Senin, 05 Oktober 2009

3 maha 4

Diam-diam Hoa Hujin merasa terperanjat, setelah termenung sebentar kembali ia bertanya,

“Entah putri kesayanganmu mengetahui tentang persoalan ini atau tidak….?”

“Apa?” seru Siang Tang Lay dengan hati terperanjat.

Dalam pada itu, Thong-thian Kaucu yang berada diatas mimbar tiba-tiba berkata lagi sambil

tertawa, “Pinto tak akan ambil perduli kalian sebagai manusia atau setan, dan tak mau

tahu.siapakah kaucu kalian, pinto hanya ingin mengetahui apa maksud kalian datang kemari?

dan apa pula tujuannya?”

“Kami semua banya mendapat perintah untuk datang kemari” jawab Tiam cu istana neraka

dengan suara dingin, “dimanakah letak maksud dan tujuannya, lebih baik engkau tanyakan

sendiri kepada kaucu kami”

Thong-thian Kaucu benar-benar dibikin gusar oleh sikap lawan yang ketus, ia ingin segera turun

tangan untuk membinasakan setan perempuan yang rupanya merupakan pemimpin rombongan

tersebut, tetapi menyaksikan jumlah mereka yang mencapai ratusan orang dan kekuatannya

nampak mengerikan sekali, segera ia tekan hawa amarah yang berkobar dalam dadanya.

Sambil menuding barak disisi kiri, serunya, “Kalau memang kedatangan kalian adalah sedang

melaksanakan perintah maka tunggu sajalah disamping sebelah situ, bilamana kaucu kalian

sudah munculkan diri, undanglah dia untuk berbicara dengan pinto”

Tiam cu istana neraka tidak banyak bicara lagi, dia segera ulapkan tangannya dan bergerak

menuju kebarak lebih dahulu, kawanan setan lainnya segera mengikuti dari belakang.

Dalam sekejap mata kelompok makhluk setan tersebut sudah masuk kedalam barak semua dan

menempati ruang kosong antara barak yang ditempati kawanan pendekar dari kalangan lurus

pihak perkumpulan Hong-im-hwie….

Siang Tang Lay tidak ambil perduli terhadap gerak-gerik kawanan makhluk setan lagi diam-diam

tanyanya kepada Hoa Hujin dengan wajah tercengang dan tidak habis mengerti, “Hujin, barusan

engkau mengatakan putri kesayanganku, jangan-jangan kau artikan aku masih mempunyai

seorang putri?”

“Giok Teng Hujin yang berada diseberang sana apakah bukan putri kesayangan Siang heng?”

tanya Hoa Hujin dengan dahi berkerut.

“Siapa?” seru Siang Tang Lay lagi sambil menahan rasa kejutnya.

Hoa Hujin segera menuding ke arah Giok Teng Hujin yang berada dibarak seberang, sahutnya,

“Nona itu mengaku dirinya bernama Siang Hoa dan ia mengakui sebagai putri kesayangan Siang

heng!”

Aneh….! suatu kejadian yang sangat aneh seru Siang Tang Lay sambil gelengkan Kepalanya

berulang kali, sepanjang hidup aku tak pernah kawin dan tak pernah pula mendekati kaum

wanita darimana bisa muncul seorang nona yang mengakui sebagai putriku? benar-benar

kejadian yang lucu dan bikin orang tidak habis mengerti….

Begitu ucapan tersebut diutarakan keluar, semua jago merasa terperanjat, mula-mula dalam

perkiraan para jago pastilah Siang Tang Lay yang menyuruh putrinya untuk menyusup kedalam

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

131

tubuh Thong-thian-kauw sehingga dikemudian hari gerakannya itu banyak membantu usaha

pembalasan dendamnya.

Siapa tahu kenyataan yang terpapar didepan mata menunjukkan lain, Siang Tang Lay tidak

berputri dan ucapan Giok Teng Hujin tidak lebih hanya uniuk membohongi Hoa Thian-hong

belaka.

Hoa Hujin makin berpikir semakin curiga, maka ia segera memaparkan kisah hubungan antara

Hoa Thian-hong dengan Giok Teng Hujin kepada diri Siang Tang Lay.

Sehabis mendengar keputusan tersebut, Pedang sakti yang menyapu daratan Tionggoan ini

segera tertawa dan berkata, “Oooh….! kiranya begitu, bukan saja aku tidak berputri bahkan

pedang emaspun hanya ada sebatang, tidak seperti apa yang dikatakan terdiri dari pedang

jantan dan pedang betina, rupanya perempuan tersebut hanya berbohong untuk menggirangkan

hati putramu belaka, perkataannya sama sekali tak boleh dipercaya”

Hoa Hujinpun segera tertawa.

“Persoalan ini sih tidak penting, katanya, “cuma saja dengan adanya peristiwa tersebut maka

jejak dari pedang emas itu jadi le bih sulit untuk ditemukan”

Tiba-tiba terdengar Ciu Thian-hau dari gunung Huang-san berseru sambil menuding kedepan.

“Saudara sekalian coba lihatlah kedepan, rupanya ketiga orang pentolan bajingan itu saling

merundingkan sesuatu.”

Semua orang segera berpaling ke arah ten ah gelanggang, tampaklah para imam dari Thongthian-

kauw ada yang berbisik-bisik dengan pihak Sin-kie-pang, sedang anak buah Sin-kie-pang

ada yang berbisik-bisik kepada anggota Thong-thian-kauw, sedangkan pada barak dekat mulut

lembah sana, pihak perkumpulan Sin-kie-pang dengan Hong-im-hwie pun saling bertukar kurir

untuk menyampaikan berita.

Tio Sam-koh segera mendengus dingin, ujarnya dengan suara berat.

“Saudara-saudara sekalian harap waspada dan perhatikan baik-baik, jika pertarungan massal

terjidi maka kita semua harus ber-sama-sama menyerang pihak perkumpulan Sin-kie-pang bunuh

dahulu Pek Siau-thian dan Bu liang loojin kemuiian baru bergerak menuju kepi hak Hong-imhwie….”

“Tidak, tukas Hoa Hujin dengan cepat,” kita harus bergerak menuju barak Thong-thian-kauw

lebih dahulu dan berusaha untuk melenyapkan Hian Leng-cinjin. Pia Long cia jin, Cin Leng-cinjin

serta imam-imam tua dari angkatan Thian!”

Mendengar ucapan tersebut, Tio Sam-koh jadi tercengang, serunya, “Yan-san It-koay, Liong ban

siangsat, nenek buta semuanya merupakan pembunuh dari Hoa Goan-siu, mengapa keempat

orang itu tidak berusaha untuk dilenyapkan lebih dahulu?”

“Tiga bibit bencana dari dunia persilatan semuanya merugikan bagi umat persilatan di kolong

langit, tetapi kalau berbicara tentang mencelakai rakyat kecil maka hanya pihak Sin-kie-pang

serta Thong-thian-kauw saja yang sering melakukan perbuatan terkutuk itu, seandainya kedua

perkumpulan ini bisa dibasmi, maka kendatipun kita semua harus mati dan dendam sakit hati

Goan Siu tidak terbalaspun, kematian kita tak perlu disesalkan….”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

132

“Hujin benar-benar seorang yang bijaksana, aku merasa sangat kagum….” Puji Siang Tang Lay

dengan sikap menghormat.

Sesudah berhenti sebentar, cahaya berkilat memancar keluar dari wajahnya, ia melanjutkan,

“Begini saja, biarlah aku yang bertempur pada babak pertama, seandainya arwah Hoa tayhiap

melindungi kita, siapa tahu kalau aku dapat membinasakan beberapa orang bajingan tua lebih

dahulu sehingga bibit bencana bagi umat persilatan dapat dilenyapkan”

Berbicara sampai disitu, ia segera memerintahkan anak muridnya untuk menghantar dirinya

menuju keluar barak.

Empat orang pemuda berpakaian ringkas itu segera mendorong kursi beroda tersebut dan

menghantar Siang Tang Lay menuju ke bawah mimbar, mukanya menghadap kemulut selat dan

empat orang pemuda tadi mundur kebelakang berdiri berdampingan dibelakang kursi.

Sambil meogempos hawa murninya, Siang Tang Lay segera berseru lantang, “Pedang emas

milikku sebenarnya telah terjatuh ketangan siapa? harap orang yang merasa membawa

pedangku itu maju kedepan dan menjawab pertanyaanku!”

“Siang looji” seru Jin Hian dengan suara dingin dan ketus, “engkau cumi bisa mengigau belaka

disiang hari bolong, membuat aku jadi muak dan bosan!”

Siang Tang Lay tidak ambil gubris, ditunggunya beberapa saat lamanya disitu, tatkala tidak

nampak seorang manusiapun yang mun culkan diri, maka ia berseru, “Kalau ada orang yang

pernah melihat pesan terakhir dari Malaikat pedang Gi Ko, harap segera tampil kedepan.”

Thong-thian Kaucu yang duduk didalam barak segera tertawa dan menjawab, “Siapapun tahu

kalau kuburan pemendam pedang dari malaikat pedang Giok berada diatas puncak Ciat im hong,

dan pedang mustikanya sejak ratusan tabun berselang telah di ambil orang, dalam kuburan

kosong sama masih ada pesan terakhirnya lagi?”

Siang Tang Lay tertawa, sekali lagi ia berseru dengan suara lantang, “Barang siapa yang pernah

membaca pesan akhir yang tercatat dalam kuburan pemendam pedang harap segera tampil

kedepan, kalau sampai menyia-nyiakan kesempatan yang sangat baik ini, maka menyesal

kemudian tak ada gunanya….”

***

Tiba-tiba dari luar selat berkumandangdatang suara bentakan seseorang dengan suara yang

amat nyaring, “Siapa yang membicarakan pesan terakhir dari Gi Ko? serahkan nyawamu

kepadaku….!”

Mendengar seruan itu, Siang Tang Lay nampak tertegun kemudian sorot matanya di alihkan ke

arah mulut selat.

Tampaklah seorang pemuda berbadan kekar sambil mencekal pedang baja dengan langkah

sempoyongan bergerak masuk kedalam lembah.

“Hoa Thian-hong….!!”

Jeritan kaget berkumandang memecahkan kesunyian, semua orang didalam barak kiri dan kanan

hampir serentak pada bangkit berdiri.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

133

Ci-wi Siancu jadi girang bercampur kaget, segera teriaknya, “Pek Siau-thian sialan, siapa bilang

kalau siau long sudah mati!”

Ia larik tangan Chin Wan-hong dan segera maju menyongsong kedatangannya.

“Keras tapi lincah!” bentak Hoa Thian-hong dengan suara keras.

Pedang bajanya berputar dan langsung membabat ke arah batok kepala kedua orang gadis

tersebut.

Serangan pedangnya itu cepat bagaikan sambaran kilat, namun sama sekali tidak disertai desiran

angin tajam, dalam sekali ayunan cahaya hitam tahu-tahu sudah tiba diatas batok kepala Ci-wi

Siancu.

“Aah….! Ci-wi Siancu berteriak kaget dengan hati terkesiap, dalam gugupnya dengan cepat ia

angkat sepasang lengannya untuk melindungi batok kepalanya.

Mimpipun gadis itu tak pernah menyang kakalau Hoa Thian-hong bakal mencabut jiwanya,

lagipula serangan pedangnya itu dilancarkan dengan kecepatan bagaikan sambaran petir,

kendatipun seseorang telah mengadakan persiapan pun susah untuk melepaskan diri dari

ancaman tersebut.

Untung Hoa Hujin sudah merasakan ketidak beresan yang menimpa putranya hingga dia ikut

maju kedepan, pada saat yang kritis, dengan cepat Ci-wi Siancu ditarik kebelakang hingga lolos

dari ancaman pedang maut tersebut.

Ci-wi Siancu merasa malu bercampur gusar, dengan uring-uringan bentaknya keras-keras, “Siau

Long! kau inngin mampus?”

Tampaklah pakaian yang dikenakan Hoa Thian-hong compang camping tak karuan, badannya

berlumuran darah dan rambutnya awut-awutan tidak karuan dengan wajah yang mengenaskan

ia berdiri tertegun.

Sepasang matanya liar sekali dan jauh berbeda dengan keadaan semula, setelah melotot sekejap

ke arah Hoa Hujin ia segera putar badan menuju ke arah Siang Tang Lay.

Ci-wi Siancu yang menyaksikan kejadian itu jadi tertegun, segera teriaknya, “Hujin, kenapa siau

long sama sekali tidak kenali dirimu juga?”

“Kalian berdua kembalilah lebih dahulu kedalam barak, aku dapat menyelesaikan persoalan ini!”

Ci-wi Siancu segera mengiakan dan sambil menarik tangan Chin Wan-hong buru-buru

mengundurkan diri dari gelanggang sedangkan Hoa Hujin sendiri dengan sorot mata yang tajam

mengawasi gerak-gerik Hoa Thian-hong tanpa berkedip, ia kuatir kalau si anak muda itu melukai

Siang Tang Lay.

Dengan langkah sempoyongan bagaikan orang mabuk, Hoa Thian-hong berjalan menuju

kehadapan Siang Tang Lay, sambil menuding dengan pedang bajanya, ia membentak,

“Engkaukah yang sedang membicarakan soal pesan yang tertinggal dalam kuburan pemendam

pedang?”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

134

Dengan pandangan tajam Siang Tang Lay mengawasi sekejap wajah si anak muda itu, kemudian

sambil gelengkan kepala dan tersenyum, jawabnya, “Aku tidak mempunyai keberanian sebesar

itu, Thong-thian Kaucu yang mengatakan akan hal itu”

Sinar mata Hoa Thian-hong segera berkeliaran memandang empat penjuru, teriaknya dengan

gusar, “Thong-thian Kaucu , ayoh gelinding keluar untuk menemui aku!”

Thong-thian Kaucu yang menjumpai peristiwa itu, diam-diam berpikir didalam hatinya, “Kenapa

peristiwa aneh terjadi berulang kali pada hari ini? aai…. suatu alamat yang kurang baik”

Perlahan-lahan ia turun dari mimbar dan menjawab sambil tertawa, “Aku berada disini, ada

urusan apa engkau mercari aku?”

Hoa Thian-hong mengamati sekejap imam tua tersebut, kemudian bentaknya lagi, “Engkau

adalah Thong-thian Kaucu ? bagaimana dengan pesan terakhir dalam kuburan pemendam

pedang? bagaimana dengan malaikat pedang, Gi Ko?”

“Haah…. haahh…. haahh…. aku belum pernah melihat pesan terakhir dalam kuburan pemendam

pedang….”

“Tolol!” bentak Hoa Thian-hong dengan penuh kegusaran.

Pergelangan berputar, lalu pedangnya secara tiba-tiba melancarkan sebuah sapuan kedepan

Thong-thian Kaucu jadi amat terperanjat, buru-buru ia loncat mundur sejauh delapan depa

kebelakang.

Ciu It-bong yang berada diatas atap barak segera tertawa tergelak sesudah menyaksikan

kejadian itu, serunya, “Haaah…. Haaah…. Haaah…. Hoa Thian-hong, engkau benar-benar gagah

sekali!”

“Siapa engkau?” seru Hoa Thian-hong sambil menengadah keatas.

“Haaah…. Haaah…. Haaah aku adalah Ciu It-bong, sahabat karibmu! Pek Siau-thian bajingan tua

itu benar-benar pandai mengibul dan omong besar, katanya engkau telah dibunuh olehnya

sehingga membuat aku yang mendengar kabar ini jadi sedih sekali, hampir saja aku menggorok

leher sendiri.”

Hoa Thian-hong anggukkan kepalanya tanda mengerti, tiba-tiba ia berpaling dan membentak

keras.

“Pek Siau-thian! enyah keluar dari tempat persembunyianmu….”

Wajahnya menghadap ke arah barak yang dihuni para pendekar dari kalangan lurus, hal ini

membuktikan bahwa kesadaran otaknya sudah kacau hingga sama sekali tidak mengenali

kembali siapakah yang bernama Pek Siau-thian itu.

Kok See-piauw yang menyaksikan kejadian tersebut, dengan alis mata berkenyit segera berkata,

“Paman Pek, boanpwee ingin maju untuk beradu kekuatan dengan bajingan itu sekalian balaskan

dendam kematian adik Kun Gie!”

Terdengar Bu Liang Sinkun mendeogus berat hawa gusar berkobar dalam dadanya dan nampak

jelas tertera didepan mata.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

135

Pek Siau-thian tertawa seram, jawabnya, “Bocah keparat itu sudah memperoleh penemuan aneh

ilmu silatnya sudah mencapai tingkat yang tinggi, sehingga akupun belum tentu bisa menangkan

dirinya aku rasa hian tit lebih bukan tandingannya.”

Selesai berkata perlahan-lahan ia bangkit berdiri.

Bun Siau-ih adalah perempuaa yang licik dan sukar diduga hatinya kata Bu Liang Sinkun secara

tiba-tiba. Aku akan menjaga disamping arena untuk mencegah sergapan secara tiba-tiba darinya.

Selama ini Pek Siau-thian tak berani maju lantaran persoalan ini, ketika mendengar kakek tua itu

bersedia untuk membayangi dirinya dari samping gelanggang, ketua dari perkumpulan Sin-kiepang

ini segera menjura mengucapkan terima kasih dan segera ke luar dari barak.

Hoa Thian-hong melototkan sepasang matanya bulat-bulat, sambil mengawasi dua orang yang

sedang mendekati ke arahnya itu, bentaknya, “Pek Siau-thian!”

“Hmmm! coba bocah cilik, engkau benar-benar sudah gila atau sedang pura-pura gila? tegur Pek

Siau-thian dengan suara dingin.

Agaknya Hoa Thian-hong tak mengerti dengan perkataan tersebut, biji matanya berputar liar

sedang mulutnya tetap membungkam dalam seribu bahasa.

Cu It Bong yang ada diatas atap barak segera berteriak, “Hoa Thian-hong, Pek looji sedang

memaki diri mu.

“Pek loo ji yang mana?” tanya Hoa Thian-hong sambil menengadah keatas atap.

“Pek Siau-thian!”

Hoa Thian-hong jadi amat gusar tubuhnya menerjang maju kedepan dan pedangnya segera

melancarkan sebuah babatan.

Serangan pedang itu dilancarkan dengan gencar dan dahsyat sekali, dalam kejut dan gusarnya

buru-buru Pek Siau-thian loncat mun dur sejauh lima depa kebelakang.

“Bagus!” bentak Hoa Thian-hong, “keras tapi lincah!”

Kembali ia lancarkan satu tusukan dahsyat.

Melihat kelihayan musuhnya, Pek Siau-thian amat terperanjat, diam-diam pikirnya, “Sungguh tak

nyana bocah keparat ini berlatih rangkaian ilmu pedangnya yang keras dan kasar menjadi begitu

enteng tak bersuara dan kecepatannya melebihi sambaran petir, untung otaknya sudah agak

sinting, kalau masih segar bugar niscaya aku sudah bukan tandinganya lagi….!”

Berpikir sampai disitu, tangan kanannya segera berputar kencang melancarkan serangan

balasan, sebentar menghantam sebentar membabat, sebentar lagi menusuk dan sebentar lagi

menyodok, seluruh kepandaian silat yang dimilikinya dikerahkan keluar untuk melawan seranganserangan

dari pedang baja lawan, sementara tangan kirinya bagaikan hembusan angin puyuh

memainkan jurus ampuh dari ilmu pukulan Ceng hoan sian hong toan hun ciangnya untuk

meneter lawan.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

136

Pertempuran sengit yang berlansung pada saat ini segera memikat hati setiap perhatian orang,

kelihayan ilmu silat yang dimiliki kedua orang ini jauh diluar dugaan setiap orang, membuat Bu

Liang Sinkun yang disebut sebagai manusia paling ampuh di kolong langit dewasa inipun

mengerutkan dahinya, semangat ambisinya tanpa terasa ikut lenyap beberapa bagian.

Tiba-tiba terdengar Hoa Thian-hong membentak keras.

“Peraturan menurut langit, kerugian pasti tersisa, tenaga masih kurang, kekerasan bukanlah

kekasaran, keras tapi lincah, lunak bukanlah lemah….”

Setiap kali mengucapkan sepatah kata pedang yang berada dalam genggamannya segera

melancarkan satu serangan maut yang memaksa Pek Siau-thian mau tak mau harus terdesak

mundur satu langkah lebar kebelakang, ketika pemuuda itu mengutarakan kata yang terakhir,

secara beruntun enam buah serangan maut tersebut berhasil memaksa Pek Siau-thian untuk

mundur sejauh satu dua tombak lebih dari tempat semula.

Peristiwa ini benar-benar merupakan suatu kejadian yang mengejutkan hati setiap orang, ketua

perkumpulan Sin-kie-pang yang tersohor akan kelihayannya ternyata didesak dibawah angin dan

bahkan menderita kekalahan secara mengenaskan sekali.

Hoa Hujin, Bu Liang Sinkun maupun Thong-thian Kaucu ikut bergerak berbarengan dengan

menggesernya tubuh kedua orang itu. Siang Tang Lay pun memerintahkan anak muridnya untuk

mendorong kursi rodanya mengikuti bergesernya arena pertarungan yang sedang berlangsung.

Semua jago dalam barak dikedua belah pihak pada bangkit berdiri dan keluar dari barak masingmasing,

Cukat racun Yau Sut dengan memimpin ketiga orang tongcunya dan seluruh pelindung

hukum dibawah panji kuning ikut terjun kedalam gelanggang dan membuat posisi setengah

lingkaran.

Melihat posisi yang dilakukan pihak lawan, para pendekar dan golongan lurus segera terjun pula

kedalam gelanggang membentuk posisi pada separuh lingkaran yang lain.

Situasi dalam gelanggang berubah jadi sangat tegang, setiap saat pertarungan massal bakal

terjadi.

Beberapa kali Bu Liang ingin turun tangan untuk mengerubuti pemuda tersebut, tetapi

menyaksikan Hoa Hujin mengawasi terus gerak-geriknya dengan tajam membuat jago tua ini tak

berari bergerak secara sembarangan.

Cukat racun Yau Sut pun ikut bergerak mengikuti bergesernya gelanggang pertarungan, tetapi

berhubung pihak Thong-thian Kaucu seria Hong-im-hwie masih tetap bersikap tenang belaka, ia

tak berani bertindak secara gegabah.

Pertarungan sengit berlangsung entah beberapa lamanya, tiba-tiba terdengar Hoa Thian-hong

membentak keras, “Rendah diri harus mundur, mundur akibat rendah diri sendiri….!”

Setelah melancarkan sebuah tusukan, tiba-tiba ia lancarkan pula sebuah tusukan yang lain.

Dengan mengerahkan segenap kemampuan yang dimilikinya, Pek Siau-thian hanya mampu

menahan tujuh buah serangan pedang yang pertama, terhadap datangnya ancaman pedang

yang terakhir ini, ia merasa tobat dan benar-benar tak mampu untuk mempertahankan diri lagi,

dalam keadaan terdesak terpaksa ia jatuhkan diri keatas tanah dan berguling ke arah samping.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

137

Menyaksikan keadaan ketuanya yang begitu mengenaskan, para anggora perkumpulan Sin-kiepang

jadi amat terperanjat untuk meng-hindari serangan Hoa Thian-hong lebih jauh, mereka

segera membentak dengan suara yang keras bagaikan guntur.

Tenaga dalam yang dimiliki orang itu lihay sekali, bentakan yang dilakukan secara serentak oleh

ratusan orang angagota perkumpulan Sin-kie-pang itu boleh dibilang benar-benar luar biasa

sekali.

Hoa Thian-hong nampak terperanjat dan segera berdiri tertegun ditempat semula, seranganpun

tidak dilancarkan Kembali.

Perlahan-lahan Pek Siau-thian bangkit berdiri lalu menghembuskan nafas panjang, tiba-tiba dari

sorot matanya memancar cahaya yang sangat tajam, ia berbisik, “Semua yang rahasia harus

dijaga ketat, pedang baja asli bocorkan rahasia langit”

“Apa?” bentak Hoa Thian-hong sambil loncat mundur kebelakang.

“Hmmm! tak ada kedua kalinya lagi, pikirkan sendiri apa yang kukatakan barusan!” sahut Pek

Siau-thian dengan dingin.

Telapaknya segera diputar melancarkan satu serangan, sedang tubuhnya dengan dahsyat

menerjang kedepan.

Ulangi sekali lagi! hardik Hoa Thian-hong.

Agaknya kegusaran pemuda ini sudah mencapai pada puncaknya, pedang baja berputar, dengan

jurus Thian hoo san atau bintang menyebar dilangit terbuka, ia kirim sebuah tusukan kilat,

cahaya hitam yang menyilaukan mata menyebar keseluruh udara.

Suatu serangan yang sangat bagus! “teriak Ciu It-bong dari atap barak.

Hawa gusar yang bergolak dalam dada Pek Siau-thian betul-betul sudah memuncak, sambil

menggertak gigi serunya, “Ini hari kalau aku tak dapat membinasakan dirimu, aku bersumpah

tak akan hidup sebagai manusia!”

Sepasang telapaknya bekerja bersama, dalam waktu singkat ia lancarkan belasan jurus serangan

berantai, memaksa Hoa Thian-hong harus berputar secara kacau.

Hoa Hujin dan Bu Liang Sinkun sekalipun segera ikut bergerak mengikuti perubahan tersebut.

Dalam pertempuran yang sedang berlangsung pada saat ini, kedua belah pihak sama sama

mengandung niat untuk membunuh pihak lawannya, masing-masing pihak berusaha sedapat

mungkin dan tidak mengindahkan pertaruhan apapun.

Menurut keinginan masing-masing pihak, mereka ingin turun tangan serentak dan membunuh

lawannya dalan waktu singkat, tetapi sebelum yakin dapat menangkan pertarungan tersebut,

semua pihak tidak ingin bergerak secara gegabah, karena itulah untuk sementara waktu semua

pihak tak berani bertindak secara ngawur.

Hoa Thian-hong sendiri yang pikirannya tidak beres, dalam waktu singkat terdesak di bawah

angin, belum lama pertarungan berlangsung beberapa kali ia sudah menemui ancaman bahaya….

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

138

Para pendekar dari kalangan lurus yang menyaksikan kejadian itu secara bersiap siaga untuk

memberi pertolongan setiap saat, sedangkan anak buah dari perkumpulan Sin-kie-pang pun

semakin mendesak kedepan semakin dekat, mereka siap sedia melakukan penyerangan secara

serentak.

Selama terjadinya pertarungan itu, pihak Thong-thian-kauw dan Hong-im-hwie tetap berpeluk

tangan belaka, sementara makhluk-makhluk aneh yang asal usulnya tidak jelas itupun tetap

betdiam diri belaka.

Tiba-tiba terdengar Hoa Thian-hong membentak keras, “Ulangi sekali lagi!”

Pek Siau-thian mendengus dingin, tubuhnya berputar secepat kilat, dalam waktu singkat ia sudah

kurung tubuh pemuda itu dalam lingkaran angin pukulan Ceng hoan sian hong toan hun

ciangnya.

Li-hoa Siancu yang menyaksikan gelagat tidak menguntungkan, buru-buru berseru dengan suara

lantang, “Semua yang rahasia harus dijaga ketat, pedang baja asli bocorkan rahasia langit”

“Tidak benar!” teriak Hoa Thian-hong dengan penuh kegusaran, “ulangi sekali lagi!”

Diam-diam Hoa Hujin merasa amat terperanjat, pikirnya, “Hong ji sudah berada dalam keadaan

setengah gila, entah bencana atau rejeki yang diterima olehnya….!”

Belum habis ingatan tersebut berkelebat dalam benaknya, tiba-tiba ia saksikan Pek Siau-thian

melancarkan pukulan secara berantai, membuat ilmu pedang dari Hoa Thian-hong kacau balau,

ia jadi terkejut dan buru-buru menggerakkan tubuhnya siap menerjang ke depan.

“Bun Siau-ih!” bentak Bu Liang Sinkun dengan cepat.

Badannya memotong tengah jalan, sebuah pukulan dahysat dilepaskan ke arah depan.

Sejak permulaan Hoa Hujin telah menduga sampai disitu, diam-diam pikirnya, “Biarpun hidupku

sekarang lebih singkat sepuluh tahun, ini hari aku harus membereskan dahulu jiwa orang ini!”

Berpikir demikian, ia tidak memperdulikan keselamatan putranya lagi, tiba-tiba dengan gerakan

yang dahsyat bagaikan geledek tubuh nya berhenti ditengah jalan dan sepasang kakinya

memantek diatas tanah, sebuah pukulan yang maha dahsyat langsung dilepaskan ke arah depan.

Disinilah kelicikan dan kelihayan dari Pek Siau-thian, peristiwa Hoa Hujin melukai nenek bermata

buta ketika sedang berlatih ilmu dalam gua kuno bukannya tidak diketahui olehnya, namun

peristiwa tersebut sama sekali tidak disampaikan kepada Bu Liang Sinkun.

Menanti gembong iblis tersebut secara tiba-tiba menyaksikan diatas telapak tangan Hoa Hujin

tersembur keluar cahaya hitam yang menyilaukan mata, ia baru terperanjat, untuk

menghindarkan diri pada saat itu sudah tak sempat lagi.

“Blaaam! sepasang telapak saling membentur satu sama lainnya menimbulkan benturan dahsyat

yang sangat memekikkan telinga, Hoa Hujin masih tetap berdiri ditempat semula, hawa hitam

yang berada diantara alis matanya nampak berkelebat lewat dan menunjukkan rasa kesakitan,

tapi sejenak ke mudian telah lenyap tak berbekas.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

139

Sebaliknya Bu Liang Sinkun menjerit ngeri, tubuhnya mundur kebelakang dengan sempoyongan,

darah hitam memancar keluar dari mulutnya dan dalam waktu singkat hawa hitam sudah

menyelimuti seluruh wajahnya, keadaan jago tua itu nampak kritis sekali.

Meskipun ilmu pukulan Kiu pit sinciang amat lihay, tapi kalau dibandingkan dengan pukulan maut

dari Hoa Hujin masih terpaut jauh sekali.

Dalam pada itu, pada saat yang bersamaan Pek Siau-thian telah berhasil memaksa Hoa Thianhong

untuk membuka pertahanan tubuhnya, kemudian diiringi gelak tertawa seram, kepalanya

langsung menghantam ke arah dada lawan.

Bentakan keras bergeletar memecahkan kesunyian, Ciu Thian-hau dari gunung Huang-san serta

jago pedang bernyawa rangkap sembilan Suma Tiang-cing bersama-sama menerjang kedepan,

sedangkan Cukat racun Yau Sut berserta para jagonya ikut menerjang pula kemuka.

Gerakan tubuh Ciu Thian-hau cepat bagaikan kilat dan tak ada orang yang melampaui dirinya,

sekali enjot ia sudah rentangkan tangannya melancarkan satu pukulan ke arah Pek Siau-thian.

Merasakan datangnya ancaman tersebut, Pek Siau-thian merasa amat terperanjat, segera

pikirnya, “Entah siapakah setan jelek ini?”

Sebuah tendangan dilancarkan mendepak tubuh Hoa Thian-hong dari hadapannya, jurus

serangan dirubah dan ia sambut datangnya ancaman tersebut dengan keras lawan keras.

“Blaaamm….!” ditengah benturan keras, tubuh kedua orang jago itu sama-sama tergetar mundur

kebelakang ketika saling berpandangan diatas wajah masing-masing pihak terlintas ra-sa kaget

dan tertegun.

Mendadak terdengar Siang Tang Lay berseru dengan suara nyaring, “Harap saudara semua

berhenti bertempur, dengarkan dahulu perka taanku….!”

Pek Siau-thian ulapkan tangannya dan berseru, “Semua anggota perkumpulan Sin-kie-pang

mundur!”

Mendapat perintah dari ketuanya, Cukat racun Yau Sut serta para jago lainnya segera

mengundurkan diri dari kalangan.

Semua kejadian itu berlangsung secara berurutan dan memakan waktu yang amat singkat, tubuh

Bu Liang Sinkun yang terlukapun belum sampai roboh keatas tanah.

Kok See-piauw menjerit kaget, ia segera lari maju kedepan dan berteriak, Bu Liang Sinkun

membuka sedikit kelopak matanya dan menjawab dengan nada sedih.

“Aku sudah tak kuat lagi….”

Setelah berbenti beberapa saat dengan amat lemah sambungnya lebih jauh, “Cepatlah pergi dari

sini, orang lain berhati licik dan tidak menguntungkan bagi kita…. pergilah….”

Belum habis kata-katanya, hawa hitam yang menyelimuti wajahnya semakin tebal, akhirnya

tubuh orang itu berkelejit dan tak berkutik lagi.

“Suhu….!” jerit Kok See-piauw.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

140

Ia segera membopong tubuh Bu Liang Sinkun keatas pundaknya kemudian setelah melotot

sekejap ke arah Hoa Hujin dengan sinar kebencian, pemuda itu putar badan dan kabur dari situ

Suasana yang kalut dan kacau perlahan-lahan berubah jadi tenang kembali, beberapa patah kata

yaog diucapkan Bu Liang Sinkun sebelum ajalnya telah menimbulkan kewaspadaan dihati

masinh-masing pihak.

Terdengar Siang Tang Lay dengan suara dingin berseru, “Pek Siau-thian, benarkah engkau

hendak langsungkan pertarungan masal dengan pihak kami?”

Pek Siau-thian memutar biji matanya dan melirik sekejap ke arah Thong-thian Kaucu , kemudian

pikirnya, “Menurut rencana yang telah disepakati, mereka akan menyerbu masuk kedalam

gelanggang bersamaan waktunya, tapi dalam kenyataan kedua orang tua bangka tersebut masih

tetap berpeluk tangan belaka…. Hmn! apa dianggapnya aku adalah seorang manusia bodoh?”

Berpikir sampai disini ia segera ulapkan tangannya dan berlalu dari gelanggang.

Dalam waktu singkat semua jago dari perkumpulan Sin-kie-pang telah mengundurkan diri

kedalam baraknya, sorot mata para pendekar dari golongan luruspun segera dialihkan ke arah

Thian Ik-cu.

Teng Thian Kaucu yang ditatap seperti itu, dalam hati kecilnya merasa terkesiap, kemudian

sambil tertawa terbahak-bahak ia meloncat mundur tiga tombak kebelakang.

Setelah imam tua itu mengundurkan diri, perlahan-lahan Hoa Hujin tundukkan kepalanya melirik

sekejap ke arah telapak sendiri, ia melihat hawa hitam yang tertanam dalam telapaknya telah

tawar beberapa bagian, tanpa terasa lagi perempuan itu menghela napas panjang dan berpikir,

“Kalau dilihat keadaan ini rupanya setelah melancarkan dua kali pukulan lagi maka keadaanku

akan menyerupai lampu lentera yang kenabisan minyak….”

Tiba-tiba terdengar Siang Tang Lay berseru, “Kaucu tolong tanya pertemuan besar Kian ciau

tayhwee yang kau selenggarakan ini akan dilangsungkan berapa hari?”

“Akan kuselenggarakan selama tujuh hari tujuh malam,” jawab Thong-thian Kaucu sambil

tertawa nyaring.

Siang Tang Lay menengadah memandang cuaca di angkasa lalu berkata lagi, “Sekarang sudah

jam sebelas siang satu hari satu malam telah lewat!”

Ternyata sang surya tak dapat memancarkan cahayanya kedalam lembah tersebut, meskipun

udara cerah dan siang hari sudah menjelang tetapi suasana dalam lembah itu masih tetap samar.

Thong-thian Kaucu tertawa katanya, “Siang sicu, engkau tanya-tanya waktu ada apa sih?”

Kami semua yang datang kemari adalah tamu, kalau memang upacara Kian ciau tayhwee akan

diselenggarakan selama tujuh hari lamanya, bagaimanapun kaucu sudah sepantasnya kalau

sediakan makanan dan mi numan buat kami, masa engkau akan suruh kami semua mati

kelaparan disini?”

“Haah…. haah…. haah…. sayur berantakan, arak sih sudah kami persiapkan, tapi aku takut para

orang gagah sama-sama menaruh curi ga karena itu tak berani kupersembahkan ke luar”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

141

Siang Tang Lay tersenyum.

“Kaucu adalah seorang pemimpin suatu perkumpulan besar, masa engkau begitu rendah derajatnya

hingga meracuni sayur dan arak? lagi pemberian itu toh dari pihak panitia, aku rasa tak

pantas kalau engkau tidak menyediakan sayur dan arak buat tetamunya….”

“Perkataan Siang sicu memang tepat sekali!” habis berkata sambil tertawa imam tua itu segera

mengundurkan diri.

Sepeninggal Thong-thian Kaucu , Siang Tang Lay segera berpaling ke arah Hoa hujjn dan

berkata sambil tertawa, “Serangan yang hujin lancarkan sungguh dahsyat membuat aku merasa

kagum sekali!

Hoa Hujin tertawa getir.

“Siang heng adalah seorang maha guru, dalam hal ilmu silat aku rasa persoalan yang

berhubungan dengan aku Bun si tak akan lolos dari ketajaman mata Siang heng bukan?”

Siang Tang Lay tersenyum, diantara kerutan dahinya terlintas rasa sedih yang tebal, katanya,

“Hujin dan para tayhiap sekalian harap segera mengundurkan diri kedalam barak, aku disini

masih ada sedikit persoalan hendak diselesaikan lebih dahulu”

Hoa Hujin melirik sekejap ke arah putranya kemudian berjalan balik lebih dahulu kedalam barak.

Chin Wan-hong yang menyaksikan sikap Hoa Thian-hong kaku dan termangu-mangu tanpa

berkutik barang sedikitpun jua, diam-diam segera menarik ujung baju Tio Sam-koh sambil

berbisik, “Popo coba lihatlah keadaannya….”

Tio Sam-koh sambil membawa toyanya segera melangkah maju dengan tindakan lebar,

teriaknya, “Seng ji, masih kenal dengan diriku?”

“Ulangi sekali lagi!” bentak Hoa Thian-hong dengan gusar.

Tiba-tiba pedangnya berputar dan melancarkan sebuah bacokan searah tubuh nenek tua itu.

Tio Sam-koh segera putar menangkis datangnya babatan pedang tadi, bentaknya, “Binatang,

rupanya engkau memang sudah sinting!”

Terdengar suara bentrokan Hoa Thian-hong tahu-tahu telah berhasil memapas kuntung toya baja

dari Tio Sam-koh.

Menyaksikan senjatanya kutung, Tio Sam-koh nampak tertegun lalu makinya dengan marahmarah,

“Binatang cilik, rupanya engkau ingin mampus?”

Nenek tua ini ingin sekali maju kedepan untuk memberi gaplokan nyaring keatas pipinya, tetapi

karena kuatir tersambar pedang bajanya, untuk beberapa saat lamanya ia malahan berdiri

menjublek.

Siang Tang Lay tersenyum.

“Tio loo thay tak usah gusar, aku punya akal untuk menyelesaikan persoalan ini”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

142

Kalau memang ada akal, cepatlah sadarkan bocah keparat ini, aku harus baik-baik memberi

pelajaran kepadanya” seru Tio Sam-koh dengan sepasang alis berkernyit.

“Sam-koh, Hong ji, kembalilah kemari, jangan mengganggu lagi!” terdengar Hoa Hujin berteriak

dan dalam barak.

Dengan gemas Tio Sam-koh melotot sekejap ke arah Hoa Thian-hong, sedang Chin Wan-hong

memungut kutungan toya dari atas tanah dan bersama-sama kembali kedalam barak.

Sepeninggalnya kedua orang itu, Siang Tang Lay diam-diam berpikir dalam hatinya, “Nyonya ini

tidak malu disebut sebagai seorang pemimpin yang luar biasa, cukup ditinjau dari kejadian ini

sudah terlihat jelas betapa besar jiwanya!”

Berpikir demikian, ia lantas membisik didalam telinga Hoa Thian-hong dengan ilmu

menyampaikan suara, “Berjaga ketat, sikap waspada dan rahasia pedang mengusir setan,

bocorkan rahasia langit!”

Mendengar bisikan itu, Hoa Thian-hong merasakan sekujur badannya gemetar keras, ia segera

berpaling dan menatap tajam wajah Siang Tang Lay.

Melihat sikap pemuda itu, kembali Siang Tang Lay berpikir.

“Rupanya pemusatan pikiran yang keliru mengakibatkan bocah ini mengalami keadaan jalan api

menuju neraka, kesadaran otaknya sama sekali belum punah”

Berpikir demikian, dengan ilmu menyampaikan suara ia segera berkata kembali.

“Tadi Pek Siau-thian telah membohongi dirimu, sekarang aku akan membacakan kembali uraian

rahasia pedang yang asli dari depan hingga kebelakang, dengarkanlah baik-baik!”

Setelah berhenti sebentar, ia segera membaca dengan suara amat lirih….

“Peraturan menurut langit, kerugian pasti tersisa, tenaga masih kurang, kekerasan bukanlah

kekasaran, keras tapi lincah, lunak bu kanlah lemah, rendah diri harus mundur, mundur akibat

rendih diri untuk diri sendiri, berjaga ketat, sikap waspada dan rahasia pedang pengusir setan,

bocorkan rahasia langit!”

Hoa Thian-hong membelalakkan sepasang matanya lebar-lebar, sorot mata kaget dan

tercengang terlintas diatas wajahnya, bibir bergerak seperti hendak mengucapkan sesuatu namun

akhirnya niat tersebut dibatalkan.

Dengan ilmu menyampaikan suara, sekali lagi Sang Tang Lay mengulangi rahasia ilmu pedang

tersebut, kemudian tanyanya, “Sudah kau dengar jelas perkataanku? kau masih belum ingat,

tanyakan kepadaku, kalau sudah hapal sama sekali, anggukkan lah kepalamu!”

Hoa Thian-hong menggetarkan bibirnya mengulangi pembacaan rahasia itu dengan suara lirih,

kemudian ia mengangguk.

Tiba-tiba terdengar Ciu It-bong yang berada diatap barak berteriak.

“Hoa Thian-hong, apa yang sedang kalian lakukan?”

“Jangan berisik!” bentak Hoa Thian-hong dengan gusar.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

143

Siang Tang Lay tertawa, diam-diam bisiknya lagi.

“Bocah baik, tempat ini sudah diliputi badai pembunuhan yang tiada taranya, kemungkinan besar

baik buruk, cantik jelek akan binasa bersama-sama, tiada seorangpun yang bisa hidup keluar dari

sini, usiamu masih muda dan masa depanmu masih cemerlang, guna kanlah kesempatan baik ini

untuk berlalu dari sini, tinggalkan tempat ini sebaik-baiknya….!”

Mendengar bisikan itu, Hoa Thian-hong nampak tertegun, lalu per-lahan-lahan putar badan

memandang sekejap ke arah semua orang yang berada didalam lembah tersebut, kebingungan

dan kemurungan makin tebal menyelimuti wajahnya.

Siang Tang Lay menghela napas panjang, dengan ilmu menyampaikan suara ujarnya lagi dengan

lembut, “Anak baik, tempat ini tak ada yang perlu kau kenang kembali, cepatlah berlalu dari

sini!”

Sekali lagi Hoa Thian-hong nampak tertegun dan memandang kembali semua orang yang ada

didalam lembah itu, mukanya semakin sangsi seakan-akan masih ada sesuatu hal yang

mencurigakan hatinya.

Siang Tang Lay mengerutkan dahinya, tiba-tiba satu ingatan berkelebat dalam benaknya, sambil

berpaling ia segera berseru, “Hoa In!”

Hoa In segera memburu maju kedepan sambil bertanya, “Siang ya ada urusan apa?”

Dengan ilmu menyampaikan suara Siang Tang Lay berpesan, “Siau Koan-jin kalian agak kurang

waras otaknya, tetap berada dalam lembah hanya akan mendapatkan bencana kematian

baginya, bawalah keluar dari lembah ini dan pergilah jauh-jauh menanti otaknya telah sadar

kembali, kalian baru mengambil keputusan kembali”

Ucapan tersebut sesuai dengan kehendak hati Hoa In tapi sesudah berpikir sebentar ia jadi sedih

kembali, dengan ilmu menyampaikan suara serunya, “Perkataan yang diucapkan Siang ya

memang tidak salah sayang majikan kami….”

“Aku yang akan bertanggung jawab dihadapan Cu bo mu itu” tukas Siang Tang Lay dengan

cepat, “pertemuan besar akan segera berlangsung persoalan ini tak boleh ditunda kembali,

cepatlah pergi!”

Hoa In segera berpikir didalam hati kecilnya, “Apabila tiga kekuatan besar dalam dunia persilatan

bersatu padu dengan kekuatan kami beberapa puluh orang meskipun dapat membalas dendam

rasanya untuk mempertahankan hidup bukanlah suatu pekerjaan yang gampang, aku Hoa In

tidak takut mati, tapi Siau Koan-jin adalah satu-satunya keturunan keluarga Hoa, terlalu sayang

kalau diapun jatuh jadi korban.”

Berpikir sampai disini, ia segera ambil keputusan dan tanpa memperdulikan maksud hati Hoa

Hujin lagi, ia segera memberi hormat kepada Siang Tang Lay sambil berkata, “Hamba akan

mendengarkan perintah dari Siau ya, berada dihadapan Cu bo harap Siau ya suka menasehati

dengan beberapa patah kata….”

“Aku sudah tahu, kalian pergilah!” kata Siang Tang Lay sambil berseru.

Hoa In tidak ragu-ragu lagi, sambil berpaling ke arah Hoa Thian-hong, teriaknya keras, “Siau

Koan-jin ikutlah hamba!”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

144

Dengan langkah lambat ia berjalan munuju kemulut lembah.

Hoa Thian-hong nampak tertegun, sorot matanya segera dialihkan keatas wajah Siang Tang Lay.

Setelah jago pedang sakti yang menyapu daratan Tionggoan ini memberikan rahasia pedang

kepadanya, dalam anggapan si anak muda itu Siang Tang Lay adalah manusia yang patut

dipercaya.

Melihat sikap pemuda itu Siang Tang Lay segera tertawa dan berkata dengan ramah.

“Anak baik, ikutilah dia berlalu dari sini, malaikat pedang Gi Ko sedang menantikan

kedatanganmu diluar lembah”

Air muka Hoa Thian-hong agak berubah, sambil membawa pedang bajanya dengan langkah lebar

ia segera menyusul kedepan.

Cukat racun Yau Sut yang menyaksikan Hoa In dan Hoa Thian-hong keluar dari lembah itu,

timbullah rasa curiga dalam hati kecilnya ia segera berbisik, “Pangcu perlukah kita menghadang

jalan pergi kedua orang itu?”

“Hmm….” Pek Siau-thian termenung.

Belum sempat ia memberi jawaban terdengar Siang Tang Lay tiba-tiba berseru, “Pek Siau-thian!”

Ketua dari perkumpulan Sin-kie-pang itu segera bangkit berdiri serunya dengan nada tak senang.

Ada urusan apa engkau memanggil diriku?”

“Haah…. haahh…. haahh, diantara kalangan hitam, engkau Pek Siau-thian adalah manusia yang

paling gagah, cepatlah kemari, li hatlah aku akan membuat hatimu jadi terperanjat”

“Tua bangka itu sengaja mengulur waktu” bisik Cukat racun Yau Sut dengan suara lirih,

“tujuannya tidak lain adalah hendak melindungi bocah keparat itu keluar lembah, Pangcu jangan

sampai tertipu oleh siasat licinnya”

Pek Siau-thian mengangguk, sebelum ia sempat memberi keputusan, Hoa Thian-hong telah

berjalan keluar dari selat lembah tersebut.

Jilid 8

MELIHAT untuk dikejar tak sempat lagi, kakak she Pek itu terpaksa hanya bisa berkata dengan

suara hambar.

Keparat cilik ini bukan seorang manusia yang takut mati, apalagi ibunya masih berada didalam

selat ini, aku rasa setelah pergi ia pasti akan kembali lagi.

“Tetapi otaknya sudah tidak waras, sambung Cukat racun Yau Sut dengan cepat” aku rasa pasti

akan dibawa kabur oleh Hoa In tua bangka itu dan tak akan kembali lagi.

Mendengar perkataan itu, Pek Siau-thian jadi amat terperanjat, dengan cepat ia berpaling, tapi

Hoa Thian-hong sudah pergi jauh dan bayangan tubuhnya sudah lenyap tak berbekas.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

145

Terdengar Siang Tang Lay tertawa terbahak-bahak sambil berkata, “Haaah…. haah…. haah….

pek Siau-thian, cepatlah kemari. Dengarkan aku akan bicarakan soal malaikat pedang Gi Ko.”

Tiba-tiba Thong-thian Kaucu berjalan keluar dari baraknya dan bertanya sambil tertawa.

“Siang sicu, sebenarnya apa yang telah terjadi? cepatlah katakan, pinto akan cuci telinga dan

mendengarkan dengan seksama”

“Haaah…. haah…. haah…. Pek Siau-thian, sudah kau lihat batu peringatan yang ditinggalkan

malaikat pedang Gi Ko?”

***

“AKU SIH pernah melihatnya, ada apa sih?” jawab Pek Siau-thian dengan dingin.

“Pek heng!” Thong-thian Kaucu dengan alis berkenyit berseru, “engkau dan aku toh sahabat

karib bukan?”

“Kalau sahabat karib lantas kenapa?”

“Haahh…. haahh…. haahh…. pinto pernah mendengar mendiang guruku berkata, malaikat

pedang Gi Ko adalah seorang manusia aneh dari dunia persilatan pada jaman akhir Tong, ilmu

pedangnya sangat lihay, budi pekertinya juga hebat, sayang pada saat ia meninggal dunia tak

seorang ahli warispun dimiliki, sehingga dengan begitu ilmu pedangnya lenyap tak berbekas….”

Pek Siau-thian tertawa dingin tukasnya, “Sungguh tidak sedikit Too heng mengetahui perihal

sejarah dunia persilatan, cuma sayang pertemuan Kian ciau tayhwee yang diselenggarakan pada

saat ini bukanlah untuk membicarakan tentang sejarah.”

“Aah! belum tentu begitu,” sambung Siang Tang Lay sambil tertawa.

Sesudah berhenti sebentar, sambungnya lebih jauh, “Bayangkan saja Lie Bu liang yang begitu

angkuh dan sama sekali tidak pandang sebelah matapun kepada semua orang gagah di kolong

langit, siapa tahu dalam satu ayunan telapak dari Hoa hujitn, ternyata jiwa nya telah berhasil

dicabut, dari satu bisa diketahui bahwa gerak-gerik secara gegabah adalah suatu tindakan yang

bodoh!”

“Ucapan ini sedikitpun tidak salah,” pikir Pek Siau-thian didalam hati, “andaikata serangan yang

dilancarkan Bun Siau-ih tadi di tujukan kepadaku, bukankah aku orang she Pek akan menemui

ajalnya tanpa mengetahui apa yang sebenarnya telah terjadi? agaknya didalam peristiwa hari ini

aku harus baik-baik menjaga diri….”

Teringat akan keadaannya pada saat itu, timbul rasa sangsi dan takut dalam hatinya tetapi

bagaimanapun juga dia adalah seorang jago kawakan yang sudah kenyang dengan pengalaman

pahit, kendatipun hati kecilnya merasa ngeri dan takut akan tetapi wajahnya tetap tenang dan

golakan perasaan hatinya sama sekali tidak diperlihatkan diatas wajahnya.

Terdengar Thong-thian Kaucu berkata, “Apa yang tertulis dalam catatan batu peringatan dari

malaikat pedang Gi Ko? Pek heng mengapa tidak kau utarakan keluar agar kami semua

mendapat tambahan pengetahuan?”

Pek Siau-thian mengerutkan dahinya, ia segera berseru, “Aku tidak habis mengerti, rupanya tooheng

lebih suka dipecah belah oleh Siang Tang Lay.”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

146

Thong-thian Kaucu putar biji matanya melirik sekejap ke arah kawanan manusia setan yang

berkumpul dalam barak lalu sambil tertawa menjawab, “Pek heng keliru besar, semua peristiwa

yang terjadi dalam pertemuan besar Kian ciau tayhwee semuanya berada diluar dugaan,

tindakan pinto ini justru hendak membongkar permainan setan dari Siang sicu”

Pek Siau-thian mendengus dingin, tiba-tiba ia mempertinggi suaranya dan berseru.

“Aku orang she Pek akan membaca semua isi tulisan yang berada diatas batu peringatan

tersebut, siapa suka mendengar silahkan dengar baik-baik”

Setelah berhenti sebentar, dengan suara lantang ia berkata,

“Sesudah aku tamat belajar, dengan andalkan pedang baja berkelana dalam dunia persilatan,

berkat keampuhan perguruan kami semuanya berjalan lancar tidak sampai sepuluh tahun para

pendekarku sudah tersohor di kolong langit. Orang muda suka mencari kesenangan siapa tahu

karena masalah kecil aku telah salah bertindak, dan salah membunuh pendekar budiman, hasil

yang kupupuk selama sepuluh tahun hancur dalam sehari, dalam maluku, aku mengasingkan diri

dan tak berani membicarakan soal silat lagi…. waktu berjalan cepat usiaku mencapai seratus

tahun, aku merasa tak boleh melenyapkan ilmu silat perguruanku, karena pikiran yang salah

maka kepandaian yang kumiliki telah kucatat dalam Kiam keng kitab pedang ini.”

Membaca sampai disitu, tiba-tiba ia berhenti, sementara itu ssluruh lembah Cu bu koh telah

diliputi kesunyian yang mencekam, semua perhatian para jago sama-sama ditujukan keatas

badan Pek Siau-thian.

Tiba-tiba terdengar Ciu It-bong yang ada diatas atap barak berteriak keras.

“Pek loo ji, apa kira-kira selanjutnya?”

Pek Siau-thian menengadah memandang sekejap ke arah atap barak kemudian melanjutkan

pembacaannya,

“Dengan pedang ditangan ternyata tak seorang manusiapun di kolong langit mampu menahan

seranganku, tak ada benda apapun yang mampu menahan bacokanku, timbul rasa sedih dalam

hatiku, dari pada hidup dengan pedang lebih baik hidup tanpa pedang tapi perguruanku turun

tumurun mengutamakan pewaris pedang baji ini, berarti dibalik hal tersebut pasti ada maksud

tertentu, maka aku tutup diri untuk memecahkan persoalan ini, sembilan belas tahun kemudian

aku baru memahami apa artinya ada pedang menangkan tanpa pedang, pedang berat

menangkan pedang enteng, agar kepandaian ini tidak lenyap dari pere daran maka kuwariskan

ilmu tadi dalam catatan kitab pedang, siapa yang berjodoh akan menerima manfaatnya”

“Apa kata selanjutnya?” teriak Cu It Bong dengan suara keras.

“Ahli waris angkatan keempat dari perguruan pedang berat Gi Ko” sambung Pek Siau-thian

hambar.

“Selanjutnya?”

“Apakah engkau tidak merasa bahwa caramu itu terlalu bernafsu?” ejek Pek Siau-thian sinis.

“Hmmm! engkau toh sudah mempunyai perkumpulan Sin-kie-pang masa aku tak boleh

mendapatkan sedikit saja?”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

147

“Aku takut apa yang kau inginkan tak bakal tercapai sehingga apapun tidak akan kau dapatkan!”

Ciu It Hong segera tertawa seram.

“Heehh…. heehh…. heehhh…. kalau memang begitu aku akan beradu jiwa dengan dirimu

sehingga siapapun jangan harap bisa memperoleh kegembiraan”

Thong-thian Kaucu segara tertawa tergelak, serunya, “Haah…. haaaaah…. haah…. ide dari Ciu

heng itu memang tidak jelek, cuma saja harus di coba lebih dulu!”

Pek Siau-thian melirik sekejap ke arah Thian Ik-cu, lalu sambil tertawa dingin katanya, “Heeeh….

heeh…. heeh…. aku lihat, di kolong langit dewasa ini orang yang ditakuti too heng hanya aku

seorang!”

Thong-thian Kaucu tertawa terbahak-bahak.

“Aah….! cuma bergurau belaka, kenapa Pek heng musti menganggap sungguhan?”

Dengan muka serius, ia melanjutkan,

“Peristiwa ini sudah berlangsung beberapa ratus tahun lamanya, aku rasa kitab Kiam keng

tersebut tak mungkin bisa diketahui oleh Pek heng sendiri, tapi…. apa pula yang tercantum

dalam catatan Kiam keng tadi?”

“Pertaruhan menurut langit, kerugian pasti tersisa, tenaga masih kurang, kekerasan bukanlah

kekasaran, keras tapi lincah, lunak bukanlah lemah, rendah diri harus mundur, mundur akibat

rendah diri untuk diri sendiri, berjaga yang ketat, sikap waspada dan rahasia, pedang pengusir

setan, bocorkan rahasia langit.”

Li-hoa Siancu yang mendengar pembacaan itu segera berteriak sambil tertawa.

“Bagus sekali Pek Siau-thian, rupanya engkau sengaja sedang membohongi Siau long, tidak aneh

kalau ia selalu meneriakkan untuk ulangi sekali lagi.”

Pek Siau-thian mendengus dingin, sebenarnya ia hendak membantah, tetapi ketika teringat

olehnya bahwa dia adalah seorang ketua dari suatu perkumpulan besar, cekcok dengan angkatan

muda hanya akan menurunkan derajatnya belaka, maka perkataan yang sudah mendekat sampai

dibibir segera ditelan kembali.

Dalam pada itu, semua orang yang mengerti akan ilmu silat, diam-diam sedang mendalami

beberapa patah kata yang mengandung arti mendalam itu, Thong-thian Kaucu sendiri sudah

berpikir sebentar, tiba-tiba bertepuk tangan sambil berseru, “Benar-benar luar biasa, setiap patah

kata semuanya mengandung arti yang sangat dalam….

Dengan dahi berkerut, ia tertawa dan berkata, “Pek heng, apa kata-kata selanjutnya?”

“Kata-kata selanjutnya telah dihapus orang hingga sama sekali tidak bisa terbaca lagi, kecuali

kalau kita dapat menemukan orang yang menemukan batu peninggalan itu lebih dahulu rasanya

siapapun tak akan tahu….”

Thong-thian Kaucu mengangguk tiada hentinya diam-diam ia berpikir, “Perkataan ini sedikitpun

tidak salah kalau aku yang pertama kali menemukan catatan kitab Kiam Keng tersebut maka

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

148

beberapa patah katfa yang pertama pasti akan kuhapus lebih dahulu sehingga tak bisa dibaca

orang.”

Tampak bayangan manusia berkelebat lewat, Ciu It-bong tahu-tahu sudah melayang turun

keatas tanah sambil memandang Siang Tang Lay, ujarnya sambil tertawa, “Loo Siang, bagaimana

kalau kita mengikat tali persahabatan?”

“Haahh…. haahh…. haaahhh…. bagus sekali!” sahut Siang Tang Lay sambil tertawa tergelak,

“tempo hari diantara lima orang yang mencelakai diriku meski terdapat pula engkau seorang,

tetapi bagaimanapun juga engkau telah mendapat pembalasan yang setimpal, kita masingmasing

telah cacad, semua itu berarti senasib sependeritaan, memang sudah sepantasnya kalau

kita hapus semua ganjalan sakit hati dan mengikat tali hubungan persahabatan”

Benar ujar Ciu It-bong pula sambil tertawa. “Siang Loo te engkau terangkan dahulu masalah

mengenai batu peringatan tersebut, aku orang she Ciu tetap merasa bahwa persoalan ini

mempunyai hubungan yang erat sekali dengan pedang emasmu itu”

Perasaan hati Thong-thian Kaucu pun agak tergerak, ia segera maju kedepan dan berkata,

“Perkataan dari Ciu heng sedikitpun tidak salah, Sian sicu obat yang kau jual dalam cupu-cupumu

itu sudah tersimpan terlalu lama sekarang sudah sepantasnyalah kalau engkau bongkar

rahasianya”

Siang Tang Lay tertawa keras, beberapa saat kemudian ia baru berkata, “Kaucu, Ciu loo te

tahukah kalian bahwa kuburan pememdam pedang sebenarnya kosong melompong tiada isinya

apa pun kenapa secara tiba-tiba bisa muncul batu peringatan?”

“Itulah persoalan yang ingin kami ketahui!” jawab Ciu It-bong dengan cepat.

Thong-thian Kaucu tertawa sambil mengelus jenggotnya, ia berkata, “Kalau didengar dari nada

ucapan siang sicu, rupanya kemunculan batu peringatan tersebut tidak lebih hanyalah permainan

setan dari Siang sicu sendiri?”

Senyuman yang semula menghiasi bibir Siong Tang Lay seketika lenyap tak berbekas, dengan

wajah serius sahutnya, “Persoalan itu memang hasil perbuatanku, tetapi maksud serta tujuanku

bukanlah permainan setan seperti apa yang kalian anggap”

Jin Hian yang selama membungkam terus, tiba-tiba berkata dengan suara seram, “Hmm! apa lagi

maksud dan tujuanmu itu kalau bukan untuk memecah belah umat persilatan dan memancing

terjadinya pertumpahan darah di antara jago-jago Bu lim sendiri….”

Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, tahu-tahu ia sudah berada kurang lebih delapan

sembilan depa dihadapan Sing Tang Lay.

Pedang sakti yang menyapu daratan Tionggoan tersenyum, ujarnya, “Orang kuno pernah

berkata, bahwa setiap benda akan hancur deggan sendirinya, kemudian muncul ulatnya, kalau

seseorang tidak berhati tamak, sekalipun aku berniat jelek juga sukar diperlihatkan”

“Orang Buddha pantang berhati tamak” kata Thong-thian Kaucu sambil tertawa, tetapi kalau

Thong-thian-kauw kami sama sekali tidak kenal akan kata pantangan, silahkan Siang sicu

utarakan saja sebenarnya apa yang terjadi dengan batu peringatan tersebut?”

Siang Tang Lay tersenyum, dengan wajah bersungguh-sungguh, katanya, “Seratus tahun

berselang, batu peringatan dan malaikat pedang Gi Ko telah muncul di wilayah See ih, disamping

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

149

itu terdapat pula sebilah pedang baja, sebilah pedang kecil berwarna emas berserta kotak emas

yang berada dalam genggamanku sekarang, keempat macam benda itu semuanya merupakan

barang peninggalan dan Malaikat pedang Gi Ko, entah apa sebabnya ternyata semua benda

mustika itu sudah terjatuh ketangan leluhurku….”

Ketika mendengar perkataan itu, sorot mata semua orang bersama-sama dialihkan ke arah kotak

emas yang berada ditangan Siang Tang Lay tersebut.

Sepasang mata Thong-thian Kaucu benar-benar tajam, dengan wajah merah bercahaya ia

tertawa terbahak-bahak, katanya, “Haahh…. haahh…. haahh…. Malaikat pedang Gi Ko adalah

suku bangsa Han, semua pedang peninggalannya didalam kuburan pemendam pedang diatas

puncak Ciat in hong bukit Gan tong san, aku rasa hal ini merupakan suatu kenyataan yang tak

bisa dibantah lagi”

“Perkataan ini sedikitpun tidak salah” sambung Ciu It-bong, mungkin ada orang dari See ih yang

berkunjung kedaratan Tionggoan dan mencuri pulang benda mustika yang di sembunyikan

leluhur bangsa Han kita dalam kuburan pemendam pedang, kalau tidak me-ngapa benda diatas

bukit Gan tong san bisa lenyap tak berkekas dan tiba-tiba muncul di wilayah See Ih….”

“Haahh…. haahh…. haah…. jadi kalau begitu, leluhurku tak bisa menghindarkan diri lagi dari

tuduhan mencuri barang mustika milik orang lain?” kata Siang Tang Lay.

Thong-thian Kaucu tertawa.

“Sebenarnya menemukan benda orang lain yang terbuang bukanlah merupakan dosa besar,

tetapi orang bangsa Han kita lebih memandang tinggi leluhur yang telah mati, membongkar peti

mencuri barang merupakan dosa yang amat besar, sekalipun tidak tercantum dalam undangundang

tapi siapapun tak berani melanggar pantangan ini, kalau tidak bukankah barang

peninggalan leluhur bangsa Han kita bakal dicuri s mua oleh orang lain?”

Ciu It-bong mengangguk.

“Perkataan dari kaucu memang sangat masuk diakal, tetapi orang suku Oh tidak kenal dengan

peraturan adat suku bangsa Han, siapa tidak tahu dia tidak salah, hal ini masih dapat

dimaafkan!”

Thong-thian Kaucu tertawa dan mengangguk, sambil berpaling ke arah Siang Tang Lay segera

ujarnya lagi, “Tiang sicu, harap teruskan perkataanmu, bagaimana selanjutnya?”

Siang Tang Lay tersenyum, sahutnya, “Leluhurku segera melakukan penyelidikan yang seksama,

setelah bersusah payah beberapa saat akhirnya beliau berhasil memahami kitab pedang yang

disebut sebagai Kiam keng oleh malaikat pedang Gi Ko itu sebenarnya tersimpan dalam kotak

yang ku bawa ini”

Mendengar perkataan itu, gemparlah suasana dalam lembah ter-sebut, semua orang dengan

sorot matanya yang tajam bagaikan sambaran kilat sama-sama dialihkan keatas kotak emas itu

tanpa berkedip.

Siang Tang Lay tertawa terbahak-bahak, mendadak ia berpaling dan serunya kepada anak murid

yang ada dibelakang, “Bawalah kotak mustika ini kedepan agar para enghiong serta orang gagah

bisa ikut menikmatinya”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

150

Seorang pemuda berpakaian ringkas segera mengiakan, dengan membawa kotak berwarna

kuning emas yang berada dalam pangkuan Siang Tang Lay itu ia berjalan menuju kehadapan

Thong-thian Kaucu .

“Tunggu sebentar….” tiba-tiba terdengar Lan-hoa Siancu membentak nyaring.

Mendengar bentakan tersebut, pemuda berpakaian ringkas itu segera berhenti dan berpaling ke

arah Siang Tang Lay menantikan petunjuk.

Siang Tang Lay mengerutkan dahinya menyaksikan hal itu tegurnya, “Nona ada petunjuk apa?”

Perlahan-lahan Lan Hhoa siancu maju kedepan sambil tertawa merdu jawabnya, “Siang

locianpwee, Gi Ko menyebut dirinya sebagai malaikat pedang, aku rasa ia pasti tersohor karena

kepandaian ilmu pedangnya bukan?”

Siang Tang Lay termenung sebentar lalu menjawab, “Tentang soal itu sih belum tentu demikian,

menurut perkiraanku ia dapat disebut sebagai malaikat lantaran perbuatan selama hi dupnya

adalah bijaksana dan ramah, oleh sebab itulah mendapatkan penghormatan dari orang lain”

“Hihhih hihhih hiiiih,” Lan-hoa Siancu tertawa cekikikan, “benar, bagi orang yang saleh dan

berbudi seperti dia, sepantasnya kalau benda mustika peninggalannya dihadiahkan kepada orang

yang saleh dan berbudi pula.”

Ciu It-bong melotot dengan sepasang matanya bulat-bulat, dengan gusar bentaknya, “Kalau

engkau tidak ingin mati, lebih baik kalau bicara sedikit-lah tahu diri.”

Lan-hoa Siancu pun melototkan matanya bulat-bulat, ia tertawa dingin dan balas membentak,

“Siapa yang kesudian berbicara dengan dirimu? Hmm! sekalipun engkau tidak berbicara akupun

sudah tabu bahwa dirimu adalah seo rang manusia rendah yang tak tahu malu”

Ciu It-bong semakin gusar, telapak kiri nya segera diayun siap melancarkan serangan.

Terdengar Siang Tang Lay tertawa terbahak-bahak dan berseru, “Haahh…. haahhh…. haahhh….

Ciu loo te, kalau engkau tidak ingin mampus, lebih baik janganlah bertindak secara gegabah.”

Ciu It-bong turunkan kembali tangannya dan berkata dengan nada dingin, “Terima kasih atas

perhatian dari Siang heng meskipun nama besar Kim tok sian cian tersohor sekali di kolong langit

tetapi aku orang Ciu tua masih tidak memikirkannya di dalam hati”

Lan-hoa Siancu mencibirkan bibirnya dan mendengus dingin wajahnya menunjukkan sikap

memandang hina pada lawannya.

Siang Tang Lay tertawa, kembali ujarnya, “Oooh…. yaa tadi aku lupa bertanya, nona dalah anak

murid Kiu-tok Sianci yang ke berapa?”

“Kalau dibicarakan sungguh menyesal sekali, aku adalah Loo toa dan dibawahku masih ada dua

belas orang sumoay, Hoa Thian-hong adalah kekasih dari siau sumoayku!”

Mendengar perkataan itu Siang Tang Lay segera tertawa terbahak-bahak.

“Haah…. haah…. haah…. rupanya Leng hoa siancu dari Biau-nia Sam-sian, hampir saja aku

bersikap kurang hormat.”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

151

“Tidak berani,” jawab Leng hoa siancu tertawa, “sungguh tidak sedikit orang persilatan yang

diketahui oleh Siang locianpwee!”

“Aah! mana, mana….” sesudah berhenti sebentar, sambil tertawa sambungnya lebih jauh, “Terus

terang saja kukatan, sebenarnya kitab Kiam keng ini hendak kuhadiahkan kepada Hoa kongcu….”

Betul, seharuinya memang demikian tukas Leng hoa siancu dengan cepat.

Siang Tang Lang menghela napas panjang, ujarnya kembali, “Sayang sekali kesadaran otak Hoa

kongcu belum pulih, sekalipun aku bermaksud hendak menghadiahkan kitab Kiam keng ini

kepadanya, rasanya diperoleh Hoa kongcupun tak ada gunanya, bahkan kemungkinan besar

karena membawa benda mustika malahan jiwanya akan ikut melayang!”

“Engkau telah membohongi dirinya pergi kemana?” tanya Lan-hoa Siancu dengan dahi berkerut,

“dia adalah saudara dari saudara seperguruan kami kalau engkau berani mencelakai jiwanya

maka jangan salahkan kalau akupun akan bersikap kasar terhadap dirimu.”

“Aku pernah berhutang budi kepada Hoa tayhiap, karena beliau telah menyelamatkan selembar

jiwaku, tidak mungkin aku membalas air susu dengan air tuba dan malahan mencelakai jiwa Hoa

kongcu.”

Sesudah berhenti, sebentar sambungnya lebih jauh, “Aku telah memberitahukan suatu tempat

pada mereka dan sekarang Hoa kongcu telah pergi kesana untuk merawat penyakitnya.”

“Kemana? engkau jangan membohongi dirinya hingga pergi ke wilayah See ih”

“Haahh…. haahh…. haahh…. tentu saja tidak,” jawab Siang Tang Lay sambil tertawa terbahakbahak.

Setelah berhenti sebentar, sambungnya lebih jauh, “Ditempat ini banyak terdapat mata dan

telinga yang ikut mendengarkan pembicaraan kita, tempat dimana Hoa kongcu sedang merawat

penyakitnya nanti saja kuberitahukan kepada nona”

Lan-hoa Siancu segera mengangguk, tiba-tiba ia tuding ke arah kotak berwarna emas itu sambil

bertanya, “Benarkah isi diri kotak tersebut adalah Kiam Keng kitab ilmu pedang yang amat

berharga itu?”

Sedikitpun tidak salah, Siang Tang Lay tertawa dan mengangguk jerih payah Malaikat pedang Gi

Ko sepanjang hidupnya telah dicantumkan semua kedalam sejilid kitab yang sekarang berada di

dalam kotak tersebut.

“Menurut pendapatku, daripada engkau serahkan kepada orang lain yang tidak genab, lebih baik

serahkan saja kepada Hoa Hujin untuk menyimpannya kemudian baru diserahkan kepada Hoa

Thian-hong….”

Siang Tang Lay gelengkan kepalanya, ia menukas sambil tertawa, “Hoa Hujin telah mengambil

keputusan untuk berjuang sampai titik darah penghabisan, kalau memang ia telah ambil

keputusan untuk tidak keluar dari lembah Cu-bu-kok dalam keadaan hidup lagi, bukankah kitab

Kiam Keng ini daripada disimpan olehnya sama saja kalau diserahkan kepada orang lain….”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

152

Setelah berhenti sebentar sambungnya lebih jauh, “Cuma…. aku hanya akan serahkan kotak ini

kepada para jago untuk memandangnya belaka sedangkan kotak ini bakal diserahkan kepada

siapa sampai sekarang masih belum dapat dipastikan”

Lan-hoa Siancu tertawa terkekekeh-kekeh mendengar perkataan itu.

“Kalau memang boleh dipandang aku harus melihat dahulu!” ia berseru.

“Haah…. haah…. haahh nona, engkau benar-benar seorang gadis yang tinggi hati!”

Kepada muridnya yang membawa kotak emas tersebut serunya, “Hian cin serahkan Kiam keng

tersebut kepada nona itu agar diberikan….”

Pemuda yang bernama Hian cing itu segera mengiakan dengan membawa kotak emas tadi ia

segera maju kedepan dan mengangsurkan kedepan.

Lan-hoa Siancu segera menerimanya dan diperiksa dengan seksama, ia lihat kotak tersebut

panjangnya delapan cun dengan lebar empat cun, kotak tadi persis untuk menyimpan sejilid

kitab.

Warna kotak kuning keemas-emasan dan memancarkan cahaya tajam, diatas kotak terukirlah

dua buah huruf kuno yang berbunyi, “Kiam Keng” atau kitab pedang.

Akan tetapi kotak emas itu seakan-akan sebuah kotak yang berbentuk persegi tanpa celah atau

tempat membuka yang nyata, selu ruh kotak bersambungan antara yang satu dengan yang lain,

dengan rapat, sehingga membuat orang susah untuk menentukan mana bagian atas mana

bagian bawah, apalagi bagaimana cara untuk membukanya.

Dengan cermat Lan-hoa Siancu mengamatinya beberapa saat lamanya, akan tetapi ia gagal

untuk menemukan tanda yang mencurigakan, akhirnya sambil tertawa cekikikan ujarnya, “Bagus

sekali! tidak aneh kalau locianpwee bersikap begitu sosial, benda berhala yang tak ternilai ini

bersedia diberikan kepada orang lain dengan begitu saja, rupanya diatas kotak itu masih

terpasang pula alat rahasia….”

Siang Tang Lay segera tertawa terbahak-bahak.

“Haahh…. haah…. haah…. hati manusia sukar diduga, aku toh bukan seorang manusia tolol”

Terdengar Ciu It-bong berteriak keras, “Alat rahasia apa? bawa kemari, biar aku yang periksa!”

Lan-hoa Siancu mengerling sekejap ke arah jago tua itu dengan hati mendongkol, ejeknya,

“Huuuh….! kalau dilihat keadaanmu yang begitu gelisah macam monyet kepanasan, sedikitpun

tidak mirip sebagai orang kenamaan dalam dunia persilatan….!!”

“Kurang ajar, engkau ingin mampus?” bentak Ciu It-bong dengan gusarnya, telapak kirinya

diayun dan siap melancarkan sebuah serangan ke arah depan.

Lan-hoa Siancu berlagak pilon dan pura-pura tidak melihat akan datangnya ancaman tersebut,

sambil menggoncangkan kotak berwarna kuning emas itu ujarnya kembali sambil tertawa,

“Hmmm…. nampaknya isi kotak ini benar-benar adalah sejilid kitab….”

“Barang asli dengan nilai yang tinggi, kenapa aku musti memalsukan keaslian kotak tersebut?”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

153

Lan-hoa Siancu menutar biji matanya, tiba-tiba dengan wajah agak berubah serunya manja,

“Siang locianpwee, bagaimana sih caranya membuka kotak ini? aku pingin sekali kitab tersebut!”

Thong-thian Kaucu yang mendengarkan perkataan itu, segera merasakan hatinya agak

bergerak, pikirnya, “Gadis suku Biau paling romantis dan hangat, paras mukanya cantik jelita

bagaikan bunga bahkan mempunyai daya rangsang yang luar biasa andaikata aku bisa

mendapatkan gadis ini, ooh! betapa bahagianya dan nikmatnya hidupku….”

Berpikir sampai disini ia segera tertawa tergelak, serunya, “Siang sicu anak murid Kiu-tok Sianci

selamanya tidak pernah menggunakan pedang sekalipun kitab Kiam keng tersebut diperlihatkan

kepadanya pinto rasa tidak menjadi soal bukan?”

“Huuuh….! siapa yang suruh membaiki diriku?” seru Lan hoa Sian cu dengan wajah berubah.

Thong-thian Kaucu mengelus jeoggotnya dan kembali tertawa tergelak, “Haahh haahh haahhh

apakah engkau tidak ingin melihat sekejap kitab pedang tersebut?” serunya.

“Kitab pedang tersebut adalah suatu benda mustika yang diimpikan serta diinginkan oleh umat

persilatan di kolong langit” ujar Siang Tang Lay, “oleh karena itu kecuali majikannya yang

terakhir siapapun dilarang untuk melihat kitab tersebut!”

“Mengapa?” tanya Lan-hoa Siancu tercengang.

“Perduli siapapun asalkan orang itu dapat melihat kitab Kiam Keng tadi serta membaca sepatah

atau dua patah kata dari isinya maka kendatipun batok kepalanya bakal dipenggal ia tak akan

melepaskan tangannya”

“Apakah engkau sendiri telah membaca kitab tersebut?” tanya Ciu It-bong dengan dahi berkerut.

Siang Tang Lay gelengkan kepalanya dan tertawa

Kalau aku pernah membaca kitab tersebut tak mungkin kitab ini kuhadiahkan kepada orang lain.

“Hmmm! kalau memang belum pernah membaca dirimana engkau bisa tahu kalau kitab pedang

itu luar biasa isinya? siapa tahu kalau isinya cuma biasa saja dan tak ada yang hebat?”

Siang Tang Lay kembali gelengkan kepalanya berulang kali.

“Tahukah engkau, serangkaian ilmu silat yang kumiliki berasal dari mana?” ia bertanya.

“Bukankah ilmu silat dari Siang loo te berasal dari pelajaran gurumu….?”

Siang Tong Lay tersenyum dan menggelengkan kepalanya, walaupun ia tidak buka suara namun

semua orang mengetahui bahha ilmu silatnya bukan hasil pelajaran diri gurunya.

Ciu It-bong segera melotolkan sepasang matya bulat-bulat.

Kalau begitu pastilah ibu gurumu yang secara diam-diam wariskan kepadamu!”

“Haaahh…. haah…. haahh…. hanya ilmu silat dari Ciu Loo le yang di ajarkan ibu guru secara

diam-diam, rangkaian ilmu silat yang kumiliki tidak lain adalah hasil dari mempelajari catatan

kitab pedang yang terdiri dari beberapa huruf belaka itu.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

154

Pek Siau-thian yang mendengar pembicaraan tersebut sampai disitu segera merasakan hatinya

bergetar keras, pikirnya, “Tua bangka ini pasti omong kosong dan ngaco belo tidak karuan, dari

limapuluh delapan kata yang begitu singkat mana mungkin bisa menciptakan rangkaian ilmu silat

yang begitu ampuh dan luar biasanya”

Berpikir sampai disitu, secara diam-diam dia mengulangi kembali kelima puluh delapan patah

kata dari catatan ilmu pedang tersebut, ia merasa bahwa kelima puluh delapan patah kata itu

memang mengandung dasar ilmu silat yang sangat tinggi dan mendalam, setiap patah kata

mengandung perubahan dan pemecahan yang tak terhingga banyaknya, tetapi kalau dikatakan

ilmu silat yang dimiliki Siang Tang Lay seluruhnya didapatkan dari sana, hal ini kedengarannya

agak berlebihan.

Terdengar Ciu It-bong berkata, “Siang Loo te, hanya berdasarkan catatan ilmu pedang saja

engkau dapat memiliki ilmu silat selihay itu, kalau engkau mempelajari pula ilmu silat yang

tercantum dalam kitab Pedang, bukankah ilmu silatmu akan tiada tandingannya di kolong langit?

kenapa tidak sekalian kau pelajari kitab mustika tersebut?”

Siang Tang Lay mengerutkan dahinya lalu menjawab, “Ciu Loo te sekalipun aku tidak

mempelajari kitab pedang, dengan kepandaian silat yang dimiliki siapakah yang mampu

menandingi dirinya….

Sesudah berhenti sebentan, sambil tertawa lanjutnya, “Coba lihatlah Hoa Thian-hong, ia hanya

mengetahui beberapa patah kata yang paling depan saja tetapi ilm u pedangnya sudah mencapai

tarap yang sebegitu dahsyatnya sehin ga setiap jurus serangan yang dilepaskan mengandung

daya penghancur yang maha besar membuat Pek lo pangcu pun tidak mampu mempertahankan

diri!”

Diam-diam Ciu It-bong berpikir dalam hatinya, “Perkataan dari orang tua ini sedikitpan tidak

salah, kalau ditinjau dari peraturan yang berlangsung tadi, seandainya Pek Siau-thian tidak

segera mengacaukan pikiran Hoa Thian-hong mungkin sedari tadi ia sudah menemui ajalnya

diujung pedang bocah tersebut….”

Tiba-tiba terdengar Thong-thian Kaucu tertawa dan berkata, “Siang sicu, ucapanmu membuat

pinto jadi kegirangan sekali, aku rasa perkataan yang tak ada gunanya lebih baik tak usah

dibicarakan lagi, sekarang sudah sepantasnya kalau kau perlihatkan kitab pedang itu kepada

kami agar kami semua mengetahuii apakah kitab itu palsu atau tidak, kemudian persoalan lain

baru dibereskan kembali….”

“Hal ini sudah tentu saja” jawab Siang Tang Lay, ia segera berpaling ke arah Lan-hoa Siancu dan

berseru, “Nona engkau toh sudah melihat kotak itu, sekarang sudah sepantasnya kalau engkau

berikan kotak tadi kepada beberapa orang jago itu.

“Lan-hoa Siancu tertawa cekikikan.

“Hiih…. hiih…. hiih! aku merasa agak keberatan untuk melepaskan benda yang demikian

indahnya”

“Haaah…. haah…. haah…. setiap benda mempunyai pemiliknya, sekalipun kau merasa sayang

tapi apa boleh buat, benda itu toh bu kan menjadi milikmu.

“Hmmm! siapa yang kesudian dengan benda ini, sambil mencibirkan bibirnya Lan-hoa Siancu

segera melemparkan kotak emas itu kehadapan muka Pek Siau-thian, kemudian dengan hati

mendongkol kembali kedalam barak.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

155

Pek Siau-thian yang menyaksikan benda mustika itu terjatuh kehadapannya, ia segera

merasakan jantungnya berdebar keras, pikirnya, “Jangan-jangan inilah yang dinamakan takdir,

mungkinkah aku memang sudah ditakdirkan untuk merajai seluruh kolong langit?”

Berpikir sampai disitu, jago tua tersebut tak dapat menahan golakan perasaan dalam hatinya

lagi, ia segera berjongkok untuk mengambil kotak emas tersebut.

“Pek heng, jangan sentuh benda tersebut! tiba-tiba Thong-thian Kaucu membentak keras.

Sepasang telapak didorong kemuka, segulung angin pukulan yang dingin dan tajam dengan

cepat meluncur kedepan.

Ciu It-bong dengan tangan kirinya melancarkan pula sebuah pukulan yang maha dahsyat

kedepan.

Jin Hiang yang melihat kedua orang jago itu sudah turun tangan, ia segera ayun telapaknya

melancarkan pula satu pukulan gencar kedepan.

Tiga gulung angin pukulan yang maha dahsyat serentak menerjang ke arah Pek Siau-thian,

dimana gulungan angin puyuh menyambar lewat, terdengarlah desingan angin t jam yang

memekikan telinga.

Pek Siau-thian merasa terkejut bercampur gusar, ia segera menjejakkan kakinya dan meloncat

dua tombak ketengah udara untuk meloloskan diri dari serangan tersebut.

“Blaamm!” tiga gulung angin pukulan saling membentur satu sama lainnya menimbulkan pusaran

angin puyuh yang maha dahsyat, begitu kencang gulungan angin tersebut hingga mengibarkan

baju Pek Siau-thian.

Sementara kotak emas tadi masih tetap berada ditempat semula tanpa bergeser sedikit pun jua.

Pek Siau-thian melayang turun kembali keatas tanah dengan muka pucat bagaikan mayat, ia

berseru penuh kegusaran, “Thian Ik-cu kalau memang bernyali bagaoimana kalau kita berduel

lebih dahulu satu babak?”

“Eeei hidang kerbau tua”, teriak Ciu It-bong dengan cepat “engkau ditantang oleh Pek loo ji

hantam saja tua bangka itu masa engkau tidak berani?”

Thong-thian Kaucu tertawa terbahak-bahak.

“Haaah…. haah…. haahh Pek heng, hawa amarahmu benar-benar besar sekali, masa cuma

begitu raja engkau harus marah-marah besar?” serunya.

“Hmm! meskipun tabiat aku orang she Pek baik, aku tak akan mengalah untuk kedua kalinya

terhadap dirimu”

Sambil berkata kembali ia berjongkok untuk mengambil kotak emas tersebut.

Thong-thian Kaucu , Jin Hian dan Ciu It-bong saling bertukar pandangan sekejap, tiba-tiba

mereka ayunkan telapaknya dan bersama-sama melancarkan sebuah pukulan dahsyat kedepan.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

156

Ujung jari tangan Pek Siau-thian hampir saja menyentuh kotak emas tersebut ketika segera tibatiba

terdengar desingan angin tajam meluncur tiba, ia tahu dalam keadaan demikian bila dirinya

lanjutkan niat untuk mengambil kotak emas tersebut, kendatipun kotak tadi berhasil didapatkan

akan tetapi ia pun bakal terluka dibawah serangan gabungan ketiga orang itu.

Dalam keadaan apa boleh, buat terpaksa ia enjotkan badannya dan menerobos keluar melewati

celah antara angin pukulan yang di lancarkan Jin Hian dan Ciu It-bong.

Siang Tang Lay yang menyaksikan kejadian itu segera tertawa terbahak-bahak.

“Gerakan tubuh yang sangat indah, nama besar ketua perkumpulan Sin-kie-pang benar-benar

bukan nama kosong belaka….!”

Air muka Pek Siau-thian berubah jadi hijau membesi, ia maju sambil melancarkan serangan,

segulung angin puyuh yang tajam langsung menghantam keatas tubuh Thong-thian Kaucu .

“Pek heng, apakah engkau benar-benar ingin berkelahi” bentak Thong-thian Kaucu .

Tangan kirinya diayun memotong pergelangan musuh, tangan kanannya dengan jurus Im kay

kian jit atau awan hilang muncullah sang surya melancarkan satu pukulan kedepan.

Serangan tersebut tersembunyi dibalik ujung jubah kirinya dan dilancarkan secara tiba-tiba,

ancaman itu sangat bahaya dan luar biasa sekali.

Pek Siau-thian dalam gusarnya, penjagaan tubuhnya agak mengendor tapi dalam sekejap mata

otaknya dapat didinginkan kembali, menyak sikan datangnya serangan yang begitu dahsyat ia

tak berani menyambut dengan lawan keras, sepasang kakinya segera menjejak tanah dan

berkelit ke arah samping

Jin Hian yang berdiri dibelakangnya ketika menyaksikan Pek Siau-thian berdiri membelakangi

dirinya dalam jarak lima enam depa merasa amar girang, pikirnya, “Inilah kesempatan baik

bagiku untuk melukai dirinya apa yang harus kutunggu lagi?”

Tanpa mengucapkan sepatah katapun, secara diam-diam dia ayun telapaknya melancarkan

pukulan dahsyas.

***

SERANGAN yang dilancarkan ketiga orang itu tanya selisih waktu amat sedikit sekali. Ciu It-bong

ketika menyaksikan ada kesempatan baik segera memanfaatkan secara baik-baik, dengan badan

menempel diatas tanah ia bergeser kedepan dan menyambar kotak emas diatas tanah.

Begitu Ciu It-bong bergerak, Pek Siau-thian sekalian segera menyadari akan hal itu, Jin Hian

pertama-tama yang putar badan sambil melancarkan serangan ke arah Ciu It-bong, sedangkan

Pek Siau-thian dan Thong-thian Kaucu satu dari kiri yang lain dari kanan bersamaan waktunya

menubruk kedepan.

Ciu It-bong tertawa terbabak-bahak, setelah berhasil menyambar kotak emas tersebut, tubuhnya

segera menggelinding kesamping menghindarkan diri dari hantaman ketiga orang itu.

Diantara keempat anggota badannya ada tiga diantaranya telah cacad, sisa sebuah tangan yang

dimilikinya digunakan untuk memegang kotak emas tersebut, dengan sendirinya ia tak ada

kemampuan untuk melakukan serangan lagi.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

157

Maka telah lolos dari ancaman musuh, ia segera berdiri tegak ditempat semula tanpa berkutik,

Thong-thian Kaucu , Pek Siau-thian dan Jin Hian pun secara otomatis menghentikan serangannya

sambil mengurung Ciu It-bong rapat-rapat.

Haruslah diketahui tiga bibit bencana dari dunia persilatan ini dapat hidup berdampingan selama

banyak tahun tanpa mengalami bentrokan, apapun hal ini disebabkan kekuatan dari ketiga belah

pihak seimbang dan sama kuat, ilmu silat yang dimiliki ketiga orang pemimpin merekapun

seimbang pula, andaikata ada satu pihak berhasil melampaui kekuatan pihak yang lain maka hal

ini akan dianggap sebagai ancaman bahaya bagi kedua belah pihak yang lain, karena itulah rasa

curiga dan was-was diantara sesama pihak sangat tebal dan kuat sekali.

Kotak tersebut berisikan kitab pedang yang tak ternilai harganya, seandainya benda berharga itu

sampai terjatuh ketangan Pek Siau-thian dan berhasil dibawa kabur, maka kejadian ini akan

merupakan mara bahaya yang besar sekali bagi keamanan dua golongan lainnya.

Sebaliknya kalau terjatuh ketangan Ciu It-bong, maka keadaannya lain sebab masing-masing

pihak tidak usah merisaukan salah satu pihak diantara mereka akan melampaui kekuatan

mereka.

Cui It Bong hanya ada musuh dan tak punya kawan, orang sendiripun tahu bahwa posisinya

dalam lembah Cu-bu-kok pada saat ini sangat tidak menguntungkan, walaupun pada saat ini ia

berhasil mendapatkan kotak emas tersebut, akan tetapi untuk membawa kabur kotak emas itu

dari kepungan musuh jelas bukan suatu pekerjaan yang gampang.

Diam-diam ia segera berpikir didalam hatinya, “Perduli amat bakal mati atau hidup, aku harus

bertarung lebih dahulu dengan mereka kemudian baru diputuskan lagi….”

Berpikir sampai disini, ia segera mendongak dan tertawa ter-babak-bahak, serunya, “Siang loo ji,

seandainya isi kotak ini bukan kitab pedang, melainkan adalah seekor ular beracun….”

Belum habis ia berkata tiba-tiba air mukanya berubah hebat, kelima jarinya mengendor dan

hampir saja kotak emas itu terjatuh dari genggamannya.

Thong-thian Kaucu yang menyaksikan hal itu segera tertawa, serunya, “Ciu tua apakah

tanganmu telah digigit ular beracun? cepat lemparkan kotak tersebut kemari”

Ciu It-bong memutar sepasang biji matanya kemudian berteriak keras, “Jin Hian, engkau telah

merampas pedang emasku, sekarang biarlah kotak ini kuserahkan pula kepadamu!”

Sambil berkata ia segera melemparkan kotak emas tersebut kedepan.

Jin Hian bukan seorang yang bodoh mendengar seruan tersebut diam-diam pikirnya dalam hati,

“Ciu It-bong mempunyai hubungan dendam yang amat mendalam dengan diriku, tak mungkin ia

berikan kotak tersebut kepadaku dengan rela hati, dibalik kejadian ini pasti ada permainan

setannya.”

Berpikir sampai disitu, sebelum ia sempat ambil keputusan, kotak emas tadi telah meluncur

kehadapannya.

Terbayang bahwa benda itu adalah sebuah benda mustika yang sukar didapatkan kendatipun

harus beradu jiwa, buru-buru ia menggulung ujung bajunya dan menangkap kotak emas itu

dengan dilapisi kain baju pada tangannya.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

158

Ketika sorot matanya dialihkan kedepan maka tampaklah kelima jari tangan Ciu It-bong dalam

waktu singkat telah berubah jadi hitam membekas, wajahnya yang semula berwarna merah

bercahayapun kini dilapisi oleh hawa hitam, sekilas memandang dapat diketahui orang itu sudah

terkena sejenis racun keji yang sangat lihay.

Pek Siau-thian yang menyaksikan kejadian itu diam-diam berpikir dalam hatinya, “Sungguh

berbahaya! sungguh berbahaya! tadi, seandainya benda tersebut berhasil kudapatkan, maka

orang yang keracunan pada saat ini bukan Ciu tua melainkan adalah aku….”

Makin berpikir ia merasa semakin ngeri sehingga tanpa terasa keringat dingin mengucur keluar

membasahi tubuhnya.

Terdengar Thong-thian Kaucu tertawa dan berkata, “Pek heng, jangan lupa dengan budi

pertolongan yang kuberikan kepadamu lho”

“Hmm! Pek Siau-thian mendengus dingin, aku tak nyana kalau kaucu adalah orang yang berhati

haik, kalau begttu aku telah salah menuduh orang!”

Sreeet….! terdengar Jin Hian merobek ujung bajunya dan digunakan untuk membungkus kotak

emas tersebut, setelah itu ia merobek pula ujung baju yang lain untuk melapisi bungkusan yang

pertama tadi, setelah itulah dengan membawa kotak emas tadi ia berlalu dari gelanggang.

Thong-thian Kaucu dan Pek Siau-thian segera saling bertukar pandangan sekejap dua orang itu

dengan cepat menggerakkan tubuhnya menghadang jalan pergi Jin Hian.

Melihat jalan pergi dihadang, ketua dari perkumpulan Hong-im-hwie itu segera melototkan

matanya bulat-bulat sambil tertawa dingin, tegurnya, “Apa maksud kau berdua menghalangi

jalan pergi? apakah kalian hendak menantang aku untuk bergebrak?”

Thong-thian Kaucu segera tertawa terbahak-bahak, sahutnya, “Haah haah haah…. Jin Hian

jangan lupa, tiga maha besar dan dunia persilatan telah mengadakan perjanjian kerja sama”

“Heeh…. heeh…. heeh….! aku ssma sekali tidak melupakan akan hal itu” jawab Jin Hian sambil

tertawa dingin, tetapi aku masih ingat bahwa perjanjian tersebut hanya menyangkut tentang

pertahanan dan penyerangan, toh tidak ada larangan yang tidak memperkenankan aku untuk

menerima hadiah dari sahabat, “Orang Persilatan lebih mengutamakan soal setia kawan, kalau

memang diantara kita sudah terikat oleh perjanjian maka itu berarti ada kesusahan dipikul

bersama ada kebahagiaan dinikmati bersama, andaikata Jin heng begitu tamak dan lupa pada

teman, apakah tindakan itu tak akan mengecewakan hati sahabat lainnya?”

Sreeet! Sreeet! desiran angin tajam berkelebat lewat, Yan-san It-koay dan Liong-bun Siang-sat

tiga jago din parkumpulan Hong-im-hwie segera menceburkan diri kedalam arena.

Menyaksikan tindakan musuh, Pek Siau-thian segera mendengus dingin, serunya, “Orang-orang

dari perkumpulan Hong-im-hwie banyak apakah dari pihak Sin-kie-pang ke-kurangan manusia?”

Sambil berkata ia segera ulapkan tangannya….

Cukat racun Yau Sut dengan cepat memimpin belasan orang pelindung hukum dari panji kuning

terjunkan diri pula kedalam gelanggang dan mengepuug Yan-san It-koay serta Liong-bun Siangsat

erat-erat, suasana seketika berubah jadi tegang dan serius, salah bicara sepatah kata saja

pasti akan menimbulkan benturan hebat.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

159

Diam-diam Jin Hian segera berpikir, “Kalau terjadi bentrokan saat ini, sudah jelas pihak Thongthian-

kauw akan membantu perkumpulan Sin-kie-pang, dalam keadaan tercekat perkumpulan

Hong-im-hwie kami pasti akan mengalami kerugian besar.

Berpikir sampai disini, terpaksa ia menahan hawa amarah yang berkobar dalam dadanya, ia

berseru.

“Pek heng, apakah engkau siap bentrok lebih dahulu dengan perkumpulan Hong-im-hwie kami?”

Siaute sudah terdesak oleh keadaan, mau jadi sahabat atau musuh terserah pada pilihan Jin

heng sendiri.

Pek Siau-thian adalah satu-satunya orang yang pernah menyaksikan sendiri kehebatan catatan

kitab pedang, bagi dirinya daya tarik kitab pedang tersebut jauh melebihi siapapun juga,

sekalipun harus terjadi bentrokan langsung dengan pihak lain, ia tak akan membiarkan Kitab

Pedang tersebut terjatuh kepihak lain.

Sementara itu Thong-thian Kaucu telah tertawa keras dan berkata, “Jin heng, semua orang

gagah di kolong langit telah berkumpul semua dalam lembab Cu-bu-kok ini, mati hidup tiga

kekuatan besar dalam dunia persilatan harus ditentukan didalam pertemuan besar Kian ciau

tayhwee ini, aku harap engkau berpikir tiga kali sebelum bertindak.

Jin Hian segera alihkan sorot matanya melirik sekejap ke arah rombongan yang dipimpin oleh

Hoa Hujin, kemudian melirik pula ke arah kelompok makhluk setan tersebut secara tiba-tiba ia

merasakan hatinya bergidik pada saat itu juga ia merasa betapa lemah dan kecilnya kekuatan

dari perkumpulan Hong-im-hwie, dalam suasana menang kalah sulit diramalkan, menggunakan

kekerasan hanya akan merugikan pihaknya sendiri.

Sebagai seorang jJago kawakan yang berakal panjang, ia segera merasakan gelagat yang sangat

tidak menguntungkan pihaknya, dengan wajah serius segera katanya, “Isi kotak emas ini belum

tentu adalah kitab pedang, bagaimanakah menurut pendapat too heng?”

“Menurut pendapat pinto, tidak mungkin Siang sicu menghadiahkan benda mustika kepada kita

semua, apa salahnya kalau Jin heng berusaha untuk membuka kotak emas itu lebih dahulu serta

melihat apakah isi kotak itu yang sebenarnya….”

“Hmm! diatas kotak emas ini terlapis racun yang sangat keji, dalam keadaan situasi seperti ini,

aku tidak ingin menempuh bahaya yang sama sekali tak ada gunanya!”

Thong-thian Kaucu tersenyum.

“Kalau memang Jin heng tidak ingin menempuh bahaya, bagaimana kalau pinto saja yang

mewakili? kalau isi kotak emas itu bukan kitab pedang yaa sudahlah tapi kalau isinya memang

kitab pedang maka kita dapat membaginya jadi tiga bagian, setiap golongan mendapat satu

bagian bukankah hal ini merupakan suatu kejadian yang sangat bagus?”

Diam-diam Jin Hian menilai keadaan disekitarnya, ia merasa kecuali bertindak demikian, rasanya

meming tiada jalan lain lagi, maka koak emas tersebut segera dilemparkan kedapan, ujarnya

dengan suara dingin, “Kitab pedang tersebutt berada disini. Nah, benar atau tidaknya silahkan

too beng periksa sendiri”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

160

Ketika kotak tersebut dilemparkan ketanah, tenaga sambitan yang dipergunakan adalah tenaga

Im yang lunak serta tenaga Yang yang kuat.

Ketika kotak emas tersebut dilemparkan ke arah depan Thong-thian Kaucu , sewaktu mencapai

ditengah jalan mendadak berubah jadi kilatan cahaya emas dan meluncur makin dahsyat

kedepan.

“Tua bangka ini benar-benar kejam!” maki Thong-thian Kaucu didalam hatinya.

Teringat akan racun keji yang berada di atas kotak emas tersebut, hingga mengakibatkan Ciu Itbong

yang lihaypun kena dipecundangi, maka sebagai seorang manusia yang licik imam tua itu

merasa bahwa lebih baik kehilangan muka danpada menempuh bahaya dengan percuma.

Menyaksikan kotak emas tersebut meluncur datang, tangannya dengan cepat berputar

melancarkan satu pukulan berhawa lunak ke depan untuk menahan daya luncur kotak tadi….

Sreeet! kotak emas tersebut dengan membentuk gerakan satu lingkaran busur segera terjatuh

kembali keatas tanah.

Terdengar Siang Tang Lay tertawa terbabak-bahak dan mengejek, “Haaah…. haah…. haah….

Tootiang, engkau musti berhati-hati, siapa tahu kalau isi kotak emas itu bukan kitab pedang

malaikat adalah obat peledak yang maha dahsyat dan maha keji?”

“Ucapan Siang beng sedikitpun tidak salah, berhati-hati memang merupakan tindakan yang jitu”

Imam tua tersebut segera berpaling dan berseru keras, “Cing liang, bukalah kotak emas itu dan

coba periksa benda apa yang tersimpan dalam kotak tersebut!”

Dari dalam barak berjalan keluar seorang imam kecil berbaju merah, setelah memberi hormat

kepada Thong-thian Kaucu , ia menge- nakan seperangkat sarung tangan terbuat dari kulit

menjangan dan segera memungut kotak emas tadi.

Sarung tangan kulit menjangan itu adalah sarung tangan yang di pergunakan untuk melepaskan

pasir beracun, Cing lian meminjam dari rekan seperguruannya sebelum maju ke tengah

gelanggang, oleh karena itu dapatkah dipergunakan untuk menahan racun keji yang melekat

diatas kotak emas tersebut, ia tak punya keyakinan.

Baru saja kotak emas itu dipegang ditangan, keringat dingin terasa mengucur keluar membasahi

seluruh tubuhnya, jantung berdebar keras dan hatinya bergidik.

Ketika kotak emas itu diteliti dengan seksama, ternyata kotak itu terdiri dari satu wadah yang

utuh tanpa sambungan, persis bagaikan sekeping batang emas, ketika kotak tadi digoncangkan

maka terasa isinya berupa sejilid kitab, cuma saja walaupun sudah dicari kian kemari letak

tombol rahasia untuk membuka kotak tersebut belum ketemu juga.

Dalam pada itu sorot, mata semua orang yang ada didalam lembah bersama-sama ditujukan

keatas tangan Cing lian, ketika melihat imam cilik itu membolak balikkan kotak emas tersebut

tanpa berhasil menemukan alat rahasianya hingga hati jadi gelisah dan keringat mengucur tiada

hentinya, para jago ditepi gelanggangpun ikut merasa gelisah.

Tiba-tiba dari dalam barak berkumandang suara teriakan seseorang, “Coba gosoklah tulisan Kiam

keng tersebut dengan jari tanganmu….!”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

161

Mendengar teriakan tersebut Cing lian segera menggosok tulisan Kiam keng tadi dengan jari

tangannya, tetapi keadaan kotak tersebut masih tetap seperti sedia kala, sedikitpun tiada

berubah apapun jua.

Mendadak Thong-thian Kaucu berseru, “Papas saja kotak emas itu dengan senjata, tapi engkau

musti berhati-hati, jangan sampai merusak isi kotak tersebut….”

Cing lian letakkan kembali kotak emas tadi keatas tanah, kemudian cabut keluar sebilah pedang

pendek yang memancarkan cahaya tajam.

Pedang pendek tersebut memancarkan sinar yang amat menyilaukan mata, membuat siapapun

yang melihat segera akan mengetahui bahwa pedang tersebut adalah sebilah pedang mustika

yang tajamnya bukan kepalang.

Cing lian segera menggerakkan pedang pendeknya membacok kotak emas itu…. Criiing! cahaya

tajam berkilauan, ketika ujung pedang tersebut menggurat diatas permukaan kotak, ternyata

kotak tadi masih tetap utuh dan sedikitpun tidak meninggalkan bekas.

Menyaksikan hal itu para jago yang berada didalam barak sama-sama memperdengarkan jeritan

kaget.

Jago lihay yang hadir dalam lembah Cu-bu-kok banyak sekali, semua orang dapat melihat betapa

tepatnya babatan pedang yang dilancarkan oleh Cing liang tersebut, tetapi kenyataan

membuktikan lain, ternyata kotak emas itu masih tetap utuh seperti sedia kala, dan pedang yang

begitu tajam pun sama sekali tidak mempan, kejadian ini membuat orang-orang tidak habis

berpikir.

Merah padam selembar wajah Cing lian karena kegagalannya itu, dengan cepat ia tenangkan

hatinya dan sekali lagi melancarkan babatan ke arah kotak emas tadi.

Ia merupakan murid kebanggaan dari Thong-thian Kaucu , baik ilmu pedang maupun tenaga

dalamnya telah mencapai puncak kesempurnaan, benda sekeras dan sekuat apapun bila

termakan babatan pedangaya ini niscaya akan terpapas dan kutung.

Siapa tahu ketika cahaya tajam berkelebat lewat, kotak emas itu masih tetap utuh sepeati sedia

kala, sedikitpun tidak mengalami cedera apapun juga.

Pek Siau-thian merasakan jantungnya berdebar keras, pikirnya, “Cukup melihat wadah kotak

emas itu sudah menunjukkan suatu benda mustika yang tak ternilai harganya, benda yang

tersimpan dalam kotak emas itu jelas jauh lebih tak ternilai harganya”

Jalan pikiran Jin Hian maupun Pek Siau Thiin tidak berbeda satu sama lainnya, dua orang itu

sama-sama merasakan jangtungnya ber debar dan wajahnya berubah jadi merah padam,

disamping itu otak merekapun bekerja keras untuk mengambil Keputusan tentang tindakan

selanjutnya, mereka semua berpendapat bahwa kotak itu tak boleh sampai terjatuh ketangan

pihak lain.

Tiba-tiba terdengar Thong-thian Kaucu membentak keras.

“Bawa kemari pedang mustika Boan liong poo kiam ku!”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

162

Mendapat perintah tersebut, Cing lian buru-buru kembali kedalam barak dan sejenak ke-mudian

telah muncul kembali sambil membawa sebilah pedang antik yang berkulit kuda, pada gagang

pedang terukir seekor naga yang sangat indah dan mempersonakan hati.

Thong-thian Kaucu segera mencekal sarung pedang dengan tangan kiri, gagang pedang dengan

tangan kanan…. Criing! sekilas cahaya hijau memancar keempat penjuru dan tahu-tahu

muncullah sebilah pedang mustika yang amat tajam.

“Pedang bagus!” puji Siang Tang Lay tanpa terasa.

Begitu pedang tadi dicabut keluar orang yang berdiri beberapa tombak disekelilingnya seketika

merasakan hawa dingin yang merasuk ketulang sum sum.

Sudah lama orang kangou mendengar bahwa Thong-thian Kaucu memiliki sebilah pedang

mustika Boan liong Poo kiam yang tajam tetapi semua orang selain anggota perkumpulan hanya

pernah mendengar belum pernah melihat sendiri, sekarang setelah melihat ketajaman pedang

tadi, diam-diam semua orang merasa kagum dan memuji tiada hentinya.

Thong-thian Kaucu tersenyum bangga, katanya, “Pedang ini ketajamannya luar biasa dan tiada

benda yang mampu menandingi ketajamannya, tapi kalau memang tusukan pedang ini pun tak

berhasil, yaa…. apa boleh buat lagi!”

Perlahan-lahan ia maju kedepan, ujung pedangnya ditempelkan diatas kotak emas itu kemudian

mengerahkan tenaganya dan menusuk kebawah.

Siang Tang Lay tertawa katanya, “Kaucu kau harus berhati-hati, andaikata kitab pedang yang

berada didalam kotak itu sampai hancur dan rusak waah kerugian yang harus diderita cukup

besar….”

Thong-thian Kaucu tetap membungkam dalam seribu bahasa, ujung pedangnya perlaan-lahan

ditusuk kebawah dengan bawa murni disalurkan kedalamnya, siapa tahu kotak emas itu tetap

utuh tanpa cidera, entah terbuat dari bahan keras apa, tusukan pedang yang demikian tajampun

sama sekali tidak berhasil melubanginya.

Peristiwa ini benar-benar merupakan suatu kejadian yang luar biaaa, semua orang diam-diam

merasa terperanjat, dan tanpa terasa akibat pengaruh kotak emas tadi, nilai kitab pedang yang

berada didalamnyapun secara tiba-tiba meningkat sampai sepuluh kali lipat.

Thong-thian Kaucu bukan manusia sembarangan, sekali mencoba saja ia sudah tahu bahwa

dengan ketajaman pedang boan liong poo kiam-nya, kotak emas itu masih tetap tidak terbuka,

daripada ditawarkan orang hingga dirinya jadi malu atau pedang kesayangannya makin rusak,

imam tua itu segera masukkan kembali pedangnya kedalam sarungnya.

Setelah itu sambil acungkan jempolnya ia berseru kepada diri Siang Tang Lay, “Siang heng,

benda itu benar-benar luar biasa sekali, pinto merasa sangat kagum!”

“Benda peninggalan orang kuno memang hebat, engkau tak usah memuji diriku sebab benda itu

bukan aku yang buat”

“Siang Tang Lay!” seru Pek Siau-thian pula sambil menyeringai seram, “engkau pasti mengetahui

bukan bagaimana caranya membuka kotak emas tersebut?”

“Tentu saja tahu!”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

163

“Dan rahasia itu tak mungkin engkau bongkar dihadapan kami bukan….?” seru Pek Siau-thian

lagi sambil tertawa dingin.

“Aaah! belum tentu demikian”

Setelah berhenti sebentar sambil tertawa, ujarnya lagi, “Engkau pernah membaca seluruh isi dari

catatan kitab pedang itu, berarti bahwa engkau termasuk juga anak murid dari malaikat pedang

Gi Ko, bila kitab pedang ini diwariskan kepadamu rasanya pilihanku ini adalah paling tepat.”

Thong-thian Kaucu yang mendengar perkataan itu segera tertawa terbahak-bahak, ejeknya,

“Haahh…. haahhh…. haahhh…. Pek heng, aku harus mengucapkan selamat kepadamu, kiong bi,

kiong hi….”

Dengan gusar Pek Siau-thian mendengus sambil menengok ke arah Siang Tang Lay, kembali

serunya, “Engkau tak usah bermain licik, bagaimana caranya membuka kotak emas ini harap

segera diutarakan keluar!”

Ia ingin tahu bagaimana caranya membuka kotak itu tapi tidak ingin Siang Tang Lay

mengatakannya sekarang karena disitu ada dua orang musuhnya, pikiran ini membuat hatinya

jadi serba salah.

Terdengar Siang Tang Lay berkata, “Engkau pernah membaca kitab Kiam keng bu kui, asal isi

dari catatan tersebut kau selami dan yakini dengan seksama, aku tanggung tidak sampai tiga

tahun engkau sudah mampu jadi seorang tokoh maha sakti di kolong langit”

Mendengar ucapan tersebut, Thong-thian Kaucu dan Jin Hian saling bertukar pandangan, pikir

mereka hampir berbareng.

“Kalau ini hari Pek Siau-thian berhasil kabur dari sini dalam keadaan selamat, itu berarti tiga

tahun kemudian kami semua sudah bukan tandingannya lagi, pada waktu itu bukankah

perkumpulan Sin-kie-pang dapat menguasai seluruh kolong langit tanpa seorangpun mampu

menandingi kehebatannya….?”

Sementara itu Siang Tang Lay telah melanjutkan kembali, katanya, “Berbicara tentang cara untuk

membuka kotak emas tersebut sebenarnya amat sederhana sekali, cukup kalian….”

Tiba-tiba sesosok bayangan berkelebat lewat, Ciu It-bong sambil menempel tanah menggelinding

kemuka dan menyambar kotak emas tersebut kemudian setelah berhasil mendapatkan benda itu

ia menggelinding kembali menjauhi tempat itu.

Baik Thong-thian Kaucu maupun Pek Siau-thian sekalian cuma bisa berdiri tertegun menyaksikan

tindakan nekad itu untuk mencegah jelas sudah tak mungkin lagi terpaksa mereka tidak ambil

tindakan apa-apa.

Ketika pertama kali berhasil merampas kotak emas itu, Ciu It-bong sama sekali tak menyangka

kalau diatas kotak sudah dipolesi racun yang sangat keji sesudah keracunan hebat buru-buru dia

salurkan hawa murninya dan memaksa racun keji yang bersarang dalam tubuhnya itu berkumpul

didalam sepasang kakinya yang cacad dengan begitu untuk sementara waktu jiwanya berhasil

diselamatkan.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

164

Setelah kotak emas itu terjatuh ketanah dan Thong-thian Kaucu serta Pek Siau-thian sekalian

saling berusaha untuk mendapatkan kotak tersebut tanpa seorangpun berhasil memperolehnya

diam-diam kakek she Ciu ini menyusun rencana untuk merebut kembali.

Saat yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba juga, ketika perhatian semua orang sedang ditujukan

ke arah Siang Tang la, dengan satu gerakan tubuh yang sangat cepat dan diluar dugaan ia

menggelinding kesamping kotak emas itu dan merebutnya kembali tapi kali ini tak berani

menyentuh kotak emas itu dengan jari tangannya lagi.

Dalam keadaan yang serba tergesa-gesa, ujung bajunya segera dikibaskan keatas tanah untuk

menggulung kotak emas itu kemudian benda tadi barulah dipegang dengan alas kain.

Begitulah setelah menyaksikan kotak emas tadi terjatuh kembali ketangan Ciu It-bong, sambil

tertawa Siang Tang Lay segera berkata, “Eeei…. manusia yang bernama Ciu It-bong apakah

engkau ingin tau bagaimana caranya membuka kotak emas tersebut?”

Ciu It-bong menyeringai dan tertawa seram.

“Heehh…. heehh…. heehh…. bagiku tahu juga boleh tidak tahupun tidak menjadi soal!”

“Jumlah yang banyak akan menangkan jumlah yang sedikit, seorang lelaki sejati tak akan sudi

melayani kerubutan orang banyak, aku lihat dalam perebutan kitab Kiam keng kali ini, lebih baik

engkau mengundurkan diri saja! ejek Siang Tang Lay sambil tertawa.

Ciu It-bong tertawa terbahak-bahak, suaranya menyeramkan sekali, pikirnya dihati, “Racun keji

yang berada diatas kotak emas ini sudah pasti merupakan hasil perbuatan dari gadis-gadis suku

Biau itu, tapi…. mereka toh merupakan orang-orang muda dari angkatan yang lebih rendah, aku

malu kalau musti minta obat penawar dari mereka….!”

Otaknya berputar sebentar, kemudian dengan dingin, serunya, “Meskipun kotak emas ini tidak

mempan dibacok dengan pisau atau kampak, aku rasa ii tak akan mampu menahan hawa panas,

tenaga dalamku sudah kusalurkan kedalam kotak emas ini, jika kalian berani berkutik secara

gegabah maka perduli amat isi kotak ini adalah kiam keng yang asli atau tidak, aku tanggung

isinya tentu akan hancur jadi abu dan sepatah katapun tak akan tersisa!”

Terperanjat hati Pek Siau-thian, setelah mendengar ancaman tersebut, ketiga orang itu segera

bersiap sedia melancarkan tubrukan.

Ciu It-bong melototkan sepasang matanya bulat-bulat, hardiknya, “Barang siapa berani

sembarangan bergerak, aku akan segera musnahkan kitab Kiam keng ini lebih dahulu, agar

impian indah ka lian segera hancur dan musnah tanpa bekas!”

Thong-thian Kaucu tertawa terbahak-bahak.

“Haah…. haahh…. haah…. Pek heng, Jin heng” katanya, “tua bangka ini mampu melakukan apa

yang telah dia katakan, ia tidak akan memperdulikan apa dosanya menghancurkan khien,

memegang burung bangau…. lebih baik kita mengalah satu tindak kepadanya!”

Mendengar perkataan itu, terpaksa Pek Siau-thian dan Jin Hian membuyarkan himpunan hawa

murni mereka dalam telapak, dengan pandangan dingin mereka menatap wajah Ciu It-bong dan

ingin melihat permainan setan apa lagi yang hendak ia lakukan.

Ciu It-bong tertawa seram.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

165

“Heehh…. heehh…. heehhh Siang too ji serahkan obat pemunah kepadaku!” teriaknya

Mendengar permintaan itu Siang Tang Lay tersenyum.

“Kenapa engkau minta obat pemunah kepadaku? toh kotak emas milikku itu sama sekali tidak

mengandung racun!”

“Hmmm!…. aku tidak mau ambil peduli akan soal itu barang tersebut pokoknya milik mu maka

aku hanya minta pertanggungan jawab dari dirimu saja” seru Ciu It-bong sambil tertawa dingin

tiada hentinya.

“Engkau memang pandai sekali mencari gara gara….

Setelah berhenti sebentar, sambil tertawa Siang Tang Lay melanjutkan kembali kata-katanya,

“Aku pernah dengar orang berkata, menghadapi orang yang tamak akan harta sekali pun uang

sudah berada ditangan akhirnya toh harus berkurang kembali….

Lan-hoa Siancu yang duduk dalam barak segera tertawa merdu, selanya dengan suara lantang,

“Siang loocianpwee rupanya engkau sedang menyindir kami? hati-hati dengan perkataanmu!”

“Haahh…. haahh…. haahh…. aku orang tua tidak berani melakukan perbuatan itu!”

Hoa Hujin segera berpaling ke arah Lan-hoa Siancu dan berbisik dengan suara rendah, “Meninjau

situasi yang terbentang pada saat ini, kehadiran Ciu It-bong ditempat ini sangat menguntungkan

pihak kita, nona! berikan obat pemunah tersebut kepadanya!”

Lan-hoa Siancu mengangguk, dia bangkit berdiri dan melayang kehadapan Ciu It-bong katanya,

“Huuh….! engkau siorang tolol yang goblok dan berangasan, bisanya cuma merepotkan orang

saja!”

Ia merogoh kesakunya dan ambil keluar sebutir pil obat berwarna merah kemudian dilemparkan

kemuka.

Jilid 9

Ciu It-bong hendak menerima obat itu dengan tangannya tiba-tiba satu ingatan berkelebat dalam

benaknya, ia segera berpikir, “Gadis dari suku Biau ini nampaknya saja berparas muka cantik

jelita padahal sekujur badannya penuh dengan racun, aku tak boleh sampai menyentuh setiap

benda miliknya.”

Berpikir sampai disitu, dengan suara dingin ia lantas berkata, “Aku hanya minta obat penawar

dari Siang Tang Lay, kebaikan hati orang lain tidak sudi kuterima dengan begitu saja.”

Mendengar perkataan itu, Lan-hoa siancu segera mengernyitkan sepasang alis matanya, ia

berkata, “Aku sih tak mau tahu apakah yang dinamakan kitab Kiam keng, obat penawar hanya

ada sebutir kalau kau tak sudi menerimanya aku akan berikan kepada orang lain agar engkau

terpaksa musti tunduk dibawah perintah dan gertakannya!”

“Bagus….! bagus sekali….!” sambung Tong tiang kaucu sambil tertawa, “kalau memang begitu,

harap nona serahkan obat pemunah tersebut kepada pinto!”

“Bagus! aku memang punya maksud untuk berbuat begitu”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

166

Ciu It-bong jadi sangat terperanjat, ia segera membuka mulutnya dan mengisap ke tanah, obat

penawar yang masih berada dalam genggaman Lan-hoa Siancu itu dengan cepat meluncur

kedepan dan masuk kedalam perutnya.

Tapi, setelah obat itu masuk ke perut, ia baru teringat kembali bahwa perempuan dari suku Biau

itu sangat beracun, andaikata pil itu mengandung racun yang jauh lebih keji, bukankah selembar

jiwanya bakal mampus dengan lebih cepat?

Teringat akan mara bahaya yang mengancam jiwanya, jadi gugup dan gelagapan sendiri, paras

mukanya berubah sangat hebat.

“Nona, kembali ketempat dudukmu!” tiba-tiba Hoa Hujin berseru kembali dengan suara lantang.

Hoa Hujin sama sekali tidak menunjukkan sikap marah tapi wibawanya besar sekali, kendatipun

Biau-nia Sam-sian tiga dewi dari wilayah Biau termasuk manusia-manusia berwatak tinggi hati

dan tak sudi tunduk kepada orang lain, namun mereka tak berani membangkang maksud hati

perempuan berwajah agung itu.

Ketika mendengar namanya dipanggil, tanpa mengucapkan sepatah katapun Lan-hoa Siancu

tergesa-gesa kembali ke baraknya.

Obat racun dari perguruan Kiu-tok Sianci memang tersohor akan kelihaiannya, namun seteleh

menelan obat penawar itu,racun tersebut pun menyurut dengan cepatnya.

Setelah Ciu It-bong menelan obat penawar tadi, beberapa saat kemudian racun keji yang

bersarang dalam tubuhnya telah lenyap tak berbekas, diam-diam ia bersyukur karena hal itu.

Setelah meletakkan kotak emas tadi didepan tubuhnya, dengan suara lantang kakek cacad ini

berseru, “Siang loo te, sebenarnya bagaimana sih caranya untuk membuka kotak emas ini?”

“Oooh….! baru saja engkau menyebut aku sebagai Looji atau tua bangka, sekarang engkau telah

menyebut aku dengan panggilan Loo te, dingin panasnya perasaan manusia selalu memang

begitu, aaai….! apa tidak membuat hati orang jadi bergidik?”

Ciu It-bong tertawa terbahak-bahak….Haahhh…. haahh…. haahhh…. itulah yang dinamakan

harga barang pagi dan malam jauh berbeda, sudah! engkau tak usah banyak bicara lagi cepatlah

kita bicarakan persoalan pokok!”

Siang Tang Lay tersenyum, paras mukanya berubah jadi serius dan serunya, “Dalam kotak emas

itu sama sekali tidak terdapat alat rahasia apa-apa, benda itu merupakan satu kesatuan yang

bulat dan tiada cara untuk membukanya!”

“Kentut busuk!” tukas Ciu It-bong dengan mendongkol, “kalau benda itu merupakan satu

kesatuan yang bulat, bagaimana caranya kitab Kiam keng itu bisa menerobos masuk

kedalamnya?”

Bukannya gusar Siang Tang Lay malah tertawa.

“Benda ini merupakan hasil karya dari seorang cendekiawan pada jaman dahulu kala, sudah

tentu aku sendiripun tidak tahu bagaimana caranya kitab tersebut bisa masuk ke dalam kotak

tersebut!!”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

167

“Jadi sebetulnya engkau sudah pernah membaca isi kitab Kiam keng itu atau tidak?”

“Aku belum pernah membaca isinya!” jawab Siang Tang Lay sambil menggeleng.

“Kalau engkau tak pernah melihat kitab tersebut darimana engkau bisa tahu kalau isi kotak ini

adalah kitab Kitam keng? bukankah itu berarti bahwa engkau sedang mempermainkan diriku?”

teriak Ciu It-bong marah.

Pek Siau-thian yang berdiri disampingnya segera berkata dengan suara ketus, “Diatas kotak

emas itu bukankah terang-terangan sudah terukir tulisan besar yang berbunyi Kiam keng?

engkau buta huruf ataukah sepasang matamu memang sudah buta?”

Ciu It-bong naik darah, ia menerjang maju kedepan sambil melepaskan suatu pukulan dahsyat.

Dengan jurus Hoo Suo lip wi atau berdiri tegak diujung sungai, Pek Siau-thian memunahkan

datangnya ancaman itu lengan panjangnya ditekuk keluar dan iapun melancarkan sebuah

serangan balasan.

Sudah sepuluh tahun lamanya dua orang itu saling bertempur sengit, kedua belah pihak samasama

sudah hapal dengan jurus serang an pihak lawannya, kini setelah saling bentrok kembali

maka keadaannya menjadi amat hebat ibarat tanggul sungai yang ambrol, serangan demi

serangan laksana sambaran petir saling meluncur kepihak lawan, pukulan demi pukulan

dilepaskan secara berantai, meskipun diantara para penonton di sisi kalangan terdapat jago-jago

yang memiliki ilmu silat jauh lebih tinggi dari kedua orang itu, namun tak urung mereka dibikin

kabur juga pandangannya hingga sukar untuk mengikuti jalannya pertarungan itu dengan

seksama.

Tiba-tiba Pek Siau-thian membebaskan ujung baju kirinya, segulung angin pukulan yang maha

dahsyat meluncur keluar dari balik kebutan tadi, sementara telapak kanannya dengan gerakan

hun hoa hud liu atau memisah bunga mengayun pohon itu melepaskan satu pukulan.

Bukan begitu saja, pada saat yang bersamaan kaki kirinya melepaskan pula satu tendangan

menghajar batok kepala Ciu It-bong.

Ketiga buah jurus serangan itu dilepaskan pada saat yang bersamaan dengan kecepatan

bagaikan sambaran petir, kedahsyatannya luar biasa sekali.

Kalau berganti dengan orang lain, mungkin ancaman itu sukar untuk dihadapi, tapi bagi Cui It

bong yang sudah hapal gerakan lawan ancaman itu masih terhitung seberapa, sebab dahulu ia

pernah merasakan kelihayan dari pukulan semacam ini.

Ditengah berlangsungnya pertarungan yang maha seru itu, tanpa berpikir panjang badannya

segera miring sambil membalik ke atas muka pertama ia menghindar dahulu serangan musuh

kemudian dengan dengan jurus pukulan Kun sin ci tau in melancarkan satu pukulan yang tak

kalah hebatnya.

Serangan itu ditujukan ke arah iga kanan lawan badan bergerak mengikuti serangan tadi dan

hebatnya luar biasa terhadap ancaman pukulan telapat dari Pek Siau-thiang ternyata ia ambil

sikap tak ambil perduli.

Inilah siasat mengepung Gui menolong Tio suatu siasat bertempur untuk menolong diri yang

amat lihay.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

168

Bluuuummmm!! sepasang telapak saling membentur satu sama lainnya menimbulkan suara

benturan yang memekikan telinga.

Pek Siau-thian seketika itu juga terdorong mundur satu langkah kebelakang sedang kan Ciu Itbong

sendiripun sama saja, tak mampu menahan getaran pukulan tadi, namun ia tak usah

mempersoalkan masalah gengsi, dalam keadaan begini buru-buru ia mengepos tenaga dan

menggunakan kesempatan itu untuk meloloskan diri.

Setelah berhasil lolos dari jangkauan angin pukulan Pek Siau-thian, jaigo tua she Ciu itu dengan

cepat hentikan serangan dan ber diri tak berkutik lagi.

Diam-diam Pek Siau-thian berpikir dalam hati kecilnya, “Pada hari ini seluruh jago dan orang

gagah dari kolong langit berkumpul disini, siapa menang siapa kalah masih sukar untuk diduga,

kalau aku selisih terus dengan manusia cacad ini, bukan saja aku tak bisa cari kemenangan

dalam soal ilmu silat hingga bakal di terta wakan orang, akupun harus membuang tenaga dengan

percuma, apa gunanya pertempuran semacam ini dilanjutkan?”

Berpikir sampai disini, diapun segera hentikan kejarannya dan tidak melakukan serangan lebih

jauh.

Dipihak lain, Ciu It-bong sendiripun diam-diam sedang berpikir, “Kekuatanku minim sekali dan

lagi aku hanya sebatang kara belaka, yang ada hanya musuh tanpa teman, menghadapi situasi

seperti ini buang tenaga dengan percuma bukanlah suatu tindakan yang cerdas….”

Karena berpikir begitu, maka diapun tak berani meneruskan pertarungan itu lebih jauh.

Thong-thian Kaucu sendiri ketika dilihatnya pertarungan harus berakhir hanya sampai ditengah

jalan belaka, diam-diam merasa kecewa dan sayang, biji matanya segera berputar kemudian

sambil tertawa nyaring ia berseru, “Siang sicu, sebaenaruya bagaimana sih caranya untuk

membuka kotak emas itu serta ambil keluar kitab kiam keng? harap engkau suka memberi

keterangan!”

Mendengar tentang soal kotak emas, Ciu It-bong buru-buru berpaling keatas tanah, ia temukan

kotak tersebut masih tetap bera da di tempat semula menubruk kedepan.

“Bangsat! enyah kamu dari sini….!” bentak Jin Hian dengan suara dingin.

Telapaknya segera diayun kedepan melepaskan satu pukulan dahsyat.

Ciu It-bong teramat gusar, ia membeatak nyaring dan menyambut datangnya ancaman tersebut

dengan keras lawan keras.

“Blaamm! ditengah benturan keras yang memekikan telinga, kedua belah pihak sama-sama

tergetar mundur kebelakang.

Jin Hian yang berdiri dengan kaki menginjak tanah hanya berhasil dipaksa mundur satu langkah

belaka untuk kemudian berhasil menjaga keseimbangan tubuhnya.

Lain halnya dengan Ciu It-bong yang cuma memiliki sebuah lengan tunggal, apalagi bertempur

dengan tubuh mengambang di tengah angkasa ia tidak memiliki daya tahan yang cukup kuat,

dalam benturan tadi tubuhnya mencelat kebelakang dan harus bersalto beberapa kali untuk

memunahkan tenaga getaran itu sebelum dapat melayang kembali ketanah dengan selamat.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

169

Sementara itu kotak emas tadi masih tetap berada ditempat semula, empat orang delapan buah

mata saling menatap dengan ma ta melotot, namun siapapun tidak berhasil menyelesaikan

persengketaan itu.

Thong-thian Kaucu sebagai tuan rumah dalam pertemuan itu segera tertawa terbahak-bahak,

ujarnya, “Haahh…. haahh…. haahh…. Ciu heng, aku harap engkau jangan mengacau lebih lanjut,

kita toh sama-sama merupakan sahabat karib yang sudah berlangsung banyak tahun, bagaimana

kalau kira bagi ki tab kiam keng tersebut jadi empat bagian dan kita masing-masing pihak

mendapatkan satu bagian?”

“Hmm! perkataan semacam ini masih bisa dianggap suatu perun dingan yang masuk akal jawab

Ciu It-bong ketus, “lebih baik kita menunggang keledai sambil membaca buku, lihat saja

bagaimana nantinya….

Thong-thian Kaucu tersenyum sorot matanya perlahan-lahan dialihkan kembali kaatas wajah

Siang Tang Lay.

Menyaksikan imam tua itu, pedang sakti yang menyapu daratan Tionggoan ini segera mendehem

ringan lalu tertawa, katanya, “Meskipun kotak emas itu keras melebihi baja dan tidak mempan

dibacok oleh pelbagai senjata mustika namun hanya satu benda yang mampu mengalahkan

kerasnya kotak emas itu!”

“Oohh….! benda apakah itu?” tanya Tong tiang kaucu dengan wajah tercengang.

Siang Tang Lay tersenyum.

“Benda itu bukan lain adalab pedang emas yang pernah kugunakan sebagai senjata andalan,

hanya pedang emas yang kecil iti saja yang mampu membuka kotak emas itu, oleh sebab itulah

jika kalian ingin mendapatkan kitab Kiam keng yang berada dalam kotak emas itu dengan

gampang dan tanpa membuang banyak tenaga satu-satunya jalan hanyalah menemukan pedang

emas tersebut.

Setelah ucapan itu diutarakan keluar maka tanpa sadar Thong-thian Kaucu , Pek Siau-thian serta

Ciu It-bong alihkan sorot mata mereka yang tajam bagaikan pisau menatap wajan Jin Hian,

sementara ribuan orang jago lainnya yang berada diempat penjuru juga bersama-sama dialihkan

keatas wajah sang ketua dan perkumpulan Hong-im-hwie ini.

“Tua bangka she Jin!!” tiba-tiba terdengar Ciu It-bong membentak nyaring, “ayoh cepat

kembalikan pedang emas milikku itu kalau tidak maka engkau bakal mampus ditempat ini tanpa

tempat mengubur mayatmu!”

“Hmm! sayang sekali engkau punya hasrat namun tenaga kurang engkau tak akan mampu

mengganggu seujung rambutku” jawab Jin Hian sinis.

***

KEMARAHAN Ciu It-bong benar-benar memuncak dan sukar dikendalikan lagi, diam-diam ia

himpun tenaga dalamnya kedalam tela pak ia bermaksud melakukan suatu sergapan tiba-tiba

dikala pihak lawan tidak siap.

Namun Jin Hian sendiri bukanlah seorang manusia tolol, kendatipun diluaran ia tidak nampak

siap bahkan ambil perhatianpun tidak, padahal dalam kenyataannya ia sudah bersiap siaga

penuh dan sedikitpun tidak berani bertindak gegabah.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

170

“Jin heng….!” tiba-tiba terdengar Thong-thian Kaucu berkata, “sudah belasan tehun lamanya

kita gagal untuk mengungkapkan rahasia yang menyelimuti pedang emas tersebut, akhirnya hari

ini rahasia mengenai pedang emas itu terungkap juga.

“Hmm! mungkin hanya too beng seorang yang mengerti, aku sih tetap tidak mengerti,” jawab Jin

Hian ketus.

Tong tian kaucu menengadah keatas dan tertawa terbahak-bahak.

“Haahh…. haahh…. haahh…. kenapa sih Jin heng musti berlagak pilon dan pura-pura bodoh?

pedang emas itu merupakan kunci dari kitab pusaka Kiam keng, tanpa pedang emas itu berarti

kitab emas tersebut tak mungkin bisa dibelah, tanpa membelah kotak emas itu maka kitab kiam

keng ibarat rembulan diatas permukaan air, bunga dibalik cermin, bisa dilihat tidak bisa dijamah

bukankah sama sekali tak ada gunanya?”

“Benar juga perkataan ini” pikir Jin Hian dalam hati, bayangkan saja bagaimana tajamnya pedang

mustika Boan liong poo kiam, ternyata kotak emas itu sama sekali tidak gumpil atau cedera, dari

sini dapat dibuktikan bahwa pedang mustika atau golok mustika biasa tak mungkin bisa

membelah kotak emas itu….”

Setelah termenung sejenak, ia berpikir lebih jauh, “Pedang emas milikku sudah dicuri orang,

bahkan jiwa Bong ji pun harus ikut dikorbankan, bila kuceritakan tentang pencurinya pedang

emas ini kepada umum, secuali pembunuh yang telah mencuri pedang itu, orang lain pasti tak

akan percaya dengan perkataanku, sebaik nya kalau tidak kukatakan keluar maka tindakanku ini

pasti akan menggusarkan semua pihak, akulah yang bakal jadi sasaran utama kemarahan

mereka itu….”

Makin berpikir ia makin bingung tanpa terasa keringat dingin mengucur keluar membasahi

tubuhnya.

Terdengar Thong-thian Kaucu dengan nada dingin perlahan-lahan berkata kembali, “Karena

persoalan pedang emas itu perselisihan antara Jin heng, Pek heng din Ciu heng berlangsung

tiada hentinya, pertarungan secara terang-terangan atau perebutan secara diam-diam

berlangsung terus tiada habisnya, keadaan semacam ini bukan saja merusak rasa persaudaraan

dan rasa setia kawan antara sesama umat persilatan, bahkan sangat melemahkan kekuatan kita

untuk bersatu padu bagaimanapun juga persoalan mengenai pedang emas harus dibikin terang

hari ini juga, kita tak boleh meniru kegagalan-kegagalan kita yang telah lalu sehingga jatuh

kecundang kembali ditangan lawan.

“Keterangan dan pendapat too heng luar biasa dan sangat mengagumkan hatiku,” jawab Jin Hian

ketus, “sayang seribu sayang, pedang emas milikku itu sudah dicuri orang, karena itu kendatipun

too heng bicara lebih jauh juga tak ada gunanya!”

“Kentut busuk!” maki Ciu It-bong gusar, “sekalipun bocah umur tiga tahun juga tak mempercayai

obrolan omong kosongmu itu!”

Nafsu membunuh yang sangat tebal melintas dialas wajah Jin Hian, ia berkata dengan suara

menyeramkan.

“Tua bangka sialan, kalau engkau tak mempercayai omonganku lantas engkau mau apa?”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

171

Ciu It-bong adalah seorang jago tua yang berwatak berangasan, mendengar tantangan yang

kasar ini, kKontan ia naik pitam, tubuhnya siap melakukan tubrukan kedepan.

“Eeeei nanti dulu nanti dulu!” cegah Thong-thian Kaucu sambil goyangkan lengannya berulang

kali, “pinto mempunyai satu cara untuk membuktikan apakah peristiwa hilangnya pedang emas

itu dari saku Jin heng adalah kejadian yang benar atau cuma omong kosong belaka”

“Apa caramu itu?” hardik Jin Hian.

Thong-thian Kaucu tersenyum.

“Andaikata peiang emas itu masih berada ditangan Jin heng dan sana sekali tidak pernah hilang

tercuri, kemudian kotak emas ini berhasil didapitkaa pula oleh Jin heng dan ilmu silat maha sakti

dari Malaikat pedang Gi Ko didapatkan juga oleh Jin heng, maka….”

Berbicara sampai disini ia tertawa dan tidak melanjutkan kembali kata-katanya, “Maka sepasang

mata too heng akan berubah merah karena iri, bukan begitu?!” sambung Jin Hian dengan seram.

Thong-thian Kaucu tertawa terbahak-bahak.

“Haahh…. haahh…. haaah…. pinto sih belum tentu bermata merah, cuma pada waktu itu ilmu

silat yang Jin heng miliki akan menjadi nomor satu di kolong langit, pinto sekalian tidak akan

mampu mengejar ketinggalan itu, hal ini menyebabkan Jin heng sekalipun berhasil mendapatkan

ilmu tapi kehilangan teman, bukankah kejadian ini sangat tidak berharga bagimu?”

“Hmm! sempurna amat jalan pikiran Too heng!” ejek Jin Hian sambil mendengus dingin.

Setelah berhenti sebentar, sambungnya lebih jauh, “Menurut penglihatan t o-heng, bagaimana

cara yang terbaik untuk memecahkan masalah ini?”

Thong-thian Kaucu tertawa, dengan sikap yang santai ia menjawab, “Menurut pendapat pinto

yang bodoh, kalau toh Jin heng sudah kehilangan pedang emas itu, kendatipun kotak emas ini

berhasil kau dapatkan juga sama sekali tak ada gunanya, untuk membuktikan bahwa peristiwa

hilangnya pedang emas itu dicuri orang bukan berita isapan jempol belaka, pinto persilahkan Jin

beng untuk segera mengundurkan diri dari perebutan kotak emas ini!”

“Betul!” teriak Ciu It-bong dengan suara keras, tua bangka she Jin! jika engkau masih mengincar

kotak emas itu, maka itu berarti bahwa peristiwa hilangnya pedang emas karena dicuri orang

adalah berita kosong belaka, siapa tahu berita tentang kematian putramu juga merupakan berita

sensasi belaka!”

Karena amat mendongkol bercampur marah, Jin Hian tertawa keras, paras mukanya berubah jadi

hijau membesi.

“Bagus! bagus! bagus!” jeritnya dengan suara lengking, aku orang she Jin akan segera

mengundurkan diri dari perbuatan kitab Kiam keng, akan kulihat bagaimana caranya kalian akan

membagi kotak emas tersebut….?”

Thong-thian Kaucu seketika alihkan sorot matanya menyapu sekejap para jago disekeliling

arena, setelah itu ujarnya, “Pek heng, pedang emas itu sudah lama lenyap tak berbekas untuk

beberapa waktu lamanya tak mungkin bisa ditemukan, menurut pendapat pinto lebih baik kotak

emas tersebut untuk sementara waktu kita berdua yang menyimpan”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

172

“Perkaraan Too heng sedikitpun tidak salah” jawab Pek Siau-thian dengan suara tawa.

Thong-thian Kaucu kembali tersenyum.

“Pek heng adalah satu-satunya orang yang pernah membaca isi catatan kitab pedang Kiam keng

bu kui secara komplit, asal engkau suka meneliti dan mempelajari isinya dengan seksama

kendatipun tak bisa disebut orang paling lihay di kolong langit paling sedikit engkau bisa melatih

diri hingga mencapai taraf ilmu silat yang pernah dimiliki Siang sicu, aku rasa kitab Kiam keng ini

sudah ti dak memiliki banyak kegunaan lagi bagimu.

“Kalau memang begitu biarlah aku saja yang menanggung resiko dengan menyimpan kotak emas

ini untuk sementara!” seru Pek Siau-thian cepat.

Ia segera maju kedepan dan hendak pungut kotak emas itu.

“Huuuh! jangan mimpi disiang hari bolong bentak Ciu It-bong sambil melepaskan satu pukulan.

Pek Siau-thian melancarkan satu pukulan juga untuk pukul mundur angin pukulan dari Ciu Itbong,

sambil tertawa dingin katanya, “Tua bangka yang sudah cacad engkau berani menghalangi

persoalan yang telah diputuskan bersama oleh orang-orang dari Thong-thian-kauw dan Hong-imhwie?

Hmmm! rupanya engkau sudah bosan hidup.

“Heeeh…. hheeeehh…. heeeh…. tua bangka she Pek kalau engkau dilahirkan oleh ibumu dan

dibuat oleh bapakmu maka sekarang sepantasnya berani berduel satu lawan satu dengan diriku

sebelum mati jangan berhenti…. ini hari juga kita tetapkan siapa yang berhak untuk hidup lebih

jauh!”

Pek Siau-thian tidak langsung melayani tantangan dan Ciu It-bong itu dalam hati ia berpikir,

“Catatan kitab peding kiam keng bu kui benar-benar merupakan kunci dasar dari suatu ilmu silat

tingkat tinggi, Hoa Thian-hong bocah keparat itu hanya sempat mendengar beberapa patah kata

saja kehebatan ilmu pedangnya telah berlipat ganda, sayang aliran ilmu silat yang kupelajari jauh

berbeda dengan kunci ilmu silat tersebut hingga untuk beberapa waktu tak mungkin bisa

menghisap kebaikan dan manfaatnya, kalau tidak binatang tua yang sudah cacad ini pasti akan

kubereskan dulu riwayat hidupnya.”

Berpikir sampai disini, ia merasa mendongkol bercampur gusar sorot matanya segera dialihkan

ke arah Siang Tang Lay dan berkata dengan suara ketus, “Baik pedang emas maupun kotak

erras itu pernah bersama-sama jatuh ketanganmu, mengapa engkau tak ambil keluar kitab Kiam

keng tersebut? kejadian ini benar-benar mencurigakan sekali!”

“Betul!” teriak Ciu It-bong pula, tua bangka she Siang, “sebetulnya permainan setan apakah yang

sedang kau lakukan?”

Siang Tang Lay tersenyum.

“Aku hanya melatih catatan ilmu pedang Kiam keng bu kui, sejak kalian berempat sudah tidak

mampu menangkan diriku, apa gunanya melatih ilmu silat yang jauh lebih tinggi?”

Paras muka Thong-thian Kaucu, Pek Siau-thian, Jin Hian serta Ciu It-bong segera berubah jadi

merah padam, bicara sesungguhnya dalam kenyataan memang terbukti begitu, maka tak

seorangpun ddiantara keempat orang itu yang buka suara.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

173

Diam-diam Pek Siau-thian berpikir, “Jika ilmu silatnya berhasil dilatih hingga mencapai taraf yang

begitu tinggnya seseorang memang tidak terburu nafsu untuk melatih isi dari kitab kiam keng,

mungkin apa yang diucapkan ada benarnya juga”

Berpikir sampai disitu ambisinya untuk mendapatkan kitab pusaka kiam keng mekin besar tapi

diapun tahu bahwa Thian Ik-cu maupun Jin Hian sekalian tak akan berhati sosial dengan

menyerahkan kitab pusaka itu Untuk dimiliki sendiri, untuk menyelesaikan pertikaian tersebut

hanya ada satu jalan saja yang dapat ditempuh yaitu penyelesaian dengan jalan kekerasan.

Terdengar Thong-thian Kaucu berkata, “Pek heng, engkau pernah menjebloskan Ciu heng

kedalam penjara selama sepuluh tahun lamanya, jika kitab pusaka kiam keng itu disimpan

olehmu tentu saja ia tidak akan terima.”

Melihat imam tua dari perkumpulan Thong-thian-kauw itu berusaha mengungkit soal lama, Pek

Siau-thian segera tertawa dingin.

“Heehh…. heeeehh…. heeehh…. kalau memang begitu biarlah kitab kiam keng tersebut untuk

sementara waktu disimpan oleh too heng!”

“Baiklah, pinto sebagai tuan rumah memang sudah sepantasnya untuk memberikan bantuan

kepada siapapun!”

Ia kebaskan ujung bajunya dan mengulung kotak emas yang berada diatas tanah.

Tiba-tiba Jin Hian berteriak deugan suara menyeramkan, “Barang siapa berani mengambil kotak

emas itu maka dialah yang telah mencuri pedang emas dan dia juga yans telah mencelakai jiwa

putraku, semua saudara dari perkumpulan Hong-im-hwie akan bersama-sama bikin perhitungan

dengan dirinya, kami tak akan memperhitungkan mana hitam mana putih sebelum salah satu

pihak hancur, pertempuran tidak akan dihentikan.”

Paras muka Tong tiang kauau berubah hebat, serunya dengan gusar, “Jin heng, kita semua

adalah orang-orang yang sudah punya umur, jika engkau main fitnah belaka, jangan salahkan

kalau pinto tak mampu menahan diri lagi!”

Jin Hian tertawa dingin.

“Heehh…. heehh…. heehh…. yang bisa menahan diri harus menahan diri, yang tak bisa menahan

diripun harus menahan diri”

Dari balik barak ditepi gelanggang, tiba-tiba berkumandang keluar suara teriakan Hian Leng cu

yang amat nyaring, “Dalam pertikaian mengenai kitab pusala Kiam keng, perkumpulan kami

mengundurkan diri!”

Tenaga dalam yang dimiliki imam tua ini sukar diukur dengan kata-kata, walaupun hanya

sepatah kata yang ringan namun semua orang yang hadir dalam lembah itu merasakan bahwa

ucapan tersebut seakan-akan dipancarkan dari sisi tubuh mereka, begitu nyaring dan tajam

hingga kelihatannya seolah-olah sama sekali tidak menggunakan tenaga.

Hoa Hujin memang sudah tahu kalau imam tua itu adalah seorang musuh tangguh, kini setelah

mendengar ucapannya yang nyaring maka tanpa sadar kewaspadaannya makin dipertingkat.

Dalam pada itu, Thong-thian Kaucu yang berada ditengah gelanggang mula-mula tertegun,

kemudian ia berpikir lebih jauh, “Benar juga perkataan dari paman guru, perduli siapa yang

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

174

mengambil kotak emas itu, toh kotak tersebut hanya disimpan untuk sementara waktu, bilamana

ada minat selesai pertemuan besar ini toh masih ada banyak keempatan untuk merampasnya

kembali….”

Karena berpikir demikian, maka ia segera ulapkan tangannya sambil berseru, “Perkumpulan

Thong-thian-kauw mengundurkan diri dari perbuatan kotak emas tersebut, siapa ada

kegembiraan silahkan untuk mengambilnya!”

Mendengar seruan tersebut, Ciu It-bong berusaha untuk merampas kotak emas itu, tapi Pek

Siau-thian yang berdiri lebih dekat segera putar pergelangan melepaskan satu babatan kilat.

Kedua orang jago itu secepat kilat saling bertempur sebanyak tiga gebrakan, siapapun tak berani

menggunakan tenaga yang berle bihan, karenanya setelah lewat tiga gebrakan mereka berhenti

dengan sendirinya.

Terdengar Jin Hian berkata dengan suara dalam, “Tua bangka she Ciu, engkau tidak lebih hanya

setan gentayangan yang berdiri sendiri, kitab pusaka Kiam keng tersebut tidak mungkin bisa

terjatuh ketanganmu, menurut penglihatan aku orang she Jin, lebih baik benda itu untuk

sementara waktu disimpan oleh manusia yang punya rumah dan harta saja!”

Tertegun Ciu It-bong mendengar perkataan itu, ia tahu yang dimaksudkan orang yang punya

rumah dan harta bukan lain adalah Pek Siau-thian, tapi ia tak habis mengerti mengapa secara

tiba-tiba Jin Hian bisa berubah pikiran dan memutuskan begitu?

Sudah tentu Pek Siau-thian sendiripun tahu, kendatipun kotak emas tersebut berhasil didapatkan

olehnya namun persoalan belum beres sampai disitu saja, sekalipun begitu setelah kitab pusaka

berhasil didapatkan, ia tak sudi melepaskannya dengan begitu saja.

Ujung bajunya dikebas kemuka dan kotak emas itu sudah terjatuh ketangannya.

Sepasang mata Ciu It-bong berapi-api dan hampir saja melotot keluar, tapi ia tahu bahwa

anggota perkumpulan Sin-kie-pang banyak sekali jika Thong-thian Kaucu dan Jin Hian tidak

menghalang-halangi usaha itu maka dengan andalkan kekuatannya seorang bukan tandingan

dari Pek Siau-thian.

Oleh karena itulah meskipun dengan mata terbelalak ia saksikan Pek Siau-thian mengambil kotak

emas itu namun sendiri tak tahu harus berbuat apa.

Tiba-tiba terdengar Thong-thian Kaucu berseru kembali dengan suara lantang, “Siang sicu

masalah kitab pusaka Kiam keng sudah lewat dan teka teki yang menyelimuti pedang emas juga

sudah selesai, sekarang masih ada urusan lagi yang hendak kau utarakan?”

Siang Tang Lay tertawa terbahak-bahak.

“Haaahhh…. haah…. haah…. urusan yang masih tertinggal hanyalah membalas dendam untuk

menyelesaikan sakit hati yang masih tersisa!”

Sorot matanya segera dialihkan ke arah muridnya yang berada disamping, sambungnya lebih

jauh, “Kalian segera atur barisan pedang dan mintalah petunjuk dari beberapa orang cianpwee

itu!”

“Tecu sekalian mentaati perintah dari suhu!” jawab enam orang pemuda berpakaian ringkas itu

sambil memberi hormat.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

175

Dua orang dianteranya buru-buru mendorong kereta beroda itu menghantar Siang Tang Lay

mendekati mimbar kehormatan, kemudian mereka ikut maju ketengah gelanggang.

Enam orang menempati posisi yang berbeda, dalam waktu singkat mereka sudah mengurung

tiga orang pemimpin diri tiga kekuatan besar serta Ciu It-bong ditengah kepungan.

Thong-thian Kaucu sekalipun saling berpandangan sekejap lalu tertawa terbahak-bahak, empat

orang itu merupakan gembong iblis yang menguasai suatu bagian dunia, barisan yang dibentuk

oleh Siang Tang Lay dihadapan mereka ini tentu saja amat menggelikan hati orang-orang itu.

Ciu It-bong yang berwatak paling berangasan segera menuding salah seorang pemuda

dihadapannya sambil berseru, “Siang Tang Lay, engkau hendak suruh enam orang bocah ingusan

itu uatuk membunuh kami empat orang tua bangka?”

Siang Tang Lay tertawa.

“Aku memang mempunyai niat untuk berbuat begitu tapi seandainya gagal aku harap kalian

semua jangan menertawakan!”

“Hmm! aku tidak percaya!” bentak Ciu It-bong.

Ia putar telapaknya dan segera melepaskan satu pukulan dahsyat ke arah seorang pemuda

berpakaian ringkas yang berada disampingnya.

Pemuda itu membentak nyaring dia ayun tangannya dan serentetan cahaya perak segera

meluncur kedepan balas menyergap tubuh Ciu It-bong, meskipun serangan dilepaskan

belakangan tapi tiba lebih awal kedahysatannya benar-benar menganggumkan.

Ciu It-bong terperanjat, ia segera mengepos tenaga dan melayang beberapa depa ke samping.

Terdengar serentetan bentakan keras memenuhi angkasa, enam orang pemuda berpakaian

ringkas itu dengan cepat menggerakan tubuh mereka mengitari arena, makin berputar

gerakannya semakin cepat sehingga akhirnya yang nampak hanyalah kilatan-kilatan cahaya

perak yang menggulung ketempat orang itu.

Pek Siau-thian mengernyitkan sepasang alis matanya yang putih dalam hati ia berpikir.

Yang datang pasti tidak membawa maksud baik, yang bermaksud baik tidak akan datang, kalau

tua bangka she Siang itu tidak yakin bisa menangkan pertarungan ini, tak mungkin ia berani

muncul kembali dalam daratan Tionggoan untuk jual kejelekan bahkan menghantar pula jiwanya.

Kotak emas itu mengandung racun keji dan tak mungkin bisa disimpan dalam saku karenanya ia

berusaha untuK mengundurkan diri kedalam barak serta menyembunyikan benda tersebut.

Dengan cepat ia lepaskan bajunya dan membungkus kotak emas itu kemudian dipindahkan

ketangan kiri dalam keadaan demikian ia langsung menerjang keluar dari kepungan.

Bentakan nyaring berkumandang di angkasa, serentetan cahaya perak bagaikan seekor naga

berputar di angkasa tiba-tiba mengancam dadanya.

Pek Siau-thian merasa amat terperanjat, pikirnya, “Benarkah kawanan bocah ingusan itu sudah

berhasil mendapatkan seluruh warisan dari Siang Tang Lay? sungguh lihay serangan itu!”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

176

Ia mengegos kesamping dan melancarkan sebuah pukulan balasan.

Cahaya perak itu mundur kembali kebelakang sesudah mencapai tengah jalan, baru saja Pek

Siau-thian tertegun, mendadak hawa pedang yang menyengat badan sudah mangancam

punggungnya, ketika ia berpaling sebuag cahaya perak telah berada didepan mata.

Diam-diam Thong-thian Kaucu yang menyaksikan kejadian itu merasa terkesiap, pikirnya, “Cepat

sekali gerakan pedang bocah itu, ibaratnya naga sakti yang kelihatan kepala tak nampak

ekornya, sukar diraba oleh sia papun.

Belum habis ia berpikir, cahaya perak menyambar tiba dan amat menyilaukan mata, ia merasa

datangnya sergapan dari belakang yang sangat lihay.

Buru-buru imam tua itu loncat maju kedepan untuk menghindarkan diri dan ancaman pedang itu.

Dengan tingkat kedudukan beberapa orang itu, sebenarnya mereka segan untuk melayani

beberapa orang pemuda ingusan tersebut, akan tetapi setelah enam orang pemuda berpakaian

ringkas itu membentangkan barisan pedangnya, seketika itu juga seluruh arena dipenuhi oleh

cahaya perak yang menyilaukan mata, desiran angin tajam menyambar silih berganti, hal ini

memaksa Pek Siau-thian berempat mau tak mau terpaksa harus melakukan perlawanan.

Baik Thong-thian Kaucu maupun Pek Siau-thian mereka berdua sama-sama mempunyai pikiran

untuk meloloskan diri dari kepunggan barisan pedang kecil itu dan kemudian akan

memerintahkan anak buahnya untuk menggantikan kedudukan mereka, siapa tahu terjangan

yang mereka lakukan beberapa kali semuanya mengalami kegagalan total, ken datipun sudah

dicoba dengan cara apapun terjangan tersebut masih tetap gagal.

Berada dalam kepungan enam orang pemuda itu, walaupun Thong-thian Kaucu sekalian tak

mampu menerjang keluar dari kurungan itu, merekapun tak bisa berteriak pula untuk

memerintahkan anak buah mereka yang ada diluar barisan untuk menyerang secara serentak,

karena itulah untuk beberapa saat lamanya terpaksa mereka harus melangsungkan pertarungan

sengit dalam barisan tadi.

Haruslah diketahui bagimanapun lihaynya suatu barisan, meskipun orang yang terkurung dalam

barisan itu mengalami keadaan yang kritis dan berbahaya, tapi di lihat dari luar barisan maka

pertarungan itu hanya berlangsung secara datar dan biasa saja.

Karena itulah Thong-thian Kaucu berempat yang sedang bertempur sengit kendatipun mereka

sudah mengerahkan hampir segenap kekuatan yang dimiliki tapi bagi orang-orang yang ada

diluar barisan kecuali beberapa orang yang mengerti akan ilmu barisan, rata-rata berpendapat

bahwa Thong-thian Kaucu sekalian sengaja sedang mempermainkan lawannya dengan tujuan

untuk mengamati perubahan-perubahan dalam barisan itu kemudian baru menghancurkan dalam

sekali serangan, siapapun tak ada yang menyangka kalau empat orang gembong iblis yang

tersohor akan kelihayannya itu sebetulnya sudah terkurung rapat oleh beberapa orang pemuda

ingusan yang tidak bernama sama sekali.

Bagaimanapun juga keempat orang itu andalah kawakan yang sangat berpengalaman, sudah

banyak pertarungan besar atau pertarungan kecil yang mereka hadapi, setelah bertempur

beberapa saat mereka berhasil menemukan sumber kelihayan dan ilmu barisan itu mereka tahu

bahwa enam orang pemuda itu memiliki ilmu silat yang amat lihay jika mereka bermaksud

meloloskan diri dari kepungan barisan itu dengan jalan jujur maka hal ini merupakan suatu

pekerjaan yang amat susah.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

177

Setelah mereka berempat dapat menyaksikan keadaan yang sebenarnya dangan cepat perhatian

dan kosentrasinya dipusatkan jadi satu untuk mengamati perubahan-perubahan barisan pedang

itu selain dari pada itu, merekapun mulai mengamaii gerakan ilmu pedang dari beberapa orang

pemuda tersebut.

Setelah keempat orang itu menenangkan hatinya, daya pukulan yang dilepaskan pun berlipat

ganda, enam orang pemuda itu seketika merasakan daya serangan yang dilancarkan pihak

musuh makin berat mereka tak dapat melakukan terkaman dan terjangan lagi seperti keadaan

permulaan tadi.

Pemuda yang menjadi pimpinan dalam barisan itu segera menyadari pula akan keadaan tersebut,

ia segera membentak nyaring dan dalam waktu singkat keadaan kembali terjadi perubahan.

Sepasang mata Pek Siau-thian yang tajam mengikuti terus perubahan barisan itu dengan

seksama, ia lihat keenam orang pemuda itu berputar mengitari barisan dengan langkah yang

teratur mereka selalu menyergap dan menyerang dari lingkaran luar dalam ayunan tangan

cahaya perak segera meluncur datang dan gerakan tubuh beberapa orang itupun ikut berputar

mengikuti kilatan cahava perak tadi, berhubung cepatnya gerakan dan barisan yang selalu

berputar maka sekilas pandangan keadaan tersebut bagaikan beberapa ekor naga perak yang

sedang berputar mempermainkan empat orang korbannya yang ada ditengah kepungan.

Ilmu barisan itu luar biasa sekali dan indah dipandang, empat orang yang terkepung merasakan

jantung mereka berdebar keras, dengan andalkan ilmu silat mereka yang lihay dan pengalaman

yang luas, untuk sementara waktu keselamatan mereka masih dapat terjamin karena itu

siapapun tidak ingin menempuh bahaya untuk menerobos keluar dari kepungan.

Ci-wi Siancu yang berada dalam barak segera dibikin terpesona oleh pertarungan itu, ia lihat

enam orang pemuda itu bertempur sambil berputar, pedang perak mereka berputar dan

berkelebat selalu mengancam tempat-tempat penting di tubuh lawan, sebaliknya Thong-thian

Kaucu sekalian mematahkan setiap arcaman datang, kadangkala ma ju kadang kala mundur,

kedua belah pihak seolah-olah tidak menyerang sepenuh tenaga dan pertarungan itu tidak mirip

pertarungan mati-matikan, hal ini lama kelamaan mencengangkan hatinya.

Diam-diam ia lantas mencowel ujung baju Hoa Hujin, bisiknya dengan lirih, “Hujin, kalau

pertarungan tersebut harus dilangsungkan dalam keadaan seperti ini bagaimana mungkin

dendam sakit hatinya bisa terbalas? kalau dikatakan beradu lenaga dalam rasanya Pek Siau-thian

sekalian pasti tak akan lebih lemah dari beberapa orang pemuda itu bukan?”

Hoa Hujin termenung sebentar, kemudian jawabnya, “Kesaktian dari barisan pedang itu memang

amat luar biasa, sekali memandang siapapun akan tahu bahwa barisan itu memiliki asal usul

yang luar biasa namun perkataanmu ada benarnya juga, bila hendak mengandalkan tenaga

dalam dari keenam orang itu untuk melukai jiwa Pek Siau-thian sekalian rasanya cara ini masih

sukar untuk diwujudkan, aku benar-benar tidak habis mengerti apa maksud dan tujuan dari

Siang locianpwee untuk melakukan kesemuanya itu”

Tiba-tiba terdengar Thong-thian Kaucu berseru keras, “Siang sicu, barisan pedang ini memang

luar biasa sekali, bolehkah aku mengetahui nama diri ilmu barisanmu ini?”

Pada waktu itu Siang Tong Lay sedang pusatkan seluruh perhatiannya untuk mengikuti jalannya

pertarungan ditengah gelang gang, mendengar pertanyaan itu ia tertawa dan menjawab, “Ilmu

barisan ini merupakan ilmu warisan dan Malaikat pedang Gi Ko dan dinamakan Lak liong gi thian

kiam tin atau barisan pedang enam naga terbang dilangit, sayang tenaga dalam yang dimiliki

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

178

murid-murid ku masih terlalu cetek sehingga tak mampu menunjukkan kelihayan yang

sebenarnya”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar