“Apakah Hoa kongcu menduga kalau aku cuma bergurau belaka?” ia balik bertanya.
Sikapnya yang berkebalikan dengan sikap-sikap dingin diwaktu-waktu biasanya ini kembali
membuat Hoa In-liong jadi kaget bercampur curiga, sekalipun dia pintar toh tidak berhasil juga
untuk menebak obat apakah yang dijual dalam cupu-cupunya itu?
Dengan sorot mata tajam ia berpaling kearah Kek Thian tok berempat dan diamatinya ratu wajah
mereka, tapi orang-orang itu tetap bersikap dingin dan hambar ini membuat anak muda itu
kembali gagal untuk menemukan suatu pertanda yang sensitip.
Maka setelah termenung sebentar, dia tertawa hambar.
“Kaucu, Hoa yang adalah seorang anak bodoh, maaf kalau aku tak mampu menebak isi hatimu
yang sebenarnya”
Mimik wajah Bwe-yok yang semula cerah tiba-tiba berubah lagi jadi dingin dan kaku, Hoa Inliong
mengira dia mau melancarkan serangan dengan perasaan tegang segenap tenaga
dalamnya segera dihimpun untuk menjaga segala sesuatu yang tidak diinginkan.
Benarkah Kiu-im kaucu yang muda itu hendak melancarkan serangannya? Ternyata tidak,
dengan biji matanya yang jeli Bwe Su-yok mengerling sekejap ke arah Le Kiu it, kerlingan itu
mengandung arti yang sukar ditebak, bisa bermaksud baik bisa pula berniat jelek.
Begitu dikerling, Le Kiu-it segera bangkit berdiri, lalu sambil memberi hormat kepada kaucu-nya
ia berkata, “Hamba masih ada urusan penting yang harus segera diselesaikan, harap kaucu sudi
memaafkan diri hamba yang terpaksa minta diri ditengah perjamuan”
“Silahkan Le tiamcu!” sahut Bwe Su-yok hambar.
Le Kiu it lantas menjura pula ke arah Hoa In-liong.
“Aku orang she Le tak bisa menemani lebih lama, harap Hoa kongcu sudi memberi maaf!”
katanya.
Hoa In-liong cepat bangkit seraya balas memberi hormat.
“Untuk menghimpun prajurit memanggil panglima, Le Tiamcu tentu butuh banyak tenaga dan
pikiran, silahkan?”
Dia mengira kepergian Le Kiu-it tentu untuk menghimpun kekuatan Kiu-im-kauw guna mencegah
niatnya untuk melarikan diri, maka sengaja ia sindir niat jagoan tersebut.
Le Kiu it tidak memberi komentar apa-apa, dia cuma tertawa lalu mengundurkan diri dari
ruangan itu.
“Ai, entah adik Wi bersembunyi dimana?” pikir Hoa In-liong kemudian.
Selang sesaat kemudian, Huan Tong yang merupakan Tongcu bagian propaganda mohon diri
pula untuk mengundurkan diri, disusul kemudian Kek Thian tok si tongcu bagian tata tertib dan
Seng Sin sam tongcu bagian penerima tamu ikut mundur dari situ.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
590
Sekejap kemudian kecuali tiga orang dayang kecil, dalam ruang perjamuan itu tinggal Hoa Inliong
dan Bwee Su-yok dua orang.
Kejadian semacam ini benar-benar diluar dugaan Hoa In-liong, sekalipun dia pintar dan berotak
encer, toh dalam keadaan seperti ini ia tak mampu untuk menebak rencana apakah yang sedang
disusun Bwee Su-yok.
Setelah suasana menjadi hening sekian waktu, akhirnya Bwe Su-yok buka suara lebih dulu,
ujarnya dengan suara yang merdu tapi bernada dingin dan kaku, “Hoa kongcu, hingga kini
bagaimanakah perasaanmu?”
Hoa In-liong tidak langsung menjawab, ia berpikir lebih dulu, “Watak perempuan ini sangat aneh,
ia bisa marah sebentar lalu girang sebentar, aku musti menghadapinya dengan hati-hati”
Berpendapat demikian, sambil tertawa ia lantas goyangkan kipasnya seraya menjawab, “Aku rasa
keadaan pada saat ini sangat baik, penuh rasa persahabatan!”
Kemudian sambil melipat kipasnya, ia menambahkan, “Kalau bisa bercakap-cakap dalam suasana
begini, tentu saja lebih baik lagi, bagaimana menurut pandangan nona Bwe?”
Dari sebutan kaucu tiba tiba ia dirubah panggilannya jadi nona, begitu selesai berkata, cepat
cepat diawasinya raut wajah Bwe Su-yok yang cantik jelita itu, dia ingin tahu bagaimanakah
reaksinya….
Ternyata Bwe Su-yok tidak menjadi jengah ataupun marah, bahkan seolah-olah tak pernah
mendengar perkataan itu. Lama sekali ia merenung, sebelum akhirnya berkata lagi, “Sewaktu
masih berada diluar perkampungan tadi, kau pernah berkata bahwa aku adalah sahabatmu,
apakah engkau tak akan bermusuhan lagi dengan pihak Kiu-im-kauw?”
“Ooh….jadi tadi dia sembunyi disekitar situ!” kembali Hoa In-liong membatin.
Setelah termenung sebentar, ujarnya dengan wa jah bersungguh-sungguh, “Aku mempunyai
beberapa patah kata kurang sedap yang ingin diutarakan, apakah nona Bwe….”
“Hei, kalau ucapanmu kurang sedap didengar, lebih baik jangan disinggung-singgung, daripada
nonaku jadi marah!” tiba tiba Siau bi yang berdiri di belakang majikannya menyela.
Bwe Su-yok segera berpaling dan melotot sekejap ke arahnya, lalu sambil menatap kembali
wajah In liong katanya, “Nah, kalau ingin mengucapkan sesuatu cepat katakan!”
Hoa In-liong tertawa.
“Jika Kiu-im-kauwcu bisa bertobat dan meninggalkan jalan sesat untuk kembali ke jalan yang
benar….”
“Dalam bagian manakah perkumpulan kami ini sesat?” tukas Bwe Su-yok sambil tertawa dingin,
“dan mengapa kami musti kembali ke jalan yang benar?”
“Jadi menurut pandanganmu, sudah sewajarnya kalau seluruh dunia persilatan menjadi wilayah
kekuasaan tunggal dari keluarga Hoa kalian?”
000000O000000
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
591
31
“NONA BWE, apa maksudmu dengan perkataan semacam itu?” tegur si anak muda dengan dahi
berkerut.
Bwe Su-yok tertawa dingin.
“Golongan pendekar dan kaum lurus menyanjung keluarga Hoa sebagai pimpinannya, dan
sekarang kau anjurkan dirimu untuk meninggalkan kaum sesat kembali ke jalan yang benar, apa
lagi yang musti kujelaskan dengan perkataanku itu?”
Hoa In-liong tertawa.
“Kalau nona berbicara demikian maka kelirulah anggapanmu, orang-orang golongan pendekar
saling berhubungan dengan dasar persaudaraan, kita tak pernah membedakan tingkat
kedudukan, dan siapapun tidak lebih atas dari yang lain, darimana bisa muncul tingkat
kedudukan sebagai seorang pemimpin? Apa lagi ayahku sama sekali tak berambisi untuk
menguasahi dunia persilatan”
“Kalau begitu bagus sekali, perkumpulan kami akan segera tinggalkan jalan sesat untuk kembali
ke jalan yang benar, bagaimana kalau golongan lurus mengangkat perkumpulan kami sebagai
pemimpinnya?”
Setelah nona itu mengajukan usul seperti ini, tentu saja Hoa In-liong tak bisa mungkir lagi, maka
dia tersenyum dan menjawab dengan serius.
“Jika nona Bwe benar-benar bertujuan membahagiakan umat manusia dari segala bentak
kelaliman dan penindasan, ada salahnya kalau kami semua menuruti kehendak nona?”
Bwe Su-yok tertawa dingin.
“Heehhh…. heehh…. heehhh….enak benar perkataanmu itu, apakah kau dapat mewakili ayah
serta seluruh pendekar dan golongan putih untuk mengambil keputusan?”
Hoa In-liong tertawa.
“Nona Bwe, meskipun aku Hoa Yang adalah keturunan keluarga Hoa, meski ilmu silatnya maupun
nama besarku tidak seujung jari orang o-rang lain, apalagi dalam soal watak, boleh dibilang jelek
dan tak pantas disinggung-singgung”
Bwe Su-yok mendengus.
Hoa In-liong pura-pura tidak mendengar ujarnya lebih jauh, “Tapi aku yakin bukan saja
perkataanku tadi pasti akan disetujui ayahku, bahkan paman-paman dan cianpwe-cianpwe
lainnya juga akan menyetujui pula secara seratus persen”
“Dengan dasar apakah kau yakin jika mereka pasti akan setuju?” ejek Bwe Su-yok dengan nada
menyindir.
“Orang akan mengutamakan dukungannya demi kepentingan umum daripada kepentingan
pribadi, itulah dasar yang kuanut!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
592
Jangan dilihat sewaktu mengucapkan kata-kata tersebut sikapnya sangat hambar, tapi nadinya
begitu serius dan wajahnya begitu keren, membuat orang musti memperhitungkan pula kata-
Katanya itu.
Bwe Su-yok seperti kena dihantam dengan tongkat besar, mukanya yang semula dingin tiba-tiba
berubah jadi hambar.
Sebagaimana diketahui, gadis itu hidup dalam lingkungan perkumpulan sesat, sekalipun amat
disayang Kiu-im-kauwcu, tapi semua pendidikan yang diberikan kepadanya kalau bukan berupa
siasat-siasat busuk yang licik, tentulah cara-cara untuk mencelakai orang, sikap jujur seperti
yang diperlihatkan Hoa In-liong barusan, pada hakehatnya seperti kentut anjing yang paling
busuk bagi pandangan orang-orang Kiu-im-kauw, sebab perbuatan seperti itu mereka nilai sama
artinya dengan mencari kematian bagi diri sendiri, sudah pasti ajaran seperti itu tak pernah
diwariskan kepada anak didiknya.
Untunglah watak yang asli dari gadis itu adalah watak yang baik, dan watak yang baik itu belum
tertutup sama sekali oleh pendidikan yang salah, itulah sebabnya kenapa ia jadi bingung dan
untuk sesaat lamanya seperti kehilangan pegangan.
Ia merasa walaupun Hoa In-liong memiliki sifat menggampangkan pendapat orang dan tidak
serius, tapi jiwanya besar dan mulia kebijaksanaan dan kegagahannya sebagai seorang pendekar
sedikit pun tidak luntur.
Sesaat memang tak bisa menangkap lurus, sekalipun dia itu seorang ketua dari suatu
perkumpulan besar toh muncul juga perasaan rendah hatinya, tapi kemudian setelah watak
angkuh dan ingin menang gaya muncul kembali gadis itu kembali jadi jengkel.
“Huuuh…. kalau orang she Hoa lantas apanya yang luar biasa?” pikirnya.
Cepat dia menenangkan hatinya dan katanya.
“Banyak membicarakan soal ini tak akan ada gunanya lebih baik tak usah disinggung lagi.
Diam-diam Hoa In-liong mengerutkan dahinya.
“Waaah….payah, kalau dilihat cara dayang itu bersikap dan berbicara tampaknya ia sudah terlalu
dalam dicekoki ajaran yang salah, sulit, sulit rasa nya untuk menyadarkan kembali dirinya”
Terbayang betapa akhirnya dia musti menyelesaikan sengketa tersebut diujung senjata dengan
gadis secantik itu, Hoa In-liong menghela napas panjang, ia merasa kejadian itu adalah suatu
kejadian yang akan membuat hatinya menyesal sepanjang masa.
“Hei, kenapa kau menghela napas panjang pendek? Merasa takut?” tegur Bwe Su-yok tiba-tiba.
Hoa In-liong tertawa nyaring.
“Haaahh…. haaahh…. haaahh…. anak keturunan keluarga Hoa tak pernah kenal rasa kaget atau
jeri!”
Setelah berhenti sebentar, dengan nada bersungguh-sungguh ia berkata lebih jauh, “Perduli
bagaimanapun sikap nona Bwe dikemudian hari, bagaimana kalau untuk sementara waktu
jangan kita singgung-singgung dulu masalah tersebut”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
593
Aku pikir suasana semacam sekarang ini pantas diisi dengan acara minum arak dan
membicarakan soal-soal yang enteng!”
Mendengar perkataan itu, Bwe Su-yok termenung beberapa saat lamanya, tiba-tiba dia angkat
cawan peraknya dan meneguk setegukan isi cawannya, kemudian dengan perasaan berat cawan
itu di letakkan kembali ke atas meja.
Melihat itu Hoa In-liong lantas berpikir, “Meskipun ia tidak berkata-kata tapi dari tindakan yang
diambil jelas sudah menetujuinya.
Maka diapun angkat cawan serta meneguk habis pula isinya.
“Sian kian!” ujar Bwe Su-yok kemudian, “penuhi cawan Hoa kongcu!”
“Siau kian mengiakan, dia ambil poci dan memenuhi cawannya, menggunakan kesempatan itu ia
berbisik disamping telinga pemuda kita sambil tertawa, “Tempo hari kau pingin minum secawan
air putih saja tak keturutan, kali ini kau merasa gembira bukan? Bukan ada arak wangi dan
hidangan lezat, bahkan nona sendiri yang menemani dirimu”
Jilid 30
SEKALIPUN suaranya amat lirih, tapi dengan tenaga dalam Bwee Su-yok yang begitu sempurna,
tentu saja bisikan tersebut tak dapat mengelabuhi dirinya.
“Tidak tahu aturan!” segera makinya dengan muka kaku, “pingin digebuk?”
Sambil menjulurkan lidahnya cepat-cepat Siau kian membungkam.
Hoa In-liong tertawa, katanya pula, “Dayangmu cerdik dan menyenangkan, bicara secara blakblakan
semacam itu justru mencerminkan keakraban hubungan diantara kita, menganggap
semua orang sebagai anggota keluarga sendiri adalah kejadian yang sangat baik, kenapa musti
kau marahi?”
“Benarkah ucapanmu itu muncul dari hati yang jujur?” tiba-tiba Bwee Su-yok mendesis dingin.
Anak muda itu segera berpikir, “Waah, jangan-jangan ucapanku itu kembali sudah menimbulkan
kegusaran hatinya?”
Dengan senyuman yang tidak berubah, ia menyahut, “Memangnya kau anggap aku cuma
berpura-pura?”
Bwe Su-yok segera mengawasi raut wajahnya dengan serius, ia temui pemuda itu tetap tenang
dan sama sekali tak nampak kepura-puraannya, ini membuat dara tersebut menghela napas.
“Ai, sayang aku merupakan ahli waris suhu” demikian pikirnya, “itu berarti sepanjang hidup aku
tak bisa melumerkan sikap permusuhanku dengan keluarga Hoa, aa…. aku…. yaa sudahlah!”
Begitu sudah mengambil keputusan, diapun tertawa dan berkata, “Kalau toh engkau sudah
berkata demikian, jikalau dayang-dayang itu sampai kurangajar, jangan kau salahkan diriku yang
kurang ketat mendidik mereka….”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
594
Ternyata kali ini dara tersebut menyebut dirinya dengan sebutan aku dalam tingkat kedudukan
yang sederajat dengan Hoa In-liong dan tidak memakai kata aku dalam tingkatannya sebagai
seorang kaucu, tentang hal ini Hoa In-liong dapat mamahaminya.
Tadi kembali pemuda itu dibuat terkesima oleh senyum manis Bwe Su-yok yang memikat hati,
kecuali menatap gadis itu dengan pandangan tertegun dia tak tahu apa yang musti dilakukan.
Apalagi dihari-hari biasa, Bwee Su-yok memang tersohor karena dingin dan ketusnya, maka
senyuman tersebut ibaratnya gunung salju yang tiba-tiba meleleh, membuat udara jadi hangat
dan bunga pun bersemi kembali, sungguh bertolak belakang jika dibandingkan dengan senyuman
dinginnya yang mencekat hati.
Sebetulnya Bwee Su-yok memang seorang gadis yang cantik jelita, kecuali Coa Wi-wi, rasanya
didunia ini sukar untuk menjumpai gadis secantik dia, ditambah lagi dihari-hari biasa gadis itu
jarang tertawa dan selalu bersikap dingin dan ketus, maka senyuman cerah yang menghiasi
wajah nya sekarang boleh dibilang suatu kejadian yang langka.
Tak heran kalau sepasang mata Hoa In-liong melotot dengan terbelalalak, seakan akan dia kuatir
kalau rejeki itu akan segera lenyap sebelum dinikmatinya, ini membuat cawan arak yang sudah
hampir menempel di bibirpun tiba-tiba terhenti ditengah jalan.
Bwe Su-yok sama sekali tak bergerak, seolah-olah memang memberi kesempatan bagi anak
muda itu untuk mengamatinya sampai puas, kemudian ujarnya dengan lembut, “Seandainya
dalam kaadaan demikian kulancarkan sebuah serangan maut, aku rasa kau pasti akan mampus
dan menjidi setan yang kebingungan!”
Hoa In-liong meneguk habis isi cawannya, lalu tertawa.
“Tahukah kau, bahwa dihari-hari biasa bagaimana pandanganku mengenai kematian? Itulah
merupakan ciri khas dari tabiat aku Hoa Yang”
“Eeeh…. bicara baik-baik, kenapa menyinggung lagi soal-soal yang tak menyenangkan hati?”
tegur Bwee Su-yok dengan alis berkenyit.
Mendengar itu, Hoa In-liong lantas berpikir, “Beberapa hari yang lalu engkau masih berniat
mengambil nyawaku, tapi sekarang malah berkata demikian, sungguh bikin orang merasa tidak
habis mengerti”
Maka sambil tersenyum, ia cuma membungkam dalam seribu bahasa.
Menyaksikan anak muda itu hanya membungkam, Bwe Su-yok berpikir sebentar lalu ujarnya lagi,
“Aaai…. kalian bangsa laki laki sejati, kaum orang-orang gagah, yang diutamakan adalah jiwa
yang tinggi dan semangat berkorban yang menyala-nyala, mati dalam pertempuran tentunya
merupa kan harapanmu bukan?”
Hoa In-liong tersenyum, “Tidak, gagahnya sih memang gagah kalau gugur dalam pertempuran,
namun itu bukan apa yang kuharapkan”
“Kalau begitu, tentunya kau berharap bisa mati dengan tenang diatas pembaringan?” Bwe Suyok
kembali tertawa.
“Ah, tidak! Itu mah terlalu biasa dan umum!” kata anak muda itu sambil menggeleng.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
595
“Ini bukan, itu juga bukan, aku jadi ogah untuk menebak lebih lanjut!” seru Bwe Su-yok sambil
cemberut.
Hoa In-liong tertawa tergelak.
Padahal Bwe Su-yok sudah tahu kalau pemuda itu bermaksud bahwa mati ditangannya adalah
kematian yang paling diharapkan, cuma ia pura-pura berlagak pilon, seakan-akan tidak mengerti
soal itu.
Demikianlah perjamuan dilanjutkan diiringi gelak tertawa serta pembicaraan pembicaraan yang
santai, dipandang dari luar ruangan yang laki-laki adalah pemuda yang tampan yang perempuan
adalah gadis cantik, pada hakekatnya mereka lebih mirip sepasang kekasih daripada musuh
besar yang siapa melangsungkan duel maut.
Kejadian seperti ini lebih-lebih mencengangkan ketiga orang dayang dari Bwe Su-yok, pikir
mereka hampir berbareng, “Dihari-hari bisa nona selalu bersikap dingin dan kaku terhadap
siapapun juga, ia sebetulnya Hoa In-liong adalah seorang sahabatkah? Yaa, benar! Tampaknya
dia adalah sahabat karib nona!”
Minum arak wangi didamping gadis secantik bidadari Hoa In-liong, yaa mabok yaa terpersona
hampir saja ia melupakan Coa Wi-wi yang datang bersama dengannya tapi entah bersembunyi
dimana
“Oya, adik Wi?” demikian pikirnya kemudian, “ia sembunyi dimana sekarang? Wah, kalau adegan
semacam ini sampai terlihat olehnya, udah pasti dia akan tak senang hati!”
Tanpa terasa ia berpaling dan memandang keluar ruangan, tampak malam hari sudah menjelang
tiba, kegelapan menyelimuti seluruh angkasa, hanya lentera keraton yang mentereng menyinari
ruang tersebut, dalam suasana begini, mungkin sulit bagi mereka untuk menemukan tempat
persembunyian Coa Wi-wi yang bersembunyi diluar justru dapat menyaksikan semua adegan
tersebut dengan terang.
Melibat pemuda itu celingukan kesana kemari, Bwee Su-yok meletakkan kembali cawannya
kemeja lalu tegurnya, “Persoalan apa yang membuat engkau gelisah dan gugup tak karuan?”
“Oh, ada seorang cianpwe berjanji dengan aku untuk bersua tengah malam nanti, tempatnya di
kota Kim leng, tapi sekarang masih terlalu pagi, lebih baik kita minum arak dulu!” kata Hoa Inliong
berbohong.
“Oooh….”Bwe Su-yok tidak mendesak lebih jauh…. aku dengar ibumu adalah seorang perempuan
yang tercantik dalam dunia persilatan….”
Tiba-tiba ucapannya berhenti ditengah jalan.
Dengan wajah tertegun Hoa In-liong menengok kearahnya, ia melihat gadis itu sangat sedikit
minum arak, sejak perjamuan diselenggarakan sampai kinipun dia baru minum dua-tiga cawan
sekalipun tenaga dalamnya sempurna tapi mukanya toh bersemu merah juga, tapi hal ini justru
menambah kecantikannya.
Diam-diam Hoa In-liong menggela napas panjang, pikirnya, “Sekarang hubungan kami begini
intim tapi sebentar lagi mungkin akan bentrok dan bertarung, ai! Apakah hal ini tidak….”
Karena kesal, sekali teguk dia menghabiskan isi cawannya.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
596
Buru-buru Siau kian penuh lagi isi cawannya itu, Hoa In-liong mengangkat cawan kemudian
berkata, “Ibu sering berkata, bagi seorang perempuan yang penting adalah budi yang luhur, soal
kecantikan tak lebih cuma urusan sampingan tak boleh hal ini terlalu dipersoalkan!”
Bwee Su-yok tertawa ringan.
“Watak ibumu yang begitu tulus dalam cinta, begitu tulus dalam memegang kebenaran sendiri,
sudah lama kukagumi!”
Padahal sekalipun tabiat Pek Hujin lembut dan halus pada saat ini, sebelum berkenalan dengan
Hoa Thian-hong, dia juga terkenal karena bengis, binal dan sukar diatur, sejak mencintai Hoa
Thian-hong lah yang watak itu pelan-pelan berangsur membaik.
Dalam hal ini Hoa In-liong kurang begitu mengetahui, tapi Bwee Su-yok mengetahuinya dengan
jelas, meski demikian, dalam keadaan seperti ini tentu saja dia tak akan membantah perkataan
dari Hoa In-liong itu.
Maka setelah berhenti sebentar, kembali ujarnya, “Berbicara soal keluhuran budi, adik dari
keluarga Coa yang mendampingi dirimu selama ini kan beratus kali lebih baik daripada aku,
berbicara soal kecantikan pun dia menang daripada aku!”
Lantaran Siau bi dan Siau kian sudah ikut menimbrung, dan tinggal Siau ping seorang yang
membungkam, ia merasa tak bisa tutup mulut terus, tiba-tiba selanya, “Nona adalah gadis yang
paling cantik didunia ini, dayang dari keluarga manakah yang bisa menandinginya?”
Pada dasarnya Hoa In-liong memang suka dengan beberapa orang dayang yang lincah dan
pintar itu maka dilihatnya Bwe Su-yok bermaksud mengumbar bawa amarahnya, dengan cepa t
ia menimbrung, “Eeeh….bukankah kau sendiri yang bilang bahwa kita semua adalah orang
sendiri? Jangan ditegur….”
“Aaai….!” Bwe Su-yok menghela napas, sejak kecil aku sudah hidup menyendiri tiada kawan
bercakp, tiada rekan berbicara, hanya beberapa orang dayang itulah yang selalu menemani aku,
hingga akhirnya terdidiklah keadaan yang tak tahu aturan seperti sekarang inin aku harap
janganlah kau tertawakan keadaanku ini”
Dari perkataan tersebut, bisa diambil kesimpulan bahwa detik itu dia hanya mengganggap Hoa
In-liong sebagai sahabat karibnya, sebab kalau tidak, pun wataknya yang angkuh tak mungkin ia
bersedia mengucapkan kata-kata seperti itu.
Melihat itu Hoa In lioag lantas berpikir.
“Dia menemani aku dengan perasaan hati yang tulus, sebaliknya aku masih berjaga-jaga tiga
bagian, ai, kalau dipikirkan kembali, sikapku ini sungguh memalukan….”
Sebenarnya ia hendak menghibur dengan beberapa patah kata, tapi Bwee Su-yok sudah keburu
berkata, “Kau tak usah menghibur diriku, sebab sekalipun kau hibur belum tentu kuturuti, dan
akupun belum tentu akan menerimanya dengan senang hati!”
Habis berkata ia menghela napas panjang, mukanya tampak amat sedih.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
597
Hoa In-liong tahu, dihibur pun tak ada gunanya maka setelah berpikir sebentar sambil angkat
cawan dia berkata sambil tertawa, “Bunga sakura yang tumbuh di lembah justru menyiarkan bau
yang harum semerbak, siapa orang yang tak suka dan menyenanginya?”
Beberapa patah kata itu memasuk hingga kesanubari Bwee Su-yok, membuat gadis itu
kegirangan, sambil tersenyum segera pujinya, “Engkau memang pandia sekali berbicara!”
Hoa In-liong tertawa.
“Tidak kau maki lagi diriku ini sebagai orang yang pintar mencari muka, memuakkan dan
menjemukan?”
Sementara pembicaraan masih berlangsung, tengah malam pun sudah lewat.
Hoa-In-lioig yang teringat kembali janjinya dengan Goan cing-taysu, tanpa merasa melongok ke
luar ruangan, sebenarnya dia ingin mohon diri, tapi merasa juga bahwa keadaan seperti ini sukar
di jumpai lagi dalam kesempatan lain, maka ia jadi sangsi.
Melihat itu, Bwee Su-yok tertunduk dengan wajah sedih.
“Aaaai….Sebentar kau akan pergi, bila kita bersua lagi dikemudian hari, suatu pertarungan sudah
pasti tak akan dihindari lagi!”
Pada dasarnya Hoa In-liong adalah seorang pemuda yang romantis, dia ikut merasa sedih juga
setelah mendengar perkataan itu, bibirnya bergetar seperti hendak mengucapkan sesuatu,
namun tak separah katapun yang sanggup diutarakan keluar.
Bwe Su-yok berkata lebih jauh, “Waktu itu kau tak usah berbelas kasihan kepadaku dan akupun
tak akan melepaskan setiap ke sempatan yang ada untuk membinasakan dirimu, sampai
waktunya aku harap kau jangan menyalahkan diriku yang tidak berbelas kasihan lagi”
“Nona!” Siau peng segera menyesal, berbicara baik-baik kenapa kau singgung lagi soal bunuh
membunuh yang tak sedap didengar?”
“Yaa….” pikir Hoa In-liong, kalau aku disuruh bersikap kejam kepadanya jelas hal ini tak mampu
kulakukan”
Dia bangkit berdiri lalu menjura, katanya, “Aku….”
Ia merasa tak ada perkataan lain yang bisa diutarakan, maka sesudah berhenti sebentar
lanjutnya.
“Semoga dalam perjumpaan kita dikemudian hari akan sama seperti malam ini….”
“Kau jangan bermimpi disiang hari bolong!” tukas Bwe Su-yok dengan wajah berubah.
Ujung bajunya segera dikebaskan dan bangkit berdiri lalu tan pa berbicara sepatah katapun
sambil membawa tongkat kepala setanya, ia putar badan dan menuju ke ruang belakang.
Dalam detik yang amat singkat itulah, Hoa In-liong sempat menyaksikan matanya yang jeli itu
berkaca-kaca, dia tahu wataknya yang angkuh menyebabkan gadis itu enggan membiarkan
orang lain mengetahuhi kepedihan hatinya, maka ia mengambil keputusan untuk berlalu dari
situ.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
598
Padahal, meskipun dia yakin kalau memahami perasaan gadis itu, namun perasaan seorang
perempuan lebih dalam dari dasar samudra, toh ia tak berhasil juga untuk mengikuti perubahan
hati dari Bwe Su-yok, apalagi sebentar bersikap bersahabat, sebentar lagi bersikap permusuhan,
ini membuat pikirannya jadi pusing tujuh keliling.
“Nona!” tiba-tiba Siau bi berteriak, lalu mengejar dari belakangnya.
Dengan mendongkol Siau peng juga meletakan poci araknya keras-keras keatas meja, lalu
mendengus.
“Hmm….! Percuma kami layani dirimu selama hampir setengah harian lebih, akhirnya kau juga
bikin nona kami jadi marah-marah”
Selesai menggerutu, dia ikut berlalu dari ruangan itu.
Sementara Hoa In-liong tertawa getir, Siau kian yang ada dibelakangnya telah berkata, “Hoa
Kongcu, asal kau tetap tinggal di ruangan ini sampai bertemu lagi dengan nona kami, berarti pula
tidak sampai perjumpaan dilain waktu, dengan demikian toh kalian juga tak usah saling
bermusuhan lagi….?”
“Nona cilik ini lucu amat” pikir Hoa In-liong “meski polos dan lucu, tapi ia memang berniat baik!”
Maka sambii memutar badan ujarnya, “Aku masih ada urusan penting yang musti diselesaikan
dahulu, aku tak bisa sepanjang masa tetap bercokol terus disini!”
“Tapi kau toh bisa kembali lagi ke sini seusainya menyelesaikan urusan-urusanmu itu?” seru Siau
kian sambil mencibirkan bibirnya.
Hoa In-liong tertawa geli, dibelainya rambut dayang itu dengan halus, kemudian dengan langkah
lebar berlalu dari ruangan itu.
Siau kian tertegun, dia seperti mau memburu anak muda itu, tapi niat tersebut kemudian
dibatalkan kembali dan diapun berjalan menuju ke ruang belakang menyusul rekan-rekan
lainnya.
Sementara itu Hoa In-liong telah berjalan ke luar dari ruang tengah, sepanjang jalan meski dia
bertemu kawan jago dari Kiu-im-kauw anehnya ternyata mereka tidak menghalangi jalan
perginya ini menyebabkan hatinya tercengang.
“Aaaah….! Masa kau bisa lolos dengan selamat dari perkampungan ini tanpa hadangan?”
demikian pikirnya.
Dengan kewaspadaan yang tinggi, ia ambil kipasnya dan berjalan keluar halaman dengan
langkah lebar, demikian santainya pemuda itu berlalu lalang seolah-olah sedang berjalan dirumah
sendiri saja.
Ketika hampir tiba dipintu gerbang, tampaklah Huan Tong kurus jangkung dan Le Kiu it yang
botak dengan memimpin belasan jago Kiu-im-kauw sedang berjalan-jalan di sebelah samping
pintu, tanpa terasa ia lantas mengguman.
“Hmm…. kalau dilihat dari sikap mereka, tampaknya pertarungan tak bisa kuhindari lagi pada
malam ini….”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
599
Sekalipun ia tak takut menghadapi pertarungan tersebut tapi cukup membuat hatinya risau
terutama sampaii sekarang Coa Wi-wi belum kelihatan juga batang hidungnya, ini membuat anak
muda itu makin tercengang.
Dalam waktu singkat dia sudah tiba kurang lebih tiga kaki dihadapan Le Kiu it sekalian.
Terdengar Le Kiu it berkata, “Hoa Yang, seandainya kaucu kami tidak menurunkan perintah
untuk melepaskan dirimu pergi karena kuatir ditertawakan orang karena menganiaya musuh
dirumah sendiri. Heeehhh…. heeehh…. heeehhh….malam ini juga pun tiamcu pasti akan bikin
kamu bisa datang tak bisa pergi dengan selamat!”
Hoa In-liong tidak lantas emosi, dia berpikir.
“Meskipun Bwee Su-yok beralasan, tapi sudah pasti ia berniat untuk melindungi aku dari
ancaman anak buahnya. Padahal orang Kiu-im-kauw terkenal kritis pikirannya dan cerdik, masa
mereka tak bisa menduga sampai ke situ? Kendatipun aku tidak mengharapkan hal ini, tapi
maksud baiknya itu perlu kusimpan dihati!”
Entah haruskah merasa terkejut atau gembira untuk sesaat dia malah berdiri tertegun.
Terdengar Huan Tong berseru kembali dengan nada mengejek, “Bocah keparat, setelah dikasi
peluang untuk hidup, kenapa tidak cepat-cepat enyah dari hadapan kami?”
Meskipun Hoa In-liong tahu bahwa mereka berniat jahat, tapi lantaran ada perintah dari Bwe Suyok
maka diusahakan untuk memanasi dulu hatinya agar kalau sampai terjadi pertarungan nanti
tanggung jawabnya bisa dilimpahkan kepundak pemuda itu.
Hoa In-liong bukan orang bodoh, sudah barang tentu ia memahami pula isi hati musuhnya, maka
dengan rasa mangkel bercampur marah ejeknya dengan sinis, “Kalau mau berkelai hayo cepat
turun tangan buat apa musti banyak cincong?”
Kipasnya dimasukan ke dalam saku, kemudian dengan langkah lebar maju kemuka.
Le Kiu it juga mendongkol ketika melihat sikap angkuh dan sinis darilawannya sambil mendengus
dingin telapak tangan kanannya segera diayun ke muka siapa melancarkan serangan, tapi niat itu
segera ditahan kembali.
“Bajingan cilik dari keluarga Hoa!” demikian teriaknya, boleh saja kalau ingin berkelahi, tapi
kaulah yang musti memikul tanggung jawabnya….!”
“Aaaah…. cerewet betul kamu ini!” bentak Hoa In-liong. Telapak tangannya tanpa sungkansungkan
langsung dihantamkan ke arah dada Huan Tong
Sebagai pemuda yang cerdik, dari lirikan mata Huan Tong yang lciik segera diketahui bahwa
musuhnya berniat melancarkan sergapan, maka dia memutuskan untuk turun tangan lebih
dahulu.
Huan Tong dibikin kaget bercampur marah oleh sikap anak muda itu, sambil menyeringai
teriaknya, “Bajingan keparat, bagus sekali perbuatanmu!”
Menggunakan jurus Tui san tiam hay (mendorong bukit menguruk samudra) disambutnya
serangan itu dengan keras lawan keras.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
600
Jelas dia bermaksud mengadalkan tenaga dalamnya yang mencapai enam puluh tahun hasil
latihan itu untuk menghajar musuhnya sampai babak belur, sebab menurut perkiraannya, Hoa
In-liong pasti akan sanggup menerima serangan sehebat itu.
Maka ketika dilihatnya Hoi In liong sama sekali tidak menghindar ataupun berkelit, malahan
disongsongnya telapak tangannya dengan keras lawan keras, tak terkiraan rasa senang dalam
hatinya.
Siapa tahu dikala sepasang telapak tangan saling beradu, ia segera merasakan tenaga pukulan
musuh menekan lalu menghimpit, setelah itu segera kearah lain secara mengherannkan hampir
saja tubuhnya ikut terhisap ke samping.
Untunglah tenaga dalamnya cukup sempurna hawa murninya segera ditekan kebawah untuk
memperkokoh pertahanannya, dengan susah payah berhasil juga dia untuk melepaskan diri dari
pengaruh hisapan itu.
“Bajingan kau cukup hebat!” teriak tak terasa.
“Aaah…. kamu ini sok heran!”
Menggunakan kesempatan itu sebuah pukulan dengan jurus Kua siu-ci tau (perlawanan akhir dari
bintang buas yang terjebak) dilancarkan kedepan serangan itu tajam bagaikan bacokan kampak
yang membelah bukit, ibaratnya pula gulungan ombak yang menghantam batu karang ditepi
pantai, memaksa Huan Tong mau tak mau musti mundur beberapa langkah untuk
mempertahankan diri.
Dalam keadaan begini, kecuali dia hanya bisa mematahkan serangan demi serangan yang tertuju
ke arahnya, boleh dibilang sejurus serangan balasan pun tak mampu dilancarkan,
Le Kiu it yang turut menyaksikan jalannya pertarungan dari sisi kalangan segera berpikir,
“Sepintas lalu tampaknya usia bocah itu baru tujuh delapan belas tahunan, tapi tenaga dalamnya
sudah sesempurna ini, kalau tidak kugunakan kesempatan pada malam ini untuk menyingkirnya,
dilain waktu sudah pasti dia akan merusak bibit bencana yang besar untuk kita semua!”
Terbayang kembali sikap mesra Bwee Su-yok berhadap Hoa In-liong, hawa napsu membunuhnya
semakin berkobar, dia merasa berkewajiban untuk membunuh anak muda itu hingga
memutuskan niat Bwee Su-yok yang lebih jauh, hingga dengan demikian Kiu-im-kauw jangan
sampai hancur ditangan anak muda tersebut.
Baru saja dia siap sedia untuk turun tangan, tiba-tiba Hoa In-liong sudah berteriak, “Le tiamcu,
jika kau punya kegembiraan untuk ikut serta, apa salahnya kalau segera menerjunkan diri ke
dalam arena?”
Sekalipun Le Kiu it itu licik dan banyak tipu muslihatnya, tapi setelah rahasia hatinya disinggung
anak muda itu, tak urung sangsi juga jago tua itu dibuatnya.
Sungguh hebat pertarungan yang sedang berlangsung ditengah gelanggang, angin pukulan
menderu-deru, membuat kawanan jogo Kiu-im-kauw yang berada disekeliling tempat itu samasama
membubarkan diri.
Huan Tong sendiri didesak pula hingga mundur delapan sembilan langkah, sekarang ia sudah
terdesak keluar dari pintu gerbang.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
601
Pantangan paling besar bagi jago-jago yang sedang bertarung adalah pikiran yang bercabang,
begitu Hoa In-liong buka suara, Huan Tong segera menunggangi kesempatan itu sebaik-baiknya.
Ilmu langkah Loan ngo heng mi tiong tua hoat yang dimilikinya memang tersohor karena
hebatnya, beruntun ia maju tiga langkah, tahu tahu tubuhnya sudah lolos dari jangkauan angin
pukulan Hoa In-liong, kemudian setelah mendengus, dia balas menerkam ke muka dan secara
beruntun melancarkan delapan buah pukulan berantai.
Sekolah batu karang Hoa In-liong tegap ditempat semula, tangan kirinya menyerang, tangan
kanan nya menangkis, tanpa mundur barang satu langkah pun dia melepaskan sebuah pukulan
dengan jurus Pian tong put ki (berubah tidak menetap).
Jurus itu tangguhnya bukan kepalang, dalam kagetnya cepat Huan Tong menghindar dengan
menggunakan ilmu langkah Loan ngo heng mi tiong tun hoat, nyaris tubuhnya termakan
serangan.
Hoa In-liong sama sekali tidak mengejar lebih jauh, sambil terbahak-bahak katanya,
“Aaah….rupanya tongcu bagian propaganda dari Kiu-im-kauw cuma begitu begitu saja, maaf,
Hoa loji tak bisa menemani lebih jauh!”
Sekali berkelebat tahu-tahu ia sudah berada ratusan kaki dari tempat kedudukan semula.
Sejak pertarungan berlangsung, dua orang itu selalu menggeserkan badan hingga akhirnya
mereka berdua sama-sama berada diluar parkampungan maka tindakan Hoa ln-liong yang
mengundurkan diri setelah berhasil meraih kedudukan diatas angin ini sama sekali diluar dugaan
siapapun, bahkan Lei Ku it sendiripun tak sempat untuk menghalangi kepergiannya.
Kegusaran Huan Tong sungguh sukar dikedalikan, sambil mengejar dari belakang teriaknya
setengah meraung, “Bajingan cilik dari keluarga Hoa kalau punya nyali hayo jangan lari!”
“Huan tongcu!” tiba-tiba serentetan suara teguran yang merdu bagaikan suara keleningan
berkumandang memecahkan kesunyian.
Huan Tong terkesiap dan cepat menahan tubuhnya, ketika berpaling maka dilihatnya Bwee Suyok
dengan wajah marah dan memegang tongkat berkepala setengahnya berdiri tegap di depan
pintu gerbang.
Dari sikap yang begitu angker, Huan Tong segera merasa bahwa keadaan kurang begitu
menguntungkan, cepat dia memberi hormat seraya menyabut, “Hamba disini!”
Diatas raut wajahnya yang cantik bak bidadari tiba-tiba dilapisan sikap yang lebih dingin dari es,
kata perempuan she-Bwe itu, “Huan tongcu, meskipun kaucu sudah melimpahkan kekuasaannya
kepadaku, aku mengerti bahwa usiaku masih muda dan pengetahuanku masih cetak, ditambah
lagi tenaga dalamku lemah, jauh bila di bandingkan dengan kalian semua….”
Tiba-tika ia sengaja berhenti berbicara, dengan sorot mata setajam sambil ditatapnya wajah
Huan Tong tanpa berkedip,
Peluh dingin mengucur keluar membasahi sekujur tubuhnya cepat-cepat Huan Tong
membungkukkan badannya memberi hormat.
“Hamba tahu dosa, harap kaucu melimpahkan hukuman yang setimpal kepadaku!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
602
Le Ku it yang melihat keadaan tersebut segera berpikir juga, “Kalau aku menasehatinya secara
terus terang, bukan amarahnya yang bisa kupadamkan malah justru ibaratnya minyak bertemu
api, kemarahannya pasti makin menjadi ah, mengapa tidak begini saja….”
Sebuah akal yang terasa tetap melintas dalam benaknya, cepat ia memberi hormat kepada Bwee
Su-yok seraya berkata, “Kaucu baru saja menempati kursi pemimpin dengan hamba dan Huan
Tongcu telah berani melanggar perintah, yaa, kalau tidak dijatuhi hukuman yang setimpal
memang kewibawaan tak dapat di tegakkan.”
Begitu ucapan tersebut diutarakan paras muka Bwe Su-yok malahan berubah lebih lembut
katanya lagi, “Aku tahu bahwa Le Tiamcu dan Hoan tongcu berbuat demikian demi kepentingan
perkumpulan kami….”
Ditatapnya sekejap wajah kedua orang tajam-tajam, ketika melihat mereka berdua tertunduk
ketakutan, ia merenung sebentar kemudian berkata lagi, “Tapi kalian tak usah kuatir, aku bukan
seorang manusia yang melupakan budi, kalian tak usah membayangkan yang tidak-tidak atas
diriku!”
“Perkataan kaucu terlalu berlebihan!” cepat-cepat Le Kiu it dan Huan Tong berseru ketakutan.
“Baiklah, dosa atas pelanggaran perintah ini sementara waktu kukesampingkan lebih dahulu,
kalian boleh menebusnya dengan membuat pahala dikemudian hari”
Selesai berkata, sambil mengebaskan ujung bajunya dia masuk kembali kedalam perkampungan.
Le Kiu-it dan Huan Tong cuma bisa saling berpandangan sambil tersenyum getir akhirnya mereka
ke dalam perkampungan.
Dalam pada itu, Hoa In-liong telah bergeran menuju ke selatan sepeninggalnya dari
perkampungan itu, sementara ia masih berlari dengan cepatnya, tiba-tiba terdengar suara
teguran dari Coa Wi-wi berkumandang dari sisi telinganya, “Jiko!”
Baru saja Hoa In-liong terhenti, hembusan angin harum sudah lewat disisinya dan tahu-tahu Coa
Wi-wi sudah muncul disana.
“Waktu sudah tidak pagi” bisik gadis itu cepat, kemungkinan besar janji kita dengan kongkong
bakal terlambat, mari sambil berjalan kita sambil berbicara!”
“Benar juga perkataan adik Wi!”
Dengan kecepatan seperti terbang mereka lanjutkan kembali perjalanannya menuju ke selatan.
Meskipun ia belum lama berada di kota Kim-leng, tapi pemuda itu mengetahui dimanakah letak
Yu hoa tay.
Dengan ketat Coa Wi-wi mengikutinya dari samping, sambil berlarian disisinya, ia berkata lagi,
“Jiko, oleh karena kulihat kau lagi bergurau dengan gembiranya bersama Bwee Su-yok, maka
tidak kukisiki dirimu dengan ilmu menyampaikan suara dimanakah aku berada?”
Dari suara tersebut, Hoa In-liong tidak menangkap kedengkian atau rasa cemburu dibalik nada
pembicaraannya, gadis itu berbicara dengan tulus dan lembut, tanpa terasa anak muda itu
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
603
berpikir, “Begitu tulus dan halus hati adik Wi, bagaimanapun jua, sekalipun harus mati seratus
kali, aku tak boleh juga melukai hatinya….”
Berpikir sampai disitu, dia lantas bertanya, “Kau bersembunyi dimana?”
“Dalam semak belukar kurang lebih lima kaki jauhnya diluar ruangan!” jawab Coa Wi-wi.
Kemudian setelah tertawa, ujarnya lagi, “Meskipun Bwe Su-yok mengatakan kecantikan
wajahnya kalah dari aku. Hmm…. padahal dalam hati kecilnya tentunya menganggap dia
sendirilah gadis paling cantik di dunia ini!”
Ketika didengar dibalik perkataan itu terkandung juga nada membandingkan Hoa In-liong segera
tertawa.
“Kenapa kau musti perdulikan dia?”
Coa Wi-wi membungkam sejenak, lalu katanya lagi, “Jiko, bila kalian berjumpa lagi dikemudian
hari, apakah kau benar-benar juga akan memandang nya sebagai musuh besarmu?”
Hoa In-liong justru sedang serius karena persoalan itu, maka ia pura-pura tertawa setelah
mendengar perkatan itu.
“Aku sendiri juga tak tahu bagaimana baiknya!”
“Aku rasa, dalam hal ini kau musti cepat-cepat ambil keputusan mumpung belum kasip!”
Hoa In-liong rasa segan membicarakan persoalan itu lebih lanjut, cepat dia alihkan pembicaraan
tersebut ke soal lain, katanya, “Aku mempunyai rencanaku sendiri, tak usah kau cemaskan. Coba
lihat! Didepan sana adalah bukit Ki po san, hayo cepat kita mendaki keatas bukit tersebut!”
Betapa sempurnanya ilmu meringankah tubuh yang dimiliki dua orang itu, sekalipun belum
digunakan sebatas maksimal, toh kecepatannya sudah ibarat hembusan angin.
Malam sudah semakin gelap, pintu kota sudah terlanjur tutup, hanya disepanjang sungai Chinhway
saja yang tampak masih sibuk dengan para pelancong, perahu dan sampan hilir mudik di
sungai, suara nyanyian, bau arak menambah semarak nya suasana yang hening.
Malam itu bulan purnama, baru saja tiba di Yu hoa thay. tampaklah Goan cing taysu duduk
bersila diatas puncak.
Menyaksikan betapa agung dan wibawanya padri itu, tanpa terasa Hoa In-liong jatuhkan diri
berlutut diatas tanah.
“Kedatangan boanpwe terlambat setindak, harap kongkong sudi memaafkan….” katanya.
Coa Wi-wi juga memburu ke depan sambil berkata, “Kongkong!”
Gadis itu langsung menubruk kedalam pelukannya.
Tenaga dalam yang dimiliki Goan cing taysu sudah mencapai tingkatan yang amat sempurna,
tentu saja diapun tahu akan kehadiran dua orang tersebut, sambil membuka matanya ia berkata
dengan lembut, “Liong-ji, tak usah banyak adat!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
604
Tiba-tiba ia tampak seperti tertegun, kembali serunya dengan suara dalam, “Hei Liong-ji, kau
sudah makan apa? Mengapa wajahmu begitu cerah dan segar, jauh berbeda seperti keadaan
pagi tadi?”
Diam-diam Hoa In-liong memuji akan ketajaman mata padri itu, maka dia pun lantas
menurunkan semua pengalaman yang telah dialaminya siang tadi.
Sehabis mendengar penuturan tersebut, Goan cing taysu segera memegang nadinya, pejam
mata dan melakukan pemeriksaan dengan seksama.
Coa Wi-wi menunggu beberapa saat, tapi ketika dilihatnya Goan-cing taysu belum juga bersuara
ia lantas mendorong bahu kongkongnya seraya berseru dengan manja, “Kongkong, bagaimana
keadaannya?”
Setajam sembilu sorot mata Goan ceng taysu setelah menghela napas, sahutnya, “Keadaan itu
sedikit banyak rada mirip dengan tingkat paling atas dari ilmu Bu khek teng heng sim hoat,
sebab aliran lurus bila bersatu dengan aliran yarg terbaik, munculah suatu penggabungan tenaga
murni yang maha dahsyat!”
“Horee…. kalau memang bisa begitukan bagus sekali!” sorak Coa Wi-wi kegirangan.
Tapi Goan cing taysu kembali gelengkan kepalanya
“Namun, lolap yakin bahwa gejala yang dialami Liong-ji bukan gejala dari tingkat paling atas ilmu
Bu khek teng heng sim hoat aaai….!”
Bencanakah atau rejekikah, lolap tidak berani memastikan agaknya aku harus menjumpai
ayahmu lebih dulu untuk membincangkan keadaan ini lebih jauh”
Sungguh kecewa Coa Wi-wi setelah mendengar perkataan itu.
Hoa In-liong juga tercengang, ia berseru, “Kongkong, jadi kau telah menjumpai ayahku?”
Goan cing taysu manggut-manggut, setelah termenung sebentar, tiba-tiba ujarnya kepada Coa-
Wi-wi, “Anak Wi, berjaga-jagalah disini sambil melindungi kami, aku hendak memeriksa lagi
keadaan tubuh Liong ji!”
Coa Wi-wi tahu, Goan cing taysu hendak memeriksa kesehatan Hoa In-liong dengan hawa murni
nya, itulah suatu perbuatan yang sangat berbahaya, sekali bertindak kurang hati-hati niscaya dua
orang itu akan mengalami keadaan jalan api menuju neraka.
Cepat cepat dia mengiakan, lalu menyingkir dua kaki ke samping dan berjaga-jaga disana.
Goan cing taysu berpaling pula kearah Hoa In-liong, kemudian berkata, “Anak Liong, duduklah
bersila menghadap kesana, lalu kerahkan hawa murnimu untuk mengelilingi badan!”
Hoa In-liong menyahut lalu duduk bersila dengan membelakangi padri tua itu.
Coa Wi-wi sendiri, meskipun diberi tugas untuk mengawasi keadaan disekeliling tempat itu
namun serirgkali ia menyempatkan diri untuk menengok kemari.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
605
Dia lihat Goan cing taysu duduk dibelakang pemuda itu sambil menempelkan telapak tangannya
diatas jalan darah Pek hwe hiat dan Mia bun hiat dua buah jalan darah penting ditubuh manusia.
Selang sesaat kemudian, tiba-tiba mimik wajah Hoa In-liong berubah penuh kerutan, seperti lagi
menahan rasa sakit yang luar biasa, peluh bercucuran bagaikan hujan deras.
Hampir saja jantung Coa Wi-wi meloncat keluar dari rongga tubuhnya, dia tahu bagi orang yang
normal maka dikala menyalurkan hawa murninya, mimik wajah orang itu akan kelihatan tenang
dan mantap, itu berarti gejala yang ditunjukkan pemuda itu berarti pula sebagai tanda tanda
jalan api menuju neraka.
Mendadak Goan cing taysu berbisik, “Anak Liong, jangan kau lawan dengan tenaga murnimu!”
Lewat beberapa saat kemudian, tiba-tiba Goan cing taysu menarik kembali telapak tangannya,
peluh yang membasahi tubuh Hoa In-liong juga ikut mereda, lalu sepertanak nasi lagi dia
menghembuskan napas panjang sambil membuka mata.
“Bagaimana rasamu sekarang, anak Liong?” tegur Goan cing taysu dengan suara dalam”
Sebetulnya Hoa In-liong hendak bangkit berdiri, tapi setelah mendengar pertanyaan itu, ia tetap
duduk bersila di tanah.
“Anak Liong tak mampu mengendalikan diri” sahutnya tenang.
“Hei, maukah kau jangan menakut-nakuti orang?” pinta Coa Wi-wi dengan wajah memelas,” tapi
tak sampai jalan api menuju neraka bukan….”
Hoa In-liong berpaling kearahnya sambil mengangkat bahu, dia cuma tertawa getir, tidak
menjawab.
Goan cing taysu juga merenung sebentar, tiba-tiba ia mengeluaskan sebuah botol porselen dari
sakunya, kemudian botol itu diangsurkan ke hadapan anak muda itu.
Setelah Hoa In-liong menerima botol tadi, Goan cing taysu baru berkata lebih jauh, “Telan
sebutir, kemudian duduk bersemedi sambil mengatur pernapasan….!”
Hoa In-liong tidak langsung menuruti perintah orang, matanya sempat menangkap tiga huruf
kecil diatas botol yang tingginya empat inci itu, tulisan itu berbunyi:
“SIAU YAU TI”
Tentu saja dia tahu kalau isi botol adalah pil Yau ti wan yang tak ternilai harganya itu.
“Kongkong, masa obat ini bisa memunahkan racun ular sakti yang mengeram dalam tubuhku?”
tegurnya.
“Obat itu dibuat dengan campuran Kim jian liong tan kau (rumput ulat emas empedu naga)
sejenis obat-obatan yang merupakan penawar dari pelbagai macam racun jahat. Aku pikir racun
ular sakti pasti dapat ditawarkan pula!”
Hoa In-liong kembali berpikir, “Yau ti wan merupakan benda mustika dari keluarga Coa, Cong gi
heng saja tak mendapat bagian, masa aku yang tidak termasuk anggota keluarga Coa malah
mendapat bagian? Apalagi bukan cuma aku yang terkena racun ular sakti….
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
606
Karena berpikir demikian, diapun berkata, “Ketika Liong-ji terkena racun ular sakti, aku pernah
sesumbar dengan mengatakan bahwa racun itu akau kupunahkan dengan kekuatan sendiri tanpa
bantuan obat-obatan, apalagi dengan mengandalkan racun sin bui si sim {ular sakti menggigit
hati) tersebut banyak sudah jago lihay daratan kita yang dikendalikan pihak Mo-kauw, aku
merasa berkewajiban untuk mencarikan suatu cara yang tepat untuk menawarkan pengaruh
racun itu”
“Jiko, mengapa kau musti terbuat bodoh?” teriak Coa Wi-wi dengan gelisahnya, “obat mustika
sudah didepan mata, masa kau hendak menampiknya dengan begitu saja? Apalagi sekalipun
banyak orang, terkena racun itu, obatnya kan cuma dua butir doang?”
“Aku tahu obatnya cuma dua, tapi asal dilumerkan dengan air, sekalipun kemujarabannya akan
jauh berkurang, toh racun tersebut dapat kita tawarkan!”
“Kalau begitu, simpanlah sebutir untuk dirimu sendiri” pinta Coa Wi-wi lagi.
Dengan cepat Hoa In-liong menggeleng.
“Tak usah, aku kuatir sebutir tak cukup!”
“Tapi kau sendiri juga terkena racun jahat” teriak gadis itu makin gelisah, “bila orang-orang itu
masih mempunyai sedikit liang sim, mereka pasti akan riku untuk menerimanya, sebab bila
mereka terima pemberian tersebut, menunjukkan pula kalau mereka tak punya liang sim, hmm!
Manusia semacam ini, lebih baik kan mampus sekalian”
“Dalam cemasnya, gadis itu berbicara asal buka suara, dia lupa kalau perkataannya terlalu kasar
dan tak pantas.
“Anak Wi, kau tak usah banyak bicara lagi” tiba-tiba Goan cing taysu menukas.
Setelah termenung sebentar, dia berkata lebih jauh, “Bukan lantaran obat itu adalah obat dewa
maka kita beri nama Yau ti wan (pil nirwana) adalah karena obat itu dibuat oleh cousu dalam
sebuah gua kuno dilembah bukit Siau yau ti, maka pil itu dinamakan pula Yau ti wan, dikala obat
itu selesai dibuat, cousu pernah berkata begini….”
Dengan sorot mata yang tajam diamatinya sekejap kedua orang muda mudi itu.
Meskipun Hoa In-liong berdua rada heran karena secara tiba-tiba padri itu menceritakan soal
yang sama sekali tak ada sangkut pautnya, tapi mereka tahu bahwa dibalik perkataan itu tentu
mengandung maksud-maksud tertentu, maka dengan tenang mereka mendengarkan perkataan
kakek itu lebih jauh.
Goan cing taysu menghela napas panjang, lanjutnya setelah berhenti sebentar, “Dia orang tua
berkata demikian, obat mustika dibuat untuk menolong masyarakat, dia berharap pada suatu
ketika Yau ti wan bisa dipakai untuk menyelamatkan beratus-ratus orang. Aaai…. sungguh
memalukan kalau dibicarakan kembali, dalam tiga ratus tahun terakhir ini, diantara delapan butir
Yau ti wan yang telah terpakai, ada lima butir diantaranya dipakai demi kepentingan keluarga
persilatan Kim-leng pribadi, sedang tiga butir lainnya dibsrikau kepada orang lain yang sedikit
banyak masih ada hubungannya juga dengan keluarga persilatan Kim leng”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
607
Mendengar sampai disitu, baik Hoa In-liong maupun Coa Wi-wi dapat menebak maksud hati
kongkongnya, bukankah dengan ucapannya itu berarti pula bahwa Goan cing taysu telah
menyetujui dengan jalan pikiran Hoa In-liong….?
Apa yang selalu menjadi beban pikiran Coa Wi-wi selama ini adalah keselamatan Hoa In-liong, ia
sangat tak setuju dengan keputusan kongkongnya, tapi lantaran Goan cing taysu berbuat demiki
an demi kepentingan orang banyak, maka dia tak berani terlalu banyak mendebat.
Hoa In-liong segera bangkit sambil menyerahkan kembali botol itu ke tangan Goan cing taysu
tapi dengan cepat paderi itu gelengkan kepalanya berulang kali.
“Lebih baik kau saja yang menyimpan botol itu, siapa tahu kalau dikemudian hari sangat
dibutuhkan untuk menolong jiwa orang? Yaa, watak lolap memang dasarnya malas, aku merasa
agak segan untuk banyak bergerak lagi….”
Hoa In-liong tidak banyak berbicara lagi, dia masukkan botol itu kedalam saku, tiba-tiba
tangannya menyentuh kemala hijau batas buku yang ditemukan di rumah Tabib sosial, hatinya
segera bergerak, sambil diangsurkan kehadapan sang paderi itu, ujarnya, “Kongkong, diatas
batas buku ini tercantum aneka ragam jurus ilmu pukulan yang kalut, apakah kongkong dapat
memberi penjelasan?”
Coa Wi-wi ikut berseru tertahan, dia mengambil keluar juga botol porselen yang berasal dari saku
Tan Beng-tat, sambil diberikan kepada paderi tua itu katanya, “Kongkong, silahkan kau periksa
juga isi botol ini!”
Goan-cing taysu sekalian menerima botol itu, mula-mula dia periksa dulu batas buku yang
diatasnya terukir Kiu ci kiong cong-keng keng-cay” (catatan kitab silat yang terdapat dalam
istana Kiu-ci-kiong) sekalipun huruf-hurufnya sangat lembut sebesar kepala lalat, namun dengaa
dasar tenaga dalam yang dimilikinya, semua tulisan itu dapat dibaca dengan amat jelas.
Selesai membaca tulisan itu, dengan wajah agak berubah, berkatalah paderi tua itu, “Yaa, Kiu-ci
Sinkun memang tak malu disebut manusia paling berbakat dalam dunia persilatan, tak nyana
dengan kecerdasan otaknya ia berhasil menciptakan serangkaian ilmu silat yang maha dahsyat
semacam ini….sungguh hebat….sungguh hebat.
Batas buku kemala hijau itu diangsurkan kembali ketangan Hoa In-liong, kemudian ujarnya lebih
jauh, “Sekalipun catatan ilmu silat itu semrawut dan kacau balau tak karuan, aku percaya dengan
kecerdasanmu tak sulit untuk menyusun kembali semua kepandaian itu. Memang, ilmu silat yang
ada disitu jauh berbeda dengan aliran ilmu silat keluargamu, tapi percayalah, sumber dari segala
ilmu silai adalah satu, sampai dimanapun luasnya kepandaian silat yang ada didunia ini dasarnya
selalu sama, tak sulit bagimu untuk mendalami serta memecahkannya”
Hoa In-liong mengiakan berulang kali lalu masukkan benda tersebut kedalam sakunya.
Dalam pada itu, Goan cing taysu telah mencabut penutup botolnya serta membau isi botol
tersebut, mendadak paras mukanya berubah hebat, cepat-cepat botol itu ditutup kembali.
“Sungguh lihay, sungguh lihay!” gumamnya.
“Kongkong, adakah sesuatu yang tak beres?” tanya Coa Wi-wi kemudian dengan gelisah.
Goan cing taysu menarik napas panjang-panjang, paras mukanya pulih kembali seperti sedia kala
sambil menggeleng katanya, “Masih untung aku tak apa apa, aai….! Entah cairan apa yang
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
608
tersimpan dalam botol itu, hanya membau sebentar saja kepalaku langsung pusing tujuh keliling.
Darimana kalian dapatkan benda itu?”
“Waaah….masa kongkong sendiri juga hampir tak tahan?” teriak Coa Wi-wi terperanjat, “untung
aku tidak lancang tangan membuka tutup botol itu lebih dulu, coba kalau tidak….bisa jatuh
pingsan seketika itu juga”
“Benda itu milik empek Yu!” Hoa In-liong menerangkan.
“Aaah….! Masa Yu Siang tek si bocah itu juga menjimpan benda sejahat ini?” seru Goan cing
taysu keheranan, “coba kau terangkan lebih jelas lagi!”
“Biar aku yang bercerita” sela Coa Wi-wi cepat cepat.
Maka diapun lantas mengisahkan kembali pengalamannya ketika menemukan benda itu serta
sekalian mengisahkan juga pertarungan yang berkobar pada malam itu, akhirnya dia
menambahkan, “Jika dugaan anak Wi tidak salah, isi botol itu pastilah obat campuran dari Su bok
thian go (kehilangan langit empat mata) serta Sam ciok pek cu (laba-laba hijau berkaki tiga)
bukankah begitu?”
Dengan tenaga Goan cing taysu mendengarkan kisah itu hingga selesai, lalu sambil menyerahkan
botol tadi ketangan Hoa In-liong, ia berkata pula, “Lolap kurang begitu mengerti tentang ilmu
obat-obatan, ibumu sebagai ahli waris dari Kiu tok sian ci tentu jauh lebih mengerti daripada aku,
lebih baik bawalah botol ini dan serahkan kepada ibumu, biar dia yang membuatkan analisa
untukmu.
Yang disebutkan sebagai “ibumu” bukan Pek Kun-gie, ibu kandung Hoa In-liong, melainkan ibu
pertamanya yakni Chin Wan hong.
“Aaaai…. entah sampai kapan aku baru pulang….”pikir Hoa In-liong diam-diam.
Berpikir sampai disitu, dia terima juga botol itu sembari berkata, “Boanpwe tidak jadi pergi
kebukit Mao san untuk berlatih tenaga dalam lagi”
Goan cing taysu menghela napas panjang.
“Aaai….sebetulnya lolap hendak menggunakan manfaat dari racun ular itu untuk melatih tenaga
dalammu hingga mencapai tingkatan yang paling tinggi dalam waktu tiga sampai lima tahun….”
Hoa In-liong segera berpikir, “Semula kukira yang dimaksudkan cianpwe ini sebagai waktu
singkat adalah tiga sampai lima bulan, tak tahunya begitu lama, siapa yang sabar menunggu
sekian lama? Tapi kalau dipikir kembali dengan jangka waktu enam puluh tahun yang biasanya
dibutuhkan orang untuk mencapai tingkatan paling tinggi, tiga lima tahun memang terhitung
cukup singkat”
Tiba-tiba ia merasa Goan cing taysu tutup mulut ditengah jalan, ketika ia menengok ke depan,
tampak paderi itu sedang berkerut kening, rupanya ada sesuatu persoalan yang sedang ia
pikirkan.
Coa Wi-wi sangat tercengang serunya tertahan, “Kongkong….”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
609
Cepat Hoa In-liong menarik tangan gadis itu sambil berbisik, “Jangan ribut dulu, tentu kongkong
sedang memikirkan suatu persoalan yang penting, dan persoalan itu butuh penyelesaian
secepatnya”
Coa Wi-wi mencibirkan bibirnya dan tidak berbicara lagi.
Setelah hening sejenak, tiba-tiba Goan cing taysu membuka sepasang matanya, setajam cahaya
bintang di tengah kegelapan matanya itu, dari sini dapat diketahui bahwa tenaga dalam yang
dimilikinya telah mencapai puncak kesempurnaan yang luar biasa, ini membuat sepasang muda
mudi itu amat terperanjat.
“Liong-ji” terdengar Goan-cing taysu berkata lagi dengan serius, “lolap mempunyai suatu akal
bagus yang kemungkinan besar sangat bemnanfaat bagi usahamu memusnahkan pengaruh
racun ular sakti, selain itu mungkin juga akan menambah kesempurnaan tenaga dalammu, cuma
saja cara ini sangat berbahaya serta membawa resiko yang besar salah-salah akan
mengakibatkan kematian yang mengerikan, entah bagaimana pendapatmu?”
Dari keseriusan dan sikap berat yang ditunjukkan Goan cing taysu, Hoa In-liong tahu bahwa
persoalan itu luar biasa sekali, tapi bukankah Goan cing taysu sendiripun tidak begitu yakin
dengan caranya? Sebagai pemuda yang gagah perkasa, Hoa In-liong bukan type manusia yang
serakah akan sesuatu yaag kecil dengan mengorbankan ma salah besar, sebetulnya tawaran
tersebut hendak ditolak.
Tapi secara tiba-tiba hatinya agak bergerak, segera pikirnya, “Aah, tidak benar! Cianpwe ini
bukan manusia sembarangan, kalau toh tujuannya adalah untuk menyempurnakan kepandaian
seorang boanpwe tak mungkin dia akan mencarikan suatu cara yang semena-mena atau dengan
perkataan dibalik rencananya itu tentu mengandung suatu keyakinan besar cuma saja ia tidak
mengutarakan sebab kuatir akan mengacau pikiran orang belaka”
Dalam waktu singkat, pelbagai pikiran sudah berkecamuk dalam benaknya, tiba-tiba dia angkat
kepala dan menyahut dengan serius, “Boanpwe sudah mengambil keputusan….”
“Anak Liong, harapan untuk mencapai kesuksesan teramat kecil, aku harap pikirkan kembali
persoalan ini semasak-masaknya” tukas Goan cing taysu lagi.
Tiba-tiba Coa Wi-wi menjatuhkan diri kedalam pelukan Hoa In-liong, lalu bisiknya pula dengan
lembut, “Jiko, kalau toh kongkong sudah berkata demikian, lebih baik urungkan niatmu untuk
menempuh mara bahaya sebesar ini”
“Adik Wi” Hoa In-liong membelai rambutnya yang halus dengan penuh kasih sayang, “masa kau
tidak percaya dengan keputusan ini?”
Coa Wi-wi mengangguk.
“Nah, kalau percaya itu lebih baik” kata Hoa In-liong sambil tersenyum, kemudian kepada Goan
cing taysu tambahnya, “Kongkong, tolong bantulah anak Liong untuk menyempurnakan diriku”
Dalam hati Goan cing taysu menghela napas, pikirnya, “Bocah ini memang betul-betul cerdas,
ternyata isi hatiku berhasil ia tebak beberapa bagian”
Maka sambil manggut manggut katanya, “Sekalipun tindakan ini sangat bahaya, tapi lolap yakin
delapan puluh persen pekerjaan akan berhasil, kau tak usah kuatir sebab pikiran dan perasaan
yang tawar justru merupakan saat yang paling baik untuk melakukan tindakan ini”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
610
Hoa In-liong tertawa.
“Kongkong tak perlu cemas, anak Liong percaya masih sanggup menghadapi segala keadaan
dengan perasaan yang tenang”
Goan cing taysu manggut-manggut, ia periksa sekejap keadaan disekitar sana, lalu berkata.
“Tempat ini terbuka sama sekali tidak terlindung dari pandangan orang, tidak cocok untuk
melakukan rencana kita, mari kita cari sebuah gua saja”
Sebetulnya Coa Wi-wi hendak menghalangi niatnya itu, tapi ia berpikir lebih jauh, “Yaa,
bagaimanapun juga bila ia ketimpa musibah, aku juga tak pingin hidup, daripada percuma
menasehati dirinya, akan lebih baik aku membungkam dalam seribu bahasa saja”
Karena berpendapat demikian, perasaannya jadi lebih lega dan santai, tanpa disadari bibit cinta
yang tertanam dihati kecilnya ikut pula bertambah tebal.
Mendengar perkataan itu, dia lantas berkata, “Dulu Wi-ji sering kemari mencari batu-batu indah,
aku sudah hapal dengan keadaan disekitar sini. Tak jauh dari tempat ini terdapat sebuah gua
batu yang dalamnya lima enam kaki, tempatnya kering dan bersih, bisa kita pakai sebagai
tempat berteduh?”
Goan cing taysu manggut-manggut.
“Sekalipun radaan kecil sedikit, tapi tak apalah, hayo kita kesitu!” Seraya berkata ia lantas
bangkit berdiri, “Biar anak Wi membawa jalan!” seru gadis itu sambil turun dari puncak itu lebih
dulu.
Gua yang dimaksudkan letaknya dilereng bukit bersebelahan dengan sebuah tebing yang curam,
di muka gua merupakan sebuah tanah datar yang luasnya sepuluh kaki persegi, hutan bambu
amat subur, meski gua itu tidak terlalu dalam, tapi cakup lebar dan datar.
Keadaan semacam ini semestinya amat cocok sekali dengan selera ketiga orang itu.
Setelah masuk ke dalam gua, Goan cing taysu memerintahkan Coa Wi-wi berjaga-jaga didepan
gua, lalu menitahkan Hoa In-liong duduk bersila, sementara dia sendiri duduk dibelakang Hoa Inliong.
Coa Wi-wi berdiri diluar gua, sekalipun demikian, sepasang matanya yang jeli menatap kedua
orang itu tak berkedip.
Gua itu cukup gelap, namun tidak sampai menghalangi daya penglihatannya.
Waktu itu Goan cing taysu bersila sambil menyalurkan hawa murninya, tiba-tiba secepat
sambaran kilat dia lancarkan totokan untuk menotok jalan darah Kek gi, kan gi serta Pit gi
sementara telapak tangannya ditempelkan diatas jalan darah Thian cu hiat.
Beberapa jalan darah itu termasuk urat-urat penting yang menghubungkan syaraf kaki, pusat
dan pantat semuanya termasuk jalan darah yang teramat penting ditubuh manusia. Coa Wi-wi
bukannya tak tabu kalau Goan cing taysu sedang berusaha membantu Hoa In-liong untuk
memunahkan pengaruh racun jahat, tapi terbayang kembali pen deritaan yang telah ia saksikan
ketika masih ada di Yu-hoa-tay, bergidik juga hatinya sampai-sampai badan ikut gemetar keras.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
611
“Hu-yan Kiong manusia bedebah!” umpatnya dalam hati, kau memang manusia terkutuk yang
patut diberi hajaran. Tunggu saja tanggal mainnya suatu ketika nonamu pasti akan suruh kau
merasakan betapa menderitanya bila disiksa mati tak bisa hiduppun susah”
Sementara dia masih melamun Goan cing taysu sudah menarik kembali telapak tangannya sambil
mundur setengah langkah, gadis itu tahu kongkongnya kembali akan mengeluarkan ilmu
simpanan
Baru saja dia akan menengok lebih lanjut tiba-tiba dari luar gua berkumandang suara ujung baju
tersampok angin, kalau didengar dari suara tersebut jelas ada seorang jago lihay yang sedang
menuju ke arah gua dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya.
Cepat-cepat dia berpaling, diantara cahaya rembulan tampak sesosok bayangan manusia sedang
berkelebat mendekat dengan kecepatan luar biasa, da am waktu singkat jarak orang itu tinggal
lima kaki saja dari depan gua,
“Berhenti!” bentaknya dengan suara lantang. Tapi begitu suara bentakan meluncur keluar dari
mulutnya, gadis itu merasa menyesal sekali ia menyesal karena terlalu memburu napas, belum
melihat jelas arah tujuan bayangan abu-abu itu, dia sudah membentak lebih dahulu, padahal
orang itu cuma numpang lewat belaka. Dengan perbuatan, nya ini bukankah sama artinya
dengan ia memberitahukan letak persembunyiannya kepada orang lain
Betul juga, begitu mendengar suara bentakan itu, serentak orang tadi berhenti lalu berkelebat
menuju kedepan gua, dengan sepasang matanya yang tajam bagaikan sembilu dia awasi balik
gua yang gelap tajam-tajam.
Setelah bayangan abu-abu itu berhenti di depan gua, Coa Wi-wi baru dapat kenali orang itu
sebagai seorang To koh berusia setengah baya yang memakai jubah kependetaan warna abuabu,
membawa sebuah hud tim dan berparas muka bersih. Gadis itu tahu, gua sekecil ini tak
akan mengelabuhi jagoan selihay orang itu, apalagi setelah ia bersuara.
Dalam keadaan demikian, buru-buru ia melirik sekejap ke arah Hoa In-liong, tampak Goan cing
taysu masih duduk bersila ditanah, telapak tangan kanannya menempel di atas jalan darah Leng
tay hiat diatas punggungnya.
Gadis itu tidak membuang wakta lagi, sekali loncat ia sudah menerobos keluar dari dalam gua.
Sejak mendengar suara bentakan yang nyaring dan merdu, To koh berbaju abu-abu itu sudah
tahu kalau orang itu adalah seorang nona, tapi rupanya dia tak menduga kalau kecantikan
wajahnya begitu merawan. Dibawah cahaya rembulan, tampak Coa Wi-wi ibaratnya dewi Siang
go yang baru turun dari kahyangan.
Ia berseru tertahan, lalu setelah berpikir sebentar, bisiknya didalam hati.
“Aaah…. jangan-jangan dia?!”
Maka sambil menuding dengan senjata Hud timnya, dia bertanya, “Apakab engkau she Coa?”
Sebetulnya Coa Wi-wi hendak minta maaf lalu berusaha menggiring To koh itu agar
meninggalkan tempat tersebut, tapi sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu, tiba-tiba To koh
berbaju abu-abu itu sudah menyebut namanya lebih dahulu, ini membuat nona tersebut jadi
kaget.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
612
“Sian-koh, dari mana kau bisa tahu?” serunya keheranan.
Mengetahui bahwasanya apa yang diduga tak salah, To koh berbaju abu-abu itu kembali berpikir,
“Aaah….! Budak ini memang benar-benar memiliki kecantikan wajah yang luar biasa, setelah
ternoda Giok-ji memang tak punya harapan lagi, apalagi dengan kehadiran dirinya, sudah terang
hal itu tak mungkin terjadi….!”
Berpikir demikian, dia lantas tertawa seraya berkata, “Hoa Yang si bocah kunyuk itu kenapa tidak
ikut datang?”
Dari nada suara Coa Wi-wi sudah tahu kalau orang bermaksud jelek, timbul rasa was-was dalam
hati kecilnya.
“Dia tak ada disini!”jawabnya cepat-cepat.
Padahal sejak kecil gadis itu tak pernah berbohong, maka setelah ucapan tersebut diutarakan
keluar, warna semu merah karena jengah dengan cepat menjalar diatas pipinya yang putih.
Tokoh berbaju abu-abu itu bukan orang bodoh, dalam sekilas pandangan saja dia sudah
mengerti apa gerangan yang sedang terjadi. Dengan suara dingin kembali ia menegur, “Apakah
Hoa In-liong sedang berlatih ilmu?”
Coa Wi-wi merasa terkesiap.
“Sungguh lihay To koh itu!” demikian batinya.
Lama sekali setelah berdiri tertegun, nona itu menegur lagi, “Siapa kau?”
To koh berbaju abu-abu itu menengadah dan tertawa terbahak-bahak dia tidak menjawab
mendadak dengan senjata Hud timnya dia sapu batok kepala gadis itu. Berbareng dengan
sapuan tadi beratus-ratus bulu kudanya yang lembut membuyar hebat dan serentak mengancam
jalan darah penting diseluruh tubuh Coa Wi-wi.
Kiranya To koh berbaju abu-abu itu merasa bahwa wajah Coa Wi-wi makin dilihat tampak
semakin cantik ini membuat napsu membunuh yang berkorban dalam dadanya sukar
dikendalikan lagi malah makin ditekan napsunya makin berkorban akhirnya dia tak tahan dan
seranganpun dilancarkan.
Coa Wi-wi tidak menyangka kalau dirinya bakal diserang, kejut dan marah gadis tersebut
menghadapi keadaan tersebut.
“ Hei, apa-apaan kau?” tegurnya dengan marah
Langkahnya mundur dengan sempoyongan ibarat angin yang berhembus lewat, begitu mundur
tubuhnya maju kembali kemuka sambil melancarkan sebuah pukulan, dia kuatir Tokoh berjubah
abu-abu itu mendapatkan peluang yang ada untuk menerobos masuk ke dalam gua.
Meski agak terkejut dalam hatinya, To koh berjubah abu-abu itu tak sampai memperlihatkan
perasaannya itu diluaran, dia tertawa dingin, tiba-tiba senjata Hud-timnya diputar dan….
“Sreeet!” tahu-tahu bulu kuda yang lembut itu sudah menggulung pergelangan tangan lawan,
menyusul kemudian ujung baju sebelah kirinya dikebaskan kedepan, dengan membawa hawa
pukulan yang cukup kuat menyergap dada Coa Wi-wi.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
613
“Hebat juga To koh ini!” pikir Gadis Coa dalam hatinya, “baik waktu menyerang maupun dikala
berganti jurus, semuanya dilakukan dengan kecepatan yang luar biasa, tak malu kalau disebut
seorang tokoh nomor satu dalam dunia persilatan, mungkinkah dia adalah anggota Hian-bengkauw?”
Dihati dia berpikir, telapak tangan kirinya sama sekali tidak menganggur, dengan suatu pukulan
yang kuat ia dobrak ancaman musuh, sementara jari tangan kanannya diperkencang hingga
seperti tombak untuk menyodok jalan darah Ciang tay hiat di tubuh sang To koh.
Mendongkol To koh berbaju abu-abu itu karena dirinya diserang secara bertubi-tubi tanpa diberi
kesempatan untuk bertukar napas.
“Budak sialan!” sumpahnya dihati, “kau tak usah sok, hati-hati dengan pembalasanku!”
Tentu saja dia tak tahu kalau Hoa In-liong ketika itu sedang bersemedi dan mencapai keadaan
yang paling berbahaya, lantaran kuatir mengganggu konsentrasi kekasihnya, maka ia bertindak
nekad.
Dengan suatu lompatan cepat To koh berbaju abu-abu itu mundur dua kaki ke belakang.
0000000O0000000
32
LEGA HATI Coa Wi-wi setelah musuhnya mundur, seperti bayangan dia menyusul kemuka dan
secara beruntun melancarkan tujuh buah serangan berantai.
“Budak ingusan, kau berani kurangajar kepadaku?” teriak To koh berbaju abu-abu itu naik darah.
Badannya mengegos kesamping menghindarkan diri dari serangan itu, kemudian senjata Hud
tim-nya direntangkan untuk menghalau gerak maju lawan, sementara gagang hud tim dipakai
untuk menyodok jalan darah Ciang bun hiat.
Mereka bertempur dengan gerakan yang sama-sama cepatnya, dalam waktu singkat dua puluh
gebrakan sudah lewat.
To koh berjubah abu-abu itu memang tangguh, semua jurus serangan yang dipakai merupakan
jurus-jurus aneh yang sakti, diapun berusaha menghindari bentrokan-bentrokan secara
kekerasan. Setiap ada kesempatan, yang diancam adalah jalan darah jalan darah kematian yang
ditubuh lawan dimana cukup tertonjok satu kali sajar kalau tidak mampus sang korban hikal
terluka parah.
Coa Wi-wi kuatir pertarungan yang berlangsung akan mengganggu komentrasi Hoa In Hong,
maka selama pertarungan berlangsung, ia selalu membungkam dalam seribu bahasa. Karenanya
kecuali angin pukulan yang menderu-deru, hampir boleh dibilang tak ada suara lain.
Tapi dengan demikian, maka makin bertarung mereka semakin jauh meninggalkan mulut gua,
waktu itu jaraknya sudah mencapai sepuluh kaki lebih….
Lama-kelamaan Coa Wi-wi mulai hilang sabarnya, dia berpikir lagi, Tenaga dalam yang dimiliki To
koh ini luar biasa hebatnya kalau pertarungan harus dilangsungkan terus dengan cara begini,
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
614
entah sampai kapan habisnya, apalagi sudah terlalu jauh ketinggalan gua, tindakan ini kurang
menguntungkan”
Berpikir demikian, sepasang telapak tangannya segera melancarkan serangan bersama, tangan
kiri menyerang dengan jurus Jit gwat siang-tui (matahari dan rembulan saling mendorong),
sementara tangan kapannya menyerang dengan jurus Tuo yau siu jit (Kotak Angin Berhembushembus),
Terkesiap To koh berbaju abu-abu menghadapi ancaman sedahsyat itu, pikirnya dengan jantung
berdebar, “Hebat benar perempuan ini, belum pernah ku jumpai ilmu pukulan seaneh ini dalam
dunia persilatan!”
Sepintas lalu, dua buah serangan itu tampaknya memang sederhana dan tiada sesuatu yang
aneh, padahal cukup dengan berputar sambil menekan kedepan, maka dibalik hembusan angin
pukulan yang amat tajam, terselip gerakan pat kay dan Tay khek yang sukar dipecahkan.
Karena tak berani menyambutnya dengan kekerasan, ia melejit kesamping lalu menyusup
beberapa kaki disamping Coa Wi-wi.
Tercengang juga gadis Wi-wi karena serangan nya meleset, dia berpikir pula, “Cepat dan jitu
sekali gerakan tubuh To koh itu, aku rasa dua tingkat lebih hebat dari ilmu Gi heng huan wi
(bergesar tubuh berganti tempat) malah tidak berada dibawah kepandaian Loan ngo heng sian
tun hoat dari Kiu-im-kauw”
Sementara itu To koh berbaju abu-abu tadi sudah berseru kembali dengan suara dingin, “Ilmu
pukulan bagus! Tenaga dalam sempurna! Cuma sayang pinto ingin minta petunjukmu lebih jauh”
Jilid 31
BERBICARA sampai disitu, tangan kirinya menyilang ke samping, cahaya hijau lantas
bergemerlapan, tahu-tahu ditangan kanannya telah bertambah dengan sebilah senjata kaitan
berwarna hijau kemala.
Selama malang melintang diseluruh kolong langit, belum pernah To koh itu didesak orang hingga
mundur berulang kali, tak heran kalau hawa napsu membunuhnya saat ini sudah membara dan
ia telah bersiap-siap untuk beradu jiwa.
Coa Wi-wi belum pernah melihat senjata kaitan kemala milik Wan Hong giok, tapi dia tahu kalau
Wan Hong giok mempunyai julukan sebagai Giok kau Nio cu (perempuan cantik kaitan kemala).
Tanpa terasa dia berpikir lagi, “Sangat jarang jago dalam persilatan yang menggunakan senjata
kaitan kemala, jangan-jangan dia mempunyai hubungan yang erat dengan enci Wan….?”
Berpikir sampai disitu, dia lantas bertanya dengan merdu, “Apakah cianpwe mempunyai
hubungan dengan enci Wan Hong giok….”
“Tak usah banyak bicara!” tukas To koh berbaju abu-abu.
Tiba tiba ia menyerang dengan jurus Thian kong im in (Cahaya Langit Bayangan Awan). Cahaya
hijau yang menyilaukan mata segera menyebar keseluruh langit, senjata kaitan kemalanya
dengan membawa deruan angin serangan yang tajam sepera mengurung sekujur tubuh lawan.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
615
Berbareng itu juga, senjata hud tim ditangan kirinya tidak mengganggu, dengan tajam ia serang
pinggang musuh.
Serangan yang dilancarkan satu dengan senjata kaitan yang lain dengan senjata hud tim ini
memang benar-benar amat hebat, tenaga yang bersifat keras serta tenaga im bersifat lunak
digunakan hampir bersamaan waktunya, dan akibatnya sungguh jauh diluar dugaan.
Coa Wi-wi semakin naik darah, pikirnya, “Kutanya engkau secara baik-baik, bukannya dijawab
malahan sama sekali tak kau gubris, sudah pasti aku tak ada hubungannya dengan enci Wan!”
Sepasang alis matanya kontan berkenyit, dia bermaksud untuk memaksa Tokoh berbaju abu-abu
itu mengundurkan diri dari sana, atau bilamana keadaan memaksa, terpaksa dia akan dibunuh.
Mendadak Tokoh berbaju abu-abu itu menarik kembali serangannya sambil mundur, cahaya hijau
yang semula menyelimuti seluruh angkasapun seketika ikut leyap tak berbekas.
Sementara Coa Wi-wi masih tertegun cahaya hijau kembali berkilauan memancar diudara tibatiba
tokoh berbaju abu-abu itu menyambitkan senjata kaitan kemalanya kedepan, diiringi cahaya
kilat senjata itu meluncur ke arah mulut gua.
“Toan bok See ling, berhenti kamu!” hardiknya
Tanpa mengindahkan musuh tangguh masih berada didepan mata, Coa Wi-wi segera berpaling,
tampak seorang kakek bermuka merah berjenggot putih secara diam-diam sedang mendekati
mulut gua.
Ketika senjata kaitan kemala itu menyergap punggung kakek itu, dengan perasaan apa boleh
buat terpaksa kakek bermuka merah tadi berkelit ke samping.
“Traaaaang….!” senjata kaitan kemala itu menumbuk diatas dinding batu disisi mulut gua hingga
menimbulkan percikan bunga api, lalu dengan menerbitkan suara keras jatuh ketanah.
Kejut dan marah Coa Wi-wi menyaksikan kejadian tersebut, sekalipun tenaga dalam yang
dimilikinya cukup lihay, tapi pertama karena pengalamannya masih cetek dan lagi tak menyangka
kalau ada orang bakal menyusup datang, kedua dia berdiri dengan membelakangi mulut gua,
ditambah pula kakek itu memiliki tenaga dalam yang demikian sempurnanya hingga dapat
mengelabuhi ketajaman mata dan pendengarannya. Maka dalam keadaan gugup, ia tak sempat
untuk memikirkan kenapa secara tiba tiba To koh berbaju abu-abu membantu pihaknya.
Dengan kecepatan yang luar biasa tubuhnya menerjang ke muka, lalu dengan menghimpun
tenaga sebesar dua belas bagian, sebuah pukulan dahsyat dilepaskan.
Waktu itu, kakek bermuka merah sedang berusaha mempercepat gerakannya untuk masuk ke
gua, betapa terperanjatnya ketika secara tiba-tiba muncul segulung tenaga tak berwujud yang
menekan dadanya dengan amat dahsyat, ia tercekat.
“Budak ingusan, ternyata tenaga dalamnya benar-benar amat sempurna!” demikian pikirnya
dihati.
Tergopoh-gopoh dia berkelit ke samping lalu murdur delapan depa kebelakang.
Sebagai jago kawakan, kakek itu memang menang pengalaman, begitu mundur, tangannya
bekerja cepat.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
616
Cahaya hijau yang gemerlapan kembali memancar diudara, tahu- tahu dia sudah meloloskan
sepasang senjata pit penotok jalan darah yang terbuat dari sumpit bambu dan panjangnya dua
depa, sambil putar badan dia lindungi sekujur tubuhnya dari ancaman serangan.
Tapi tindakannya itu cuma suatu perbuatan yang berlebihan, karena tak usah dilindungi pun tak
bakal ada orang yang manfaatkan kesempatan tersebut untuk melukainya.
Bayangan manusia berkelebat lewat, tahu-tahu Coa Wi-wi menghadang didepan gua.
“Toan bok See liang!” ejek Tokoh bertnju abu-abu itu sambil tertawa dingin, “dengan cara
begitulah nama besarmu selama ini kau dapatkan?”
Sekalipun licik dan banyak pengalaman, toh panas juga pipi Toan bok See liang setelah
mendengar sindiran itu, untung mukanya memang merah tadi kejengahan tersebut tak sampai
terlalu kentara, tapi dia toh tersenyum juga.
“Pada hakekatnya memang tak punya nama besar, kenapa musti takut kehilangan nama?” dia
menjawab.
Lalu setelah berhenti sebentar, tegurnya kembali dengan suara dalam, “Kau ingin bermusuhan
dengan perkumpulan kami?”
Sambil mengebaskan senjata Hud timnya, pelan-pelan To koh berjubah abu-abu itu maju
mendekat, sahutnya dengan hambar, “Hmmm….! Kau tak usah menggunakan nama Hian-bengkauw
untuk menakut-nakuti orang, sekalipun aku berani mencari gara-gara dengan Thamcu
macam kau, lantas apa yang hendak kau lakukan?”
Toan bok See liang tertawa seram.
“Heeehh…. heeehh…. heeehhh….begitupun boleh saja, cuma aku kuatir ilmu silatmu masih
tertinggal jauh”
“Cianpwe, senjata kaitan kemalamu!” tiba tiba Coa Wi-wi berteriak keras.
Seraya berseru gadis itu menyambar senjata kaitan kemala yang tergeletak ditanah itu lalu di
sambit kearah To koh tersebut.
Coa Wi-wi yang cerdik, dengan cepat ia sudah menduga bahwa To koh berjubah abu-abu itu
delapan sampai sembilan puluh persen adalah gurunya Wan Hong giok, sekalipun dia tak tahu
kenapa To koh itu melancarkan serangan keji kearahnya, tapi dia tetap menganggapnya sebagai
sahabat, maka senjata kaitan itu dikembalikan kepadanya.
Setelah itu dengan tergesa gesa dia melirik sekejap ke balik gua yang gelap, tampak baik Hoa Inliong
maupun Goan cing taysu sama sama masih bersemedi dengan wajah yang tenang, itu
berarti keributan yang berlangsung diluar gua tak sampai mengalutkan konsentrasi mereka.
Setelah perasaannya jadi lega, diapun lantas menuding Toan bok See liang serta membentaknya
nyaring, “Kamu bandot tua, mau apa bertindak sembunyi-sembunyi datang kemari? Hayo
mengaku!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
617
Selama puluhan tahun hidup mengembara dalam dunia persilatan, belum pernah Toan bok See
liang digertak orang sekeras itu, kontan saja ia naik darah.
“Budak sialan, perempuan busuk!” makinya dihati, “berani benar engkau memaki diriku. Hmmm!
Tunggu saja pembalasanku….”
Sementara dia masih melamun, tiba-tiba dari arah samping kedengaran ada suara orang
menyingkirkan rumput kering, dia lantas berpaling dan tampaklah dua orang laki laki berbaju
ungu sedang muncul dari balik hutan bambu dan menghampirinya.
Satu ingatan berkelebat dalam benaknya, Toan bok See liang merasa mendapat akal bagus,
cepat digapenya dua orang laki-laki itu.
Dua orang laki-laki berbaju ungu itu sebetulnya datang bersama Toan bok See liang, tapi ketika
kakek bermuka merah itu hendak menyusup kedalam gua secara diam-diam, maka untuk
menghindari ren cana tersebut mengalami kegagalan total, diperintahnya dua orang itu
menunggu didalam jembatan bambu.
Tapi kini, lantaran jejak Toan bok See liang sudah ketahuan, serta-merta mereka ikut munculkan
diri pula.
Ketika melihat Toan bok See liang memberi tanda, salah seorang diantara dua laki-laki itu segera
mengambil keluar sebuah bom udara dari sakunya kemudian bom udara tadi dibanting ke atas
batu.
Dengan senjata kaitan yang terhunus, To koh berbaju abu abu itu mencaci maki, “Tua bangka
Toan bok, kau memang manusia yang tak tahu malu, karena tak bisa menangkan orang, lantas
kau minta bantuan?”
Mau dicegah sudah tak sempat lagi dan….
“Ceeeeessss….!” segumpal cahaya merah memancar ke angkasa, disusul kemudian….”Blang!”
suatu ledakan dahsyat menggelegar di angkasa.
Cahaya bintang berwarna keemas-emasan seketika menyebar ke empat penjuru dan membentuk
huruf Hian beng, pelan-pelan huruf tadi melayang makin menjauh sebelum akhirnya lenyap tak
berbekas.
Dalam waktu singkat, dari ujung langit sebelah depan situ bermuncul cahaya emas yang
jumlahnya mencapai enam sampai tujuh buah.
Menyaksikan kesemuanya itu To koh berjubah abu-abu itu merasa terperanjat, segera pikirnya,
“Aaaah….! Tak kunyana kalau kawan jago dari Hian-beng-kauw telah berkumpul semua dikota
Kim-leng, mungkinkah ada sesuatu masalah besar yang hendak mereka lakukan?”
Tiba-tiba Coa Wi-wi berseru, “Cianpwe, benarkah dia adalah Thiamcu dari markas besar
perkumpulan Hian-beng-kauw?”
To koh berbaju abu-abu itu berpaling, ketika menyaksikan sepasang biji matanya yang jeli
sedang memandang ke arahnya dengan wajah penuh kepanikan, dia lantas berpikir, “Aaai….
dengan wajah secantik ini dan tenaga dalam sesempurna itu! sekalipun anak Giok belum ketimpa
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
618
musibah, dia belum tentu bisa menandinginya….yaa, dalam segala-galanya dia memang jauh
lebih hebat daripada anak Giok!”
Sekalipun To koh tersebut mempunyai watak yang tangguh, keras dan tabah, toh rasa putus asa
sempat pula menerabas dalam hatinya.
Sementara itu Toan bok See liang telah berseru kembali sambil tertawa seram, “Budak ingusan,
aku akan menyuruh engkau rasakan betapa lihaynya ilmu silat Toan bok loya mu!”
Coa Wi-wi mengernyitkan sepasang alis matanya, lalu berpikir, “Entah berapa lama waktu yang
dibutuhkan kongkong untuk menyembuhkan luka racun yang diderita jiko? Padahal aku sendiri
juga tak tahu apa gerangan maksud tujuan To koh tersebut, lebih baik aku turun tangan saja
lebih dulu, dari pada menanti sampai gembong gembong Hian-beng-kauw telah berkumpul
semua, waktu itu menyesal-pun tak ada gunanya”
Karena berpendapat demikian, rasa belas kasihannya segera ditarik kembali, sambil melompat ke
muka bentaknya nyaring, “Sambutlah seranganku ini!”
Sebuah pukulan dahsyat segera dilontarkan kedepan.
“Bagus sekali seranganmu itu!” seru Toan bok See liang dengan dahi berkerut.
Sepasang lengannya bergerak cepat, dengan Tiam hiat pit (pena penotok jalan darah) yang
berada ditangan kanan dia totok pergelangan tangan lawan Tiam hiat pil yang ada ditangan kiri
dengan membentuk tujuh delapan buah bayangan, secara beruntun mengancam jalan darah
penting diiga sebelah kiri musuh.
Bukan saja serangannya ganas dan dahsyat, cukup dirasakan dari desingan angin tajam yang di
hasilkan dari serangan tersebut, sudah dapat diketahui bahwa tenaga dalam yang dimilikinya
betul-betul amat sempurna.
Dalam waktu singkat, dua orang itu sudah terlibat dalam suatu pertarungan yang amat seru.
“Toan bok See liang!” tiba-tiba To koh berbaju abu-abu itu mengejek lagi dengan suara sinis,
“mukamu memang cukup tebal, sebagai seorang cianpwe masa untuk bertarung melawan
seorang nona cilik yang bertangan telanjang saja musti menggunakan sepasang sen jata Tiam
hiat pit? Dimana kau taruh mukamu?”
To koh itu memang bertujuan untuk menghanyutkan konsentrasi Toan- bok See liang, buktinya
ucapan tersebut semuanya dilancarkan dengan tenaga dalam yang sempurna, hingga semua
kata-kata itu dapat terdengar olehnya dengan amat jelas.
Toan bok See liang bukan orang bodoh, tentu saja dia mengetahui tujuan musuhnya, kendati
begitu toh saking gemasnya ia sampai menggertak gigi menahan emosi.
“Rabib busuk!” sumpahnya dihati “silahkan kau berkaok-kaok terus mengucapkan kata-kata yang
tak genah, suatu hari….
Pada mulanya dengan mengandalkan kehebatan Tiam hiat pit nya, ia masih bisa menyerang dan
bertahan dengan sempurna, tapi setelah hawa amarah mulai membakar perasaannya, permainan
silatnya sedikit banyak ikut terpengaruh.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
619
Padahal pantangan yang paling penting bagi jago persilatan yang sedang bertarung adalah
konsentrasi yang sempurna, salah sedikit saja dalam setiap tindakannya akan berakibat besar
bagi pertahanannya, apalagi menghadapi Coa Wi-wi yang mempunyai tenaga dalam jauh lebih
sempurna daripada dirinya.
Coa Wi-wi segera tertawa dingin, badannya berputar ke samping, telapak tangannya segera
berputar setengah lingkaran busur serangan itu seperti juga melambung seperti juga suatu
tipuan belaka, tapi tahu-tahu sudah berada tiga depa disamping Toan bok See liang dan
langsung membacok pinggang lawan.
Berdiri semua bulu kuduk di tubuh Toan bok See liang, peluh dingin hampir membasahi seluruh
tubuhnya, masih untung dia adalah seorang jago kawakan yang berpengalaman dalam berutusratus
kali pertarungan, sekalipun terancam mara bahaya ia tak sampai gugup. Pada detik terakhir
sebelum jiwanya terancam, ia berhasil meloloskan diri dari ancaman.
Sekalipun demikian, bahu kirinya toh sempat termakan sebuah pukulan….
“Daak….!”dengan sempoyongan ia mundur tujuh langkah, cahaya hitam berkilauan dan tahutahu
Tiam hiat pit yang berada ditangan kirinya sudah mencelat sejauh tiga kaki dari tempat
semula, mungkin tulang bahunya terhantam sampai remuk.
Kagum juga Coa Wi-wi atas kelihayan tenaga dalam lawan setelah musuhnya berbasil meloloskan
diri dari serangan Ji yung bu wi (dua kegunaan tanpa tempat), jurus kelima dari ilmu Su siu hua
heng-ciang.
Dia tak tega untuk melancarkan serangan lebih jauh, maka sambil menarik kembali serangannya,
gadis itu berkata, “Lebih baik cepat cepatlah pulang….”
“Budak cilik dari keluarga Coa!” tiba-tiba To koh berbaju abu-abu itu menyela daii samping,
“untuk melenyapkan kejahatan, harus dibasmi seakar-akarnya, apa lagi yang musti
disungkankan?”
Mendengar teriakan itu, Coa Wi-wi berpaling.
“Cianpwe, selama manusia masih ada kemauan untuk bertobat, kita tak boleh membunuhnya
secara keji!” sahut gadis itu cepat.
“Baik, kalau engkau hendak berbelas kasihan biar aku yang melakukan untukmu!”
Berbareng dengan selesainya perkataan itu, senjata hud timnya di sapu kemuka, menyusul
kemudian badannya ikut maju dua kaki dan dia langsung menyergap dada Toan bok See liang.
“Perempuan hina!” teriak Toan bok See liang saking gusarnya sampai tertawa seram, “kau
manusia yang tak tahu malu, beraninya hanya menyerang orang yang sedang terluka!”
Sekalipun luka hanya terjadi pada sebuah lengan belaka namun karena tulang bahunya yang
remuk, ini menyebabkan rasa sakit yang bukan kepalang dikala ia menghimpun tenaga
dalamnya.
Dalam keadaan demikian, satu-satunya tindakan yarg bisa dilakukan hanyalah mengandalkan
sebatang senjata Tiam hiat pit-nya untuk menyelamatkan diri.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
620
Sambil melontarkan serangkaian serangan yang amat dahsyat, To koh berbaju abu-abu itu
kembali mengejek, “Perbuatan pinto sekarang tak lebih cuma belajar mengikuti cara yang biasa
kalian pakai, tentu saja kalau dibandingkan dengan perkumpulan kalian, aku masih ketinggalan
jauh sekali”
Sementara itu Coa Wi-wi sudah mundur kemulut gua, disitu dia ikut berpikir, “To koh ini amat
membenci akan segala kejahatan, sayang aku tak tahu siapa julukan kependetaannya? Benarkah
dia adalah gurunya enci Wan….?”
Dalam waktu singkat Toan bok See liang sudah terjerumus dalam keadaan yang sangat
berbahaya, setiap saat kemungkinan besar jiwanya bakal terancam.
Dua orang laki laki berbaju ungu yang ada di tepi gelanggang segera saling berpandangan
sekejap, tiba-tiba mereka loloskan pedang lalu menerkam ke belakang punggung To koh berbaju
abu-abu itu.
Berkenyit sepasang alis mata Coa Wi-wi melihat perbuatan itu, ia siap sedia turun tangan.
Tapi sesuatu tindakan dilakukan, To koh berbaju abu-abu yang berada ditengah arena
pertarungan telah membentak keras, “Bangsat, kalian pingin mampus!”
Tangan kirinya segera diayun ke muka, dua rentetan cahaya hitam secepat kilat menyambar ke
depan….
Dua jeritan ngeri yang menyayatkan hati menggelegar memecahkan kesunyian, dua orang lakilaki
berbaju ungu itu membuang pedang mereka lalu roboh terkapar ditanah, sesaat kemudian
jiwa mereka telah melayang meninggalkan raganya.
Coa Wi-wi mengamati kedua korban itu, rupanya sebatang jarum emas berwarna kebiru-biruan
yang jelas amat beracun telah menanjap diantara sepasang alis mata mereka.
Alis yang telah berkenyit kini makin meratap, Coa Wi-wi merasa bahwa orang orang Hian-bengkauw
meski pantas dibunuh, tapi cara To-koh berbaju abu-abu itu melaksanakan pembunuhan
itu cukup teramat keji….
Toan bok Se liang yang cilik tak sudi membuang setiap kesempatan yang tersedia dengan begitu
saja, dikala To koh berbaju abu-abu itu mengayunkan tangannya untuk mejepaskan jarum emas
tadi, cepat-cepat ia merubah taktik pertahanannya menjadi taktik serangan, dengan suatu
sodokan maut ia tusuk jalan darah Keng bun hiat ditubuh lawan.
Berada dibawah ancaman seperti ini, sekalipun sapuan dari To koh itu mungkin akan berhasil
mengejar lengan kiri Toan bok See liang, namun dia sendiri harus membayar serangan itu
dengan sebuah tusukan pena. Dalam posisi diatas angin seperti ini, sudah tentu dia tak mau
membayar mahal setiap serangannya, serta-merta tubuhnya mengegos ke samping melepaskan
diri dari ancaman, namun dengan tindakan itu maka sapuan Hud tim-nya juga mengerai sasaran
yang kosong.
To koh berbaju abu-abu itu marah sekali, dia putar senjata kaitan kemala hijaunya seraya
berseru, “Sayang…. benar-benar amat sayang! Thamcu markas besar perkumpulan Hian-bengkauw
yang gagah perkasa harus tewas di bukit Ki po san tanpa suara dan tanpa diketahui
siapapun jua”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
621
Toan bok See liang memang sedang gelisah sekali menghadapi situasi yang semakin kritis itu, dia
berpikir dihati, “Sungguh aneh, sudah sekian lama bom udara itu diledakkan, kenapa belum
nampak juga seorang manusiapun yang datang kemari?”
Dia memang tak malu menjadi Thamcu markas besar perkumpuhn Hian-beng-kauw, sekalipun
menghadapi mara bahaya, pikirannya sama sekali tak panik, tidak pula terlintas niat untuk
melarikan diri, dengan sikap yang amat tenang ia malah berseru, “Hmmm….! Jangan takabur
dulu, tak akan segampang apa yang kau bayangkan….”
“To koh berjubah abu abu itu mendengus dingin lalu menerkam kemuka, kaitan kemala hijau dan
senjata Hud tim dilancarkan secara berbareng dengan amat dahsyatnya.
Toan bok See liang menyadari kesulitan yang di hadapi, dia pun mengerti lambat laun tenaganya
akan makin melemah dan soal menang kalah hanya tinggal soal waktu belaka. Kendatipun
demikian ia tak mau menyerah dengan begitu saja, kalau bisa mengulur waktu sedetik dia akan
manfaatkan waktu sedetik itu untuk menunggu datangnya bala bantuan. Tiam hiat pit dimainkan
sedemikian rupa sehingga pertahanannya boleh dibilang benar-benar amat tangguh.
Dengan demikian, meskipun To koh berbaju abu-abu itu berhasil merebut kedudukan diatas
angin, toh tak mungkin baginya untuk merebut kemenangan dalam dua tiga gebrakan belaka.
Coa Wi-wi mengikuti sejenak jalannya pertarungan itu, ia tahu dalam seratus gebrakan
kemudian, To koh berbaju abu-abu itu akan berhasil membinasakan Toan bok See liang, ia jadi
teringat kembali dengan Goan cing taysu dan Hoa In-liong yang berada dalam gua, dengan
langkah lebar dia lantas menerobos masuk ke dalam gua itu.
Dalam gua cuma dua kaki, dan lagi tiada liku-liku atau tikungan barang satupun, maka sekalipun
tak usah masuk kedalam, orang sudah dapat melihat keadaan gua itu dengan amat jelasnya.
Diam-diam ia menghampiri kedua orang itu dan diamatinya paras muka mereka dengan
seksama, tampak Hoa In-liong duduk bersila dengan wajah yang sangat tenang, sama sekali
tidak ditemukan hal-hal yang mencurigakan, ini membuat hatinya merasa sangat girang.
Waktu itu telapak tanean kanan Goan cing taysu masih menempel diatas jalan darah Leng tay
hiat ditubuh Hoa In-liong, Coa Wi-wi mengernyitkan alis matanya lalu berpikir, “Sebentar lagi,
orang-orang dari Hian-beng-kauw akan berdatangan kemari, dengan andalkan sepasang telapak
tangan jelas aku tak akan mampu menandingi empat tangan, sedang gua ini amat dangkal suara
apapun yang terjadi disini pasti akan terdengar sampai di luar, padahal bila sedang bertempur
tak mungkin aku bisa mengurusi mereka, wah, bagaimana baiknya….”
Dipikir pulang pergi ia merasa selalu bingung, bahkan makin lama semakin gelisah
Tiba- tiba Goan-cing taysu membuka sepasang matanya, ditengah kegelapan sorot matanya itu
ibarat kilat yang membalah angkasa, nona itu amat gembira, bibirnya sudah bergetar seperti
hendak mengucapkan sesuatu, tapi sebelum sepatah katapun sempat diutarakan, Goan cing
taysu telah mengirim suaranya dengan ilmu menyampaikan suara, “Hong ji sedang bersemedi”
bisiknya selembut lalat, dalam keadaan demikian tak boleh ia terganggu oleh suara berisik, lebih
baik kita bercakap-cakap dengan ilmu menyampaikan suara saja”
Setelah berhenti sebentar ia bertanya lebih jauh.
“Siapa yang sedang bertarung diluar sana?”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
622
“Ooh….yang sedang bertarung adalah seorang To koh yang tak kuketahui siapa mamanya
dengan Toan bok See ling, Thamcu dari markas besar perkumpulan Hian-beng-kauw” jawab Coa
Wi-wi dengan ilmu menyampaikan suara, menurut dugaan Wi-ji, To koh tersebut pastilah….”
Tiba-tiba ia merasa bahwa Goan cing taysu tidak mengetahui siapakah Wan Hong giok itu, maka
sesudah berhenti sebentar dia menambahkan, “Wan Hong giok adalah….”
Kembali ia merasa situasi amat mendesak dan tak mungkin membuang banyak waktu hanya
untuk membicarakan persoalan yang ada gunanya, maka ia cuma menerangkan secara ringkas
saja.
Waktu itu telapak tangan Goan cing taysu masih menempel diatas punggung Hoa In-liong, maka
tanyanya, “Bagaimana keadaannya, baik kan?”
Goan-cing taysu mengangguk, dengan ilmu menyampaikan suara yang sempurna dia menyahut,
“Kedahsyatan racun ular sakti yang mengeram dalam tubuhnya betul betul diluar dugaan,
mungkin sampai fajar menyingsing nanti baru akan berhasil didesak ke dalam jalan darah aneh
diluar syaraf”
Diam diam Coa Wi-wi menghitung didalam hati, sekarang waktu baru kentoagan ketiga, itu
berarti masih ada dua jam sebelum fajar menyingsing, kenyataan itu membuat hatinya amat
gelisah.
“Jalan darah aneh diluar syaraf?” tanyanya keheranan” dimana letak jalan darah aneh itu?
Kongkong, kenapa tak bisa didesak keluar?”
“Jalan darah itu letaknya ada di Kiu san hiat” sahut Goan cing taysu,” alasan yang sesungguhnya
sulit untuk diterangkan dengan sepatah dua patah kata belaka, pokoknya pertahaakan saja mulut
gua itu baik-baik, bilamana keadaan amat mendesak aku dapat menutup ketujuh lubang indera
Liong-ji agar tidak sampai mengalami gangguan dari luar”
Baru saja Coa Wi-wi ingin mengajukan pertanyaan lagi, tiba-tiba dari luar gua berkumandang
suara teguran yang berat, “Toan bok Tou thamcu, kenapa malam ini kau terkecoh? Perlu minta
bantu dari kami dua bersaudara tidak?”
Tertegun Coa Wi-wi sudah mendengar perkataan itu, diam-diam pikirnya dihati, “Aneh, siapa lagi
yang datang? Tampaknya mereka bukan anggota Hian-beng-kauw, tapi kalau di dengar dari
pembicaraan tersebut jelas mereka bukan sahabat kami”
Sementara dia masih melamun, Toan bok See liang sudah menyahut dengan nada dingin, “Tua
bangka Leng hou tak usah mengejek terus, sudah disepakati oleh semua pihak bahwa tiga
perkumpulan besar membentuk perserikatan yang saling bantu membantu, apakah kau hendak
mencari penyakit buat dirimu sendiri….”
Ketika mengucapkan kata-kata tersebut jelas kedengaran napasnya tersengkal-sengkal dan
perkataannya terbata-bata, ini menunjukkan kalau keadaannya sangat bahaya.
Suara berat dan kasar yang kedengaran tadi kembali bersuara, kali ini diiringi gelak tertawa ya
yang menyeramkan.
“Haaaahhh…. haaahh…. haaahhh…. bagaimana pendapatanmu loji?”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
623
“Aku rasa apa yang dikatakan tua bangka Toan bok memang ada tiga bagian yang masuk diakal”
jawab suara lain yang serak-serak basah.
“Perserikatan tiga perkumpulan?” pikir Coa Wi-wi dengan perasaan tercekat, bukankah itu berarti
perserikatan antara perkumpulan Hian-beng-kauw, Kiu-im-kauw serta Mo-kauw? Padahal cita-cita
jiko adalah membasmi hawa sesat dari muka bumi, itu berarti dikemudian hari ia bakal menemui
kesulitan yang jauh lebih. Tapi kalau ditinjau dari keadaannya sekarang, rupanya persekutuan itu
tak bisa berlangsung sebagaimana yang diharapkan….”
Karena tertarik, gadis itu pasang telinga dan memperhatikan pembicaraan tersebut lebih jauh.
Ketika itu suara pertempuran masih kedengaran jelas, itu berarti pertempuran belum mereda.
Tiba-tiba kedengaran To koh berbaju abu-abu itu berseru sambil tertawa dingin.
“Leng hou Ki, Leng hou Yu, kalian Seng sut pay sudah menganiaya murid kesayanganku, hayo
beri keadilan dulu kepadaku!”
“Heeehhh…. heeehhh…. heeehhh….” sang lotoa Leng hou Ki tertawa seram, “sudah dengar
belum loji? Ada orang menagih hutang kepada kita”
Sang loji Leng hou Yu ikut tertawa seram.
“Dengan bekal ilmu yang cetek berani mengembara dalam dunia persilatan, hmm! sekalipun
mampus juga tak perlu menyalahkan orang lain, anggap saja nasibnya yang lagi sebal.
Heeehhh…. heeehhh…. heeehhh….cuma, kalau ingin menuntut keadilan juga boleh, kenapa tidak
kemari saja?”
“Bagus sekali!” teriak To koh berjubah abu-abu itu sambil tertawa seram, “rasain pukulanku
ini….”
Tiba-tiba permainan kaitan kemala serta hud timnya diperkencang, rupanya To koh itu berniat
untuk membinasakan Toan bok See liang lebih dahulu, kemudian baru membereskan dua
bersaudara Leng hou.
Menyaksikan kejadian itu, Leng hou Ki tertawa terbahak-bahak.
“Haahh…. haahh…. haaahhh….loji, kalau kita tidak turun tangan lagi, niscaya Toan bok toa
thamcu akan berpulang ke alam baka”
Berbareng dengan selesainya ucapan itu, terdengar ujung baju tersampok angin, menyusul
kemudian desingan angin pukulan yang amat dahsyat menggelegar di angkasa.
Terkesiap Coa Wi-wi setelah mengetahui bahwa dua bersaudara Leng hou akan turun tangan
bersama, sebab dari suara pembicaraan Leng hou Ki tadi, ia dapat meraba bahwa tenaga dalam
yang dimiliki orang itu teramat sempurna, dengan seorang lawan seorang saja To koh berjubah
abu-abu itu belum tentu menang, apalagi jika kedua orang itu turun tangan bersama….
“Wahai manusia she Leng hou” kedengaran Tokoh berjubah abu-abu itu membentak marah,”
sebetulnya kalian masih punya muka tidak”
Leng hou Yu tertawa terbahak bahak.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
624
“Haahhh…. haahhh…. haahhh….siapa yang tidak tahu kalau kami dua bersaudara selalu turun
tangan bersama, baik untuk menghadapi seorang musuh ataukah harus menghadapi berlaksalaksa
orang prajurit”
Kegusaran yang berkoban didalam dada To koh berjubah abu-abu itu sungguh luar biasa, tapi ia
tak berkutik, maka teriaknya dengan suara lantang.
“Budak dari keluarga Coa, kau sudah mampu mungkin?”
Buru-buru Coa Wi-wi melirik sekejap ke dalam gua, ia liat Goan cing taysu susah memejamkan
matanya lagi, maka diapun menerobos keluar dari dalam gua.
Waktu itu si To koh berjubah abu-abu berada dalam posisi yang berbahaya sekali dibawah
kerubutan dua orang kakek jangkung yang mengenakan juba warnah kuning dengan ikat
pinggang perak berukirkan naga, sedangkan Toan bok See liang sudah mundur ke tepi hutan
sambil mengatur napasnya yang tersengkal-sengkal.
“Manusia-manusia yang tak tabu malu!” bentak nona itu dengan marah.
Bagaikan burung walet yang terbang keluar dari sarangnya, berbareng dengan dilancarkannya
sebuah pukulan, ia menerjang tubuh Long hou Ki.
Bagi jago lihay yang sedang bertarung, panca indera mereka biasanya diletakan di empat arah
delapan penjuru, sejak semula dua bersaudara Leng hou sudah mengetahui kalau ada seorang
nona yang cantiknya bagaikan bidadari sedang menerobos ke luar dari gua.
Sekalipun kecantikan nona itu membuat mereka kagum, namun ilmu meringankan tubuhnya
lebih lebih membuat hatinya tercekat, buru-buru Leng hou Ki melepaskan juga sebuah pukulan
untuk menangkis tibanya ancaman itu.
“Blaaarg….”ketika dua buah telapak tangan saling bertemu, suatu ledakan keras menggelegar di
udara.
Tubuh Coa Wi-wi hanya tersendat sedikit, sebaliknya Leng hou Ki terdesak mundur selangkah, ini
menyebabkan rasa terkejutnya makin menjadi.
Ditatapnya anak gadis itu tajam-tajam, lalu secara tiba-tiba dia membentak, “Lo-ji!”
Secara beruntun Leng hou Yu melepaskan dua buah pukulan yang mendesak mundur To koh
berjubah abu-abu itu, lalu sambil berpaling dia bertanya, “Ada apa?”
Tokoh berjubah abu-abu itu adalah seorang perempuan berwatak angkuh, sikap masa bodoh
yang diperlihatkan musuhnya diartikan sebagai suatu penghinaan baginya, tentu saja ia tak
dapat menawan diri, dalam hati ia menyumpah, “Setan tua, sialan kamu! Rupanya kau pingin
mampus”
Tiba tiba senjata kaitan kemalanya mengeluarkan jurus Jian bong it mo (sisa warna mekar
terhapus musnah), suatu jurus ampuh dari ilmu Pek shia kou hoat (ilmu kaitan awan hijau).
Cahaya hijau gemerlapan menyilaukan mata, tahu-tahu dia sudah mengancam depan dada Leng
hou Yu.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
625
Bersamaan waktunya, senjata Hud tim yang berada ditangan kanannya diputar ke bawah lalu
menyodok jalan darah Ki bun hiat sebelah kiri dari musuhnya itu.
Dua jurus serangan sama-sama merupakan jurus ancaman yang tangguh dan mengerikan,
kendatipun tenaga dalam yang dimiliki Leng hou Yu lebih tinggi daripada musuhnya, tapi dalam
keadaan pandang enteng lawannya, ia toh dibikin kalang kabut juga.
Masih untung dia memiliki tenaga dalam hasil latihan selama enam puluh tahun lebih, dalam
keadaan kritis ia sama sekali tidak panik, sambil menarik napas panjang tubuhnya melompat
mundur ke belakang.
“Breeet….!” luka sih memang tidak, tak urung serangan itu berhasil menyambar dadanya serta
merobek sebagian dari bajunya.
Berhasil dengan serangannya itu, To koh berjubah abu-abu itu menarik kembili senjata kaitan
nya seraya mengejek, “Setan tua, sekarang kau sudah tahu lihaynya diriku bukan?”
Dua orang bersaudara Leng hou adalah manusia-manusia buas yang sudah tersohor namanya,
penghinaan semacam ini belum pernah dialami sepanjang hidupnya, bayangkan saja, mana
mungkin mereka dapat menelan hinaan tersebut dengan begitu saja?
Saking gusarnya mereka tertawa seram. “Bagus! Bagus!” serunya berulang kali.
Ditengah gelak tertawanya yang menyeramkan ia mengangkat lengan kanannya ke atas, lalu
diantara suara gemerutukan yang nyaring, tiba tiba saja lengannya bertambah panjang setengah
depa dari keadaan semula, kemudian selangkah demi selangkah didekatinya To koh berjubah
abu-abu itu….
“Itulah dia ilmu Thong pit mo ciang (Lengan penghubung pukulan iblis)….!” pekik To koh
berjubah abu-abu itu dihatinya.
Kewaspadaan segera dipertingkat, senjata kaitan kemalanya diangkat ke atas dan ia berdiri
dengan mulut membungkam.
“Loji” kembali Leng hou Ki berkata secara tiba-tiba, “sasaran kita berada disini, sekalipun
terdapat masalah yang lebih besarpun, sudah seharusnya kalau kita kesampingkan lebih dahulu”
Semua orang tahu bahwa dua bersaudara Leng hou adalah manusia manusia buas yang tak
kenal perikemanusiaan, sepantasnya setelah niat membalas dendam timbul dihati mereka, tak
mungkin niat tersebut diurungkan ditengah jalan.
Tapi anehnya, setelah Leng hou Yu mendengar perkataan itu, serentak dia menarik kembali
kekuatannya lalu mundur ke samping Leng hou Ki.
“Lotoa, apakah budak itu she Coa?” tanyanya kemudian sambil mengawasi gadis tersebut.
Karena Leng hou Yu membatalkan niatnya untuk melancarkan serangan, diam-diam To koh
berjubah abu-abu itu menghembuskan napas lega, ia sadar bahwa tenaga dalam yang
dimilikinya bukan tandingan dua bersaudara Leng hou, sudah barang tentu diapun tak berani
sembarangan menghadapi mereka….
Tiba-tiba Coa Wi-wi berbisik kepada To koh berjubah abu-aba itu dengan ilmu menyampaikan
suara, “Cianpwe bersediakah kau menjaga mulut masuk gua itu?”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
626
Sekalipun hawa napsu membunuh yang berkobar dihati To koh berjubah abu-abu itu sudah jauh
berkurang, toh tertegun juga dia setelah mendengar tawaran itu.
“Kau tidak takut pinto masuk kedalam gua dan melakukan sesuatu perbuatan yang tidak
menguntungkan terhadap orang yang berada dalam gua?” tanyanya dengan ilmu menyampaikan
suara pula.
“Aku tahu cianpwe adalah gurunya enci Wan, masa engkau tidak memberi muka untuk enci Wan
“Waaah, setelah kena ditebak jitu isi hatiku, aku jadi kurang leluasa untuk turun tangan lagi” Pikir
To koh berbaju abu-abu itu kemudian. Untuk sesaat dia cuma termenung sambil membungkam
diri.
Dengan ilmu menyampaikan suara, kembali Coa Wi-wi berkata, “Cianpwe, kongkongku sedang
membantu jiko Hoa In-liong mengusir racun ular keji dari tubuh nya, kau bersedia membantu dia
bukan?”
Perkataan itu diutarakan dengan nada lembut dan setengah merengek, tanpa sadar To koh
berbaju abu-abu itu mendekati mulut gua.
“Siapa itu kongkongmu? Berapa waktu yang masih dibutuhkan?” tanyanya kemudian dengan
suara dingin.
Coa Wi-wi tahu bahwa permintaannya telah di kabulkan, rasa gelisah yang semula menyeliputi
perasaannya, kinipun menjadi agak gela.
“Kongkongku adalah seorang pendeta, gelarnya adalah Goan cing!” sahutnya kemudian.
Setelah berhenti,ia berkata lagi, “Waktu yang dibutuhkan mungkin antara dua jam”
Belum pernah To koh berjubah abu-abu itu mendengar nama seorang padeei yang
menggunakan gelar Goan cing taysu, tapi dari tenaga dalam yang dimiliki Coa Wi-wi dia tahu
bahwa kongkongnya pasti seorang tokoh persilatan yang berilmu tinggi maka setelah mendengar
perkataan itu dia lantas berjaga-jaga dimulut gua.
“Cianpwe, bolehkah aku tahu siapa namamu.” Coa Wi-wi lagi. Rupanya pertanyaan itu sama
sekali diluar dugaan To koh berjubah abu abu itu, dia tampak tertegun.
“Pinto tidak mempunyai gelar kependetaan” sahutnya setelah merenung sebentar,” aku hanya
seorang Rahib liar”
Setelah berhenti sebentar, ujarnya kembali, “Pusatkan saja semua perhatianmu untuk
menghadapi musuh, kurangi berbicara. Perhatikan baik-baik kedua orang dihadapanmu itu sebab
kedua orang bajingan itu adalah adik seperguan dari Tang Kwik-siu, beberapa macam ilmu
hitamnya tak boleh dianggap terlampau enteng”
Sementara mereka sedang melangsungkan pembicaraan dua bersaudara Leng hou juga sedang
bercakap-cakap dengan ilmu menyampaikan suara.
Untuk sesaat lamanya, suasana jadi bening dan sepi, dibawah sorot sinar rembulan, hanya
kedengaran suara angin yang meng-goyangkan tumbuhan bambu….
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
627
Kalau menghadapi keadaan seperti ini, siapapun tidak akan percaya kalau beberapa menit
sebelumnya disana telah berlangsung suatu pertarungan sengit yang nyaris mengakibatkan
korbannya jiwa.
Tiba-tiba Leng hou Ki berkata kepada Toan bok See liang, “Toan bok See liang, apakah engkau
mengetahui jelas asal usul dari dayang cilik itu?”
Toan bok See liang yang sedang bersemedi sambil menyembuhkan luka yang dideritanya segera
menyahut, “Budak ingusan itu baru muncul sejak sepuluh hari berselang, siapapun tidak tahu
asal usulnya….”
“Aaah…. ngaco belo, omongan yang ngawur!” tukas Leng hou Yu tiba-tiba dengan suara dingin.
Toan bok See liang sebetulnya sudah mendendam kepada dua orang itu lantaran mereka cuma
berpeluk tangan belaka menyaksikan jiwanya terancam ditangan orang, tapi lantaran ia
menyadari bahwa tenaga dalamnya masih kalah setingkat jika dibandingkan mereka, maka
perasaan mendendamnya itu hanya disimpan dalam hati.
Namun, setelah mendengar perkataan yang terakhir ini, rasa bencinya makin menjadi, segera
pikirnya dihati, “Setan tua Leng hou, tak usah berlahak sok! Lihat sana nanti, sampai kapan gaya
tengikmu itu bisa berlangsung! Asal keluarga Hoa telah disisihkan Hmm! Jangan harap pihak
Seng Sut pay bisa bercokol terus dalam dunia!”
Dalam pada itu Leng hou Ki telah bertanya lagi, “Siapakah yang bersembunyi di dalam gua?”
“Hmmm…. hmmm….tentang soal ini lebih baik tanyakan saja secara langsung kepada budak itu”
jawab Toan bok See liang sambil tertawa kering.
Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benaknya ia kembali berpikir, “Jika ditinjau dari cara
dayang itu menjaga gua tersebut secara mati-matian, kebanyakan orang yang berada dalam gua
itu adalah Hoa yang si bocah keparat itu, siapa tahu kalau racuu ular kejinya sudah kambuh dan
kini sedang berbaring didalam gua sambil menantikan saat ajalnya tiba….
hmm, akan kucoba untuk menakut-nakuti setan tua Leng hou itu….”
Tiba-tiba ia berkata kembali, “Siapa tahu kalau didalam gua itu adalah seorang cianpwe dari
dayang tersebut yang sedang melatih ilmu? Heeehhh…. heeebhh…. heeehh….sekalipun kalian
berdua memiliki ilmu silat yang sangat tinggi, belum tentu kehebatan orang itu sanggup kalian
hadapi”
Coa Wi-wi tidak tahu kalau orang itu hanya ngaco belo belaka, berdebar jantungnya setelah
mendengar ucapan itu.
“Masa Toan bok See liang sudah tahu akan rahasia tersebut?” pikirnya.
Dua bersaudara Leng hou adalah gembong-gembong iblis yang sangat berpengalaman, pikiran
mau pun perasaan mereka tajam sekali, cukup hanya sekilas pandangan saja mereka sudah tahu
kalau ucapan dari Toan bok See liang itu bukan benar-benar muncul dari hati sanubari yang
jujur.
Dengan suara yang menyeramkan Leng hou Yu segera berseru, “Hmmm! Kendatipun Hoa Thianhong
yang berada di dalam gua itu, tak mungkin kami dua bersaudara akan merasa jeri!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
628
Buru-buru Leng-hou Ki menengok kedalam gua, tapi sayang meskipun gua itu cetek namun
tertutup oleh tumbuhan bambu yang lebat. To koh berjubah abu-abu itu juga menghadang
dimulut gua, kendatipun tenaga dalamnya cukup sempurna, pemandangan dalam itu tidak
berhasil juga dilihat jelas.
Karena itu, setelah merenung sebentar, serunya ke arah gua dengan disertai tenaga dalam
penuh, “Hei, jago lihay dari manakah yang berada didalam gua….”
Sebenarnya Coa Wi-wi telah memutuskan untuk sebiasanya mengulur waktu, selama dua
bersaudara Leng hou tidak turun tangan lebih dulu, maka diapun akan menanti tanpa reaksi.
Akan tetapi, setelah Leng hou Ki berteriak-teriak dengan pengerahan tenaga dalam yang
sempurna, ini mengakibatkan suaranya begitu nyaring seperti suara genta yang memekikkan
telinga, gadis itu mulai kuatir bila teriakan tadi mengganggu konsentrasi Hoa In- liong.
Dengan cepat diputuskan untuk bertindak lebih dahulu membereskan musuh musuhnya, maka ia
menukas dengan ketus, “Berkaok kaok seperti setaa kelaparan…. hmm, bangsat! Lebih baik
tutup saja bacotmu, di dalam gua tak ada orangnya!”
Setelah babatan kilat dilontarkan untuk membabat pinggang Leng-hou Ki….
Leng hou Ki tertawa seram,
“Heeh…. hheehh…. heehh….budak ingusan, kau terlampau takabur!”
Sejak dipaksa berada diposisi bawah angin oleh gadis itu, dia sudah mulai tak puas dengan
musuhnya, sebab itu dengan menggunakan jurus Hou ing jut kun (Burung belibis muncul
bergerombol) dia melancarkan serangan balasan.
Sebagaimana dihari-hari biasa, dua bersaudara Leng hou selalu turun tangan bersama-sama,
begitu Leng hou ki turun tangan, otomatis Leng hou Yu ikut mengerubuti pula.
Baru pertama kali ini Coa Wi-wi menghadapi musuh dengan tenaga dalam sesempurna ini, begitu
musuh turun tangan bersama, gadis itu mulai merasakan tekanan yang kian lama bertambah
berat.
“Hebat amat kedua orang itu” pikirnya dihati, “radahal Hu yan kiong setingkat dengan mereka
berdua, kenapa tenaga dalam yang dimiliki orang itu begitu tak becus?”
Dua bersaudara Leng hou juga tak kalah kagetnya menghadapi musuh yang masih muda belia
itu, soal jurus serangan jelas memang tangguh dan luar biasa, yang lebih hebat lagi adalah
pancaran tenaga pukulan yang dihasilkan dari sambaran telapak tangannya itu. Demikian tinggi
dan sempurnanya tenaga dalam gadis itu membuat mereka sukar untuk mempercayainya.
“Hebat betul gadis ini” demikian pikirnya, “jangan-jangan dia pernah makan Leng ci atau
sebangsanya, kalau tidak, masa tenaga dalamnya selihay itu?”
Pertarungan berlangsung makin seru, ditengah hembusan angin pukulan yang menderu-deru,
sekejap mata ratusan jurus sudah lewat tanpa terasa.
Sejak pertama pertarungan itu masih berlangsung agak sungkan-sungkan, masing-masing pihak
masih menjajaki kekuatan yang dimiliki lawannya tapi lama-kelamaan, setelah hawa amarah dan
napsu ingin menang semakin berkobar dihari mereka, pertarungan itu meningkat ke suatu
pertarungan yang betul-betul mengerikan.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
629
Hampir segenap kekuatan yang mereka miliki dikerahkan keluar untuk saling menjatuhkan, angin
taupan menderu-deru membuat pasir dan debu beterbangan memenuhi angkasa, keadaan amat
mengerikan.
Makin lama To koh berjubah abu-abu itu mengikuti jalannya pertarungan, semangatnya makin
merosot pula, pikirnya;
“Bukan saja gadis ini memiliki kecantikan bak bidadari dari kahyangan, tenaga dalamnya juga
teramat sempurna, yaaa…. sungguh…. anak Giok sudah pasti tak punya harapan!”
Baru saja menghela napas sedih, tiba-tiba dari kaki bukit nun jauh disana tampak munculnya
belasan sosok boyangan manusia, hatinya tercekat, dia tahu bala bantuan dari Hian-beng-kauw
telah berdatangan.
Gerak tubuh belasan sosok bayangan manusia itu amat cepat seperti hembusan angin, dalam
waktu singkat mereka sudah berada didalam gelanggang.
Sebagai pimpinan rombongan adalah seorang kakek bermata kecil berjenggot panjang, dia bukan
lain adalah Beng Wi-cian, Thamcu ruang Thian ki dalam perkumpulan Hian-beng-kauw,
dibeiakangnya adalah empat orang Ciu Hoa yang mengenakan pakaian berwarna hijau pupus,
sedang dipaling akhir adalah delapan orang kakek berbaju hitam.
Begitu tiba digelanggang, perhatian Beng Wi-cian segera terhisap oleh jalannya pertarungan
antara Coa Wi-wi melawan dua bersaudara Leng hou.
Hembusan angin pukulan menderu-deru, pasir debu beterbangan, ibaratnya gelombang dahsyat
ditengah samudra yang mengocok air laut, suasana pada waktu itu sangat mengerikan,
“Saudara Beng!” tiba-tiba Toan bok See liang menyapa.
Beng Wi-cian berpaling, melihat noda darah membasahi ujung bibirnya, lengan kiri terkulai lemah
dan senjata Tiam hiat pit nya tinggal sebatang hnigga keadaannya tampak mengenaskan,
dengan kaget dia lantas memburu ke depan.
“Saudara Toan bok, kenapa kau….” serunya.
Tapi perkataan itu segera terhenti sampai ditengah jalan, ia melirik sekejap ke arah Coa Wi-wi
dan segera dipahami apa gerangan yang sebenarnya telah terjadi.
Toan bok See liang tertawa getir, menanti Beng Wi-cian dan rombongan teLih menghampirinya,
ia baru bertanya dengan suara lirih, “Bukankah kaucu sudah datang? Sekarang dia ada dimana?”
“Suhu sedang mempersiapkan pembukaan upacara peresmian esok pagi” jawab Ciu Hoa lotoa
dengan cepat, “sekarang ia berada di markas besar!”
“Apa yang menyebabkan timbulnya pertarungan ini?” tanya Beng Wi-cian pula dengan dahi
berkerut.
Toan bok See liang memandang sekejap To koh berbaju abu-abu yang berada belasan kaki
dimulut gua itu, lalu sahutnya, “Ketika aku lewat disini, kebetulan kusaksikan dayang cilik itu
sedang bertarung melawan Siok bi….”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
630
Sejak muncul disitu, oleh karena ditengah gelanggang sedang berlangsung pertarungan yang
seru, dan lagi To koh berjubah abu-abu itu berdiri membelakangi sinar rembulan tanpa bergerak
ataupun berbicara, maka Beng Wi-cian tidak menaruh perhatian kepadanya, tapi kini mengikuti
sinar mata Toan bok See liang ia berpaling ke mulut gua dan baru tahu kalau disitu berdiri
seseorang.
Sambil berseru tertahan, serunya dengan nada tercengang, “Oooh….jadi dia pun sudah masuk ke
daratan Tionggoan?”
“Perselisihan sudah terbuka!” kata Toan bok See liang sambil menggigit bibir, bila berjumpa lagi
di kemudian hari, kita bunuh bangsat itu dengan cara apapun”
“Aku kuatir kurang begitu baik kata Beng Wi-cian dengan alis mata berkernyat, dia….”
Tiba-tiba To koh berjubah abu-abu itu berkata, “Wahai Beng Wi-cian, apa yang sedang kau
kasak-kusukkan dengan Toan bok si setan tua itu?”
Meskipun tenaga dalam yang dimilikinya cukup sempurna, namun lantaran deruan angin pukulan
memekikkan telinga ditengah gelanggang, maka apa yang mereka bicarakan tak dapat terdengar
de ngan jelas.
Beng Wi-cian tertawa terbahak-bahak, dari tempat kejauhan ia menjura dan memberi hormat,
katanya, “Sudah puluhan tahun lamanya kita tak pernah bersua, sungguh tak nyana kecantikan
Go hujin masih juga seperti sedia kala….”
Dengan alis mata berkernyit To koh berjubah abu-abu itu segera menukas dengan dingin,
“Sudah lama pinto menjauhkan diri dari keramaian keduniawian, panggilan tersebut lebih baik
cepat-cepatlah kau tarik kembali”
Setelah berhenti sejenak, dengan sedikit mencemooh ia berkata lebih lanjut!”
“Kini engkau sudah mendapat kedudukan yang sangat tinggi, apalagi sebagai seorang Thamcu
dari suatu perkumpulan besar, aku jadi kagum sekali sebab ternyata engkau masih belum
melupakan diriku”
Paras muka Beng Wi-cian berubah hebat cuma sebagai seorang manusia yang berakal panjang
dan matang dalam pengalaman, ia dapat meuguasahi diri dengan cepat.
Hanya sebentar saja paras mukanya sudah putih kembali seperti sediakala, kepada Toan bok See
liang ujarnya, “Aku lihat Thia Siok bi berjaga-jaga dimulut gua, apakah dibalik gua itu ada hal-hal
yang tidak beres?”
“Aku sendiri kurang begitu tahu” jawab Toan bok See liang.
Tapi setelah berpikir sebentar, katanya pula, “Mungkin Hoa Yang si bocah keparat yang berada
didalam gua tersebut!”
Begitu menyinggung soal Hoa In-liong serentak, kawan Ciau Hoa jadi naik darah.
Dengan perasaan penuh dendam Ciu Hoa long berkata, “Keponakan minta diberi perintah untuk
memeriksa isi gua tersebut!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
631
“Jangan!” Toan bok See liang gelengkan kepalanya berulang kali.” tenaga dalam yang dimiliki
Thia Siok bi sangat tinggi, engkau masih ketinggalan jauh bila dibandingkan dirinya”
Beng Wi-cian menyapu sekejap sekeliling gelanggang, kemudian bisiknya lirih, “Aku rasa lebih
baik biarkan dua bersaudara Leng hou bertarung lebih dulu dengan budak tersebut, tentu saja
lebih baik lagi kalau kedua duanya terluka parah”
Sekalipun tiga perkumpulan berkaok-kaok menyatakan telah membentuk perserikatan, padahal
mereka tak ada yang sudi tolong menolong apalagi bantu membantu, otomatis perserikatan
hanya berlangsung di bibir belaka tanpa adanya suatu kenyataan.
Tiba-tiba Leng hou Ki yang sedang bertarung berteriak keras, “Wahai budak ingusan, apakah Coa
Goan hou adalah bapakmu?”
Rupanya dua bersaudara Leng hou merasa kehilangan muka setelah sekian lamanya bertarung
tanpa berhasil menundukkan Coa Wi-wi, padahal berada didepan mata sekian banyak jago-jago
Hian-beng-kauw. Untunglah mereka memang cerdik dan banyak tipu muslihatnya, setelah
berpikir sebentar segera ditemukan suatu cara yang baik untuk mengatasi keadaan itu.
Betul juga, Coa Wi-wi segera merasakan hatinya bergetar keras, pikirnya keheranan, “Sungguh
mencengangkan, darimana mereka bisa tahu akan hal ini?”
Sementara itu, dua bersaudara Leng hou telah mengeluarkan ilmu pukulan Le sim toh si ciang
hoat untuk mengimbangi permainan Yu sin ci lek suatu ilmu jari yang telah dipergunakan lebih
dahulu.
Seenteng burung walet, Coa Wi-wi berkelebat kesana kemari menghindarkan diri dari totokan jari
Leng hou Yu, kemudian sebuah pukulan dilepaskan ke arah Leng hou Ki seraya bentaknya,
“Kamu tak usah banyak bicara!”
Leng hou Yu menyusul maju ke muka, sambil melepaskan juga sebuah pukulan dahsyat ke
punggung Coa Wi-wi, serunya lantang, “Kalau benar, masih banyak persoalan yang perlu
dibicarakan, kalau bukan yaa sudahlah”
Coa Wi-wi segera berpikir, “Sudah banyak tahun ayahku lenyap tak ada kabar beritanya, kenapa
tidak kugunakan kesempatan yang sangat baik ini untuk mendapatkan sedikit kabar tentang
dirinya?”
Berpendapat demikian, sambil putar badan melepaskan sebuah pukulan, dia berseru, “Cepat
katakan!”
Leng hou Ki mengegos ke samping menghindarkan diri dari ancaman itu, lalu tertawa tergelak.
“Budak ingusan, jawab dulu benar atau tidak?” Coa Wi-wi termenung dan berpikir beberapa saat
lamanya, ia merasa bahwa kesempatan sebaik itu tak boleh dilewatkan dengan begitu saja, maka
katanya, “Kalau benar lantas kenapa?”
Leng hou Ki mendengus dingin.
“Hmmm….belasan tahun berselang, perkumpulan kami berhasil menangkap seorang laki-laki
setengah baya yang bernama Coa Goan hou….
Kontan Coa Wi-wi mencibirkan bibirnya setelah mendengar perkataan itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar