu. “Oooh….aku mengira kau sudah tidak kenal lagi dengan
aku yang menjadi cicimu”
“Siaute masih tetap seperti sedia kala, siapapun tak kupandang dengan rendah” sorot matanya
menyapu sekejap keseluruh wajah para jago, kemudian lanjutnya, “Baik Thong-thian-kauw
maupun Hong-im-hwie sama-sama merupakan perkumpulan besar dalam Bulim, Jien Tang-keepun
mempunyai hubungan yang erat dengan Thian Ek kaucu, bagaimana kalau pertarungan
pada hari ini kalian sudahi sampai kisini saja?”
Giok Teng Hujien tertawa cekikikan. ujarnya, “Siapapun mengira hanya kaulah yang tidak
menyukai kolong langit jadi kacau, tak tahu caramu bekerja ternyata jauh lebih hebat. Itulah
yang dikatakan setiap orang pandai bermain sulap. hanya caranya saja masing-masing berbeda.”
Hoa Thian-hong tersenyum, kepada Jin Hian sembari menjura katanya kembali, “Jien Tang-kee,
lebih baik kita seleaikan saja urusan kesalahpahaman ini langsung dengan Thian Ek kaucu, ayoh
kita pergi saja dari sini!”
“Bocah. pandai amat kau!” pikir orang she-Jin itu di dalam hati.
Cho Bun Kui serta Hoa In yang mendengar mereka mau berangkat segera menuntun kudanya
masing-masing untuk diserahkan kepada majikan mereka Jin Hian serta Hoa Thian-hong segera
menerima tali les kuda itu dan loncat naik ke atas pelana.
“Saudara Hoa,” terdengar Giok Teng Hujien berseru sambil tertawa merdu, “Andaikata kami
bersikeras akan menahan Jien Tang-kee di tempat ini, kau bakal membantu pihak Hong-im-hwie
ataukah membantu Thong-thian-kauw kami?”
Jin Hian segera mengerutkan dahinya dengan mata melotot, ia mendengus dingin dan bibirnya
bergerak seperti mau mengucapkan sesuatu, namun akhirnya niat itu dibatalkan kembali.
Hoa Thian-hong tersenyum dan segera menjawab, “Dengan andalkan kemampuan cici serta
Tootiang bertiga, aku rasa masih belum sanggup untuk menahan Jien Tang-kee, kalau tidak
perkumpulan Hong-im-hwie tak akan hidup hingga hari ini…..”
“Pintar juga kau si bocah cilik,” batin Jin Hian di dalam hati.
Sementara itu Giok Teng Hujien sudah tertawa mengejek, katanya lagi, “Andaikata kami tak mau
tahu diri dan memaksa untuk tahan orang itu? Apa yang akan kau lakukan?”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
324
“Itu mamanya mencari penyakit buat diri sendiri,” batin Hoa Thian-hong, diluaran ia tertawa
nyaring dan menjawab, “Aku akan berpeluk tangan belaka, kedua belah pihak tiada yang akan
kubantu!”
“Seandainya cici bukan tandingan lawan dan jiwaku terancam mara bahaya?”
“Tentu saja aku akan turun tangan untuk memberi pertolongan” sahut si anak muda itu setelah
berpikir sebentar.
Giok Teng Hujien segera tertawa cekikikan. “Waaah…. jadi kalau begitu, kau masih tetap
membantu pihak Thong-thian-kauw?”
Hoa Thian-hong pun tersenyum, sambil menjura segera serunya, “Perjumpaan kita sampai disini
saja, sampai ketemu lain waktu.”
Ia cemplak kudanya dan segera berlalu dari sana……
Tiba-tiba Ang Yap Toojin gerakan tubuhnya menghadang di depan kuda, hardiknya dengan suara
keras, “Apakah Hoa Kongcu juga akan ikut ke kota Leng-An untuk menyambangi Kaucu kami?”
Sebelum pemuda itu sempat menjawab, Jin Hian larikan kudanya maju ke depan, serunya sambil
tertawa dingin, “Ang Yap, kalau kau hanya mencari Satroni dengan aku orang she-Jin, itu masih
mendingan, kalau kau berani mengganggu Hoa kongcu. Hmm……. Hmm……. aku tanggung kau
pasti akan berbaring di tempat ini dan sejak kini tak mampu untuk pulang ke kota Leng An lagi”
“Eeei…. eeei ,…. orang ini benar-benar sangat lihay” pikir Hoa Thian-hong dalam hati, “Belum
sampai aku mengadu domba mereka berdua, tak tahunya ia sudah mendahului diriku lebih
dulu…. sunggub hebat!”
Sambil tertawa terbahak-bahak segera serunya, “Jien Tang-kee, kau terlalu pandang tinggi
diriku.”
Dalam pada itu Ang Yap Toojin merasa semakin gusar, dengan mata melotot serunya, “Saudara
cilik, sudah kau dengar tidak pertanyaan yang pinto ajukan? Atau mungkin kau sudah tuli?”
Hoa Thian-hong mengerutkan dahinya mendengar makian itu. segera pikirnya kembali, “Orang
goblok! rupanya kau memang seorang manusia tolol yang tak punya otak!”
Tiba-tiba tampak sesosok bayangan manusia berkelebat lewat, tahu-tahu Hoa In sudah muncul
disitu sambil membentak, “Siapa yang sedang kau maki?” Telapak tangannya diayun, ia kirim
satu pukulan ke depan.
Dalam serangan ini meskipun ia tidak menggunakan ilmu ‘Sau-yang-ceng-khie’ nya, namun
kecepatan gerakan tangannya serta kemantapan dari tenaga pukulannya cukup mengejutkan
hati orang.
Ang Yap Toojiu segera enjotkan kakinya loncat mundur lima depa ke belakang, cring….! pedang
mustikanya kembali diloloskan dari sarung, serunya sambil menyeringai seram, “Maaf bila pinto
tidak sempat mengenali dirimu, siapa sih namamu?”
“Kau bukan tak sempat kenal, goblok dan pelupa,” sahut Hoa in sambil tertawa dingin, “Aku
adalah Hoa In dari perkampungan Liok Soat Sanceng, pada sepuluh tahun berselang bukankah
kita pernah berjumpa muka?”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
325
Mula-mula Ang Yap Toojin nampak agak tertegun, diikuti ia segera tertawa seram ejeknya,
“Menurut kabar yang tersiar dalam dunia persilatan, aku dengar majikan dari perkampungan Liok
Soat Sanceng adalah seorang she-Jin, hey orang yang bernama Hoa In, kenapa kaupun
mengatakan orang yang berasal dari perkampungan Liok Soat Sanceng?”
Jin Hian yang berada di samping segera tertawa terbahak-bahak, selanya dari damping, “Dulu
karena aku lihat perkampungan Liok Soat Sanceng indah dan tak berpenghuni, aku merasa
sayang untuk membiarkan bangunan itu rusak dimakan tahun, maka sengaja kudiami beberapa
tahun lamanya. Siapa tahu tempat yang penuh rejeki macam itu ternyata tidak cocok bagi orang
kasar seperti aku, dimana akhirnya selembar jiwa putera kesayangankupun lenyap disana. Aai
kini aku sudah menyadari akan kesalahanku pada masa yang silam, perkampungan tadi sudah
kuserahkan kembali kepada Hoa kong cu”
Ang Yap Toojin tertawa dingin. pada dasarnya diapun seorang siluman tua yang licik, ia tahu bila
dirinya memusuhi Hoa Thian-hong maka dialah yang akan menderita kerugiannya.
Tapi apa lacur ia sudah kesesem terhadap kecantikan Giok Teng Hujien sayang orang yang
diidamkan itu tidak menaruh perhatian kepadanya, ditambah pula setelah menyaksikan tingkah
laku Giok Teng Hujien yang begitu mesra terbadap diri Hoa Thian-hong, hal ini membuat rasa
cemburunya makin berkobar, tanpa sadar ia telah anggap Hoa Thian-hong sebagai paku di
depan mata, ia seialu berusaha keras untuk mencabutnya dari depan mata.
Jin Hian adalah seorang manusia yang licik, ia pandai mendalami perasaan orang, melihat
keadaan Ang Yap Toojin sudah mengenaskan sekali, ia jadi kegirangan, Sambil tertawa tergelak
serunya, “Hoa Loo-te, waktu sudah tidak pagi-pagi ayoh kita lanjutkan perjalanan…-!”
Ia cemplak kudanya dan berlalu lebih dahulu dari situ. Ngo Ing Toojin sendiri dapat memahami
sampai dimanakh kelihayan dari ilmu silat yang dimiliki Hoa In, dia takut keadaan Ang Yap toojin
bertambah runyam, sambil memburu maju ke depan seraya serunya, “Ang Yap Too-heng,
baiknya kita sudahi saja persoalan pada hari ini sampai disini saja, mari kitapun harus segera
melanjutkan perjalanan”
Waktu itu matahari bersinar dengan teriknya, siapapun tidak tahan untuk berdiam terlalu lama
disitu, Hoa Thian-hong sendiri setelah ‘lari racun’ sekujur badannya basah kuyup oleh air peluh,
sambil meneguk air dalam botol yang tersedia di atas pelana kudanya, ia beri tangan kepada
Giok Teng Hujien dan segera berlalu dari Sana.
Ang Yap Toojin yang ditinggalkan begitu saja, dari mulanya jadi gusar, dengan mata melotot
diawasinya kelima orang jago itu berlalu dari sana, giginya bergemerutukan menahan gusar
seluruh rasa benci dan dongkolnya segera ditimpakan ke atas tubuh Hoa Thian-hong seorang, ia
banci pemuda itu hingga terasa merasuk ke dalam tulang sumsumnya.”
Sore itu rombongan Jin Hian sekalian beristirahat disebuah rumah penginapan dalam dusun yang
kecil. tengah malam perjalanan kembali dilanjutkan.
Hoa Thian-hong yang tak dapat melupakan peristiwa pertarungan dengan Tauto tua itu
sepanjang perjalanan selalu berjalan dipaling belakang, dia berharap bisa berjumpa kembali
dengan orang itu. Siapa tahu Tauto tua berambut putih itu tak pernah muncul kembali dihadapan
mukanya.
Keesokan harinya, ketika sore menjelang tiba sampailah mereka di kota Wi-im, kota itu
merupakan sebuah kota yang terpenting di wilayah utara dengan pelabuhan yang ramai pula,
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
326
keempat puluh orang pengawal golok emas itu masih berada di dalam kota dan belum berlalu
dari situ.
Setelah mencari rumah penginapan, Hoa Thian-hong duduk dikamar minum teh sambil
menunggu air untuk mandi, tiba-tiba Cho-Bun Kui masuk ke dalam kamar sambil berkata, “Cong
Tang-kee memerintahkan aku untuk memberi tahu kepada kongcu, bahwa seluruh rombongan
akan beristirahat selama satu hari di kota Wi-im, besok malam perjalanan baru akan dilanjutkan
kembali”
Dari sakunya dia ambil keluar serenteng mutiara serta dua keping emas murni, sambil diserahkan
ke tangan Hoa In sambungnya lebih jauh, “Cong Tang-kee berkata bahwa kota Wi-im adalah
sebuah kota yang ramai dan makmur, bila Hoa kongcu ada kesenangan untuk berjalan jalan,
silahkan pengurus tua membawa sedikit emas dan mutiara ini sebagai persiapan untuk
dipergunakan oleh kongcu”
Hoa Thian-hong ingin menampik tapi Hoa In keburu sudah menerimanya sambil menyahut,
“Sampaikan kepada Tang-kee kalian, anggap saja dua keping emas serta satu renteng mutiara
ini sebagai beaya menyewa perkampungan kami selama ini, hutang piutang kita hapus sampai
disini saja”
Cho Bun Kui mengiakan sebisanya, setelah memberi hormat kepada pemuda she-Hoa itu dia
segera mengundurkan diri dari kamar. Pelayan datang membawa air, selesai mandi dan
bersantap Hoa Thian-hong segera naik ke atas pembaringan untuk beristirahat, Hoa In yang
menyanjung serta menyayang majikan kecilnya bagaikan burung hong membuat pemuda itu
tidur dengan nyenyak dan tenang.
Senja itu Hoa Thian-hong setelah bangun dari tidurnya segera bersantap di dalam kamar
bersama pelayan tuanya, terdengar Hoa In bertanya, “Siau Koan-jin, apa kau ingin berjalan2 cari
angin di dalam kota?”
“Emmm….sepanjang jalan kita sibuk terus untuk melakukan perjalanan, hingga kesempatan
untuk berbicarapun tak ada, malam ini lebih baik kita cari kesenangan dengan membicarakan
soal ilmu silat saja, apa gunanya berkeliaran di tempat luar?”
“Ilmu silat setiap saat dapat dibicarakan Toa-ya pun pernah berkata daripada membaca selaksa
jilid kitab lebih baik melakukan perjalanan selaksa li. Siau Koan-jin! bukankah kau baru pertama
kali ini datang ke wilayah selatan, mari kita berjalan jalan diluar sambil cari kesenangan!”
Hoa Thian-hong adalah seorang jago yang masih muda, hatinya segera tergerak oleh ucapan itu,
setelah menutup pintu berangkatlah kedua orang itu berjalan jalan mencari angin.
Kota Wi-Im meskipun merupakan kota penting yang menghubungkan utara dan selatan serta
ramai dengan toko dan perdagangan, namun disitu tak ada tempat rekreasi yang baik, setelah
berjalan jalan beberapa saat lamanya Hoa Thian-hong merasa bosan dan kesal, tanpa terasa ia
teringat akan ibunya, bayangan Chin Wan-hong pun terlintas pula dalam benaknya, banyak
persoalan berkecamuk dalam benaknya membuat kegembiraannya hilang sama sekali. Akhirnya
kepada Hoa In dia berseru, “Badanku terasa amat lelah, mari kita pulang ke penginapan untuk
beristirahat!”
“Siau Koan-jin, apakah badanmu merasa tak enak?”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
327
Hoa Thian-hong geleng kepala, maka berangkatlah kedua orang itu kembali ke rumah
penginapan. Tiba-tiba dari hadapan mereka menyongsong datang seseorang, sambil jalan
mendekati ia bersenandung dengan suara lantang:
“Angin dan rembulan tiap malam muncul.
Manusia durjana kian lama kian menumpuk.
Ada orang bertanya bagaimana urusan?
Samudra manusia amat luas, angin dan ombak setiap saat bakal muncul….”
Ketika Hoa Thian-hong melihat orang yang bersenandung itu adalah seorang kakek gemuk
pendek yang membawa sebuah kipas bundar, hatinya segera tergerak. Teringat olehnya bahwa
orang yang telah melarikan Chin Giok-liong dari rumah makan Li-Ing loo di kota Cho-ciu tempo
dulu bukan lain adalah orang yang berada dihadapannya sekarang.
Sejak kakek tua itu mempermainkan Giok Teng Hujien dengan sindiran syairnya Hoa Thian-hong
telah mengetahui bahwa orang itu adalah seorang pendekar aneh, kini setelah berjumpa muka
tentu saja ia tak mau membuang kesempatan baik ini dengan begilu saja, sambil menjura
teriaknya, “Locianpwee…”
Namua kakek gemuk pendek itu pura-pura berlagak pilon, sambil bersenandung ia tetap
lanjutkan langkahnya ketika berpapasan dengan mereka berdua. Tanpa berpikir panjang Hoa
Thian-hong segera melakukan pengejaran bisiknya, “Hoa In, kenal tidak dengan kakek tua itu.”
Hoa In termenung dan berpikir sebentar, kemudian sahutnya, “Kalau dilihat dari potongan
badannya aku seperti mengenali dirinya. Cuma aku lupa siapakah orang itu!”
Ia berhenti sejenak. kemudian sambil mengamati bayangan punggung kakek gemuk pendek itu
ujarnya lagi, “Pada sepuluh tahun berselang, hampir semua jago kenamaan yang tersohor
namanya di kolong langi pernah kujumpai, yang tak pernah kutemui sedikit sekali jumlahnya
hingga bisa dihitung dengan jari.”
“Mungkinkah kakek itu adalah seorang jago kenamaan yang belum lama muncul dalam dunia
persilatan?” pikir anak muda itu.
Langkahnya dipercepat, dengan langkah lebar ia segera menyusul ke depan. Hoa In dengan
kencang mengikuti disisi majikan mudanya, ia lihat ilmu meringankan tubuh yang dimiliki kakek
gemuk itu lihai sekali. dalam setiap loncatannya beberapa tombak berhasil dilalui dengan enteng.
la segera berteriak lantang, “Hey! Sahabat dari manakah itu? Kongcu kami ingin berjumpa
dengan dirimu!”
Kakek gemuk pendek itu tidak menjawab, hanya senandungnya kembali:
“Jangan takabur jangan berlagak latah bibit bencana sukar diduga.
Lok Hau bukan perwira budiman, ia membawa Ki-pang menuju bencana.
Pertempuran kerbau api hampir binasa, ingin mengejar tak mungkin terkena”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
328
Mendengar senandung itu Hoa In segera melototkan matanya bulat bulat, serunya, “Siau Koanjin,
kakek tua itu sedang menyindir kita, ia telah samakan aku Hoa In seperti Lok Hau, dia bilang
aku tidak becus dan tak mampu melindungi Siau Koan-jin”
Hoa Thian-hong tersenyum. “Ia sedang menyanyikan sebuah bait syair dari Ma Bi Wan, bila syair
itu dinyanyikan dalam keadaan begini memang persis seperti maksud hati Tauto berambut putih
itu. Rupanya orang inipun sedang menasehati diriku agar membatalkan niat menuju ke selatan
serta datang ke kota Leng An.”
“Perkataannya itu memang tidak salah baik orang-orang dari Thong-thian-kauw maupun orangorang
dari Hong-im-hwie rata-rata merupakan manusia yang tidak genah, mereka hanyalah
manusia-manusia rendah yang mengandalkan jumlah banyak. Bila kita bergaul terus dengan
mereka maka akhirnya sendirilah yang bakal rugi.”
Ia menghela napas panjang, kemudian lanjutnya, “Mati hidup aku budak tua sih bukan menjadi
soal, sebaliknya bila Siauw-koan-jin sampai mengalami sesuatu kejadian, budak mana punya
muka untuk bertemu lagi dengan toa-ya diakhirat?”
Hoa Thian-hong tertawa paksa. “Bagaimanapun juga kita harus balaskan dendam bagi kematian
ayahku, kalau tidak apa gunanya kita hidup lebih lanjut di kolong langit?”
Ia mendongak dan tiba-tiba bersenandung:
“Di tengah berhembusnya angin malam, burung elang terbang di angkasa.
Sebercak kain terkurung di daratan tengah …
Oooh! pedih tahukah sahabat lama, ingin naik loteng sayang tiada tangga menuju ke langit?”
Kakek gemuk pendek itu segera menjawab dengan bersenandung pula,
“Di tengah kain bertanya pahlawan apa gunanya merebut kekuasaan merajai kolong langit?
Tinggi rendah gardu merah generasi pemerintah, jauh rendah daun seribu kuburan.
Aaaai…. .! yang ada tinggal impian buruk!”
“Kalau didengar dari nada ucapannya ini jelas dia adalah seorang jago yang sedang putus asa
dan bersedih hati, tapi siapa dia?” pikir Hoa Thian-hong di dalam hati.
Sejak ia terjun ke dunia persilatan, sudah banyak pengetahuan serta pengalaman yang
didapatinya. Terhadap orang-orang dari Hong-im-hwie, Sin-kie-pang serta Thong-thian-kauw,
pemuda ini merasa bahwa orang-orangnya kalau bukan sengaja melanggar hukum, pastilah
manusia yang termasuk dalam golongan orang buas, licik dan keji. Sebaliknya mereka2 yang
berjiwa ksatria sebagian besar telah putus asa dan patah semangat.
Kini mendengar nada ucapan dari kakek itu, dengan cepat ia dapat merasakan bahwa kakek
gemuk itu adalah segolongan dengan dirinya.
Setelah berhasil menyusul kesisi tubuhnya ia lantas menjura dan berkata, “Loocianpwee, aku Hoa
Thian-hong memberi hormat untukmu.”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
329
“Tidak berarti, bagaimana kalau kita bicarakan suatu perdagangan jual beli?” sahut si kakek
gemuk itu sambil goyangkan kipasnya.
“Bolehkah aku mengetahui terlebih dahulu sebutan loocianpwee?”
“Kalau kau ingin tahu, akupun tak akan merahasiakan kepadamu. aku she-Cu bernama Tong.
dengan mendiagan ayahmu boleh dibilang pernah bersahabat!”
“Oooh..! rupanya Cu toa-ya!” seru Hoa In tercengang, “Hampir saja hamba tidak kenal lagi
dengan kau orang tua”
“Kekesalan serta penderitaan membuat orang gampang tua, wajahmu penuh berkeriput dan
rambutmu telah berubah semua. hampir saja akupun tidak kenali dirimu lagi,” sahut Cu Tong.
“Kini hamba sudah tidak kesal dan menderita lagi. Eeei.. Cu toa-ya. Bukan dahulu wajahmu putih
bersih? Kenapa sekarang berubah jadi merah bercahaya?”
“Mungkin tua aku semakin tak becus, maka aku ganti berlatih ilmu iblis hingga wajahku makin
lama makin jadi merah” ia tertawa kering lalu melanjutkan, “Setelah mencuri hidup belasan
tahun, aku malu untuk bertemu dengan orang jagad lagi, bila wajahku tidak berubah merah,
bukankah keadaanku lebih rendah daripada seekor binatang?”
Tertegun hati Hoa In mendengar ucapan itu. setelah termangu mangu beberapa saat lamanya ia
berkata, “Siau Koan-jin, Cu toa-ya ini adalah salah seorang diantara Bulim Siang-Sian sepasang
dewa dari dunia persilatan…..”
“Aku hanya seorang panglima yang kalah perang” tukas Cu Tong dengan cepat, “Tidak pantas
menceritakan kegagahan dan keberanian, lebih baik jangan kau ungkap lagi peristiwa di masa
silam”
Diam-diam Hoa Thian-hong menghela napas melihat sikap kakek gemuk itu, ujarnya kemudian,
“Loo-cianpwee. mari kita cari tempat untuk beristirahat, keponakan ingin berlutut memberi
hormat kepadamu!”
“Tak usah… tak usah, mari kita keluar dari kota saja”
Dengan membawa perasaan yang berat serta pikiran masing-masing, berangkatlah ketiga orang
itu keluar kota, tidak selang beberapa saat kemudian sampailah mereka di pinggir kota.
“Orang tua, apakah kau ada urusan hendak diperintahkan kepada tecu?” tanya Hoa Thian-hong
kemudian.
“Memberi perintah sih aku tak berani,” sahut Cu Tong, setelah berhenti sebentar ia lanjutkan lagi
dengan nada serius, “Sejak pertarungan di Pak Beng, golongan kesatria mengalami kekalahan
total yang hampir saja memusnahkan seluruh inti kekuatan golongan lurus, “Tiga bencana”
masing-masing merajai suatu wilayah dan membentuk posisi segi tiga, karena pertama setelah
pertempuran besar mereka membutuhkan istirahat yang cukup, dan kedua kekuatan ketiga belah
pihak seimbang, siapapun tak berani bergerak secara serampangan, dengan demikian dunia
persilatan dapat hidup aman selama sepuluh tahun. Tapi kini…. aaai! Ketenangan tersebut mulai
goyah, rupanya saat saling memperebutkan kekuasaan telah tiba.”
“Perkataan dari Loocianpwe sedikitpun tidak salah” pemuda itu mengangguk membenarkan,
“Kematian Jin Bong bukanlah suatu kejadian secara kebetulan saja. Pek Siau-thian mengurung
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
330
Ciu It-bong selama sepuluh tahun lamanya tanpa dibunuhpun tujuannya bukan lain hanya
terletak pada pedang emas tersebut. Manusia-manusia semacam ini semuanya merupakan
manusia golongan pengacau, masing-masing pihak ingin merajai kolong langit dan menduduki
kursi pimpinan, merebut tanah beradu ilmu silat rasanya memang suatu kejadian yang tak dapat
dihindari lagi.”
“Yang lebih tak beruntung lagi, kau yang belum lama muncul di dalam dunia persilatan ternyata
sudah terjerumus pula di dalam persoalan ini,” Cu Tong menambahkan dengan suara gusar.
Hoa Thian-hong tertawa getir. “Takdir telah mempermainkan orang, keadaan siautit amat
kepepet dan bagaimanapun juga terpaksa harus berbuat begitu.”
“Aaai..!benarkah bagimu hanya ada jalan maju tanpa mundur dan hendak bertarung melawan
kawanan durjana itu hingga sampai akhirnya?”
“Selama siautit masih bisa bernapas, aku akan balaskan dulu dendam sakit hati ayahku,
kemudian berusaha membukakan sebuah jalan keluar bagi sahabat2 Bulim!”
“Seandainya tak ada kita orang, mungkin kawanan durjana itu bakal bentrok sendiri dan saling
bunuh membunuh, saling berebut memperebutkan wilayah serta kekuasaan” sela Hoa In dengan
wajah sedih, “Tetapi setelah Siau Koan-jin tampil kemuka kemungkinan besar kawanan durjana
itu akan tinggalkan dendam pribadi dan bekerja sama untuk menghadapi kita orang lebih dahulu”
“Dunia selalu berputar, kita hidup sebagai seorang kuncu mengapa mesti unjuk kelemahan
sendiri?” sahut Hoa Thian-hong, “Bagaimanapun kita toh tak bisa berpeluk tangan belaka hidup
di tengah penindasan sambil menunggu pihak lawan saling bunuh membunuh lebih dahulu.
Lagipula seandainya dari pihak mereka akhirnya berhasil muncul satu golongan yang mampu
mengalahkan golongan-golongan yang lain hingga seluruh kolong langit jatuh di bawah
kekuasaannya, bukankah hal ini akan membuat kekuatan mereka kian lama kian bertambah
kuat?”
“Andaikata situasi berubah jadi demikian, maka budak hanya akan memperhatikan keselamatan
Siau Koan-jin seorang, aku tidak punya minat lagi untuk memikirkan jalan keluar dari kawan2
Bulim” sambung Hoa In dengan cepat.
Bicara pulang pergi pelayan tua ini lebih mementingkan keselamatan majikan mudanya, dari
ucapan tadi jelas ia mengartikan bahwa lebih baik dendam terbunuhnya ayah Hoa Thian-hong
tidak berhasil dibalas, dari pada harus membiarkan majikan mudanya menempuh bahaya.
Terdengar Cu Tong menghela napas berat dan berkata, “Bagi orang yang lebih banyak makan
garam, hidupnya akan lebih lama beberapa tahun. Pengurus tua! Kau tak usah kuatir aku tak
berani bicara besar tetapi aku berjanji kemanapun Hoa Hian-tit pergi aku orang she-Cu pasti
akan mengikuti terus dibelakangnya”
JILID 17
“LOOCIANPWE, kuucapkan banyak terima kasih atas kasih sayangmu itu!” seru Hoa Thian-hong,
setelah termenung beberapa saat ia melanjutkan, “Menurut pendapatku, pihak lawan tidak
terlalu menaruh perhatian terhadap kekuatan siautit seorang, karena itu lebih baik untuk
sementara waktu loo-cianpwe jangan unjukkan diri lebih dahulu, dari pada kita musti pukul
rumput mengejutkan ular membuat pihak lawan mempertinggi kewaspadaannya terhadap kita.”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
331
“Aaaai….! Kawanan bajingan itu masih menaruh beberapa bagian rasa jeri terhadap Hoa Hujien,
sekalipun aku munculkan diri rasanya mereka tak akan menaruh perhatian terhadap diriku.”
Dari sikap kakek gemuk itu Hoa Thian-hong mengerti bahwa ia sedang mencari tahu keadaan
ibunya, maka tidak menanti pihak lawan ajukan pertanyaan itu ia berkata lebih dahulu, “Dewasa
ini ibuku juga sedang berkelana di dalam dunia persilatan, hanya dimanakah beliau pada saat ini
siautit sendiripun kurang begitu jelas!!”
Karena melihat orang-orang itu sudah patah semangat, Hoa Thian-hong tidak ingin menceritakan
keadaan ibunya yang sebenarnya dimana luka dalamnya belum sembuh dan tenaga dalamnya
punah, ia takut bila hal ini diketahui mereka maka kemungkinan besar semangat mereka semakin
merosot.
“Cu toa-ya,” tiba-tiba Hoa In menegur, “Kenapa kaupun bisa datang ke kota Wi-im?”
“Aku selalu mengikuti di belakang Siau Koan-jin mu ini,” sahut Cu Tong, sorot matanya berputar
dan melanjutkan. “Hoa hiantit. apakah aku boleh ajukan satu permintaan?”
“Kalakan sajalah loocianpwee!”
Cu Tong menghela napas panjang. “Aku mempunyai seorang sahabat karib yang disebut ‘Peklek-
sian’ atau disebut Dewa geledek oleh orang-orang Bulim, ia mempunyai seorang murid yang
bernama Bong Pay, tahun ini berusia dua puluh satu tahun dan hidup terlantar di dalam dunia
persiiatan. Sebetulnya aku ada maksud membawa dirinya disisiku, apa daya ia punya pandangan
lain terhadap diriku, ia tak sudi berada didekatku”
“Siau Koan-jin,” sambung Hoa In dengan cepat, “si dewa geledek Chin jiya adalah sahabat karib
serta saudara angkat dari Cu-Tau-ya, jadi orang jujur dan berjiwa pendekar, dengan loa-ya
kitapun mempunyai hubungan yang intim”
“Kalau begitu Bong toako adalah saudaraku sendiri. Cu locianpwe, kini Bong toako berada
dimana?”
Cu Tong menghela napas panjang. “Selama ini ia hidup gelandangan di kota Wi Im, ketika aku
hendak tengok dirinya tadi, kutemui bahwa ia sudah terperosok di dalam kuil Tiong-goan-koan”
“Kuil Tiong-goan-koan? Semestinya kuil dari pihak Thong-thian-kauw?”
Cu Tong mengangguk. “Diam-diam aku sudah menengok keadaannya, sekarang ia berada dalam
keadaan sehat dan sebenarnya akan kuselamatkan jiwanya, tapi sayang pertama ia benci melihat
tampangku dan kedua, aku tak tahu bagaimana musti mengatur dirinya. karena itu terpaksa aku
harus mohon bantuan dari Hoa hiantit untuk melakukan pekerjaan ini”
“Ooo… kau orang tua tak usah sungkan-sungkan, siautit sebagai seorang anggota muda sudah
memastikannya melakukan pekerjaan ini,” pemuda itu berpikir sebentar lalu melanjutkan,
“menolong orang bagaikan menolong api, mari sekarang juga kita pergi menolong Bong toako….”
Tapi dengan cepat ingatan lain berkelebat dalam benaknya, teringat olehnya bahwa usia Bong
Pay jauh lebih besar dari dia sendiri, bagaimana selanjutnya ia akan mengatur kehidupannya?
Sekembalinya ke dalam kota, terdengar Cu Tong menghela napas dan berkata kembali, “Watak
Bong Pay selalu berangasan dan kasar, setelah ia punya pandangan lain terhadap diriku sulitlah
bagiku untuk mendidik dirinya. Hoa hiantit. Kau masih muda dan gagah perkasa, mungkin ia bisa
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
332
menaruh hormat kepadamu, Bila demikian adanya aku berharap agar kau suka mengingat pada
hubungan angkatan yang lebih tua dan baik-baik merawat dirinya.”
“Locianpwee tak usah kuatir, siautit pasti akan berusaha dengan segenap tenaga.”
Rupanya Co Tong merasa amat lega hatinya, ia segera tersenyum. “Bila hiantit bisa baik-baik
membimbing dirinya, kemungkinan besar bocah itu bisa unjukkan kegagahannya dan memupuk
kembali nama baik perguruannya….!”
Melihat begitu besarnya perbatian jago tua itu terhadap keturunan sahabatnya, dalam hati Hoa
Thian-hong segera berpikir, “Loocianpwee ini betul-betul memiliki jiwa yang besar dan hati yang
lapang, begitu setia kawan ia terhadap sahabatnya sampai terhadap anak muridnyapun
diperhatikan benar-benar bila Pek-lek-sian mengetahui akan hal ini dia tentu akan beristirahat
dengan hati tenteram.”
Tiba-tiba Cu Tong ambil keluar sebuah bungkusan kecil terbuat dari kertas minyak, sambil
diangsurkan ke depan katanya, “Hoa hiantit, bungkusan ini berisikan sebagian kecil dari kitab
ilmu pukulan yang berhasil kutemukan dimasa yang silam, meskipun hanya terdiri dari tiga jurus
dua gerakan, namun kehebatannya luar biasa sekali. Aku harap hiantit suka mempelajari lebih
dahulu kemudian wariskanlah kepada Bong Pay”
Hoa Thian-hong simpan baik-baik bungkusan kertas minyak itu ke dalam saku. lalu tanyanya,
“Kenapa kitab ilmu pukulan ini tidak langsung diserahkan ke tangan Bong toako?”
“Aaaai….. dia tidak mengerti tulisan dan isi kitab itupun terdiri dari bahasa kuno yang sulit untuk
dipahami, bila kau serahkan kitab itu kepadanya, dari mana ia bisa mempelajarinya?”
Sementara pembicaraan masih berlangsung dihadapan mereka muncullah sebuah bangunan kuil
yang indah dan megah, papan nama dengan tulisan ‘Tiong-goan-koan’ terbuat dari tinta emas
nampak terpanjang diatap bangunan tersebut Cu Tong membawa kedua orang itu menuju ke kuil
bagian belakang, setelah loncat masuk lewat tembok pekarangan mereka berputar-putar di
halaman belakang, hingga akhirnya sampailah mereka diluar pintu sebuah kebun katanya,
“Hiantit, masuklah ke dalam untuk menolong Bong Pay, sedang aku akan membantu secara
diam-diam, dihadapan pemuda dogol itu jangan sekali2 kau sebut namaku”
Hoa Thian-hong mengiakan, ia segera masuk ke dalam kebun sambil pikirnya di dalam hati,
“Bong toako itu benar-benar seorang manusia aneh. sampai Cu locianpwee yang menjadi
cianpweenya malahan takut kepadanya ketika dia angkat kepala, pemuda itu segera berdiri
tertegun.
Bangunan loteng tinggi yang berada dalam kebun itu mempunyai corak yang persis sama dengan
kuil It-goan-koan di kota Cho-ciu, yang berbeda hanyalah di bawah undak undakan batu
tertanam sebuah tonggak besi setinggi beberapa depa, pada tonggak tadi terbelenggu sebuah
rantai baja sebesar telur itik yang panjangnya mencapai tujuh depa, pada ujung rantai tadi
tampaklah seorang pria kekar yang berwajah hitam pekat bagaikan pantat kuali dan memakai
baju compang-camping bagaikan pengemis sedang duduk terpekur.
Kalau di kuil bagian depan banyak sekali peziarah yang berdoa dan pasang hio suasana di kuil
bagian belakang amat sunyi sekali seakan akan tak terdapat seorang manusiapun disitu.
Ketika mendengar suara langkah manusia, pria yang dirantai di atas tonggak itu segera
membuka matanya dan berpaling.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
333
Hoa Thian-hong berjalan menghampiri kehadapannya. di bawah sorot cahaya lentera ia lihat
orang itu punya potongan wajah persegi empat, sepasang alisnya tebal dan meletik ke atas,
matanya yang cekung memancarkan cahaya tajam, hidungnya mancung dan badannya kekar tak
terasa dalam hati ia memuji.
“Sungguh kekar dan gagah orang ini, andaikata tubuhnya tidak dirantai mungkin ia kelihatan
jauh lebih keren….!”
Dalam pada itu pria kekar itu sudah melotot ke arah Hoa Thian-hong berdua dengan pandangan
tajam tiba-tiba tanyanya, “Kalian adalah pemuja dewa yang datang untuk pasang hio, ataukah
kaki tangan anjing Thong-thian-kauw?”
“Semuanya bukan,” sahut pemuda itu sambil menggeleng, “Aku bernama Hoa Thian-hong,
kedatanganku kesini bukan lain adalah untuk mencari seorang kakakku yang bernama Bong Pay,
apakah saudara tahu ia dikurung dimana?”
“OOH….! Kau yang bernama Hoa Thian-hong? jadi kau yang mengadakan Lari Racun di kota
Cho-ciu?” seru pria kekar itu dengan mata melotot besar.
Hoa Thian Houg tersenyum dan mengangguk. “Tolong tanya siapakah nama saudara?”
“Akulah Bong Pay, ketika berada di pertemuan Pak-Beng-Hwee tempo dulu, aku sempat bertemu
dengan bapakmu Hoa Goan-siu”
Tiba-tiba terdengar suara langkah manusia berkumandang datang, disusul seseorang menegur
dengan suara berat, “Siapa yang sedang berbicara dengan Bong Pay?”
Hoa Thian-hong berpaling, dia lihat dari balik ruangan berjalan keluar seorang toosu muda,
dengan cepat pemuda mengedip memberi tanda kepada Hoa In sedang ia sendiri sambil
menggape serunya, “Siau sian-tiang, cepat datang kemari,! orang ini hendak memutuskan rantai
untuk melarikan diri…..”
“Omong kosong,” jengek toosu muda itu sambil tertawa dingin, “kau anggap rantai besi itu
adalah rantai biasa”
Sambil mengomel ia berjalan menghampiri kedua orang itu, siapa tahu belum sempat ia berbuat
sesuatu tiba-tiba Hoa In telah ayunkan telapaknya menotok jalan darah toosu muda itu.
Tanpa mengeluarkan sedikit suarapun, toosu itu segera menggeletak tak berkutik di atas tanah.
“Kepandaian silat yang bagus!” puji Bong Pay dengan sinar mata berkilat, “Eee, siapa namamu?”
“Aku bernama Hoa In, pengurus rumah tangga dari perkumpulan Liok Soat Sanceng!”
Melihat orang she-Bong itu bicara keras dan nyaring, Hoa Thian-hong kuatirkan lebih banyak
musuh yang datang kesitu, buru-buru ia berjongkok sambil katanya, “Bong toako, mari biar
siaute periksa rantai ini.”
Ujung rantai itu berada di atas leher Bong Pay, ketika Hoa Thian-hong sedang meraba benda
tersebut, tiba-tiba pemuda she-Bong itu ayunkan telapaknya mengirim satu pukulan ke arah
dadanya, Hoa Thian-hong terkejut, bila dibicarakan dari soal ilmu silat maka sekalipun orang
yang menyerang adalah jago nomor satu ditolong langit, ia masih mampu untuk menandinginya
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
334
selama beberapa saat, yang diandalkan hanya sebuah jurus pukulan ‘Kun-siu-ci-tauw’ belaka.
berbicara tentang ilmu pukulan dan ilmu tendangan boleh dibilang pengetahuannya cetek sekali.
Sekarang setelah dilihatnya serangan tersebut muncul secara mendadak, dalam keadaan kepepet
tak sempat lagi baginya untuk menghindarkan diri, terpaksa ia gunakan telapak kirinya untuk
menyambut datangnya serangan tersebut dengan keras lawan keras.
Tentang jurus telapak ini Hoa Thian-hong telah melatihnya hingga hapal diluar kepala.
Plooook! di tengah benturan nyaring, sepasang telapak saling membentur satu sama lainnya.
Pemuda itu segera merasakan telapak tangannya bergetar keras, namun tubuh mereka berdua
tetap berdiri tegap tak berkutik, agaknya kekuatan mereka seimbang satu sama lainnya
Tampak Bong Pay tertawa lebar dan memuji, “Kau memang sangat lihay, dalam bentrokan ini
telapak kiri yang telah kau pergunakan”
“Bong toako memang bukan orang bodoh,” batin Hoa Thian-hong, “Cuma wataknya terlalu
berangasan dan ugal ugalan!”
Berpikir demikian, ia lantas mendekati tonggak besi itu dan menyambar rantai tersebut,
kemudian dibetotnya sekuat tenaga,
Telapaknya terasa sakit dan panas, sedang rantai tersebut masih tetap utuh seperti sedia kala,
ternyata betotannya itu tidak menghasilkan apa-apa
“Hey sahabat, kalau kau mampu memutuskan rantai itu, aku Bong Pay pun sanggup melakukan
hal itu,” ejek Bong Pay dengan suara lantang.
Hoa In segera maju ke depan, katanya, “Rantai ini bukan ditempa dari besi baja biasa, Siau
Koan-jin menyingkirlah ke samping, biar budak yang coba membetot putus rantai ini.”
Hoa Thian-hong geleng kepala, pikirnya di dalam hati, “Bong toako terlalu jujur dan lugu,
andaikata aku tidak unjukan sedikit kepandaian mungkin dia akan pandang rendah diriku, baiklah
aku harus unjuk kelihaianku!”
Karena berpikir demikian, hawa murninya segera dihimpun ke dalam telapak, setelah pusatkan
perhatiannya ke arah tongkat besi itu sekuat tenaga ia betot rantai tadi ke belakang.
Rantai baja itu benar-benar luar biasa
Criiing!” di tengah suara dentingan nyaring, rantai itu sama sekali tidak putus sebaliknya tongkat
baja yang tertanam di bawah tanah terbetot patah jadi dua bagian oleh senjata hawa murni Hoa
Thian-hong yang maha hebat itu.
Bentakan gusar bergema memecahkan kesunyian, sesosok bayangan manusia dengan kecepatan
bagaikan kilat meluncur masuk ke dalam gelanggang
Melihat orang itu adalah seorang toojin berusia pertengahan, Hoa In segera menyongsong
kedatangannya.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
335
Baru saja pihak lawan meloloskan pedang yang tersoren di bahunya untuk menghadapi segala
kemungkinan, Hoa In telah bertindak lebih duluan, telapak tangannya bergerak cepat dan tahutahu
jalan darah kakunya sudah tertotok
Sementara itu Hoa Thian In yang telah berhasil mematahkan tongkat baja segera merasakan
telapaknya panas dan kaku, ia gosok-gosok telapaknya sambil berseru, “Bong toako, rantai besi
ini benar-benar luar biasa sekali, bagaimana dengan rantai dilehermu?”
Belum habis dia berkata Bong Pay sudah loncat bangun dari atas tanah, telapaknya menyambar
rantai tersebut kemudian…..
“Weees!” senjata itu dihajarkan ke atas punggung toojin setengah baya tadi.
Pemuda she-Bong ini bukan saja memiliki kekuatan yang luar biasa, bahkan gerak-geriknya
lincah dan enteng, begitu rantai itu diayun toojin setengah baya tadi terhajar telak punggungnya.
Bisa dibayangkan betapa hebatnya akibat serangan itu yang ditujukan ke arah seseorang yang
tertotok jalan darahnya, toojin itu mendengus berat, tulang punggungnya segera patah jadi dua
bagian, sedang tulang dadanya patah lima batang.
Baik Hoa Thian-hong maupun Hoa In sama-sama tertegun menyaksikan peristiwa yang sama
sekali berada diluar dugaan ini, mereka tak sempat menghalangi perbuatannya itu lagi.
terlihatlah toojin itu muntah darah segar dan jiwanya sukar dipertahankan lebih lanjut.
Rupanya Bong Pay sudah dipengaruhi oleh nafsu membunuh yang berkobar kobar, ia loncat ke
muka dan rantainya kembali diayun menghajar toosu muda yang lain.
Hoa Thian-hong bertindak cepat tangan kirinya berkelebat mencengkeram pergelangannya
sambil berseru, “Bong toako, buat apa kau musti?”
Desiran angin tajam menderu deru, mendadak Bong Pay ayunkan ujung rantainya itu
menghantam ke atas kepala pemuda Hoa.
“Wataknya memang betul-betul berangasan” batin pemuda kita, tangan kanannya segera
bergerak mencekal ujung rantai itu, tegurnya sambil tertawa, “Bong toako, masa siaute pun
hendak kau hantam?”
Sinar mata Boag Pay berapi-api, dengan penuh kegusaran teriaknya, “Kalau tidak kau lepaskan
rantai itu, aku akan menyumpahi dirimu!”
Hoa Thian-hong benar-benar takut orang kasar itu memaki dirinya dengan ucapan yang tak
genah, cepat-cepat ia lepas tangan dan mundur selangkah ke belakang.
Bong Pay berdiri agak tertegun. tapi akhirnya dia putar badan dan lari menuju ke ruang loteng.
Rupanya Hoa In merasa sangat tidak puas dengan sikap pemuda she-Bong itu, dengan alis
berkerut omelnya, “Keparat cilik ini benar-benar goblok dan sembrono, dia adalah seorang jago
pemberani yang tak berotak, di kemudian hari entah berapa banyak kesulitan yang bakal ia
perbuat!”
Yang diperhitungkan serta dipikirkan oleh kakek tua she Hoa ini hanyalah untung rugi bagi
majikan mudanya, ia merasa tak senang hati karena urusan Bong Pay ini, dalam anggapannya
mencampuri urusan manusia sembrono itu hanya akan mendatangkan banyak kerepotan bagi
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
336
majikan mudanya saja, oleh sebab itu dia ada maksud mengajak Hoa Thian-hong jangan
mencampuri urusan itu lagi.
Tapi Hoa Thian-hong segera berkata, “Kita telah mengabulkan permintaan dari Cu Locianpwee,
bagaimanapun juga janji yang telah kita ucapkan tak boleh disesali kembali!”
Habis berkata ia gerakkan badannya dan berkelebat menuju ke arah ruang loteng, terdengar
teriakan-teriakan keras berkumandang datang, Bong Hay sambil membentak gusar memutar
rantai besinya secara kalap. tiga orang toojin berusia pertengahan sambil putar pedangnya
melakukan perlawanan selangkah demi selangkah terdesak keluar dari ruang loteng itu.
“Sudah terjadi keributan begini lama, kenapa belum nampak juga seorang jago lumayan yang
munculkan diri?” pikir Hoa Thian-hong di dalam hati.
“Masa kuil Tiong-goan-koan yang begini besar, hanya dipimpin oleh beberapa orang itu saja?”
Ketika dia mendongak kembali, terlihatlah Bong Pay memutar rantai bajanya makin kencang,
keberaniannya luar biasa sekali, sekalipun harus melawan tiga orang musuh sekaligus namun
sedikitpun tidak menunjukkan tanda-tanda akan menderita kalah,
Ia segera mendekati toosu muda tadi dan membebaskan jalan darahnya, setelah itu tanyanya,
“Siapakah hong-tiang dari kuil Tiong-goan-koan ini? Kenapa sampai sekarang belum juga
unjukkan diri?”
Toosu muda ini tahu bahwa Hoa Thian-hong sangat lihay, terutama kehebatannya dalam
membetot patah tiang tonggak besi itu. begitu totokannya di bebaskan ia segera putar badan
dan kabur dari situ.
Hoa In yang berdiri disisinya segera ayun telapaknya mencengkeram bahu toosu muda itu,
bentaknya, “Hidung kerbau cilik! Sudah kau dengar belum pertanyaan yang kami ajukan?”
“Aduuuh….!” toosu muda itu menjerit kesakitan, dengan badan terbongkok2 menahan rasa sakit
ujarnya setengah merengek, “Apakah yang hendak sicu berdua tanyakan?”
“Aku tanya siapakah ketua kalian? Kenapa tidak nampak dia unjukan diri?”
Agaknya semangat toosu itu bangkit kembali, sambil busungkan dada ia menjawab. “Ketua dari
kuil kami adalah Thamcu sektor tengah sekte agama Thong-thian-kauw, gelarnya Hian Leng
Cinjin! dia adalah seorang jago yang tersohor namanya di kolong langit”
“Tak usah banyak cerewet” bentak Hoa In gusar, “Sekarang dimana orangnya?”
Mendadak dari tempat kejauhan terdengar Bong Pay membentak keras, ketika semua orang
berpaling tampaklah ia sedang ayun rantai besinya membentur ujung pedang seorang toojin,
letupan bunga api diiringi suara gemerincing yang amat nyaring segera bergema, pedang dalam
genggaman Toojin itu seketika terlepas dari genggamannya.
Melihat kesempatan yang sangat baik itu Bong Pay tak mau sia-siakan peluang itu, rantainya
diayun dan langsung dibacok ke atas wajah orang tadi.
Dua orang toojin lainnya buru-buru ayunkan pedangnya berusaha untuk menolong jiwa rekannya
itu, namun sayang gerakan mereka terlambat satu langkah, jeritan ngeri yang menyayat hati
seketika berkumandang ke tengah udara, raut muka toojin tadi hancur berantakan dengan darah
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
337
berceceran di atas lantai setelah termakan hantaman rantai itu, ia roboh ke atas tanah sekarat,
rintihan ngeri mendirikan bulu roma…
Setelah berhasil dengan serangannya, kembali Bong Pay membentak keras, sambil putar senjata
rantainya ia menerjang ke arah dua orang toojin lainnya
Menyaksikan betapa dahsyat dan bengisnya pihak lawan pecahlah nyali kedua orang toojin tadi,
pemainan pedang mereka kontan jadi kacau tak karuan, mereka berusaha untuk melarikan diri
apa lacur permainan rantai itu sangat dahsyat, hal ini membuat mereka jadi kalang kabut dan
berkaok-kaok minta ampun.
Sudah lama aku dengar para toojin dari sekte agama Tong Thian melakukan tindakan sewenang
wenang terhadap rakyat biasa, dosa mereka sudah bertumpuk tumpuk, ditambah pula Bong
toako ini sudah lama dikurung, disiksa dan dihina. rasa bencinya terhadap mereka sudah tak
terlukiskan lagi dengan kata-kata bila ini hari aku tidak biarkan ia mengumbar hawa nafsunya,
Orang itu pasti tak mau berdiam diri begitu saja”
Ia sendiri pernah mencicipi bagaimanakah tersiksanya bila seseorang dihina dan dipermainkan, ia
dapat menyelami perasaan orang semacam ini, maka Hoa Thian-hong pun tidak menghalangi
perbuatan Bong Pay untuk melampiaskan rasa sakit hatinya.
Kepada toosu muda itu kembali ia membentak, “Ayoh cepat menjawab, Hian Leng Toojin
sekarang berada dimana?”
Dua orang toojin yang berhasil dilukai Bong Pay. seorang patah tulang punggungnya dan yang
lain hancur wajahnya, mereka belum putus napasnya tapi berbaring disitu sambil merintih
kesakitan.
Menyaksikan keadaan yang sangat mengerikan itu, toosu muda tersebut merasakan sukmanya
seakan akan terbang tinggalkan raganya, dengan suara gemetar ia segera menjawab, “Kaucu
kami telah menurunkan titah untuk memanggil seluruh anak murid perkumpulan kami berkumpul
semua di markas besar, Koancu kami dengan membawa seluruh anak muridnya telah berangkat
ke kota Leng-An fajar tadi!”
“Kalau ditinjau keadaan ini, rupanya kehadiran pasukan besar perkumpulan Hong-im-hwie
menuju selatan telah diketahui pula oleh pihak sekte agama Thong-thian-kauw,” kata Hoa In!
Hoa Thian-hong mengangguk, “Ehmmm..,l Thong-thian-kauw bukanlah sebuah perkumpulan
agama yang tidak terdapat orang pandai”
Jeritan ngeri berkumandang susul menyusul, permainan rantai baja Bong Pay dalam waktu
singkat telah berhasil menghajar pula batok kepala kedua orang toojin itu sehingga pecah dan
mengucurkan darah segar, dengan lengan putus kaki patah mereka roboh tak berkutik lagi di
atas tanah.
Tanpa berpaling Bong Pay langsung menerjang masuk ke dalam bangunan loteng itu.
Menyaksikan tingkah laku orang itu, Hoa Thian-hong segera mengerutkan dahinya, dalam hati ia
membatin, “Dia pasti sedang pergi mencari kunci untuk membuka borgol rantai yang
membelenggu lehernya.
Kepada toosu muda itu ia segera bertanya, “Siapa saja yang masih berada di dalam loteng?”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
338
“Hanya dua orang toosu cilik”
“Apakah disitu terdapat alat jebakan serta alat rahasia lain?” “Tidak ada!”
Melihat raut wajah toosu muda itu telah berubah jadi pucat pias bagaikan mayat dan ketakutan
setengah mati, Hoa Thian-hong jadi tidak tega. segera ujarnya, “Cepatlah menyingkir jauh jauh
dari sini, bila kau tidak bertobat dan baik-baik jadi manusia….. Hmmm! lain kali aku tak akan
mengampuni jiwamu lagi.”
Toosu muda itu mengangguk tiada hentinya ketika Hoa In melepaskan cengkeramannya, toosu
muda tadi segera kabur terbirit-birit dari situ.
Rintihan kesakitan yang memilukan hati bersahut sahutan memenuhi seluruh angkasa, suasana
di sekitar tempat itu jadi mengerikan sekali. Lama kelamaan Hoa Thian-hong jadi tidak tega
sendiri, kepada Hoa In dia lantas bertanya, “Apakah keempat orang ini masih ada harapan untuk
ditolong?”
Hoa In tertegun lalu menggeleng. “Tiada harapan lagi untuk hidup, yang seorang di sebelah sana
itu mungkin masih ada harapan untuk hidup. cuma sekalipun bisa lolos dari kematian dia bakal
hidup sebagai seorang cacad!”
“Aaai…! bagaimanapun akhirnya toh mati, lebih baik cepat-cepatlah menghantar keberangkatan
mereka untuk pulang ke rumah neneknya!”
Hoa In mengangguk, dia segera berkelebat maju ke depan telapaknya diayun berulang kali,
dalam sekejap mata keempat orang toojin yang menggeletak di atas tanah dalam keadaan
terluka parah itu menghembuskan napas yang terakhir.
Tiba-tiba terdengar suara isak tangis kaum wanita yang amat ramai bergema datang dari balik
ruangan loteng muncullah serombongan gadis-gadis muda yang menangis dengan penuh
kesedihan, di belakangnya mereka menyusul pula serombongan pria yang jumlah
keseluruhannya mencapai delapan puluh orang lebih.
Rombongan pria wanita itu semuanya berada dalam kondisi mengenaskan, tubuh mereka kurus
ceking tinggal kulit pembungkus tulang, yang pria berwajah tampan sedang yang gadis berwajah
cantik rupawan. Sekilas memandang bisa diketahui bahwa orang-orang itu sama sekali tidak
mengerti akan ilmu silat.
Hoa In adalah seorang jago kawankan, meninjau keadaan tersebut dengan cepat ia bisa
memahami apa yang sudah terjadi. Ketika dilihatnya rombongan pria dan wanita itu celingukan
kesana kemari dengan wajah ketakutan, ia segera membentak keras, “Kalian semua ikutilah
diriku!”
Hoa Thian-hong tertegun dan dalam Waktu singkat iapun tahu apa yang telah terjadi, diapun
lantas berkata, “Hoa In, coba carilah di ruang atas loteng apakah da sedikit harta benda yang
berharga? Kalau ada, ambillah dan bagikan kepada mereka semua!”
“Kalian semua harap tunggu sebentar!” teriak Hoa In kemudian dengan suara keras. Ia segera
putar badan dan berkelebat masuk ke dalam ruang loteng.
Cahaya api berkilauan memenuhi seluruh angkasa, di tengah kilatan cahaya terang tampaklah
Bong Pay dengan membawa sebuah obor sedang membakar ruang loteng yang megah itu,
dalam sekejap maka seluruh bangunan telah tenggelam dibalik amukan api yang berkobar-kobar.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
339
Tiba-tiba Bong Pay menerjang keluar dari balik lautan api, dengan gerakan bagaikan kilat ia
menerjang ke arah kuil bagian depan.
“Bong toako!” pemuda kita berteriak keras.
Namun Bong Pay sama sekali tidak menggubris panggilan itu, dalam sekejap mata bayangan
tubuhnya sudah lenyap dibalik bangunan.
Melihat pemuda itu tak menggubris panggilannya, Hoa Thian-hong lantas berpikir di dalam hati,
“Aaai, bagaimanapun di tempat ini toh tak ada jago lihay, biarlah dia berbuat sekehendak
hatinya”
Si anak muda she-Hoa ini merasa malu dan menyesal atas kejadian yang telah berlangsung di
hadapannya ia tidak mengira kalau di dalam kuil kaum toosu ini terkurung begitu banyak gadis
muda dan pria tampan ia semakin tak menduga kalau tempat suci semacam ini sebenarnya
merupakan suatu tempat mesum yang menjijikkan, karena itu ia merasa tak enak untuk
menghalangi perbuatan Bong Pay, sambil berdiri menjublak ia pandang jilatan api yang sedang
membakar seluruh bangunan kuil itu.
“Siau Koan-jin, terimalah ini!” mendadak Hoa In berteriak dari atap loteng.
“Weess… weess…!” dua buah buntalan besar segera meluncur ke bawah loteng dengan
cepatnya.
Hoa Thian-hong sambut buntalan tadi, ketika dibuka ternyata isinya berupa intan permata dan
emas murni, buru-buru benda tersebut dibagi-bagikan kepada kaum gadis dan pria tampan yang
mendapat celaka itu.
Jilatan api bergerak dengan cepatnya menyebar keempat penjuru, dalam waktu singkat ruang
loteng bagian terbawahpun sudah menjadi lautan api, Hoa In tiba-tiba loncat turun dari atas
loteng sambil membawa dua bungkusan besar berisi alat-alat yang terbuat dari emas dan perak,
hardiknya dengan suara keras, “Jangan menangis, jangan dorong mendorong….”
Suasana di halaman belakang kacau balau penuh dengan jeritan serta tangisan, tiba-tiba dari
bagian depan kuilpun terjadi kegaduhan, suara teriakan manusia makin ramai dan api berkobar
memenuhi seluruh kompleks kuil Tiong-goan-koan tersebut.
“Rupanya cukup banyak siksaan serta penderitaan yang dirasakan bocah itu hingga dia jadi
kalap” ujar Hoa In sambil tertawa.
“Bong toako adalah seorang lelaki yang berjiwa panas, melenyapkan kuil ini sama artinya dengan
membasmi bibit penyakit bagi rakyat kecil daerah sekitar sini”
“Toosu-toosu siluman dari Thong-thian-kauw adalah manusia cabul yang suka main perempuan
dan homoseks, aku rasa di setiap kuil di daerah kekuasaan sekte agama Thong-thian-kauw
semuanya melakukan perbuatan-perbuatan terkutuk macam ini”
“Kalau demikian adanya, sekte agama Thong-thian-kauw adalah suatu perkumpulan kaum
durjana,” seru Hoa Thian-hong dengan alis berkerut, “Mungkin kejahatan yang mereka lakukan
jauh di atas perbuatan-perbuatan dari Sin-kie-pang maupun Hong-im-hwie”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
340
Sementara pembicaraan masih berlangsung, kedua orang itu telah selesai membagi bagikan
emas perak serta intan permata itu kepada para korban, maka dipimpinlah orang-orang itu
keluar dari halaman kebun dan menyuruh cepat-cepat bubar.
Dalam pada itu peristiwa terbakarnya kuil Tiong-goan-koan telah menggemparkan seluruh kota,
banyak rakyat dari empat penjuru berduyun duyun datang ke sekitar situ menonton kebakaran,
para Jemaah berusaha keras menolong api membuat suasana jadi kalut dan kacau tak karuan.
Menanti para korban yang berhasil ditolong telah bubar semua, Hoa Thian-hong berdua baru
balik lagi untuk mencari jejak Bong Pay, seluruh ruangan kuil telah tenggelam di tengah amukan
api, dengan gerakan tubuhnya yang cepat mereka berkelebat kesana kemari mencari jejak
pemuda she-Bong tersebut
Ujung baju tersampok angin bergema tiba, empat sosok bayangan manusia dengan gerakkan
cepat mendadak muncul dari arah depan, ketika kedua belah pihak saling berpapasan mereka
semua pada tertegun dibuatnya.
Di bawah sorot cahaya api, terlihatlah keempat orang itu bukan lain adalah Ang Yap Toojin, Ngo
Ing Toojin, Cing Si-cu serta Giok Teng Hujien dari perkumpulan Thong-thian-kauw…..
Setelah terjadi bentrokan fisik dengan rombongan Jin Hian, keempat orang itu secara diam-diam
mengawasi terus gerak-gerik dari musuhnya itu, ketika baru saja tiba di kota Wi-im, tiba-tiba
mereka temukan kuil Tiong-goan-koan kebakaran, keempat orang itu segera sadar bahwa suatu
peristiwa yang tak diiginkan telah terjadi.
Buru-buru berangkatlah mereka menuju kesitu, siapa tahu kedatangan mereka justru telah
berpapasan dengan Hoa Thian-hong berdua.
Begitu bertemu dengan pemuda she-Hoa Ang Yap Toojin seketika naik darah. sambil tertawa
seram teriaknya, “Kau yang bakar kuil Tiong-goan-koan ini?”
“Kalau benar mau apa?” sahut Hoa Thian-hong tawar.
Giok Teng Hujien tertawa merdu.
“Eeei…. kenapa sih kau suka main gila? too-koan ini toh indah dan megah, kenapa musti dibakar
habis?!”
“Hmmm, dalam kuil ini terjadi perbuatan mesum yang amat menjijikkan, kuil sebagai tempat
pemujaan kaum dewata telah digunakan sebagai gudang untuk menyimpan gadis tak berdosa.
Justru siaute merasa muak melihat tempat seperti ini maka sengaja kubakar sampai habis. Apa
cici ada petunjuk lain?”
“Sudahlah…. kau tak usah berlagak sok di hadapanku!” seru Giok Teng Hujien sambil tertawa,
“aku berani taruhan, api ini bukan kau yang lepaskan…..! bukan begitu?”
“Saudara Hoa, diantara kita toh pernah berjumpa beberapa kali,” ujar Ngo Ing Toojin pula.
“Bolehkah pinto mengetahui siapa yang telah melepaskan api ini?”
Hoa In tidak ingin melihat majikan mudanya memikul dosa orang lain, dengan hati tak senang ia
segera berkata, “Kami bukanlah manusia-manusia rendah yang suka menjual teman, kalau kamu
semua ingin mencari orang yang melepaskan api, sana carilah sendiri!!….”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
341
Meskipun hanya dua tiga patah kata saja, tapi dengan cepat ia telah mencuci bersih segala
tuduhan yang ditimpakan kepada mereka berdua.
Kembali Giok Teng Hujien tertawa ringan. “Too-yu sekalian, api ini pasti dilepaskan oleh musuh
bebuyutan kita kaum cecunguk dari perkumpulan Hong-im-hwie, mari kita geledah sekeliling
tempat ini mungkin jejaknya masih bisa tertangkap!” serunya.
“Bong Pay bukan tandingan dari beberapa orang ini,” pikir Hoa Thian-hong di dalam hati,
“sekarang aku telah menyanggupi Cu locianpwee untuk merawat serta melindungi dirinya,
bagaimanapun juga aku harus menghadapi kejadian ini dengan tegas.”
Berpikir demikian, dengan suara lantang ia lantas berseru, “Cici, setelah kau temukan orang yang
melepaskan api itu. apa yang hendak kalian lakukan?”
“Bocah bodoh!” sahut Giok Teng Hujien dengan alis berkerut, “Jin Hian bukanlah manusia baikbaik,
kenapa sih musti bergaul dengan dirinya?”
Hoa Thian-hong tersenyum. “Cici terus terang saja kukatakan, api ini bukanlah perbuatan dari Jin
Hian”
“Tentu saja, Jin Hian adalah seorang pimpinan dari suatu perkumpulan besar, tentu saja dia tak
akan turun tangan sendiri, Too-yu sekalian, ayoh berangkat!”
Menyaksikan sikap Giok Teng Hujien yang begitu hangat dan mesra terhadap diri Hoa Thianhong,
makin dilihat Ang Yap Toojin merasa semakin gusar, api cemburu membakar hatinya dan
niat jahat segera muncul dalam benaknya, dengan suara keras dia segera membentak, “Hoa
Thian-hong! ayoh ngaku terus terang, apakah api ini kau yang lepaskan?”
Hoa Thian-hong sendiripun naik darah melihat kekasaran musuhnya, ia menjawab dengan nada
ketus, “Sedari tadi toh aku orang she-Hoa sudah mengatakan bahwa api itu akulah yang
lepaskan, apa telingamu sudah tuli?”
Ketika terjadi persengketaan sewaktu berada di tengah jalan tempo dulu, Ang Yap Toojin pernah
memaki Hoa Thian-hong sebagai orang yang tuli, maka sekarangpun si anak muda itu memaki
telinganya telah tuli pula.
Ang Yap Toojin segera tertawa seram. “Too-yu bertiga, ini hari pinto bersumpah akan cabut
selembar jiwa manusia she-Hoa ini, harap too-yu bertiga suka melayani pengurus perkampungan
itu, urusan selanjutnya serahkan saja kepada pinto untuk dibereskan sendiri.”
Selesai berkata ia cabut keluar pedang mustika yang tersoren di atas bahunya. Berbicara sampai
disana sorot mata semua orang tanpa terasa dialihkan ke atas wajah Giok Teng Hujien, jelas
dalam peristiwa yang terjadi hari ini perempuan tersebut mempunyai peranan yang amat
penting.
Andaikata ia setuju dengan cara kerja Ang Yap Toojin, itu berarti posisi akan berubah jadi empat
lawan dua, meskipun menang kalah masih sulit untuk ditentukan, namun pertarungan masih bisa
dilangsungkan.
Sebaliknya kalau ia nampik dan sebaliknya akan membantu Hoa Thian-hong, maka posisinya
akan menjadi tiga lawan tiga, jelas posisi di pihak Thong-thian-kauw amat lemah, apalagi Soat-ji
rase salju dalam bopongannya masih belum masuk hitungan.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
342
Giok Teng Hujien sama sekali tidak menanggapi pertanyaan itu, ia malahan menuding ke arah
lain sambil berseru, “Coba kalian lihat, pohon dan bunga telah termakan api, sebentar lagi
seluruh kuil akan tenggelam di tengah lautan api dan kita tak akan mendapatkan tempat berpijak
lagi”
“Giok Teng Too-yu!” hardik Ang Yap Toojin dengan penuh kegusaran, “Pinto ingin bertanya
kepadamu, dalam pertempuran yang akan terjadi pada malam ini Hujien akan berpihak kemana?’
“Aku berdiri di pihak perkumpulan Thong-thian-kauw,” sahut Giok Teng Hujien dengan wajah
berubah, “Tetapi, Hoa Thian-hong adalah saudara angkatku, maka Soat-ji ku harus berdiri di
pihaknya’“
Semua orang tertegun sehabis mendengar perkataan itu, siapapun tahu kelihayan Soat-ji
makhluk aneh itu, kehebatannya cukup menandingi kelihayan seorang jago silat kelas satu.
Bila Hoa Thian-hong berdua sampat mendapat bantuan Soat-ji, maka kekuatan mereka pasti
akan bertambah lipat ganda. dan Giok Teng Hujien seandainya bekerja setengah tengah dan
tidak menyerang dengan sepenuh tenaga, bukankah mereka bertiga orang toosu tua bakal mati
konyol?
Kuil-kuil yang didirikan di tempat luaran di bawah kekuasaan perkumpulan Thong-thian-kauw
memang amat banyak sekali, tapi struktur organisasinya lapuk dan tidak ketat. Hoa Thian-hong
sendiripun tidak tahu kedudukan Giok Teng Hujien yang lebih tinggi atau Ang Yap Toojin yang
lebih tinggi di dalam perkumpulan itu, tetapi setelah mengetahui bahwa perempuan itu secara
terang terangan berpihak kepadanya, sedikit banyak ia merasa hatinya rada lega.
Sebaliknya Ang Yap Toojin makin cemburu dan naik darah setelah mendengar keputusannya itu,
dengan sorot mata bengis ia segera berseru, “Hoa Thian-hong, seandainya kau menganggap
dirimu seorang lelaki jantan pria sejati…. ayoh terimalah tantanganku untuk berduel!”
Hoa In teramat gusar, ia takut Hoa Thian-hong tak kuat menahan sindiran itu dan menerima
tantangan lawan. Tanpa mengucapkan sepatah katapun sepasang telapaknya segera bekerja
Cepat dan melancarkan sebuah pukulan dahsyat ke arah depan.
Demi majikan mudanya. kakek tua she-Hoa ini tanpa berpikir panjang segera lancarkan sebuah
pukulan dengan ilmu Sau-yang-Ceng-khie-nya yang lihay.
Ang Yap Toojin sekalian tak pernah menyangka kalau ilmu maha sakti dari Hoa Goan-siu yang
pernah menggemparkan seluruh kolong langit itu bisa muncul di tangan seorang pelayan tua,
terkesiap hati mereka bertiga menjumpai serangan itu.
Rupanya Ang Yap Toojin sekalian menyadari akan kelihayan lawannya, melihat begitu dahsyat
datangnya ancaman buru-buru pedangnya dipindahkan ke tangan kiri, telapak kanan diangkat ke
depan dan serentak mereka bendung datangnya ancaman itu
Hoa Thian-hong naik pitam, ia tak sudi berpeluk tangan belaka. Melihat serangan dahsyat dari
Hoa In telah dilancarkan iapun segera menggerakkan sepasang telapaknya menyerang Ngo Ing
Toojin serta Ceng Si-cu yang berdiri di dekatnya.
Tindakan yang dilakukan beberapa orang itu semuanya dilakukan dengan kecepatan laksana
sambaran kilat…. Blaam! terjadi benturan keras bergeletar memenuhi angkasa, Hoa Thian-hong,
Ngo Ing Toojin serta Ceng Si-cu secara beruntun mundur beberapa langkah ke belakang.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
343
Hoa In takut majikan mudanya cedera, dalam kerepotan telapak kirinya dimiringkan ke samping,
separuh bagian tenaga serangannya segera dihantamkan ke arah tubuh Ngo Ing Toojin serta
Ceng Si-cu.
Kendati begitu Ang Yap Toojin masih belum mampu untuk menahan diri, termakan oleh pukulan
yang sangat hebat itu badannya segera mencelat ke belakang darah kental mengucur keluar dari
panca inderanya membuat keadaan toosu itu mengerikan sekali.
Dalam waktu singkat Ngo Ing Toojin serta Ceng Si-cu sama-sama menderita Iuka dalam yang
parah darah panas bergolak dalam dada mereka membuat kedua orang itu buru-buru pejamkan
mata dan mengatur pernapasan.
Keadaan Ang Yap Toojin paling parah. tubuhnya menggeletak di atas tanah dengan sepasang
mata terpejam rapat, mukanya pucat pias bagaikan mayat, napasnya kempas-kempis dan lirih
sekali.
Hoa Thian-hong sendiripun merasa jantungnya berdebar dan napasnya tersengal-sengal lama
sekali ia baru berhasil menguasai diri.
Hoa In segera menghampiri ke sisi tubuhnya. “Siau Koan-jin, bagaimana keadaanmu?” tegurnya
gelisah.
Buru-buru telapak kanannya ditempelkan ke atas punggung pemuda itu. segulung hawa murni
segera menyusup masuk ke dalam tubuhnya
“Api sudah hampir menyumbat jalan keluar kita, mari kita undurkan diri lebih dahulu dari sini,”
kata Hoa Thian-hong kemudian setelah berhasil menenangkan diri, sorot matanya segera melirik
sekejap ke arah Giok Teng Hujien.
“Kau memang amat pandai bikin gara-gara,” omel perempuan itu sambil tertawa. “Coba kau
lihat, sekarang apa yang musti cici sampaikan kepada kaucu nanti tentang peristiwa ini”
Hoa Thian-hong tersenyum. “Cici, bila kau ada niat tinggalkan jalan sesat menuju ke jalan yang
benar, seketika ini juga siaute akan cabut selembar jiwa Ang Yap Toojin untuk memotong jalan
mundurmu.
“Kurang ajar! apa sih yang dimaksudkan tinggalkan jalan sesat menuju ke jalanan yang benar?
Siapa yang bersih tetap bersih, siapa yang kotor tetap akan kotor cici yakin belum pernah
melakukan perbuatan yang memalukan orang.”
“Aaai… kalau memang cici selalu berpikiran sesat dan tak mau mendusin dari kedosaan,
siautepun tidak akan bicara lebih banyak lagi,” ia berpaling dan serunya, “Hoa In, ayoh kita
pergi.”
Kedua orang itu putar badan dan segera berlalu, tiba-tiba disini mereka bertambah lagi dengan
seseorang, dia bukan lain adalah Bong Pay yang sedang dicari.
Hoa Thian-hong jadi amat kegirangan dia tarik lengan pemuda itu dan diajak bersama-sama
membelok ke sebelah kiri.
Dalam pada itu setiap ruangan dalam bangunan kuil itu telah termakan api, jalan maju ketiga
orang itu segera tersumbat sama sekali, hawa begitu panas terasa menyengat badan membuat
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
344
peluh mengucur keluar dengan derasnya, dengan susah payah akhirnya mereka bertiga berhasil
juga mendekati tepi dinding pekarangan dari kuil itu.
Mendadak terdengar Jin Hian tertawa tergelak sambil serunya, “Hoa Loo-te, dimanakah cicimu
serta ketiga orang toosu hidung kerbau itu?”
Pemuda kita segera mendongak, ia lihat di atas dinding pekarangan berdiri sederetan panjang
jago-jago lihay dari perkumpulan Hong-im-hwie, kecuali Jin Hian, Cia Kim serta Cho Bun-kui,
keempat puluh orang pengawal golok emas pun telah hadir semua di tempat itu.
Di bawah sorot cahaya api nampak kilatan senjata berkilauan, dalam keadaan siap siaga dengan
senjata terhunus para jago dari perkumpulan Hong-im-hwie itu memblokir seluruh daerah yang
tidak terjamah oleh api.
Hoa Thian-hong sama sekali tidak gentar menghadapi kejadian ini, dengan langkah yang tetap ia
dekati dinding pekarangan tersebut, sekali enjot badan tubuhnya langsung melayang ke arah
mana Jin Hian berada.
Dengan kencang Hoa In mengikuti di sisi majikan mudanya, hawa sakti Sau-yang-ceng khie
dihimpun ke dalam sepasang telapak, asal Jin Hian menunjukkan tanda-tanda tidak beres, ia
segera akan lancarkan serangan dengan sepenuh tenaga.
Terdengar ketua dari perkumpulan Hong-im-hwie itu tertawa terbahak-bahak, kaki kanannya
melangkah satu tindak ke samping memberikan sebuah tempat berpijak bagi lawannya, dengan
cepat Hoa Thian-hong serta Bong Pay sekalian telah hinggap di atas tembok pekarangan itu.
Beberapa waktu kemudian. dari kejauhan tampaklah Ceng Si-cu memayang Ang Yap Toojin yang
terluka parah dilindungi Giok Teng Hujien serta Ngo Ing Toojin di kedua belah sisinya muncul
pula di tempat itu.
“Hoa Loo-te” Jin Hian segera berseru sambil tertawa, “Kalau bekerja janganlah kepalang
tanggung, bagaimana kalau kita bekuk pula ketiga orang peria dan seorang perempuan itu agar
tak bisa keluar dari tempat ini?”
Hoa Thian-hong tidak menjawab, ia tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Sementara itu keempat puluh orang pengawal golok emas telah membentak keras, “Berhenti!”
Keempat sosok bayangan manusia itu segera menghentikan langkah kakinya, Ngo Ing Toojin
dengan suara gusar menegur, “Jien Tang-kee, apa yang hendak kau lakukan?”
“Hmmm….. jalan sempit, kita selalu berjumpa, tentu saja aku hendak menahan kalian,” sorot
matanya dialihkan ke samping dan melanjutkan, “bagaimana menurut pendapat Hoa Loo-te?”
Hoa Thian-hong tertawa lantang, pikirnya, “Memang lebih baik toosu-toosu siluman dari Thongthian-
kauw dibunuh habis oleh kaki tangannya, cuma bagaimana dengan cici yang tak kuketahui
nama aslinya ini…..!”
Puluhan pasang mata para jago sama-sama dialihkan ke atas wajahnya, dalam keadaan begini
tak sempat baginya untuk berpikir panjang lagi, segera sahutnya, “Pertikaian antara
perkumpulan Hong-im-hwie dan Thong-thian-kauw tidak ingin kucampuri, bila Jien Tang-kee ada
maksud menahan mereka silahkan turun tangan sendiri”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
345
Bicara sampai disitu sorot matanya berkilat mengerling sekejap ke arah Giok Teng Hujien,
maksudnya agar perempuan itu bisa menerjang ke arahnya.
Giok Teng Hujien adalah seorang gadis yang cerdas, menyaksikan keadaan itu dia segera
berkata, “Setan cilik, seorang pria sejati berani berbuat berani bertanggung jawab, kalau kau
punya keberanian lindungilah cicimu, kalau tidak lebih baik jangan turut campur, aku tidak ingin
mengajak kau main pat-pat gulipat!”
Merah jengah selembar wajah si anak muda itu, setelah tertegun sejenak ia berkata kembali,
“Selamanya siaute bekerja tampa menghendaki merusak nama baik orang lain, sekalipun aku
bukan enghiong akupun tak ingin pura-pura jadi hohan, sekalipun hubungan pribadi kuperhatikan
tetapi kepentingan umum akan kuutamakan lebih dulu”
la berhenti sejenak, kemudian dengan suara yang tegas ia melanjutkan, “Dalam peristiwa yang
terjadi hari ini, siaute akan menjamin keselamatan dari cici untuk tinggalkan tempat ini dalam
keadaan selamat, aku harap cici dapat menjaga diri baik-baik sehingga tidak menyia-nyiakan
jerih payahku untuk melihat diri cici.”
Giok Teng Hujien tersenyum. “Seandainya pikiranku masih sesat dan bekerja lagi untuk pihak
Thong-thian-kauw?”
“Mungkin orang yang akan membunuh cici adalah siaute sendiri”
“Kau berani?” seru perempuan itu sambil mencibirkan bibirnya. biji matanya yang jeli mengerling
ke arah Ngo Ing Toojin dan memberi tanda agar bersiap sedia melakukan penerjangan.
“Tunggu sebentar?” tiba-tiba terdengar Jin Hian berseru, “Hoa Loo-te, bila cicimu berhasil lolos
dari sini, bukankah urusan akan semakin berabe? Terbakarnya kuil Tiong-goan-koan pasti akan
dikatakan olehnya sebagai hasil karya dari perkumpulan Hong-im-hwie”
“Haaah… haaah… antara perkumpulan Hong-im-hwie dengan Thong-thian-kauw toh sudah
berhadapan sebagai musuh, kenapa Jien Tang-kee musti risaukan urusan sekecil ini?’
“Akulah yang membakar kuil Tiong-goan-koan!” tiba-tiba Bong Pay berteriak lantang, “Siapa
yang tidak puas, carilah aku orang she Bong untuk dimintai pertanggungan jawabnya!”
Semua orang segera alihkan sorot matanya ke arah pemuda itu, tetapi setelah diketahuinya
bahwa orang yang barusan berteriak bukan lain adalah seorang pria dekil yang lehernya masih
diborgol oleh rantai baja yang kasar dan panjang, tak tertahankan lagi semua orang segera
mendongak dan tertawa terbahak bahak,
Watak Bong Pay amat berangasan dan kasar, melihat semua orang menertawakan dirinya,
dengan penuh kegusaran ia segera berteriak, “Kalau mau tertawa tertawalah sekeras-kerasnya,
kalau mau berkelahi, ayoh tunjukkan kepala kalian!”
Tentu saja semua orang tak memandang sebelah matapun terhadap dirinya, mendengar teriakan
itu gelak tertawa para jago terdengar semakin keras
Hoa Thian-hong menyadari akan rendahnya ilmu silat yang dimiliki Bong Pay, dengan
kepandaiannya yang cetek itu pemuda tadi masih belum mampu untuk berduel melawan salah
seorangpun di antara para pengawal golok emas.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
346
Karena takut ia turun ke gelanggang secara gegabah hingga mencari Kesulitan bagi diri sediri,
sambil mencekal pergelangannya ia lantas berseru, “Bong toako, jangan gubris urusan tetek
bengek yang sama sekali tak berguna itu.”
Kemudian ia menoleh dan berkata kembali, “Ngo Ing Tootiang, harap sampaikan kepada kaucu
kalian, katakanlah untuk peristiwa kebakaran ini ia boleh catat atas namaku!”
“Pinto akan mengingatnya!”
Hoa Thian-hong segera berpaling ke arah Jin Hian dan menantikan keputusannya. Ketua dari
perkumpulan Hong-im-hwiee ini bukanlah seorang manusia bodoh, dalam hati ia segera berpikir,
“Kenapa aku musti repot2 untuk turun tangan sendiri? Kalau dilihat keadaan Ang Yap toosu
hidung kerbau itu, jelas ia terluka parah di tangan pemuda itu. Baiklah aku akan biarkan dia
tetap hidup di kolong langit agar di kemudian hari bisa merupakan bibit bencana bagi bangsat
cilik itu”
Berpikir begitu ia lantas tertawa terbahak-bahak dan berkata, “Haaah…. haaah…. haaah kalian
anggap aku she-Jin adalah manusia macam apa? Sebelum berjumpa muka dengan Thian Ek si
toosu tua itu aku tak sudi ribut-ribut dengan anak buahnya”
Diam-diam Hoa Thian-hong geli juga melihat sikapnya itu, ia segera menyingkir ke samping dan
berseru, “Cici, baik-baiklah menjaga diri. kita berjumpa lagi di kota Leng An nanti”
“Aku takut sebelum tiba di kota Leng An kau sudah mati terlebih dahulu oleh serangan bokongan
dari Jien Tang-kee” kata Giok Teng Hujien sambil tertawa.
Rasa benci malaikat berlengan delapan Cia Kim terhadap Giok Teng Hujien maupun terhadap
Hoa Thian-hong adalah sama-sama mendalamnya, hanya sayang ia tak berani melanggar
perintah Jin Hian maka selama ini ia tak sempat mencelakai kedua orang itu.
Sekarang setelah mendengar sindiran tersebut, ia segera tertawa dingin serunya dengan marah,
“Hujien, lebih baik cepat-cepatlah pulang ke kota Leng An, bila kau berani berlagak tengik lagi
dihadapanku… Hmmm, hati-hati1ah bila serangan bokongan dari perkumpulan Hong-im-hwie
segera akan unjukkan kehebatannya….”
Giok Teng Hujien tertawa ewa, ia ulapkan tangannya ke arah Ngo Ing Toojin berdua, maka
berkelebatlah tubuh ketiga orang itu lewat disisi Hoa Thian-hong….
Pemuda she-Hoa itu melirik sekejap ke arah Ang Yap Toojin dalam dukungan Ceng Si-cu, ia lihat
sepasang mata toosu tua itu terpejam rapat-rapat, giginya mengatap satu sama lainnya,
wajahnya kuning pucat dan mengerikan sekali keadaannya, dalam hati ia lantas berpikir, “Begitu
lihaynya ilmu Sau-yang-ceng-khie seharusnya aku melatih ilmu tersebut sedari dulu…,dulu….”
Dalam waktu setingkat beberapa orang dan sekte agama Tong Jin Kau itu sudah lenyap dari
pandangan.
Jin Hian segera ulapkan tangannya dan berseru, “Hoa Loo-te, persoalan di tempat ini telah
selesai, mari kita kembali ke penginapan!”
“Silahkan Jien Tang-kee!”
Jin Hian melompat turun terlebih dahulu dari atas tembok pekarangan, Cho Bun-kui memberi
tanda kepada para pengawal golok emas dan secara beruntun keempat puluh orang jago itu
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
347
melayang turun pula dari atas tembok dan membentuk barisan berbanjar empat, dengan rapi
dan teratur mereka mengikuti di belakang komandannya.
Hoa Thian-hong sambil menggandeng tangan Bong Pay menyusul di belakang rombongan jagojago
dari perkumpulan Hong-im-hwie, katanya di tengah jalan, “Bong toako, aku dengar katanya
kau hidup sebatang kara tanpa sanak tanpa tempat tinggal, bagaimana kalau kita bersahabat
dan mengembara di dunia persilatan bersama-sama?”
Bong Pay tertegun mendengar ucapan itu, kemudian nyeletuk, “Kepandaian silatmu hebat
sedang ilmu silatku cetek sekali, mana mungkin kita bisa melakukan perjalanan bersama-sama?”
“Sahabat bisa berkumpul bila saling setia kawan, asal tujuan dan cita-cita kita sama apa bedanya
antara ilmu silat yang .tinggi dan ilmu silat yang rendah”
Tapi Bong Pay tetap menggeleng. “Kepandaian silatku kecil tapi watakku terlalu besar, bila jalan
bersama dirimu maka tentu banyak kerepotan yang akan kutimbulkan untukmu!”
“Ehmmm…. bocah ini rupanya tahu diri juga,” pikir Hoa In di dalam hati, “Kalau begitu hanya
perargainya saja yang kasar dan berangasan. sedang otaknya sama sekali tidak tumpul”
Tanpa terasa sikap serta pandangannya terhadap pemuda itu berubah lebih baik beberapa
bagian.
Memandang raut wajah Bong Pay yang dipenuhi oleh garis-garis kekesalan dan kemurungan,
Hoa Thian-hong pun berpikir di dalam hati, “Ketika diadakan pertemuan Pek Beng Hwee, ayahku
mati dalam medan pertempuran sedang ibuku dalam keadaan terluka parah berhasil lolos dari
kepungan kesemuanya adalah berkat bantuan dari para sahabat karib, aku lihat Bong toakopun
seorang keturunan dari golongan ksatria, aku tak boleh memandang rendah dirinya karena ilmu
silat yang ia miliki terlalu rendah!”
Ia lantas menggenggam tangan Bong Pay dan berseru, “Bong toako, kau maupun aku adalah
keturunan dari kaum ksatria, marilah kita angkat saudara dan hidup bersama mati berbareng,
mari kita bekerja sama membangun suatu pekerjaan besar yang berguna bagi seluruh umat
dunia….!”
Bong Pay merasa amat terharu mendengar perkataan itu. tetapi setelah tertegun beberapa saat
lamanya kembali ia menggeleng. “Kalau berbuat begitu, aku pikir rada kurang baik”
“Kenapa?” tanya Hoa Thian-hong tidak habis mengerti.
“Usiaku tebih tua tapi kepandaianku kecil, sedang kau usia muda kepandaian lihay, bila kita
harus angkat saudara maka akulah sang kakak dan kau sang adik, kepandaianku tak mampu
melampaui dirimu, mana mungkin aku bisa memberi petunjuk kepadamu…”
“Sungguh tak nyana Bong toako meskipun kasar orangnya cermat otaknya…..” pikir Hoa Thianhong.
Dengan wajah serius ia lantas berkata, “Siaute toh sudah pikir sejak tadi, persahabatan hanya
didasarkan oleh rasa setia kawan dan hubungan batin yang cocok, asal tujuan dari cita-cita kita
sama perduli amat dengan kepandaian yang lebih lihay atau kepandaian yang lebih lemah”
Untuk kesekian kalinya Bong Pay menggeleng.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
348
“Yang aku maksudkan kepandaian bukan hanya terbatas dalam hal ilmu silat belaka,” katanya.
“Lalu apa yang dimaksudkan Bong Toako?”
Rupanya Bong Pay tidak tahu bagaimana musti menjawab pertanyaan itu, setelah termenung
senjenak ia berkata, “Usiamu masih sangat muda, sekalipun ilmu silatmu lihay tak mungkin
kelihayannya mencapai setinggi langit. tetapi bukti menunjukkan bahwa orang-orang dari pihak
Hong-im-hwie berlaku sungkan kepadamu, para toosu siluman dan Thong-thian-kauw juga jeri
kepadamu, menurut penglihatanku inilah baru yang dinamakan kepandaian sesungguhnya.”
“Tentu saja begitu,” batin Hoa Thian-hong. “Mau tundukan hati orang, tidak dapat hanya
mengandalkan ilmu silat saja.”
Dalam hati berpikir begitu, diluaran ia segera menjawab, “Ooo…! Kiranya kau maksudkan
tentang soal itu. Siaute mendapat perlindungan dari pengurus perkampunganku yang sangat
lihay dalam ilmu silat, berkat kelihayannya itulah tak ada orang yang berani menganiaya diri
siaute.”
Sementara pembicaraan masih berlangsung, sampailah beberapa orang itu di depan penginapan.
Jin Hian sekalian segera masuk ke dalam kamar sedang sepuluh orang pengawa golok emas
yang tinggal disana ikut masuk pula ke dalam penginapan, sisanya setelah menghantar pulang
ketua mereka segera berlalu dari situ.
“Bong toako” ujar Hoa Thian-hong kemudian, “Urusan tentang angkat saudara kita bicarakan lagi
kemudian hari saja, kita berteman dulu untuk sementara waktu, bagaimana menurut
pendapatmu?”
Bong Pay mengangguk “Baiklah, bila kau merasa bosan dengan tampangku, aku segera pergi
dari sini. Hoa Thian-hong tersenyum, masuklah ketiga orang itu ke dalam kamar.
Setelah berada di tempat kebakaran beberapa waktu lamanya Semua orang merasa haus,
pemuda she Hoa pun ambil dua cawan air teh dan sebuah diantaranya diserahkan ke tangan
Bong Pay, katanya, “Bong toako, silahkan minum air teh”
Waktu itu adalah bulan tujuh musim panas, teh dingin merupakan minuman yang paling segar
untuk keadaan demikian. Bong Pay segera menerima cawan air teh itu dan sekali teguk
menghabiskan isinya.
Hoa Thian-hong yang minum secucupan dengan Cepat merasakan lidahnya jadi kaku dan pedas,
rasanya aneh sekali, ia jadi terperanjat.
Melihat Bong Pay hendak penuhi pula cawannya dengan air teh tangannya segera berkelebat ke
muka menahan cawan itu.
Dalam pada itu Hoa In sedang keluar pintu untuk mencari cawan. melihat gerak-gerik Hoa Thianhong
sangat aneh, buru-buru tegurnya, “Siau Koan-jin, apakah air teh itu tidak bersih?”
“Masih mendingan” sahut sang pemuda sambil tersenyum, “katakanlah kepada Jien Tang-kee
bahwa aku terlalu rakus hingga perutku terasa mules, mintakan dua biji obat sakit perut
darinya.”
“Obat pemberian dari Jin Hian mana boleh diminum!” seru Hoa In dengan alis berkerut, “biarlah
kucarikan seorang tabib saja…..”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
349
Habis berkata ia lantas melangkah keluar dari kamar.
“Eeei… eee… kenapa musti pergi terlalu jauh? Cari saja Jien Tang-kee!” kembali pemuda itu
berseru sambil tertawa.
Hoa In melongo kemudian sambil menghela napas ia geleng kepala dan menuju ke kamar Jin
Hian.
Hoa Thian-hong perhatikan sekejap cawan air teh itu, sewaktu tidak menemukan sesuatu tanda
ia menoleh pula ke arah Bong Pay ditemuinya sorot mata pemuda itu tetap jeli dan sama sekali
tak berubah, segera diambilnya cawan air teh pemuda itu dan dicicipi sedikit, ternyata rasanya
kaku dan pedas, sama sekali tak enak diminum.
Sementara itu Bong Pay sendiri telah merasakan pula gejala yang tidak beres, matanya segera
melotot dan ia berseru, “Apakah Jien loo-ji telah main gila dengan air teh kita?”
“Bagaimana rasanya teh dalam cawan Bong toako itu?”
“Air teh, yaah air teh, sedikitpun tidak ada rasanya!”
Hoa Thian-hong tersenyum, ia ambil poci teh itu dan dihisapnya satu tegukan, ternyata air teh
disana rasanya biasa saja sedikitpun tiada pertanda yang mencurigakan, maka sadarlah dia apa
yang telah terjadi.
“Ooooh…! rupanya bubuk racun itu dipoleskan dalam cawan air teh itu hingga air teh dalam poci
sama sekali tidak terganggu, kalau ditinjau dari lambatnya daya kerja racun itu, jelas bukanlah
racun dari jenis yang terlalu lihay, Sebagai seorang pemuda yang kebal terhadap racun, perduli
racun yang jahat dari jenis apapun asal masuk ke dalam mulutnya ia segera akan merasa pedas
dan kaku, pengalaman yang lain membuktikan bahwa pertanda itu tak mungkin salah lagi.
SESAAT kemudian Hoa In muncul kembali di dalam kamar sambil membawa dua pil, ujarnya,
“Siau Koan-jin, Jin Hian telah memberi dua buah pil untukmu, aku lihat pil ini sama sekali tak
berbeda dengan obat yang diberikan kepada Chin Giok-liong tempo dulu”
Setelah kupecahkan siasat busuknya, mungkin lain kali ia tak akan berani main gila lagi
kepadaku!” pikir Hoa Thian-hong.
Meskipun dalam hati berpikir begitu, untuk menghindari siasat buruk berantai dari orang she-Jien
itu. ia segera ambil sebutir obat diantaranya dan di kunyah dalam mulut, setelah dirasakan obat
itu sama sekali tidak mengandung rasa kaku atau pedas seperti halnya gejala keracunan, ia baru
serahkan obat penawar yang lain ke tangan Bong Pay.
“Bong toako!” ia berkata, “telanlah obat penawar ini!”
Bong Pay amat percaya terhadap ucapan pemuda ini, tanpa banyak curiga ia terima obat itu dan
segera ditelan ke dalam mulut kemudian ia baru mengomel dengan suara jengkel, “Jin Hian tua
bangka itu benar-benar licik, sungguh memalukan manusia macam itu bisa, dianggap sebagai
seorang pimpinan dari suatu perkumpulan besar”
“Siau Koan-jin” ujar Hoa In pula dengan wajah murung, “serangan secara blak-blakan bisa
dihindari, serangan bokongan sukar dilewatkan. lebih baik kita berpisah saja dari rombongan
merek”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar