Diam-diam Hoa Hujin merasa terperanjat, setelah termenung sebentar kembali ia bertanya,
“Entah putri kesayanganmu mengetahui tentang persoalan ini atau tidak….?”
“Apa?” seru Siang Tang Lay dengan hati terperanjat.
Dalam pada itu, Thong-thian Kaucu yang berada diatas mimbar tiba-tiba berkata lagi sambil
tertawa, “Pinto tak akan ambil perduli kalian sebagai manusia atau setan, dan tak mau
tahu.siapakah kaucu kalian, pinto hanya ingin mengetahui apa maksud kalian datang kemari?
dan apa pula tujuannya?”
“Kami semua banya mendapat perintah untuk datang kemari” jawab Tiam cu istana neraka
dengan suara dingin, “dimanakah letak maksud dan tujuannya, lebih baik engkau tanyakan
sendiri kepada kaucu kami”
Thong-thian Kaucu benar-benar dibikin gusar oleh sikap lawan yang ketus, ia ingin segera turun
tangan untuk membinasakan setan perempuan yang rupanya merupakan pemimpin rombongan
tersebut, tetapi menyaksikan jumlah mereka yang mencapai ratusan orang dan kekuatannya
nampak mengerikan sekali, segera ia tekan hawa amarah yang berkobar dalam dadanya.
Sambil menuding barak disisi kiri, serunya, “Kalau memang kedatangan kalian adalah sedang
melaksanakan perintah maka tunggu sajalah disamping sebelah situ, bilamana kaucu kalian
sudah munculkan diri, undanglah dia untuk berbicara dengan pinto”
Tiam cu istana neraka tidak banyak bicara lagi, dia segera ulapkan tangannya dan bergerak
menuju kebarak lebih dahulu, kawanan setan lainnya segera mengikuti dari belakang.
Dalam sekejap mata kelompok makhluk setan tersebut sudah masuk kedalam barak semua dan
menempati ruang kosong antara barak yang ditempati kawanan pendekar dari kalangan lurus
pihak perkumpulan Hong-im-hwie….
Siang Tang Lay tidak ambil perduli terhadap gerak-gerik kawanan makhluk setan lagi diam-diam
tanyanya kepada Hoa Hujin dengan wajah tercengang dan tidak habis mengerti, “Hujin, barusan
engkau mengatakan putri kesayanganku, jangan-jangan kau artikan aku masih mempunyai
seorang putri?”
“Giok Teng Hujin yang berada diseberang
tanya Hoa Hujin dengan dahi berkerut.
“Siapa?” seru Siang Tang Lay lagi sambil menahan rasa kejutnya.
Hoa Hujin segera menuding ke arah Giok Teng Hujin yang berada dibarak seberang, sahutnya,
“Nona itu mengaku dirinya bernama Siang Hoa dan ia mengakui sebagai putri kesayangan Siang
heng!”
Aneh….! suatu kejadian yang sangat aneh seru Siang Tang Lay sambil gelengkan Kepalanya
berulang kali, sepanjang hidup aku tak pernah kawin dan tak pernah pula mendekati kaum
wanita darimana bisa muncul seorang nona yang mengakui sebagai putriku? benar-benar
kejadian yang lucu dan bikin orang tidak habis mengerti….
Begitu ucapan tersebut diutarakan keluar, semua jago merasa terperanjat, mula-mula dalam
perkiraan para jago pastilah Siang Tang Lay yang menyuruh putrinya untuk menyusup kedalam
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
131
tubuh Thong-thian-kauw sehingga dikemudian hari gerakannya itu banyak membantu usaha
pembalasan dendamnya.
Siapa tahu kenyataan yang terpapar didepan mata menunjukkan lain, Siang Tang Lay tidak
berputri dan ucapan Giok Teng Hujin tidak lebih hanya uniuk membohongi Hoa Thian-hong
belaka.
Hoa Hujin makin berpikir semakin curiga, maka ia segera memaparkan kisah hubungan antara
Hoa Thian-hong dengan Giok Teng Hujin kepada diri Siang Tang Lay.
Sehabis mendengar keputusan tersebut, Pedang sakti yang menyapu daratan Tionggoan ini
segera tertawa dan berkata, “Oooh….! kiranya begitu, bukan saja aku tidak berputri bahkan
pedang emaspun hanya ada sebatang, tidak seperti apa yang dikatakan terdiri dari pedang
jantan dan pedang betina, rupanya perempuan tersebut hanya berbohong untuk menggirangkan
hati putramu belaka, perkataannya sama sekali tak boleh dipercaya”
Hoa Hujinpun segera tertawa.
“Persoalan ini sih tidak penting, katanya, “cuma saja dengan adanya peristiwa tersebut maka
jejak dari pedang emas itu jadi le bih sulit untuk ditemukan”
Tiba-tiba terdengar Ciu Thian-hau dari gunung Huang-san berseru sambil menuding kedepan.
“Saudara sekalian coba lihatlah kedepan, rupanya ketiga orang pentolan bajingan itu saling
merundingkan sesuatu.”
Semua orang segera berpaling ke arah ten ah gelanggang, tampaklah para imam dari Thongthian-
kauw ada yang berbisik-bisik dengan pihak Sin-kie-pang, sedang anak buah Sin-kie-pang
ada yang berbisik-bisik kepada anggota Thong-thian-kauw, sedangkan pada barak dekat mulut
lembah
untuk menyampaikan berita.
Tio Sam-koh segera mendengus dingin, ujarnya dengan suara berat.
“Saudara-saudara sekalian harap waspada dan perhatikan baik-baik, jika pertarungan massal
terjidi maka kita semua harus ber-sama-sama menyerang pihak perkumpulan Sin-kie-pang bunuh
dahulu Pek Siau-thian dan Bu liang loojin kemuiian baru bergerak menuju kepi hak Hong-imhwie….”
“Tidak, tukas Hoa Hujin dengan cepat,” kita harus bergerak menuju barak Thong-thian-kauw
lebih dahulu dan berusaha untuk melenyapkan Hian Leng-cinjin. Pia Long cia jin, Cin Leng-cinjin
serta imam-imam tua dari angkatan Thian!”
Mendengar ucapan tersebut, Tio Sam-koh jadi tercengang, serunya, “Yan-san It-koay, Liong ban
siangsat, nenek buta semuanya merupakan pembunuh dari Hoa Goan-siu, mengapa keempat
orang itu tidak berusaha untuk dilenyapkan lebih dahulu?”
“Tiga bibit bencana dari dunia persilatan semuanya merugikan bagi umat persilatan di kolong
langit, tetapi kalau berbicara tentang mencelakai rakyat kecil maka hanya pihak Sin-kie-pang
serta Thong-thian-kauw saja yang sering melakukan perbuatan terkutuk itu, seandainya kedua
perkumpulan ini bisa dibasmi, maka kendatipun kita semua harus mati dan dendam sakit hati
Goan Siu tidak terbalaspun, kematian kita tak perlu disesalkan….”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
132
“Hujin benar-benar seorang yang bijaksana, aku merasa sangat kagum….” Puji Siang Tang Lay
dengan sikap menghormat.
Sesudah berhenti sebentar, cahaya berkilat memancar keluar dari wajahnya, ia melanjutkan,
“Begini saja, biarlah aku yang bertempur pada babak pertama, seandainya arwah Hoa tayhiap
melindungi kita, siapa tahu kalau aku dapat membinasakan beberapa orang bajingan tua lebih
dahulu sehingga bibit bencana bagi umat persilatan dapat dilenyapkan”
Berbicara sampai disitu, ia segera memerintahkan anak muridnya untuk menghantar dirinya
menuju keluar barak.
Empat orang pemuda berpakaian ringkas itu segera mendorong kursi beroda tersebut dan
menghantar Siang Tang Lay menuju ke bawah mimbar, mukanya menghadap kemulut selat dan
empat orang pemuda tadi mundur kebelakang berdiri berdampingan dibelakang kursi.
Sambil meogempos hawa murninya, Siang Tang Lay segera berseru lantang, “Pedang emas
milikku sebenarnya telah terjatuh ketangan siapa? harap orang yang merasa membawa
pedangku itu maju kedepan dan menjawab pertanyaanku!”
“Siang looji” seru Jin Hian dengan suara dingin dan ketus, “engkau cumi bisa mengigau belaka
disiang hari bolong, membuat aku jadi muak dan bosan!”
Siang Tang Lay tidak ambil gubris, ditunggunya beberapa saat lamanya disitu, tatkala tidak
nampak seorang manusiapun yang mun culkan diri, maka ia berseru, “Kalau ada orang yang
pernah melihat pesan terakhir dari Malaikat pedang Gi Ko, harap segera tampil kedepan.”
Thong-thian Kaucu yang duduk didalam barak segera tertawa dan menjawab, “Siapapun tahu
kalau kuburan pemendam pedang dari malaikat pedang Giok berada diatas puncak Ciat im hong,
dan pedang mustikanya sejak ratusan tabun berselang telah di ambil orang, dalam kuburan
kosong sama masih ada pesan terakhirnya lagi?”
Siang Tang Lay tertawa, sekali lagi ia berseru dengan suara lantang, “Barang siapa yang pernah
membaca pesan akhir yang tercatat dalam kuburan pemendam pedang harap segera tampil
kedepan, kalau sampai menyia-nyiakan kesempatan yang sangat baik ini, maka menyesal
kemudian tak ada gunanya….”
***
Tiba-tiba dari luar selat berkumandangdatang suara bentakan seseorang dengan suara yang
amat nyaring, “Siapa yang membicarakan pesan terakhir dari Gi Ko? serahkan nyawamu
kepadaku….!”
Mendengar seruan itu, Siang Tang Lay nampak tertegun kemudian sorot matanya di alihkan ke
arah mulut selat.
Tampaklah seorang pemuda berbadan kekar sambil mencekal pedang baja dengan langkah
sempoyongan bergerak masuk kedalam lembah.
“Hoa Thian-hong….!!”
Jeritan kaget berkumandang memecahkan kesunyian, semua orang didalam barak kiri dan kanan
hampir serentak pada bangkit berdiri.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
133
Ci-wi Siancu jadi girang bercampur kaget, segera teriaknya, “Pek Siau-thian sialan, siapa bilang
kalau siau long sudah mati!”
Ia larik tangan Chin Wan-hong dan segera maju menyongsong kedatangannya.
“Keras tapi lincah!” bentak Hoa Thian-hong dengan suara keras.
Pedang bajanya berputar dan langsung membabat ke arah batok kepala kedua orang gadis
tersebut.
Serangan pedangnya itu cepat bagaikan sambaran kilat, namun sama sekali tidak disertai desiran
angin tajam, dalam sekali ayunan cahaya hitam tahu-tahu sudah tiba diatas batok kepala Ci-wi
Siancu.
“Aah….! Ci-wi Siancu berteriak kaget dengan hati terkesiap, dalam gugupnya dengan cepat ia
angkat sepasang lengannya untuk melindungi batok kepalanya.
Mimpipun gadis itu tak pernah menyang kakalau Hoa Thian-hong bakal mencabut jiwanya,
lagipula serangan pedangnya itu dilancarkan dengan kecepatan bagaikan sambaran petir,
kendatipun seseorang telah mengadakan persiapan pun susah untuk melepaskan diri dari
ancaman tersebut.
Untung Hoa Hujin sudah merasakan ketidak beresan yang menimpa putranya hingga dia ikut
maju kedepan, pada saat yang kritis, dengan cepat Ci-wi Siancu ditarik kebelakang hingga lolos
dari ancaman pedang maut tersebut.
Ci-wi Siancu merasa malu bercampur gusar, dengan uring-uringan bentaknya keras-keras, “Siau
Long! kau inngin mampus?”
Tampaklah pakaian yang dikenakan Hoa Thian-hong compang camping tak karuan, badannya
berlumuran darah dan rambutnya awut-awutan tidak karuan dengan wajah yang mengenaskan
ia berdiri tertegun.
Sepasang matanya liar sekali dan jauh berbeda dengan keadaan semula, setelah melotot sekejap
ke arah Hoa Hujin ia segera putar badan menuju ke arah Siang Tang Lay.
Ci-wi Siancu yang menyaksikan kejadian itu jadi tertegun, segera teriaknya, “Hujin, kenapa siau
long sama sekali tidak kenali dirimu juga?”
“Kalian berdua kembalilah lebih dahulu kedalam barak, aku dapat menyelesaikan persoalan ini!”
Ci-wi Siancu segera mengiakan dan sambil menarik tangan Chin Wan-hong buru-buru
mengundurkan diri dari gelanggang sedangkan Hoa Hujin sendiri dengan sorot mata yang tajam
mengawasi gerak-gerik Hoa Thian-hong tanpa berkedip, ia kuatir kalau si anak muda itu melukai
Siang Tang Lay.
Dengan langkah sempoyongan bagaikan orang mabuk, Hoa Thian-hong berjalan menuju
kehadapan Siang Tang Lay, sambil menuding dengan pedang bajanya, ia membentak,
“Engkaukah yang sedang membicarakan soal pesan yang tertinggal dalam kuburan pemendam
pedang?”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
134
Dengan pandangan tajam Siang Tang Lay mengawasi sekejap wajah si anak muda itu, kemudian
sambil gelengkan kepala dan tersenyum, jawabnya, “Aku tidak mempunyai keberanian sebesar
itu, Thong-thian Kaucu yang mengatakan akan hal itu”
Sinar mata Hoa Thian-hong segera berkeliaran memandang empat penjuru, teriaknya dengan
gusar, “Thong-thian Kaucu , ayoh gelinding keluar untuk menemui aku!”
Thong-thian Kaucu yang menjumpai peristiwa itu, diam-diam berpikir didalam hatinya, “Kenapa
peristiwa aneh terjadi berulang kali pada hari ini? aai…. suatu alamat yang kurang baik”
Perlahan-lahan ia turun dari mimbar dan menjawab sambil tertawa, “Aku berada disini, ada
urusan apa engkau mercari aku?”
Hoa Thian-hong mengamati sekejap imam tua tersebut, kemudian bentaknya lagi, “Engkau
adalah Thong-thian Kaucu ? bagaimana dengan pesan terakhir dalam kuburan pemendam
pedang? bagaimana dengan malaikat pedang, Gi Ko?”
“Haah…. haahh…. haahh…. aku belum pernah melihat pesan terakhir dalam kuburan pemendam
pedang….”
“Tolol!” bentak Hoa Thian-hong dengan penuh kegusaran.
Pergelangan berputar, lalu pedangnya secara tiba-tiba melancarkan sebuah sapuan kedepan
Thong-thian Kaucu jadi amat terperanjat, buru-buru ia loncat mundur sejauh delapan depa
kebelakang.
Ciu It-bong yang berada diatas atap barak segera tertawa tergelak sesudah menyaksikan
kejadian itu, serunya, “Haaah…. Haaah…. Haaah…. Hoa Thian-hong, engkau benar-benar gagah
sekali!”
“Siapa engkau?” seru Hoa Thian-hong sambil menengadah keatas.
“Haaah…. Haaah…. Haaah aku adalah Ciu It-bong, sahabat karibmu! Pek Siau-thian bajingan tua
itu benar-benar pandai mengibul dan omong besar, katanya engkau telah dibunuh olehnya
sehingga membuat aku yang mendengar kabar ini jadi sedih sekali, hampir saja aku menggorok
leher sendiri.”
Hoa Thian-hong anggukkan kepalanya tanda mengerti, tiba-tiba ia berpaling dan membentak
keras.
“Pek Siau-thian! enyah keluar dari tempat persembunyianmu….”
Wajahnya menghadap ke arah barak yang dihuni para pendekar dari kalangan lurus, hal ini
membuktikan bahwa kesadaran otaknya sudah kacau hingga sama sekali tidak mengenali
kembali siapakah yang bernama Pek Siau-thian itu.
Kok See-piauw yang menyaksikan kejadian tersebut, dengan alis mata berkenyit segera berkata,
“Paman Pek, boanpwee ingin maju untuk beradu kekuatan dengan bajingan itu sekalian balaskan
dendam kematian adik Kun Gie!”
Terdengar Bu Liang Sinkun mendeogus berat hawa gusar berkobar dalam dadanya dan nampak
jelas tertera didepan mata.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
135
Pek Siau-thian tertawa seram, jawabnya, “Bocah keparat itu sudah memperoleh penemuan aneh
ilmu silatnya sudah mencapai tingkat yang tinggi, sehingga akupun belum tentu bisa menangkan
dirinya aku rasa hian tit lebih bukan tandingannya.”
Selesai berkata perlahan-lahan ia bangkit berdiri.
Bun Siau-ih adalah perempuaa yang licik dan sukar diduga hatinya kata Bu Liang Sinkun secara
tiba-tiba. Aku akan menjaga disamping arena untuk mencegah sergapan secara tiba-tiba darinya.
Selama ini Pek Siau-thian tak berani maju lantaran persoalan ini, ketika mendengar kakek tua itu
bersedia untuk membayangi dirinya dari samping gelanggang, ketua dari perkumpulan Sin-kiepang
ini segera menjura mengucapkan terima kasih dan segera ke luar dari barak.
Hoa Thian-hong melototkan sepasang matanya bulat-bulat, sambil mengawasi dua orang yang
sedang mendekati ke arahnya itu, bentaknya, “Pek Siau-thian!”
“Hmmm! coba bocah cilik, engkau benar-benar sudah gila atau sedang pura-pura gila? tegur Pek
Siau-thian dengan suara dingin.
Agaknya Hoa Thian-hong tak mengerti dengan perkataan tersebut, biji matanya berputar liar
sedang mulutnya tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Cu It Bong yang ada diatas atap barak segera berteriak, “Hoa Thian-hong, Pek looji sedang
memaki diri mu.
“Pek loo ji yang mana?” tanya Hoa Thian-hong sambil menengadah keatas atap.
“Pek Siau-thian!”
Hoa Thian-hong jadi amat gusar tubuhnya menerjang maju kedepan dan pedangnya segera
melancarkan sebuah babatan.
Serangan pedang itu dilancarkan dengan gencar dan dahsyat sekali, dalam kejut dan gusarnya
buru-buru Pek Siau-thian loncat mun dur sejauh
“Bagus!” bentak Hoa Thian-hong, “keras tapi lincah!”
Kembali ia lancarkan satu tusukan dahsyat.
Melihat kelihayan musuhnya, Pek Siau-thian amat terperanjat, diam-diam pikirnya, “Sungguh tak
nyana bocah keparat ini berlatih rangkaian ilmu pedangnya yang keras dan kasar menjadi begitu
enteng tak bersuara dan kecepatannya melebihi sambaran petir, untung otaknya sudah agak
sinting, kalau masih segar bugar niscaya aku sudah bukan tandinganya lagi….!”
Berpikir sampai disitu, tangan kanannya segera berputar kencang melancarkan serangan
balasan, sebentar menghantam sebentar membabat, sebentar lagi menusuk dan sebentar lagi
menyodok, seluruh kepandaian silat yang dimilikinya dikerahkan keluar untuk melawan seranganserangan
dari pedang baja lawan, sementara tangan kirinya bagaikan hembusan angin puyuh
memainkan jurus ampuh dari ilmu pukulan Ceng hoan sian hong toan hun ciangnya untuk
meneter lawan.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
136
Pertempuran sengit yang berlansung pada saat ini segera memikat hati setiap perhatian orang,
kelihayan ilmu silat yang dimiliki kedua orang ini jauh diluar dugaan setiap orang, membuat Bu
Liang Sinkun yang disebut sebagai manusia paling ampuh di kolong langit dewasa inipun
mengerutkan dahinya, semangat ambisinya tanpa terasa ikut lenyap beberapa bagian.
Tiba-tiba terdengar Hoa Thian-hong membentak keras.
“Peraturan menurut langit, kerugian pasti tersisa, tenaga masih kurang, kekerasan bukanlah
kekasaran, keras tapi lincah, lunak bukanlah lemah….”
Setiap kali mengucapkan sepatah kata pedang yang berada dalam genggamannya segera
melancarkan satu serangan maut yang memaksa Pek Siau-thian mau tak mau harus terdesak
mundur satu langkah lebar kebelakang, ketika pemuuda itu mengutarakan kata yang terakhir,
secara beruntun enam buah serangan maut tersebut berhasil memaksa Pek Siau-thian untuk
mundur sejauh satu dua tombak lebih dari tempat semula.
Peristiwa ini benar-benar merupakan suatu kejadian yang mengejutkan hati setiap orang, ketua
perkumpulan Sin-kie-pang yang tersohor akan kelihayannya ternyata didesak dibawah angin dan
bahkan menderita kekalahan secara mengenaskan sekali.
Hoa Hujin, Bu Liang Sinkun maupun Thong-thian Kaucu ikut bergerak berbarengan dengan
menggesernya tubuh kedua orang itu. Siang Tang Lay pun memerintahkan anak muridnya untuk
mendorong kursi rodanya mengikuti bergesernya arena pertarungan yang sedang berlangsung.
Semua jago dalam barak dikedua belah pihak pada bangkit berdiri dan keluar dari barak masingmasing,
Cukat racun Yau Sut dengan memimpin ketiga orang tongcunya dan seluruh pelindung
hukum dibawah panji kuning ikut terjun kedalam gelanggang dan membuat posisi setengah
lingkaran.
Melihat posisi yang dilakukan pihak lawan, para pendekar dan golongan lurus segera terjun pula
kedalam gelanggang membentuk posisi pada separuh lingkaran yang lain.
Situasi dalam gelanggang berubah jadi sangat tegang, setiap saat pertarungan massal bakal
terjadi.
Beberapa kali Bu Liang ingin turun tangan untuk mengerubuti pemuda tersebut, tetapi
menyaksikan Hoa Hujin mengawasi terus gerak-geriknya dengan tajam membuat jago tua ini tak
berari bergerak secara sembarangan.
Cukat racun Yau Sut pun ikut bergerak mengikuti bergesernya gelanggang pertarungan, tetapi
berhubung pihak Thong-thian Kaucu seria Hong-im-hwie masih tetap bersikap tenang belaka, ia
tak berani bertindak secara gegabah.
Pertarungan sengit berlangsung entah beberapa lamanya, tiba-tiba terdengar Hoa Thian-hong
membentak keras, “Rendah diri harus mundur, mundur akibat rendah diri sendiri….!”
Setelah melancarkan sebuah tusukan, tiba-tiba ia lancarkan pula sebuah tusukan yang lain.
Dengan mengerahkan segenap kemampuan yang dimilikinya, Pek Siau-thian hanya mampu
menahan tujuh buah serangan pedang yang pertama, terhadap datangnya ancaman pedang
yang terakhir ini, ia merasa tobat dan benar-benar tak mampu untuk mempertahankan diri lagi,
dalam keadaan terdesak terpaksa ia jatuhkan diri keatas tanah dan berguling ke arah samping.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
137
Menyaksikan keadaan ketuanya yang begitu mengenaskan, para anggora perkumpulan Sin-kiepang
jadi amat terperanjat untuk meng-hindari serangan Hoa Thian-hong lebih jauh, mereka
segera membentak dengan suara yang keras bagaikan
Tenaga dalam yang dimiliki orang itu lihay sekali, bentakan yang dilakukan secara serentak oleh
ratusan orang angagota perkumpulan Sin-kie-pang itu boleh dibilang benar-benar luar biasa
sekali.
Hoa Thian-hong nampak terperanjat dan segera berdiri tertegun ditempat semula, seranganpun
tidak dilancarkan Kembali.
Perlahan-lahan Pek Siau-thian bangkit berdiri lalu menghembuskan nafas panjang, tiba-tiba dari
sorot matanya memancar cahaya yang sangat tajam, ia berbisik, “Semua yang rahasia harus
dijaga ketat, pedang baja asli bocorkan rahasia langit”
“Apa?” bentak Hoa Thian-hong sambil loncat mundur kebelakang.
“Hmmm! tak ada kedua kalinya lagi, pikirkan sendiri apa yang kukatakan barusan!” sahut Pek
Siau-thian dengan dingin.
Telapaknya segera diputar melancarkan satu serangan, sedang tubuhnya dengan dahsyat
menerjang kedepan.
Ulangi sekali lagi! hardik Hoa Thian-hong.
Agaknya kegusaran pemuda ini sudah mencapai pada puncaknya, pedang baja berputar, dengan
jurus Thian hoo san atau bintang menyebar dilangit terbuka, ia kirim sebuah tusukan kilat,
cahaya hitam yang menyilaukan mata menyebar keseluruh udara.
Suatu serangan yang sangat bagus! “teriak Ciu It-bong dari atap barak.
Hawa gusar yang bergolak dalam dada Pek Siau-thian betul-betul sudah memuncak, sambil
menggertak gigi serunya, “Ini hari kalau aku tak dapat membinasakan dirimu, aku bersumpah
tak akan hidup sebagai manusia!”
Sepasang telapaknya bekerja bersama, dalam waktu singkat ia lancarkan belasan jurus serangan
berantai, memaksa Hoa Thian-hong harus berputar secara kacau.
Hoa Hujin dan Bu Liang Sinkun sekalipun segera ikut bergerak mengikuti perubahan tersebut.
Dalam pertempuran yang sedang berlangsung pada saat ini, kedua belah pihak sama sama
mengandung niat untuk membunuh pihak lawannya, masing-masing pihak berusaha sedapat
mungkin dan tidak mengindahkan pertaruhan apapun.
Menurut keinginan masing-masing pihak, mereka ingin turun tangan serentak dan membunuh
lawannya dalan waktu singkat, tetapi sebelum yakin dapat menangkan pertarungan tersebut,
semua pihak tidak ingin bergerak secara gegabah, karena itulah untuk sementara waktu semua
pihak tak berani bertindak secara ngawur.
Hoa Thian-hong sendiri yang pikirannya tidak beres, dalam waktu singkat terdesak di bawah
angin, belum lama pertarungan berlangsung beberapa kali ia sudah menemui ancaman bahaya….
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
138
memberi pertolongan setiap saat, sedangkan anak buah dari perkumpulan Sin-kie-pang pun
semakin mendesak kedepan semakin dekat, mereka siap sedia melakukan penyerangan secara
serentak.
Selama terjadinya pertarungan itu, pihak Thong-thian-kauw dan Hong-im-hwie tetap berpeluk
tangan belaka, sementara makhluk-makhluk aneh yang asal usulnya tidak jelas itupun tetap
betdiam diri belaka.
Tiba-tiba terdengar Hoa Thian-hong membentak keras, “Ulangi sekali lagi!”
Pek Siau-thian mendengus dingin, tubuhnya berputar secepat kilat, dalam waktu singkat ia sudah
kurung tubuh pemuda itu dalam lingkaran angin pukulan Ceng hoan sian hong toan hun
ciangnya.
Li-hoa Siancu yang menyaksikan gelagat tidak menguntungkan, buru-buru berseru dengan suara
lantang, “Semua yang rahasia harus dijaga ketat, pedang baja asli bocorkan rahasia langit”
“Tidak benar!” teriak Hoa Thian-hong dengan penuh kegusaran, “ulangi sekali lagi!”
Diam-diam Hoa Hujin merasa amat terperanjat, pikirnya, “Hong ji sudah berada dalam keadaan
setengah gila, entah bencana atau rejeki yang diterima olehnya….!”
Belum habis ingatan tersebut berkelebat dalam benaknya, tiba-tiba ia saksikan Pek Siau-thian
melancarkan pukulan secara berantai, membuat ilmu pedang dari Hoa Thian-hong kacau balau,
ia jadi terkejut dan buru-buru menggerakkan tubuhnya siap menerjang ke depan.
“Bun Siau-ih!” bentak Bu Liang Sinkun dengan cepat.
Badannya memotong tengah jalan, sebuah pukulan dahysat dilepaskan ke arah depan.
Sejak permulaan Hoa Hujin telah menduga sampai disitu, diam-diam pikirnya, “Biarpun hidupku
sekarang lebih singkat sepuluh tahun, ini hari aku harus membereskan dahulu jiwa orang ini!”
Berpikir demikian, ia tidak memperdulikan keselamatan putranya lagi, tiba-tiba dengan gerakan
yang dahsyat bagaikan geledek tubuh nya berhenti ditengah jalan dan sepasang kakinya
memantek diatas tanah, sebuah pukulan yang maha dahsyat langsung dilepaskan ke arah depan.
Disinilah kelicikan dan kelihayan dari Pek Siau-thian, peristiwa Hoa Hujin melukai nenek bermata
buta ketika sedang berlatih ilmu dalam gua kuno bukannya tidak diketahui olehnya, namun
peristiwa tersebut sama sekali tidak disampaikan kepada Bu Liang Sinkun.
Menanti gembong iblis tersebut secara tiba-tiba menyaksikan diatas telapak tangan Hoa Hujin
tersembur keluar cahaya hitam yang menyilaukan mata, ia baru terperanjat, untuk
menghindarkan diri pada saat itu sudah tak sempat lagi.
“Blaaam! sepasang telapak saling membentur satu sama lainnya menimbulkan benturan dahsyat
yang sangat memekikkan telinga, Hoa Hujin masih tetap berdiri ditempat semula, hawa hitam
yang berada diantara alis matanya nampak berkelebat lewat dan menunjukkan rasa kesakitan,
tapi sejenak ke mudian telah lenyap tak berbekas.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
139
Sebaliknya Bu Liang Sinkun menjerit ngeri, tubuhnya mundur kebelakang dengan sempoyongan,
darah hitam memancar keluar dari mulutnya dan dalam waktu singkat hawa hitam sudah
menyelimuti seluruh wajahnya, keadaan jago tua itu nampak kritis sekali.
Meskipun ilmu pukulan Kiu pit sinciang amat lihay, tapi kalau dibandingkan dengan pukulan maut
dari Hoa Hujin masih terpaut jauh sekali.
Dalam pada itu, pada saat yang bersamaan Pek Siau-thian telah berhasil memaksa Hoa Thianhong
untuk membuka pertahanan tubuhnya, kemudian diiringi gelak tertawa seram, kepalanya
langsung menghantam ke arah dada lawan.
Bentakan keras bergeletar memecahkan kesunyian, Ciu Thian-hau dari gunung Huang-san serta
jago pedang bernyawa rangkap sembilan Suma Tiang-cing bersama-sama menerjang kedepan,
sedangkan Cukat racun Yau Sut berserta para jagonya ikut menerjang pula kemuka.
Gerakan tubuh Ciu Thian-hau cepat bagaikan kilat dan tak ada orang yang melampaui dirinya,
sekali enjot ia sudah rentangkan tangannya melancarkan satu pukulan ke arah Pek Siau-thian.
Merasakan datangnya ancaman tersebut, Pek Siau-thian merasa amat terperanjat, segera
pikirnya, “Entah siapakah setan jelek ini?”
Sebuah tendangan dilancarkan mendepak tubuh Hoa Thian-hong dari hadapannya, jurus
serangan dirubah dan ia sambut datangnya ancaman tersebut dengan keras lawan keras.
“Blaaamm….!” ditengah benturan keras, tubuh kedua orang jago itu sama-sama tergetar mundur
kebelakang ketika saling berpandangan diatas wajah masing-masing pihak terlintas ra-sa kaget
dan tertegun.
Mendadak terdengar Siang Tang Lay berseru dengan suara nyaring, “Harap saudara semua
berhenti bertempur, dengarkan dahulu perka taanku….!”
Pek Siau-thian ulapkan tangannya dan berseru, “Semua anggota perkumpulan Sin-kie-pang
mundur!”
Mendapat perintah dari ketuanya, Cukat racun Yau Sut serta para jago lainnya segera
mengundurkan diri dari kalangan.
Semua kejadian itu berlangsung secara berurutan dan memakan waktu yang amat singkat, tubuh
Bu Liang Sinkun yang terlukapun belum sampai roboh keatas tanah.
Kok See-piauw menjerit kaget, ia segera lari maju kedepan dan berteriak, Bu Liang Sinkun
membuka sedikit kelopak matanya dan menjawab dengan nada sedih.
“Aku sudah tak kuat lagi….”
Setelah berbenti beberapa saat dengan amat lemah sambungnya lebih jauh, “Cepatlah pergi dari
sini, orang lain berhati licik dan tidak menguntungkan bagi kita…. pergilah….”
Belum habis kata-katanya, hawa hitam yang menyelimuti wajahnya semakin tebal, akhirnya
tubuh orang itu berkelejit dan tak berkutik lagi.
“Suhu….!” jerit Kok See-piauw.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
140
Ia segera membopong tubuh Bu Liang Sinkun keatas pundaknya kemudian setelah melotot
sekejap ke arah Hoa Hujin dengan sinar kebencian, pemuda itu putar badan dan kabur dari situ
Suasana yang kalut dan kacau perlahan-lahan berubah jadi tenang kembali, beberapa patah kata
yaog diucapkan Bu Liang Sinkun sebelum ajalnya telah menimbulkan kewaspadaan dihati
masinh-masing pihak.
Terdengar Siang Tang Lay dengan suara dingin berseru, “Pek Siau-thian, benarkah engkau
hendak langsungkan pertarungan masal dengan pihak kami?”
Pek Siau-thian memutar biji matanya dan melirik sekejap ke arah Thong-thian Kaucu , kemudian
pikirnya, “Menurut rencana yang telah disepakati, mereka akan menyerbu masuk kedalam
gelanggang bersamaan waktunya, tapi dalam kenyataan kedua orang tua bangka tersebut masih
tetap berpeluk tangan belaka…. Hmn! apa dianggapnya aku adalah seorang manusia bodoh?”
Berpikir sampai disini ia segera ulapkan tangannya dan berlalu dari gelanggang.
Dalam waktu singkat semua jago dari perkumpulan Sin-kie-pang telah mengundurkan diri
kedalam baraknya, sorot mata para pendekar dari golongan luruspun segera dialihkan ke arah
Thian Ik-cu.
Teng Thian Kaucu yang ditatap seperti itu, dalam hati kecilnya merasa terkesiap, kemudian
sambil tertawa terbahak-bahak ia meloncat mundur tiga tombak kebelakang.
Setelah imam tua itu mengundurkan diri, perlahan-lahan Hoa Hujin tundukkan kepalanya melirik
sekejap ke arah telapak sendiri, ia melihat hawa hitam yang tertanam dalam telapaknya telah
tawar beberapa bagian, tanpa terasa lagi perempuan itu menghela napas panjang dan berpikir,
“Kalau dilihat keadaan ini rupanya setelah melancarkan dua kali pukulan lagi maka keadaanku
akan menyerupai lampu lentera yang kenabisan minyak….”
Tiba-tiba terdengar Siang Tang Lay berseru, “Kaucu tolong tanya pertemuan besar Kian ciau
tayhwee yang kau selenggarakan ini akan dilangsungkan berapa hari?”
“Akan kuselenggarakan selama tujuh hari tujuh malam,” jawab Thong-thian Kaucu sambil
tertawa nyaring.
Siang Tang Lay menengadah memandang cuaca di angkasa lalu berkata lagi, “Sekarang sudah
jam sebelas siang satu hari satu malam telah lewat!”
Ternyata sang surya tak dapat memancarkan cahayanya kedalam lembah tersebut, meskipun
udara cerah dan siang hari sudah menjelang tetapi suasana dalam lembah itu masih tetap samar.
Thong-thian Kaucu tertawa katanya, “Siang sicu, engkau tanya-tanya waktu ada apa sih?”
Kami semua yang datang kemari adalah tamu, kalau memang upacara Kian ciau tayhwee akan
diselenggarakan selama tujuh hari lamanya, bagaimanapun kaucu sudah sepantasnya kalau
sediakan makanan dan mi numan buat kami, masa engkau akan suruh kami semua mati
kelaparan disini?”
“Haah…. haah…. haah…. sayur berantakan, arak sih sudah kami persiapkan, tapi aku takut para
orang gagah sama-sama menaruh curi ga karena itu tak berani kupersembahkan ke luar”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
141
Siang Tang Lay tersenyum.
“Kaucu adalah seorang pemimpin suatu perkumpulan besar, masa engkau begitu rendah derajatnya
hingga meracuni sayur dan arak? lagi pemberian itu toh dari pihak panitia, aku rasa tak
pantas kalau engkau tidak menyediakan sayur dan arak buat tetamunya….”
“Perkataan Siang sicu memang tepat sekali!” habis berkata sambil tertawa imam tua itu segera
mengundurkan diri.
Sepeninggal Thong-thian Kaucu , Siang Tang Lay segera berpaling ke arah Hoa hujjn dan
berkata sambil tertawa, “Serangan yang hujin lancarkan sungguh dahsyat membuat aku merasa
kagum sekali!
Hoa Hujin tertawa getir.
“Siang heng adalah seorang maha guru, dalam hal ilmu silat aku rasa persoalan yang
berhubungan dengan aku Bun si tak akan lolos dari ketajaman mata Siang heng bukan?”
Siang Tang Lay tersenyum, diantara kerutan dahinya terlintas rasa sedih yang tebal, katanya,
“Hujin dan para tayhiap sekalian harap segera mengundurkan diri kedalam barak, aku disini
masih ada sedikit persoalan hendak diselesaikan lebih dahulu”
Hoa Hujin melirik sekejap ke arah putranya kemudian berjalan balik lebih dahulu kedalam barak.
Chin Wan-hong yang menyaksikan sikap Hoa Thian-hong kaku dan termangu-mangu tanpa
berkutik barang sedikitpun jua, diam-diam segera menarik ujung baju Tio Sam-koh sambil
berbisik, “Popo coba lihatlah keadaannya….”
Tio Sam-koh sambil membawa toyanya segera melangkah maju dengan tindakan lebar,
teriaknya, “Seng ji, masih kenal dengan diriku?”
“Ulangi sekali lagi!” bentak Hoa Thian-hong dengan gusar.
Tiba-tiba pedangnya berputar dan melancarkan sebuah bacokan searah tubuh nenek tua itu.
Tio Sam-koh segera putar menangkis datangnya babatan pedang tadi, bentaknya, “Binatang,
rupanya engkau memang sudah sinting!”
Terdengar suara bentrokan Hoa Thian-hong tahu-tahu telah berhasil memapas kuntung toya baja
dari Tio Sam-koh.
Menyaksikan senjatanya kutung, Tio Sam-koh nampak tertegun lalu makinya dengan marahmarah,
“Binatang cilik, rupanya engkau ingin mampus?”
Nenek tua ini ingin sekali maju kedepan untuk memberi gaplokan nyaring keatas pipinya, tetapi
karena kuatir tersambar pedang bajanya, untuk beberapa saat lamanya ia malahan berdiri
menjublek.
Siang Tang Lay tersenyum.
“Tio loo thay tak usah gusar, aku punya akal untuk menyelesaikan persoalan ini”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
142
Kalau memang ada akal, cepatlah sadarkan bocah keparat ini, aku harus baik-baik memberi
pelajaran kepadanya” seru Tio Sam-koh dengan sepasang alis berkernyit.
“Sam-koh, Hong ji, kembalilah kemari, jangan mengganggu lagi!” terdengar Hoa Hujin berteriak
dan dalam barak.
Dengan gemas Tio Sam-koh melotot sekejap ke arah Hoa Thian-hong, sedang Chin Wan-hong
memungut kutungan toya dari atas tanah dan bersama-sama kembali kedalam barak.
Sepeninggalnya kedua orang itu, Siang Tang Lay diam-diam berpikir dalam hatinya, “Nyonya ini
tidak malu disebut sebagai seorang pemimpin yang luar biasa, cukup ditinjau dari kejadian ini
sudah terlihat jelas betapa besar jiwanya!”
Berpikir demikian, ia lantas membisik didalam telinga Hoa Thian-hong dengan ilmu
menyampaikan suara, “Berjaga ketat, sikap waspada dan rahasia pedang mengusir setan,
bocorkan rahasia langit!”
Mendengar bisikan itu, Hoa Thian-hong merasakan sekujur badannya gemetar keras, ia segera
berpaling dan menatap tajam wajah Siang Tang Lay.
Melihat sikap pemuda itu, kembali Siang Tang Lay berpikir.
“Rupanya pemusatan pikiran yang keliru mengakibatkan bocah ini mengalami keadaan jalan api
menuju neraka, kesadaran otaknya sama sekali belum punah”
Berpikir demikian, dengan ilmu menyampaikan suara ia segera berkata kembali.
“Tadi Pek Siau-thian telah membohongi dirimu, sekarang aku akan membacakan kembali uraian
rahasia pedang yang asli dari depan hingga kebelakang, dengarkanlah baik-baik!”
Setelah berhenti sebentar, ia segera membaca dengan suara amat lirih….
“Peraturan menurut langit, kerugian pasti tersisa, tenaga masih kurang, kekerasan bukanlah
kekasaran, keras tapi lincah, lunak bu kanlah lemah, rendah diri harus mundur, mundur akibat
rendih diri untuk diri sendiri, berjaga ketat, sikap waspada dan rahasia pedang pengusir setan,
bocorkan rahasia langit!”
Hoa Thian-hong membelalakkan sepasang matanya lebar-lebar, sorot mata kaget dan
tercengang terlintas diatas wajahnya, bibir bergerak seperti hendak mengucapkan sesuatu namun
akhirnya niat tersebut dibatalkan.
Dengan ilmu menyampaikan suara, sekali lagi Sang Tang Lay mengulangi rahasia ilmu pedang
tersebut, kemudian tanyanya, “Sudah kau dengar jelas perkataanku? kau masih belum ingat,
tanyakan kepadaku, kalau sudah hapal sama sekali, anggukkan lah kepalamu!”
Hoa Thian-hong menggetarkan bibirnya mengulangi pembacaan rahasia itu dengan suara lirih,
kemudian ia mengangguk.
Tiba-tiba terdengar Ciu It-bong yang berada diatap barak berteriak.
“Hoa Thian-hong, apa yang sedang kalian lakukan?”
“Jangan berisik!” bentak Hoa Thian-hong dengan gusar.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
143
Siang Tang Lay tertawa, diam-diam bisiknya lagi.
“Bocah baik, tempat ini sudah diliputi badai pembunuhan yang tiada taranya, kemungkinan besar
baik buruk, cantik jelek akan binasa bersama-sama, tiada seorangpun yang bisa hidup keluar dari
sini, usiamu masih muda dan masa depanmu masih cemerlang, guna kanlah kesempatan baik ini
untuk berlalu dari sini, tinggalkan tempat ini sebaik-baiknya….!”
Mendengar bisikan itu, Hoa Thian-hong nampak tertegun, lalu per-lahan-lahan putar badan
memandang sekejap ke arah semua orang yang berada didalam lembah tersebut, kebingungan
dan kemurungan makin tebal menyelimuti wajahnya.
Siang Tang Lay menghela napas panjang, dengan ilmu menyampaikan suara ujarnya lagi dengan
lembut, “Anak baik, tempat ini tak ada yang perlu kau kenang kembali, cepatlah berlalu dari
sini!”
Sekali lagi Hoa Thian-hong nampak tertegun dan memandang kembali semua orang yang ada
didalam lembah itu, mukanya semakin sangsi seakan-akan masih ada sesuatu hal yang
mencurigakan hatinya.
Siang Tang Lay mengerutkan dahinya, tiba-tiba satu ingatan berkelebat dalam benaknya, sambil
berpaling ia segera berseru, “Hoa In!”
Hoa In segera memburu maju kedepan sambil bertanya, “Siang ya ada urusan apa?”
Dengan ilmu menyampaikan suara Siang Tang Lay berpesan, “Siau Koan-jin kalian agak kurang
waras otaknya, tetap berada dalam lembah hanya akan mendapatkan bencana kematian
baginya, bawalah keluar dari lembah ini dan pergilah jauh-jauh menanti otaknya telah sadar
kembali, kalian baru mengambil keputusan kembali”
Ucapan tersebut sesuai dengan kehendak hati Hoa In tapi sesudah berpikir sebentar ia jadi sedih
kembali, dengan ilmu menyampaikan suara serunya, “Perkataan yang diucapkan Siang ya
memang tidak salah sayang majikan kami….”
“Aku yang akan bertanggung jawab dihadapan Cu bo mu itu” tukas Siang Tang Lay dengan
cepat, “pertemuan besar akan segera berlangsung persoalan ini tak boleh ditunda kembali,
cepatlah pergi!”
Hoa In segera berpikir didalam hati kecilnya, “Apabila tiga kekuatan besar dalam dunia persilatan
bersatu padu dengan kekuatan kami beberapa puluh orang meskipun dapat membalas dendam
rasanya untuk mempertahankan hidup bukanlah suatu pekerjaan yang gampang, aku Hoa In
tidak takut mati, tapi Siau Koan-jin adalah satu-satunya keturunan keluarga Hoa, terlalu sayang
kalau diapun jatuh jadi korban.”
Berpikir sampai disini, ia segera ambil keputusan dan tanpa memperdulikan maksud hati Hoa
Hujin lagi, ia segera memberi hormat kepada Siang Tang Lay sambil berkata, “Hamba akan
mendengarkan perintah dari Siau ya, berada dihadapan Cu bo harap Siau ya suka menasehati
dengan beberapa patah kata….”
“Aku sudah tahu, kalian pergilah!” kata Siang Tang Lay sambil berseru.
Hoa In tidak ragu-ragu lagi, sambil berpaling ke arah Hoa Thian-hong, teriaknya keras, “Siau
Koan-jin ikutlah hamba!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
144
Dengan langkah lambat ia berjalan munuju kemulut lembah.
Hoa Thian-hong nampak tertegun, sorot matanya segera dialihkan keatas wajah Siang Tang Lay.
Setelah jago pedang sakti yang menyapu daratan Tionggoan ini memberikan rahasia pedang
kepadanya, dalam anggapan si anak muda itu Siang Tang Lay adalah manusia yang patut
dipercaya.
Melihat sikap pemuda itu Siang Tang Lay segera tertawa dan berkata dengan ramah.
“Anak baik, ikutilah dia berlalu dari sini, malaikat pedang Gi Ko sedang menantikan
kedatanganmu diluar lembah”
Air muka Hoa Thian-hong agak berubah, sambil membawa pedang bajanya dengan langkah lebar
ia segera menyusul kedepan.
Cukat racun Yau Sut yang menyaksikan Hoa In dan Hoa Thian-hong keluar dari lembah itu,
timbullah rasa curiga dalam hati kecilnya ia segera berbisik, “Pangcu perlukah kita menghadang
jalan pergi kedua orang itu?”
“Hmm….” Pek Siau-thian termenung.
Belum sempat ia memberi jawaban terdengar Siang Tang Lay tiba-tiba berseru, “Pek Siau-thian!”
Ketua dari perkumpulan Sin-kie-pang itu segera bangkit berdiri serunya dengan nada tak senang.
“
“Haah…. haahh…. haahh, diantara kalangan hitam, engkau Pek Siau-thian adalah manusia yang
paling gagah, cepatlah kemari, li hatlah aku akan membuat hatimu jadi terperanjat”
“Tua bangka itu sengaja mengulur waktu” bisik Cukat racun Yau Sut dengan suara lirih,
“tujuannya tidak lain adalah hendak melindungi bocah keparat itu keluar lembah, Pangcu jangan
sampai tertipu oleh siasat licinnya”
Pek Siau-thian mengangguk, sebelum ia sempat memberi keputusan, Hoa Thian-hong telah
berjalan keluar dari selat lembah tersebut.
Jilid 8
MELIHAT untuk dikejar tak sempat lagi, kakak she Pek itu terpaksa hanya bisa berkata dengan
suara hambar.
Keparat cilik ini bukan seorang manusia yang takut mati, apalagi ibunya masih berada didalam
selat ini, aku rasa setelah pergi ia pasti akan kembali lagi.
“Tetapi otaknya sudah tidak waras, sambung Cukat racun Yau Sut dengan cepat” aku rasa pasti
akan dibawa kabur oleh Hoa In tua bangka itu dan tak akan kembali lagi.
Mendengar perkataan itu, Pek Siau-thian jadi amat terperanjat, dengan cepat ia berpaling, tapi
Hoa Thian-hong sudah pergi jauh dan bayangan tubuhnya sudah lenyap tak berbekas.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
145
Terdengar Siang Tang Lay tertawa terbahak-bahak sambil berkata, “Haaah…. haah…. haah….
pek Siau-thian, cepatlah kemari. Dengarkan aku akan bicarakan soal malaikat pedang Gi Ko.”
Tiba-tiba Thong-thian Kaucu berjalan keluar dari baraknya dan bertanya sambil tertawa.
“Siang sicu, sebenarnya apa yang telah terjadi? cepatlah katakan, pinto akan cuci telinga dan
mendengarkan dengan seksama”
“Haaah…. haah…. haah…. Pek Siau-thian, sudah kau lihat batu peringatan yang ditinggalkan
malaikat pedang Gi Ko?”
***
“AKU SIH pernah melihatnya, ada apa sih?” jawab Pek Siau-thian dengan dingin.
“Pek heng!” Thong-thian Kaucu dengan alis berkenyit berseru, “engkau dan aku toh sahabat
karib bukan?”
“Kalau sahabat karib lantas kenapa?”
“Haahh…. haahh…. haahh…. pinto pernah mendengar mendiang guruku berkata, malaikat
pedang Gi Ko adalah seorang manusia aneh dari dunia persilatan pada jaman akhir Tong, ilmu
pedangnya sangat lihay, budi pekertinya juga hebat, sayang pada saat ia meninggal dunia tak
seorang ahli warispun dimiliki, sehingga dengan begitu ilmu pedangnya lenyap tak berbekas….”
Pek Siau-thian tertawa dingin tukasnya, “Sungguh tidak sedikit Too heng mengetahui perihal
sejarah dunia persilatan, cuma sayang pertemuan Kian ciau tayhwee yang diselenggarakan pada
saat ini bukanlah untuk membicarakan tentang sejarah.”
“Aah! belum tentu begitu,” sambung Siang Tang Lay sambil tertawa.
Sesudah berhenti sebentar, sambungnya lebih jauh, “Bayangkan saja Lie Bu liang yang begitu
angkuh dan sama sekali tidak pandang sebelah matapun kepada semua orang gagah di kolong
langit, siapa tahu dalam satu ayunan telapak dari Hoa hujitn, ternyata jiwa nya telah berhasil
dicabut, dari satu bisa diketahui bahwa gerak-gerik secara gegabah adalah suatu tindakan yang
bodoh!”
“Ucapan ini sedikitpun tidak salah,” pikir Pek Siau-thian didalam hati, “andaikata serangan yang
dilancarkan Bun Siau-ih tadi di tujukan kepadaku, bukankah aku orang she Pek akan menemui
ajalnya tanpa mengetahui apa yang sebenarnya telah terjadi? agaknya didalam peristiwa hari ini
aku harus baik-baik menjaga diri….”
Teringat akan keadaannya pada saat itu, timbul rasa sangsi dan takut dalam hatinya tetapi
bagaimanapun juga dia adalah seorang jago kawakan yang sudah kenyang dengan pengalaman
pahit, kendatipun hati kecilnya merasa ngeri dan takut akan tetapi wajahnya tetap tenang dan
golakan perasaan hatinya sama sekali tidak diperlihatkan diatas wajahnya.
Terdengar Thong-thian Kaucu berkata, “Apa yang tertulis dalam catatan batu peringatan dari
malaikat pedang Gi Ko? Pek heng mengapa tidak kau utarakan keluar agar kami semua
mendapat tambahan pengetahuan?”
Pek Siau-thian mengerutkan dahinya, ia segera berseru, “Aku tidak habis mengerti, rupanya tooheng
lebih suka dipecah belah oleh Siang Tang Lay.”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
146
Thong-thian Kaucu putar biji matanya melirik sekejap ke arah kawanan manusia setan yang
berkumpul dalam barak lalu sambil tertawa menjawab, “Pek heng keliru besar, semua peristiwa
yang terjadi dalam pertemuan besar Kian ciau tayhwee semuanya berada diluar dugaan,
tindakan pinto ini justru hendak membongkar permainan setan dari Siang sicu”
Pek Siau-thian mendengus dingin, tiba-tiba ia mempertinggi suaranya dan berseru.
“Aku orang she Pek akan membaca semua isi tulisan yang berada diatas batu peringatan
tersebut, siapa suka mendengar silahkan dengar baik-baik”
Setelah berhenti sebentar, dengan suara lantang ia berkata,
“Sesudah aku tamat belajar, dengan andalkan pedang baja berkelana dalam dunia persilatan,
berkat keampuhan perguruan kami semuanya berjalan lancar tidak sampai sepuluh tahun para
pendekarku sudah tersohor di kolong langit. Orang muda suka mencari kesenangan siapa tahu
karena masalah kecil aku telah salah bertindak, dan salah membunuh pendekar budiman, hasil
yang kupupuk selama sepuluh tahun hancur dalam sehari, dalam maluku, aku mengasingkan diri
dan tak berani membicarakan soal silat lagi…. waktu berjalan cepat usiaku mencapai seratus
tahun, aku merasa tak boleh melenyapkan ilmu silat perguruanku, karena pikiran yang salah
maka kepandaian yang kumiliki telah kucatat dalam Kiam keng kitab pedang ini.”
Membaca sampai disitu, tiba-tiba ia berhenti, sementara itu ssluruh lembah Cu bu koh telah
diliputi kesunyian yang mencekam, semua perhatian para jago sama-sama ditujukan keatas
badan Pek Siau-thian.
Tiba-tiba terdengar Ciu It-bong yang ada diatas atap barak berteriak keras.
“Pek loo ji, apa kira-kira selanjutnya?”
Pek Siau-thian menengadah memandang sekejap ke arah atap barak kemudian melanjutkan
pembacaannya,
“Dengan pedang ditangan ternyata tak seorang manusiapun di kolong langit mampu menahan
seranganku, tak ada benda apapun yang mampu menahan bacokanku, timbul rasa sedih dalam
hatiku, dari pada hidup dengan pedang lebih baik hidup tanpa pedang tapi perguruanku turun
tumurun mengutamakan pewaris pedang baji ini, berarti dibalik hal tersebut pasti ada maksud
tertentu, maka aku tutup diri untuk memecahkan persoalan ini, sembilan belas tahun kemudian
aku baru memahami apa artinya ada pedang menangkan tanpa pedang, pedang berat
menangkan pedang enteng, agar kepandaian ini tidak lenyap dari pere daran maka kuwariskan
ilmu tadi dalam catatan kitab pedang, siapa yang berjodoh akan menerima manfaatnya”
“Apa kata selanjutnya?” teriak Cu It Bong dengan suara keras.
“Ahli waris angkatan keempat dari perguruan pedang berat Gi Ko” sambung Pek Siau-thian
hambar.
“Selanjutnya?”
“Apakah engkau tidak merasa bahwa caramu itu terlalu bernafsu?” ejek Pek Siau-thian sinis.
“Hmmm! engkau toh sudah mempunyai perkumpulan Sin-kie-pang masa aku tak boleh
mendapatkan sedikit saja?”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
147
“Aku takut apa yang kau inginkan tak bakal tercapai sehingga apapun tidak akan kau dapatkan!”
Ciu It Hong segera tertawa seram.
“Heehh…. heehh…. heehhh…. kalau memang begitu aku akan beradu jiwa dengan dirimu
sehingga siapapun jangan harap bisa memperoleh kegembiraan”
Thong-thian Kaucu segara tertawa tergelak, serunya, “Haah…. haaaaah…. haah…. ide dari Ciu
heng itu memang tidak jelek, cuma saja harus di coba lebih dulu!”
Pek Siau-thian melirik sekejap ke arah Thian Ik-cu, lalu sambil tertawa dingin katanya, “Heeeh….
heeh…. heeh…. aku lihat, di kolong langit dewasa ini orang yang ditakuti too heng hanya aku
seorang!”
Thong-thian Kaucu tertawa terbahak-bahak.
“Aah….! cuma bergurau belaka, kenapa Pek heng musti menganggap sungguhan?”
Dengan muka serius, ia melanjutkan,
“Peristiwa ini sudah berlangsung beberapa ratus tahun lamanya, aku rasa kitab Kiam keng
tersebut tak mungkin bisa diketahui oleh Pek heng sendiri, tapi…. apa pula yang tercantum
dalam catatan Kiam keng tadi?”
“Pertaruhan menurut langit, kerugian pasti tersisa, tenaga masih kurang, kekerasan bukanlah
kekasaran, keras tapi lincah, lunak bukanlah lemah, rendah diri harus mundur, mundur akibat
rendah diri untuk diri sendiri, berjaga yang ketat, sikap waspada dan rahasia, pedang pengusir
setan, bocorkan rahasia langit.”
Li-hoa Siancu yang mendengar pembacaan itu segera berteriak sambil tertawa.
“Bagus sekali Pek Siau-thian, rupanya engkau sengaja sedang membohongi Siau long, tidak aneh
kalau ia selalu meneriakkan untuk ulangi sekali lagi.”
Pek Siau-thian mendengus dingin, sebenarnya ia hendak membantah, tetapi ketika teringat
olehnya bahwa dia adalah seorang ketua dari suatu perkumpulan besar, cekcok dengan angkatan
muda hanya akan menurunkan derajatnya belaka, maka perkataan yang sudah mendekat sampai
dibibir segera ditelan kembali.
Dalam pada itu, semua orang yang mengerti akan ilmu silat, diam-diam sedang mendalami
beberapa patah kata yang mengandung arti mendalam itu, Thong-thian Kaucu sendiri sudah
berpikir sebentar, tiba-tiba bertepuk tangan sambil berseru, “Benar-benar luar biasa, setiap patah
kata semuanya mengandung arti yang sangat dalam….
Dengan dahi berkerut, ia tertawa dan berkata, “Pek heng, apa kata-kata selanjutnya?”
“Kata-kata selanjutnya telah dihapus orang hingga sama sekali tidak bisa terbaca lagi, kecuali
kalau kita dapat menemukan orang yang menemukan batu peninggalan itu lebih dahulu rasanya
siapapun tak akan tahu….”
Thong-thian Kaucu mengangguk tiada hentinya diam-diam ia berpikir, “Perkataan ini sedikitpun
tidak salah kalau aku yang pertama kali menemukan catatan kitab Kiam Keng tersebut maka
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
148
beberapa patah katfa yang pertama pasti akan kuhapus lebih dahulu sehingga tak bisa dibaca
orang.”
Tampak bayangan manusia berkelebat lewat, Ciu It-bong tahu-tahu sudah melayang turun
keatas tanah sambil memandang Siang Tang Lay, ujarnya sambil tertawa, “Loo Siang, bagaimana
kalau kita mengikat tali persahabatan?”
“Haahh…. haahh…. haaahhh…. bagus sekali!” sahut Siang Tang Lay sambil tertawa tergelak,
“tempo hari diantara lima orang yang mencelakai diriku meski terdapat pula engkau seorang,
tetapi bagaimanapun juga engkau telah mendapat pembalasan yang setimpal, kita masingmasing
telah cacad, semua itu berarti senasib sependeritaan, memang sudah sepantasnya kalau
kita hapus semua ganjalan sakit hati dan mengikat tali hubungan persahabatan”
Benar ujar Ciu It-bong pula sambil tertawa. “Siang Loo te engkau terangkan dahulu masalah
mengenai batu peringatan tersebut, aku orang she Ciu tetap merasa bahwa persoalan ini
mempunyai hubungan yang erat sekali dengan pedang emasmu itu”
Perasaan hati Thong-thian Kaucu pun agak tergerak, ia segera maju kedepan dan berkata,
“Perkataan dari Ciu heng sedikitpun tidak salah, Sian sicu obat yang kau jual dalam cupu-cupumu
itu sudah tersimpan terlalu lama sekarang sudah sepantasnyalah kalau engkau bongkar
rahasianya”
Siang Tang Lay tertawa keras, beberapa saat kemudian ia baru berkata, “Kaucu, Ciu loo te
tahukah kalian bahwa kuburan pememdam pedang sebenarnya kosong melompong tiada isinya
apa pun kenapa secara tiba-tiba bisa muncul batu peringatan?”
“Itulah persoalan yang ingin kami ketahui!” jawab Ciu It-bong dengan cepat.
Thong-thian Kaucu tertawa sambil mengelus jenggotnya, ia berkata, “Kalau didengar dari nada
ucapan siang sicu, rupanya kemunculan batu peringatan tersebut tidak lebih hanyalah permainan
setan dari Siang sicu sendiri?”
Senyuman yang semula menghiasi bibir Siong Tang Lay seketika lenyap tak berbekas, dengan
wajah serius sahutnya, “Persoalan itu memang hasil perbuatanku, tetapi maksud serta tujuanku
bukanlah permainan setan seperti apa yang kalian anggap”
Jin Hian yang selama membungkam terus, tiba-tiba berkata dengan suara seram, “Hmm! apa lagi
maksud dan tujuanmu itu kalau bukan untuk memecah belah umat persilatan dan memancing
terjadinya pertumpahan darah di antara jago-jago Bu lim sendiri….”
Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, tahu-tahu ia sudah berada kurang lebih delapan
sembilan depa dihadapan Sing Tang Lay.
Pedang sakti yang menyapu daratan Tionggoan tersenyum, ujarnya, “Orang kuno pernah
berkata, bahwa setiap benda akan hancur deggan sendirinya, kemudian muncul ulatnya, kalau
seseorang tidak berhati tamak, sekalipun aku berniat jelek juga sukar diperlihatkan”
“Orang Buddha pantang berhati tamak” kata Thong-thian Kaucu sambil tertawa, tetapi kalau
Thong-thian-kauw kami sama sekali tidak kenal akan kata pantangan, silahkan Siang sicu
utarakan saja sebenarnya apa yang terjadi dengan batu peringatan tersebut?”
Siang Tang Lay tersenyum, dengan wajah bersungguh-sungguh, katanya, “Seratus tahun
berselang, batu peringatan dan malaikat pedang Gi Ko telah muncul di wilayah See ih, disamping
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
149
itu terdapat pula sebilah pedang baja, sebilah pedang kecil berwarna emas berserta kotak emas
yang berada dalam genggamanku sekarang, keempat macam benda itu semuanya merupakan
barang peninggalan dan Malaikat pedang Gi Ko, entah apa sebabnya ternyata semua benda
mustika itu sudah terjatuh ketangan leluhurku….”
Ketika mendengar perkataan itu, sorot mata semua orang bersama-sama dialihkan ke arah kotak
emas yang berada ditangan Siang Tang Lay tersebut.
Sepasang mata Thong-thian Kaucu benar-benar tajam, dengan wajah merah bercahaya ia
tertawa terbahak-bahak, katanya, “Haahh…. haahh…. haahh…. Malaikat pedang Gi Ko adalah
suku bangsa Han, semua pedang peninggalannya didalam kuburan pemendam pedang diatas
puncak Ciat in hong bukit Gan tong san, aku rasa hal ini merupakan suatu kenyataan yang tak
bisa dibantah lagi”
“Perkataan ini sedikitpun tidak salah” sambung Ciu It-bong, mungkin ada orang dari See ih yang
berkunjung kedaratan Tionggoan dan mencuri pulang benda mustika yang di sembunyikan
leluhur bangsa Han kita dalam kuburan pemendam pedang, kalau tidak me-ngapa benda diatas
bukit Gan tong san bisa lenyap tak berkekas dan tiba-tiba muncul di wilayah See Ih….”
“Haahh…. haahh…. haah…. jadi kalau begitu, leluhurku tak bisa menghindarkan diri lagi dari
tuduhan mencuri barang mustika milik orang lain?” kata Siang Tang Lay.
Thong-thian Kaucu tertawa.
“Sebenarnya menemukan benda orang lain yang terbuang bukanlah merupakan dosa besar,
tetapi orang bangsa Han kita lebih memandang tinggi leluhur yang telah mati, membongkar peti
mencuri barang merupakan dosa yang amat besar, sekalipun tidak tercantum dalam undangundang
tapi siapapun tak berani melanggar pantangan ini, kalau tidak bukankah barang
peninggalan leluhur bangsa Han kita bakal dicuri s mua oleh orang lain?”
Ciu It-bong mengangguk.
“Perkataan dari kaucu memang sangat masuk diakal, tetapi orang suku Oh tidak kenal dengan
peraturan adat suku bangsa Han, siapa tidak tahu dia tidak salah, hal ini masih dapat
dimaafkan!”
Thong-thian Kaucu tertawa dan mengangguk, sambil berpaling ke arah Siang Tang Lay segera
ujarnya lagi, “Tiang sicu, harap teruskan perkataanmu, bagaimana selanjutnya?”
Siang Tang Lay tersenyum, sahutnya, “Leluhurku segera melakukan penyelidikan yang seksama,
setelah bersusah payah beberapa saat akhirnya beliau berhasil memahami kitab pedang yang
disebut sebagai Kiam keng oleh malaikat pedang Gi Ko itu sebenarnya tersimpan dalam kotak
yang ku bawa ini”
Mendengar perkataan itu, gemparlah suasana dalam lembah ter-sebut, semua orang dengan
sorot matanya yang tajam bagaikan sambaran kilat sama-sama dialihkan keatas kotak emas itu
tanpa berkedip.
Siang Tang Lay tertawa terbahak-bahak, mendadak ia berpaling dan serunya kepada anak murid
yang ada dibelakang, “Bawalah kotak mustika ini kedepan agar para enghiong serta orang gagah
bisa ikut menikmatinya”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
150
Seorang pemuda berpakaian ringkas segera mengiakan, dengan membawa kotak berwarna
kuning emas yang berada dalam pangkuan Siang Tang Lay itu ia berjalan menuju kehadapan
Thong-thian Kaucu .
“Tunggu sebentar….” tiba-tiba terdengar Lan-hoa Siancu membentak nyaring.
Mendengar bentakan tersebut, pemuda berpakaian ringkas itu segera berhenti dan berpaling ke
arah Siang Tang Lay menantikan petunjuk.
Siang Tang Lay mengerutkan dahinya menyaksikan hal itu tegurnya, “Nona ada petunjuk apa?”
Perlahan-lahan Lan Hhoa siancu maju kedepan sambil tertawa merdu jawabnya, “Siang
locianpwee, Gi Ko menyebut dirinya sebagai malaikat pedang, aku rasa ia pasti tersohor karena
kepandaian ilmu pedangnya bukan?”
Siang Tang Lay termenung sebentar lalu menjawab, “Tentang soal itu sih belum tentu demikian,
menurut perkiraanku ia dapat disebut sebagai malaikat lantaran perbuatan selama hi dupnya
adalah bijaksana dan ramah, oleh sebab itulah mendapatkan penghormatan dari orang lain”
“Hihhih hihhih hiiiih,” Lan-hoa Siancu tertawa cekikikan, “benar, bagi orang yang saleh dan
berbudi seperti dia, sepantasnya kalau benda mustika peninggalannya dihadiahkan kepada orang
yang saleh dan berbudi pula.”
Ciu It-bong melotot dengan sepasang matanya bulat-bulat, dengan gusar bentaknya, “Kalau
engkau tidak ingin mati, lebih baik kalau bicara sedikit-lah tahu diri.”
Lan-hoa Siancu pun melototkan matanya bulat-bulat, ia tertawa dingin dan balas membentak,
“Siapa yang kesudian berbicara dengan dirimu? Hmm! sekalipun engkau tidak berbicara akupun
sudah tabu bahwa dirimu adalah seo rang manusia rendah yang tak tahu malu”
Ciu It-bong semakin gusar, telapak kiri nya segera diayun siap melancarkan serangan.
Terdengar Siang Tang Lay tertawa terbahak-bahak dan berseru, “Haahh…. haahhh…. haahhh….
Ciu loo te, kalau engkau tidak ingin mampus, lebih baik janganlah bertindak secara gegabah.”
Ciu It-bong turunkan kembali tangannya dan berkata dengan nada dingin, “Terima kasih atas
perhatian dari Siang heng meskipun nama besar Kim tok sian cian tersohor sekali di kolong langit
tetapi aku orang Ciu tua masih tidak memikirkannya di dalam hati”
Lan-hoa Siancu mencibirkan bibirnya dan mendengus dingin wajahnya menunjukkan sikap
memandang hina pada lawannya.
Siang Tang Lay tertawa, kembali ujarnya, “Oooh…. yaa tadi aku lupa bertanya, nona dalah anak
murid Kiu-tok Sianci yang ke berapa?”
“Kalau dibicarakan sungguh menyesal sekali, aku adalah Loo toa dan dibawahku masih ada dua
belas orang sumoay, Hoa Thian-hong adalah kekasih dari siau sumoayku!”
Mendengar perkataan itu Siang Tang Lay segera tertawa terbahak-bahak.
“Haah…. haah…. haah…. rupanya Leng hoa siancu dari Biau-nia Sam-sian, hampir saja aku
bersikap kurang hormat.”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
151
“Tidak berani,” jawab Leng hoa siancu tertawa, “sungguh tidak sedikit orang persilatan yang
diketahui oleh Siang locianpwee!”
“Aah! mana, mana….” sesudah berhenti sebentar, sambil tertawa sambungnya lebih jauh, “Terus
terang saja kukatan, sebenarnya kitab Kiam keng ini hendak kuhadiahkan kepada Hoa kongcu….”
Betul, seharuinya memang demikian tukas Leng hoa siancu dengan cepat.
Siang Tang Lang menghela napas panjang, ujarnya kembali, “Sayang sekali kesadaran otak Hoa
kongcu belum pulih, sekalipun aku bermaksud hendak menghadiahkan kitab Kiam keng ini
kepadanya, rasanya diperoleh Hoa kongcupun tak ada gunanya, bahkan kemungkinan besar
karena membawa benda mustika malahan jiwanya akan ikut melayang!”
“Engkau telah membohongi dirinya pergi kemana?” tanya Lan-hoa Siancu dengan dahi berkerut,
“dia adalah saudara dari saudara seperguruan kami kalau engkau berani mencelakai jiwanya
maka jangan salahkan kalau akupun akan bersikap kasar terhadap dirimu.”
“Aku pernah berhutang budi kepada Hoa tayhiap, karena beliau telah menyelamatkan selembar
jiwaku, tidak mungkin aku membalas air susu dengan air tuba dan malahan mencelakai jiwa Hoa
kongcu.”
Sesudah berhenti, sebentar sambungnya lebih jauh, “Aku telah memberitahukan suatu tempat
pada mereka dan sekarang Hoa kongcu telah pergi kesana untuk merawat penyakitnya.”
“Kemana? engkau jangan membohongi dirinya hingga pergi ke wilayah See ih”
“Haahh…. haahh…. haahh…. tentu saja tidak,” jawab Siang Tang Lay sambil tertawa terbahakbahak.
Setelah berhenti sebentar, sambungnya lebih jauh, “Ditempat ini banyak terdapat mata dan
telinga yang ikut mendengarkan pembicaraan kita, tempat dimana Hoa kongcu sedang merawat
penyakitnya nanti saja kuberitahukan kepada nona”
Lan-hoa Siancu segera mengangguk, tiba-tiba ia tuding ke arah kotak berwarna emas itu sambil
bertanya, “Benarkah isi diri kotak tersebut adalah Kiam Keng kitab ilmu pedang yang amat
berharga itu?”
Sedikitpun tidak salah, Siang Tang Lay tertawa dan mengangguk jerih payah Malaikat pedang Gi
Ko sepanjang hidupnya telah dicantumkan semua kedalam sejilid kitab yang sekarang berada di
dalam kotak tersebut.
“Menurut pendapatku, daripada engkau serahkan kepada orang lain yang tidak genab, lebih baik
serahkan saja kepada Hoa Hujin untuk menyimpannya kemudian baru diserahkan kepada Hoa
Thian-hong….”
Siang Tang Lay gelengkan kepalanya, ia menukas sambil tertawa, “Hoa Hujin telah mengambil
keputusan untuk berjuang sampai titik darah penghabisan, kalau memang ia telah ambil
keputusan untuk tidak keluar dari lembah Cu-bu-kok dalam keadaan hidup lagi, bukankah kitab
Kiam Keng ini daripada disimpan olehnya sama saja kalau diserahkan kepada orang lain….”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
152
Setelah berhenti sebentar sambungnya lebih jauh, “Cuma…. aku hanya akan serahkan kotak ini
kepada para jago untuk memandangnya belaka sedangkan kotak ini bakal diserahkan kepada
siapa sampai sekarang masih belum dapat dipastikan”
Lan-hoa Siancu tertawa terkekekeh-kekeh mendengar perkataan itu.
“Kalau memang boleh dipandang aku harus melihat dahulu!” ia berseru.
“Haah…. haah…. haahh nona, engkau benar-benar seorang gadis yang tinggi hati!”
Kepada muridnya yang membawa kotak emas tersebut serunya, “Hian cin serahkan Kiam keng
tersebut kepada nona itu agar diberikan….”
Pemuda yang bernama Hian cing itu segera mengiakan dengan membawa kotak emas tadi ia
segera maju kedepan dan mengangsurkan kedepan.
Lan-hoa Siancu segera menerimanya dan diperiksa dengan seksama, ia lihat kotak tersebut
panjangnya delapan cun dengan lebar empat cun, kotak tadi persis untuk menyimpan sejilid
kitab.
Warna kotak kuning keemas-emasan dan memancarkan cahaya tajam, diatas kotak terukirlah
dua buah huruf kuno yang berbunyi, “Kiam Keng” atau kitab pedang.
Akan tetapi kotak emas itu seakan-akan sebuah kotak yang berbentuk persegi tanpa celah atau
tempat membuka yang nyata, selu ruh kotak bersambungan antara yang satu dengan yang lain,
dengan rapat, sehingga membuat orang susah untuk menentukan mana bagian atas mana
bagian bawah, apalagi bagaimana cara untuk membukanya.
Dengan cermat Lan-hoa Siancu mengamatinya beberapa saat lamanya, akan tetapi ia gagal
untuk menemukan tanda yang mencurigakan, akhirnya sambil tertawa cekikikan ujarnya, “Bagus
sekali! tidak aneh kalau locianpwee bersikap begitu sosial, benda berhala yang tak ternilai ini
bersedia diberikan kepada orang lain dengan begitu saja, rupanya diatas kotak itu masih
terpasang pula alat rahasia….”
Siang Tang Lay segera tertawa terbahak-bahak.
“Haahh…. haah…. haah…. hati manusia sukar diduga, aku toh bukan seorang manusia tolol”
Terdengar Ciu It-bong berteriak keras, “Alat rahasia apa? bawa kemari, biar aku yang periksa!”
Lan-hoa Siancu mengerling sekejap ke arah jago tua itu dengan hati mendongkol, ejeknya,
“Huuuh….! kalau dilihat keadaanmu yang begitu gelisah macam monyet kepanasan, sedikitpun
tidak mirip sebagai orang kenamaan dalam dunia persilatan….!!”
“Kurang ajar, engkau ingin mampus?” bentak Ciu It-bong dengan gusarnya, telapak kirinya
diayun dan siap melancarkan sebuah serangan ke arah depan.
Lan-hoa Siancu berlagak pilon dan pura-pura tidak melihat akan datangnya ancaman tersebut,
sambil menggoncangkan kotak berwarna kuning emas itu ujarnya kembali sambil tertawa,
“Hmmm…. nampaknya isi kotak ini benar-benar adalah sejilid kitab….”
“Barang asli dengan nilai yang tinggi, kenapa aku musti memalsukan keaslian kotak tersebut?”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
153
Lan-hoa Siancu menutar biji matanya, tiba-tiba dengan wajah agak berubah serunya manja,
“Siang locianpwee, bagaimana sih caranya membuka kotak ini? aku pingin sekali kitab tersebut!”
Thong-thian Kaucu yang mendengarkan perkataan itu, segera merasakan hatinya agak
bergerak, pikirnya, “Gadis suku Biau paling romantis dan hangat, paras mukanya cantik jelita
bagaikan bunga bahkan mempunyai daya rangsang yang luar biasa andaikata aku bisa
mendapatkan gadis ini, ooh! betapa bahagianya dan nikmatnya hidupku….”
Berpikir sampai disini ia segera tertawa tergelak, serunya, “Siang sicu anak murid Kiu-tok Sianci
selamanya tidak pernah menggunakan pedang sekalipun kitab Kiam keng tersebut diperlihatkan
kepadanya pinto rasa tidak menjadi soal bukan?”
“Huuuh….! siapa yang suruh membaiki diriku?” seru Lan hoa Sian cu dengan wajah berubah.
Thong-thian Kaucu mengelus jeoggotnya dan kembali tertawa tergelak, “Haahh haahh haahhh
apakah engkau tidak ingin melihat sekejap kitab pedang tersebut?” serunya.
“Kitab pedang tersebut adalah suatu benda mustika yang diimpikan serta diinginkan oleh umat
persilatan di kolong langit” ujar Siang Tang Lay, “oleh karena itu kecuali majikannya yang
terakhir siapapun dilarang untuk melihat kitab tersebut!”
“Mengapa?” tanya Lan-hoa Siancu tercengang.
“Perduli siapapun asalkan orang itu dapat melihat kitab Kiam Keng tadi serta membaca sepatah
atau dua patah kata dari isinya maka kendatipun batok kepalanya bakal dipenggal ia tak akan
melepaskan tangannya”
“Apakah engkau sendiri telah membaca kitab tersebut?” tanya Ciu It-bong dengan dahi berkerut.
Siang Tang Lay gelengkan kepalanya dan tertawa
Kalau aku pernah membaca kitab tersebut tak mungkin kitab ini kuhadiahkan kepada orang lain.
“Hmmm! kalau memang belum pernah membaca dirimana engkau bisa tahu kalau kitab pedang
itu luar biasa isinya? siapa tahu kalau isinya cuma biasa saja dan tak ada yang hebat?”
Siang Tang Lay kembali gelengkan kepalanya berulang kali.
“Tahukah engkau, serangkaian ilmu silat yang kumiliki berasal dari mana?” ia bertanya.
“Bukankah ilmu silat dari Siang loo te berasal dari pelajaran gurumu….?”
Siang Tong Lay tersenyum dan menggelengkan kepalanya, walaupun ia tidak buka suara namun
semua orang mengetahui bahha ilmu silatnya bukan hasil pelajaran diri gurunya.
Ciu It-bong segera melotolkan sepasang matya bulat-bulat.
Kalau begitu pastilah ibu gurumu yang secara diam-diam wariskan kepadamu!”
“Haaahh…. haah…. haahh…. hanya ilmu silat dari Ciu Loo le yang di ajarkan ibu guru secara
diam-diam, rangkaian ilmu silat yang kumiliki tidak lain adalah hasil dari mempelajari catatan
kitab pedang yang terdiri dari beberapa huruf belaka itu.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
154
Pek Siau-thian yang mendengar pembicaraan tersebut sampai disitu segera merasakan hatinya
bergetar keras, pikirnya, “Tua bangka ini pasti omong kosong dan ngaco belo tidak karuan, dari
limapuluh delapan kata yang begitu singkat mana mungkin bisa menciptakan rangkaian ilmu silat
yang begitu ampuh dan luar biasanya”
Berpikir sampai disitu, secara diam-diam dia mengulangi kembali kelima puluh delapan patah
kata dari catatan ilmu pedang tersebut, ia merasa bahwa kelima puluh delapan patah kata itu
memang mengandung dasar ilmu silat yang sangat tinggi dan mendalam, setiap patah kata
mengandung perubahan dan pemecahan yang tak terhingga banyaknya, tetapi kalau dikatakan
ilmu silat yang dimiliki Siang Tang Lay seluruhnya didapatkan dari sana, hal ini kedengarannya
agak berlebihan.
Terdengar Ciu It-bong berkata, “Siang Loo te, hanya berdasarkan catatan ilmu pedang saja
engkau dapat memiliki ilmu silat selihay itu, kalau engkau mempelajari pula ilmu silat yang
tercantum dalam kitab Pedang, bukankah ilmu silatmu akan tiada tandingannya di kolong langit?
kenapa tidak sekalian kau pelajari kitab mustika tersebut?”
Siang Tang Lay mengerutkan dahinya lalu menjawab, “Ciu Loo te sekalipun aku tidak
mempelajari kitab pedang, dengan kepandaian silat yang dimiliki siapakah yang mampu
menandingi dirinya….
Sesudah berhenti sebentan, sambil tertawa lanjutnya, “Coba lihatlah Hoa Thian-hong, ia hanya
mengetahui beberapa patah kata yang paling depan saja tetapi ilm u pedangnya sudah mencapai
tarap yang sebegitu dahsyatnya sehin ga setiap jurus serangan yang dilepaskan mengandung
daya penghancur yang maha besar membuat Pek lo pangcu pun tidak mampu mempertahankan
diri!”
Diam-diam Ciu It-bong berpikir dalam hatinya, “Perkataan dari orang tua ini sedikitpan tidak
salah, kalau ditinjau dari peraturan yang berlangsung tadi, seandainya Pek Siau-thian tidak
segera mengacaukan pikiran Hoa Thian-hong mungkin sedari tadi ia sudah menemui ajalnya
diujung pedang bocah tersebut….”
Tiba-tiba terdengar Thong-thian Kaucu tertawa dan berkata, “Siang sicu, ucapanmu membuat
pinto jadi kegirangan sekali, aku rasa perkataan yang tak ada gunanya lebih baik tak usah
dibicarakan lagi, sekarang sudah sepantasnya kalau kau perlihatkan kitab pedang itu kepada
kami agar kami semua mengetahuii apakah kitab itu palsu atau tidak, kemudian persoalan lain
baru dibereskan kembali….”
“Hal ini sudah tentu saja” jawab Siang Tang Lay, ia segera berpaling ke arah Lan-hoa Siancu dan
berseru, “Nona engkau toh sudah melihat kotak itu, sekarang sudah sepantasnya kalau engkau
berikan kotak tadi kepada beberapa orang jago itu.
“Lan-hoa Siancu tertawa cekikikan.
“Hiih…. hiih…. hiih! aku merasa agak keberatan untuk melepaskan benda yang demikian
indahnya”
“Haaah…. haah…. haah…. setiap benda mempunyai pemiliknya, sekalipun kau merasa sayang
tapi apa boleh buat, benda itu toh bu kan menjadi milikmu.
“Hmmm! siapa yang kesudian dengan benda ini, sambil mencibirkan bibirnya Lan-hoa Siancu
segera melemparkan kotak emas itu kehadapan muka Pek Siau-thian, kemudian dengan hati
mendongkol kembali kedalam barak.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
155
Pek Siau-thian yang menyaksikan benda mustika itu terjatuh kehadapannya, ia segera
merasakan jantungnya berdebar keras, pikirnya, “Jangan-jangan inilah yang dinamakan takdir,
mungkinkah aku memang sudah ditakdirkan untuk merajai seluruh kolong langit?”
Berpikir sampai disitu, jago tua tersebut tak dapat menahan golakan perasaan dalam hatinya
lagi, ia segera berjongkok untuk mengambil kotak emas tersebut.
“Pek heng, jangan sentuh benda tersebut! tiba-tiba Thong-thian Kaucu membentak keras.
Sepasang telapak didorong kemuka, segulung angin pukulan yang dingin dan tajam dengan
cepat meluncur kedepan.
Ciu It-bong dengan tangan kirinya melancarkan pula sebuah pukulan yang maha dahsyat
kedepan.
Jin Hiang yang melihat kedua orang jago itu sudah turun tangan, ia segera ayun telapaknya
melancarkan pula satu pukulan gencar kedepan.
Tiga gulung angin pukulan yang maha dahsyat serentak menerjang ke arah Pek Siau-thian,
dimana gulungan angin puyuh menyambar lewat, terdengarlah desingan angin t jam yang
memekikan telinga.
Pek Siau-thian merasa terkejut bercampur gusar, ia segera menjejakkan kakinya dan meloncat
dua tombak ketengah udara untuk meloloskan diri dari serangan tersebut.
“Blaamm!” tiga gulung angin pukulan saling membentur satu sama lainnya menimbulkan pusaran
angin puyuh yang maha dahsyat, begitu kencang gulungan angin tersebut hingga mengibarkan
baju Pek Siau-thian.
Sementara kotak emas tadi masih tetap berada ditempat semula tanpa bergeser sedikit pun jua.
Pek Siau-thian melayang turun kembali keatas tanah dengan muka pucat bagaikan mayat, ia
berseru penuh kegusaran, “Thian Ik-cu kalau memang bernyali bagaoimana kalau kita berduel
lebih dahulu satu babak?”
“Eeei hidang kerbau tua”, teriak Ciu It-bong dengan cepat “engkau ditantang oleh Pek loo ji
hantam saja tua bangka itu masa engkau tidak berani?”
Thong-thian Kaucu tertawa terbahak-bahak.
“Haaah…. haah…. haahh Pek heng, hawa amarahmu benar-benar besar sekali, masa cuma
begitu raja engkau harus marah-marah besar?” serunya.
“Hmm! meskipun tabiat aku orang she Pek baik, aku tak akan mengalah untuk kedua kalinya
terhadap dirimu”
Sambil berkata kembali ia berjongkok untuk mengambil kotak emas tersebut.
Thong-thian Kaucu , Jin Hian dan Ciu It-bong saling bertukar pandangan sekejap, tiba-tiba
mereka ayunkan telapaknya dan bersama-sama melancarkan sebuah pukulan dahsyat kedepan.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
156
Ujung jari tangan Pek Siau-thian hampir saja menyentuh kotak emas tersebut ketika segera tibatiba
terdengar desingan angin tajam meluncur tiba, ia tahu dalam keadaan demikian bila dirinya
lanjutkan niat untuk mengambil kotak emas tersebut, kendatipun kotak tadi berhasil didapatkan
akan tetapi ia pun bakal terluka dibawah serangan gabungan ketiga orang itu.
Dalam keadaan apa boleh, buat terpaksa ia enjotkan badannya dan menerobos keluar melewati
celah antara angin pukulan yang di lancarkan Jin Hian dan Ciu It-bong.
Siang Tang Lay yang menyaksikan kejadian itu segera tertawa terbahak-bahak.
“Gerakan tubuh yang sangat indah, nama besar ketua perkumpulan Sin-kie-pang benar-benar
bukan nama kosong belaka….!”
Air muka Pek Siau-thian berubah jadi hijau membesi, ia maju sambil melancarkan serangan,
segulung angin puyuh yang tajam langsung menghantam keatas tubuh Thong-thian Kaucu .
“Pek heng, apakah engkau benar-benar ingin berkelahi” bentak Thong-thian Kaucu .
Tangan kirinya diayun memotong pergelangan musuh, tangan kanannya dengan jurus Im kay
kian jit atau awan hilang muncullah sang surya melancarkan satu pukulan kedepan.
Serangan tersebut tersembunyi dibalik ujung jubah kirinya dan dilancarkan secara tiba-tiba,
ancaman itu sangat bahaya dan luar biasa sekali.
Pek Siau-thian dalam gusarnya, penjagaan tubuhnya agak mengendor tapi dalam sekejap mata
otaknya dapat didinginkan kembali, menyak sikan datangnya serangan yang begitu dahsyat ia
tak berani menyambut dengan lawan keras, sepasang kakinya segera menjejak tanah dan
berkelit ke arah samping
Jin Hian yang berdiri dibelakangnya ketika menyaksikan Pek Siau-thian berdiri membelakangi
dirinya dalam jarak lima enam depa merasa amar girang, pikirnya, “Inilah kesempatan baik
bagiku untuk melukai dirinya apa yang harus kutunggu lagi?”
Tanpa mengucapkan sepatah katapun, secara diam-diam dia ayun telapaknya melancarkan
pukulan dahsyas.
***
SERANGAN yang dilancarkan ketiga orang itu tanya selisih waktu amat sedikit sekali. Ciu It-bong
ketika menyaksikan ada kesempatan baik segera memanfaatkan secara baik-baik, dengan badan
menempel diatas tanah ia bergeser kedepan dan menyambar kotak emas diatas tanah.
Begitu Ciu It-bong bergerak, Pek Siau-thian sekalian segera menyadari akan hal itu, Jin Hian
pertama-tama yang putar badan sambil melancarkan serangan ke arah Ciu It-bong, sedangkan
Pek Siau-thian dan Thong-thian Kaucu satu dari kiri yang lain dari kanan bersamaan waktunya
menubruk kedepan.
Ciu It-bong tertawa terbabak-bahak, setelah berhasil menyambar kotak emas tersebut, tubuhnya
segera menggelinding kesamping menghindarkan diri dari hantaman ketiga orang itu.
Diantara keempat anggota badannya ada tiga diantaranya telah cacad, sisa sebuah tangan yang
dimilikinya digunakan untuk memegang kotak emas tersebut, dengan sendirinya ia tak ada
kemampuan untuk melakukan serangan lagi.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
157
Maka telah lolos dari ancaman musuh, ia segera berdiri tegak ditempat semula tanpa berkutik,
Thong-thian Kaucu , Pek Siau-thian dan Jin Hian pun secara otomatis menghentikan serangannya
sambil mengurung Ciu It-bong rapat-rapat.
Haruslah diketahui tiga bibit bencana dari dunia persilatan ini dapat hidup berdampingan selama
banyak tahun tanpa mengalami bentrokan, apapun hal ini disebabkan kekuatan dari ketiga belah
pihak seimbang dan sama kuat, ilmu silat yang dimiliki ketiga orang pemimpin merekapun
seimbang pula, andaikata ada satu pihak berhasil melampaui kekuatan pihak yang lain maka hal
ini akan dianggap sebagai ancaman bahaya bagi kedua belah pihak yang lain, karena itulah rasa
curiga dan was-was diantara sesama pihak sangat tebal dan kuat sekali.
Kotak tersebut berisikan kitab pedang yang tak ternilai harganya, seandainya benda berharga itu
sampai terjatuh ketangan Pek Siau-thian dan berhasil dibawa kabur, maka kejadian ini akan
merupakan mara bahaya yang besar sekali bagi keamanan dua golongan lainnya.
Sebaliknya kalau terjatuh ketangan Ciu It-bong, maka keadaannya lain sebab masing-masing
pihak tidak usah merisaukan salah satu pihak diantara mereka akan melampaui kekuatan
mereka.
Cui It Bong hanya ada musuh dan tak punya kawan, orang sendiripun tahu bahwa posisinya
dalam lembah Cu-bu-kok pada saat ini sangat tidak menguntungkan, walaupun pada saat ini ia
berhasil mendapatkan kotak emas tersebut, akan tetapi untuk membawa kabur kotak emas itu
dari kepungan musuh jelas bukan suatu pekerjaan yang gampang.
Diam-diam ia segera berpikir didalam hatinya, “Perduli amat bakal mati atau hidup, aku harus
bertarung lebih dahulu dengan mereka kemudian baru diputuskan lagi….”
Berpikir sampai disini, ia segera mendongak dan tertawa ter-babak-bahak, serunya, “Siang loo ji,
seandainya isi kotak ini bukan kitab pedang, melainkan adalah seekor ular beracun….”
Belum habis ia berkata tiba-tiba air mukanya berubah hebat, kelima jarinya mengendor dan
hampir saja kotak emas itu terjatuh dari genggamannya.
Thong-thian Kaucu yang menyaksikan hal itu segera tertawa, serunya, “Ciu tua apakah
tanganmu telah digigit ular beracun? cepat lemparkan kotak tersebut kemari”
Ciu It-bong memutar sepasang biji matanya kemudian berteriak keras, “Jin Hian, engkau telah
merampas pedang emasku, sekarang biarlah kotak ini kuserahkan pula kepadamu!”
Sambil berkata ia segera melemparkan kotak emas tersebut kedepan.
Jin Hian bukan seorang yang bodoh mendengar seruan tersebut diam-diam pikirnya dalam hati,
“Ciu It-bong mempunyai hubungan dendam yang amat mendalam dengan diriku, tak mungkin ia
berikan kotak tersebut kepadaku dengan rela hati, dibalik kejadian ini pasti ada permainan
setannya.”
Berpikir sampai disitu, sebelum ia sempat ambil keputusan, kotak emas tadi telah meluncur
kehadapannya.
Terbayang bahwa benda itu adalah sebuah benda mustika yang sukar didapatkan kendatipun
harus beradu jiwa, buru-buru ia menggulung ujung bajunya dan menangkap kotak emas itu
dengan dilapisi kain baju pada tangannya.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
158
Ketika sorot matanya dialihkan kedepan maka tampaklah kelima jari tangan Ciu It-bong dalam
waktu singkat telah berubah jadi hitam membekas, wajahnya yang semula berwarna merah
bercahayapun kini dilapisi oleh hawa hitam, sekilas memandang dapat diketahui orang itu sudah
terkena sejenis racun keji yang sangat lihay.
Pek Siau-thian yang menyaksikan kejadian itu diam-diam berpikir dalam hatinya, “Sungguh
berbahaya! sungguh berbahaya! tadi, seandainya benda tersebut berhasil kudapatkan, maka
orang yang keracunan pada saat ini bukan Ciu tua melainkan adalah aku….”
Makin berpikir ia merasa semakin ngeri sehingga tanpa terasa keringat dingin mengucur keluar
membasahi tubuhnya.
Terdengar Thong-thian Kaucu tertawa dan berkata, “Pek heng, jangan lupa dengan budi
pertolongan yang kuberikan kepadamu lho”
“Hmm! Pek Siau-thian mendengus dingin, aku tak nyana kalau kaucu adalah orang yang berhati
haik, kalau begttu aku telah salah menuduh orang!”
Sreeet….! terdengar Jin Hian merobek ujung bajunya dan digunakan untuk membungkus kotak
emas tersebut, setelah itu ia merobek pula ujung baju yang lain untuk melapisi bungkusan yang
pertama tadi, setelah itulah dengan membawa kotak emas tadi ia berlalu dari gelanggang.
Thong-thian Kaucu dan Pek Siau-thian segera saling bertukar pandangan sekejap dua orang itu
dengan cepat menggerakkan tubuhnya menghadang jalan pergi Jin Hian.
Melihat jalan pergi dihadang, ketua dari perkumpulan Hong-im-hwie itu segera melototkan
matanya bulat-bulat sambil tertawa dingin, tegurnya, “Apa maksud kau berdua menghalangi
jalan pergi? apakah kalian hendak menantang aku untuk bergebrak?”
Thong-thian Kaucu segera tertawa terbahak-bahak, sahutnya, “Haah haah haah…. Jin Hian
jangan lupa, tiga maha besar dan dunia persilatan telah mengadakan perjanjian kerja sama”
“Heeh…. heeh…. heeh….! aku ssma sekali tidak melupakan akan hal itu” jawab Jin Hian sambil
tertawa dingin, tetapi aku masih ingat bahwa perjanjian tersebut hanya menyangkut tentang
pertahanan dan penyerangan, toh tidak ada larangan yang tidak memperkenankan aku untuk
menerima hadiah dari sahabat, “Orang Persilatan lebih mengutamakan soal setia kawan, kalau
memang diantara kita sudah terikat oleh perjanjian maka itu berarti ada kesusahan dipikul
bersama ada kebahagiaan dinikmati bersama, andaikata Jin heng begitu tamak dan lupa pada
teman, apakah tindakan itu tak akan mengecewakan hati sahabat lainnya?”
Sreeet! Sreeet! desiran angin tajam berkelebat lewat, Yan-san It-koay dan Liong-bun Siang-sat
tiga jago din parkumpulan Hong-im-hwie segera menceburkan diri kedalam arena.
Menyaksikan tindakan musuh, Pek Siau-thian segera mendengus dingin, serunya, “Orang-orang
dari perkumpulan Hong-im-hwie banyak apakah dari pihak Sin-kie-pang ke-kurangan manusia?”
Sambil berkata ia segera ulapkan tangannya….
Cukat racun Yau Sut dengan cepat memimpin belasan orang pelindung hukum dari panji kuning
terjunkan diri pula kedalam gelanggang dan mengepuug Yan-san It-koay serta Liong-bun Siangsat
erat-erat, suasana seketika berubah jadi tegang dan serius, salah bicara sepatah kata saja
pasti akan menimbulkan benturan hebat.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
159
Diam-diam Jin Hian segera berpikir, “Kalau terjadi bentrokan saat ini, sudah jelas pihak Thongthian-
kauw akan membantu perkumpulan Sin-kie-pang, dalam keadaan tercekat perkumpulan
Hong-im-hwie kami pasti akan mengalami kerugian besar.
Berpikir sampai disini, terpaksa ia menahan hawa amarah yang berkobar dalam dadanya, ia
berseru.
“Pek heng, apakah engkau siap bentrok lebih dahulu dengan perkumpulan Hong-im-hwie kami?”
Siaute sudah terdesak oleh keadaan, mau jadi sahabat atau musuh terserah pada pilihan Jin
heng sendiri.
Pek Siau-thian adalah satu-satunya orang yang pernah menyaksikan sendiri kehebatan catatan
kitab pedang, bagi dirinya daya tarik kitab pedang tersebut jauh melebihi siapapun juga,
sekalipun harus terjadi bentrokan langsung dengan pihak lain, ia tak akan membiarkan Kitab
Pedang tersebut terjatuh kepihak lain.
Sementara itu Thong-thian Kaucu telah tertawa keras dan berkata, “Jin heng, semua orang
gagah di kolong langit telah berkumpul semua dalam lembab Cu-bu-kok ini, mati hidup tiga
kekuatan besar dalam dunia persilatan harus ditentukan didalam pertemuan besar Kian ciau
tayhwee ini, aku harap engkau berpikir tiga kali sebelum bertindak.
Jin Hian segera alihkan sorot matanya melirik sekejap ke arah rombongan yang dipimpin oleh
Hoa Hujin, kemudian melirik pula ke arah kelompok makhluk setan tersebut secara tiba-tiba ia
merasakan hatinya bergidik pada saat itu juga ia merasa betapa lemah dan kecilnya kekuatan
dari perkumpulan Hong-im-hwie, dalam suasana menang kalah sulit diramalkan, menggunakan
kekerasan hanya akan merugikan pihaknya sendiri.
Sebagai seorang jJago kawakan yang berakal panjang, ia segera merasakan gelagat yang sangat
tidak menguntungkan pihaknya, dengan wajah serius segera katanya, “Isi kotak emas ini belum
tentu adalah kitab pedang, bagaimanakah menurut pendapat too heng?”
“Menurut pendapat pinto, tidak mungkin Siang sicu menghadiahkan benda mustika kepada kita
semua, apa salahnya kalau Jin heng berusaha untuk membuka kotak emas itu lebih dahulu serta
melihat apakah isi kotak itu yang sebenarnya….”
“Hmm! diatas kotak emas ini terlapis racun yang sangat keji, dalam keadaan situasi seperti ini,
aku tidak ingin menempuh bahaya yang sama sekali tak ada gunanya!”
Thong-thian Kaucu tersenyum.
“Kalau memang Jin heng tidak ingin menempuh bahaya, bagaimana kalau pinto saja yang
mewakili? kalau isi kotak emas itu bukan kitab pedang yaa sudahlah tapi kalau isinya memang
kitab pedang maka kita dapat membaginya jadi tiga bagian, setiap golongan mendapat satu
bagian bukankah hal ini merupakan suatu kejadian yang sangat bagus?”
Diam-diam Jin Hian menilai keadaan disekitarnya, ia merasa kecuali bertindak demikian, rasanya
meming tiada jalan lain lagi, maka koak emas tersebut segera dilemparkan kedapan, ujarnya
dengan suara dingin, “Kitab pedang tersebutt berada disini. Nah, benar atau tidaknya silahkan
too beng periksa sendiri”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
160
Ketika kotak tersebut dilemparkan ketanah, tenaga sambitan yang dipergunakan adalah tenaga
Im yang lunak serta tenaga Yang yang kuat.
Ketika kotak emas tersebut dilemparkan ke arah depan Thong-thian Kaucu , sewaktu mencapai
ditengah jalan mendadak berubah jadi kilatan cahaya emas dan meluncur makin dahsyat
kedepan.
“Tua bangka ini benar-benar kejam!” maki Thong-thian Kaucu didalam hatinya.
Teringat akan racun keji yang berada di atas kotak emas tersebut, hingga mengakibatkan Ciu Itbong
yang lihaypun kena dipecundangi, maka sebagai seorang manusia yang licik imam tua itu
merasa bahwa lebih baik kehilangan muka danpada menempuh bahaya dengan percuma.
Menyaksikan kotak emas tersebut meluncur datang, tangannya dengan cepat berputar
melancarkan satu pukulan berhawa lunak ke depan untuk menahan daya luncur kotak tadi….
Sreeet! kotak emas tersebut dengan membentuk gerakan satu lingkaran busur segera terjatuh
kembali keatas tanah.
Terdengar Siang Tang Lay tertawa terbabak-bahak dan mengejek, “Haaah…. haah…. haah….
Tootiang, engkau musti berhati-hati, siapa tahu kalau isi kotak emas itu bukan kitab pedang
malaikat adalah obat peledak yang maha dahsyat dan maha keji?”
“Ucapan Siang beng sedikitpun tidak salah, berhati-hati memang merupakan tindakan yang jitu”
Imam tua tersebut segera berpaling dan berseru keras, “Cing liang, bukalah kotak emas itu dan
coba periksa benda apa yang tersimpan dalam kotak tersebut!”
Dari dalam barak berjalan keluar seorang imam kecil berbaju merah, setelah memberi hormat
kepada Thong-thian Kaucu , ia menge- nakan seperangkat sarung tangan terbuat dari kulit
menjangan dan segera memungut kotak emas tadi.
Sarung tangan kulit menjangan itu adalah sarung tangan yang di pergunakan untuk melepaskan
pasir beracun, Cing lian meminjam dari rekan seperguruannya sebelum maju ke tengah
gelanggang, oleh karena itu dapatkah dipergunakan untuk menahan racun keji yang melekat
diatas kotak emas tersebut, ia tak punya keyakinan.
Baru saja kotak emas itu dipegang ditangan, keringat dingin terasa mengucur keluar membasahi
seluruh tubuhnya, jantung berdebar keras dan hatinya bergidik.
Ketika kotak emas itu diteliti dengan seksama, ternyata kotak itu terdiri dari satu wadah yang
utuh tanpa sambungan, persis bagaikan sekeping batang emas, ketika kotak tadi digoncangkan
maka terasa isinya berupa sejilid kitab, cuma saja walaupun sudah dicari kian kemari letak
tombol rahasia untuk membuka kotak tersebut belum ketemu juga.
Dalam pada itu sorot, mata semua orang yang ada didalam lembah bersama-sama ditujukan
keatas tangan Cing lian, ketika melihat imam cilik itu membolak balikkan kotak emas tersebut
tanpa berhasil menemukan alat rahasianya hingga hati jadi gelisah dan keringat mengucur tiada
hentinya, para jago ditepi gelanggangpun ikut merasa gelisah.
Tiba-tiba dari dalam barak berkumandang suara teriakan seseorang, “Coba gosoklah tulisan Kiam
keng tersebut dengan jari tanganmu….!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
161
Mendengar teriakan tersebut Cing lian segera menggosok tulisan Kiam keng tadi dengan jari
tangannya, tetapi keadaan kotak tersebut masih tetap seperti sedia kala, sedikitpun tiada
berubah apapun jua.
Mendadak Thong-thian Kaucu berseru, “Papas saja kotak emas itu dengan senjata, tapi engkau
musti berhati-hati, jangan sampai merusak isi kotak tersebut….”
Cing lian letakkan kembali kotak emas tadi keatas tanah, kemudian cabut keluar sebilah pedang
pendek yang memancarkan cahaya tajam.
Pedang pendek tersebut memancarkan sinar yang amat menyilaukan mata, membuat siapapun
yang melihat segera akan mengetahui bahwa pedang tersebut adalah sebilah pedang mustika
yang tajamnya bukan kepalang.
Cing lian segera menggerakkan pedang pendeknya membacok kotak emas itu…. Criiing! cahaya
tajam berkilauan, ketika ujung pedang tersebut menggurat diatas permukaan kotak, ternyata
kotak tadi masih tetap utuh dan sedikitpun tidak meninggalkan bekas.
Menyaksikan hal itu para jago yang berada didalam barak sama-sama memperdengarkan jeritan
kaget.
Jago lihay yang hadir dalam lembah Cu-bu-kok banyak sekali, semua orang dapat melihat betapa
tepatnya babatan pedang yang dilancarkan oleh Cing liang tersebut, tetapi kenyataan
membuktikan lain, ternyata kotak emas itu masih tetap utuh seperti sedia kala, dan pedang yang
begitu tajam pun sama sekali tidak mempan, kejadian ini membuat orang-orang tidak habis
berpikir.
Merah padam selembar wajah Cing lian karena kegagalannya itu, dengan cepat ia tenangkan
hatinya dan sekali lagi melancarkan babatan ke arah kotak emas tadi.
Ia merupakan murid kebanggaan dari Thong-thian Kaucu , baik ilmu pedang maupun tenaga
dalamnya telah mencapai puncak kesempurnaan, benda sekeras dan sekuat apapun bila
termakan babatan pedangaya ini niscaya akan terpapas dan kutung.
Siapa tahu ketika cahaya tajam berkelebat lewat, kotak emas itu masih tetap utuh sepeati sedia
kala, sedikitpun tidak mengalami cedera apapun juga.
Pek Siau-thian merasakan jantungnya berdebar keras, pikirnya, “Cukup melihat wadah kotak
emas itu sudah menunjukkan suatu benda mustika yang tak ternilai harganya, benda yang
tersimpan dalam kotak emas itu jelas jauh lebih tak ternilai harganya”
Jalan pikiran Jin Hian maupun Pek Siau Thiin tidak berbeda satu sama lainnya, dua orang itu
sama-sama merasakan jangtungnya ber debar dan wajahnya berubah jadi merah padam,
disamping itu otak merekapun bekerja keras untuk mengambil Keputusan tentang tindakan
selanjutnya, mereka semua berpendapat bahwa kotak itu tak boleh sampai terjatuh ketangan
pihak lain.
Tiba-tiba terdengar Thong-thian Kaucu membentak keras.
“Bawa kemari pedang mustika Boan liong poo kiam ku!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
162
Mendapat perintah tersebut, Cing lian buru-buru kembali kedalam barak dan sejenak ke-mudian
telah muncul kembali sambil membawa sebilah pedang antik yang berkulit kuda, pada gagang
pedang terukir seekor naga yang sangat indah dan mempersonakan hati.
Thong-thian Kaucu segera mencekal sarung pedang dengan tangan kiri, gagang pedang dengan
tangan kanan…. Criing! sekilas cahaya hijau memancar keempat penjuru dan tahu-tahu
muncullah sebilah pedang mustika yang amat tajam.
“Pedang bagus!” puji Siang Tang Lay tanpa terasa.
Begitu pedang tadi dicabut keluar orang yang berdiri beberapa tombak disekelilingnya seketika
merasakan hawa dingin yang merasuk ketulang sum sum.
Sudah lama orang kangou mendengar bahwa Thong-thian Kaucu memiliki sebilah pedang
mustika Boan liong Poo kiam yang tajam tetapi semua orang selain anggota perkumpulan hanya
pernah mendengar belum pernah melihat sendiri, sekarang setelah melihat ketajaman pedang
tadi, diam-diam semua orang merasa kagum dan memuji tiada hentinya.
Thong-thian Kaucu tersenyum bangga, katanya, “Pedang ini ketajamannya luar biasa dan tiada
benda yang mampu menandingi ketajamannya, tapi kalau memang tusukan pedang ini pun tak
berhasil, yaa…. apa boleh buat lagi!”
Perlahan-lahan ia maju kedepan, ujung pedangnya ditempelkan diatas kotak emas itu kemudian
mengerahkan tenaganya dan menusuk kebawah.
Siang Tang Lay tertawa katanya, “Kaucu kau harus berhati-hati, andaikata kitab pedang yang
berada didalam kotak itu sampai hancur dan rusak waah kerugian yang harus diderita cukup
besar….”
Thong-thian Kaucu tetap membungkam dalam seribu bahasa, ujung pedangnya perlaan-lahan
ditusuk kebawah dengan bawa murni disalurkan kedalamnya, siapa tahu kotak emas itu tetap
utuh tanpa cidera, entah terbuat dari bahan keras apa, tusukan pedang yang demikian tajampun
sama sekali tidak berhasil melubanginya.
Peristiwa ini benar-benar merupakan suatu kejadian yang luar biaaa, semua orang diam-diam
merasa terperanjat, dan tanpa terasa akibat pengaruh kotak emas tadi, nilai kitab pedang yang
berada didalamnyapun secara tiba-tiba meningkat sampai sepuluh kali lipat.
Thong-thian Kaucu bukan manusia sembarangan, sekali mencoba saja ia sudah tahu bahwa
dengan ketajaman pedang boan liong poo kiam-nya, kotak emas itu masih tetap tidak terbuka,
daripada ditawarkan orang hingga dirinya jadi malu atau pedang kesayangannya makin rusak,
imam tua itu segera masukkan kembali pedangnya kedalam sarungnya.
Setelah itu sambil acungkan jempolnya ia berseru kepada diri Siang Tang Lay, “Siang heng,
benda itu benar-benar luar biasa sekali, pinto merasa sangat kagum!”
“Benda peninggalan orang kuno memang hebat, engkau tak usah memuji diriku sebab benda itu
bukan aku yang buat”
“Siang Tang Lay!” seru Pek Siau-thian pula sambil menyeringai seram, “engkau pasti mengetahui
bukan bagaimana caranya membuka kotak emas tersebut?”
“Tentu saja tahu!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
163
“Dan rahasia itu tak mungkin engkau bongkar dihadapan kami bukan….?” seru Pek Siau-thian
lagi sambil tertawa dingin.
“Aaah! belum tentu demikian”
Setelah berhenti sebentar sambil tertawa, ujarnya lagi, “Engkau pernah membaca seluruh isi dari
catatan kitab pedang itu, berarti bahwa engkau termasuk juga anak murid dari malaikat pedang
Gi Ko, bila kitab pedang ini diwariskan kepadamu rasanya pilihanku ini adalah paling tepat.”
Thong-thian Kaucu yang mendengar perkataan itu segera tertawa terbahak-bahak, ejeknya,
“Haahh…. haahhh…. haahhh…. Pek heng, aku harus mengucapkan selamat kepadamu, kiong bi,
kiong hi….”
Dengan gusar Pek Siau-thian mendengus sambil menengok ke arah Siang Tang Lay, kembali
serunya, “Engkau tak usah bermain licik, bagaimana caranya membuka kotak emas ini harap
segera diutarakan keluar!”
Ia ingin tahu bagaimana caranya membuka kotak itu tapi tidak ingin Siang Tang Lay
mengatakannya sekarang karena disitu ada dua orang musuhnya, pikiran ini membuat hatinya
jadi serba salah.
Terdengar Siang Tang Lay berkata, “Engkau pernah membaca kitab Kiam keng bu kui, asal isi
dari catatan tersebut kau selami dan yakini dengan seksama, aku tanggung tidak sampai tiga
tahun engkau sudah mampu jadi seorang tokoh maha sakti di kolong langit”
Mendengar ucapan tersebut, Thong-thian Kaucu dan Jin Hian saling bertukar pandangan, pikir
mereka hampir berbareng.
“Kalau ini hari Pek Siau-thian berhasil kabur dari sini dalam keadaan selamat, itu berarti tiga
tahun kemudian kami semua sudah bukan tandingannya lagi, pada waktu itu bukankah
perkumpulan Sin-kie-pang dapat menguasai seluruh kolong langit tanpa seorangpun mampu
menandingi kehebatannya….?”
Sementara itu Siang Tang Lay telah melanjutkan kembali, katanya, “Berbicara tentang cara untuk
membuka kotak emas tersebut sebenarnya amat sederhana sekali, cukup kalian….”
Tiba-tiba sesosok bayangan berkelebat lewat, Ciu It-bong sambil menempel tanah menggelinding
kemuka dan menyambar kotak emas tersebut kemudian setelah berhasil mendapatkan benda itu
ia menggelinding kembali menjauhi tempat itu.
Baik Thong-thian Kaucu maupun Pek Siau-thian sekalian cuma bisa berdiri tertegun menyaksikan
tindakan nekad itu untuk mencegah jelas sudah tak mungkin lagi terpaksa mereka tidak ambil
tindakan apa-apa.
Ketika pertama kali berhasil merampas kotak emas itu, Ciu It-bong sama sekali tak menyangka
kalau diatas kotak sudah dipolesi racun yang sangat keji sesudah keracunan hebat buru-buru dia
salurkan hawa murninya dan memaksa racun keji yang bersarang dalam tubuhnya itu berkumpul
didalam sepasang kakinya yang cacad dengan begitu untuk sementara waktu jiwanya berhasil
diselamatkan.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
164
Setelah kotak emas itu terjatuh ketanah dan Thong-thian Kaucu serta Pek Siau-thian sekalian
saling berusaha untuk mendapatkan kotak tersebut tanpa seorangpun berhasil memperolehnya
diam-diam kakek she Ciu ini menyusun rencana untuk merebut kembali.
Saat yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba juga, ketika perhatian semua orang sedang ditujukan
ke arah Siang Tang la, dengan satu gerakan tubuh yang sangat cepat dan diluar dugaan ia
menggelinding kesamping kotak emas itu dan merebutnya kembali tapi kali ini tak berani
menyentuh kotak emas itu dengan jari tangannya lagi.
Dalam keadaan yang serba tergesa-gesa, ujung bajunya segera dikibaskan keatas tanah untuk
menggulung kotak emas itu kemudian benda tadi barulah dipegang dengan alas kain.
Begitulah setelah menyaksikan kotak emas tadi terjatuh kembali ketangan Ciu It-bong, sambil
tertawa Siang Tang Lay segera berkata, “Eeei…. manusia yang bernama Ciu It-bong apakah
engkau ingin tau bagaimana caranya membuka kotak emas tersebut?”
Ciu It-bong menyeringai dan tertawa seram.
“Heehh…. heehh…. heehh…. bagiku tahu juga boleh tidak tahupun tidak menjadi soal!”
“Jumlah yang banyak akan menangkan jumlah yang sedikit, seorang lelaki sejati tak akan sudi
melayani kerubutan orang banyak, aku lihat dalam perebutan kitab Kiam keng kali ini, lebih baik
engkau mengundurkan diri saja! ejek Siang Tang Lay sambil tertawa.
Ciu It-bong tertawa terbahak-bahak, suaranya menyeramkan sekali, pikirnya dihati, “Racun keji
yang berada diatas kotak emas ini sudah pasti merupakan hasil perbuatan dari gadis-gadis suku
Biau itu, tapi…. mereka toh merupakan orang-orang muda dari angkatan yang lebih rendah, aku
malu kalau musti minta obat penawar dari mereka….!”
Otaknya berputar sebentar, kemudian dengan dingin, serunya, “Meskipun kotak emas ini tidak
mempan dibacok dengan pisau atau kampak, aku rasa ii tak akan mampu menahan hawa panas,
tenaga dalamku sudah kusalurkan kedalam kotak emas ini, jika kalian berani berkutik secara
gegabah maka perduli amat isi kotak ini adalah kiam keng yang asli atau tidak, aku tanggung
isinya tentu akan hancur jadi abu dan sepatah katapun tak akan tersisa!”
Terperanjat hati Pek Siau-thian, setelah mendengar ancaman tersebut, ketiga orang itu segera
bersiap sedia melancarkan tubrukan.
Ciu It-bong melototkan sepasang matanya bulat-bulat, hardiknya, “Barang siapa berani
sembarangan bergerak, aku akan segera musnahkan kitab Kiam keng ini lebih dahulu, agar
impian indah ka lian segera hancur dan musnah tanpa bekas!”
Thong-thian Kaucu tertawa terbahak-bahak.
“Haah…. haahh…. haah…. Pek heng, Jin heng” katanya, “tua bangka ini mampu melakukan apa
yang telah dia katakan, ia tidak akan memperdulikan apa dosanya menghancurkan khien,
memegang burung bangau…. lebih baik kita mengalah satu tindak kepadanya!”
Mendengar perkataan itu, terpaksa Pek Siau-thian dan Jin Hian membuyarkan himpunan hawa
murni mereka dalam telapak, dengan pandangan dingin mereka menatap wajah Ciu It-bong dan
ingin melihat permainan setan apa lagi yang hendak ia lakukan.
Ciu It-bong tertawa seram.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
165
“Heehh…. heehh…. heehhh Siang too ji serahkan obat pemunah kepadaku!” teriaknya
Mendengar permintaan itu Siang Tang Lay tersenyum.
“Kenapa engkau minta obat pemunah kepadaku? toh kotak emas milikku itu sama sekali tidak
mengandung racun!”
“Hmmm!…. aku tidak mau ambil peduli akan soal itu barang tersebut pokoknya milik mu maka
aku hanya minta pertanggungan jawab dari dirimu saja” seru Ciu It-bong sambil tertawa dingin
tiada hentinya.
“Engkau memang pandai sekali mencari gara gara….
Setelah berhenti sebentar, sambil tertawa Siang Tang Lay melanjutkan kembali kata-katanya,
“Aku pernah dengar orang berkata, menghadapi orang yang tamak akan harta sekali pun uang
sudah berada ditangan akhirnya toh harus berkurang kembali….
Lan-hoa Siancu yang duduk dalam barak segera tertawa merdu, selanya dengan suara lantang,
“Siang loocianpwee rupanya engkau sedang menyindir kami? hati-hati dengan perkataanmu!”
“Haahh…. haahh…. haahh…. aku orang tua tidak berani melakukan perbuatan itu!”
Hoa Hujin segera berpaling ke arah Lan-hoa Siancu dan berbisik dengan suara rendah, “Meninjau
situasi yang terbentang pada saat ini, kehadiran Ciu It-bong ditempat ini sangat menguntungkan
pihak kita, nona! berikan obat pemunah tersebut kepadanya!”
Lan-hoa Siancu mengangguk, dia bangkit berdiri dan melayang kehadapan Ciu It-bong katanya,
“Huuh….! engkau siorang tolol yang goblok dan berangasan, bisanya cuma merepotkan orang
saja!”
Ia merogoh kesakunya dan ambil keluar sebutir pil obat berwarna merah kemudian dilemparkan
kemuka.
Jilid 9
Ciu It-bong hendak menerima obat itu dengan tangannya tiba-tiba satu ingatan berkelebat dalam
benaknya, ia segera berpikir, “Gadis dari suku Biau ini nampaknya saja berparas muka cantik
jelita padahal sekujur badannya penuh dengan racun, aku tak boleh sampai menyentuh setiap
benda miliknya.”
Berpikir sampai disitu, dengan suara dingin ia lantas berkata, “Aku hanya minta obat penawar
dari Siang Tang Lay, kebaikan hati orang lain tidak sudi kuterima dengan begitu saja.”
Mendengar perkataan itu, Lan-hoa siancu segera mengernyitkan sepasang alis matanya, ia
berkata, “Aku sih tak mau tahu apakah yang dinamakan kitab Kiam keng, obat penawar hanya
ada sebutir kalau kau tak sudi menerimanya aku akan berikan kepada orang lain agar engkau
terpaksa musti tunduk dibawah perintah dan gertakannya!”
“Bagus….! bagus sekali….!” sambung Tong tiang kaucu sambil tertawa, “kalau memang begitu,
harap nona serahkan obat pemunah tersebut kepada pinto!”
“Bagus! aku memang punya maksud untuk berbuat begitu”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
166
Ciu It-bong jadi sangat terperanjat, ia segera membuka mulutnya dan mengisap ke tanah, obat
penawar yang masih berada dalam genggaman Lan-hoa Siancu itu dengan cepat meluncur
kedepan dan masuk kedalam perutnya.
Tapi, setelah obat itu masuk ke perut, ia baru teringat kembali bahwa perempuan dari suku Biau
itu sangat beracun, andaikata pil itu mengandung racun yang jauh lebih keji, bukankah selembar
jiwanya bakal mampus dengan lebih cepat?
Teringat akan mara bahaya yang mengancam jiwanya, jadi gugup dan gelagapan sendiri, paras
mukanya berubah sangat hebat.
“Nona, kembali ketempat dudukmu!” tiba-tiba Hoa Hujin berseru kembali dengan suara lantang.
Hoa Hujin sama sekali tidak menunjukkan sikap marah tapi wibawanya besar sekali, kendatipun
Biau-nia Sam-sian tiga dewi dari wilayah Biau termasuk manusia-manusia berwatak tinggi hati
dan tak sudi tunduk kepada orang lain, namun mereka tak berani membangkang maksud hati
perempuan berwajah agung itu.
Ketika mendengar namanya dipanggil, tanpa mengucapkan sepatah katapun Lan-hoa Siancu
tergesa-gesa kembali ke baraknya.
Obat racun dari perguruan Kiu-tok Sianci memang tersohor akan kelihaiannya, namun seteleh
menelan obat penawar itu,racun tersebut pun menyurut dengan cepatnya.
Setelah Ciu It-bong menelan obat penawar tadi, beberapa saat kemudian racun keji yang
bersarang dalam tubuhnya telah lenyap tak berbekas, diam-diam ia bersyukur karena hal itu.
Setelah meletakkan kotak emas tadi didepan tubuhnya, dengan suara lantang kakek cacad ini
berseru, “Siang loo te, sebenarnya bagaimana sih caranya untuk membuka kotak emas ini?”
“Oooh….! baru saja engkau menyebut aku sebagai Looji atau tua bangka, sekarang engkau telah
menyebut aku dengan panggilan Loo te, dingin panasnya perasaan manusia selalu memang
begitu, aaai….! apa tidak membuat hati orang jadi bergidik?”
Ciu It-bong tertawa terbahak-bahak….Haahhh…. haahh…. haahhh…. itulah yang dinamakan
harga barang pagi dan malam jauh berbeda, sudah! engkau tak usah banyak bicara lagi cepatlah
kita bicarakan persoalan pokok!”
Siang Tang Lay tersenyum, paras mukanya berubah jadi serius dan serunya, “Dalam kotak emas
itu sama sekali tidak terdapat alat rahasia apa-apa, benda itu merupakan satu kesatuan yang
bulat dan tiada cara untuk membukanya!”
“Kentut busuk!” tukas Ciu It-bong dengan mendongkol, “kalau benda itu merupakan satu
kesatuan yang bulat, bagaimana caranya kitab Kiam keng itu bisa menerobos masuk
kedalamnya?”
Bukannya gusar Siang Tang Lay malah tertawa.
“Benda ini merupakan hasil karya dari seorang cendekiawan pada jaman dahulu kala, sudah
tentu aku sendiripun tidak tahu bagaimana caranya kitab tersebut bisa masuk ke dalam kotak
tersebut!!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
167
“Jadi sebetulnya engkau sudah pernah membaca isi kitab Kiam keng itu atau tidak?”
“Aku belum pernah membaca isinya!” jawab Siang Tang Lay sambil menggeleng.
“Kalau engkau tak pernah melihat kitab tersebut darimana engkau bisa tahu kalau isi kotak ini
adalah kitab Kitam keng? bukankah itu berarti bahwa engkau sedang mempermainkan diriku?”
teriak Ciu It-bong marah.
Pek Siau-thian yang berdiri disampingnya segera berkata dengan suara ketus, “Diatas kotak
emas itu bukankah terang-terangan sudah terukir tulisan besar yang berbunyi Kiam keng?
engkau buta huruf ataukah sepasang matamu memang sudah buta?”
Ciu It-bong naik darah, ia menerjang maju kedepan sambil melepaskan suatu pukulan dahsyat.
Dengan jurus Hoo Suo lip wi atau berdiri tegak diujung sungai, Pek Siau-thian memunahkan
datangnya ancaman itu lengan panjangnya ditekuk keluar dan iapun melancarkan sebuah
serangan balasan.
Sudah sepuluh tahun lamanya dua orang itu saling bertempur sengit, kedua belah pihak samasama
sudah hapal dengan jurus serang an pihak lawannya, kini setelah saling bentrok kembali
maka keadaannya menjadi amat hebat ibarat tanggul sungai yang ambrol, serangan demi
serangan laksana sambaran petir saling meluncur kepihak lawan, pukulan demi pukulan
dilepaskan secara berantai, meskipun diantara para penonton di sisi kalangan terdapat jago-jago
yang memiliki ilmu silat jauh lebih tinggi dari kedua orang itu, namun tak urung mereka dibikin
kabur juga pandangannya hingga sukar untuk mengikuti jalannya pertarungan itu dengan
seksama.
Tiba-tiba Pek Siau-thian membebaskan ujung baju kirinya, segulung angin pukulan yang maha
dahsyat meluncur keluar dari balik kebutan tadi, sementara telapak kanannya dengan gerakan
hun hoa hud liu atau memisah bunga mengayun pohon itu melepaskan satu pukulan.
Bukan begitu saja, pada saat yang bersamaan kaki kirinya melepaskan pula satu tendangan
menghajar batok kepala Ciu It-bong.
Ketiga buah jurus serangan itu dilepaskan pada saat yang bersamaan dengan kecepatan
bagaikan sambaran petir, kedahsyatannya luar biasa sekali.
Kalau berganti dengan orang lain, mungkin ancaman itu sukar untuk dihadapi, tapi bagi Cui It
bong yang sudah hapal gerakan lawan ancaman itu masih terhitung seberapa, sebab dahulu ia
pernah merasakan kelihayan dari pukulan semacam ini.
Ditengah berlangsungnya pertarungan yang maha seru itu, tanpa berpikir panjang badannya
segera miring sambil membalik ke atas muka pertama ia menghindar dahulu serangan musuh
kemudian dengan dengan jurus pukulan Kun sin ci tau in melancarkan satu pukulan yang tak
kalah hebatnya.
Serangan itu ditujukan ke arah iga kanan lawan badan bergerak mengikuti serangan tadi dan
hebatnya luar biasa terhadap ancaman pukulan telapat dari Pek Siau-thiang ternyata ia ambil
sikap tak ambil perduli.
Inilah siasat mengepung Gui menolong Tio suatu siasat bertempur untuk menolong diri yang
amat lihay.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
168
Bluuuummmm!! sepasang telapak saling membentur satu sama lainnya menimbulkan suara
benturan yang memekikan telinga.
Pek Siau-thian seketika itu juga terdorong mundur satu langkah kebelakang sedang kan Ciu Itbong
sendiripun sama saja, tak mampu menahan getaran pukulan tadi, namun ia tak usah
mempersoalkan masalah gengsi, dalam keadaan begini buru-buru ia mengepos tenaga dan
menggunakan kesempatan itu untuk meloloskan diri.
Setelah berhasil lolos dari jangkauan angin pukulan Pek Siau-thian, jaigo tua she Ciu itu dengan
cepat hentikan serangan dan ber diri tak berkutik lagi.
Diam-diam Pek Siau-thian berpikir dalam hati kecilnya, “Pada hari ini seluruh jago dan orang
gagah dari kolong langit berkumpul disini, siapa menang siapa kalah masih sukar untuk diduga,
kalau aku selisih terus dengan manusia cacad ini, bukan saja aku tak bisa cari kemenangan
dalam soal ilmu silat hingga bakal di terta wakan orang, akupun harus membuang tenaga dengan
percuma, apa gunanya pertempuran semacam ini dilanjutkan?”
Berpikir sampai disini, diapun segera hentikan kejarannya dan tidak melakukan serangan lebih
jauh.
Dipihak lain, Ciu It-bong sendiripun diam-diam sedang berpikir, “Kekuatanku minim sekali dan
lagi aku hanya sebatang kara belaka, yang ada hanya musuh tanpa teman, menghadapi situasi
seperti ini buang tenaga dengan percuma bukanlah suatu tindakan yang cerdas….”
Karena berpikir begitu, maka diapun tak berani meneruskan pertarungan itu lebih jauh.
Thong-thian Kaucu sendiri ketika dilihatnya pertarungan harus berakhir hanya sampai ditengah
jalan belaka, diam-diam merasa kecewa dan sayang, biji matanya segera berputar kemudian
sambil tertawa nyaring ia berseru, “Siang sicu, sebaenaruya bagaimana sih caranya untuk
membuka kotak emas itu serta ambil keluar kitab kiam keng? harap engkau suka memberi
keterangan!”
Mendengar tentang soal kotak emas, Ciu It-bong buru-buru berpaling keatas tanah, ia temukan
kotak tersebut masih tetap bera da di tempat semula menubruk kedepan.
“Bangsat! enyah kamu dari sini….!” bentak Jin Hian dengan suara dingin.
Telapaknya segera diayun kedepan melepaskan satu pukulan dahsyat.
Ciu It-bong teramat gusar, ia membeatak nyaring dan menyambut datangnya ancaman tersebut
dengan keras lawan keras.
“Blaamm! ditengah benturan keras yang memekikan telinga, kedua belah pihak sama-sama
tergetar mundur kebelakang.
Jin Hian yang berdiri dengan kaki menginjak tanah hanya berhasil dipaksa mundur satu langkah
belaka untuk kemudian berhasil menjaga keseimbangan tubuhnya.
Lain halnya dengan Ciu It-bong yang cuma memiliki sebuah lengan tunggal, apalagi bertempur
dengan tubuh mengambang di tengah angkasa ia tidak memiliki daya tahan yang cukup kuat,
dalam benturan tadi tubuhnya mencelat kebelakang dan harus bersalto beberapa kali untuk
memunahkan tenaga getaran itu sebelum dapat melayang kembali ketanah dengan selamat.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
169
Sementara itu kotak emas tadi masih tetap berada ditempat semula, empat orang delapan buah
mata saling menatap dengan ma ta melotot, namun siapapun tidak berhasil menyelesaikan
persengketaan itu.
Thong-thian Kaucu sebagai tuan rumah dalam pertemuan itu segera tertawa terbahak-bahak,
ujarnya, “Haahh…. haahh…. haahh…. Ciu heng, aku harap engkau jangan mengacau lebih lanjut,
kita toh sama-sama merupakan sahabat karib yang sudah berlangsung banyak tahun, bagaimana
kalau kira bagi ki tab kiam keng tersebut jadi empat bagian dan kita masing-masing pihak
mendapatkan satu bagian?”
“Hmm! perkataan semacam ini masih bisa dianggap suatu perun dingan yang masuk akal jawab
Ciu It-bong ketus, “lebih baik kita menunggang keledai sambil membaca buku, lihat saja
bagaimana nantinya….
Thong-thian Kaucu tersenyum sorot matanya perlahan-lahan dialihkan kembali kaatas wajah
Siang Tang Lay.
Menyaksikan imam tua itu, pedang sakti yang menyapu daratan Tionggoan ini segera mendehem
ringan lalu tertawa, katanya, “Meskipun kotak emas itu keras melebihi baja dan tidak mempan
dibacok oleh pelbagai senjata mustika namun hanya satu benda yang mampu mengalahkan
kerasnya kotak emas itu!”
“Oohh….! benda apakah itu?” tanya Tong tiang kaucu dengan wajah tercengang.
Siang Tang Lay tersenyum.
“Benda itu bukan lain adalab pedang emas yang pernah kugunakan sebagai senjata andalan,
hanya pedang emas yang kecil iti saja yang mampu membuka kotak emas itu, oleh sebab itulah
jika kalian ingin mendapatkan kitab Kiam keng yang berada dalam kotak emas itu dengan
gampang dan tanpa membuang banyak tenaga satu-satunya jalan hanyalah menemukan pedang
emas tersebut.
Setelah ucapan itu diutarakan keluar maka tanpa sadar Thong-thian Kaucu , Pek Siau-thian serta
Ciu It-bong alihkan sorot mata mereka yang tajam bagaikan pisau menatap wajan Jin Hian,
sementara ribuan orang jago lainnya yang berada diempat penjuru juga bersama-sama dialihkan
keatas wajah sang ketua dan perkumpulan Hong-im-hwie ini.
“Tua bangka she Jin!!” tiba-tiba terdengar Ciu It-bong membentak nyaring, “ayoh cepat
kembalikan pedang emas milikku itu kalau tidak maka engkau bakal mampus ditempat ini tanpa
tempat mengubur mayatmu!”
“Hmm! sayang sekali engkau punya hasrat namun tenaga kurang engkau tak akan mampu
mengganggu seujung rambutku” jawab Jin Hian sinis.
***
KEMARAHAN Ciu It-bong benar-benar memuncak dan sukar dikendalikan lagi, diam-diam ia
himpun tenaga dalamnya kedalam tela pak ia bermaksud melakukan suatu sergapan tiba-tiba
dikala pihak lawan tidak siap.
Namun Jin Hian sendiri bukanlah seorang manusia tolol, kendatipun diluaran ia tidak nampak
siap bahkan ambil perhatianpun tidak, padahal dalam kenyataannya ia sudah bersiap siaga
penuh dan sedikitpun tidak berani bertindak gegabah.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
170
“Jin heng….!” tiba-tiba terdengar Thong-thian Kaucu berkata, “sudah belasan tehun lamanya
kita gagal untuk mengungkapkan rahasia yang menyelimuti pedang emas tersebut, akhirnya hari
ini rahasia mengenai pedang emas itu terungkap juga.
“Hmm! mungkin hanya too beng seorang yang mengerti, aku sih tetap tidak mengerti,” jawab Jin
Hian ketus.
Tong tian kaucu menengadah keatas dan tertawa terbahak-bahak.
“Haahh…. haahh…. haahh…. kenapa sih Jin heng musti berlagak pilon dan pura-pura bodoh?
pedang emas itu merupakan kunci dari kitab pusaka Kiam keng, tanpa pedang emas itu berarti
kitab emas tersebut tak mungkin bisa dibelah, tanpa membelah kotak emas itu maka kitab kiam
keng ibarat rembulan diatas permukaan air, bunga dibalik cermin, bisa dilihat tidak bisa dijamah
bukankah sama sekali tak ada gunanya?”
“Benar juga perkataan ini” pikir Jin Hian dalam hati, bayangkan saja bagaimana tajamnya pedang
mustika Boan liong poo kiam, ternyata kotak emas itu sama sekali tidak gumpil atau cedera, dari
sini dapat dibuktikan bahwa pedang mustika atau golok mustika biasa tak mungkin bisa
membelah kotak emas itu….”
Setelah termenung sejenak, ia berpikir lebih jauh, “Pedang emas milikku sudah dicuri orang,
bahkan jiwa Bong ji pun harus ikut dikorbankan, bila kuceritakan tentang pencurinya pedang
emas ini kepada umum, secuali pembunuh yang telah mencuri pedang itu, orang lain pasti tak
akan percaya dengan perkataanku, sebaik nya kalau tidak kukatakan keluar maka tindakanku ini
pasti akan menggusarkan semua pihak, akulah yang bakal jadi sasaran utama kemarahan
mereka itu….”
Makin berpikir ia makin bingung tanpa terasa keringat dingin mengucur keluar membasahi
tubuhnya.
Terdengar Thong-thian Kaucu dengan nada dingin perlahan-lahan berkata kembali, “Karena
persoalan pedang emas itu perselisihan antara Jin heng, Pek heng din Ciu heng berlangsung
tiada hentinya, pertarungan secara terang-terangan atau perebutan secara diam-diam
berlangsung terus tiada habisnya, keadaan semacam ini bukan saja merusak rasa persaudaraan
dan rasa setia kawan antara sesama umat persilatan, bahkan sangat melemahkan kekuatan kita
untuk bersatu padu bagaimanapun juga persoalan mengenai pedang emas harus dibikin terang
hari ini juga, kita tak boleh meniru kegagalan-kegagalan kita yang telah lalu sehingga jatuh
kecundang kembali ditangan lawan.
“Keterangan dan pendapat too heng luar biasa dan sangat mengagumkan hatiku,” jawab Jin Hian
ketus, “sayang seribu sayang, pedang emas milikku itu sudah dicuri orang, karena itu kendatipun
too heng bicara lebih jauh juga tak ada gunanya!”
“Kentut busuk!” maki Ciu It-bong gusar, “sekalipun bocah umur tiga tahun juga tak mempercayai
obrolan omong kosongmu itu!”
Nafsu membunuh yang sangat tebal melintas dialas wajah Jin Hian, ia berkata dengan suara
menyeramkan.
“Tua bangka sialan, kalau engkau tak mempercayai omonganku lantas engkau mau apa?”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
171
Ciu It-bong adalah seorang jago tua yang berwatak berangasan, mendengar tantangan yang
kasar ini, kKontan ia naik pitam, tubuhnya siap melakukan tubrukan kedepan.
“Eeeei nanti dulu nanti dulu!” cegah Thong-thian Kaucu sambil goyangkan lengannya berulang
kali, “pinto mempunyai satu cara untuk membuktikan apakah peristiwa hilangnya pedang emas
itu dari saku Jin heng adalah kejadian yang benar atau cuma omong kosong belaka”
“Apa caramu itu?” hardik Jin Hian.
Thong-thian Kaucu tersenyum.
“Andaikata peiang emas itu masih berada ditangan Jin heng dan sana sekali tidak pernah hilang
tercuri, kemudian kotak emas ini berhasil didapitkaa pula oleh Jin heng dan ilmu silat maha sakti
dari Malaikat pedang Gi Ko didapatkan juga oleh Jin heng, maka….”
Berbicara sampai disini ia tertawa dan tidak melanjutkan kembali kata-katanya, “Maka sepasang
mata too heng akan berubah merah karena iri, bukan begitu?!” sambung Jin Hian dengan seram.
Thong-thian Kaucu tertawa terbahak-bahak.
“Haahh…. haahh…. haaah…. pinto sih belum tentu bermata merah, cuma pada waktu itu ilmu
silat yang Jin heng miliki akan menjadi nomor satu di kolong langit, pinto sekalian tidak akan
mampu mengejar ketinggalan itu, hal ini menyebabkan Jin heng sekalipun berhasil mendapatkan
ilmu tapi kehilangan teman, bukankah kejadian ini sangat tidak berharga bagimu?”
“Hmm! sempurna amat jalan pikiran Too heng!” ejek Jin Hian sambil mendengus dingin.
Setelah berhenti sebentar, sambungnya lebih jauh, “Menurut penglihatan t o-heng, bagaimana
cara yang terbaik untuk memecahkan masalah ini?”
Thong-thian Kaucu tertawa, dengan sikap yang santai ia menjawab, “Menurut pendapat pinto
yang bodoh, kalau toh Jin heng sudah kehilangan pedang emas itu, kendatipun kotak emas ini
berhasil kau dapatkan juga sama sekali tak ada gunanya, untuk membuktikan bahwa peristiwa
hilangnya pedang emas itu dicuri orang bukan berita isapan jempol belaka, pinto persilahkan Jin
beng untuk segera mengundurkan diri dari perebutan kotak emas ini!”
“Betul!” teriak Ciu It-bong dengan suara keras, tua bangka she Jin! jika engkau masih mengincar
kotak emas itu, maka itu berarti bahwa peristiwa hilangnya pedang emas karena dicuri orang
adalah berita kosong belaka, siapa tahu berita tentang kematian putramu juga merupakan berita
sensasi belaka!”
Karena amat mendongkol bercampur marah, Jin Hian tertawa keras, paras mukanya berubah jadi
hijau membesi.
“Bagus! bagus! bagus!” jeritnya dengan suara lengking, aku orang she Jin akan segera
mengundurkan diri dari perbuatan kitab Kiam keng, akan kulihat bagaimana caranya kalian akan
membagi kotak emas tersebut….?”
Thong-thian Kaucu seketika alihkan sorot matanya menyapu sekejap para jago disekeliling
arena, setelah itu ujarnya, “Pek heng, pedang emas itu sudah lama lenyap tak berbekas untuk
beberapa waktu lamanya tak mungkin bisa ditemukan, menurut pendapat pinto lebih baik kotak
emas tersebut untuk sementara waktu kita berdua yang menyimpan”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
172
“Perkaraan Too heng sedikitpun tidak salah” jawab Pek Siau-thian dengan suara tawa.
Thong-thian Kaucu kembali tersenyum.
“Pek heng adalah satu-satunya orang yang pernah membaca isi catatan kitab pedang Kiam keng
bu kui secara komplit, asal engkau suka meneliti dan mempelajari isinya dengan seksama
kendatipun tak bisa disebut orang paling lihay di kolong langit paling sedikit engkau bisa melatih
diri hingga mencapai taraf ilmu silat yang pernah dimiliki Siang sicu, aku rasa kitab Kiam keng ini
sudah ti dak memiliki banyak kegunaan lagi bagimu.
“Kalau memang begitu biarlah aku saja yang menanggung resiko dengan menyimpan kotak emas
ini untuk sementara!” seru Pek Siau-thian cepat.
Ia segera maju kedepan dan hendak pungut kotak emas itu.
“Huuuh! jangan mimpi disiang hari bolong bentak Ciu It-bong sambil melepaskan satu pukulan.
Pek Siau-thian melancarkan satu pukulan juga untuk pukul mundur angin pukulan dari Ciu Itbong,
sambil tertawa dingin katanya, “Tua bangka yang sudah cacad engkau berani menghalangi
persoalan yang telah diputuskan bersama oleh orang-orang dari Thong-thian-kauw dan Hong-imhwie?
Hmmm! rupanya engkau sudah bosan hidup.
“Heeeh…. hheeeehh…. heeeh…. tua bangka she Pek kalau engkau dilahirkan oleh ibumu dan
dibuat oleh bapakmu maka sekarang sepantasnya berani berduel satu lawan satu dengan diriku
sebelum mati jangan berhenti…. ini hari juga kita tetapkan siapa yang berhak untuk hidup lebih
jauh!”
Pek Siau-thian tidak langsung melayani tantangan dan Ciu It-bong itu dalam hati ia berpikir,
“Catatan kitab peding kiam keng bu kui benar-benar merupakan kunci dasar dari suatu ilmu silat
tingkat tinggi, Hoa Thian-hong bocah keparat itu hanya sempat mendengar beberapa patah kata
saja kehebatan ilmu pedangnya telah berlipat ganda, sayang aliran ilmu silat yang kupelajari jauh
berbeda dengan kunci ilmu silat tersebut hingga untuk beberapa waktu tak mungkin bisa
menghisap kebaikan dan manfaatnya, kalau tidak binatang tua yang sudah cacad ini pasti akan
kubereskan dulu riwayat hidupnya.”
Berpikir sampai disini, ia merasa mendongkol bercampur gusar sorot matanya segera dialihkan
ke arah Siang Tang Lay dan berkata dengan suara ketus, “Baik pedang emas maupun kotak
erras itu pernah bersama-sama jatuh ketanganmu, mengapa engkau tak ambil keluar kitab Kiam
keng tersebut? kejadian ini benar-benar mencurigakan sekali!”
“Betul!” teriak Ciu It-bong pula, tua bangka she Siang, “sebetulnya permainan setan apakah yang
sedang kau lakukan?”
Siang Tang Lay tersenyum.
“Aku hanya melatih catatan ilmu pedang Kiam keng bu kui, sejak kalian berempat sudah tidak
mampu menangkan diriku, apa gunanya melatih ilmu silat yang jauh lebih tinggi?”
Paras muka Thong-thian Kaucu, Pek Siau-thian, Jin Hian serta Ciu It-bong segera berubah jadi
merah padam, bicara sesungguhnya dalam kenyataan memang terbukti begitu, maka tak
seorangpun ddiantara keempat orang itu yang buka suara.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
173
Diam-diam Pek Siau-thian berpikir, “Jika ilmu silatnya berhasil dilatih hingga mencapai taraf yang
begitu tinggnya seseorang memang tidak terburu nafsu untuk melatih isi dari kitab kiam keng,
mungkin apa yang diucapkan ada benarnya juga”
Berpikir sampai disitu ambisinya untuk mendapatkan kitab pusaka kiam keng mekin besar tapi
diapun tahu bahwa Thian Ik-cu maupun Jin Hian sekalian tak akan berhati sosial dengan
menyerahkan kitab pusaka itu Untuk dimiliki sendiri, untuk menyelesaikan pertikaian tersebut
hanya ada satu jalan saja yang dapat ditempuh yaitu penyelesaian dengan jalan kekerasan.
Terdengar Thong-thian Kaucu berkata, “Pek heng, engkau pernah menjebloskan Ciu heng
kedalam penjara selama sepuluh tahun lamanya, jika kitab pusaka kiam keng itu disimpan
olehmu tentu saja ia tidak akan terima.”
Melihat imam tua dari perkumpulan Thong-thian-kauw itu berusaha mengungkit soal lama, Pek
Siau-thian segera tertawa dingin.
“Heehh…. heeeehh…. heeehh…. kalau memang begitu biarlah kitab kiam keng tersebut untuk
sementara waktu disimpan oleh too heng!”
“Baiklah, pinto sebagai tuan rumah memang sudah sepantasnya untuk memberikan bantuan
kepada siapapun!”
Ia kebaskan ujung bajunya dan mengulung kotak emas yang berada diatas tanah.
Tiba-tiba Jin Hian berteriak deugan suara menyeramkan, “Barang siapa berani mengambil kotak
emas itu maka dialah yang telah mencuri pedang emas dan dia juga yans telah mencelakai jiwa
putraku, semua saudara dari perkumpulan Hong-im-hwie akan bersama-sama bikin perhitungan
dengan dirinya, kami tak akan memperhitungkan mana hitam mana putih sebelum salah satu
pihak hancur, pertempuran tidak akan dihentikan.”
Paras muka Tong tiang kauau berubah hebat, serunya dengan gusar, “Jin heng, kita semua
adalah orang-orang yang sudah punya umur, jika engkau main fitnah belaka, jangan salahkan
kalau pinto tak mampu menahan diri lagi!”
Jin Hian tertawa dingin.
“Heehh…. heehh…. heehh…. yang bisa menahan diri harus menahan diri, yang tak bisa menahan
diripun harus menahan diri”
Dari balik barak ditepi gelanggang, tiba-tiba berkumandang keluar suara teriakan Hian Leng cu
yang amat nyaring, “Dalam pertikaian mengenai kitab pusala Kiam keng, perkumpulan kami
mengundurkan diri!”
Tenaga dalam yang dimiliki imam tua ini sukar diukur dengan kata-kata, walaupun hanya
sepatah kata yang ringan namun semua orang yang hadir dalam lembah itu merasakan bahwa
ucapan tersebut seakan-akan dipancarkan dari sisi tubuh mereka, begitu nyaring dan tajam
hingga kelihatannya seolah-olah sama sekali tidak menggunakan tenaga.
Hoa Hujin memang sudah tahu kalau imam tua itu adalah seorang musuh tangguh, kini setelah
mendengar ucapannya yang nyaring maka tanpa sadar kewaspadaannya makin dipertingkat.
Dalam pada itu, Thong-thian Kaucu yang berada ditengah gelanggang mula-mula tertegun,
kemudian ia berpikir lebih jauh, “Benar juga perkataan dari paman guru, perduli siapa yang
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
174
mengambil kotak emas itu, toh kotak tersebut hanya disimpan untuk sementara waktu, bilamana
ada minat selesai pertemuan besar ini toh masih ada banyak keempatan untuk merampasnya
kembali….”
Karena berpikir demikian, maka ia segera ulapkan tangannya sambil berseru, “Perkumpulan
Thong-thian-kauw mengundurkan diri dari perbuatan kotak emas tersebut, siapa ada
kegembiraan silahkan untuk mengambilnya!”
Mendengar seruan tersebut, Ciu It-bong berusaha untuk merampas kotak emas itu, tapi Pek
Siau-thian yang berdiri lebih dekat segera putar pergelangan melepaskan satu babatan kilat.
Kedua orang jago itu secepat kilat saling bertempur sebanyak tiga gebrakan, siapapun tak berani
menggunakan tenaga yang berle bihan, karenanya setelah lewat tiga gebrakan mereka berhenti
dengan sendirinya.
Terdengar Jin Hian berkata dengan suara dalam, “Tua bangka she Ciu, engkau tidak lebih hanya
setan gentayangan yang berdiri sendiri, kitab pusaka Kiam keng tersebut tidak mungkin bisa
terjatuh ketanganmu, menurut penglihatan aku orang she Jin, lebih baik benda itu untuk
sementara waktu disimpan oleh manusia yang punya rumah dan harta saja!”
Tertegun Ciu It-bong mendengar perkataan itu, ia tahu yang dimaksudkan orang yang punya
rumah dan harta bukan lain adalah Pek Siau-thian, tapi ia tak habis mengerti mengapa secara
tiba-tiba Jin Hian bisa berubah pikiran dan memutuskan begitu?
Sudah tentu Pek Siau-thian sendiripun tahu, kendatipun kotak emas tersebut berhasil didapatkan
olehnya namun persoalan belum beres sampai disitu saja, sekalipun begitu setelah kitab pusaka
berhasil didapatkan, ia tak sudi melepaskannya dengan begitu saja.
Ujung bajunya dikebas kemuka dan kotak emas itu sudah terjatuh ketangannya.
Sepasang mata Ciu It-bong berapi-api dan hampir saja melotot keluar, tapi ia tahu bahwa
anggota perkumpulan Sin-kie-pang banyak sekali jika Thong-thian Kaucu dan Jin Hian tidak
menghalang-halangi usaha itu maka dengan andalkan kekuatannya seorang bukan tandingan
dari Pek Siau-thian.
Oleh karena itulah meskipun dengan mata terbelalak ia saksikan Pek Siau-thian mengambil kotak
emas itu namun sendiri tak tahu harus berbuat apa.
Tiba-tiba terdengar Thong-thian Kaucu berseru kembali dengan suara lantang, “Siang sicu
masalah kitab pusaka Kiam keng sudah lewat dan teka teki yang menyelimuti pedang emas juga
sudah selesai, sekarang masih ada urusan lagi yang hendak kau utarakan?”
Siang Tang Lay tertawa terbahak-bahak.
“Haaahhh…. haah…. haah…. urusan yang masih tertinggal hanyalah membalas dendam untuk
menyelesaikan sakit hati yang masih tersisa!”
Sorot matanya segera dialihkan ke arah muridnya yang berada disamping, sambungnya lebih
jauh, “Kalian segera atur barisan pedang dan mintalah petunjuk dari beberapa orang cianpwee
itu!”
“Tecu sekalian mentaati perintah dari suhu!” jawab enam orang pemuda berpakaian ringkas itu
sambil memberi hormat.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
175
Dua orang dianteranya buru-buru mendorong kereta beroda itu menghantar Siang Tang Lay
mendekati mimbar kehormatan, kemudian mereka ikut maju ketengah gelanggang.
Enam orang menempati posisi yang berbeda, dalam waktu singkat mereka sudah mengurung
tiga orang pemimpin diri tiga kekuatan besar serta Ciu It-bong ditengah kepungan.
Thong-thian Kaucu sekalipun saling berpandangan sekejap lalu tertawa terbahak-bahak, empat
orang itu merupakan gembong iblis yang menguasai suatu bagian dunia, barisan yang dibentuk
oleh Siang Tang Lay dihadapan mereka ini tentu saja amat menggelikan hati orang-orang itu.
Ciu It-bong yang berwatak paling berangasan segera menuding salah seorang pemuda
dihadapannya sambil berseru, “Siang Tang Lay, engkau hendak suruh enam orang bocah ingusan
itu uatuk membunuh kami empat orang tua bangka?”
Siang Tang Lay tertawa.
“Aku memang mempunyai niat untuk berbuat begitu tapi seandainya gagal aku harap kalian
semua jangan menertawakan!”
“Hmm! aku tidak percaya!” bentak Ciu It-bong.
Ia putar telapaknya dan segera melepaskan satu pukulan dahsyat ke arah seorang pemuda
berpakaian ringkas yang berada disampingnya.
Pemuda itu membentak nyaring dia ayun tangannya dan serentetan cahaya perak segera
meluncur kedepan balas menyergap tubuh Ciu It-bong, meskipun serangan dilepaskan
belakangan tapi tiba lebih awal kedahysatannya benar-benar menganggumkan.
Ciu It-bong terperanjat, ia segera mengepos tenaga dan melayang beberapa depa ke samping.
Terdengar serentetan bentakan keras memenuhi angkasa, enam orang pemuda berpakaian
ringkas itu dengan cepat menggerakan tubuh mereka mengitari arena, makin berputar
gerakannya semakin cepat sehingga akhirnya yang nampak hanyalah kilatan-kilatan cahaya
perak yang menggulung ketempat orang itu.
Pek Siau-thian mengernyitkan sepasang alis matanya yang putih dalam hati ia berpikir.
Yang datang pasti tidak membawa maksud baik, yang bermaksud baik tidak akan datang, kalau
tua bangka she Siang itu tidak yakin bisa menangkan pertarungan ini, tak mungkin ia berani
muncul kembali dalam daratan Tionggoan untuk jual kejelekan bahkan menghantar pula jiwanya.
Kotak emas itu mengandung racun keji dan tak mungkin bisa disimpan dalam saku karenanya ia
berusaha untuK mengundurkan diri kedalam barak serta menyembunyikan benda tersebut.
Dengan cepat ia lepaskan bajunya dan membungkus kotak emas itu kemudian dipindahkan
ketangan kiri dalam keadaan demikian ia langsung menerjang keluar dari kepungan.
Bentakan nyaring berkumandang di angkasa, serentetan cahaya perak bagaikan seekor naga
berputar di angkasa tiba-tiba mengancam dadanya.
Pek Siau-thian merasa amat terperanjat, pikirnya, “Benarkah kawanan bocah ingusan itu sudah
berhasil mendapatkan seluruh warisan dari Siang Tang Lay? sungguh lihay serangan itu!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
176
Ia mengegos kesamping dan melancarkan sebuah pukulan balasan.
Cahaya perak itu mundur kembali kebelakang sesudah mencapai tengah jalan, baru saja Pek
Siau-thian tertegun, mendadak hawa pedang yang menyengat badan sudah mangancam
punggungnya, ketika ia berpaling sebuag cahaya perak telah berada didepan mata.
Diam-diam Thong-thian Kaucu yang menyaksikan kejadian itu merasa terkesiap, pikirnya, “Cepat
sekali gerakan pedang bocah itu, ibaratnya naga sakti yang kelihatan kepala tak nampak
ekornya, sukar diraba oleh sia papun.
Belum habis ia berpikir, cahaya perak menyambar tiba dan amat menyilaukan mata, ia merasa
datangnya sergapan dari belakang yang sangat lihay.
Buru-buru imam tua itu loncat maju kedepan untuk menghindarkan diri dan ancaman pedang itu.
Dengan tingkat kedudukan beberapa orang itu, sebenarnya mereka segan untuk melayani
beberapa orang pemuda ingusan tersebut, akan tetapi setelah enam orang pemuda berpakaian
ringkas itu membentangkan barisan pedangnya, seketika itu juga seluruh arena dipenuhi oleh
cahaya perak yang menyilaukan mata, desiran angin tajam menyambar silih berganti, hal ini
memaksa Pek Siau-thian berempat mau tak mau terpaksa harus melakukan perlawanan.
Baik Thong-thian Kaucu maupun Pek Siau-thian mereka berdua sama-sama mempunyai pikiran
untuk meloloskan diri dari kepunggan barisan pedang kecil itu dan kemudian akan
memerintahkan anak buahnya untuk menggantikan kedudukan mereka, siapa tahu terjangan
yang mereka lakukan beberapa kali semuanya mengalami kegagalan total, ken datipun sudah
dicoba dengan cara apapun terjangan tersebut masih tetap gagal.
Berada dalam kepungan enam orang pemuda itu, walaupun Thong-thian Kaucu sekalian tak
mampu menerjang keluar dari kurungan itu, merekapun tak bisa berteriak pula untuk
memerintahkan anak buah mereka yang ada diluar barisan untuk menyerang secara serentak,
karena itulah untuk beberapa saat lamanya terpaksa mereka harus melangsungkan pertarungan
sengit dalam barisan tadi.
Haruslah diketahui bagimanapun lihaynya suatu barisan, meskipun orang yang terkurung dalam
barisan itu mengalami keadaan yang kritis dan berbahaya, tapi di lihat dari luar barisan maka
pertarungan itu hanya berlangsung secara datar dan biasa saja.
Karena itulah Thong-thian Kaucu berempat yang sedang bertempur sengit kendatipun mereka
sudah mengerahkan hampir segenap kekuatan yang dimiliki tapi bagi orang-orang yang ada
diluar barisan kecuali beberapa orang yang mengerti akan ilmu barisan, rata-rata berpendapat
bahwa Thong-thian Kaucu sekalian sengaja sedang mempermainkan lawannya dengan tujuan
untuk mengamati perubahan-perubahan dalam barisan itu kemudian baru menghancurkan dalam
sekali serangan, siapapun tak ada yang menyangka kalau empat orang gembong iblis yang
tersohor akan kelihayannya itu sebetulnya sudah terkurung rapat oleh beberapa orang pemuda
ingusan yang tidak bernama sama sekali.
Bagaimanapun juga keempat orang itu andalah kawakan yang sangat berpengalaman, sudah
banyak pertarungan besar atau pertarungan kecil yang mereka hadapi, setelah bertempur
beberapa saat mereka berhasil menemukan sumber kelihayan dan ilmu barisan itu mereka tahu
bahwa enam orang pemuda itu memiliki ilmu silat yang amat lihay jika mereka bermaksud
meloloskan diri dari kepungan barisan itu dengan jalan jujur maka hal ini merupakan suatu
pekerjaan yang amat susah.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
177
Setelah mereka berempat dapat menyaksikan keadaan yang sebenarnya dangan cepat perhatian
dan kosentrasinya dipusatkan jadi satu untuk mengamati perubahan-perubahan barisan pedang
itu selain dari pada itu, merekapun mulai mengamaii gerakan ilmu pedang dari beberapa orang
pemuda tersebut.
Setelah keempat orang itu menenangkan hatinya, daya pukulan yang dilepaskan pun berlipat
ganda, enam orang pemuda itu seketika merasakan daya serangan yang dilancarkan pihak
musuh makin berat mereka tak dapat melakukan terkaman dan terjangan lagi seperti keadaan
permulaan tadi.
Pemuda yang menjadi pimpinan dalam barisan itu segera menyadari pula akan keadaan tersebut,
ia segera membentak nyaring dan dalam waktu singkat keadaan kembali terjadi perubahan.
Sepasang mata Pek Siau-thian yang tajam mengikuti terus perubahan barisan itu dengan
seksama, ia lihat keenam orang pemuda itu berputar mengitari barisan dengan langkah yang
teratur mereka selalu menyergap dan menyerang dari lingkaran luar dalam ayunan tangan
cahaya perak segera meluncur datang dan gerakan tubuh beberapa orang itupun ikut berputar
mengikuti kilatan cahava perak tadi, berhubung cepatnya gerakan dan barisan yang selalu
berputar maka sekilas pandangan keadaan tersebut bagaikan beberapa ekor naga perak yang
sedang berputar mempermainkan empat orang korbannya yang ada ditengah kepungan.
Ilmu barisan itu luar biasa sekali dan indah dipandang, empat orang yang terkepung merasakan
jantung mereka berdebar keras, dengan andalkan ilmu silat mereka yang lihay dan pengalaman
yang luas, untuk sementara waktu keselamatan mereka masih dapat terjamin karena itu
siapapun tidak ingin menempuh bahaya untuk menerobos keluar dari kepungan.
Ci-wi Siancu yang berada dalam barak segera dibikin terpesona oleh pertarungan itu, ia lihat
enam orang pemuda itu bertempur sambil berputar, pedang perak mereka berputar dan
berkelebat selalu mengancam tempat-tempat penting di tubuh lawan, sebaliknya Thong-thian
Kaucu sekalian mematahkan setiap arcaman datang, kadangkala ma ju kadang kala mundur,
kedua belah pihak seolah-olah tidak menyerang sepenuh tenaga dan pertarungan itu tidak mirip
pertarungan mati-matikan, hal ini lama kelamaan mencengangkan hatinya.
Diam-diam ia lantas mencowel ujung baju Hoa Hujin, bisiknya dengan lirih, “Hujin, kalau
pertarungan tersebut harus dilangsungkan dalam keadaan seperti ini bagaimana mungkin
dendam sakit hatinya bisa terbalas? kalau dikatakan beradu lenaga dalam rasanya Pek Siau-thian
sekalian pasti tak akan lebih lemah dari beberapa orang pemuda itu bukan?”
Hoa Hujin termenung sebentar, kemudian jawabnya, “Kesaktian dari barisan pedang itu memang
amat luar biasa, sekali memandang siapapun akan tahu bahwa barisan itu memiliki asal usul
yang luar biasa namun perkataanmu ada benarnya juga, bila hendak mengandalkan tenaga
dalam dari keenam orang itu untuk melukai jiwa Pek Siau-thian sekalian rasanya cara ini masih
sukar untuk diwujudkan, aku benar-benar tidak habis mengerti apa maksud dan tujuan dari
Siang locianpwee untuk melakukan kesemuanya itu”
Tiba-tiba terdengar Thong-thian Kaucu berseru keras, “Siang sicu, barisan pedang ini memang
luar biasa sekali, bolehkah aku mengetahui nama diri ilmu barisanmu ini?”
Pada waktu itu Siang Tong Lay sedang pusatkan seluruh perhatiannya untuk mengikuti jalannya
pertarungan ditengah gelang gang, mendengar pertanyaan itu ia tertawa dan menjawab, “Ilmu
barisan ini merupakan ilmu warisan dan Malaikat pedang Gi Ko dan dinamakan Lak liong gi thian
kiam tin atau barisan pedang enam naga terbang dilangit, sayang tenaga dalam yang dimiliki
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
178
murid-murid ku masih terlalu cetek sehingga tak mampu menunjukkan kelihayan yang
sebenarnya”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar