Senin, 05 Oktober 2009

3 maha 10

Oleh karenanya baru saja bertemu muka dan pertarungan belum sempat dilangsungkan, ia

sudah dibuat keder setengah mati, justru karena keadaannya itu maka diantara sepuluh bagian

tenaga murninya ada tujuh bagian tak mampu digunakan

Sekarang terhisap pula oleh sesuatu kekuatan yang besar hingga membuat tubuh tertarik

kembali kebelakang, hatinya jadi gugup dan sangat gelisah, untuk beberapa saat dia tak tahu

apa yang musti dilakukan.

Padahal kalau pada hari-hari biasa, aaal dia goyangkan badan dan mencelat ke arah samping,

maka dengan sangat mudah dia akan terlepas dari pengaruh tenaga hisapan tersebut.

Dasar nyalinya sudah pecah, bukan saja ia kuatir kalau Hoa Thian bong menambahi dengan

sebuah pukulan lagi, diapun sangat kuatir kalau sampai tercebur kembali kedalam sungai

sehingga disergap oleh kawanan pasukan katak dari pihak Kiu-im-kauw.

Dalam gugupnya ia banya bisa meronta dan celinggukan dengan kebingungan, tiada suatu reaksi

apapun yang dilakukan olehnya.

Menanti tubuhnya sudah mencapai kembali permukaan geladak, tahu-tahu ia sudah berdiri

menghadap ke arah sungai dengan punggung persis didepan Hoa Thian-hong.

Kalau waktu itu Hoa Thian-hong berhasrat untuk merampas kembali pedang bajanya, maka hal

itu bisa dilakukannya denpan sangat gampang.

Namun si anak muda itu bukan seorang pemuda yang suka mengingkari janji sendiri, ia merasa

tindakannya kurang gentlemen jika barang yang telah diberikan kepada orang lain harus

dirampas kembali dengan kekerasan.

Akhirnya dia menghela napas dan sama sekali tidak menyentuh pedang baja tersebut barang

sebentarpun.

Menyaksikan kejadian itu Kiu-im Kaucu segera tertawa terbahak-bahak.

“Haaah…. haah…. haah…. Hoa Thian-hong!” serunya, “tampaknya kolong langit akan jatuh

ketanganmu dan diperintah oleh kalian utusan khusus dari keluarga!”

Ucapan itu bernada tajam, tanpa sadar Pek Kun-gie membayangkan kembali kata-kata itu dan

menghubungkan kata utusan khusus dari keluarga itu menjadi ‘Urusan khusus dari suami yang

telah berkeluarga’ matanya langsung jadi merah dan tak tahan lagi gadis ini ingin menangis

sejadi-jadinya.

Namun akhirnya hanya titik air mata yang jatuh berlinang membasahi pipinya, dengan suara

ketus ujarnya kepada Kiu-im Kaucu, “Huuuh….! Engkau membawa senjata toya kepala setanmu,

sedang pedang baja kami telah diambil oleh seorang manusia yang tak tahu malu, anak buahmu

banyak tak terhitung sedang kami cuma berdua…. Hmmm! Aku lihat mulai hari ini semua

enghiong diseantero jagat akan tunduk dibawah perintahmu seorang”

Paras muka Pia Leng-cu berubah hebat ketika mendengar dirinya dimaki sebagai seorang

manusia yang tak tahu malu, bibirnya sudah bergerak siap memaki.

Agaknya Hoa Thian-hong telah menduga sampai kesitu, baru saja dia menggerakkan bibirnya,

dengan pandangan dingin diliriknya imam itu sekejap.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

412

Pia Leng-cu seketika merasa hatinya malu bukan kepalang, cepat ia tutup mulutnya kembali dan

tundukkan kepala.

Jilid 21

SEMENTARA itu dengan pandangan mata yang tajam Kiu-im Kaucu telah mengamati Pek Kun-gie

dari atas sampai kebawah, memandang kecantikan wajahnya yang mempesonakan hati

ditambah pula kemanjaan dan kelincahannya, timbul rasa tertarik pada dara ini.

Dia lantas berpaling ke arah Yu beng tiam cu yang berdiri disisinya dan berkata setengah bisik,

Coba lihat, gadis itu cantik jelita, umur nya masih muda, diapun belum dibikin rusak oleh

kebiasaan-kebiasaan buruk dari dunia persi latan, aku jadi ingin sekali untuk menerimanya

sebagai muridku.

Mendengar ucapan ketuanya, Tham cu istana neraka tertawa lirih, jawabnya dengan cepat,

“Kalau memang begitu, kita bekuk saja gadis itu dalam keadaan hidup-hidup!”

Kiu ini kaucu segera menggeleng.

“Aku tidak ingin memperolehnya dengan cara kekerasan, apalagi main rampas, yang paling

kuutamakan adalah ketulusan hati serta kesetiaan hatinya!”

“Kalau begitu kita loloh saja dia dengan secawan obat pemabuk sehingga daya ingatannya

hilang.”

Kembali Kiu-im Kaucu menggeleng.

“Gadis itu sangat agung dan berwibawa kecuali cantiknya seperti bidadari dari kahyangan, baik

budi maupun perasaan hati nya amat kukagumi sekali, kalau kita hilangkan perasaanya itu

dengan obat, bukankah yang kuperoleh cuma kerangka tubuhnya belaka? Aku toh hendak

menjadikan dirinya sebagai pewaris ilmu silatku, jangan sampai watak maupun perasaan hatinya

dimatikan dengan begitu saja”

“Wah, kalau memang begitu, hamba sendiripun jadi tak tahu apa yang musti dilakukan!”

Pembicaraan tersebut dilakukan dengan sangat lirih, karena itu kecuali mereka berdua, tak ada

yang mendengar.

Sementara perahu yang dalang dari kiri dan kanan sudah makin mendekat, akhirnya sisi perahu

mereka saling menyentuh dan berdempetan.

Kiu-im Kaucu segera enjotkan badan dan melayang keatas perahu dari Hoa Thian-hong, sambil

mengetuk lantai geladak dengan toya kepala setannya, ia berseru ketus, “Pia Leng-cu, untuk

terakhir kalinya kuperingatkan kepadamu, serahkan pedang baja dan pedang emas itu kepadaku,

kemudian menggabungkan diri dengan Kiu-im-kauw kami, sebelum kuambil tindakan yang lebih

tegas, aku harap enpkau suka memberikan jawaban yang tegas!”

Pia Leng-cu tidak menjawab, dalam hati pikirnya, “Kalau kupersembahkan pedang baja dan

pedang emas itu kepadanya, kemudian menyerahkan diri kepada Kiu-im Kaucu, itu berarti

sepanjang hidupku tiada harapan lagi bagiku untuk tampil didepan masyarakat si luman ini,

sudah pasti jiwaku terancam…. aiiih, bagaimana baiknya sekarang ini?”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

413

Otaknya diperas untuk memecahkan persoalan itu, akhirnya ia merasa tak rela untuk menyerah

kalah dengan begitu saja, timbullah satu ingatan jahat dalam benaknya, ia hendak mengikat Hoa

Thian-hong lebih dahulu kemudian akan suruh pemuda itu melindungi keselamatan jiwanya.

Berpikir sampai disini, tanpa banyak bicara lagi ia cabut keluar pedang baja itu dan segera

diserahkan kembali ketangan Hoa Thian-hong.

Pemuda itu agak tertegun oleh tindakan Pia Leng-cu yang sangat sekali tak terduga ini, tepi

cepat ia menerimanya dan disisipkan dibalik ikat pinggangnya, kemudian barulah dia berpaling ke

arah Kiu-im Kaucu dan berkata sambil tertawa, “waah…. kalau begini ceritanya, kaucu bakal

menemui banyak kesulitan lagi untuk mendapatkan pedang ini!”

Rupanya Pek Kun-gie menduga kalau Kiu-im Kaucu bakalan turun tangan, cepat dia loncat kesisi

Hoa Thian-hong dan siap siaga menghadapi segala kemungkinan dangan pedang lemas

terhunus.

Sekali lagi Kiu-im Kaucu mengamati dara muda itu dengan pandangan mata yang tajam, dia

awasi dari atas kepala Pek Kun-gie hingga ke ujung kakinya, makin dipandang hatinya terasa

makin tertarik, apalagi oleh kecantikan wajahnya yang mempesonakan hati.

Tak tahan lagi sambil tertawa ujarnya dengan lembut, “Pek Kun-gie, untuk kesekian kalinya

kuulangi kembali tawaranku, bersediakah engkau menjadi muridku dan mempelajari seluruh ilmu

silat yang kumiliki?”

“Hmm! Pek Kun-gie mendengus dingin, untuk kalahkan kami saja tak mampu, kenapa aku musti

menjadi muridmu? Huuh…. suatu lelucon yang tak lucu!”

Kiu-im Kaucu tertawa lirih.

“Kami?” serunya, “engkau maksudkan Hoa Thian-hong? Memangnya aku lebih lemah kalau

dibandingkan dengan dirinya?”

“Sekalipun tidak begitu, diapun tidak jauh lebih lemah dari pada dirimu, daripada menjadi

muridmu apa salahnya kalau aku berlatih dari dirinya….?”

Sekali lagi Kiu-im Kaucu tertawa mengikik.

“Tapi, dia toh sudah….”

Sebenarnya dia hendak mengatakan, “dia toh sudah beristri, memangnya engkau dapat hidup

sepanjang masa dengan dia?”

Ketika ucapan tersebutt sudah mencapai ujung bibirrya, tiba-tiba ia merasa tak tega, ia kuatir

ucapan tersebut menyinggung perasaan halus dari gadis itu, maka setelah kata-kata tadi

mencapai ujung bibirnya, cepat ia batalkan niatnya dan menelan kembali ucapan yang tak

sempat diutarakan itu.

Perlu diketahui, semakin tinggi ilmu silat yang dimiliki seseorang, semakin serius dia pandang

perlunya seorang pewaris, sebab kalau kepandaian silat yang lihay itu sampai musnah karena

tidak di wariskan kepada murid pandai, maka nama besar maupun ilmu kepandaiannya akan ikut

masuk liang kubur bersama kematiannya.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

414

Keadaan tersebut tak jauh bedanya dengan seorang keluarga ilyader, sekalipun dia kaya, dia

punya harta kekayaan setinggi gu nung, namun jika dia tak punya keturunan maka bila sang

milyuner itu mati, jatuh ke tangan siapakah harta kekayaannya itu dia tak akan tahu.

Oleh karena itulah, makin kaya seseorang makin besar keinginannya punya keturunan malahan

anak tak cukup dia akan cepat-cepat berharap datangnya seorang cucu.

Lain halnya dengan orang miskin, sekalipun tidak punya keturunan mereka tak akan jadi risau,

toh kalau mati tidak ada harta kekayaaan yang musti dibingungkan.

Nah, begitu pula keadaannya dengan orang yang belajar silat, makin tinggi ilmu silatnya semakin

panik dia mencari pewaris.

Kiu-im Kaucu walaupun lihay dia tetap seorang manusia, sebagai manusia dengan sendirinya

diapun tak luput dari watak egois yaitu mementingkan diri sendiri,

Selain dia menginginkan seorang pewaris yang dapat menguasai semua ilmu silatnya diapun

berharap agar tahtanya sebagai ketua perkumpulan Kiu-im-kauw bisa terjatuh pula ketangan

muridnya, dengan begitu iapun tak usah risau atau kuatir bila kedudukan yang tinggi itu terjatuh

ketangan orang lain.

Selain itu Pek Kun-gie adalah seorang gadis yang amat cantik, benar-benar cantik jelita, makin

dipandang makin mempersonakan, makin dilihat makin kesemsem, membuat siapapun yang

sudah menaruh perhatian kepadanya segan untuk alihkan perhatiannya lagi.

Bagi Hoa Thian-hong pribadi, ia belum pernah mengamati wajah Pek Kun-gie dengan seksama,

jangankan dara itu bahkan istrinya sendiri Chin Wan-hong pun tak pernah diamati dengan

seksama, tentu saja anak muda itu tak dapat menemukan dimana letak daya tarik dari dara itu.

Sudah tentu kaum wanita jauh lebih cermat memandang kaumnya sendiri dari pada seorang

lelaki mengamati seorang wanita, sekalipun paras muka Kiu-im Kaucu tidak terlalu cantik namun

dia sendiripun bukan termasuk seorang dari tipe jelek, walau begitu terhadap kecantikan Pek

Kun-gie ia sama sekali tidak menaruh rasa iri atau cemburu.

Tujuan dari Kiu-im Kaucu hanya ingin menerima dirinya sebagai murid, maka gadis itu diamati

dengan seksama siapa tahu makin dilihat makin kesemgem, ia merasa kecantikan dan kebagusan

dara itu ibaratnya sekuntum bunga mawar yang indah, kalau tidak dipandang masih mendingan,

makin di pandang orang akan makin tertawan, sehing ta akhirnya timbullah keinginan untuk

memetiknya.

Rasa heran dan tak habis mengerti terlintas dalam benak Hoa Thian-hong ketika dilihatnya

perempuan itu menggawasi sekujur badan Pek Kun-gie dengan liar, dalam hati pikirnya

“Aneh benar perempuan itu, jangan-jangan ia termasuk perempuan bangsa lesbian. Hiih! Lebih

baik dijauhi saja”

Karena pendapatnya itu, cepat-cepat dia tarik Pei Kun Gie kesamping tubuhnya dan berbisik,

“Berdiri sajalah disamping situ, sebelum ada perintah dariku jangan turun tangan secara

sembarangan.”

Kiu-im Kaucu dapat menyaksikan pula semua gerak-gerik dari sepasang muda mudi ini, dalam

hati diapun berpikir.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

415

“Sudah terang bocah ini amat mencintai Pek Kun-gie, waah! Kalau begini terus keadaannya,

sudah pasti disuatu hari ia akan mengawini perempuan ini. Heeeh…. heeeh…. heeehh…. kalau

mulai sekarang aku berhasil menarik budak itu kedalam perkumpulanku, siapa tahu kalau bocah

itupun akhirnya akan bergabung pala dengan Kiu-im-kauw??”

Berpikir sampai disitu, dia lantas tertawa tergelak dan berkata, “Hoa Thian-hong, tunggu sajalah

disamping situ, aku hendak melangsungkan suatu pertarungan yang sejujurnya dengan kau, agar

kamu dapat mengaku kalah dengan hati puas.”

Bicara sampai disitu, dengan langkah lebar ia lantas menghampiri Pia Leng-cu.

“Eeh…. engkau terhitung seorang enghiong atau bukan?” bentak Pia Leng-cu dengan gusar.

Kiu-im Kaucu tertawa sinis.

“Huuhh….! Kalau seorang kuucu, seorang lelaki sejati, mungkin saja taktik itu akan

mendatangkan hasil, sayang aku bukan seorang manusia sejati, tidak doyan aku dengan

permainan macam itu.”

Tiba-tiba toya kepala setannya diayun kedepan dengan jurus Tay san ya leng (Bukit Tay san

menindihi kepala) dan langsung menghajar batok kepala lawan.

Serangan itu dilancarkan dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat, bergidik hati Pia Leng-cu

menghadapi ancaman itu, dalam gugup dan gelisahnya, cepat-cepat dia kerahkan segenap

kemampuan yang dimilikinya untuk meluncur ke arah samping.

Kiu-im Kaucu tertawa dingin, telapak tangannya diayun kedepan melepaskan sebuah pukulan

udara kosong ke arah imam tua itu.

Pia Leng-cu masih berada diudara ketika serangan tersebut menyambar tiba, betapa

terperanjatnya imam tua itu ketika merasakan datangnya terjangan yang maha ampuh itu, dalam

keadaan begitu terpaksa dia lepaskan pula sebuah pukulan untuk menangkis ancaman tadi.

Ketika dua gulung angin pukulan saling membentur satu sama lainnya, Pia Leng-cu mendengus

tertahan, sesudah muntah darah segar dia terkulai ditanah dalam keadaan tak sadarkan diri.

Keadaan dari Pia Leng-cu waktu itu boleh dikata sudah terlampau payah, pertama hawa

murninya aidah amat minin, kedua tubuhnya masih berada ditangah udara, serangan balasan

yang ia lepaskan dalam keadaan gugup itu sama sekali tak mengandung tenaga sampai sebesar

lima bagian, tentu saja pukulan seperti itu tak mungkin bisa menandingi kelihayan lawannya.

Dalam keadaan tak sadarkan diri, tubuhnya terjerumus kedalam sungai, untung anak buah Kiuim-

kauw masih siap disekitar sana, badannya segera disambar dan terus dilemparkan kembali

keatas geladak perahu.

Dalam pada itu, ketiga buah perahu itu sudah berantai kembali menjadi satu, pasukan katak

yang masih berada dalam air sama-sama loncat naik keatas perahu, sementara kursi kebesaran

dari Kiu-im Kaucupun telah diangkut keatas perahu itu.

Setelab duduk, ketua dari Kiu-im-kauw itu berkata, “Le tiamcu! tua bangka hidung kerbau itu

amat licik dan terlalu banyak akal busuknya, menurut pendapatku, untuk mendapatkan pedang

emas tersebut terpaksa kita harus beri suatu peringatan diatas tubuhnya!”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

416

Tiamcu dari ruang siksaan bernama Le Kiu gi, mendengar peringatan tersebut ia segera

bungkukkan badan memberi hormat dan menjawab, “Hamba akan turus tangan sendiri untuk

bereskan tua bangka hidung kerbau ini, maksud kaucu apakah dia masih diberi kesempatan

untuk hidup….”

“Orang ini tak bisa digunakan lagi, di musnahkan saja!” tukas Kiu-im Kaucu sambil ulapakan

tangannya.

Dengan sangat hormat Le Kiu gi ia segera menghampiri imam tua itu dan menotok jalan darah

kakunya setelah itu diapun menepuk sebuah jalan darah diatas punggung nya.

Pia Leng-cu menghembuskan napas panjang, perlahan-lahan ia tersadar kembali dari

pingsannya.

Pek Kun-gie mengawasi terus gerak-gerik dari orang she Le itu, dari semua perbuatannya yang

cekatan, ia lantas berbisik kesisi telinga Hoa Thian-hong, “Orang ini adalah seorang penjagal, dia

hidup dengan menjagali manusia, aku amat kenal dengan tabiat manusia seperti ini sebab dalam

perkumpulan Sin-kie-pang kami pun terdapat manusia sebangsa ini”

Hoa Thian-hong tidak memberi tanggapan, dia malah berbisik dengan ilmu menyampaikan suara,

“Setelah masalah itu selesai, maka tibalah giliran kita untuk mendapat kesulitan, sebentar akan

kuusahakan suatu akal untuk mengirim kau naik kertas daratan lebih dahulu”

“Tidak! aku tidak mau! jerit Pek Kun-gie sambil goyangkan kepalanya berulang kali.

“Kalau engkau tidak pergi lebih dahulu, bagaimana mungkin aku bisa meloloskan diri? Hoa Thianhong

pura-pura marah.

Pek Kun-gie menggigit bibirnya kencang-kencang, dengan air mata bercucuran sahutnya

setengah terisak, “Aku ingin berada disampingmu, kalau harus mati aku ingin mati disisimu!”

“Aku tak ingin mampus, aku tak ingin mati konyol, aku ingin hidup segar bugar!” tukas sang

pemuda dengan muka keras.

Akhirnya dengan sedih Pek Kun-gie mengangguk.

“Baiklah…. aku akan menuruti perkataanmu, bagaimanapun juga…. tiba-tiba ia berhenti dan

tidak melanjutkan kembali kata-katanya.

Sementara dua orang itu masih berkemak kemik bicara sendiri, Le Kiu gi telah selesai

menggeledah seluruh badan Pia Leng-cu, apa yang diduga ternyata tidak meleset, pedang emas

benar-benar tidak berada dalam sakunya, walau begitu tiamcu dari tuang siksa inipun tidak

terlalu terburu nafsu untuk menanyainya.

Sarung pedang dari Boan liong po kiam ia lepas dari punggang sang imam kemudian diperiksa

pula dengan seksama, tapi sarung itu kosong dan tak ada sesuatu bendapun yang ada

didalamnya maka sarung tadi diserahkan kepala sang dara yang memegang pedang pusaka itu.

Kemudian barulah dia berkata kepada Pia Leng-cu.

“Bertindaklah bijaksana, serahkan pedang emas itu kepada kami, daripada engkau musti

mengalami siksaan badaniah yang terlalu berat!”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

417

Pia Leng-cu termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, ia tahu dalam keadaan begini tak

mungkin kalau ia tidak bicara, dengan suara dingin segera jawabnya, “Pedang itu aku simpan

dalam sebuah ruang rahasia di kuil It goan koan yang ada dikota Cho ciu!”

Le Kiu gi mengangguk, rupanya dia percaya dengan pengakuan itu, dari sakunya dia ambil keluar

sebatang jarum Cu bun toh kut teng (paku penebus tulang yang tampak pagi tak kelihatan sore)

lalu mencekeram tangan kanan Pia Leng-cu dan tanpa mengucapkan sepatah katapun

menancapkan paku tadi kedalam ibu jari sang imam tua tersebut.

Rasa sakit yang tak terhingga membuat Pia Leng-cu memperdengarkan suatu jeritan lengking

yang menyayatkan hati, jeritan itu begitu keras hingga menggema diseluruh angkasa, membuat

siapapun yang mendengarkan ikut merasakan bulu kuduknya pada bangun berdiri.

Menyaksikan kesemuanya itu Hoa Thian-hong berpikir didalam hati.

“Imam tua itu memang pantas mampus, tapi tidak semestinya disiksa secara begitu keji!”

Berpikir sampai disitu dengan muka penuh kemarahan ia segera melangkah maju kadepan.

Pek Kun-gie bukan gadis yang bodoh, dari tingkah laku sang anak muda tentu saja ia tahu apa

yaeg hendak dia lakukan, cepat dia memburu kemuka dan menghalangi jalan perginya.

Ini disebabkan, pertama ia sudah terbiasa menyaksikan kejadian seperti ini, kedua ia tak rela

kalau Hoa Thian-hong mencari gara- gara yang mengakibatkan menyusahkan diri sendiri dan

ketiga ia sangat membenci Pia Leng-cu, maka sedapat mungkin ia menghalangi niat Hoa Thianhong

untuk memberikan bantuannya.

“Siluman hidung kerbau itu sudah kenyang menganiaya kita, pantaslah kalau dia terima ganjaran

hidup…. Thian-hong! Jangan kau campuri urusannya!” bisik dara itu dengan lirih.

Hoa Thian-hong segera berpikir, “Imam tua itu toh sudah menjadi tawanan orang, aku menang

tak berhak untuk mencampuri urusan ini, toh mencampuri juga tak ada gunanya, memang aku

sanggup untuk membebaskan imam tua itu?”

Akhirnya ia menghela napas panjang dan berjalan menuju ke belakang buritan, dia tidak ingin

menyaksikan perbuatan kotor yang tak berperi kemanusiaan itu.

Melihat anak muda itu menuju kebelakang, Pek Kun-gie segera menyusul pula dibelakangnya.

Paku penembus talang Cu bun toh kut teng dari Le Kiu gi panjangnya cuma satu cun, namun

bentuknya aneh dan seperti gergaji, diatasnya telah dipolesi dengan sejenis racun keji yang

mempunyai kekuatan pembusukan yang amat dahsyat.

Bila paku Cu bun toh kut teng itu ditancapkan ke tubuh seseorang, maka korbannya akan

merasakan suatu penderitaan dan suatu siksaan yang luar biasa hebatnya, kendati pun seorang

pria sejati yang bertulang besi otot kawat, tak urung akan menjerit ngeri pula.

Bisa dibayangkan betapa sakitnya ketika raku beracun itu ditancapkan diujung ibu jari, suatu

bagian sensitip yang bisa menim bulkan rasa sakit beratus-ratus kali lebih hebat.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

418

Sementara itu Pia Leng-cu sudah menggigit keras saking sakitnya, peluh dingin membasahi

seluruh tubuhnya, mukanya pucat pasi, sorot matanya buram, keadaan dari imam tua ini sangat

mengenaskan sekali.

Sebaliknya sikap Le Kiu gi amat santai, seolah-olah sama sekali tidak terjadi suatu apapun,

perlahan ia merogoh kedalam sakunya dan ambil keluar paku Cu bun toh kut teng yang kedua

kemudian mencekeram pula jari telunjuk tangan kanan imam tua itu, paku tersebut siap

ditancapkan pula kesana….

Kali ini Pia Leng-cu benar-benar merasa ketakutan setengah mati, sukmanya serasa melayang

tinggalkan raga, cepat dia berteriak keras, “Pedang emas itu ada didalam kota Lok yang,

percayalah dengan pengakuan ini, aku mengaku dengan sejujurnya, berilah kematian yang lebih

cepat kepadaku.

Le Kiu gi tertawa dingin.

“Heeehh…. heeehh…. heeehh…. luas kota Lok yang mencapai ratusan li persegi, sedang pedang

emas itu sangat kecil bentuknya, siapa tahu engkau sembunyikan disudut yang mana?”

Keringat sebesar kacang kedelai telah mengucur keluar bagaikan hujan deras, dengan nada

setengah merengek katanya, Pedang emas itu ada diatas loteng sebuah rumah obat, rumah obat

itu berada didepan penginapan Ciat seng, aku bersedia menghantar kalian kesana untuk

mengambil pedang emas itu, aku mohon berilah kematian yang cepat kepadaku.

Le Kiu gi mendengus sinis.

“Hmmm! Itupun musti dilihat dulu apakah pedang emas itu asli atau palsu, bila barang palsu,

Heeehh…. heeehh…. heeehh…. aku masih harus banyak bertanya kepadamu!”

Bicara sampai disini, sorot matanya segera dialihkan ke arah Kiu-im Kaucu guna minta

pertimbangan.

Kiu-im Kaucu termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, tiba- tiba ia menengadah sambil

berseru, “Hoa Thian-hong!”

Anak muda itu maju menghampiri sambil bertanya, “Kaucu ada petunjuk apa lagi?”

Kiu-im Kaucu tertawa angkuh, sambil menatap lawannya dia mengejek dengan suara nyaring,

“Engkau dapat menilai sendiri bukan atas situasi yang terbentang dibadapanmn? Nah, apa yang

hendak kau lakukan?”

Hoa Thian-hong tertawa.

“Aku bukannya sengaja memanaskan hatimu, tapi berbicara sesungguhnya baik berduel satu

lawan satu, beradu dengan tangan kosong atau senjata, baik tarung diperahu atau dalam air

belum tentu kaucu sanggup mengungguli diriku, tentu saja kalau engkau kerahkan segenap

kekuatanmu yang tersedia sekarang, aku mengakui bukan tandingan, cuma….”

“Cuma untuk mencabut nyawamu maka aku harus membayar dengan sesuatu pengorbanan yang

sangat besar, bukan begitu maksudmu? sambung Kiu-im Kaucu sambil tertawa dingin.

Hoa Thian-hong tersenyum.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

419

“Berbicara sesungguhnya kalau engkau main kerubut terpaksa akupun akan kerahkan segenap

kemampuan yang kumiliki untuk memberi perlayanan sebaik-baiknya dan tanggung….”

“Tanggung bagaimana? bentak Kiu-im Kaucu.

“Bukannya aku sengaja omong besar dan menyombongkan diri jika aku sudah mulai tutun

tangan dengan pertaruhan selembar jiwaku, maka kecuali kaucu seorang, kematian yang

berjatuhan dari pihak anak buah mu akan banyak sekali susah dihitung, bila Kiu-im-kauw ingin

berdiri kembali dalam dunia persilatan, terpaksa harus membangun dan mendirikan sekali lagi!”

Tertegun hati Kiu-im Kaucu sehabis mendengar perkataan itu, ia termenung sebentar lalu

jawabnya sambil tertawa, “Ilmu meringankan tubuh yang kau miliki amat sempurna, seandainya

engkau ambil taktik menghindar yang berat dan memilih yang ringan, belum tentu aku mampu

menahan dirimu terus menerus, aku tidak percaya engkau pasti mampu berbuat begitu, tapi

akupun tak berani memastikan kalau engkau tak sanggup, walau begitu aku bukanlah seorang

manusia yang bodoh, buat apa aku musti paksakan suatu pertarungan massal dengan engkau?

Untuk memaksa engkau masuk perangkap, aku sudah menyiapkan suatu siasat baru yang jauh

lebih bagus”

Tiba-tiba Pek Kun-gie berteriak deagan lantang, “Kau engkau merasa punya kepandaian, hayolah

kita naik keatas daratan kalau ketika itu kau mampu kalahkan kami berdua, aku bersedia angkat

dirimu menjadi guru”

Hoa Thian-hong tertawa santai, ia menjura ke arah Kiu-im Kaucu dan berkata, “Aku mohon

petunjuk!”

Kiu-im Kaucu kembali tertawa.

“Aku tak usah paksa kalian untuk terjun kedalam air, diujung perahu ini saja aku akan bertarung

melawan kau Hoa Thian-hong, sementara anak buahku akan membekuk Pek Kun-gie, membeseti

kulit badannya dan melemparkan tubuhnya kedalam sungai sebagai umpan ikan, aku ingin lihat

apa yang bisa kau lakukan?”

Paras muka Hoa Thian-hong berubah hebat, untuk sesaat lamanya dia cuma bisa termenung

dengan mulut membungkam.

Walaupun ucapan itu diutarakan secara bergurau, akan tetapi memang sangat masuk diakal, bila

benar-benar sampai terjadi begitu maka niscaya anak muda itu akan dibuat pusing tujuh keliling.

Pek Kun-gie sama sekali tidak ambil perduli akan kejadian itu, sambil ayun pedang lemasnya dia

berseru, “Akulah yang akan menyayat kulitmu, membetoti ototmu, memotong lidahmu,

mencincang tubuhmu dan membuang badanmu ke sungai sebagai umpan ikan….”

Bukannya marah karena dia dicaci maki oleh dara tersebut, Kiu-im Kaucu malahan tertawa

terbahak-bahak, Hoa Thian-hong serta anak buah Kiu-im-kauw juga tak kuasa menahan gelinya

sehingga ikut tertawa, suasana jadi ramai sekali”

Terbayang sewaktu untuk pertama kalinya Hoa Thian-hong berjumpa dengan Pek Kun-gie, waktu

itu gadis itu sangat angkuh, jumawa dan tak pandang sebelah matapun terhadap orang lain,

sebagai putri kesayangan dari ketua perkumpulan Sin-kie-pang, bukan saja angkuh dan tinggi

hati dalam tindak tanduknya, malahan mendatangkan rasa dongkol dan mangkel bagi yang

diperintah.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

420

Semua perkataan maupun perbuatannya dikala itu membangkitkan rasa antipatih bagi orang lain,

membuat semua orang tak senang hati kepadanya.

Tapi sekarang tindak tanduknya sama sekali berubah, malahan boleh dibilang bertolak belakang.

Kobaran api cinta memadamkan semua keangkuhan dan tinggi hati nya, api asmara yang panas

telah membangkitkan sifat kewanitaannya yang murni.

Selama Hoa Thian-hong berada disampingnya, tanpa disadari ia berusaha keras untuk

memancarkan semua keindahan dan daya tariknya seorang dara, daya tarik itu termasuk juga

kelincahan, kesucian dan lemah lembut, pokoknya walaupun sedang berbuat sesuatu yang kasar,

kekasaran itu tertutup oleh kelembutan sehingga mendatangkan rasa simpatik bagi siapapun.

Atau tegasnya saja walaupun sedang memaki orang, makianya separuh adalah sungguh-sungguh

dan separuh yang lain cuma gurauan, membuat orang yang mendengar tak merasa sakit hati,

tidak jadi gusar malahan timbul rasa perasaan yang gatal-gatal aneh.

Apalagi kalau perbuatan itu dilakukan oleh seorang gadis muda yang cantik jelita macam Pek

Kun-gie, tentu saja makian itu kedengaran semakin menawan hati.

Meskipun merasa geli, perasaan hati Hoa Thian-hong sangat berat, dia tahu Kiu-im Kaucu tak

mungkin akan menyelesaikan persengketaan itu dengan begitu saja, jika apa yang Kiu-im Kaucu

katakan benar-benar dilaksanakan, ia yakin tiada kemampuan untuk melindungi keselamatau

jiwa Pek Kun-gie, maka sekalipun sudah termenung dan putar otak beberapa saat lamanya,

pemuda itu masih belum sanggup menemukan cara pemecahan yang jitu.

Tiba-tiba Kiu-im Kaucu tertawa ringan dan berkata

“Hoa Thian-hong, aku ingin bertanya kepadamu, bagaimana hubunganmu dengan Ku Ing-ing

dari perkumpulan kami?”

Merah padam selembar wajah Hoa Thian-hong mendengar pertanyaan itu, ia terbelalak dengan

mulut melongo, untuk sesaat dia tak mampu memberikan jawaban yang tepat.

Melihat anak muda itu tersipu-sipu, tanpa pikir panjang Pek Kun-gie segera menanggapi dengan

dingin, “Kami sama sekali tidak punya hubungan apa-apa dengan Ku Ing-ing!”

“Ku Ing-ing bukan lain adalah Giok Teng Hujin” jawab Kiu-im Kaucu sambil tertawa, aku sedang

bertanya kepada Hoa Thian-hong kalau engkau tak tahu urusan lebih baik janganlah turut

campur!”

“Aku sengaja mau turut campur kau mau apa? ngotot Pek Kun-gie dengan cepat”, kami benarbenar

tidak punya hubungan apa-apa dengan Giok Teng Hujin.

Setelah berhenti sebentar, tiba-tiba dia berpaling ke arah Hoa Thian-hong dan bertanya dengan

suara lirih, “Bagaimana hubunganmu dengan dirinya?”

Hoa Thian-hong semakin jengah dibuatnya, untuk beberapa saat lamanya muka, telinga sampai

lehernya pada berubah jadi merah semua bagaikan kepiting rebus.

Kiu-im Kaucu tertawa mengikik, katanya lagi, “Ku Ing-ing memang terlalu besar nyalinya, dia

telah mencuri sebatang Leng-ci berusia seribu tahun milikku dan dihadiahkan kepadamu, coba

bayangkan saja seberapa besar dosanya itu?”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

421

Hoa Thian-hong sangat terperarjat, dalam waktu sekejap mata mukanya berubah jadi pucat pias

seperti mayat.

Kiu-im Kaucu tersenyum, ia tatap wajah anak muda itu tajam-tajam, kemudian ujarnya lebih

jauh, “Mungkin engkau tidak percaya dengan perkataanku ini, dalam kenyataan semua anggota

perkumpulan Kiu im kiu mengetahui akan kejadian ini, bila suatu hari aku berhasil menangkap

kembali Ku Ing-ing, maka akan kuhadapkan dirinya denganmu agar kau tahu bila apa yang

kuucapkan sama sekali tidak bohong”

“Aku tak akan mengucapkan terima kasih kepadamu” kata Hoa Thian-hong sambil menjura, “bila

kaucu mempunyai satu keinginan, silahkan diutarakan dengan terus terang! Bila kau inginkan

pedang baja ini, sekarang juga akan kupersembahkan kepada mu”

Berbicara sampai disini, dia lantas, angsurkan pedang baja itu kedepan, lanjutnya, Pedang ini

telah dipolesi dengan racun, silahkan kaucu mencucinya dengan air cuka!”

Kiu-im Kaucu tertawa, dengan sorot mata yang amat tajam bagaikan kilat ia menatap wajah Hoa

Thian-hong tanpa berkedip, tiada sepatah katapun yang dia ucapkan, pedang baja itupun sama

sekali tidak diterimanya….

Rupanya Pek Kun-gie merasa keberatan kalau pedang tersebut diserahkan orang dengan begitu

saja, ia segera menyindir, “Eeh, pedang itu akan diberikan kepada mu, ketika mendapatkan kitab

pusaka kiam keng, kuucapkan selamat kepadamu karena kepandaian silat yang kau miliki nomor

satu didunia, pedang baja itupun termasuk sebilah benda mustika, kalau dibandingkan masih

cukup untuk ditukar dengan Leng-ci berusia seribu tahunmu itu, pedang tersebut diserahkan

kepadamu sebagai imbalan dari Leng-ci mu, dengan demikian kita sudah impas, siapapun tidak

berhutang budi lagi!”

Mendengar perkataan itu Kiu-im Kaucu segera merenpadah dan tertawa terbahak-bahak, lama

sekali ia baru berhenti tertawa, kepa da Hoa Thian-hong ujarnya, Kitab pusaka Kiam keng hanya

berguna barimu tapi sama sekali tak bermanfaat bagiku, bagi pandanganku Hmm! Pedang baja

tersebut sama sekali tak kupandang barang sekejappun.

“Lalu apa tujuan kaucu mengejar Pia Leng-cu mati-matian dan apa pula maksudmu untuk ikut

merampas pedang baja milikku ini, tanya Hoa Thian-hong dengan alis mata berkenyit.

Kiu-im Kaucu tertawa.

Dikolong langit dewasa ini hanya engkau seorang yang mampu menandingi kepandaian silatku,

aku sangat berharap apabila kita bisa saling mengukur kepandaian secara adil, siapa kalah dia

harus berlatih kembali kepandaiannya dengan ketekunan sendiri, tapi kalau ada salah satu pihak

yang meminjam kepandaian yang diwariskan jago lampau…. bukankah tindakan ini terhitung

sangat tak adil?”

“Ucapan kaucu sangat masuk diakal, aku merasa amat kagum!”

“Nah, karena itulah salah satu diantara kedua belah senjata itu harus terjatuh ke tanganku, baik

itu pedang emasnya atau pedang bajanya” sambung Kiu-im Kaucu sambil tersenyum, “pokoknya

asal salah satu diantaranya berada ditanganku, berarti pula kitab pusaka Kiam keng tersebut tak

mungkin akan terjatuh ketanganmu, itu berarti pula engkau tak dapat meminjam kepandaian dari

malaikat pedang Gi Ko untuk mempertingkat kemampuannu dalam mengalahkan aku!”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

422

Hoa Thian-hong mengangguk sambil tertawa.

“Sudah jamak kalau setiap manusia punya pandangan serta jalan pikiran demikian, aku tak dapat

menyalahkan engkau!”

Disamping itu akupun tidak berharap apa bila kitab pusaka Kiam keng itu sampai terjatuh

kepihak ketiga, sebab kalau sampai begitu maka dunia persilatan pasti akan menjadi kalut, itu

berarti pula aku harus berhadapan lagi dengan seorang musuh tangguh yang baru.

“Kalau toh memang begitu, bagaimana caramu untuk menyelesaikan masalah ini?” tanya Hoa

Thian-hong tercengang.

Tiba-tiba Kiu-im Kaucu menengadah dan tertawa terbahak-bahak.

“Haaah…. haaah…. haaah…. masalah ini memang sulit untuk disele saikan, akan tetapi aku

sudah memikirkan suatu cara penyelesaian yang bagus, entah engkau bisa menyanggupi atau

tidak?”

“Bagaimana cara penyelesaianmu itu?” tanya Hoa Thian-hong agak tertegun “asal urusan bisa

dibikin beres secara damai, tentu saja aku dapat mempertimbangkan dengan seadil dan

sebijaksana mungkin”

***

KEMBALI Kiu-im Kaucu tertawa tergelak.

“Aku memang sudah mempunyai suatu cara penyelesaian yang bagus, bukan saja urusan bisa

dibikin beres, malahan kita bisa merubah peperangan menjadi perdamaian, merubah kebengisan

menjadi keten-traman, cuma saja…. aku justru kuatir kalau kamu berdua tak tahu diri!”

“Aah! Kalau memang ada cara yang begitu bagusnya, kenapa tidak kaucu usulkan sedari tadi?”

kata Pek Kun-gie sambil tertawa. “Aah, aku bisa menebak maksud hati kaucu, bukankah engkau

hendak menjodoh kan Giok Teng Hujin dengan dirinya?”

Bicara sampai disitu, sang gadis segera menunjuk ke arah Hoa Thian-hong yang berdiri

disampingnya.

Hoa Thian-hong merasa bersalah, mendengar kata-kata itu merah padamlah selembar wajahnya

karena jengah, dia pura-pura marah dan segera bentaknya, “Huus….! Kun gie, jangan

sembarangan bicara.”

Pek Kun-gie tertawa cekikikan, sambil menuding anak muda itu kembali dia menggoda, “Kamu

ini, pintarnya cuma main gertak Hmm! Tampangnya saja jujur dan kalem, padahal bagaimana isi

yang sebenarnya siapa yang tahu?”

Dari pembicaraan yang sedang berlangsung, Kiu-im Kaucu dapat mengamati perubahan wajah si

anak muda itu, pikirnya di hati, “Kalau dilihat dari kejengahan serta rasa menyesal yang

ditunjukkan bocah itu, mungkin saja dia memang punya hubungan istimewa dengan Ku Inging….

heeem…. heeem…. apa salahnya kalau kutakut-takuti dirinya? Akan kulihat bagaimana

reaksinya nanti….”

Karena berpendapat demikian, dengan muka dingin menyeramkan ia lantas berseru, “Ku Ing-ing

berulang kali melanggar perintahku, sekarang ia sudah dianggap sebagai seorang pengkhianat

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

423

dari perkumpulan Kiu-im-kauw, hukuman lima pedang manyincang badan, siksaan api dingin

melelehkan sukma sudah lama menantikan dirinya, siapa yang ambil perduli dia mau dikawinkan

dengan siapa?”

Mendengar perkataan itu, paras muka Hoa Thian-hong kontan berubah jadi pucat pias bagaikan

mayat, ia merasa amat terkejut bercampur gugup hingga tanpa sadar jantungnya berdetak

keras.

Pek Kun-gie ikut gugup menyaksikan keadaan kekasihnya, ia segera berpikir dihati, “Aaai….

semuanya salah aku yang terlalu cerewet, kalau tidak kuungkap tentang soal itu, Kiu-im Kaucu

pasti tak akan mengungkap pula persoalan ini kalau Hoa Thian-hong tidak tahu urusan ini masih

mendingan kalau dia sudah tahu pastilah dia tak akan berpeluk tangan belaka….!”

Saking gugup dan gelisahnya semua kesusahan segera dilampiaskan keatas badan Kiu-im Kaucu,

dia ingin mencari muka dihadapan kekasihnya, maka dengan muka penuh kemarahan dan mata

melotot besar, hardiknya ke arah Kiu-im Kaucu, “Mau hukum mampus peghianat dari

pergururanku atau tidak, urusan ini sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan kami, tapi kalau

kau anggap kesalahan Giok Teng Hujin adalah disebabkan dia curi Leng-ci mustiksmu untuk

dihadiahkan kepada kami…. hmmm Hmm Dari sini menunjukkan betapa cepatnya pikiranmu dan

betapa sempitnya jiwamu, baik, hutang ini kami terima, katakan saja apa yang kau kehendaki,

mau turun? Mau adu kepandaian? Kami pasti akan melayani dengan senang hati”

Setiap kali dara ini mengartikan Hoa Thian-hong, dia selalu menggunakan istilah kami sebagai

pengganti nama pemuda itu, dengan sendirinya dia hendak mengartikan bahwa antara Hoa

Thian-hong dengan dirinya merupakan satu bentuk tubuh yang menunggal, urusan dari Hoa

Thian-hong berati pula urusan dari Pek Kun-gie.

Sudah tentu Kiu-im Kaucu dapat menangkap arti sebenarnya dari perkataan itu, dia segera

menengadah dan tertawa terbahak-bahak.

“Haahh…. haah…. haahh…. engkau sendiripun ibaratnya patung arca yang menyeberangi sungai,

untuk menyelamatkan diri sendiripun tidak mampu masih ingin mencampuri urusan orang lain?”

Perkataan itu sangat menusuk perasaan hati Pek Kun-gie, kontan hawa amarahnya berkobar,

sambil membentak dia putar pedang lemasnya siap menerjang ke arah musuhnya.

Tapi Hoa Thian-hong keburu menarik tangannya sehingga dia tak bisa melanjutkan niatnya.

Walaupun begitu kemarahan yang berkobar dalam hati Pek Kun-gie belum sirap dia melotot ke

arah Kiu-im Kaucu dengan mata berapi-api, sementara pedang lemasnya dikebaskan kesana

kemari sehingga berbunyi desiran tajam….

Kiu-im Kaucu pura-pura tidak melihat kesemuanya itu, kembali dia melanjutkan kata-katanya,

“Berbicara terus terang, sekalipun nyali Ku Ing-ing amat besar dia tak akan berani mengkhianati

aku secara terang-terangan, menurut dugaanku cepat atau lambat dia pasti akan datang

menyerahkan diri untuk menunggu dijatuhi hukuman setimpal, jika berkeras hati akan

mencampuri urusan ini, silahkan saja datang kemarkas waktu saat hukuman dilaksanakan nanti!”

Hoa Thian-hong ikut berpikir didalam hati, “Ku Ing-ing adalah murid dari perkumpulan Kiu-imkauw,

kalau dia bersedia menyerahkan diri, itu berani urusan tersebut adalah urusan ramah

tangga dari Kiu-im-kauw sendiri, aku sebagai orang luar tidak sepantasnya kalau mencampuri

urusan ini…. tapi haruskah aku berpeluk tangan belaka? Dia mati lantaran aku, bagaimana

pertanggungan jawabku bila aku cuma diam melulu?”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

424

Berpikir sampai disitu, ia semakin murung rasanya.

Beberapa saat kemudian pemuda itu baru berkata, “Kaucu, bukankah engkau mengatakan ada

cara penyelesaian yang bisa merubah peperangan menjadi perdamaian, merubah kebengisan

menjadi ketentraman? entah bagaimana caranya itu? Silahkan kau utarakan keluar.”

Dari sikapnya yang lesu dan lemas, tampaknya pemuda ini sudah tertekan batinnya sehingga

menunjukkan nada akan menyerah.

Melihat keadaan musuhnya, Kiu-im Kaucu bergirang dalam hati, ia segera tertawa tergelak.

“Haah…. haahh…. haahh…. sebenarnya caraku ini teramat sederhana, suruh saja Pek Kun-gie

angkat diriku sebagai guru asal dia sudah menjadi muridku maka memandang diatas wajahnya,

aku bersedia menghapuskan semua pertikaian yang melibatkan kita berdua, bukankah dengan

begitu peperangan akan berubah jadi perdamaian, kebengisan berubah jadi ketentraman?”

“Oooh…. begitu tinggi kau pandang diriku? Sungguh bikin hatiku terperanjat karena tak tahan!”

ejek Pek Kun-gie sambil mencibirkan bibirnya deagan sinis.

Hoa Thian-hong sendiri pun mengerutkan dahinya.

“Semua orang tahu kalau ilmu silat yang kaucu miliki sangat lihay, apalagi engkau merupakan

seorang kaucu dari suatu perkum pulan besar, tawaranmu ini memang boleh dianggap suatu

rejeki nomplok!“

Kiu-im Kaucu tidak menanggapi, sorot matanya dialihkan ke arah Pek Kun-gie, lalu berkata

sambil tertawa, “Hey budak, sudah kaudengar semua? Rejeki atau bencana hanya engkau

seorang yang menentukan!”

Pek Kun-gie mencibirkan bibirnya, dia segera melengos ke arah lain dan tetap membungkam.

Hoa Thian-hong yang berada disisinya melanjutkan, “Untuk menerima murid dan mewariskan

ilmu silat, bisa berjalan lancar apabila sudah disetujui oleh kedua belah pihak, jika kaucu suruh

aku yang menetapkan…. aku rasa hal ini terlalu kelewat batas!”

Kiu-im Kaucu tertawa terbahak-bahak.

“Haahh…. haahhh…. haahh…. Pek Kun-gie sudah dibikin pusing oleh cinta, dia telah kehilangan

pegangan untuk mengambil keputusan, apa yang kau katakan ia selalu turuti dengan seratus

persen, sudah tentu aku tak akan main paksa, aku hanya berharap engkaulah yang bantu

mewujudkan kebaikan ini”

Pek Kun-gie merasa malu bercampur mendongkol tatkala dirinya dikatakan sudah dibikin pusing

oleh cinta sehingga kehilangan pegangan, dengan penuh kemarahan dia berteriak, “Engkau

jangan ngaco belo tak karuan, kau…. kau sendiri yang tak punya pegangan!”

Walaupun sedang berada dalam keadaan gusar, namun dara itu tak sanggup membantah ucapan

itu.

Melihat keadaan tersebut, gelak tertawa Kiu-im Kaucu makin menjadi, suara tertawanya semakin

keras.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

425

Pek Kun-gie semakin mendongkol bercampur marah, sambil mendepak depakkan kaki nya keatas

geladak, teriaknya berulang kali, “Huuh! kau jahat, kau sembunyikan golok dibalik senyuman,

kau banci! kau seram kau tak tahu diri, kau licik dan main akal, kau tak tahu malu”

Semakin keras gadis itu memaki, semakin nyaring Kiu-im Kaucu tertawa, akhirnya gadis itu

menarik kata malu itu jadi amat panjang, keras dan hampir boleh dikata setengah menjerit,

barulah Kiu-im Kaucu berhenti tertawa, meski begitu mukanya sudah berubah jadi merah padam,

napasnya tersengkal-sengkal.

Diam-diam Hoa Thian-hong merasa kuatir bercampur gelisah, dia tahu Kiu-im Kaucu bukan

sebangsa manusia yang gampang putus asa, setelah ada tujuan biasanya dia berusaha terus

sampai apa yang di cita-citakan tercapai, jika tidak segera dicarikan akal yang tepat untuk

menyelesaikan persoalan ini, sukarlah masalah itu bisa diselesaikan.

Pek Kun-gie sendiri adalah seorang putri jagoan persilatan, ia tak dapat membedakan mana yang

baik mana yang buruk, hanya saja dia memang tidak bermaksud mengangkat Kiu-im Kaucu

sebagai gurunya, sehingga keadaan pada waktu itu ibaratnya hanya mengagumi burung bangau

tidak mengagumi sang dewa.

Seandainya bukan disebabkan karena Hoa Thian-hong, tentu saja dia sangat berharap bisa

mendapat seorang guru yang pandai seperti Kiu-im Kaucu, tapi bagi pandangan Hoa Thian-hong,

Kiu-im Kaucu adalah seorang jago dari golongan sesat dan lagi dia pun terhitung seorang

gembong iblis yang disegani orang, prinsipnya siapa yang dekat dengan gincu akan jadi merah,

siapa yang dekat tinta akan jadi hitam, sekalipun seorang yang berhati bajik bila sampai

mengangkat seorang jahat sebagai gurunya, maka perangai maupun tindak tanduknya pasti

akan terpengaruh.

Sudah tentu karena prinsipnya ini, anak muda itu tak sudi menganjurkan kepada Pek Kun-gie

untuk mengangkat Kiu-im Kaucu sebagai gurunya.

Tapi situasi yang dihadapinya sekarang jauh berbeda, bila ia tak bisa menentukan pilihannya

sebagai sahabat maka berarti pula mereka harus berhadapan sebagai musuh, dalam keadaan

yang gawat seperti ini sudah tentu hatinya jadi panik.

Paras muka Kiu-im Kaucu berubah hebat ketika dilihatnya Hoa Thian-hong tetap memburgkam

dalam seribu bahasa, dengan suara tajam tiba-tiba ia membentak, “Aku harus berangkat ke kota

Lok yang untuk mengambil pedang emas, setuju atau tidak hayo cepat kasih jawaban yang

terang!”

Hoa Thian-hong tidak langsung menjawab, kembali dia berpikir, “Semestinya aku harus menolak

penawarannya itu secara tegas, tapi kalau aku berniat demikian, pihak lawan tentulah akan

menggunakan kekerasan, padahal jumlah musuh amat banyak, susah kalau mau melawan pakai

kekerasan”

Sementara ia masih merasa amat panik tiba-tiba perahu mereka bergerak melewati sebuah kanal

yang amat sempit, walaupun arus air sangat deras akan tetapi jarak antara perahu dengan

daratan jadi makin bertambah dekat.

Tanpa berpikir panjang lagi ia segera menyambar tnbuh Pek Kun-gie dan loncat ke arah perahu

yang berada disebelah kanan.

“Hoa Thian-hong!” bentak Kiu-im Kaucu dengan amat gusar, engkau benar-benar tak tahu diri.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

426

Hoa Thian bong sama sekali tidak menggubris bentakan itu, kepada Pek Kun-gie bisiknya,

“Naiklah keatas daratan letih dulu!”

Tertegun hati Pek Kun-gie mendengar bisikan itu, sebelum dia paham dengan apa yang telah

terjadi, tiba-tiba sepasang kakinya sudah dicengkeraman oleh Hoa Thian-hong.

Semua gerakan yang dilakukan anak muda itu cepat sambaran kilat, begitu sepasang kaki Pek

Kun-gie sudan dicengkeram tiba-tiba ia putar badannya dan memalingkan tubuh Pek Kun-gie

satu lingkaran di udara, bentaknya dengan nyaring, “Pergi!”

Sepisang tangan dilepakkan tahu-tahu dia sudah melempar tubuh dara itu menuju ke atas

daratan.

Pek Kuo gie ketakukan sehingga menjerit lengking, ia merasa angin tajam menderu-deru disisi

telinganya, dadanya terasa amat sesak.

Daya luncur dara itu amat cepat, ibarat anak anak panah yang terlepas dari busurnya, sebelum

rasa kagetnya tersapu lenyap, tahu- tahu daya luncur itu sudah menjadi lemah.

Dalam keadaan begitu ia segera berjumpulitan sekenanya, dan tahu-tahu sepasang kakinya

sudah mencapai daratan, walaupun selamat tiba dipantai tak urung paras mukanya telah

berubah jadi pucat pias seperti mayat….

Gerakan yang dilakukan Hoa Thian-hong ini sangat aneh dan sama sekali diluar dugaan

siapapun, Kiu-im Kaucu dibikin teramat gusar sehingga mukanya berubah jadi hijau membesi, ia

segera loncat bangun dari tempat duduknya.

Kendatipun begitu, diam-diam diapun merasa amat kagum dengan tidakan berani dari anak

muda tersebut.

Haruslah diketahui, apabila seseorang tidak memiliki kekuatan pada lengan sebesar lima enam

ribu kati, maka sulitlah untuk melemparkan tubuh seseorang sejauh dua puluh kaki lebih dan lagi

apabila terlalu besar kekuatan yang digunakan kemungkinan besar orang yang dia lempar akan

menderita luka dalam yang cukup parah.

Kiu-im Kaucu sadar dia sediri belum tentu sanggup melakukan seperti apa yang dilakukan

pemuda itu.

Setelah tertegun beberapa saat lamanya, Kiu-im Kaucu segera tertawa seram, serunya, “Hoa

Thian-hong, jadi engkau bersikeras akan memusuhi diriku?”

Kiu-im Kaucu merupakan seorang manusia yang aneh, gembira atau marah sukar diikuti dari

perubahan wajahnya, Hoa Thian-hong sangat kuatir terhadap keanehannya itu.

Dengan cekatan dia cabut keluar pedangnya dan disilangkan didepan dada, lalu dengan serius

berkata.

Pia Leng-cu adalah seorang jago yang kedudukannya sudah terpojok, aku bisa memaklumi kalau

dia berusaha menukar pedangku dengan Pek Kun-gie yang ditangkap sebagai sandera,

sebaliknya kaucu adalah seorang jago besar yang disegani seluruh jagad, nama besarmu

cemerlang dan mencapai semua pelosok, aku benar-benar merasa tak puas kalau engkau hendak

menggunakan cara yang sama dengan yang digunakan Pia Leng-cu untuk memaksa aku!”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

427

Beberapa patah kata ini tidak sombong juga angkuh tapi apa adanya, tentu saja Kiu-im Kaucu

tak mampu membantah barang sekecappun.

Setelah membungkam lama sekali, akhirnya ia tenawa dingin dan mengejek, “Hmm! Jadi kalau

begitu engkau berharap kita melakukan pertarungan untuk menyelesaikan persoalan ini?”

“Aku rela mati dalam pertarungan dari pada menanggung derita karena sakit hati”

Kembali Kiu-im Kaucu berpikir didalam hati, “Keberanian bocah ini mengagumkan sekali, rasa

percaya pada diri sendirinya sangat tinggi, ia tidak merendahkan diri pun tidak menyombongkan

diri, aaai! Manusia macam begini memang sulit untuk dilayani”

Sementara ia masih termenung, Tiamcu istana neraka yang berada disisinya mendadak berbisik,

“Orang ini sangat tangguh, jangan dilayani dengan kekerasan!”

Kiu-im Kaucu mengerutkan dahinya, dengan ilmu menyampaikan suara ia segera bertanya,

“Kalau tidak dilayani dengan kekerasan berarti harus dilayani dengan kecerdikkan, engkau punya

akal bagus?”

“Selama Hoa Thian-hong masih berada di sini, Pek Kuo Gie tentu tak akan melarikan diri dari

seputar daratan sana” bisik Tiam cu istana neraka dengan suara lirih, “kenapa kaucu tidak

perintahkan orang untuk naik keatas daratan dan membekuk dirinya lebih dahulu?”

“Emmm…. bagus sekali usul ini” batin Kiu-im Kaucu.

Tanpa sadar ia berpaling ke arah daratan, waktu itu Pek Kun-gie memang sedang berlarian

disepanjang pantai, tanpa kuasa dia lantas berpaling ke arah seorang kakek disisinya sambil

berseru, “Seng tongcu, cepat naik kedaratan! Bekuk dulu budak tersebut”

Betapa terkejutnya Hoa Thian-hong mendengar perintah itu, dia segera berpaling sambil

membentak nyaring, “Kun Gie, cepat kabur kembali ke kota Lok yang, jangan berke-liaran terus

disini”

Pek Kun-gie yang ada didaratan agak tertegun, tapi cepat dia loncat turun dan lenyap dibalik

tanggal.

Kiu im kaccu terbahak-bahak, ia berseru lagi, Sekalipun batok kepala budak itu dipenggal, dia

tentu tak akan kabur seorang diri dari sini. Seng tongcu! naik segera kedaratan dan bekuk budak

itu sampai dapat.

Kakek she Seng itu adalah tongcu bagian penerimaan anggota, sambil menjura dia mengiakan

lalu loncat ketengah sungai.

Hoa Thian-hong sendiripun dapat memaklumi perasaan Pek Kun-gie, dia sadar gadis itu tak akan

tinggalkan tempat itu seorang diri, sudah pasti dia hanya sembunyi dibalik tanggul sambil

mengikuti secara diam-diam.

Bila Kakek she Seng itu sampai naik keatas daratan, niscaya gadis itu bakal kena di bekuk.

Pemuda itu sendiri dapat pula menyaksikan keadaan yang terbentang diseputarnya, kalau dia

sampai terjun kedalam air sudah pasti kekalahan berada dipihaknya, mau loncat kedaratan sudah

terang tak mungkin karena perahu itu bergerak ditengah-tengah sungai.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

428

Dalam gugup dan gelisahnya pemuda itu membentak keras, sambil menerjang kedepan

pedangnya langsung membabat pinggang kakek she Seng dari ruang penerimaan anggota itu.

Kiu-im Kaucu sangat terperanjat, dengan cekatan ia menerjang maju, hardiknya, “Seng tongcu,

hati-hati!”

Tongkat kepala setannya secepat kilat diayun kemuka langsung membabat ke arah pinggang

Hoa Thian-hong.

Arah yang diserang adalah bagian yang mematikan, dalam keadaan begini mau tak mau Hoa

Thian-hong harus berganti jurus untuk melindungi diri, cepat pedangnya berputar balas menusuk

ke tubuh lawan.

Dalam sekejap mata, suatu pertarungan sengit yang menggetarkan langit dan bumi telah

berlangsung diatas geladak perahu.

Tongcu ruang penerimaan anggota baru yang berhasil lolos dari ancaman maut itu segera

menyusup kesamping perahu, walau begitu peluh dingin telah membasahi tubuhnya.

Tanpa mengucapkan sepatah katapun ia kabur menuju buritan perahu, setelah jauh

meninggalkan Hoa Thian-hong dia baru mence burkan diri kedalam sungai….

Sejak terjun kedalam dunia persilatan, Hoa Thian-hong selain hidup ditengah kancah

pertarungan yang serba sulit dan membahayakan jiwanya, lingkungan semacam itu lambat laun

mendidik dirinya menjadi seorang pemuda yang tabah, berani serta bersemangat.

Setelah berhadapan dengan musuh tangguh dihari itu, sebelum terjadi pertarungan ia selalu

berusaha untuk menghindari suatu pertarungan yang tak berarti, tapi begitu pertarungan tak

bisa dihindari lagi, segala pikiran bercabang dibuang jauh-jauh, semua kekuatan dan pikirannya

dipusatkan jadi satu untuk melayani serangan-serangan musuh, terhadap ketujuh puluh orang

anggota Kiu-im-kauw yang berdiri disekitar gelanggang, dia sama sekali tidak ambil perduli.

Luas ujung perahu itu cuma sekitar lima laki, sedang senjata yang digunakan kedua belah pihak

sama-sama senjata berat, pedang ba ja milik Hoa Thian-hong panjangnya mencapai empat depa,

sedangkan toya kepala setan milik Kiu-im Kaucu panjangnya mencapai delapan depa, begitu

penarungan berkobar terpaksa sisa orang yang lain harus menyingkir keburitan perahu atau dua

perahu yang lainnya.

Dalam keadaan begini jangankan main keroyokan dengan jumlah banyak, bahkan ikut serta

dalam pertarungan itupun susah.

Untuk menghindari sergapan dengan senjata rahasia, Hoa Thian-hong menempatkan diri

disebelah luar dengan punggung menghadap ke arah sungai, kakinya berdiri tegak bagaikan batu

karang, maju atau mundur semuanya pakai aturan.

Sedangkan Kiu-im Kaucu bertarung dengan maksud paksa anak muda itu tercebur kedalam air,

maka dari itu toya kepala setannya berulang kali melancarkan serangan yang amat gencar.

Namun Hoa Thian-hong sama sekali tidak mengalah dengan begitu saja, setiap serangan diimbali

dengan serangan, tiap desakan dibalas dengan desakan, walaupun sudah bertarung beberapa

waktu, posisinya tetap tak bergeming dari posisi semula.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

429

Dalam pertarungan yang berlangsung kali ini, Kiu-im Kaucu bertindak jauh lebih hati-hati,

semenjak pengalaman pahit yang dideritanya belum lama berselang, ia tahu kalau tenaga dalam

yang mereka miliki berada dalam posisi yang seimbang, jika pertarungan harus dilangsungkan

dengan keras lawan keras, maka kedua belah pihak akan sama-sama menelan kerugian yang

amat besar.

Sebagai seorang ketua dari suatu perkumpulan besar, tentu saja dia amat menyayangi jiwa

sendiri, ia tak ingin melakukan pertarungan yang mengakibatkan kedua belah pihak sama-sama

menelan kerugian, sebab sekalipun menggunakan kekerasan, belum tentu ia mampu mendesak

Hoa Thian-hong hingga tercebur kedalam sungai.

Beberapa saat kemudian, kedua belah pihak sudah bertarung sebanyak tiga puluh gebrakan,

babatan pedang maupun sambaran toya semuanya dilakukan dengan gesit dan enteng,

sepanjang pertarungan berlangsung kedua macam senjata itu tak pernah saling membentur satu

sama lainnya.

Sementara itu tengah hari sudah hampir menjelang, tapi awan gelap menutupi seluruh jagad,

sang surya belum muncul di angkasa membuat udara yang remang-remang menambah

seramnya suasana.

Ombak menggulung makin besar, arus mengalir makin deras, perahu yang bergerak dengan

saling bergandeng itu kadangkala harus saling membentur satu sama lain, goncangan-goncangan

keras itu membuat pertarungan yang sedang berlangsung diujung perahu berlangsung makin

ramai.

Beberapa kali Kiu-im Kaucu melepaskan serangan berantainya untuk mendesak lawan, namun

semua ancaman itu selalu gagal untukc memaksa Hoa Thian-hong terdesak mundur barang

setengah langkahpun, lambat laun dia mulai berpikir, “Bocah ini berdiri dengan membelakangi

sungai, keadaan tersebut ibaratnya bintang buas yang masuk perangkap, kalau aku mendesak

kelewat batas, dia pasti akan jadi nekad dan menyerang diriku habis-habisan, apa salahnya kalau

kuulur waktu sedapat mungkin? Asalkan budak dari keluarga Pek itu berhasil kubekuk

kemenangan sudah pasti berada ditanganku….!”

Berpikir sampai disini, ia memperlunak serangannya walaupun masih mengurung musuhnya

dengan ketat.

Hoa Thian-hong sendiri tiada bernafsu melangsungkan pertarungan jarak panjang, karena ia

masih berada di atas perahu musuh, begitu Kiu-im Kaucu memperlunak serangannya, dari

semula jadi tuan rumah, pedangnya berkelebat sedemikian rupa melancarkan serangan-serangan

gencar yang mematikan.

Dalam waktu singkat, pedang bajanya melepaskan serangkaian serangan berantai dengan jurus

Im yang ji kek (dingin dan panas dua unsur kekuatan)>, Su kok ciong bong (Kesunyian

mencekam empat penjuru , Liong cian hi ya (Pertarungan naga di tengah belukar) serta Hong hui

cay tian (Biang lala terbang di angkasa).

Semua serangan yang digunakan olehnya merupakan serangkaian serangan mematikan yang

amat dahsyat, tampaklah cahaya hitam menyelimuti seluruh angkasa, tiada desiran yang

mendengung diudara, yang ada cuma sambaran bayangan tajam yang mendirikan bulu roma.

Sepenuh tenaga Kiu-im Kaucu melayani serangan gencar musuhnya, toya kepala setannya

berputar memekikan telinga, bayangan hitam menyelimuti angkasa bagaikan bukit bersusun,

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

430

walaupun pertarungan sudah berlangsung lama akan tetapi ia belum menunjukkan tanda-tanda

akan kalah.

Demikianlah, kedua orang itu saling berusaha merebut posisi yang lebih menguntungkan, setiap

kesempatan yang tersedia di manfaatkan dengan sebaik-baiknya, tiap jengkal tanah

diperebutkan mati-matian. tanpa terasa tiga puluh gebrakan sudah lewat.

Walau begitu posisi mereka masih tetap seimbang, kekuatan mereka ibaratnya setali tiga uang,

siapapun gagal untuk merebut posisi diatas angin, sampat disitu kedua orang itu sama-sama

kaget bercampur terkesiap.

Makin lama pertarungan itu berlangsung, Kiu-im Kaucu merasa makin ierperanjat, sebab ilmu

silat yang dimiliki Hoa Thian-hong sekarang jauh lebih maju kalau dibandingkan sewaktu

diseleng-garakannya pertemuan besar Kian ciau tay hwee, kematangan dalam jurus pedang

maupun dalam hal tenaga dalam sama sekali jauh berbeda dengan keadaan dimasa itu.

Haruslah diketahui, ketika pertemuan Kian ciau tay hwee diseleng garakan, Hoa Thian-hong baru

saja memahami inti sari yang tercakup dalam catatan Kiam keng bu kui, meskipun ilmu

pedangnya mengalami kemajuan yang pesat namun belum membaur seratus persen,

kematangannya masih jauh dari harapan tapi setelah mengalami penyelidikan serta latihan yang

tekun selama banyak waktu, hasil yang diraih sekarang ini meningkat beberapa kali lipat jika di

bandingkan dulu.

Untung yang dihadapinya saat itu adalah Kiu-im Kaucu yang lihay, andaikata berganti dengan

orang lain, mungkin satu juruspun tak sanggup menahan.

Begitulah, makin lama pertarungan berlangsung Kiu-im Kaucu makin terkesiap, timbullah rasa

was-was dalam hatinya, ia membatin jika kemajuan pasat yang dicapai bocah itu dalam ilmu silat

demikian besarnya, maka kalau keadaan dibiarkan berlangsung beberapa bulan lagi, tanpa

berlatih kitab kiam keng pun, bocah itu sudah amat sulit tandingi.

Kalau hal ini sampai terjadi, bukankah itu berarti kursi kebesaran sebagai manusia nomor wahid

dikolong langit akan terjatuh ke tangan anak muda itu?

Mempertimbangkan kerugian yang bakal dicapai ini, rasa iri dan dengki segera timbul dalam

benaknya, hawa nafsu membunuh pun ikut berkobar menyelimuti seluruh benaknya, dia segera

ambil keputusan untuk lenyapkan musuh tangguh ini dari muka bumi.

Baru saja ingatan jahat itu melintas dalam benaknya, dan belum terpikirkan olehnya bagaimana

cara untuk merebut kemenangan, tiba-tiba dari atas tanggul ditepi pantai berkumandang suara

tertawa yang amat merdu bagaikan genta.

“Eeh…. tiamcu istana nerakaa, kalau punya nyali, hayo seberang kemari, mari kita bergebrak

sebanyak tiga ratus jurus!”

Tiamcu istana neraka amat terkejut, ketika dia berpaling maka terlihatlah Pek Kun-gie sedang

berdiri diatas tanggul sambil menuding ke arahnya dan mencaci maki, mukanya berseri seri dan

penuh rasa bangga, sementara bayangan tubuh dari Seng tongcu lenyap tak berbekas, entah

kenama kaburnya kakek tua itu.

Sambil bertolak pinggang dengan tangan kirinya, dan menuding ke arah perahu dengan pedang

lemasnya, Pek Kun-gie tertawa mengikik.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

431

“Hiiih…. hiiih…. hiiih…. Kiu-im Kaucu! ejeknya, “anak buahmu itu terlalu tak becus, cuma sekali

ayun pedang batok kepala nya sudah terpenggal lepas dari kepalanya, haaah…. haaah…. haaahh

maaf, maaf, terpaksa aku musti bikin hati kaucu menjadi susah!”

Sementara itu Hoa Thian-hong telah menyerang musuhnya dengan jurus Kiu thian cu lay

(sembilan langit penuh seruling), serangan itu dilancarkan begitu cepat ibaratnya anak panah

yang terlepas dari busurnya kemudian ia membentak keras, “Kun Gie, hayo cepat pergi dari situ,

jangan bikin kacau lagi ditempat ini!”

“Baik!” jawab Pek Kun-gie dari atas daratan, aku segera kembali ke kota Lok yang dan mencari

pedang emas itu lebih dulu!”

Habis berkata ia segera putar badan dan berlalu dari sana.

Tiamcu istana neraka mengecutkan dahinya rapat-rapat, kepada Kiu-im Kaucu yang sedang

terlibat dalam pertarungan sengit, serunya dengan suara lantang, “Ilmu silat yang dimiliki Seng

tongcu sangat lihay, dengan kepandaian yang dimiliki budak itu tak mungkin dia bisa dibikin

keok, sudah pasti pihak musuh mendapat bala bantuan yang tersembunti dibelakang tanggul….!”

Baru saja lari beberapa langkah, tiba-tiba Pek Kun-gie berhenti dan berpaling kembali, ia berseru

dengan nyaring, “Eehh Kiu-im Kaucu, cepatlah kirim beberapa orang anak buahmu yang berilmu

tinggi untuk mengejar aku, kalau sudah terlambat menyesal tak ada gunanya!”

Tiamcu istana neraka naik darah, dengan dahi berkerut segera serunya, “Hamba mohon perintah

uutuk naik kedarat guna membekuk budak itu, harap kaucu akan mengabulkan!”

“Baik!” sahut Kiu-im Kaucu dengan suara dalam, “Kerahkan segenap kekuatan yang tergabung

dalam istana neraka untuk naik ke darat, bekuk Pek Kun-gie sampai dapat”

Tiamcu istana neraka mengiakan, sambil ulapkara tangannya ia segera terjun kedalam air, dalam

sekejap mata bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.

Secara beruntun sembilan belas orang anak buah istana neraka ikut terjun pula kedalam sungai,

dengan cepat mereka berenang menuju ke arah daratan….

Melihat itu, Hoa Thian-hong segera berpikir, “Kedudukan tiamcu istana neraka dalam Kiu-imkauw

sangat tinggi, posisinya hanya setingkat dibawah kaucu seorang, bisa dibayangkan kalau

ilmu silat yang dimilikinya pasti amat lihay, waah…. kalau Kun Gie tidak cepat pergi, dia pasti

akan kena dibekuk!”

Berpikir sampai disitu, ia lantas membentak nyaring, “Kun Gie, cepat kabur!”

“Mau kabur kemana?” ejek Kiu-im Kaucu sinis.

Tongkat kepala setannya tiba-tiba melayang kedepan melancarkan sebuah serangan kilat.

Serangan tersebut berkekuatan sangat besar, lihaynya luar biasa.

Diam-diam Hoa Thian-hong terkesiap, cepat dia mundur selangkah kebelakang, pedang bajanya

meluncur ke bawah dan tiba-tiba menekan diatas toya lawan, sambil menempel diatas toya itu

cepat ia babat jari tangan lawan.

“Ilmu pedang bagus!” puji Kiu-im Kaucu

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

432

Cepat tangan kirinya ditarik kembali, tangan kanannya menekan ke arah bawah dan memakai

jurus Tay san ya teng (menindik kepala dengan butit Tay san, dia sergap musuhnya.

Ilmu silat yang dimiliki dua orang itu sama-sama lihay dan sudah mencapai taraf yang luar biasa,

walaupun serangan dan jurus yang dipakai amat sederhana, tiada sesuatu yang aneh, tetapi

dalam kenyataan tersimpan daya penghancur yang luar biasa.

Begitulah serangan mereka semuanya memakai taktik gerak pendek tapi cepat dan jurus

serangan dibuat sesederhana mungkin, dalam keadaan demikian bukan saja seseorang harus

mempunyai tenaga dalam yang sempurna, daya pencipta yang cemerlang, dia pun musti pandai

memberikan reaksinya atas ancaman yang tiba, sedikit salah bertin dik niscaya akan berakibat

fatal.

Ketika Hoa Thian-hong menghadapi serangan toya yang membabat datang dengan kecepatan

luar biasa itu, ia tahu kecuali menangkis dengan pedangnya tiada jalan lain yang bisa dipakai.

Namun pemuda itupun menyadari betapa gawatnya situasi diseputarnya, dia tak ingin adu

tenaga dengan musuh, sebab sekali adu kekuatan maka akibatnya pasti fatal.

Kalau toh jumlah kekuatan kedua belah pihak seimbang, cara ini pasti akan dilayani olehnya,

namun sekarang dia hanya seorang diri sedangkan musuh berjumlah amat banyak, sekali

terjerumus niscaya dia bakal mati konyol ditangan lawan.

Jilid 22

PEMUDA itu hendak mundur kebelakang untuk menghindar, namun jalan telah buntu, dalam

gugupnya tanpa berpikir panjang sepasang kakinya segera menutul permukaan tanah kemudian

menyeruak dari sisi Kiu-im Kaucu dan menyambar kebelakang punggung lawan.

Dikala tubuhnya masih berada diudara, pedang bajanya yang menyilang didada secepat kilat

membabat ke arah tenggorokan musuh.

Dalam pertarungan yang berlangsung antara dua jago lihay, jarang sekali ada yang mau

bertarung dengan melewati diatas kepala musuhnya, tapi Hoa Thian-hong terpaksa harus

berbuat demikian, hal ini disebabkan karena kesatu keadaan sudah amat terdesak, kedua bila

jurus Tay san ya teng dari Kiu-im Kaucu telah digunakan kemudian dia akan berganti jurus, maka

arah yang paling susah dicapai oleh serangannya itu adalah atas bahu kirinya, Karena itu Hoa

Thian-hong melayang lewat dari titik kelemahan tadi.

Meskipun demikian, andaikata seseorang tidak memiliki ilmu meringankan tubuh yang sempurna,

kendatipun dia ada hasrat untuk berbuat demikian, belum tentu kekuatannya mampu melakukan.

Baru saja Kiu-im Kaucu merasakan serangannya mengenai disasaran yang kosong, desiran angin

tajam telah menyambar dari sampingnya, menyusul pula musuh telah muncul didepan mata,

dalam terperanjatnya cepat dia putar pinggang sambil mengirim toyanya membabat ke arah

belakang dengan jurus Sin liong pak wi (Naga sakti mengebaskan ekor)

“Traang….! sepasang senjata beradu satu sama lainnya menimbulkan letupan bunga api, kedua

belah pitak sama-sama merasakan lengannya jadi kesemutan.

Dengan suatu gerakan hampir menempel disamping telinga Kiu-im Kaucu, secepat kilat pemuda

itu menyambar lewat dan melayang turun dibelakang tubuh lawan.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

433

Gerakan tersebut boleh dibilang dilaksanakan dengan menempuh bahaya maut, sampai jago

yang hadir disitu sama-sama terberanjat dibuatnya, mereka merasa kaget bercampur terkesiap.

Terutama sekali ketika dilihatnya Hoa Thian-hong menyambar lewat dari samping telinga ketua

mereka, saking gugup dan kagetnya hampir saja mereka menjerit tertahan.

Tiamcu ruang siksa Le Kiu gi kuatir kalau kaucunya terluka, tanpa pikir panjang ia getarkan

tangannya kedepan, tiga batang paku penembus tulang yang mengandung racun keji segera

menyergap ke arah punggung Hoa Thian-hong.

Pada waktu itu sepasang kaki Hoa Thian-hong belum mencapai tanah, padahal tenaga luncurnya

telah habis dan tenaga baru belum sempat dihimpun, serangan senjata rahasia itu menyambar

kemuka dengan begitu cepatnya, jelas sulitlah bagi pemuda itu untuk menghindar.

Hampir Le Kiu gi bersorak kegirangan ketika ia lihat Hoa Thian-hong masih tetap tidak

merasakan datangnya ancaman senjata rabasiarya padabal reku2 beracin itu ajdab harocir

menempel diatas punggungnya, terbayang bagaimana seorang jago lihay bakal mampus

ditangannya, air mukanya kontan berseri.

Siapa tahu, seolah-olah diatas punggung Hoa Thian-hong tumbuh mata, menanti paku-paku

beracun itu hampir menempel diatas punggung, pedang baja itu diayun kebelakang

“Tiing! Tiiing! Tiiing!” ketiga batang paku beracun itu langsung menempel diujong pedangnya.

Perlu diketahui pedang itu terbuat dari baja dan diatas pedang tersebut terdapat kekuatan besi

samberani yang kuat, begitu menempel diujung pedang maka ketiga batang paku itu sama sekali

tidak rontok.

Hoa Thian-hong masih tetap tenang seakan-akan tak pernah terjadi sesuatu kejadian bahkan

memandang sekejappun tidak, sorot matanya yang tajam menatap diatas wajahnya Kiu-im

Kaucu tanpa berkedip.

Paras muka Kiu-im Kaucu yang dasarnya sudah pucat, kini berubah makin memucat hingga

seperti kertas, sedikitpun tidak nampak warna darah, matanya yang tajam memancarkan nafsu

membunuh yang tebal, mu kanya menyeringai bengis hingga persis seperti malaikat buas dari

neraka.

Diam-diam Hoa Thian-hong merasa bergidik, pikirnya, “Watak orang ini aneh sekali, aku toh

tidak terikat dendam sakit hati apa-apa dengan dirinya, kenapa….!”

Belum habis ingatan tersebut melintas dalam benaknya, tiba-tiba Kiu-im Kaucu berkata dengan

suara keras, “Engkau toh anggap kamu kuat, kamu tangguh? Kenapa tidak berani beradu

kekerasan dengan aku?”

Hoa Thian-hong tertawa.

“Mau adu kekerasan tentu saja boleh, cuma tak dapat dilang-sungkan diatas peraru ini!” katanya.

Saat itulah tiba-tiba tiamcu ruang siksaan Le Kiu gi menimbrung dari samping, “Lapor kaucu,

sudah lama tiamcu istana neraka naik keatas daratan namun sampai sekarang belum nampak

kembali, jangan-jangan di atas pantai telah terjadi peristiwa diluar dugaan?”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

434

Kiu-im Kaucu terkesiap, cepat dia alihkan pandangan matanya ke arah daratan, pantai memang

kosong tak kelihatan seorang manu siapun, baik anak buah Kiu-im-kauw maupun Pek Kun-gie

seolah-olah lenyap ditelan bumi.

Terdengar Le Kiu gi berkata kembali, “Pek Kun-gie mengetahui pula tempat persembunyian dari

pedang emas itu, kalau kita sampai didahului olehnya, kerugian yang kita derita akan terlalu

besar….”

Sembari berkata sorot matanya melirik sekejap ke arah pedang baja yang berada ditangan Hoa

Thian-hong, maksudnya lebih baik sang kaucu turun tangan merampas pedang baja milik anak

muda itu lebih dulu, sehingga kalau sampai pedang emas tersebut didahului orang, mereka tak

akan sampai memberita kerugian besar.

Sepasang biji mata Kiu-im Kaucu berputar kencang, tiba-tiba serunya dengan nyaring, “Hoa

Thian-hong, tinggalkan pedang baja itu, aku akan persilahkan engkau naik ke daratan, bila kita

berjumpa lagi dikemudian hari, aku berjanji tak akan mencari kemenangan darimu dengan

andalkan senjata”

Bagi orang persilatan, pantangan yang paling besar adalah hutang budi kepada orang lain, dalam

anggapan Hoa Thian-hong ia telah hutang budi kepada Kiu-im Kaucu, bila hutang tersebut tidak

cepat dibayar lunas maka sepanjang hari hidupnya tak akan tenang.

Maka sambil tertawa paksa sahutnya, “Aku bersedia menggunakan pedang baja ini sebagai

imbalan dari Leng-ci berusia seribu tahun itu, cuma kaucu pun harus memberi jaminan kalau

mulai hari ini engkau tak akan mencelakai Giok Teng Hujin bahkan apabila dia berkeinginan

untuk tinggalkan Kiu-im-kauw, maka kaucu tak boleh menghalang-halanginya!”

“Baik!” jawab Kiu-im Kaucu dengan suara lantang, “kita berjanji dengan sepatah kata itu, asal

pedang baja itu kau serahkan kepadaku, akupun akan titahkan orang untuk merapatkan perahu

ini kedaratan”

Mendengar jawaban yang diberikan begitu cepat, sedikit banyak timbul juga rasa curiga dalam

benak Hoa Thian-hong, tapi segera terbayang kembali kalau dia sudah berhutang budi kepada

kaucu ini, sekalipun pedang baja tersebut harus diserahkan kepadanya juga pantas.

Maka tanpa banyak bicara lagi dia angsurkan pedang baja itu ketangan Kiu-im Kaucu.

“Thian-hong! Jangan tertipu….” mendadak seorang gadis berteriak nyaring.

Perasaan hati Hoa Thian-hong tergerak, buru-buru dia tarik kembali pedang bajanya.

Semua oraig ikut terperanjat, tanpa terasa mereka semua lirikan pandangan matanya ke arah

sang pembicara.

Tampaklah Giok Teng Hujin dengan seperangkat pakaian ketat warna hitam sedang berdiri

diburitan perahu sebelah kanan, sebuah senjata yang bersinar tajam berada dalam

genggamannya, sekujur badan dara itu basah kuyup, tampaknya belum lama naik keatas perahu.

Mula-mula Kiu-im Kaucu agak tertegun, menyusul sambil tertawa seram teriaknya, “Besar amat

nyalimu! Bukan saja berani menjumpai aku, bahkan berani pula memusuhi aku…. hemm! Hmm!

Bagus, bagus kalau ingin bicara hayo kemari!”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

435

Sekujur badan Giok Teng Hujin gemetar keras, mukanya hijau kepucat-pucaan, jelas ia sedang

merasa takut, ngeri bercampur emosi sukar untuk membayangkan bagaimanakah perasaan

hatinya waktu itu.

Tiamcu ruang penyiksaan Le Kiu gi segera membentak nyaring, “Kaucu ada perintah, mengapa

tidak maju menghadap?”

Hoa Thian-hong mengenyitkan sepasang alis matanya yang tebal, dengan ilmu menyampaikan

suara ia segera berbisik, “Cepat-cepat kabur dari sini, bagiku lebih gampang untuk lari seorang

diri daripada ber-kawan!”

Meskipun selisih jarak antara kedua belah pihak terpaut empat lima kaki, akan tetapi bisikan

yang langsung ditujukan ke sisi telinga Giok Teng Hujin dapat terdengar amat nyaring, seakanakan

sang pembicara berada di sisi tubuhnya.

Tentu saja Giok Teng Hujin juga mengerti betapa sadis dan kejamnya siksaan lima pedang

menyincang badan serta Api dingin melelehkan sukma itu.

Penampilannya sekarang berani pula mengumumkan penghianatannya secara terus terang, rasa

takut dan ngeri yang berkecamuk dalam hatinya makin menjadi, begitu mendengar bisikan dari

Hoa Thian-hong, buru-buru dia berseru, “Leng-ci berusia seribu tahun adalah barang milik

pribadi, jangan kau serahkan pedang itu kepadanya, ingat baik-baik perkataan itu.

Habis berkata ia menjejakan kaki keatas lantai dan tubuhnya mencebur kembali kedalam sungai.

Begitu hebat amarah yang berkobar didalam dada Kiu-im Kaucu membuat ketua dari Kiu-imkauw

ini hampir saja jadi kalap, dengan setengah menjerit ia membentak, “Le tiamcu! Bong

tongcu! Bekuk budak sialan itu sampai dapat!”

Baik Le Kiu gi maupun Bong Seng yang mendapat perintah itu cepat-cepat mengiakan, mereka

segera memburu kedepan dan mengejar ke arah mana Giok Teng Hujin melarikan diri.

Hoa Thian-hong merasa gelisah bercampur gusar, nafsu membunuh menyelimuti seluruh

wajahnya, cepat tangan kirinya menyambar ketiga batang paku penembus tulang yang

menempel diujung pedangnya ke mudian menyambit ke arah punggung Bong Seng.

Sementara kaki kanannya dengan suatu tendangan kilat menghajar seorang pria bersenjata yang

berada disamping gelanggang hingga mencelat keudara dan menumbuk punggung Le Kiu gi.

Terdengar Bong Seng menjerit kesakitan, tubuhnya langsung terjungkal kedalam air.

Ketiga batang paku penembus tulang itu adalah senjata istana andalan Le Kiu gi, racun yang

dipoleskan diujung senjata tersebut luar biasa ganasnya, dalam keadaan panik, sambitan yang

dilancarkan Hoa Thian-hong itu menjadi suatu sergapan yang maha dahsyat.

Ketiga batang paku penebus tulang itu langsung menancap diatas punggung Bong Seng hingga

tembus empat cun dalamnya, salah satu diantaranya malahan menhajar tepat dihatinya, begitu

tercebur kedalam sungai, racun keji itu mulai bekerja maka mampuslah tongcu itu didalam air.

Dipihak lain, Le Kui gi yang sedang meluncur kedepan tiba-tiba merasa ada orang menyambar ke

arahnya, cepat dia berpaling, ketika dilihatnya orang itu adalah anggota perkumpulan sendiri,

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

436

dengan cekatan ia tolak telapak tangannya, ia bermaksud meminjam tenaga tolakan itu untuk

mempercepat daya luncurnya kedepan.

Siapa tahu dalam paniknya, tanpa disadari oleh Hoa Thian-hong sendiri ia telah kerahkan ilmu

silat tinggi macam Le san ta gou (memukul kerbau dari balik bukit) serta Ciat hu coan lip (Pinjam

benda salurkan tenaga) yang belum pernah dipelajari sebelumnya.

Baru saja telapak tangan Le Kiu gi menolak tubuh orang itu, mendadak dia merasakan

munculnya segulung tenaga pukulal yang maha dahsyat menyambar keluar dari lengan orang itu,

kontan isi perutnya terasa bergolak keras, pandangan matanya jadi gelap dan tanpa mampu

berteriak lagi tubuhnya ikut tercebur kedalam sungai.

Meskipun dihari-hari biasa Hoa Thian-hong tak pernah menggunakan senjata rahasia, tapi

pelbagai macam cara melepaskan senjata rahasia pernah dipelajari olehnya, satu cara paham

maka beratus-ratus macam cara yang lain pun dapat dipahami dengan sendirinya.

Apalagi setelah ilmu silatnya mencapai pada taraf seperti apa yang dimiliki sekarang, memetik

daun menyambit dengan bungapun bisa mencabut nyawa orang.

Kepandaian Bong Seng didalam air memang sudah mencapai taraf yang tak terkirakan, akan

tetapi ia sama sekali tidak menyangka datangnya sergapan dari belakang, nyawanya langsung

melayang keakhirat begitu tubuhnya mencapai air.

Sebaliknya Le Kiu gi hanya menderita luka dalam yang sangat parah, selembar jiwanya masih

dapat diselamatkan.

Perubahan yang terjadi ini sama sekali diluar dugaan siapapun, dalam waktu singkat Giok Teng

Hujin sudah berada tiga kaki jauhnya dari situ, sekali dia menyelam tubuhnya tak pernah muncul

kembali.

Kiu-im Kaucu betul-betul marah besar, apalagi setelah dilihatnya dalam satu gebrakan Hoa

Thian-hong berhasil membunuh seorang panglima besarnya dan melukai yang lain, hampir saja

ia jadi kalap karena sukar mengendalikan diri, dengan suara keras dia menggembor, “Kek

tongcu, bawa segenap anak buahmu dan tangkap budak bajingan itu secepatnya, sedangkan

yang lain segera lubangi semua perahu yang ada, serentak semuanya bekerja, siapa berani

melanggar, bunuh!”

Sembari berseru toya kepala setannya melancarkan serangan-serangan mematikan secara

bertubi-tubi, begitu dahsyat ancaman itu ibaratnya angin puyuh dan hujan badai.

Sebetulnya Hoa Thian-hong tak tega membunuh orang tanpa alasan yang tertentu, tapi

berhubung dia kuatir kalau sampai Giok Teng Hujin tertangkap, maka dia menyerang dengan

tangan besi, bukan saja dahsyat dalam serangan, cara membunuhpun dilakukan sangat keji,

hampir saja dia tercengang sendiri oleh kekejaman sendiri.

Menunggu Kiu-im Kaucu sudah nekad dan menyerang dia dengan taruhkan nyawa, dia baru

merasakan keadaan yang tidak menguntungkan, terpaksa dia putar untuk melayani serangan

musuh, sementara ingatan untuk kabur terlintas dalam benaknya.

Sreeeet! Sreeet! Secara beruntun anak buah perkumpulan Kiu-im-kauw pada terjun kedalam air,

malahan Pia Leng-cu yang sedang menderita luka parahpun dibawah serta terjun ke sungai.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

437

Hoa Thian-hong merasa gugup bercampur gelisah, dari keadaan itu dia dapat menduga kalau

orang-orang Kiu-im-kauw bermaksud melubangi didalam air.

Dalam gugupnya mendadak ia lihat diatas perahu sebelah kiri masih terdapat beberapa orang

yang belum sempat terjun kesungai, pedang bajanya segera diayun berulang kali kemuka

memaksa mundur Kiu-im Kaucu,

Kemudian secepat sambaran kilat dia menyambar keperahu sebelah kiri dan menangkap salah

seorang diantaranya.

Bingung dan tak habis mengerti melintas dalam benak Kiu-im Kaucu, ia tak tahu apa gunanya

Hoa Thian-hong mengempit seorang anak buahnya, secepat kilat dia menerjang kembali ke arah

anak muda itu sambil melepaskan serangan-serangan berantai.

Dengan cekatan Hoa Thian-hong menyingkir kesamping, dalam waktu singkat dia sudah

melayang dua kaki lebih, sekali loncat dia melayang pula kesisi sebelah kiri, semua gerakgeriknya

dilakukan dengan kecepatan laksana sambaran kilat.

Kiu-im Kaucu merasa gugup bercampur gusar, hampir saja dia kalap, bentaknya dengan marah.

“Hoa Thian-hong, kau seorang pria sejati atau bukan? Bukannya bertempur, engkau hendak

kabur kemana?”

Sekali loncat, ia menubruk ke arah mana pemuda itu kabur.

Hoa Thian-hong mendengus dingin.

“Hemm! Perkataanmu tak dapat dipercaya, aku tak sudi masuk perangkap lagi!”

Sambil berkata dia sudah kabur keujung perahu dan loncat kembali keatas perahu sebelah

kanan.

Amarah yang berkobar dalam dada Kiu-im Kaucu benar-benar sukar dikendalikan lagi, dia ikut

menerjang kesitu.

Rupanya Hoa Thian-hong memang sengaja mempermainkan musuh, melihat perempuan itu

mengejar tiba, cepat dia kabur lagi keburitan perahu tersebut.

Begitulah dalam waktu singkat kedua orang itu saling ber kejar-kejaran diatas ketiga buah

perahu itu, yang satu kabur yang lain mengejar, lama kelamaan Kiu-im Kaucu berhasil mendekati

lawannya.

Ini disebabkan Hoa Thian-hong harus mengempit seseorang dibawah ketiaknya, dia memang

lihay dan berilmu tinggi, kalau di bandingkan musuhnya lari pemuda ini jauh lebih cepat,

seandainya kejadian ini berlangsung ditanah datar, mungkin sudah tadi-tadi ia sudah jauh

meninggalkan musuhnya dibelakang.

Benturan keras menggelegar tiada hentinya dari dasar perahu, menyusul timbulnya beberapa

buah lubang diatas perahu tadi, air sungai mulai mengalir masuk keatas geladak dan

menggenanggi seluruh ruangan perahu.

Diam-diam Kiu-im Kaucu menyeringai seram, sambil melakukan pengejaran yang ketat, ia

berteriak nyaring, “Hoa Thian-hong, apa maksudmu mengempit seorang anak buahku?”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

438

Kalau toh harus mati, sedikit banyak aku musti cari kembali modalku….!” sahut Hoa Thian-hong

cepat.

Mendengar perkataan itu, Kiu-im Kaucu teryawa terbahak-bahak.

“Haahh…. haahh…. haahh…. anak murid perkumpulan kami banyak sekali jumlahnya, kalau

punya kegembiraan hayo bunuh saja mereka sampai habis….!”

Hoa Thian-hong mendengus dingin, tiba-tiba ia menerjang ketepi perahu, kemudian orang yang

berada dibawah ketiaknya langsung dilempar kedepan dengan keras, menyusul mana dia ikut

melayang kedepan….

***

KIU-IM KAUCU jadi sangat terperanjat, cepat ia menerjang keujung perahu, tapi sayang sudah

terlambat, pemuda itu telah melayang jauh ke arah depan, melihat itu sambil mendebrak kakinya

diatas lantai perahu teriaknya setengah menjerit, “Orang she Hoa! Aku bersumpah tak akan

hidup tersama kau….”

Sementara itu orang-orang yang berada dalam sungai sama-sama menjerit kaget, tapi diantara

mereka yang berotak cerdas cepat putar badan dan cepat-cepat berenang menuju ke arah pantai

dengan melawan gulungan ombak yang besar.

Hca Thian-hong yang melayang ditengah udara bergerak enteng ke arah depan, ketika daya

luncurnya menjadi lemah dan tubuhnya melayang kembali kebawah, kebetulan orang yang

dilempar lebih dahulu kedepan itu berada dibawah kakinya, ia segera menggunakan punggung

orang itu sebagai batu injakan, sekali menjejak tahu-tahu ia sudah meluncur kembali kedepan

untuk kedua kalinya.

Loncatan yang pertama ia berhasil melampaui jarak sejauh enam kaki, kemudian dalam loncatan

yang kedua ia mencapai jarak empat kaki delapan depa, ketika masin berada ditengah udara, ia

selipkan kembali pedang bajanya ke arah pinggang.

Kemudian dikala badannya meluncur kebawah dengan cepat hingga tampaknya pemuda itu

segera akan tercebur kedalam sungai, tiba- tiba kaki kanannya menjejak kembali diatas telapak

atas kaki kirinya, sepasang telapak tangannya mendayung kebelakang lalu ditekan ke arah

bawah, dengan kerahkan ilmu meringankan tubuh menaik keawan lewat tangga, suatu

kepandaian ginkang tingkat tinggi, sekali lagi badannya meluncur kemuka untuk ketiga kalinya.

Dari balik tanggul di tepi pantai tiba-tiba loncat keluar Pek Kun-gie, tatkala menyaksikan

kelihayan kekasihnya dia segera berte puk tangan sambil bersorak, “Horee…. bagus…. bagus….

Thian-hong,kau memang hebat, aduuhh mak!”

Pujian itu diakhiri dengan suatu jeritan kaget.

Walaupun secara beruntun Hoa Thian-hong sudah tiga kali mengganti napas dan mencapai

permukaan sungai seluas empat lima belas kaki, akan tetapi jarak dari perahu sampai daratan

ada dua puluh kaki jauhnya, kendati ilmu meringankan tubuhnya amat sempurna, tak urung dia

kehabisan napas juga sehingga akhirnya toh ia tercebur pula kedalam sungai.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

439

Pada waktu itu anak buah Kiu-im Kaucu tersebar ditengah sungai, mereka sedang menugggu

sampai perahu itu tenggelam barulah saat itu serentak menyerbu maju untuk melawan

mangsanya.

Siapa tahu Hoa Thian-hong telah keluarkan ilmu simpanannya yang lihay hingga jauh

meninggalkan lawan-lawannya, menanti kawanan jago dari Kiu-im Kaucu berdatangan ketempat

kejadian, pemuda itu sudah mencapai tepi daratan.

Pek Kun-gie sangat gembira, dengan muka berseri dia lari ketepi sungai dan mengulurkan

tangannya kebawah sambil berseru, “Hayo cepat naik, hayo cepat naik, mereka sudah makin

mendekat, hati-hati, tuh lihat! Mereka sudah sampai dibelakangmu…. “

Sekalipun ilmu berenang milik Hoa Thian-hong tidak begitu bagus, akan tetapi untuk berenang

dalam jarak selebar lima enam kaki bukan merupakan suatu pekerjaan yang terlalu menyulitkan,

dalam sekejap mata ia sudah mencapai tepi pantai dan diseret naik keatas daratan oleh Pek Kungie.

Begitu naik keatas darat, gadis itu segera menarik tangannya untuk diajak kabur dari situ.

“Jangan gugup, tak usah terburu nafsu, kita tunggu mereka sebentar….!” kata Hoa Thian-hong

cepat.

Ia putar badan dan berdiri tegak, dengan sorot mata tajam di awasinya musuh-musuh yang

tersebar ditengah sungai.

Pek Kun-gie gelisah sekali sambil mendepak-depakan kakinya kembali dia berseru, “Hayo cepetan

dikit, kita harus segera mencari pedang emas itu, hayo cepat! Kita bisa kena didahului mereka….”

Hoa Thian-hong tertawa geli menyaksikan kepanikan orang, sabutnya sambil tersenyum, “Huuss!

Jangan ribut dulu, memangnya kau anggap Pia Leng-cu suka berterus terang, ingat? Dia toh

seorang hidung kerbau yang licik dan banyak akal setannya”

Tentu saja Pek Kun-gie tahu apa sebabnya pemuda itu tak mau pergi dari situ, seratus persen

dia tentu sedang menguatirkan keselamatan Giok Teng Hujin, kontan saja dia jadi mendongkol

dan berdiri dengan muka cemberut, cemberutnya cemberut masam.

Disar perempuan, kalau sudah cemburu memang sukar disembunyikan dalam hatinya, gadis itu

tahu, bila Hoa Thian-hong sedang penuju sesuatu, biar diseretpun percuma saja, terpaksa diapun

tidak merengek lebih jauh.

Pada saat itulah seorang kakek tua bersenjatakan pedang pendek dari Kiu-im-kauw telah

mencapai daratan, dengan cepat dia merangkak bangun dari dalam air dan siap loncat keatas

tanggul.

Hoa Thian-hong segera maju sambil menggetarkan pedang bajanya, dia mengancam.

“Kau sudah bosan hidup yaa? Hayolah, kalau pingin pulang keakhirat…. silahkan naik ke darat!”

Sekilas rasa kaget dan ngeri meliputi paras kakek tua itu, cepat-cepat dia menyelam kembali

kedalam air dan mundur dua kaki kebelakang, dengan termangu-mangu dia memandang ke arah

daratan, untuk sesaat lamanya kakek tua itu tahu apa yang musti dilakukan

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

440

Hoa Thian-hong alihkan kembali pandangan matanya jauh ketengah sungai, waktu itu dia lihat

ada banyak orang sedang berenang menuju kehilir sungai, dia tahu kawanan jago itu sedang

mencari Giok Teng Hujin untuk dibekuk, hatinya makin gelisih bercampur murung.

Dari perubahan wajah anak muda itu, Pek Kun-gie sendiripun dapat merasakan kalau kekasihnya

sedang menguatirkan keselamatan Giok Teng Hujin, api cemburu membakar hatinya makin

keras, pikirnya, “Kalau dia tak mau pergi, apa salahnya kalau kutotok saja jalan darahnaya

kemudian membawa dia kabur dari sini?”

Cepat dia ambil keputusan, jari tangannya diam-diam menyodok kedepan dan menotok jalan

darah Hoa Thian-hong yang ada diarah pinggang.

Totokan tersebut sudah diarahkan secara tepat, bahkan berat ringannya serangan telah

diperhitungkan masak-masak, siapa sangka anak muda itu cuma mengerutkan tubuhnya dan

totokan tersebut sama Sekali tidak menunjukkan reaksi.

Pek Kun-gie semakin panik dan keki, akhirnya dia mendepakkan kakinya keatas tanah sambil

mengomel, “Baik…. baik…. kalau engkau tak mau pergi dari sini, jangan salahkan aku kalau jiwa

Cu locianpwe, dewa yang suka pelancongan itu terancam bahaya, sekarang dia sedang bergerak

melawan dua puluh orang jago lihay dari Kiu-im-kauw!”

Sekarang Hoa Thian-hong baru kaget, teriaknya, “Kenapa tidak kau katakan sedari tadi?”

Cepat ia sambar tangan gadis itu dan kabur menuju ketengah dataran.

Pantai selatan sungai Hoang ho merupakan tanah gersang yang jarang ditanami pepohonaan,

bukan saja tak ada persawahan disitupun jarang ada perumahan, pemandangan kealam bebas

amat luas sekali

Begitu mencapai keatas daratan, dari kejauhan Hoa Thian-hong telah menyaksikan rombongan

manusia sedang terlibat dalam suatu pertarungan sengit, ketika dihitung jumlahnya ternyata

mencapai tiga empat puluh orang lebih.

Pemuda itu jadi panik, dia percepat larinya dan langsung bergerak menuju ketempat kejadian.

Menanti ia sudah hampir mendekati tempat kejadian, maka segala sesuatunya dapat terlihat jauh

lebih jelas lagi.

Ternyata orang yang sedang terlibat dalam pertarungan itu terbagi menjadi dua tombongan,

grup pertama terdiri dari Tiam cu istana neraka beserta kesepuluh orang anak buahnya dari Kiuim-

kauw, sedangkan grup kedua terdiri dari Kho Hong-bwee, Pek Soh-gie beserta belasan orang

anak buahnya dari perkumpulan Sin-kie-pang, selain itu ditambah pula dengan dua orang jago

lain, mereka adalah Cu Thong dewa yang suka pelancongan yang gemuk dan pendek serta Bong

Pay yang baru saja sembuh dari luka parahnya.

Kho Hong-bwee masih tetap berdandan sebagai seorang Too koh (rahib) sambil putar pedang

mustikanya ia sedang melangsungkan pertarungan sengit melawan tiamcu istana neraka.

Sedangkan sisanya, yang lain melangsungkan suatu pertarungan massal yang tak kalah serunya,

diantara dua rombongan jumlah anak buah Kiu-im-kauw jauh lebih banyak beberapa orang.

Seng tongcu dari ruangan penerimaan anggota baru menggeletak ditepi gelanggang dalam

keadaan jalan darah tertotok, empat orang anggota Kiu-im-kauw sedang berusaha untuk

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

441

menolong Seng longcunya itu, tapi Dewa yang suka pelancongan Cu Thong selalu menghalangi

jalan pergi mereka dengan kebutan kakinya.

Pertarungan ini berjalan sangat kocak dan penuh dihiasi oleh suara tertawa haha hihi yang

nyaring.

Ketika Hoa Thian-hong mencapai tempat kejadian, dari kejahuan Cu Thong telah berseru, “Hey

anak Seng, baik-baik bukan dirimu?”

“Orang tua, engkau sendiri juga baik-baik bukan? sapa Hoa Thian-hong pula sambil tertawa.

Dengan muka berseri-seri Pek Kun-gie menarik tangan anak muda itu untuk mendekati

gelanggang pertarungan, serunya dengan bersemangat, “Hayo kita cepat-cepat bereskan

kawanan manusia itu, kemudian berangkat ke kota Lok yang untuk mencari pedang emas!”

Hoa Thian-hong tersenyum.

“Boleh saja kalau ingin ambil pedang emas, aku cuma kuatir kalau pengakuan dari Pia Leng-cu

tidak jujur, kalau kita sampai kecele dan menubruk tempat kosong, idiih! Malu sekali aaah, kita

bisa ditertawa kan orang-orang Kiu-im-kauw!”

Aaah, perduli bagaimana nantinya, sekarang pokoknya kita musti labrak begundal-begundal dari

Kiu-im-kauw ini lebih dahulu sampai babak belur, mumpung harimau betina yang galak itu belum

sampai disini, lumayan toh kalau kita bisa hadiahkan beberapa buah bogem mentah ditubuh

mereka?”

Hoa Thian-hong tertawa geli sewaktu mendengar Pek Kun-gie mengistilahkan Kiu-im Kaucu

sebagai Harimau betina, sebetulnya dia mau maju untuk melabrak musuhnya, tiba-tiba ia lihat

Bong Pay sedang bertarung dengan Pek Soh-gie mendampingi disamping nya.

Serangan jari maupun telapak tangan dari Bong Pay lihay sekali, angin serangannya dahsyat dan

mengerikan, setiap Pek Soh-gie temui bahaya dia segera maju menolong.

Satu ingatan cepat terlintas dalam benaknya, dia berpikir, “Bong toako memang gagah dan

ganteng dia paling cocok kalau dijodohkan dengan nona gede dari keluarga Pek, bila dua orang

itu bisa berpasang, waah! Mereka merupakan sepasang sejoli yang paling cocok, aaah! Lebih

baik aku tak usah maju, biar mereka bertarung agak lamaan secara berduaan!”

Pek Kun-gie tak tahu jalan pikiran kekasihnya, melihat pemuda itu batal untuk maju ia jadi

keheranan, segera tanyanya dengan hati gelisah, “Eeh, kenapa kau? kita tidak segera melabrak

mereka, kalau sampai pasukan besar musuh tiba disini, kitalah yang bakal konyol!”

“Sstt! Jangan ribut dulu” bisik Hoa Thian-hong sambil tersenyum, “kalau kau gembar gembor

begitu, konsentrasi yang lagi tertolong pasti akan buyar!”

Kemudian sambil menuding kedepan, bisiknya lagi, “Coba kau lihat ilmu pedang ibamu, Huuh!

Kalau dibandingkan dengan kepandaianmu…. waaah! sejaripun kau tak menampil….”

“Hmm! Aku tak mau ambil perduli, pokoknya asal lebih hebat dari Chi Wan Hong, binimu itu, aku

sudah puas!” jawab Pek Kun-gie dengan bibir dicibirkan.

Hoa Thian-hong tertawa, ia merasa tidak leluasa untuk menanggapi lebih jauh maka pemuda itu

lantas membungkam.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

442

Seperti teringat akan sesuatu tiba-tiba sikap Pek Kun-gie berubah jadi gelisah bercampur panik.

Setelah putar biji matanya kesana kemari gadis itu langsung kabur kemuka sambil berseru,

“Thianhong, hayo cepatan dikit, kalau terlambat kuatirnya tidak keburu lagi!”

Dalam waktu singkat dia sudah kabur sejauh puluhan kaki dari tempat semula.

Hoa Thian-hong sama sekali tidak beranjak dari tempat semula, dia kuatir pertarungan seru itu

diganggu oleh kehadiran Kiu-im Kaucu beserta anak buahnya, kalau sampai jago lihay itu muncul

disana dan dia sedang pergi, siapa lagi yang mampu menghadapi kelihayannya?

Tiba-tiba terdengar Kho Hong-bwee berseru dengan cemas, “Hoa kongcu, cepatlah kejar dia, aku

kuatir budak itu sudah teringat oleh suatu urusan penting kalau tidak ia tak akan segugup dan

segelisah itu!”

Hoa Thian-hong selain menghormati watak Kho Hong-bwee, selama ini dia pandang perempuan

itu sebagai angkatan yang lebih tua, tentu saja ia merasa tak enak hati untuk menampik

permohonannya, terpaksa dia kabur mengejar ke arah mana Pek Kun-gie lenyapkan diri.

Tiamcu istana neraka merasa amat terperanjat ketika diketahuinya arah yang ditempuh dua

orang itu adalah kota Lok yang, dia segera berpikir dalam hati, “Aduuh celaka! Kalau dililat arah

mereka jelas kedua orang itu sedang kabur ke kota Lok yang untuk mencari pedang emas….”

Karena kuatir cepat dia loncat mundur dari gelanggang, sambil ulapkan tangannya ia berseru,

“Orang-orang dari Kiu-im-kauw segera ikut aku.

Begitu selesai berbicara dia segera mengejar ke arah Hoa Thian-hong berdua.

Secara beruntun orang-orang dari Kiu-im-kauw mengundurkan diri dari gelanggang pertarungan

dan menyusul dibelakang Tiamcu mereka.

Kho Hong-bwee seria Cu Thong sekalian tentu saja tak mau ketinggalan, mereka ikut menyusul

dibelakang orang-orang Kiu-im-kauw.

Dengan begitu maka dalam waktu singkat tempat itu menjadi sunyi kembali, kecuali Seng longcu

seorang yang masih menggeletak diatas tanah karena tidak mampu bergerak.

Gerak tubuh Hoa Thian-hong sangat cepat bagaikan hembusan angin, sekejap kemudian dia

sudah menyusul disamping Pek Kun-gie sambil menarik tangannya pemuda itu menegur, “Eeh,

apa-apaan kamu ini? Kenapa kau lari dengan muka gugup? Hayo bilang, permainan setan apa

yang sedang kau lakukan?”

Pek Kun-gie tidak langsung menjawab, dia berpaling kebelakang, sewaktu dilihatnya para jago

yang lain sedang menyusul dibela kangnya ibarat seekor naga panjang, dara cantik itu merasa

gembira bercampur gelisah serunya lantang, “Hayo kita kabur rada cepatan dikit, pokoknya kita

harus jauh tinggalkan orang-orang dibelakang sana!”

“Ibumu dan encimu toh ikut dirombongan belakang, masa engkau juga akan tinggalkan mereka

semua?” tegur sang anak muda keheranan.

“Tentu saja!”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

443

Mendadak gadis itu merasa salah bicara, cepat ia membungkam dan mempercepat larinya

kedepan.

Bukan bertambah cepat, Hoa Thian-hong malahan semakin memperlambat gerak tubuhnya, ia

mengomel, “Aku mau bicara dengan Cu locianpwe serta Bong toako, kalau engkau tak mau

terangkan dengan jelas, aku ogah untuk lari lagi.”

“Engkau tak mau lari lagi?” seru Pek Kun-gie gelisah, “baik, aku segera akan loncat kesungai, aku

akan bunuh diri, aku akan tusuk perutku dengan pisau”

“Eeh…. kenapa musti begitu?” tegur Hoa Thian-hong tercengang.

“Kita tinggalkan dulu orang-orang itu, nanti akan kukatakan dengan sejujurnya!”

Ha Thian-hong benar-benar dibuat kehabisan akal, dengan perasaan apa boleh buat terpaksa dia

mempercepat larinya kedepan.

Begitu dia kerahkan kepandaian saktinya dalam sekejap mata para pengejar dibelakang sudah

ketinggalan jauh sekali.

Kurang lebih sepertanak nasi kemudian Pek Kun-gie baru terpaling kebelakang, ia lihat hanya

tiamcu istana neraka serta Cu Thong dua orang saja yang masih mengguntil dikejauhan, sedang

sisanya yang lain sama sekali tidak nampak batang hidungnya lagi.

Bicara sebenarnya, ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Kho Hong-bwee termasuk sangat lihay,

malah jauh diatas kepandaian tiamcu dari istana neraka maupun Cu Thong, akan tetapi dia ada

maksud untuk memberi kesempatan bagi putrinya untuk jalan bersama Hoa Thian-hong,

karenanya ia sama sekali tidak mengejar dengan sepenuh tenaga.

Sebaliknya orang-orang yang lain telah kerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya, sampai

seluruh badan telah basah kuyup oleh air keringat namun mereka masih tetap ketinggalan jauh

sekali.

Sementara itu Hoa Thian-hong telah menemukan pula keanehan yang menyelimuti wajah Pek

Kun-gie, dia merasa amat tercengang sehingga tanpa terasa tegurnya, “Ada urusan apa toh? Kok

kau kelihatan begitu gembira?”

Pek Kun-gie tertawa cekikikan.

“Kita lari dipaling depan, itu beratti pedang emas tersebut sudah pasti akan terjatuh ketangan

kita”

“Aku tidak percaya kalau engkau gembira karena soal ini, Hayo cepat mengaku terus terang!

Kalau tidak awas kalau kulemparkan tubuhmu kedalam sungai”

Pek Kun-gie semakin geli hingga tertawa mengikik.

“Hmm Apa takutnya beritahu kepadamu? Aku bukan orang bodoh, bukankah engkau selalu paksa

aku untuk pulang kerumah? Nah sekarang ibuku sudah datang, kalau aku tidak cepat-cepat

kabur memangnya aku harus menunggu sampai diseret pulang olehnya?”

“Haahh…. haahhh…. haahh…. rupanya karena soal itu, tapi kalau kau bergelandangan terus

diluar….”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

444

“Sampai matipun aku tak mau pulang, pokoknya kalau kau paksa aku untuk pulang kerumah,

berarti kauingin aku cepat mampus tukas sang dara dengan cepat.

Setelah tertawa cekikikan, ia melanjutkan, “Sekalipun sudah pulang ke gunung, kau toh masih

bisa ngeloyor keluar!”

Pokoknya aku akan ikut terus disampingmu, kau lari ke timur ikut ke timur, kau naik langit aku

ikut kelangit, itu namanya kalau sudah jodoh kemana tak akan lari lagi, Mengerti?”

Hoa Thian-hong tersenyum dihatinya dia berpikir, “Nasibnya memang jauh lebih beruntung

daripada Ku Ing-ing, dia masih punya rumah, masih ada ayah ibu dan saudara, lain sebaliknya

Ing ing telah menjadi penghianat dari Kiu-im-kauw, dia harus buron te rus dengan hidup

bersembunyi, dunia begini luas, kemana dia akan mencari tempat berteduh?”

Teringat sampai kesitu, rasa sedih dan murung kembali menyelimuti wajahnya, rasa gembira

yang semula menghiasi wajahnya kontan tersapu lenyap hingga sama sekali tak berbekas.

Pek Kun-gie belum merasakan kesedihan anak muda itu, ia masih gembira dan berjoget dengan

riang gembira, serunya lagi dengan setengah mengomel, “Hayolah cepatan dikit larinya…. Ooh

Lo Thian! Hayolah, cepatan dikit kalau lari”

“Kau tahu Kiu-im Kaucu masih ada dibelakang, kalau orang orang kita dibelakang sampai ketemu

dengannya, mungkin jiwa mereka akan terancam, aku lihat lebih baik kita balik kesana sambil

periksa keadaan mereka, setuju bukan?”

Mula-mula Pek Kui Gie agak kaget, menyusul mana sambil tertawa sahutnya, “Ooh, jangan

kuatir, makin cepat kita kabur ke arah kota Lok yang, Kiu-im Kaucu akan semakin gelisah dan dia

akan mengejar semakin kencang, sekalipun ibu tak dapat menangkan dia, belum tentu beliau

akan dikalahkan dalam waktu singkat, saat ini pikiran dari Kiu-im Kaucu telah melayang keatas

pedang emas itu, dia pasti akan kerahkan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk mengejar

kita, tak mungkin dia akan mencari kesulitan buat diri sendiri, percaya tidak?”

Hoa Thian-hong berpikir sebentar, dia merasa apa yang diuraikan dara itu memang sangat

masuk diakal, maka segera pikirnya, “Keadaan dari Ing ing jauh lebih berbahaya, kalau begitu

akan kuusahakan untuk peroleh pedang emas itu kemudian baru mengajak Kiu-im Kaucu untuk

berunding secara baik-baik, mungkin dengan imbalan pedang emas tersebut dia bersedia untuk

menyelesaikan persoalan ini secara baik-baik….”

Setelah mengambil keputusan didalam hati, cepat dia kerahkan segenap kemampuannya untuk

mengerahkan ilmu meringankan tubuh tingkat tingginya sambil menarik tangan Pek Kun-gie

bagaikan hembusan angin puyuh mereka kabur menuju ke kota Lok yang.

Kurang lebih dua tiga jam kemudian sampailah mereka dikota Lok yang, waktu itu malam sudah

menjelang lagi, cahaya lampu menerangi setiap rumah penduduk didalam kota, ketika masuk ke

kota kebetulan hujan sedarg turun dengan derasnya.

Hoa Thian-hong segera menarik Pek Kue Gie untuk berteduh dibawah emper rumah orang,

katanya, “Hayolah kita cari sebuah rumah makan untuk berteduh dari hujan deras ini, sementara

kau bersantap, aku akan mencari pedang emas itu, asal ketemu aku segera akan menyusul!”

“Tidak, aku tidak mau, kita harus berada bersama-sama,” jawab Pek Kun-gie sambil

membereskan rambutnya yang kusut, dia hembuskan napas panjang.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

445

Kemudian tanpa banyak bicara Pek Kun-gie meneruskan perjalanan diteagah bujan deras.

Menyaksikan kenekatan dara itu, Hoa Thian-hong tidak bisa berbuat apa-apa lagi kecuali

mengikuti dibelakangnya.

Sesaat kemudian mereka sudah tiba didepan rumah penginapan Ciat-seng, sambil menuding

jendela loteng dari kedai penjual obat itu Pek Kun-gie berkata, Diatas loteng itulah gudang

penyimpanan obat yang dimaksudkan imam sekarat itu.

“Ikuti aku!” seru Hoa Thiaa Hong cepat”

“Eeeh…. tunggu sebentar!” tiba-tiba Pek Kun-gie berseru, seraya berkata dia lari masuk kedalam

kedai obat itu dan memesan sejenis benda.

Setelah gadis itu muncul kembali, Hoa Thian-hong baru bertanya dengan keheranan.

Eeeh, apa-apaan kau ini?

“Pinjam korek api, engkau membawa bahan untuk obor bukan?” sahut Pek Kun-gie.

Hoa Thian-hong menggeleng sambil tertawa, dia berputar ke arah kiri, dari situ sambil

menggandeng tangan Pek Kun-gie loncat naik keatas loteng kecil itu, setelah membuka

jendelanya mereka menyusup masuk kedalam ruangan itu.

“Tutup jendela itu rapat-rapat” bisik Pek Kun-gie, aku akan mencari pedang emas itu se-mentara

engkau jaga didepan jendela, jangan beri kesempatan kepada lawan untuk masuk kesini!”

Hoa Thian-hong segera tutup pintu jendela dan berjaga disa mpingnya, sementara Pek Kun-gie

telah memasang api dan memilih sebuah batang ranting obat yang mudah terbakar, dengan

rating itu Sebagai obor ia serahkan kepada sang pemuda untuk memegangnya, sedang dia

sendiri dengan badan basah kuyup mulai mencari pedang emas tersebut disekitar ruangan loteng

itu.

Pek Kun-gie adalah seorang jagoan dunia persilatan, dalam soal menggeledah atau melakukan

pencarian harta pusaka sudah terlalu hapal dan berpengalaman, setelah memeriksa sekejap

sekitar situ dia lantas loncat naik keatas belandar rumah, ia periksa dengan seksama setiap

bagian ruangan yang mungkin bisa dipakai untuk menyembunyi kan pedang itu, malahan atap

maupun celah celah dinding pun diperiksa dengan seksama, namun pedang emas tersebut sama

sekali tidak ditemukan.

Perlu diketahui, ranting yang digunakan sebagai bahan obor itu adalah sejenis bahan obat,

karena terbakar maka timbullah asap yang tebal, dan asap itu segera menggumpal didalam

seluruh ruangan “berhubung tiadanyva celah sebagai penyaluran, maka dalam waktu singkat

ruangan itu sudah berbau bahan obat yang sangat tebal.

Mencium ban obat-obatan itu Hoa Thian-hong segera berkata sambil tertawa geli, “Waaaduuh….

obat-obatan apaan ini? Kalau termasuk bahan obat yang mahal harganya, sayang toh kalau

dibakar dengan begitu saja

“Memangnya aku juga tahu? Tanya saja sama binimu!” sambung Pek Kun-gie cepat.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

446

Sambil melayang turun keatas tanah, gadis itu mulai pindahi bahan-bahan obatan tersebut dan

menggeledah seputar ruangan itu.

Perlahan-lahan Hoa Thian-hong menghampiri kesamping Pek Kun-gie, dia angkat tinggi-tinggi

obor tersebut agar sinar penerangan jauh le bih tajam, ketika dilihatnya pakaian dara iiu basah

kuyup oleh air hujan dan tubuhnya sekarang basah pula oleh keringat, ia jadi dibikin sangat

terharu.

“Istirahatlah dulu” bisiknya dengan lembut, “aku akan menggan tikanmu untuk menggeledak

disekitar tempat ini!”

“Ruangan ini penuh dengan debu, kotornya bukan kepalang, kau tak usah ikut, nanti kotor

tanganmu!”

Setelah tertawa manis, sambungnya kembali.

“Pia Leng-cu memang seorang telur busuk sialan, setelah menotok jalan darah pingsanku, dia

telah menaruh badanku dibawah tumpukan bahan obat-obatan itu, ketika kusadar dari pingsan

terasa pandangan mataku jadi sangat gelap, diatas badan masih tertumpuk oleh bahan rumputrumputan

kering Hiih….! Waktu itu aku menyangka sudah mampus dan nyawaku sudah ada di

akhirat.”

“Imam tua itu memang patut dibenci tapi patut juga dikasihani” Hoa Thian-hong menanggapi,

“ibu jarinya sudah ditusuk oleh sebatang paku beracun yang ganas, jika jalan darahnya

dibebaskan maka jiwanya pasti akan melayang tinggalkan raganya!”

Daripada biarkan dia hidup sambil mencelakai orang dijagad, memang lebih enak kalau dibikin

mampus saja, hidang kerbau sialan itu seorang telur busuk besar sekalipun dicincang tubuhnya

juga pantas.

Gadis itu berhenti sebentar, kemudian melanjutkan, “Kenapa toh kakinya kok jadi pincang??”

“Oooh dia kena digigit oleh Soat-ji rase salju milik Giok Teng Hujin!”

“Dan mukanya yang bengkak? Apa engkau yang tampar mukanya dengan tangan?”

“Ooh bukan, aku menyemburnya dengan semburan arak!”

“Semburan arak?” Pek Kun-gie, tiba-tiba membelalakan matanya lebar-lebar.

Tiba-tiba dia membanting sedikit bahan obat yang ada dicekalannya keatas lantai, kemudian

sambil mencak-mencak karena mendongkol teriaknya, “Bagus, bagus sekali, orang sedang

berada dimulut harus, mampuspun tak berkesempatan, engkau malahan cari kesenangan dengan

temani perempuan lain minum arak, macam apakah kamu itu? Oooh puas sungguh puas yaa??

Hatimu busuk, tak nyana hatimu kejam, aku…. aku akan adu jiwa dengan kau”

Hoa Thian-hong tertawa santai, bisiknya.

“Eeh…. eehhh…. jangan berteriak-teriak begitu, nanti tauke yang punya warung obat naik kemari

lho!”

“Tidak ambil perduli, pokoknya aku mau teriak, aku…. aku mau teriak yang keras….” jerit Pek

Kun-gie makin menjadi.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

447

Cepat Hoa Thian-hong menutupi mulutnya dengan tangan, sebelum dia melakukan tindakan lain,

tiba-tiba jendela dihajar orang sampai terbentang lebar, menyusul Kiu-im Kaucu dengan suatu

sergapan kilat menerjang masuk kedalam ruang loteng itu, begitu tajam sambaran anginnya

sehingga memadamkan obor yang berada ditangan anakmuda itu.

Sekejap mata ruang loteng jadi gelap gulita hingga sukar melihat kelima jari tangan sendiri.

Hoa Thian-hong sangat terkejut, cepat ia cabut pedang bajanya dan berdiri dihadapan Pek Kungie

untuk menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan.

Tiba-tiba Pek Kun-gie bertepuk tangan sambil berteriak kegirangan, “Hooree…. keracunan! Dia

mulai keracunan! Hayo, roboh kau, roboh kau sekarang…. mampus kau!”

Sewaktu menerjang masuk kedalam ruang loteng, Kiu-im Kaucu memang sudah mencium sejenis

bau obat-obatan yang sangat aneh sekali, mulai detik itu hatinya sudah curiga dia kuatir kalau

kena dipecundangi oleh akal busuk Hoa Thian-hong.

Dan kini setelah mendengar seruan yang tiba-tiba diutarakan Pek Kun-gie, kecurigaan semakin

menjadi, dengan hati berdebar karena ketakutan cepat ia jejakkan kaki kelantai dan meluncur

keluar dari ruangan tersebut, peluh dingin telah mengucur keluar membasahi tubuhnya.

Pek Kun-gie tertawa mengikik karena geli, cepat ia menuju ketepi jendela dan melongok

kebawah.

Ditengah hujan sangat deras, tampaklah Kiu-im Kaucu berdiri kaku di tengah jalan raya,

tubuhnya sama sekali tak berkutik barang sekejappun, kesadaannya persis seperti sebuah patung

arca.

Dari sikapnya itu jelas ia sedang kerahkan hawa murninya untuk mengusir, hawa racun yang

mengeram dalam tubuhnya.

Kembali gadis itu tertawa mengikik, serunya dengan lancang, “Hey Kiu-im Kaucu, engkau sudah

terkena racun jinsom dari bukit Tiam Pek san, lebih baik cepatlah pulang kerumah untuk

persiapkan segala urusan yang terakhir, kalau tidak kau pilih peti mati buat diri sendiri, takutnya

mayatmu akan diberikan anjing!”

“Sett….! jangan ribut terus” bisik Hoa Thian-hong, “memangnya sedang ada diruma h sendiri”?

Kaok-kaok terus persis seperti burung gagak”

Pek Kun-gie tertawa cekikikan, ia tidak bicara lagi.

Sementara itu dari kejauhan telah meluncur datang beberapa sosok bayangan manusia, orang

yang tiba dulu adalah seorang To koh berbadan kecil langsing, dia tak lain adalah Kho Hongbwee

ibunya Pek Kun-gie, dibelakangnya menyusul dia orang yaitu Tiamcu istana neraka dari

Kiu-im-kauw serta Dewa yang suka pelancongan Cu Thong.

Sesaat kemudian dari belakang sana baru menyusul datang Kek Thian-tok, itu tongcu pelatih

teknis dari Kiu-im-kauw sambil mengempit tubuh Pia Leng-cu.

Melihat gerak tubuh sang lawan yang begitu cepat dan cekatan walaupun sedang mengempit

seseorang, dalam hati Pek Kun-gie dan Hoa Thian-hong merasa amat terperanjat.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

448

Kek Thian-tok adalah seorang tongcu pelatih teknis yang bertanggung jawab dalam soal

memberi latihan ilmu silat kepada para anggota, darimana anak buah Kiu-im-kauw pandai ilmu

meringankan tubuh dan langkah dewa pemabuk luan ngo beng mi sian tun hoat kalau bukan

belajar dari kepala pelatih teknisnya ini?

Anak buahnya saja sudah begitu lihay, apalagi Kek Thian-tok sebagai pengajarnya, sudah tentu

berlipat ganda kelihayannya dari yang lain, malahan kalau dibandingkan dengan Kiu-im Kaucu

sendiri, boleh dibilang dalam soal ilmu meringankan tubuh dia tak kalah jauh.

Setelah beberapa orang itu sampai ditempat tujuan, mereka menghembuskan napas panjang

untuk menyegarkan kembali dadanya yang turun naik.

Dengan memakai kipasnya untuk menahan air hujan, Dewa yang suka pelancongan Cu Thong

menengadah keatas loreng, lalu teriaknya dengan suara nyating, “Seng ji, kalian lagi apa-apaan?

Permainan setan apa lagi yang telah kamu siapkan? Aaah…. gara-gara kamu, hampir saja

napasku jadi putus ditengah jalan, untuug tak sampai mampus!”

Mendengar teguran itu cepat Hoa Thian-hong melayang turun kebawah, sahutnya sambil

tersenyum, “Boapwe memang rada sinting sehingga bikin susah kau orang tua saja, harap

cianpwe tak usah marah lagi!”

Kemudian ia memberi hormat kepada Kho Hong-bwee sambil menyapa, “Hujini baik-baik bukan

selama ini?”

Kho Hong-bwee, tertawa, sambil balas hormat sahutnya, “Kongcu tak usah banyak adat,

bagaimana dengan kesehatan ibumu?”

Dipihak lain, Kiu-im Kaucu sudah merasa kalau dirinya tertipu, ia periksa seluruh tubuhnya

dengan teliti tapi tak ada tanda-tanda ke racunan, maka sambil melototkan sepasang matanya

dengan pandangan tajam, bentaknya penuh kegusaran, “Hoa Thian-hong! Serahkan pedang

emas itu kepadaku”

Pek Kun-gie melayang turun dari atas loteng, sambil berdiri disisi Hoa Thian-hong, ejeknya,

“Lucu amat kamu ini! Memangnya kami hutang pedang emas atau pedang perak kepadamu?”

Baru saja perkataan itu selesai diutarakan keluar, mendadak dari kegelapan meluncur keluar

sesosok bayangan hitam langsung menerjang ke arah Kek Thian-tok.

Imam bajingan, serahkan jiwa anjing mu!” bentaknya.

Begitu mencapai sasaran, serentetan cahaya perak meluncur dari tangannya dan lenyap

dihadapan….

Kek Thian-tok sangat terkejut, cepat dia putar badan sambil menyingkir beberapa kaki

kesamping, bentaknya dengan gusar, “Siapa kau?”

Dengan terkejut semua orang berpaling ditengah hujan yang amat deras, berdirilah seorang

pemuda bermuka sedih ditengah jalan, dia tak lain adalah Haputule satu-satunya murid It kiam

kay Tionggoan ( Pedang yang menggetarkan daratan Tionggoan ) Siang Tang lay yang masih

hidup.

Sementara itu sebilah pedang perak yang panjangnya beberapa depa telah menancap diatas

punggung Pia Leng-cu langsung tembus hingga gagang pedangnya.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

449

Kek Thian-tok kaget bercampur gusar, ia periksa pernapasan Pia Leng-ci ternyata imam tua itu

sudah menghembuskan napasnya yang penghabisan.

Dalam cemas bercampur marahnya tanpa menunggu perintah dari kaucunya lagi, ia lempar

mayat Pia Leng-cu keatas tanah, sambil membentak sebuah pukulan dahsyat dilancarkan ke arah

Haputule.

“Saudaraku, hati-hati! Hoa Thian-hong memperingatkan.

Haputule geserkan sepasang kakinya dan berkelit dari serangan tersebut, dengan manis ia lolos

dari ancaman.

Kek Thian-tok semakin naik darah, sebagai seorang tongcu dari Kiu-im-kauw dia merasa

kehilangan muka setelah tawanan yang berada ditangannya dibunuh orang dihadapan umum

tanpa mampu dicegah olehnya, bahkan tawanan tersebut adalah seorang tawanan yang penting

sekali artinya.

Dalam gusar dan malunya, ia lancarkan sergapan hebat dengan maksud merobohkan lawannya,

siapa tahu serangan itu meleset dari sasaran, hal ini semakin menggusarkan hatinya, cepat dia

memburu kemuka sambil mengirim lagi sebuah pukulan maut.

Hoa Thian-hong cepat melayang kemuka dan cabut keluar pedang pendek yang menancap

dipunggung Pia Leng-cu, sambil dilemparkan kedepan, serunya, “Saudaraku, sambut pedangmu

itu!”

Criit! Diiringi desiran tajam yang memekikan telinga, serentetan cahaya perak langsung meluncur

ke arah punggung Kek Thian-tok.

Serangan yang dilancarkan Hoa Thian-hong ini sangat kuat dan mengerikan, mendengar desiran

tajam mengancam punggungnya, dengan ketakutan Kek Thian-tok mengguling kesamping untuk

menghindar, dengan begitu pedang pendek tadi menyambar lewat dari atas kepala Kek Thian-tok

langsung meluncur ke arah dada Haputule.

Pedang pendek itu masih meluncur lewat dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat, desiran

yang tajam amat memekikan telinga melihat pedang itu meluncur dengan sisa ke kuatan yang

cukup hebat, Haputule tak berani menyambut dengan tangannya, terpaksa dia melangkah

setindak kesamping untuk menghindarkan diri.

Siapa sangka Hoa Thian-hong menyambit pedahg itu dengan memakai sejenis kepandaian Toa

buan keng (tenaga pantulan seperti bumerang) yang sangat aneh tapi hebat, begitu meluncur

sampai dihadapan Haputule tiba-tiba pedang itu tidak melaju kembali kedepan melainkan malah

sama sekali berhenti sedetik kemudian lewat sesaat lagi baru melaju untuk kedua kali.

Melihat keanehan tersebut, Haputule agak tertegun menyusul mana cepat ia sambar gagang

senjatanya.

Kemarahan yeng berkobar dalam dada Kek Thian-tok makin menjadi, walaupun Haputule telah

bersenjata, namun ia sama sekali tidak ragu untuk menyerang sekali lagi, tubuhnya menerjang

kedepan sembari mele paskan sebuah pukulan, Haputule angkuh dan tidak takut mati, sekalipun

serangan musuh amat dahsyat ia sama sekali tak sudi berkelit sambil menerjang pula kedepan,

pedangnya langsung melepaskan sebuah bacokan kilat.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

450

Dalam waktu singkat kedua orang itu terlibat dalam suatu pertarungan yang amat sengit

dibawah curahan hujan deras.

Perlu diketahui Kek Thian-tok adalah seorang tongcu yang bertugas melatih ilmu silat anak murid

Kiu-im-kauw, dasar ilmu silat yang dia miliki tentu saja sangat luar biasa sekali.

Bicara yang sebenarnya selama Pia Leng-cu berada dibawah kempitannya, tak mungkin bagi

Haputule untuk membinasakan tawanan tersebut, sayang pada waktu itu hujan sedang turun

dengan derasnya, pemandangan diseputar sana jadi kabur dan kurang jelas, suara hujan

mengganggu pendengaran, dan lagi Kiu-im Kaucu sedang berbicara dengan Hoa Thian-hong

sehingga perhatian semua orang tertuju kepada dua orang itu, oleh karenanya sergapan

Haputule dapat bersarang dengan jitu.

Jangankan Kek Thian-tok tidak mampu menghindari, andaikata Kiu-im kaucu yang menghadapi

sendiri kejadian itu belum tentu ia dapat selamatkan tawanannya.

Sebagai murid kesayangan dari Siang Tang lay, dasar kepandaian yang dimiliki Haputule cukup

tangguh, bukanlah suatu pekerjaan yang gampang bagi Kek Thian-tok untuk merobohtan

pemuda itu.

Ditengah pertarungan, Kek Thian-tok selalu bergerak ibaratnya sukma gentayangan, dia selalu

menempel didepan Haputule sambil melepaskan serangan-serangan kilat yang gencar, semua

ancaman ditujukan ke arah bagian-bagian yang mematikan dari lawannya.

Dengan demikian posisi Haputule selalu dipaksakan berada diatas angin dia cuma menangkis dan

tak mampu membalas, walauPun begitu permainan pedang pendeknya tangguh sekali, aneh

dalam serangan ampuh dalam sergapan terutama sekali senjata pendek macam begitu memang

paling cocok untuk melangsungkan pertarungan jarak dekat, karenanya untuk beberapa saat Kek

Thian-tok sendiripun tak mampu berbuat apa- apa atas dirinya.

Setelah mengikuti sebentar jalannya pertarungan itu, Hoa Thian-hong tahu bahwa tenaga dalam

yang dimiliki Haputule sangat terbatas, bila pertarungan itu dilangsungkan agak lama maka

akhirnya dia pasti menderita kekalahan.

Diam-diam ia lanías bersiap sedia, asal rekannya itu menemui bahaya maka dia akan segera

memberikan bantuannya.

Mendadak ia temukan kalau Kiu-im Kaucu sendiripun sedang mengincar dari sudut lain, dia tahu

kalau dirinya menerjang maju niscaya perempuan itu pun akan menghalangi gerakannya,

merasakan betapa gawatnya suasana, cepat dia memberi kisikan kepada Cu Thong dengan ilmu

menyampaikan suaranya, “Diantara enam orang murid Siang locianpwe ada lima diantaranya

telah mati dalam keadaan mengenaskan, kini tinggal Haputule seorang yang masih hidup, kita

harus lindungi keselamatan jiwanya dari bahaya, sebab kalau tidak maka kita akan malu

terhadap arwah Siang locianpwe yang ada dialam baka, nanti kalau sampai Haputule menjum-pai

mara bahaya, tolong kau orang tua memberikan pertolongannya, sedang boanpwe akan

menandingi Kiu-im Kaucu!”

Dewa yang suka pelancongan Cu Thong segera mengangguk, dengan sorot mata yang tajam dia

awasi pertarungan yang sedang berlangsung ditengah gelanggang, sementara mulutnya tetap

membungkam dalam seribu bahasa.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

451

Kiu-im Kaucu sendiri merasa gusar bercampur mendongkol, dia mengira pedang emas itu sudah

jatuh ketangan Hoa Thian-hong, kalau sampai demikian maka berarti pula kitab Kiam keng sudah

merupakan benda dalam saku anak muda itu.

Otaknya segera berputar keras untuk mencari akal guna mengatasi masalah tersebut, namun

diapun sadar betapa minimnya kekuatan yang tersedia baginya waktu itu, dari pihak Kiu-im-kauw

kecuali dia sendiri hanya Kek Thian-tok serta tiamcu istana neraka saja yang hadir disana.

Sebaliknya dari pihak lawan hadir pula Hoa Thian-hong, Cu Thong serta Kho Hong-bwee yang

mampu menandingi kekuatan mereka bertiga, padahal disitu masih hadir pula Pek Kun-gie serta

Haputule, walaupun ilmu silat kedua orang ini biasa-biasa saja akan tetapi cukup memberi angin

bagi lawannya untuk melakukan perlawan.

Dalam posisi yang begini menguntungkan, mungkinkah Hoa Thian-hong bersedia untuk serahkan

pedang itu kepadanya?

Sekalipan otaknya sudah diperas habis-habisan namun perempuan ini gagal untuk menemukan

sesuatu cara yang bagus, tapi ia bertekad tak akan lepaskan Hoa Thian-hong dengan begitu saja.

Akhirnya ia berhasil menemukan suatu akal bagus, dengan ilmu menyampaikan suaranya ia

lantas berbisik kepada Tiamcu istana neraka yang berada disampingnya.

“Aku akan mengunci keparat she Hoa tersebut disini, sedang kau cepat tinggalkan tempat ini dan

kumpulkan segenap kekuatan yang kita miliki untuk bekuk Bun Siau-ih sampai dapat, cepat

berangkat!”

Dengan sorot mata yang tajam tiamcu istana neraka menyapu sekejap pihak lawan, kemudian

dengan mengerahkan pula ilmu menyampaikan suara jawabnya dengan ragu-ragu, “Tapi…. pihak

musuh jauh lebih banyak jumlahnya, kaucu….”

“Asal orang she Hoa itu mempelajari isi kitab Kiam keng, maka selama hidup tiada harapan lagi

bagi Kiu-im-kauw untuk tampil didepan umum” teriak Kiu-im Kaucu dengan gusar, “hayo cepat

pergi, tak usah ragu-ragu dalam tindakan, gunakan segala cara yang bisa dilakukan untuk bekuk

orang itu, ingat! yang penting adalah tujuan kita tercapai”

Tiamcu istana neraka tak berani banyak bicara lagi, dia segera putar badan dan kabur dari situ.

Pek Kun-gie dapat menyaksikan tingkah laku musuh yang merugikan, cepat dia mendorong

tubuh Hoa Thian-hong seraya berseru, “Cepat hadang jalan perginya!”

“Memangnya kenapa?! tanya sang anak muda keheranan.

“Dia pergi cari bala bantuan!”

Tiba-tiba dara itu merasa jalan pikirannya belum tentu benar, cepat ujarnya lagi, “Yang jelas dia

pasti melakukan suatu perbuatan yang merugikan kita jangan biarkan dia pergi!”

“Kita toh tak mungkin membasmi musuh sampai seakar-akarnya, biarkan saja dia pergi dari

sana!”

Pek Kun-gie jadi mencak-mencak karena gelisah, dia ingin mengejar ssndiri tapi saat itu

bayangan tubuh dari tiamcu istana neraka sudah lenyap dari pandangan mata.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

452

Kho Hong-bwee dapat menyaksikan pula tingkah laku putrinya, dengan hati berkerut ia segera

betpikir, Dihari-hari biasa budak ini selalu bertindak terbuka, tenang dan sangat berwibawa,

kenapa sekarang jadi begitu ribut dan mencak-mencak melulu seperti monyet? Heran!”

Tiba-tiba dari gelanggang pertempuran terdengar Kek Thian-tok membentak keras, telapak

tangannya dibalik dan langsung menghajar ke arah dada Haputule.

Pukulan itu sangat cepat dan luar biasa bebatnya, Haputule yang masib muda dan cetek dalam

tenaga dalam jadi kelabakan setengah mati, setelah melayani musuhnya sebanyak tiga puluh

gebrakan dia sudah kehabisan tenaga hingga jadi lemah, tampaknya serangan tersebut segera

akan bersarang di atas tubuhnya.

Dewa yang suka pelancongan Cu Thong sudah bersiap sedia sedari tadi, melihat Haputule

terancam bahaya, cepat ia menerjang kemuka sambil berseru lantang, “Setan tua, lihat

serangan!”

Kipasnya yang besar disertai desiran angin pukulan yang tajam langsung menyergap keatas

punggung Kek Thian-tok.

Desiran angin pukulan itu tidak terlalu gencar, tapi lingkaran yang diancam amat luas sekali.

Kek Thian-tok jadi terperanjat, dalam hati pikirnya, “Ilmu pukulan apaan ini? Kenapa angin

serangannya begitu lembut dan dingin?”

Tentu saja dia tak berani menyambut dengan kekerasan, cepat tubuhnya berkelit ke samping

dan menghindar sejauh beberapa kaki dari tempat kedudukan semula.

Dewa yang suka pelancongan sendiri rada kaget juga melihat kegesitan musuhnya, sam il

tertawa tergelak dia goyang-goyangkan kipasnya sembari mengejek.

“Itulah pukulan telapak raksasa, sayang belum mencapai kesempurnaan, harap kau setan tua

jangan mentertawakan!”

Kegusaran yang berkobar dalam dada Kek Thian-tok susah dikendalikan lagi, dia segera

membentak keras dan sekali lagi mener-jang kemuka

Gerakan tubuh musuhh cepat ibaratnya hembusan angin puyuh, diam-diam Dewa yang suka

pelancongan merasa terperanjat, namun diluaran sambil tertawa tergelak serunya, “Hey setan

tua, sebutkan dulu siapa namamu, aku dewa gede tak pernah membunuh seorang prajurit tanpa

nama!”

“Aku adalah Kek Thian-tok, tongcu dalam bidang latihan teknis!”

“Oooh, rupanya setan tua itu, kenapa dia bisa menggabungkan diri dengan Kiu-im-kauw?” pikir

Dewa yang suka pelancongan agak heran.

Sekalipun dalam hati berpikir demikian diluaran ia berkata lagi sambil tertawa, “Oooh engkau

adalah tongcu bagian kematian? Huuh, seorang prajurit tak bernama kalau begitu, aku dewa

gede paling muak melihat orang macam kau, nyawamu tak bisa diampuni lagi!”

Kipasnya dikebut kemuka kemudian dialihkan ketangan kiri, sementara telapak tangan kanannya

dengan memakai gerakan Menyerang sampai mati dari Ci yu cit ciat (tujuh kupasan dari Ci yu)

langsung menyerang kedada lawan.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

453

Ilmu pukulan kuno ini sangat aneh sekali gerakannya, walaupun sasarannya disebelah kiri namun

arah yang diserang ternyata kanan.

Ditengah hujan deras yang amat ramai itu, pendengaran maupun penglihatan jago She Kek itu

banyak berkurang, hampir saja ia kena diselomot oleh serangan maut itu.

Untung ilmu langkah Loan ngo heng mi sian tun hoatnya sudah mencapai puncak kesempurnaan,

dalam detik terakhir dia masih sempat untuk menghindar kesamping.

Pek Kua Gie yang mengikuti jalannya pertarungan itu dari samping arena segera tertawa

cekikikan karena geli. Hoa Thian-hongpun tersenyum lirih, hanya Kiu-im Kaucu seorang yang

makin mendongkol dibuatnya, rasa gusar bercampur rasa benci yang berkobar dalam dadanya

membangkitkan hawa nafsu membunuhnya yang tebal.

Antara Hoa Thian-hong dengan Kiu-im Kaucu memang terdapat perbedaan yang menyolok dalam

soal perangai, kalau si anak muda itu berjiwa besar, terbuka dan tidak mendendam sebaliknya

ketua dari Kiu-im-kauw itu berjiwa sempit, gampang tersinggung dan besar sekati rata

dendamnya.

Baik pendiriannya, dia hanya boleh menang perang dan tak boleh menelan kekalahan, kalau

menang tampangnya jadi gembira dan sikapnya sok terbuka, tapi begitu menderita kalah, iasa

benci dan dendamnya melipat ganda, ia bersumpah akan membalas dendam dengan kekejaman

sepuluh kali lipat dari yang diterima.

Walaupun begitu, perempuan tersebut termasuk seorang jago yang berotak panjang, dia pandai

menyimpan perasaan dikala situasi tidak menguntungkan pihaknya, namun dalam kenyataan

benih rasa benci yang bersemayam dalam hatinya diam-diam tubuh jadi besar, makin tenang dia

bersikap makin menghebat rasa benci yang tertanam dalam hatinya.

Sayang Hoa Thian-hong tidak merasakan hal itu, ia tak tahu kalau mara bahaya yang sangat

besar telah siap menanti dirinya.

Sementara itu pertarungan antara Kek Thian-tok dengan dewa yang suka pelancongan telah

berjalan enam puluh gebrakan, tiba-tiba hujan berhenti dan udara menjadi cerah kembali,

rembulan muncul jauh di awang-awang.

Jilid 23

SETELAH udara cerah kembali, pertarungan yang berlangsung antara kedua orang itu berjalan

semakin gencar dan seru, tampaknya dewa yang suka pelancongan sudah terdesak dibawah

angin, hal ini memaksa dia untuk menarik kembali sikap main-mainnya.

Cepat kipasnya diselipkan keatas punggung kemudian sepasang telapak tangannya berputar

kencang untuk menolong keadaannya yang telah terdesak.

Beberapa lembar kitab catatan Ci yu jit ciat itu mula-mula didapatkan oleh dewa yang suka

pelancongan, kemudian diserahkaa kepada Hoa Thian-hong, setelah pemuda itu melatihnya

kemudian diserahkan kepada ibunya dan Hoa Hujin mewariskan pula kepada Bong Pay.

Oleh karena itu ketiga jurus serangan menyerang sampai mati itu termasuk pula serangan

mematikan yang paling diandalkan oleh Cu Thong.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

454

Ilmu pedang yang dimiliki Hoa Thian-hong sangat tinggi, kepandaian tersebut menutupi ilmu

silatnya yang lain, selain itu berhubung ketiga jurus serangan tersebut terlalu sadis dan pasti

mencabut nyawa korbannya bila terkena, maka jarang sekaili pemuda itu memakainya dalam

setiap pertarungan.

Disamping itu perangai Hoa Thian-hong memang rada berbeda, karena itu selama digunakan

oleh pemuda itu, ilmu Ci yu jit ciat tersebut mempunyai sifat yarg sama sekali berbeda pula.

Lain halnya dengan Cu Thong, setiap tusukan maupun babatan telapak tangannya semua

mengandung nafsu membunuh yang sangat tebal, andaikata musuh yang dihadapinya tidak

memiliki kepandaian silat yang sangat tangguh, tentu mereka akan berusaha menyingkir sejauhjauhnya.

Dalam waktu singkat, kedua orang itu sudah saling bertarung sebanyak empat puluh gebrakan

lebih, setiap serangan Kek Thian-tok selalu merebut posisi yang lebih menguntungkan namun

setiap kali juga kena dipaksa mundur kembali oleh pukulan maut Cu Thong.

Dengan demikian posisi untuk sesaat berlangsung dalam keadaan seimbang, walau begitu ilmu

langkah Loan ngo heng mi sian tun hoat dari orang she Kek ini memang sangat lihay, berulang

kali Cu Thong berusaha merobohkan musuhnya namun selalu gagal, kalau ditinjau dari keadaan

itu tampak nya kedua belah pihak sama-sama sulit untuk saling merobohkan.

Setelah beberapa saat mengikuti jalannya pertarungan itu, tiba-tiba Pek Kun-gie berbisik kepada

Hoa Thian-hong, “Sekarang tentunya engkau tahu bukan, apa sebabnya setiap anggota

perkumpulan Kiu-im-kauw diwajiban untuk melatih ilmu langkah itu?”

Hoa Thian-hong menghela napas panjang.

“Aaaii…. ilmu langkah tersebut mengandung gerakan ngo heng yang amat rumit dan kacau, im

yang dibolak balik jadi tak karuan memang manfaatnya luar biasa sekali, paling sedikit kalau

mereka telah menguasai ilmu langkah tersebut, jika bertarung digelanggang tidak sampai dibikin

menderita kalah secara menyedihkan”

Pek Kun-gie melirik sekejap ke arah pemuda itu lalu mengomel.

“Huuh! Aku baru saja ngomong sekecap, tapi kau cuat-cuit terus ngomong setumpuk!”

“Baik, baik, kalau begitu, silahkan engkau yang berbicara!”

Pek Kun-gie tertawa, katanya kemudian, “Ilmu langkah tersebut mengandung gerakan Ngo heng

yang amat rumit dan kacau, im yang dibolak balik jadi tak karuan, memang manfaatnya luar

biasa sekali, paling sedikit kalau mereka telah menguasai ilmu langkah tersebut, jika bertarung

digelanggang tidak sampai terkalahkan!”

Hoa Thian-hong berdiri melongo dengan mata terbelalak lebar, pikirnya dihati, “Gimana sih

bocah ini? Apa yang dia katakan sama persis menjiplak kata-kataku barusan? Lalu apa yang

berbeda?”

Ia sudah menggerakkan bibirnya seperti mau mengucapkan sesuatu, tapi dia takut gadis itu malu

kalau ditegur didepan umum, maka akhirnya niat itu dibatalkan.

Tiba-tiba terdengar dewa yang suka pelancongan berseru dari tengah gelanggang, “Setan tua

she Kek, sedari kapan engkau menggabungkan diri dengan pengumpulan Kiu-im-kauw?”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

455

Aku adalah bawahan lama dari kaucu yang lalu, tua bangka! Kalau mau berkentut kenapa tidak

sekalian dikeluarkan? ejek Kek Thian-tok dengan ketus.

Pek Kun-gie segera menutupi hidungnya sambil menimbrung dari samping, “Waah…. bau apaan

ini, aduuh baunya luar biasa! Pasti setan tua itu yang sedang kentut bau!”

Hoa Thian-hong tersenyum melihat kebinalan gadis itu, cepat bisiknya dengan lirih, “Jangan

ngaco belo terus, coba lihat biji mata Kiu-im Kaucu yang liar terus-terusan ditujukan ke arahmu,

kau musti hati-hati menjaga diri, jangan sampat kena dibekuk batang lehernya oleh dia!”

Pek Kun-gie merasa sangat bangga sambil bersandar dibahu anak muda itu, sahutnya, “Dia

selalu berharap agar aku bisa menjadi muridnya, Hmm! Kalau engkau berani tinggalkan aku lagi,

aku segera akan menggabungkan diri dengan Kiu-im-kauw, aku akan bunuh orang, bakar rumah,

pokoknya khusus melakukan perbuatan-perbuatan jahat”

Hoa Thian-hong tertawa santai, dia alihkan perhatiannya untuk mendengarkan pembicaraan dari

Co Thong.

Sapa sangka dewa yang suka pelacongan jadi segan bertanya lagi setelah dikacau oleh Pek Kungie.

Perkumpulan Kin im kau adalah suatu organisasi yang amat rahasia, tiga puluh tahun berselang

mereka pernah bikin onar dan kekacauan dalam dunia persilatan, tetapi berhubung gerak-gerik

mereka teramat rahasia dan tak pernah melakukan perbuatannya secara terbuka maka asal usul

dari para anggotanya jarang diketahui oleh khalayak umum.

Dalam kemunculannya kembali dalam dunia persilatan kali ini, Kiu-im Kaucu berkeyakinan untut

menguasai seantero jagat dan merebut kursi kebesaran sebagai pemimpin Bu lim, karena

keyakinan itulah maka dia munculkan diri dalam pertemuan besar Kian ciau tay hwe secara

terang-terangan.

Tujuannya sengaja adalah menaklukkan seluruh kekuatan persilatan yang hadir disana, siapa

tahu Hoa Thian-hong telah tampil kedepan untuk menguasai ketenangan dan kesetabilan dalam

dunia persilatan, dalam keadaan begitu maka keadaan dan Kiu-im Kaucu ibaratnya menunggang

diatas pungguag harimau, tetap begitu susah mau turun tak mungkin, terpaksalah dia lanjutkan

pertikaiannya melawan Hoa Thian-hong.

Dewa vang suka pelancongan Cu Thong pernah mendengar nama Kek Thian-tok di masa silam,

hanya keterangan mengenai orang ini tidak begitu jelas dan lagi tidak begitu mengetahui tentang

asal usul perguruannya, setelah pertarungan berlangsung seru, beberapa kali dia hendak

memancing lawan nya untuk mencari tahu asal usul orang she Kek ini, sayang pertarungan telah

berlangsung amat sengit, tenaga untuk bicarapun ngotot, maka diapun batalkan keinginannya

itu.

Kek Thian-tok sendiri diam-diam merasa gusar bercampur mendongkol setelah gagal untuk rebut

kemenangan dalam waktu singkat, tiba-tiba ia menerjang kemuka sambil melancarkan serangan,

gerakan itu sangat berbahaya namun hebat, secara beruntun dia lepaskan delapan buah

serangan berantai yang gencar.

Kedelapan buah serangan itu rata-rata berkemampuan sangat tinggi dengan disertai desiran

tajam yang memekikkan telinga, gerak tubuh Cu Thong bagaimanapun juga tak sanggup

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

456

menandingi kecepatan lawan nya, dia selalu terlambat dalam melepaskan pukulan, lamakelamaan

posisinya makin terdesak dibawah angin.

Ketika kedelapan buah serangan itu dapat dipunahkan dengan susah payah gerak tubuhnya

sudah makin lamban, walaupun ketiga jurus serangan dari Ci yu jit ciat masih berpengaruh

besar, namun ia tak mampu menggunakannya dengan jitu.

Melihat keadaan musuhnya yang mulai payah, Kek Thian-tok merasa kegirangan, dia mendengus

dan tiba-tiba berputar kebelakang tubuh Cu Thong, sambil ayun telapak tangannya kedepan,

hardiknya, “Kena!”

Dewa yang yang suka pelancongan merasa tercekat ia tahu tak mungkin untuk menghindar

dalam keadaan begini, dalam situasi demikian cepat dia sambut datangnya serangan tersebut

dengan jurus Si gou bong gwat (Badak memandang rembulan).

Posisi Cu Thong sangat tidak menguntungkan, tangkisan yang dilakukan dalam keadaan tergesagesa

ini kurang tangguh dalam posisi dan tenaga murni yang disalurkan tak mencapai lima

bagian, jika keras lawan keras dilangsungkan niscaya dewa yang suka pelancongan yang akan

menderita kerugian besar.

Tapi Kek Thian-tok tidak melanjutkan serangannya itu, ia percaya dengan kecepatan gerak

tubuhnya dan yakin kemenangan berada ditangannya maka sedapat mungkin ia menghindari

suatu penghamburan tenaga secara sia-sia, terutama sekali dari pihak lawan masih ada empat

orang musuh yang siap menanti.

Karena itu dikala Cu Thong putar badan sambil menyambut ancaman tersebut, cepat ia gerakkan

tubuhnya dan berputar kembali kebelakang lawan sambil barengi dengan sebuah pukulan.

Rasa kaget dan gusar berkecamuk dalam dada Cu Thong, tanpa berpikir panjang lagi dia putar

badan sambil menyambut pula da tangnya ancaman tersebut.

Dalam gerakan ini Cu Thong dipaksa untuk menyambut ancaman tersebut dengan telapak

tangan kirinya, sudah tentu kekuatan yang terpancar keluar jauh lebih lemah.

Tapi Kek Thian-tok Kembali menyia-nyiakan kesempatan baik itu, dia terlalu mengandalkan

kecepatan gerak bedannya, sambil tertawa tergelak untuk ketiga kalinya dia menyelinap

kebelakang punggung musuhnya.

Gerak tubuh ini boieh dibilang ibarat bayangan hitam tubuh sendiri, kemanapun dia berputar

bayangan sendiri pasti akan mengikuti dibelakangnya, melihat kesemuanya itu tak urung paras

muka Hoa Thian-hong, Kho Hong-bwee serta Pek Kun-gie berubah hebat.

Berulang kali Hoa Thian-hong ingin maju untuk menolong, tapi Kiu-im Kaucu telah menduga

sampai kesitu, dengan muka menyeringai seram toya kepala setannya diangkat tinggi keudara,

asal pemuda itu bergerak maka diapun akan barengi dengan sebuah sergapan.

Dari hubungan antara putrinya dengan Hoa Thian-hong, Kho Hong-bwee yakin kalau perkawinan

diantara mereka berdua tak bisa dihindari, ia merasa kalau toh perkum ulan Sin-kie-pang rela di

korban kan sebagai mas kawin, kenapa ia tidak jual pula gengsinya untuk membelai kawanan

jago dari golongan putih?

Maka dengan cepat ia melayang maju ke depan sambil berseru, “Kek tongcu, gerakan tubuhmu

sangit indah, pinni mohon petunjuk darimu….!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar