Tiba-tiba Hui Tong melompat ke laut untuk melarikan diri, Un Yong cian dengan gusar
membentak keras dan siap mengejar, tapi Kiu-im-kaucu segera mengebaskan tangannya
sambilberkata: Un huhoat, tak usah di kejar, ada orang lain yang akan membereskan dirinya.
Dengan wajah hijau membesi Kok See-piau segera berseru, “Bagus, bagus, pun sinkun tidak
percaya kalau kau bakal berakhir dengan baik, kita tunggu saja perkembangan selanjutnya!”
Sementara pembicaraan sedang berlangsung, perahu dari kedua belah pihak telah saling
melintas, Goan cing taysu, keluarga Coa, Si Leng jin, Bwe Su-yok dan Hoa In-liong sekalian
segera berlompatan keatas perahunya Kiu-im-kaucu, sedangkan pengemudi perahu tersebut
tanpa dipesan lagi segera memutar kemudi dan berlayar balik kearah samudra. Pertama-tama
Coa Goan hau menjumpai dahulu diri Goan cing taysu.
Dengan suara lembut Goan cing taysu segera berkata, “Tak usah banyak adat, jumpailah anak
Coa hujin segera menitahkan putra putrinya untuk maju menjumpai ayahnya, setelah memberi
hormat, Coa Cong gi menyingkir ke samping sedang Coa Wi-wi menubruk kepelukan ayahnya.
Menyaksikan putra putrinya sudah dewasa, Coa Goan hau merasakan hatinya bergetar keras,
sambil memeluk sang putri dan memandang istrinya, ia cuma bisa menggetarkan bibirnya tak
sanggup mengucapkan sepatah kata pun.
Agaknya suami istri berdua mempunyai beribu-ribu kata yang menyumbat didalam dada, tapi tak
sepotong katapun bisa diucapkan, setelah termenung agak lama, Coa Goan hau baru berbisik
dengan lirih.
“Bun sian, selama ini banyak tahun kau tentu amat menderita bukan?”
Bersamaan waktunya, Si Leng jin juga berpelukan dengan ayahnya, sambil mengusap rambut
putrinya dengan perasaan menyesal, Si Seng tek berkata, “Jin ji, aku sudah membuatmu
menderita, aku merasa bersalah kepadamu”
Sedangkan Bwe Su-yok berlutut didepan Kiu-im-kaucu sambil me ngangsurkan tongkat kepala
setannya kepada gurunya, dengan sedih ia berkata, “Yok ji tak becus, tak pandai bekerja, harap
im su menarik kembali tongkat kekuasaan ini dan menjatuhkan hukuman kepada Ku”
Kiu-im-kaucu agak tertegun, kemudian sambil tertawa katanya, “Yok ji, semua perbuatan mu
telah kuketahui, perbuatanmu selama ini bagus sekali, aku justru merasa gembira karena
menemukan orang yang tepat, dengan demikian akupun bisa mengundurkan diri dengan hati
yang lega”
Tapi dengan tekad yang sudah bulat, Bwe Su-yok kembali memohon, “Suhu, Yok ji tak sanggup
memikul beban yang sangat berat ini”
Kiu-im-kaucu segera mengerutkan dahinya sambi1 termenung sejenak, tiba-tiba dia
meengganguk dan menerima kembali tongkat berkepala setan itu, katanya dengan lembut,
“Rahasia hatimu bukamnya tidak kupahami, tapi kedudukan seorang kaucu adalah berat dan
agung, tidak mudah diganti semaunya sendiri, aku lihat lebih baik kau menerimanya dan
melaksanakannya lebih lanjut, begini saja, untuk sementara waktu aku akan melaksanakannya
untukmu, sedang kau boleh menggunakan kesempatan ini melatih diri, menanti perasaanmu
menjadi tenang kembali, kedudukan kaucu ini baru kau tempati lebih jauh, bagaimana menurut
pandanganmu Yok?”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
416
Bwe Su-yok tahu bahwa permintaannya tak mungkin bisa dikabulkan, sikap gurunya
sekarangpun sudah terhitung cukup baik, ia tahu bila mendesak kelewat batas bisa jadi
kehidupan selanjutnya akan susah dipertahankan, maka dengan wajah sedih dia memberi
hormat dan kemudian bangkit berdiri serta berdiri dibelakang Kiu-im-kaucu.
Dua bersaudara Hoa pun berdiri menonton dari samping sambil tertawa setelah berbicara
sebentar.
Pertemuan antara keluarga Coa dan keluarga Si ini jauh sebelumnya telah berada dalam dugaan
Hoa In-liong.
Ketika Hoa In-liong berhasil menyelamat kan Coa Goan hau dan Si seng tek tempo hari, dia
menghantar mereka langsung ke keluarga Hoa.
Sesungguhnya ilmu silat Si seng tek telah punah karena pengaruh obat pembuyar tenaga, tapi
dibawah perawatan dari Chin si hujin, kekuatannya telah dapat didapatkan kembali, sewaktu
kedua orang itu tahu kalau Hoa In-liong hendak menghadapi Tang Kwik-siu, maka mereka
segera menyusul tiba.
Dari sekian banyak orang, hanya Bwe Su-yok seorang yang merasa sedih bercampur murung, ia
tak tahu bagaimana perasaannya waktu itu.
Sedangkan para jago dari Kiu-im-kau juga rata-rata tertegun oleh kenyataan didepan mata.
Angin malam yang kencang membawa perahu mereka bergerak lebih cepat kedaratan,
menggunakan kesempatan sewaktu air sedang pasang mereka segera berlabuh dalam sebuah
teluk.
Diatas darat tampak rombongan manusia yang sangat banyak berkumpul disekitar sana, ketika
para jago turun dari perahu, de ngan cepat mereka lantas menggabungkan diri.
Begitu naik ke daratan, Kok See-piau cepat-cepat memutuskan untuk angkat kaki dari situ, dia
berniat menghimpun dulu kekua tannya kemudian baru membalas dendam sakit hati ini
dikemudian hari.
Siapa tahu teluk tersebut merupakan suatu kantor cabang rahasia dari Kiu-im-kau, tiga penjuru
berupa gunung dengan satu arah menghadap ke lautan, situasi medannya amat strategis dengan
tiap mulut jalan dijaga oleh sejumlah anggota Kiu-im-kau.
Dalam pada itu, para jago Kiu-im-kau yang baru naik kedaratpun dengan cepat menutup semua
jalan pergi mereka, dengan demikian sekeliling tempat itu sudah terkepung rapat-rapat.
Kok See-piau yang menyaksikan kejadian itu dengan cepat memahami siasat busuk dari Kiu-imkaucu,
rupanya andaikata pihak pendekar tidak membasmi mereka maka Kiu-im-kaucu pun tak
akan melepaskan pihaknya keluar dari situ dengan selamat, karena itu diundangnya kekuatan
para pendekar untuk berkumpul disitu dan bersama-sama membasmi Hian-beng-kau.
Tak terlukiskan rasa bencinya didalam hati, saking gemasnya sepasang gigi sampai
bergemerutukan keras, sambil tertawa dingin teriaknya keras-keras.
“Kiu-im-kaucu, bagus sekali siasatmu ini, rupanya kembali ingin menjadi nelayan yang mujur?”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
417
Kiu-im-kaucu segera tertawa terbahak-bahak, “Haaahh …haaahh…….haaahh……. kau ini manusia
seperti apa? Terserah apa yang hendak kaukatakan, pokoknya yang ada, kehadiran Hian-bengkau
didunia ini tak lebih cuma meninggalkan bibit bencana bagi umat persilatan”
Biau-nia Sam-sian paling mendendam terhadap pihak Hian-beng-kau, terutama setelah nyaris
mampus ditangan Cho Thian hua.
Mendengar perkataan itu dengan cepat Lan hoa siancu berseru, “Betul, demi dunia persilatan kita
tak boleh melepaskan orang orang Hian-beng-kau!”
“Liong ji!” seru Siau yau sian Cu Thong pula dengan dingin ” bila Kok See-piau sampai lolos aku
akan minta pertanggungan jawabmu!”
Si jago tua ini rupanya paling benci terhadap Kok See-piau.
Setelah menyaksikan keadaan yang dihadapinya itu, tahulah Kok See-piau bahwa mustahil
baginya untuk meloloskan diri, dia menjadi sekad dan segera mengambil keputusan untuk
melakukan perlawanan dengan punggung menghadap keair.
Tiba-tiba Go Tang cuan berbisik kepada Kok See-piau dengan ilmu menyampaikan suara,
“Sinkun, pihak Kiu-im-kau bertahan diluar, bila kita harus bertarung melawan pihak golongan
putih, mustahil buat kita lolos, sebaliknya jika Kiu-im-kau juga kita paksa untuk terjun dalam
suatu pertarungan massal maka dalam kekalutan besar kemungkinan kita bisa lolos dari sini”
Dengan cepat Kok See-piau memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, ternyata apa yang
diucapkan memang benar, harapannya untuk hidup segera muncul, tak tahan lagi dia tertawa
terbahak-bahak.
“Haaaaahh…..haaahhh…. hhaaahh…. Go Hu kaucu, pun sinkun akan menggantungkan padamu!”
“Tidak berani, asal hamba pasti akan ku usahakan sedapat mungkin…..” Kecerdasan otak kedua
orang itu sangat luar biasa, dalam keadaan terdesak pun mereka masih sanggup untuk melihat
keadaan sambil menyusun rencana..
Tiba-tiba Go Tang cuan maju ke depan dengan langkah lebar kemuka Kiu-im-kaucu, katanya
dengan dingin:
“Kiu-im-kau menghianati persekutuan, perbuatan kalian sungguh memalukan, aku Hu kaucu dari
Hian-beng-kau ingin minta keadilan darimu!”
Kiu-im-kaucu tertawa hambar. “Jika kau ingin cepat mampus, aku pasti akan memenuhi
keinginanmu itu….”
Dia lantas mengulapkan tangannya memberi tanda, Sin Seng sam cepat melompat ke depan
sambil berkata dengan dingin.
“Pun tongcu siap melayani dirimu!”
Go Tang cuan memang bermaksud kesitu, sambil mendengus dingin dia lantas maju sambil
melancarkan sebuah pukulan dahsyat ke lambung lawan.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
418
Ketika dilihatnya serangan dari Sin Seng sam tersebut sederhana tiada sesuatu yang aneh, dia
lantas bergerak maju ke depan sambil melepaskan sebuah pukulan dahsyat, timbul pandangan
rendahnya atas kemampuan lawan.
Sambil tertawa seram, katanya, “Namanya saja seorang hu kaucu dari Hian-beng-kau……”
Belum habis dia berkata, desingan angin tajam telah menyambar lewat, tahu-tahu cakar musuh
telah tiba diatas dadanya, Sin Seng sam amat terkejut, peluh dingin membasahi tubuhnya,
untung saja ilmu langkah loan ngo heng mi sian tun huat yang dimilikinya amat sempurna, dalam
keadaan kritis dia berhasil menghindari ancaman tersebut.
Terdengar Go Tang cuan tertawa nyaring, mendadak dari antara jurus- jurus serangan-nya
muncul serangkaian ilmu pukulan yang aneh sekali.
Sin Seng sam tak sempat untuk menghindarinya, dengan memaksakan diri ia lantas menyambut
kelima buah serangan lawan dengan keras lawan keras, akibatnya dia merasakan darah panas
didalam dadanya bergolak keras, nyaris dia jatah terhuyung.
Sementara itu Go Tang cuan menggunakan kesempatan tersebut menerjang maju ke muka
sambil melepaskan sebuah pukulan dahsyat ke dada lawan.
Pukalan yang dilepaskan ini sama sekali diluar kebiasaan, sulit buat Sin Seng sam untuk
meloloskan diri, terpaksa dia harus miringkan badan sambil menjejakkan kakinya keras keras.
“Kraaak…….” pukulan dari Go Tang cuan itu bersarang telak diatas bahu Sin Sang sam yang
membuat tulang bahunya hancur berantakan, tubuhnya segera terlempar sejauh dua kaki lebih.
Khong Im sangat terperanjat dan buru-baru menyambut tubuhnya, ketika diperiksa tampak paras
maka Sin Seng sam pucat pias seperti mayat, ia sudah berada dalam keadaan tidak sadarkan
diri.
Jelek-jelek begitu Sin Seng sam adalah Coanto tongcu dari perkumpulan Kiu-im-kau, kekalahan
yang dideritanya dalam waktu singkat ini meski disebabkan oleh keteledorannya, namun semua
orang lantas tahu kalau Go Tang cuan sebagai seorang Hu kaucu pasti memiliki ilmu silat yang
luar biasa sekali.
Bukti yang tampak sekarang betul-betul diluar dugaan siapapun, saking marahnya Kiu-im-kaucu
sampai tertawa dingin tiada hentinya, Kiu im suciat segera terjun kearena pertarungan
sedangkan dari pihak Hian-beng-kau segera bermunculan pula Bu Beng san, Phoa Siu, Pi Cok
liang dan lain-lainnya, suatu pertarungan masal agaknya segera akan berkobar.
Go Tang cuan yang menyaksikan siasatnya sudah hampir berhasil segera ter tawa terbahakbahak,
tapi pada saat itulah ia menyaksikan seorang tokoh setengah umur yang cantik dengan
tangan kirinya mencengkeram seorang nona yang berwajah kuyu dan kurus melintas masuk
kedalam arena, begitu tahu kalau mereka adalah istrinya Thia Siok-bi dan putrinya Go Hong giok,
gelak tertawanya seketika berhenti.
Terdengar Thia Siok-bi berkata dengan nyaring, “Tang cuan, mengapa kau tidak segera ikut kita
mengasingkan diri? Apalagi yang hendak kau nantikan?”
Go Tang cuan tertegun, sementara wajahnya masih berubah-ubah, terdengar Go Hong giok
berpekik sedih:
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
419
“Ayah!”
Begitu mendengar teriakan putrinya, Go Tang cuan merasakan darah panas didalam dadanya
bergolak keras, cepat-cepat dia menjura kepada Kok See-piau sambil berkata, “Bukan aku Go
Tang cuan melarikan diri disaat bahaya, aku harap kau sudi memaklumi keadaanku!”
Kok See-piau segera mengulapkan tangannya sumbil menukas, “Sebelum semuanya ini terjadi,
kita sudah ada perjanjian lebih dulu, setiap saat kau boleh pergi, tak usah banyak bicara lagi!”
“Terima kasih atas kebaikan sinkun!” Go Tang cuan segera menjura, kemudian setelah memberi
hormat keempat penjuru dia membalikkan badan siap pergi.
Tiba-tiba terdengar Bu beng san berseru dengan penuh kegusaran, “Penghianat yang tidak setia
kawan, serahkan selembar nyawamu!”
Sepasang telapak tangannya segera diputar lalu segelung tenaga serangan yang maha dahsyat
dengan cepat menggulung ke muka, Go Tang cuan mendengus tertahan, tubuhnya terpental
sejauh beberapa kaki oleh sapuan tenaga serangan itu, lalu sambil muntah darah ia mundur
beberapa langkah dengan sempoyongan, sebelum berhasil berdiri tegak.
Thian Siok-bi, ibu dan anak menjerit kaget, sementara Bu Beng san yang berhasil melukai
musuhnya secara gampang juga tertegun tapi dengan cepat ia menggerakan badannya menyusul
ke depan sambil bersiap-siap melepaskan serangan lagi.
Tampak Go Tang cuan membesut noda darah dari ujung bibirnya, kemudian seraya berpaling
tegurnya keren.
“Saudara Bu jangan keterlaluan! Sebelum masuk menjadi anggata, aku orang She Go telah
mengikat janji lebih dulu dengan sinkun, bahwasanya setiap saat aku bisa peroleh kebebasanku,
serangan yang kau hadiahkan kepadaku tadi sebagai petunjuk bahwa aku merasa menyesal
sekali”
“Kentut busuk!” seru Bu Beng san sambil menyeringai seram, “enak betul jalan pemikiranmu itu”
Telapak tangannya segera diayunkan lagi ke depan dan sebuah serangan maut sekali lagi
dilepaskan. Dalam keadaan terluka parah, Go Tang cuan tak berani menerima ancaman itu
dengan keras lawan keras, dengan cepat ia menggeserkan kaki sambil memutar badan, ia
bersiap siap-siap untuk menghindarkan diri dari ancaman itu.
Mendadak terdengar Bu Beng san menjerit kaget, tangan kirinya segera nemegangi pergelangan
tangan kanannya sambil melayang mundur dua kaki kebelakang, kemudian sambil menggigit
bibir menahan diri serunya, “Anjing cilik”. Hebat betul kepandaianmu untuk main sergap”
Berhasil melukai pergelangan tangan Bu Beng san, Hoa In-liong hampir tidak ambil perduli atas
omelan musuhnya, kepada Go Tang cuan dia menjura lalu serunya, “Kami mempunyai cara
penyembuhan yang sangat jitu untuk mengobati luka dalam yang diderita Hong giok, silahkan
pindah kemari”
Hoa Si juga turut maju sambil menjura sambungnya.
“Boanpwe dengan segala tulus hati mengundang saudara bertiga untuk menginap selama
beberapa hari dalam perkampungan Liok sat san ceng kami….”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
420
Sejak melangkah ke tengah arena tadi, Go Hong giok selalu menga-lihkan sorot mata nya
mengawasi wajah Hoa In-liong yang tampan itu, seolah-olah sesudah itu dia tak akan berjumpa
lagi untuk selamanya.
Mendengar tawaran tersebut, tiba-tiba ia menyela, “Luka yang kuderita tidak parah, ayah, mari
kita pergi dan sini”
Ucapan itu tegas dan serius, seolah-olah gadis itu sudah mengambil keputusan yang bulat.
Tapi, ambisi Go Tang cuan waktu itu sudah punah, apa yang dipikirkan olehnya sekarang adalah
masalah yang menyangkut ke sehatan Go Hong giok, sudah barang tentu dia enggan untuk
menuruti perkataan putrinya itu.
Setelah termenung beberapa saat, ujarnya kepada Go Hong giok dengan suara lembut. “Giok ji,
ayah ingin memohon sesuatu ke padamu, bersediakah kau untuk mengabulkannya?”
“Oh ayah!” sahut Go Hong giok dengan sedih, “kau membuat putrimu tak berani mengangkat
kepala, apapun permintaan ayah, putrimu pasti akan menurutinya”
Go Tang cuan segera menghela napas panjang sambil berpaling, katanya kemudian, Istri dan
anakku pasti akan mengganggu beberapa hari didalam perkampungan kalian, sekarang lohu
masih ada sedikit urusan, biarlah aku lakukan hal ini lain waktu saji”
Setelah memberi hormat dan menengok sekejap kearah istri dan anaknya, ia membalikkan badan
dan berlalu dari situ.
“Ayah!” Go Hong giok segera menjerit keras.
Titik air mata juga berlinang membasahi wajah Thia Siok-bi, katanya kemudian.
“Giok ji ayahmu merasa amat menyesal sekali kepadamu, untuk menebus dosanya ia pasti
berangkat ke bukit Tiang pek san untuk mencarikan jinsom bagimu, padahal pekerjaan ini bukan
suatu pekerjaan yang gampang, mungkin belasan tahun kemudian usaha ini baru berhasil,
mungkin juga lebih lama, tapi kau tak usah menghalangi niatnya itu, kalau tidak, sekalipun dia
tetap tinggal tersama kita, hatinya akan menderita sepanjang masa, demi kau terpaksa akupun
bersedia untuk tunduk dan memohon bantuan orang”
Go Hong giok merasa amat terharu sekali, sebenarnya ia memang tidak menaruh perasaan apaapa
terhadap ayahnya, tapi ketika dilihatnya ayahnya bersedia mendaki bukit yang tinggi,
menahan siksaan hawa dingin, ancaman binatang buas dan berusaha untuk mencari obat
baginya, ia merasa, rasa haru yang muncul dalam hatinya sungguh tak terlukiskan dengan katakata.
Dengan suara lembut, Hoa In-liong segera berkata”
“Hong giok, tak usah bersedih hati lagi, kini empok telah bertobat kembali dari jalan sesat
semestinya kalau kejadian ini perlu dirayakan, betul kepergiannya kali ini hanya sementara, tapi
hal mana bisa meringgankan siksaan dan penderitaan dalam hatinya, kalau tidak membiarkan dia
pergi menuruti suara hatinya, mungkin sampai mati pun dia tak akan mati dengan mata meram”
Dengan terjadinya peristiwa ini, Kok See-piau betul-betul merasa gusar sekali, tapi Go Tang cuan
memang berilmu tinggi, lagipula mereka mempunyai perjanjian lebih dulu, bila sampai
disinggung maka hal mana justru akan mengurangi martabat serta kekuatan sendiri
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
421
Maka dari itu, untuk sesaat dia menjadi apa boleh buat, terpaksa semua kemarahannya
dilampiaskan ke tubuh Hoa In-liong, tiba-tiba bentaknya dengan geram, “Orang she Hoa, kau tak
usah berlagak sok?”
Hoa In-liong tertawa dingin, tiba-tiba ia menjura kepada Si Seng tek.
Si Seng tek manggut-manggut lalu keluar dari rombongan, serunya dengan suara lantang.
“Kok See-piau, bila kau belum juga mau memadamkan pikiran sesatmu, aku orang she Si yang
akan menjadi penyerang pertama”
Kok See-piau melirik sekejap kearahnya, lalu tertawa dingin, “Kau sendiri masih belum cukup
cekatan, mana bisa dibandingkan denganku? Sekarang, apakah kau hendak mengandalkan
keluarga Hoa sebagai tulang punggungmu untuk datang menuntut balas?” Si Seng tek tertawa
hambar. “Sekalipun aku katakan belum tentu kau percaya, sesungguhnya aku orang she Si ingin
berterima kasih kepadamu karena tidak sampai tertimpa musibah ini, sampai akhirnya aku orang
she Si sebelum sampai keblingar oleh hasutanmu”
Kok See-piau tidak menjawab, dia cuma tertawa dingin tiada hentinya.
Dengan suara hambar, Si Seng tek berkata lagi.
“Kalau toh kau belum mau juga menyesal, aku orang she Si juga tak akan banyak berbicara lagi”
Dia memandang sekejap keseluruh arena kemudian serunya dengan suara lantang, “Didalam
perkumpulan Hian-beng-kau pasti masih terdapat saudara-saudara dari aku orang she Si dimasa
lampau, bila kalian masih menginggat dengan hubungan persaudaraan kita dimasa lalu, silahkan
datang kemari untuk mengadakan pembicaraan”
Semantara itu Hoa In-liong sedang berbisik sesuatu kepada Hoa Si, mendengar itu Hoa Si
manggut-manggut, mendadak serunya dengan suara lantang, Dengarkanlah sahabat-sahabat
dari Hian-beng-kau, situasi yang kalian hadapi sekarang rasanya tak perlu ku terangkan lagi, aku
rasa kalian tentu juga cukup memahami bukan? Go hu kaucu saja sudah pergi, aku rasa kalian
semua tentu mempunyai juga anak istri bahkan orang tua, apalah artinya untuk berjuang demi
yang sesat? Kami tidak bermaksud melakukan pembatalan, kami bersedia untuk mengikat tali
persahabatan dengan kalian, siapa saja yang ingin bersahabat dengan kami, akan kami sambut
dengan senang hati, sedang mereka yang ingin pergi juga tak akan kami halangi, aku hanya
berharap setelah kejadian ini, janganlah kalian membantu kaum laknat lagi untuk berbuat
kejahatan, hal mana sudah terlebih dari cukup bagiku”
Seusai berkata, kembali dia menjura ke empat penjuru.
Begitu Si Seng tek menampilkan diri, anak buahnya dulu yang kini bergabung dengan Hian-bengkau
sudah berniat untuk lari keluar, tapi berhubung peraturan dalam Hian-beng-kau sangat
ketat, salah langkah bisa jadi akan berakibat kematian, maka sekalipun paras muka mereka telah
berubah, tak seorangpun berani bersuara.
Dengan kepergian Go Tang cuan serta ucapan Hoa Si yang tepat pada waktunya, dengan cepat
menggerakkan hati banyak orang, pikiran mereke mulai goyah, semangat bertempurpun sudah
lenyap tak berbekas.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
422
Menyaksikan pikiran anak buahnya sudah mulai goyah, Kok See-piau segara berpikir, “Asal ada
seorang saja yang berani memimpin, niscaya akan terjadi berubahan besar, perkumpulan kami
pun akan musnah tak berbekas, aku harus menggunakan tangan keji untuk menguasahi mereka,
asal pertarungan kembali berkobar, maka orangpun takkan berhianat lagi”
Ia berusaha keras untuk memutar otak dan menemukan cara yang terbaik untuk mengatasi
kejadian ini, sementara hatinya masih gelisah, tiba-tiba dari sisi kiri bukit itu berkumandang suara
panggilan yaag merdu tapi nyaring, “Suhu!”
Mendengar panggilan itu, semua jago segera berpaling.
Waktu itu kentongan ketiga sudah lewat, rembulan masih berada diatas awang-awang, dan
menerangi jagad.
Dalam keadaan demikian, para jago dapat melihat jelas seorang nona berbaju putih dengan
membawa belasan orang lelaki berbaju merah sedang menembusi penghadangan dari Butim
tojin suheng te beserta orang-orang Kiu-im-kau untuk menyerbu kebawah bukit.
Begitu mengetahui kalau orang itu adalah Kok Gi pek, Hoa In-liong segera mengerutkan dahinya
seraya berpikir.
“Aaai…….! Mau apa dia datang kemari?”
Kejut dan gusar menyelimuti pula perasaan Kok See-piau, dia segera membentak keras.
“Gi pek, kenapa kau tidak menuruti perkataanku? Apakah kau mengharapkan partai kita
kehilangan ahli waris?”
Sambil memutar pedang mestikanya, dengan gagah Kok Gi pek menjawab lantang.
“Selama para suheng masih hidup, partai Kiuci tak akan kehilangan ahli waris, tecu bersedia
untuk hidup dan mati bersama suhu”
Mendengar perkataan itu, diam-diam para jago merasa kagum sekali atas kesetiaan dan
kebaktiannya kepada guru dan perguruan, sayang gadis secantik ini harus tersesat pada
golongan yang salah.
Sebelah kiri jalan tembus marupakan jurang yang dalam, sebelah kanan merupakan suatu jeram,
jalan setapak yang menghubungkan tempat itu hanya seluas beberapa depa saja, keadaannya
berbahaya sekali.
Beberapa kali terjangan Kok Gi pek selalu kena dihadang oleh para jago yang bertahan disana,
kegagalan yang berulang membuat gadis itu gelisah bercampur marah, “Sreet! Sreeet! Sreet!”
secara beruntun ia lancarkan tiga buah serangan berantai yang ganas dan lihay.
Seorang anggota Kiu-im-kau tertusuk pedang nya, sambil menjerit kesakitan tubuhnya segera
terlempar masuk kedalam jurang yang tak terkirakan dalamnya itu, sudah tentu selembar
jiwanya tak bisa tertolong lagi.
Mendadak terdengar Bu tim tootiang berseru dengan suara dalam, “Nona Kok, pinto berbuat
demikian demi kebaikanmu, hari ini suhumu pasti mampus, sedang usiamu masih begitu muda,
apalah gunanya harus turut mati bersamanya?. cepatlah pergi meninggalkan tempat ini!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
423
Kok Gi pek hanya menggigit bibir tidak menjawab, dengan jurus Tong liong kiu ci (naga sakti
berliuk sembilan kali) pedangnya menciptakan sembilan titik cahaya putih yang segera
menyelimuti seluruh angkasa.
Seorang tojin yang sedang menggurungnya tidak berniat untuk mencelakainya, siapa tahu gadis
itu begitu lihay, karena kurang begitu berhati-hati, bahunya segera tersambar hingga berdarah.
Bu tim tojin menjadi amat gusar setelah menyaksikan kejadian itu, dengan suara menggelegar
bentaknya, “Kalau toh kau begitu tak tahu diri, jangan salahkan kalau pinto tak akan sungkansungkan.
Permainan pedangnya semakin diperketat dengan menyerang semakin gencar lagi.
Kok Gi pek memutar pedangnya berahan terus dengan gigih, sementara kakinya bergeser
mundur terus berulang kali.
Tiba-tiba terdengar Hoa In-liong menjerit kaget, “Hati-hati dengan kakimu!”
Bong pay dan pek Soh gi bersamaan waktunya berteriak pula keras-keras, “Tootiang, ampuni
selembar jiwanya” Mendengar seruan-seruan itu, Bu tim tojin segera mengendorkan
serangannya.
Tapi sayang sudah terlambat selangkah, mendadak kaki Kok Gi pek tergelincir, tidak sempat
menjerit lagi tubuhnya terperosok masuk ke dalam jurang yang tiada terkira dalamnya itu.
Paras muka Hoa In-liong segera berubah hebat, Bong pay suami istri menjadi sedih, sementara
para jago lihay menjerit kaget.
Kok See-piau sendiri juga tertegun untuk beberapa saat lamanya, mendadak ia mendongakkan
kepalanya dan memperdengarkan suara gelak tertawanya yang menyeramkan, suara gelak
tertawanya itu keras, penuh kesedihan dan luapan perasaan dendam.
Dalam pada itu, Bu tim tootiang sendiri juga lagi memandang jurang yang sangat dalam itu
dengan termangu-mangu, wajahnya kelihatan menyesal sekali, maka ketika didengarnya Kok
See-piau terrawa seram, tiba-tiba ia membalikkan badannya sambil berseru dengan gemas, Kok
See-piau, kau telah kehilangan murid mu yang setia, kenapa makin kelihatan gembira?”
Seperti sebutir peluru, tiba-tiba dia meluncur turun dari atas bukit tersebut.
“Haaahhh…aaahhh…haaahahh…. kenapa lohu tak boleh merasa bangga? Kenapa lohu tak boleh
marasa gembira?” sahut Kok See-piau sambil tertawa seram terus menerus.
Para pendekar kaum lurus, para jago Kiu-im-kau maupun Hian-beng-kau sendiri sama-sama
tertegun setelah mendengar jawaban tersebut bahkan Bu tim tojin sendiripun seketika
terbungkam dengan wajah tertegun, ia menjumpai keadaan Kok See-piau seperti orang yang
tidak waras……, Hoa In-liong yang cerdas segera merasakan sesuatu yang tak beres, pikirnya,
“Aduh celaka, jangan-jangan begitu…. Menggigil keras sekujur badannya, dengan lantang dia
lantas berseru, “Kok See-piau, apa yang kau gembirakan?” Kok See-piau berhenti tertawa,
dengan suara menyeramkan katanya:
“Sekalipun tidak kau tanyakan, lohu juga akan menggutarakannya
heeehh…….heeehh………heeehhh, akhirnya aku orang she Kok menyaksikan juga manusia
munafik yang berlagak sok mulia sok bijaksana menerima ganjarannya”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
424
Dia adalah seorang gembong iblis yang berotak cerdas, ketika berbicara sampai disitu satu
ingatan tiba-tiba melintas dalam benaknya, sambil tertawa dingin katanya kemudian.
“Orang she Hoa, ketika masih berada dibukit Ci san, kau pernah mendengar penuturan dari Jin
Hian yang menceritakan kesengsaraannya, padahal apa yang dialaminya itu masih belum
seberapa, apakah kau ingin mengetahui juga penderitaan yang kualami selama ini?”
Hoa In lioog tertegun, tapi ia segera tahu bahwa ucapan tersebut tentu ada sebabnya maka
sambil menahan rasa sedih dan gusar katanya.
“Kalau toh kau mempunyai kegembiraan untuk berceritera, aku orang she Hoa akan
mendengarkannya”
Sekali lagi Kok See-piau mendengarkan suara tertawa rendahnya yang mengerikan, kemudian
berkata, “Berbicara yang sesungguhnya, hal ini tak bisa dikatakan sebagai kisah penderitaan
lohu, tapi lebih tepat kalau dikatakan sebagai kisah bagaimana caranya lohu melanjutkan hidup
selama ini”
Kiu-im-kaucu segera tertawa terbahak-bahak, serunya, “Aku rasa kehidupanmu tentu sengsara
sekali. Tapi urusan ini tiada sangkut pautnya dengan kami, Kiu-im-kau merasa ogah untuk
mendengarkan cerita usangmu itu”
Kok See-piau tidak ambil perduli perkataan itu, katanya kembali dengan lantang, “Orang she
Hoa, tentunya kau tak tahu bagaimana perasaanmu itu, demi melatih ilmu yang sakti, lohu harus
mengarang tubuh ku diatas api yang panas, kedinginan ditengah salju yang tebal, harus
menahan penderitaan berat yang tak akan bisa ditahan oleh orang lain, beberapa kali kegagalan
yang ku alami hampir saja membuatku untuk bunuh diri, tahukah kau, kekuatan apa yang
selama ini menunjangku sehingga dapat tahan sampai sekarang?”
Ia berhenti sejenak, dengan sepasang mata yang merah membara, terusnya lebih jauh, Itulah
dendam kesumat, hanya dendam kesumat yang bisa membuat lohu memiliki kekuatan baru
untuk melanjutkan hidup, bukankah kesengsaraan yang kualami selama ini adalah pemberian
dari manusia munafik yang berlagak sok baik hati dan bijaksana? Lohu bertekad tak akan
melepaskan kalian dengan begitu saja, kalau hanya tersiksa melulu, hal mana masih terlalu
keenakan bagi kalian, aku akan membuat kalian melakukan perbuatan yang melanggar hati
naluri manusia, aku hendak menjerumuskan anak cucunya ke dalam neraka sehingga sepanjang
masa menderita dan tersiksa…..”
Tiba-tiba segulung awan hitam menutupi cahaya rembulan, membuat suasana di sana menjadi
gelap gulita, hawa napsu membunuh yang mengerikan serasa menyelimuti seluruh permukaan
bumi.
Ketika semua orang mendengar suara ucapannya yang begitu keji dan menyeramkan itu, tanpa
terasa bulu kuduknya pada bangun berdiri, dengan luapan perasaan dendam yang sedemikian
dahsyatnya itu, sudah pasti dia mempunyai rencana yang busuk pula, malah ada yang secara
lamat-lamat sudah merasakan apa yang telah terjadi meski selalu berharap agar kejadian itu
bukan suatu kenyataan.
Hoa In-liong sendiripun merasakan jantungnya berdebar keras, diam-diam pikirnya.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
425
“Sungguh tak kusangka dia mengandung perasaan dendam yang begitu dalam terhadap kami,
tak heran kalau rasa bencinya terhadap keluarga Hoa sudah merasuk sampai ke tulang sungsum.
Mendadak terdengar Cho Thian hua menimbrung.
“Sute, buat apa kau musti bersedih hati karena persoalan ini? Ih heng bersedia untuk
membantumu membalas dendam”
“Lohu bersumpah sampai mati akan membantu sinkun untuk membalas dendam, sambung Leng
lam it khi.
“Terima kasih banyak atas maksud baik kalian” Kok See-piau segera menjura dengan wajah
serius.
Tiba-tiba dengan sorot mata tajam dia menyapu sekejap para jagonya yang bergabung dalam
Hiang beng kau, kemudian serunya dengan suara lantang.
Semua anggota yang termasuk anak buah Saudara Si, silahkan balik keasalnya, seandainya
saudara Si akan turun tangan untuk memusuhi kami, pun-sinkun juga tak akan menyalahkan,
sedang sisanya bila ada yang ingin pergi meninggalkan tempat ini, silahkan pergi, pun-sinkun
berjanji tak akan melacaki jejaknya, sedangkan pun-sinkun akan tetap tinggal disini untuk
berduel dengan musuh sampai titik darah penghabisan”
Begitu ucapan tersebut diucapkan, baik jago dari golongan pendekar maupun jago dari Kiu-imkau
dan Hian-beng-kau menjadi tertegun, kejadian benar-benar diluar dugaan mereka.
Setelah suasana hening untuk beberapa saat lamanya, Thian ki thamcu dari perkumpulan Hianbeng-
kau, Beng Wi cian tiba-tiba menjura kepada Kok See-piau sambil berkata, “Perintah dari
sinkun, Beng Wi cian tak berani membangkang, kalau toh tidak setia kepada majikan lama, lebih
susah setia kepada majikan baru, Wi cian sekalian segera akan mengundurkan diri dari sini, soal
memusuhi tak mungkin akan kami lakukan”
Kok See-piau tertawa hambar. “Kalau memang demikian adanya, bila kita bersua kembali
dikemudian hari kita masih tetap bersahabat”
Beng Wi cian segera memberi hormat dan berlalu dari sana.
Para jago bekas anak buah Si Seng tek pun berbondong-bondong memberi hormat kepada Kok
See-piau dan meninggalkan barisan.
Dalam waktu singkat seratus orang lebih anggota Hian-beng-kau telah meninggalkan barisannya
dan bersama-sama berdiri didepan Si Seng pek sambil memberi hormat, “Menjumpai majikan
lama!”
“Si Seng tek mengulapkan tangannya seraya berkata.
Rupanya kalian semua masih belum melupakan diriku, bagus, mundur dulu kesamping dan siap
menunggu perintah selanjutnya untuk bertempur!”
Beng Wi cian segera menunjukkan sikap keberatan, agak termenung sebentar dia, kemu dian
sambil memberi hormat katanya.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
426
“Cukong boleh menitahkan kami sekalian untuk terjun kelautan api atau naik bukit golok, sampai
matipun hamba sekalian tak akan membangkang, tapi kami benar-benar tidak merasa leluasa
untuk menghadapi Hian-beng-kau”
Mendengar perkataan itu, Si Seng tek menjadi naik pitam, sambil menarik muka ia siap
membentak.
Tapi sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu, Hoa In-liong telah berkata lebih duluan.
“Sudah sepantasnya demikian, Beng lo enghiong sekalian harap menonton di samping saja”
Beng Wi cian segera menjura kepada Hoa In-liong, katanya dengan penuh rasa berterima kasih,
“Terima kasih Hoa kongcu atas kebaikan mu”
Sambil membawa orang-orangnya, mereka lantas mengundurkan diri ke samping.
Si Seng tek mengerutkan dahinya rapat-rapat, tapi berhubung Hoa In-liong adalah tuan
penolongnya, dan lagi diapun tahu akan hubungan pemuda ini dengan putrinya, diapun tidak
mengucapkan apa-apa.
Kepada Coa Goan hau katanya kemudian, sambil tertawa getir, “Siaute tak becus memimpin
anak buah, harap Coa heng jangan mentertawakan” Coa Goan hau segera tersenyum.
“Aaah, mana, mana, entah dimanakah letak tujuan Kok See-piau dengan tindakan itu,
penampilan rasa setia kawan yang diperlihatkan anak buah Ji heng benar-benar
mengagumkan…..”
Sesungguhnya kedua orang ini masih terhitung famili, setelah bertemu muka dan mengetahui
kalau derajat mereka seimbang, pembicaraan yang kemudian berlangsungpun mempererat
hubungan mereka menjadi lebih akrab lagi.
Terdengar Kok See-piau berseru kembali “Masih adakah yang hendak pergi dari sini?”
Pi Cok liong sambil menghantamkan toya bajanya ke tanah, segera berteriak pula dengan
lantang, “Hayo, mereka yang takut mampus cepat enyah dari barisan!”
Termakan oleh ucapan Kok See-piau tersebut, semangat para anggota Hian-beng-kau segera
berkobar kembali, seru mereka hampir bersama.
Kami semua bersedia untuk mati dan hidup bersama Sinkun!”
Sesungguhnya perasaan hati para jago Hian-beng-kau sudah goyah dan setiap saat kemungkinan
sekuli mereka akan memberontak, tapi dengan sikap dari Kok See-piau itu bukan saja bekas anak
buah Si Seng tek yang meninggalkan barisan menunjukkan keengganannya untuk memusuhi
mereka,bahkan jaga-jago perkumpulannya yang mulai goyah pikirannya pun menjadi
bersemangat kembali, mau tak mau para jago merasa kagum juga oleh kecerdasan otaknya.
Dengan kening berkerut Hoa In-liong lantas berseru, “Kok See-piau, kau masih ada urusan lain?”
Kok See-piau tertawa dingin dengan seramnya.
Jilid 21
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
427
“Heeehhh…. heeehhh…… heeehhh….. kalau toh kau begitu terburu napsu, baiklah, sekarang juga
akan pun sinkun katakan.”
Sesudah berhenti sejenak, dengan sepatah demi sepatah katanya lagi dengan suara
menyeramkan, “Terus terang kuberi tahu kepada kalian, sesungguhnya Kok Gi pek itu bukan lain
adalah putrinya Bong pay serta Pek Soh gi!”
Begitu mendengar ucapan tersebut, Pek Soh gi menjerit sedih dan jatuh tak sadarkan diri, buruburu
Bong Pay memeluk tubuh istri nya, lalu dengan wajah sedih serunya kepada Kok See-piau
penuh kebencian, “Kok See-piau, kalau kau ingin membalas dendam, cari saja kami suami istri
berdua, apa dosanya seorang gadis lemah?” Kok See-piau menyeringai seram.
“Heehhh……heeeheeh…. heeehhhh…….lohu toh sayang dan mencintainya, orang yang telah
mencelakainya justru adalah orangmu sendiri”
Bu tim lojin segera menghela napas panjang, katanya:
“Bong tayhiap, dosa pinto benar-benar tak terampuni!”
Tiba-tiba Ci wi siancu menukas dengan suara dingin, “Kalau sudah tahu dosanya tak terampuni
lebih baik cepat-cepatlah bereskan nyawamu sendiri, hmmm! Sengaja berbicara begitu padahal
tujuannya hanya minta pengampunan”
sejak bertemu dengan Kok Gi pek dikota Si ciu tempo hari, sampai sekarang Biau-nia Sam-sian
masih belum tahu kalau dia adalah muridnya Kok See-piau, terhadap gadis itu boleh dibilang
mereka amat menyukai dan menyayanginya.
Sekalipun hal ini mereka ketahui kemudian namun rasa sayangnya terhadap gadis itu bukan
berkurang apalagi setelah mengetahui kalau gadis itu memang putrinya Bong pay suami istri,
mereka makin getun lagi.
Sebagai manusia-manusia yang berasal dari suku Biau, cara kerja mereka hanya memandang
pada soal baik dan buruk, ketika dilihatnya Kok Gi pek mati ditangan Bu tim tootiang, maka rasa
benci mereka terhadap tosu itu pun boleh dibilang merasuk sampai ke tulang sungsum.
Pada dasarnya Bu tim tootiang memang merasa sedih bercampur menyesal atas terjadinya
peristiwa itu, mendengar perkataan tersebut dia lantas tertawa pedih, katanya, Baik, baik!”
Mendadak ia membalikkan telapak tangan-nya dan ditabokkan keatas ubun-ubun sendiri.
Hoa In-liong yang berada disitu tentu saja tidak membiarkan ia menghabisi nyawa sendiri,
dengan cepat ia menyelinap ke sisi Bu tim tojin dan menangkap sikutnya, dengan suara dalam
dia berseru, “Persoalan ini tak bisa menyalahkan tootiang, kalau ingin mencari biang keladinya
maka kita harus mencari Kok See-piau”
Sebenarnya diantara para jago ada yang telah menduga bahwa antara Kok Gi pek dengan Bong
Pay suami istri ada hubungannya, tapi ketika mendengar kalau Koi Gi pek mempunyai orang tua
lain, lagipula banyak kejadian aneh yang mungkin bisa terjadi didunia ini, lambat laun rasa curiga
tersebut makin menipis.
Siapa tahu memang demikianlah kenyataannya, hal ini benar-benar mencengangkan semua
orang.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
428
Bagaimanapun juga Kok Gi pek adalah murid Kok See-piau, walaupun para jago mencurigai
kebenaran dari pengakuannya itu, namun tiada bukti nyata yang bisa menerangkan semua hal
tersebut, baik Kok See-piau akan menang atau kalah yang pasti kematian gadis itu tidak akann
mempengaruhi dirinya.
Atas kelicikan dan kekejian Kok See-piau ini, hampir boleh dibilang semua orang merasa marah
dan kaget, Pek Soh gi telah pingsan sedari tadi, sedangkan Bong Pay saking gusarnya tak
mampu mengucapkan sepatah katapun.
Tam Si bin dan Yu Tiong in sudah tak sanggup menahan sabar lagi, ia segera maju menerjang ke
arah Kok See-piau, Ui Sia leng dan Tang Bong liang segera maju menghalanginya, pertarungan
sengit segera berkobar dalam dua arena.
Hoa In-liong sendiripun merasa gusar sekali, baru saja dia akan menegur Kok See-piau………..
Mendadak terdengar seorang gadis berseru dengan suara dingin bagaikan salju, Kok See-piau,
dosamu sudah bertumpuk-tumpuk, sekalipun mampus juga belum dapat menebus semua
kekejianmu itu, sekarang aku Suma Jin akan menuntut balas kepadamu”
Ditengah seruan tersebut, seorang gadis berpakaian berkabung menerjang ke arah Kok See-piau
sambil memutar senjata pedangnya.
Diantara kelebatan tubuhnya itu, beberapa titik cahaya perak meluncur ke depan dan menyebar
keempat penjuru.
Dalam keadaan demikian Hoa In-liong enggan untuk menghalanginya, dengan kening berkerut
pikirnya, Bukankah toako bilang ia datang bersama ayah dan ibu? Sekarang kenapa ia datang
lebih duluan?”
Terdengar Seng Sin sam meraung kesakitan, sebatang pisau perak tahu-tahu sudah menancap
diatas dadanya yang mengakibatkan kematian bagi gembong iblis itu.
Ketika bertarung melawan Go Tang cuan tadi, ia sudah menderita luka dalam yang cukup parah
apalagi serangan senjata rahasia yang dilancarkan Suma Jin dilakukan dari jarak sedemikian
dekatnya, sekalipun ia berniat untuk berkelit juga tak mampu lagi.
Beng Wi cian yang mendengar akan kehadiran, putri Suma Tiang cing sudah merasa menyesal
sedari permulaan, baru saja ia sangsi, sebatang senjata rahasia telah menghajar dada kanannya.
Tapi ia sama sekali tak bersuara sambil menggertak gigi dicabutnya senjata rahasia tersebut
yang telah dibubuhi obat, hanya Huan Tam seorang yang berhasil menghindarkan diri tanpa
luka.
Kok See-piau juga menggerakkan tangannya, senjata rahasia yang mengancam tubuhnya itu
seketika lenyap tak berbekas lalu tegurnya sambil terawa dingin.
“Kau adalah putrinya Suma liang cing?”
“Benar!” jawab Suma Jin dengan gusar, “orang she Kok, serahkan jiwa anjing mu!”
Dengan jurus Thian ho seng san(bintang buyar disungai langit), pedangnya diputar sedemikian
rupa menciptakan berjuta-juta titik ca haya pedang yang menyilaukan mata, lalu sebuah tusukan
dilepaskan ke dada musuh dengan kecepatan luar biasa.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
429
Kok See-piau berdiri tak berkutik, menanti serangan hampir mengenai tubuhnya dia baru
menarik dadanya ke belakang sambi1 bergeser tiga depa begitu lolos dari ancaman lawan,
kontan saja ia tertawa terbahak-bahak.
“Haaahhh….haahhh….haaahh…. budak cilik, dengan mengandal-kan kepandaian secetek itu juga
berani mencari gara-gara, apakah kau tidak takut mampus?”
Walaupun diluar dia berkata dengan enteng padahal karena terlalu pandang rendah kemampuan
yang dimiliki Suma Jin, hampir saja tubuhnya termakan oleh tusukan tersebut.
Diam-diam ia merasa terperanjat, akan tetapi rasa kagetnya itu tak sampai diperlihatkan diatas
wajahnya.
Suma Jin sendiri meski terperanjat, dia tahu kalau ilmu pedang keluarga Hoa tiada tandingannya
dikolong langit, sayang kesempurnaannya belum cukup hingga belum sanggup untuk mengapaapakan
diri Kok See-piau.
Tapi bila teringat akan dendam berdarah atas kematian orang tuanya, apa lagi bila teringat
bahwa Kok See-piau adalah otaknya, sambil menggigit bibir mendadak ia mengejar kemuka
sambil melepaskan serangan dengan serangan yang dahsyat.
Kok See-piau tertawa dingin baru saja dia akan turun tangan keji, mendadak dilihatnya Hoa Inliong
yang berada beberapa kaki dari arena sedang mengawasi jalannya pertarungan dengan
sorot mata tajam.
Sebagaimana diketahui, semenjak pertarungan dalam bukit Ci san, kawanan iblis dari golongan
sesat hampir boleh dibilang pada menaruh rasa jeri terhadap kelihayan Hoa In-liong, yang paling
ditakuti Kok See-piau selama ini juga dia seorang, maka begitu melihat keadaan tersebut dia
lantas berubah pikiran.
“Meski ilmu silat yang dimiliki Goan cing amat lihay, suheng masih mampu untuk mengatasinya”
demikian dia berpikir kemudian, “tapi bocah keparat ini….”
Sebagai seorang manusia yang berotak licik dan banyak akalnya, dengan cepat dia berubah
pikiran, serunya kemudian dengan lantang, “Huan Tong, kau sambut budak ini!”
Mendengar perkataan itu, Huan Toag segera maju ke depan, sepasang telapak tangannya
diayunkan bersama untuk menyambut datangnya serangan dari Suma Jin itu dengan keras lawan
keras.
“Hmm, membunuh dirimu lebih dulu juga sama saja” pikir Suma Jin didalam hati.
Dengan kening berkerut dia lantas memperketat serangan pedangnya, dengan meninggalkan Kok
See-piau, dia bertarung sengit me lawan Huan Thong.
Hoa In-liong tahu bahwa ilmu silat yang dimiliki gadis itu masih selisih jauh kalau dibandingkan
dengan kepandaian yang dimiliki Kok See-piau, maka melihat gadis itu telah bertarung dulu
melawan Huan Thong, dia lantas beranggapan bahwa ada baiknya kalau gadis tersebut
menuntut balas lebih dahulu terhadap orang ini.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
430
Dalam keadaan dan situasi seperti ini, jelas tak mungkin buat Kok See-piau untuk melarikan diri,
maka ia tidak menggubris ketua dari perkumpulan Hian-beng-kau itu lagi, seluruh perhatiannya
ditujukan ke arah pertarungan sambil bersiap siaga menghadapi keadaan yang tidak diinginkan.
Dalam pada itu, Kok See-piau juga telah mendapat akal bagus, dia segera memutar biji matanya,
kemudian ejeknya kepada Kiu-im-kaucu, “Huuuh…! Sekarang kau baru tahu, ternyata orang
orang Kiu-im-kau adalah manusia yang gampang dibunuh orang tanpa berani membalas….tak
becus”
Ketika sergapan dari Suma Jin berhasil menewaskan Sin Seng sam tadi, sesungguhnya Kiu-imkaucu
sudah merasa amat gusar, tapi ia jeri akan kehebatan orang-orang keluarga Hoa, maka
sedapat mungkin ia berusaha untuk menahan diri.
Berbeda setelah disinggung oleh Kok See-piau sekarang, berada dihadapan para jago dari
seluruh kolong langit, sudah barang tentu ia tak bisa berdiam diri belaka, setelah agak
merenggut sebentar, bentaknya kemudian, “Suma Jin, ibumu dulu masih terhitung Yu ling tiamcu
perkumpulan kami, berani benar kau bertingkah dihadapanku? Hmm, katakan sendiri sekarang,
kau hendak mengakui salah atau tidak?”
Waktu itu Suma Jin yang sedang bertarung sudah berhasil menduduki posisi diatas angin dengan
ketus segera sahutnya, “Tidak!”
Diam-diam Hoa In-liong tahu bahwa urusan bakal runyam, tapi Suma Jin sedang menuntut balas
atas dendam sakit hatinya, padahal Kiu-im-kaucu juga terlibat dalam peristiwa ini, bagaimanapun
juga ia tak bisa menyalahkan gadis tersebut.
Sesungguhnya perkataan dari Kiu-im-kaucu juga hampir boleh dibilang telah memberi peluang
bagi gadis itu untuk mundur secara hormat, asal Suma Jin mau mengaku salah, maka secara
begitu saja dia akan sudahi masalah tersebut, Siapa tahu Suma Jin sama sekali enggan mengaku
salah, hal mana membuat Kiu-im-kaucu segera tertawa seram saking gusarnya.
“Bedak ingusan” teriaknya, “akan kulihat siapa yang kau andalkan sehingga berani begitu
takabur dihadapanku”
Tiba-tiba Jin Yeng ciu menimbrung.
“Budak itu sangat tak tahu sopan santun, hamba mohon perintah untuk turun tangan memberi
pelajaran kepadanya”
Dengan terjadinya peristiwa ini, suasana kembali mengalami pergolakan besar, padahal Kiu-imkaucu
sendiri juga tahu kalau Kok See-piau sengaja hendak mengadu domba, diapun tahu juga
akan kelihaiyan keluarga Hoa, akan tetapi bila urusan dibiarkan begitu saja, bisa jadi nama
baikknya akan ternoda didepan orang banyak.
Untunglah disaat yang kritis itulah tiba-tiba Hoa In-liong maju ke depan dan memberi hormat
kepada Kiu-im-kaucu sambil berkata.
“Harap kaucu jangan gusar, biasanya orang yang sedang marah akan salah berbicara, harap
kaucu suka memakluminya”
Tiba-tiba Suma Jin berterik keras, “Kau tak usah mencampuri urusanku”
Tapi pada saat yang bersamaan, Hoa In lioag berseru pula dengan suara lantang.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
431
“Bagaimana seandainya keluarga Hoa yang minta maaf?”
Tenaga dalam yang dimiliki pemuda ini jauh lebih sempurna bila dibandingkan dengan Suma Jin,
dengan cepat seruan dari gadis itu tertindih sama sekali.
Walaupun Suma Jin merasa tidak rela, tapi diapun tak bisa berbuat kelewatan, maka dia pun
memperketat permainan pedangnya serta melampiaskan seluruh hawa amarahnya ke tubuh
Huan Thong.
Menghadapi serangan yang datangnya bertubi-tubi, Huan Thong segera terjebak dalam keadaan
yang berbahaya sekali.
Tampak Kiu-im-kaucu termenung sebentar, kemudian manggut-menggut, “Baiklah, aku juga
kasihan kepadanya karena kehilangan orang tuanya, tak akan kutarik panjang persoalan ini”
“Kebesaran jiwa kaucu sungguh membuat aku merasa amat berterima kasih sekali” seru Hoa In
1iong kemudian sambil menjura.
Padahal semua orang juga tahu, berhubung pihak Kiu-im-kau merasa ilmu silat yang dimiliki Hoa
Thian-hong dan Hoa In-liong terlampau 1ihay dan jelas bukan tandingan, maka sengaja mereka
menghindari yang berat dengan memilih yang enteng dengan tidak mempersoalkan kematian
dari Le Kiu-it serta Seng Sin sam.
Padahal ucapan Suma Jin tadi terlampau kaku dan tak enak didengar, bila diungkap secara terus
terang, bisa jadi pihak Kiu-im-kau akan kehilangan muka.
Kok See-piau tertawa dingin, rupanya dia sudah bersiap-siap untuk mengorek keterangan itu.
Mendadak Hoa In-liong berpaling ke arahnya, lalu berseru dengan suara dalam.
“Kok See-piau, kau cerdik dan berotak tajam, jarang ada manusia semacam dirimu, aku orang
she Hoa merasa kagum sekali, bagai mana kalau kumohon beberapa petunjukan?”
Mendengar perkataan itu, Kok See-piau menjadi terkesiap, dia tahu kalau dirinya bukan
tandingan, suruh anak buahnya juga belum tentu ada yang berani, sementara dia masih
kelabakan setengah mati, Cho Thian hua segera tertawa, sambil berjalan menghampiri Hoa Inliong,
katanya, “Bocah muda dari keluarga Hoa, Goan cing bilang kau mampu menghadapi lohu,
sekarang lohu ingin menjajal, apakah si hwesio cilik itu cuma mengibul atau tidak?”
“Aku orang she Hoa tak akan membuat kau menjadi kecewa” kata Hoa In-liong hambar.
Dalam waktu singkat, suasana dalam arena berubah menjadi sunyi senyap tak kedengaran
sedikit suarapun, setiap orang menahan napas sambil memperhatiKan orang itu. Tam Si bin
berempat yang sedang bertarung pun untuk sementara waktu menghentikan pertarungannya,
semua orang tahu pertempuran yang bakal berlangsung pastilah me rupakan suatu pertarungan
yang mengerikan. Hanya Suma Jin dan Huan Tong saja yang masih bertarung sengit tanpa ada
pertanda kedua belah pihak akan mengakhiri pertempuran itu.
Sejuk pertarungan dibukit Ci san, siapa pun tahu kalau Hoa In-liong memiliki ilmu silat yang
maha sakti, cuma saja Cho Thian hua sudah memiliki tenaga dalam sebesar seratus dua puluh
tahun hasil latihan, tentu saja kepandaian silat yang dimiliki akan luar biasa sekali.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
432
Sebelum pertempuran berkobar, siapapun tak berani mangambil dugaan siapa yang bakal
menangkan pertarungan ini, hanya di hati kecil masing-masing orang beranggapan bahwa Hoa
In-liong bisa menangkan pertarungan ini.
Tiba-tiba terdengar suara seruan nyaring seakan-akan berkumandang datang dari kahyangan,
“Liong ji mundur, Cho Thian hua bukankah kau selalu ingin baradu kepandaian dengan aku orang
she Hoa? Silahkan datang ke bukit ini, aku orang she Hoa menunggu kehadiranmu ditempat ini”
Suara tersebut amat nyaring dan lantang, setiap patah katanya serasa menggetarkan sukma,
barang siapa pernah berjumpa dengan Hoa Thian-hong, cukup mendengar dari suaranya,
mereka seakan-akan membayangkan munculnya seorang lelaki berjubah hijau yang kekar
dihadapan mereka.
Seketika itu juga sinar mata semua jago bersama sama dialihkan keatas puncak bukit sebelah
utara.
Paras muka Kok See-piau berubah hebat, para jago dari golongan pendekar bergirang hati, jagojago
Hian-beng-kau menjadi gaduh dan Thian heng Tokoh tampak diliputi emosi.
Setelah hening sekian lama, akhirnya Cho Thian hua berseru dengan suara lantang, “Hoa Thianhong,
mengapa kau sendiri tidak turun kemari?”
Terdengar dari suara Hoa Thian-hong menjawab, “Kalau jangan bertanya dulu mengapa aku
orang she Hoa tidak turun, aku orang she Hoa ingin bertanya dulu kepadamu apakah kau
mempunyai keberanian untuk naik keatas bukit?”
Tiba-tiba Goan cing taysu berbisik kepada dua bersaudara Hoa dengan ilmu menyampaikan
suara.
“Mengapa ayah kalian menantangnya untuk bertarung diatas puncak bukit dan bukannya
menyelesaikan ditempat ini?”
Dua bersaudara dari keluarga Hoa itu saling beri pandangan sekejap kedua orang itu tampaknya
sepikiran sehati, oleh Hoa Si segera jawabnya dengan ilmu menyampaikan suara.
“Sudah pasti ayah ingin memaksa Cho Thian hua untuk mengasingkan diri, bila dipaksa didepan
orang banyak dalam kalahnya Cho Thian hua tentu akan merasa malu dan menjadi gusar, bisa
jadi dia akan beradu jiwa dengan ayah”
Cho Thian hua adalah seorang jagoan yang berilmu tinggi, setelah mendengar seruan tersebut
dia lantas tahu kalau tenaga dalam yang dimiliki Hoa Thian-hong sama sekali tidak berada
dibawah kepandaiannya apalagi pihak lawan berjumlah banyak, ia merasa sulit juga untuk
mengatasi keadaan, maka tanpa terasa sinar matanya dialihkan ke wajah Kok See-piau minta
pertimbangan nya.
Sejak mengetahui akan kehadiran Hoa Thian-hong ditempat itu, Kok See-piau sudah merasa
amat terkesiap dan takut, tapi ia berbeda dengan orang lain, sekalipun gugup pikiran tak sampai
kalut, dengan cepat dia mengambil Keputusan didalam hatinya.
Dengan ilmu menyampaikan suara, serunya kemudian, “Tangkap orang sebagai sandera untuk
meloloskan diri dari kepungan, selama gunung nan hijau memangnya kita takut kehabisan kayu
bakar…?”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
433
“Agaknya aku memang harus berbuat demikian” pikir Cho Thian hua kemudian.
Berpikir sampai disitu, dia lantas tertawa terbahak-bahak, dengan langkah lebar dia berjalan
menuju ke utara, lagaknya seperti lagi bersiap-siap untuk naik ke puncak bukit dan
melangsungkan pertempuran.
Tapi baru berjalan beberapa kaki, diincarnya Bwe Su-yok dan Si Leng jin yang sedang berdiri tak
jauh disana, kemudian secepat sambarann kilat tubuhnya menerjang kemuka dan
mencengkeram kedua orang itu.
Dengan kepandaian silat yang dimilikinya sekarang, sulit bagi kedua orang gadis itu untuk
meloloskan diri dari incarannya, dalam sekejap mata Cho Thian hua telah mencengkeram
pergelangan tangan kedua orang itu.
Tiba-tiba terdengar Hoa In-liong mendengus dingin, Cho Thian hua merasakan datangnya
segulung angin pukulan yang maha dahsyat mengancam puunggungnya.
Seandainya orang lain yang melepaskan pukulan tersebut, sudah pasti Cho Thian hua tak akan
takut untuk menerima pukulan tersebut, tapi berbeda keadaannya bila Hoa In-liong yang
melepaskan serangan tersebut.
Dalam keadaan berbahaya dan terancam oleh serangan tersebut, terpaksa Cho Thian hua
mengurungkan niatnya untuk menangkap orang dan buru-buru tubuhnya melejit ke tengah
udara untuk menghindarkan diri.
Dengan demikian angin pukulan yang maha dahsyat itu segera menggulung kemuka dan
tampaknya segera akan menghajar ditubuh kedua orang gadis tersebut…..
Belum habis gelak tertawa Cho Thian hua, tahu-tahu Hoa In-liong telah membalikkan telapak
tangannya, seketika itu juga hawa serangan yang maha dahsyat itu punah tak berbekas.
Seandainya seseorang tidak memiliki tenaga dalam yang cukup sempurna, sulit baginya untuk
melakukan hal itu, maka setelah menyaksikan kelihayan si anak muda itu, kendatipun dia adalah
seorang gembong iblis yang berilmu tinggi, tak urung dibikin terkesiap juga.
Terdengar Hoa In iiong mengejek dengan suara dingin, “Cho Thian hua, walaupun kita saling
berhadapan sebagai musuh, sebelum kejadian saat ini, aku orang she Hoa selalu menganggap
dirimu sebagai seorang tokoh sakti yang pantas dihormati”
Merah padam selembar wajah Cho Thian hua karena jengah, tidak sampai ia menyelesaikan
kata-katanya, dia telah berseru lantang, “Hoa Thian-hong, tunggu saja, lohu segera datang!” Ia
segera menggerakkan badannya dan sekejap kemudian bayangan tubuhnya sudah lenyap dari
pandangan mata.
Diantara sekian banyak jago persilatan yang hadir di arena saat ini, kecuali Hoa In-liong dan
Goan cing taysu, tak ada orang lain yang sempat melihat jelas bagaimana caranya ia berlalu dari
situ, diam-diam semua orang merasa terkejut juga atas kelihayan ilmu silat yang dimilikinya.
Ketika Kok See-piau menyaksikan tindakan Cho Thian hua untuk menyergap orang itu mengalami
kegagalan total bahkan sekarang pergi sambil menanggung malu, sadarlah dia bahwa keadaan
yang membentang didepan matanya sekarang sangat tidak menguntungkan.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
434
Sambil menggigit bibir dia lantas bersiap sedia untuk menitahkan anak buahnya agar
melangsungkan pertarungan mati-matian.
Mendadak terdengar seseorang berseru dengan suara merdu.
Kok See-piau, apakah kau masih juga tak mau sadar?”
Kok See-piau segera mendongakkan kepala nya, tapi dengan cepat hatinya bergetar keras,
termasuk juga semua yang hadir di arena sama-sama menjerit kaget.
Entah sedari kapan, tahu-tahu ditengah arena telah muncul tiga orang manusia. Dua orang
diantaranya adalah nyonya setengah baya yang cantik dan anggun, mereka adalah Chin si hujin
atau Chin Wan hong dan yang lain Pek si Hujin atau Pek Kun gi yang masih digilai Kok See-piau
sampai sekarang.
Gadis berbaju putih salju yang mengikuti dibelakang kedua orang itu ternyata bukan lain adalah
Kok Gi pek.
Tak terlukiskan rasa terkejut dan girang yang dialami Pek Soh gi waktu itu, dengan langkah
cepat ia memburu ke depan dan memeluk Kok Gi pek erat-erat sambil berseru, “yu ji, akhirnya
kau kembali kepelukan ibumu!”
“Ibu….!” panggil Kok Gi pek lirih, kemudian membenamkan diri kedalam pelukan Pek Soh gi dan
menangis tersedu-sedu. Waktu itu, kembali Kok See-piau, yang lain ayu meski dia adalah orang
yang berhati bengis, diam-diam merasa terharu juga setelah menyaksikan adegan tersebut.
Pada saat itulah, tiba-tiba Tiang heng Tokoh meninggalkan arena secara diam-diam.
“Enci Ku” Chin si hujin segera berteriak.
Mendengar teriakan itu bukan saja Tian heng Tokoh tidak menghentikan gerakan tubuhnya
malahan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya untuk kabur lebih cepat lagi! Dalam waktu
singkat dia sudah berada ratusan kaki jauhnya dari tempat semula.
Tiba-tiba tampak bayangan manusia berkelebat lewat, tahu-tahu Pek si hujin telah menghadang
dihadapannya.
Melihat itu, Tiang heng tokoh segera menggerakkan senjata hud timnya siap mendesak mundur
Pek si hujin dan berusaha merebut jalan untuk kabur dari situ.
“Siapa tahu Pek si hujin sama sekali tidak menghindar ataupun berkelit katanya dengan sedih.
“Cici, Thian heng, Hong ci dan siau moay sudah banyak tahun memikirkan dirimu, tapi kau selalu
bertega hati untuk menghindari pertemuan dengan kami”
Dengan perakaan apa boleh buat Tiang heng Tokoh menghentikan langkah tubuhnya sambil
menarik kembali serta hud timnya, lalu dengan hambar berkata.
“Pinto sudah melupakan kejadian dimasa lalu, harap jangan menghalangi jalan pergiku lagi”
Sementara itu Chin si hujin juga telah memburu ke situ, sambil menggenggam tangan Tiang
heng Tokoh katanya dengan air mata bercucuran, “Cici, Thian hong telah datang kemari, paling
tidak kau harus berjumpa dulu dengannya”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
435
Mendengar perkataan itu, bagaikan dadanya terhantam oleh martil berat kontan saja sekujur
badan Tiang heng Tokoh bergetar keras, sekuat tenaga ia berusaha untuk meronta dari cekalan,
tapi sampai mati pun Chin si hujin tak mau lepas tangan.
Dalam keadaan begini, sikapnya secara tiba-tiba malah menjadi tenang kembali, katanya dengan
suara hambar.
“Sekalipun kau akan berbicara beribu patah kata, usahamu itu juga akan sia-sia belaka, baiklah!
Kalau tidak dicoba mungkin kalian tidak puas, akan kutunggu berapa saat lagi disini”
Mereka bertigapun berbalik kembali ketempat semula.
Dua bersaudara Hoa baru menghembuskan napas lega ketika melihat hal itu, Coan Goan hau
suami istri dan Si Seng tek juga segera maju bertemu dengan Chin si hujin sekalian, terutama
Coa hujin yang rupanya sudah berniat untuk mempererat hubungan kekeluargaan itu.
Menyusul kemudian Coa Cong gi, Coa Wi-wi dan Si Leng jin juga maju memberi hormat.
Kepada Coa Goan hau suami istri, Pek si hujin berkata sambil tertawa merdu, “Putra putri kalian
sangat menyenangkan sekali, tidak seperti Liong ji yang binal, bikin hati risau saja”
Coa Goan hau tertawa terbahak bahak, “Haaahhh……haaahhh……haaahhh….putra ku juga binal,
tak jauh bedanya dengan putra nyonya, sedang putriku lebih condong keluar, cepat atau lambat
akhirnya juga akan diberikan orang”
“Sementara itu Chin si hujin sedang berkata kepada Si Seng tek sambil tertawa.
“Putrimu begitu berbakti dan setia kawan, sudah lama Chisi mendengar tentang hal itu, rasanya
tak sia-sia jerih payah saudara Si”
“Aaah, kesemuanya itu juga atas pemberian putra nyonya” jawab Si Seng tek sambil mengelus
jenggotnya dan tertawa.
Pek si hujin lantas melirik sekejap ke arah Bwe Su-yok, kemudian sambil mengalihkan sorot
matanya kebawah Kiu-im-kaucu, katanya seraya tertawa.
“Murid kaucu cantik dan pintar, bila tidak menyalahkan kelancangan Pek Soh gi, dikemudian hari
dia pasti akan lebih cemerlang daripada si burung hong tua”
Mendengar perkataan itu, Kiu-im-kaucu segera tertawa terbahak-bahak.
“Haaahh…….haaahh…..haaahh…….bisa mendapat ucapan dari hujin tersebut, nilai Yok ji akan
meningkat beratus-ratus kali lipat”
Bwe Su-yok sendiripun buru- buru memberi hormat seraya berkata, “Boanpwe mana berani
dibandingkan dengan insu!”
Biji matanya yang jeli dengan cepat mengerling sekejap ke arah Hoa In-liong.
Pek si hujin adalah seorang yang berpengalaman, terhadap soal muda mudi boleh dibilang
memahami sekali, sudah barang tentu diapun dapat merasakan perasaan gadis itu.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
436
Sesudah termenung sebentar, sinar matanya segera diarahkan kewajah Go Hong giok.
Waktu itu Go Hong giok bersembunyi kebelakang tubuh ibunya dengan perasaan rendah diri, ia
merasakan takut untuk tampilkan diri.
Thia Siok-bi yang menyaksikan keadaan putri nya diam-diam merasa bersedih hati, tapi diapun
tak tega mendesaknya untuk maju, maka dengan wajah penuh rasa hormat diam-diam dia
perhatikan kedua orang Hoa hujin tersebut.
Tiba-tiba sepasang mata Pek si bujin yang jeli bagaikan bintang tidur itu beralih kearahnya,
kontan jantungnya berdebar keras dan menunduk kan kepalanya rendah-rendah.
“Nona Go harap kemari….”terdengar Pek si hujin berseru dengan suara merdu.
Go Hong giok hanya merasakan dibalik seruan dari Pek si hujin itu seakan-akan mengandung
suatu kekuatan yang tak bisa dibantah, lagi hal itu membuatnya tanpa sadar maju menghampiri
kehadapannya.
Ketika tiba didepan pek si hujin, ia baru seakan-akan merasa sadar dari keadaan, dengan rikuh
cepat-cepat gadis itu berusaha untuk menghindarkan diri lagi.
Tapi dengan cepat Chin si hujin menangkap pergelangan tangannya kemudian sambil menghela
napas katanya lembut.
“Semua persoalan yang menimpa dirimu sudah kami ketahui, baik, kau masih mempunyai masa
depan yang cemerlang, perjalanan hidupmu pun masih amat panjang, yang sudah lewat biarkan
lewat, kau tak usah memikirkannya kembali, keluarga Hoa dengan senang hati menyambut
kedatanganmu untuk tinggal dirumah kami”
Go Hong giok tak kuasa menahan rasa pedih dan rasa harunya lagi, tiba-tiba ia bertekuk lutut
dan memeluk kaki Chin si hujin sambil menangis tersedu-sedu.
Thia Siok-bi yang menyaksikan kejadian itu meski agak terhibur juga hatinya, tak urung diamdiam
ia melelehkan juga air matanya.
Pek si hujin mengerutkan dahinya rapat-rapat, dengan ilmu menyampaikan suara bisiknya
kemudian kepada Chin si hujin.
“Enci Hong, bagaimana penyelesaianya terhadap persoalan yang menyangkut Liong ji?”
Chin si hujin tertawa, sahutnya sambil menggunakan ilmu menyampaikan suara pula, “Anak itu
kau yang melahirkan, aku mah enggan untuk turut mencarinya”
“Aaaa……..! Aku sedang kebingungan setengah mati, bisa-bisanya enci Hong mengajakku
bergurau”
Chin si hujin termenung sebentar, lalu dengan wajah serius katanya, “Thian hong sudah memberi
contoh lebih dahulu dengan beristri dua, bagaimanapun juga aku tak bisa memaksa Liong ji
untuk mengambil seorang istri saja, disamping itu akupun tak ingin ada orang yang merasa
menyesal dan kecewa sepanjang masa, maka kalau bisa setiap orang yang terlibat harus
memperoleh bagiannya secara adil dan merata,……………
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
437
Huuuh! Untung saja persoalan yang demikian peliknya ini tak usah diselesaikan dengan terburuburu,
lebih baik kita selesaikan dulu masalah yang berada didepan mata, kemudian baru
merundingkan kembali persoalan tersebut………..”
Pek si hujin manggut-manggut, dia lantas berpaling dan ujarnya kepada Kok See-piau, “Kejadian
manusia bagaikan awan diangkasa, selama dua puluh tahun belakangan ini, kita sama-sama
sudah makin menanjak tua”
Semenjak perempuan itu munculkan dirinya di dalam arena, Kok See-piau hanya membungkam
diri belaka, ia merasa bukan saja kecantikan wajah Pek si hujin pada saat ini masih tetap seperti
dulu, bahkan ia kelihatan lebih anggun matang, berbicara yang sejujurnya, Pek Kun gi tampak
jaun lebih menarik ketimbang dulu.
Maka mendengar perkataan itu, tanpa terasa dia berseru, Tidak, kau tampak jauh lebih cantik
dan menarik daripada dulu semasa masih muda”
Pek si hujin mengerutkan dahinya rapat-rapat, dengan hambar dia berkata, “Perkataan yang tak
berguna lebih baik jangan disinggung-singgung lagi, ada suatu hal ingin kutanyakan kepadamu,
aku harap kau bersedia untuk menjawab dengan sejujurnya”
62
Berhadapan dengan Pek Kun gi, sikap Kok See-piau seakan-akan berubah menjadi lembut dan
halus seperti semua kebengisannva telah lenyap tak berbekas, katanya kemudian.
“Tanyalah,”
“Ketika putri enciku menjumpai bahaya tadi, Kami sudah berada disekitar tempat itu, kami
sengaja tidak menghalangi dan baru menolong jiwanya setelah ia terjatuh kedalam jurang,
tujuan yang sebenarnya tak lain adalah ingin memaksa mu untuk berbicara sejujurnya. Ternyata
dugaan kami tidak meleset, kenyataannya memang begitu. Cuma herannya, ketika ayahku dan
suamiku berhasil menemukan ayah ibunya yang sekarang, bagaimanapun kami bertanya: mereka
selalu bersikeras mengatakan bahwa Kok Gi pek adalah putrinya, malah ayahku sendiripun tidak
menemukan kecurigaan apa-apa atas diri mereka yang berakibat hampir saja beliau menjadi
putus asa, yang menjadi pertanyaanku sekarang adalah mengapa bisa sampai terjadi keadaan
ini?”
Paras muka Kok See-piau berubah hebat sesudah tertawa seram serunya, “Sungguh berotak
tajam, Hoa Thian bong akhirnya aku orang she Kok kembali harus kalah ditangan kalian ayah
dan anak berdua”
Sesudah berhenti sejenak tiba-tiba nada suaranya berubah menjadi sangat hambar katanya.
“Kalau dibicarakan yang sebenarnya, hal itu sesungguhnya amat sederhana, tentu saja mereka
mengira Gi pek adalah putri mereka, sebab ketika itu secara kebetulan merekapun mempunyai
seorang bayi perempuan yang berusia hampir sebaya, malam harinya secara diam-diam aku
telah menukar bayi mereka dengan bayi ini tak heran Pek Siau-thian yang berpengalaman
sekalipun dapat memahami perasaan orang juga tak mampu untuk membongkar teka-teki ini”
Sementara itu air mata Kok Gi pek telah jatuh bercucuran membasahi seluruh wajahnya, untuk
beberapa saat lamanya dia tak tahu apa yang musti dilakukan,
Tiba-tiba terdengar bentakan keras menggelegar berulang kali diikuti suatu pekikan tertahan.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
438
Tampaklah Ciu Thian hua telah bertarung melawan Leng lam it khi, sedang Haputule bertarung
melawan Phoa Si.
Ditengah berkobarnya pertarungan yang amat seru itu, tiba-tiba Huan Thong tertusuk dadanya
oleh serangan pedang lawan hingga tembus kepunggungnya, sesudah sempoyongan beberapa
waktu, tiba-tiba ia menjerit keras dan roboh terkapar diatas genangan darah sendiri…….
Sedangkan Suma Jin dengan tangan kosong berdiri terengah-engah disitu, Hoa In-liong berdiri
dibelakangnya sambil menempelkan telapak tangannya dipunggang gadis itu, rupanya ia sedang
menyalurkan hawa murninya untuk membantu memulihkan kekuatan tubuhnya.
Tak lama kemudian, tenaga dalam yang dimiliki Suma Jin telah pulih kembali seperti sedia kala,
dia melirik sekejap ke arah Hoa In-liong, kemudian tanpa berbicara lagi dia melompat ke depan
dan mencabut keluar pedangnya dari dada mayat Hun Tong.
Setelah itu, dengan wajah sedingin es dan diliputi hawa napsu membunuh yang menyeramkan,
dia menatap wajah Beng Wi cian tajam-tajam, tak sepatah katapun yang diucapkan.
Rupanya Beng Wi cian juga sudah tahu kalau hal itu tak bisa dihindari lagi, dengan langkah lebar
dia maju ke depan, setelah memberi hormat kepada Si Seng tek, katanya pelan, “Nona suma,
aku tahu bahwa dendam kesumat harus dibayar, Beng Wi cian pasti akan memberi kesempatan
kepada nona untuk menyelesaikan tugas baktimu itu, nah, silahkan untuk turun tangan”
Seusai berkata, sambil bergendong tangan dia lantas mendongakkan kepalanya dan tidak
berbicara lagi.
Suma Jin tertawa dingin, ejeknya.
“Bila kau ingin kuampuni selembar jiwa dengan bersikap demikian, maka perhitungan mu itu
keliru besar, nonamu tak akan ambil perduli apakah kau akan memberi perlawanan atau tidak”
“Nona Suma!” seru Beng Wi cian dengan gusar, “bila kau ingin turun tangan, silahkan kau
lakukan dengan segera, janganlah bermaksud untuk membuat malu aku orang she Beng,
sejelek-jeleknya aku orang she Beng paling tidak aku takkan merengek minta di ampuni darimu”
Si Seng tek yang menyaksikan kejadian itu segera mengerutkan dahinya rapat-rapat, bibirnya
bergetar seperti hendak mengucapkan sesuatu, tapi niat tersebut kemudian di urungkan.
Hoa In-liong segera menengok kearah ibunya, tiba-tiba Chin si hujin berkata.
“Adik keponakanku, bukannya encomu sengaja bermaksud untuk menghalangi niatmu untuk
membalas dendam, cuma aku berharap agar kau suka berpikir tiga kali lebih dulu sebelum
melakukannya”
Paras muka Sama Jin berubah, seakan-akan dalam waktu yarg amat singkat itu pelbagai ingatan
telah berkecamuk dalam benaknya, tiba-tiba ia mendepakkan kakinya ditanah seraya berseru,
“Aaai……! Sudahlah!”
Dia lantas membalikkan badannya dan berlalu dari situ.
Tiba-tiba Beng Wi cian berseru “Nona Suma, harap tunggu sebentar!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
439
Suma Jin menghentikan langkah kakinya, kemudian tanpa berpaling lagi, katanya dengan dingin.
Perkataan apa lagi yang hendak kau ucapkan?”
Beng Wi cian menjura dengan wajah serius, katanya, “Nona, tidak membunuh juga tidak
menghalangiku, hal mana mencerminkan kau memang keturunan seorang kenamaan. Dalam
peristiwa pembunuhan terhadap Suma tayhiap, meski lohu turut hadir namun tidak ikut turun
tangan, apakah nona mau mempercayai perkataanku?”
Suma Jin memandang sekejap ke arahnya, lalu dengan alis mata berkenyit dia manggutmanggut.
“Aku percaya, untung saja Suma Jin tak sampai melakukan perbuatan yang salah”
Sinar matanya segera dialihkan ke wajah Kok See-piau, dengan sinar mata sedingin es katanya,
“Kok See-piau, sekarang tinggal kau”
Kok See-piau mendongakkan kepalanya dan tertawa seram.
“Haaahh…….hhaaaah……hhaaahh…….bagus, bagus sekali, ada dendam harus dibayar dengan
dendam ada darah harus dibayar dengan darah, kita memang harus melakukan perhitungan
terakhir”
Sesudah berhenti sejenak, kepada Pek si hujin katanya, “Walaupun kita telah saling berhadapan
sebagai musuh besar, tapi ijinkanlah aku untuk menyebutmu dengan sebutan yang lama Hian
moay (adikku), putramu benar-benar sangat lihay, selama ia berada disini mungkin hari ini aku
bakal mati, cuma akupun bukan seorang manusia yang gampang dibereskan dengan begitu saja,
sekalipun hari ini aku harus mati, aku juga akan perlihatkan kepadamu, meski keluarga Hoa
adalah enghiong, aku orang she Kok juga bukan manusia tak berguna”
Pek si hujin menghela napas panjang, bersama Chin si hujin dan Tiang beng Tokoh mereka
mengundurkan diri ke sisi arena.
Menanti Pek si hujin sudah mundur kesisi arena, tiba-tiba paras muka Kok See-piau berubah
menjadi amat mengerikan, sambil menyapu sekejap sekeliling tempat itu, serunya dengan suara
keras, “Semua anggota Hian-beng-kau dengarkan baik-baik……”
Belum habis perkataan itu diucapkan, tiba-tiba terdengar seseorang berseru lantang, “Kok Seepiau,
benarkah kau ingin mencari kematian dan kehancuran buat dirimu sendiri?”
Seruan itu datangnya sangat mendadak dan bernada penuh kewibawaan, kecuali anggota
keluarga Hoa, boleh dibilang hampir semua jago lainnya merasakan hatinya bergetar keras.
Tiba-tiba dari tengah arena muncul seorang lelaki berjubah hijau yang keren, gagah perkasa,
berwibawa besar, berbaju sederhana dan penuh keramah tamahan.
Sedari kapan ia muncul disana? Ternyata tak seorangpun yang merasakanny, seakan-akan sedari
dulu dia memang sudah berdiri ditempat itu tanpa berkutik.
Mendengar suasana diseluruh arena berubah menjadi sunyi senyap tak kedengaran sedikit
suarapun, setiap orang berdiri dengan wajah serius, bahkan Kiu-im-kaucu yang tak pernah
pandang sebelah mata kepada orang lain serta Kok See-piau yang rasa bencinya sudah merasuk
tulang juga dalam waktu singkat merasakan semua kecongka-kannya punah, suatu perasaan
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
440
ngeri dan takut yang aneh, secara aneh menyusup keluar dari hatinya dan menyelimuti seluruh
perasaannya.
Lelaki berbaju hijau yang sederhana tapi penuh kewibawaan ini tak lain adalah pemilik dari
perkampungan Liok soat san ceng yang tersohor diseantero jagad karena kelihaiyan ilmu
silatnya, dan merupakan tulang punggung dari para pendekar dari golongan lurus, Thiam cu
kiam (pedang pangeran langit) Hoa Thian-hong adanya.
Suasana menjadi hening, sepi tak kedengaran sedikit suarapun, lama sekali Hoa In-liong berdua
baru maju memberi hormat, sedang semua orang juga seperti baru mendusin dari impiannya.
Kecuali orang-orang dari perkumpulan Hian-beng-kau, para jago yang lain segera berdesakan
maju sambil menyapa.
“Hoa tay hiap, baik-baikkah kau?”
Sambil tertawa Goan cing taysu berkata.
“Hoa tayhiap, aku pikir Cho Thian hua tentu sudah kabur bukan setelah menyaksikan gelagat
yang sedang dihadapinya tidak menguntungkan baginya…..?”
Sambil tersenyum Hoa Thian-hong segera balas memberi hormat.
“Aaah……! Soal kalah menang belum lagi ketahuan, ternyata Cho Thian hua mengakhiri
pertarungan sampai ditengah jalan, katanya ia bersedia mengundurkan dari dunia persilatan
untuk melanjutkan sisa hidupnya dengan aman tenteram”
Sekalipun perkataan itu diicapkan sambil lalu dan menggunakan kata-kata yang enteng sekali,
akan tetapi semua orang tahu, seandainya Cho Thian hua tidak menderita kekalahan atau
berhasil dipecundangi, tak mungkin dia bersedia mengundurkan diri dengan begitu saja.
Diam-diam semua orang merasa sayang sebab pertempuran sengit yang luar biasa hebatnya itu
tak sempat disaksikan dengan mata kepala sendiri……..
Tampak Hoa Thian-hong berpaling ke arah Coa Wi-wi, kemudian katanya sambil tersenyum.
“Coa titli, sesaat sebelum meninggalkan tempat ini, Cho Thian hua telah menitipkan tiga biji buah
merah Co ko kepadaku agar disampaikan kepadamu, katanya benda itu merupakan barang
taruhannya yang kalah ditanganmu, harap kau suka menerimanya”
Mendengar perkataan itu, Coa Wi-wi segera tertawa merdu, katanya agak geli.
“Empek Hoa kau masih bisa-bisanya merendahkan diri, jelas Cho Thian hua sudah menderita
kekalahan hebat, kau masih bilang menang kalah belum ketahuan, kalau tidak ia tak akan
mengatakan kalau dia sudah kalah bertaruh. Tak kusangka ucapanmu yang iseng dan tidak
bermaksud suugguh-sungguh ternyata ditanggapi secara sungguhan oleh orang tua itu……..”
Hoa Thian-hong tersenyum, sinar matanya pelan-pelan dialihkan ke arah Kok See-piau.
Di waktu-waktu biasa kawanan gembong iblis itu selalu memperbincangkan bagaimana
membasmi keluarga Hoa, bagaimana mengu asahi dunia persilatan dan menjadi jagoan tenar.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
441
Tapi sekarang, setelah berhadapan muka sendiri dengan Hoa Thian-hong, mereka baru sadar
bahwa kelihayan serta kehebatan yang dimiliki Hoa Thian-hong jauh daripada apa yang mereka
pikirkan serta bayangan diwaktu-waktu biasa.
Banyak diantaranya segera menundukkan kepalanya rendah-rendah karena merasa jengah dan
malu sendiri.
Rupanya Kok See-piau masih belum mau takluk dan mengaku kalah dengan begitu saja, tiba-tiba
ia menjadi nekad, dengan suara lantang teriaknya keras-keras, “Segenap anggota perkumpulan
Hian-beng-kau, dengarlah baik-baik! Kuperintahkan ke pada kalian untuk maju bersama dan
bertempur sampai titik darah penghabisan, barang siapa berani melanggar perintahku ini, akann
kubunuh tanpa ampun!”
Seketika itu juga terdengarlah suara bentakan keras yang menggelegar di angkasa…..
Serentak para iblis dari perkumpulan Hian-beng-kau bergerak maju kemuka gulungan air bah……
Pertarungan antara Leng lam it khi (manusia aneh dari leng lam )melawan Ciu Thian hua serta
Phoa Si melawan Haputule yang semula terhenti, kini berkobar kembali dengan serunya.
Sisanya yang lain seperti Cu Thong segera bertarung melawan Pi Cok bin, Ko Thay melawan Bu
Beng san……….pokoknya setiap jago lihay dari Hian-beng-kau telah bertemu dengan
tandingannya.
Murid-murid lainnya meski turut melancarkan serbuan pula ke arah kawanan jago dari golongan
putih serta orang-orang perkumpulan Kiu-im-kau akan tetapi serbuan mereka segera terbendung
dan diri mereka sendiri tetap terkepung ditengah arena, tak seorang manusiapun diantara
mereka yang sanggup meloloskan diri dari serangan.
Dari sini dapat diketahui bahwa usaha orang-orang Hian-beng-kau untuk menerjang keluar dari
kepungan, sesungguhnya cuma suatu usaha yang tak berguna, sebab toh akhirnya mereka bakal
mampus juga ditempat itu.
Hoa Thian-hong segera mengerutkan dahinya setelah menyaksikan kejadian itu, dengan suara
yang dalam dan berat serunya kemudian kearah gembong iblis tersebut.
“Kok See-piau, rupanya kau sudah nekad untuk bertahan terus sampai titik darah penghabisan?
Bagus, apakah pertarungan ini akan kau langsungkan disini juga”
“Benar!” jawab Kok See-piau sambil menyeringai seram “Hoa Thian-hong kalian ayah dan anak
boleh maju bersama-sama, pun sinkun masih sanggup untuk membantai kalian semua sehingga
mampus tanpa tempat kubur”
Hoa In-liong yang mendengar perkataan itu, segera tersenyum.
“Apalah gunanya untuk berbicara takabur dan segede gajah? Bagus, jika kau memang sudah
merasa gatal tangan dan ingin mencoba kepandaian silatku, akan kulayani keinginanmu itu, ingin
ku lihat kau masih bertahan sebanyak berapa gebrakan di tangan ku?”
Berbicara sampai disitu dia lantas berpaling kesamping dan memohon ijin dari ayahnya untuk
turun tangan.
“Dengan cepat Hoa Thian hong mengulapkan tanganya lalu berkata dengan lembut.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
442
“Lebih baik kau menonton disamping arena saja, sebelum Kok See-piau bisa bertarung melawan
diriku, sampai matipun dia tak akan mati dengan mata terpejam”
Seraya berkata dia lantas maju ke depan. Diam-diam Kok See-piau merasa kecewa sekali, tapi
ingatan lain dengan cepat melintas dalam benaknya.
“Kenapa tidak kuhadapi saja satu lawan satu? Ada satu habisi satu, ada dua habisi dua?”
Berpikir demikian, ia lantas tertawa dingin, serunya kemudian dengan suara lantang.
“Hoa Thian-hong, mengapa tidak kau pergunakan pedangmu untuk menghadapiku?”
Hoa Thian-hong tertawa hambar, sahutnya.
“Seandainya aku pergunakan pedang, maka kesempatan bagimu untuk beradu jiwa akan
semakin lenyap, ku pikir selama berapa tahun belakangan ini tentu banyak kepandaian beracun
yang berhasil kau pelajari, nah, ingin kulihat sampai dimanakah kehebatan dari ilmu-ilmu
beracun itu?”
Api kemarahan yang berkobar di dada Kok See-piau betul-betul memuncak dan hampir tak
tertahan lagi, sambil berpekik nyaring dia menubruk ke muka sambil melepaskan sebuah
pukulan.
Secara tiba-tiba saja telapak tangannya itu berubah seakan-akan panca warna yang amat
menyilaukan mata, mana cahaya warnanya tajam, menyolok lagi.
Berbareng itu, segulung bau amis yang menusuk hidung dan amat memualkan perut menyelimuti
angkasa, ini membuat para penonton yang berada di sekitar arena merasakan dadanya menjadi
sesak dan panas bagaikan hangus terbakar, buru-buru mereka kabur ke belakang dengan
perasaan terkesiap, tak seorangpun diantara mereka yang merasa sanggup untuk menyambut
datangnya ancaman pukulan beracun sehebat itu.
Hoa Thian-hong tak berani berayali, sambil memutar badan, sebuah jari tangannya menyambar
ke muka melepaskan ancaman ke atas nadi penting kepada pergelangan tangan Kok See-piau.
Menghadapi ancaman seperti itu, buru-buru Kok See-piau merendahkan lengannya ke bawah
untuk memunahkan jurus ancaman tersebut, kemudian secara beruntun melancarkan
serangkaian serangan berantai, semuanya dilakukan dengan kecepatan yang luar biasa.
Sungguh hebat sekali rangkaian jurus ilmu telapak tangan yang dipergunakan itu, selain aneh
dan sakti gerakkannya, juga ganas serta tak mengenal ampun.
Dalam waktu singkat selapis angin pukuan bagaikan puyuh di samudra menyelimuti sekujur
badan Hoa Thian-hong, tubuh Kok See-piau sendiri seakan-akan sudah terlebur menjadi satu
dengan angin pukulan nya, mana tubuh sudah lenyap, setitik jejak pun tidak kelihatan.
Pertempuran sengit yang berkobar ini sungguh mengerikan dan jarang sekali dijumpai dalam
dunia persilatan, orang hanya bisa berdiri terbelalak dengan mulut melongo tanpa tahu apa yang
hendak dilakukannya pada waktu itu.
Selain dari pada itu, ilmu pukulan yang dipergunakan oleh Kok See-piau itupun hanya Hoa Inliong
seorang yang bisa mengikutinya, dia betul kesemsem oleh gerakan-gerakan itu sehingga
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
443
tanpa disadari dia telah memusatkan segenap perhatiannya untuk menyadap inti sari dari ilmu
pukulan tersebut.
Sesungguhnya Hoa In-liong sudah pernah mempelajari ilmu tersebut dari catatan batas buku
yang pernah diperolehnya, cuma keterangan yang tercantum disana tidak sebagus dan serta
secermat apa yang digunakan Kok See-piau sekarang, menjumpai kesempatan semacam ini,
sudah barang tentu ia enggan untuk melepaskannya dengan begitu saja.
Jago-jago lain sungguh merasa kejadian yang dihadapinya itu diluar dugaan, mereka tidak
menyangka kalau kesempurnaan ilmu silat yang dimiliki Kok See-piau telah mencapai ke
tingkatan sedemikian hebat, bahkan orang-orang Hian-beng-kau sendiripun tidak menyangka
kalau kaucu mereka sesungguhnya memiliki kepandaian silat sedemikian tingginya.
Mereka-mereka yang berilmu silat agak rendah menjadi terkesiap sekali setelah menyaksikan
kejadian ini, mereka mengira Thian cu kiam sudah didesak di bawah angin.
Berbeda sekali dengan kawanan jago yang berilmu tinggi, mereka tahu selihay-
lihaynya Kok
See-piau jangan harap dia bisa menandingi Hoa In-liong maupun Hoa Thian-hong, cuma semua
orang merasa agak heran apa sebabnya Hoa Thian-hong berbuat demikian?
Sementara itu Hoa In-liong juga sedang berpikir didalam hatinya.
“Kok See-piau bukannya tidak tahu kalau ilmu silat yang dimiliki ayah serta aku jauh diatasnya,
mengapa dia berani bicara besar? Jangan-jangan dia mempunyai rencana busuk?”
Setelah dipikirkan sebentar, dengan cepat pemuda itu dapat menebak apa gerangan siasat buruk
lawan itu.
Baru saja dia hendak menyampaikan peringatan kepada ayahnya, ingatan lain segera melintas
dalam benaknya, ia merasa kecerdasan ayahnya jauh diatasnya, pengalamannya lebih luas,
mana mungkin ia tak bisa berpikir sampai kesitu?
Berpendapat demikian, dia lantas memusatkan semua perhatiannya untuk mengikuti jalannya
pertarungan itu.
Dalam waktu singkat, kedua orang itu sudah bertarung mencapai beberapa ratus jurus lebih.
Ketika Kok See-piau menyaksikan segenap kepandaian andalannya yang digunakan ternyata
tidak mendatangkan hasil seperti apa yang diharapkan, bahkan Hoa Thian-hong masih tetap
menangkis dan membendung serangannya dengan tenang dan mantap, sadarlah gembong iblis
ini bahwa hasil latihannya selama banyak tahun masih jauh ketinggallan bila dibandingkan
dengan kemampuan yang dimiliki Hoa In-liong.
Menyadari akan hal tersebut diatas, sambil menggigit bibir menahan diri dia lantas mengeluarkan
sisa kepandaian sakti yang ma sih disimpannya itu untuk mengajak musuhnya mati bersama.
Mendadak terdengar Hoa Thian-hong berseru dengan suara yang nyaring dan lantang.
“Kok See-piau, kau tidak lebih cuma memiliki kemampuan sedemikian terbatasnya, mengapa kau
begitu membikin keonaran dalam dunia persilatan? Hati-hatilah kau sekarang, aku orang she Hoa
akan melancarkan serangan balasan”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
444
Tampak sesosok bayangan manusia berkelebat lewat kemudian menerjang keluar dari kurungan
bayangan telapak tangan Kok See-piau yang rapat dan berlapis-lapis itu.
Kemudian hanya dalam beberapa perputaran badan saja, tiba-tiba Kok See-piau mera sakan
bawa iganya kesemutan tahu-tahu jalan darahnya sudah tertotok.
Sedemikian cepatnya peristiwa itu terjadi, sampai-sampai jurus beradu jiwa yang telah
dipersiapkannya semenjak tadipun belum sempat digunakan.
Para anggota perkumpulan Hian-beng-kau yang menyaksikan kejadian itu menjadi sangat
terperanjat tanpa terasa mereka menghentikan serangannya dan melompat mundur ke belakang.
Menyaksikan musuh-musuhnya mundur semua, para jago dari golongan putih pun segera ikut
menghentikan serangannya dan mengundurkan diri, mereka tak ingin mempergunakan
kesempatan tersebut untuk menyergap musuh-musuhnya.
Tampak Hoa Thian-hong merogoh kedalam saku Kok See-piau dan mengeluarkan sebuah
bungkusan kecil yang terbuat dari kulit macan tutul, kemudian katanya, “Kok See-piau, secara
diam-diam kau menyembunyikan bahan peledak dalam sakumu, memangnya kau anggap aku
orang she Hoa tidak tahu kalau kau bernia menyulutnya bila kesempatan baikmu telah tiba,
sehingga kau bisa mati bersama dengan orang-orang yang berada sepuluh kaki disekelilingmu?”
Berbicara sampai disitu, dia lantas menggerakkan tangannya untuk membebaskan jalan darah
Kok See-piau yang tertotok, katanya lagi dengan hambar.
“Pergilah kau dari sini! Aku orangg she Hoa tidak akan membinasakan dirimu”
Kok See-piau merasa malu sekali, kalau bisa dia ingin mari saja daripada menanggung aib
tersebut.
Akhirnya sebagai pelampiasan, dia tertawa terbahak-bahak, serunya.
Hoa Thian-hong kau tak usah pura-pura berbuat bajik, aku orang she Kok tak akan menirukan
cara pentolan tiga perkumpulan besar serta Kiu-im-kau yang menebalkan muka mencari
kehidupan dibawah tekanan orang-orang keluarga Hoa”
Begitu berbicara sampai disitu, mendadak dia mengayunkan telapak tangannya menghajar
keatas jalan darah Pek bwe siat ditubuh sendiri.
Para anggota Hian-beng-kau yang menyaksikan kejadian itu menjadi gempar…..jeritan kaget,
seruan tertahan segera berkumandang dimana-mana.
Disaat yang paling akhir, mendadak Hoa Thian-hong menyentilkan ujung jarinya ke depan,
segulung desingan angin tajam segera meng hajar telak diatas jalan darah Ci ti hui dibadan Kok
See-piau.
Seketika itu juga Kok See-piau merasakan lengannya menjadi kesemutan dan tak mampu
digerakan lagi.
Ia menjadi marah bukan kepalang, dengan mata yang merah membara bagaikan semburan api,
bentaknya keras-keras.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
445
“Hoa Thian-hong, seorang lelaki boleh dibunuh jangan dihina, kau sudah memenangkan
pertarungan ini, apa 1agi yang hendak kau peroleh dari diriku?”
“Aku orang she Hoa sama sekali tidak berniat untuk mencemooh atau menghinamu” ujar Hoa
Thian-hong dengan suara dalam. “aku hanya merasa heran mengapa kau bisa begitu
mendendam dan sakit hati kepada kami? Cobalah pikirkan masalahnya dengan pikiran yang
dingin dan tenang, bagian yang manakah kami keluarga Hoa telah membuat kesalahan
kepadamu? Bagian yang mana pula telah dilakukan umat persilatan didunia ini terhadapmu?”
sementara Kok See-piau belum sampai menjawab, tiba-tiba terdengar Kok Gi pek berpekik
dengan nada merengek, “Biarkan aku ke sana. biarkan aku kesana… Tapi Pek Soh gi memeluk
putrinya erat-erat, dengan air mata bercucuran dia mengeluh, “Oooah…anak Yu, apakah kau
ingin melihat hati ibumu tercabik-cabik? Bila kau menghampirinya, sudah pasti kau akan dibunuh
secara keji…..!”
Hoa In-liong yang menyaksikan kejadian itu segera berkerut kening, lalu serunya, “Bibi,
biarkanlah adik misan kesana!.. Kemudian dengan ilmu menyampaikan suara dia melanjutkan.
“Jika kau terlalu memaksa untuk menahannya disitu, maka bisa jadi adik misan akan
menanggung rasa menyesal bahkan rasa benci sepanjang masa kepadamu, tak usah kuatir,
keponakan jamin akan keselamatan jiwanya……!”
Sementara Pek Soh gi masih tertegun dan berdiri termangu-mangu, mendadak Kok Gi pek
meronta dari pelukan ibunya, dia melompat kemuka.
Gadis itu segera lari ke depan Hoa Thian-hong kemudian sambil menjatuhkan diri berlutut,
katanya sambil menangis tersedu-sedu dengan amat sedihnya, “Oooh…….paman, lepaskanlah
guruku! Ampunilah selembar jiwa guruku itu…..”
Hoa Thian-hong menghela napas panjang.
Sedangkan Hoa In-liong yang berada disampingnya segera membimbingnya bangun dari atas
tanah, kemudian dengan suara yang lembut dan penuh kasih sayang dia berkata.
“Adik misanku, tenangkan hatimu baik-baik! Bukan kami enggan melepaskan gurumu dari sini,
juga bukan kami akan melenyapkan selembar jiwanya, adalah gurumu sendiri yang berniat busuk
untuk menghabisi nyawa sendiri sambil mencelakai orang lain”
Mendengar ucapan tersebut Kok Gi pek menjadi tertegun dan berdiri termangu-manggu
beberapa saat lamanya.
Lama, lama sekali akhirnya dia menghela napas sedih, bisiknya dengan lirih.
“Terima kasih kakak misan, atas perhatiannya!”
Tiba-tiba ia membalikan badanya, lalu menubruk kehadapan Kok See-piau, sambil memeluk
kakinya kencang-kencang, pekiknya dengan penuh kesedihan, “Oooh…..suhu! terbukalah sedikit
jalan pemikiranmu……tecu bersedia mati untukmu, tapi kumohon kabulkanlah permohonan diri
tecu ini….”
Paras muka Kok See-piau kaku tanpa emosi, dengan watak iblisnya yang keji dan tak mengenal
perasaan itu, dia benar-benar tidak menyangka kalau sampai keadaan seperti itu pun Kok Gi pek
masih enggan untuk meninggalkannya sendirian, bahkan rela mati deminya.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
446
Sepanjang sejarah hidupnya, belum pernah dia dibikin terharu seperti hari ini, untuk sesaat
lamanya dia menjadi termenungng dan tidak mengucapkan sepatah katapun.
Beberapa saat kemudian, ia baru berkata dengan suara keras dan nyaring, “Hoa Thian-hong…!
Apa yang hendak kau katakan sekarang……?”
Ketika mendengar ucapan tersebut semua orang menjadi tertegun dan bingung, semua orang
tidak mengerti apa maksud yang sebenarnya dari Kok See-piau.
Tampak Hoa Thian-hong termenung beberapa saat lamanya, mendadak ia mendekati Bong Pay
dan menjura dalam-dalam.
“Bong toako! Enso!”
Tadi sebelum ucapan itu dilanjutkan, Bong Pay telah menukas.
“Diantara keluarga kita berdua tiada kau dan aku, keputusanmu adalah keputusan dari kami
suami istri berdua pula!”
Hoa Thian-hong segera manggut-manggut, sambil berpaling kearah Kok See-piau serunya.
“Dia masih tetap anak muridmu!”
“Itu mah belum cukup……” tukas Kok See-piau dengan cepat dan lantang.
Hoa Thian-hong menjadi tertegun. Tapi sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu, Hoa In-liong
telah menimbrung dari samping.
“Meskipun dia misanku, harus kembali keleluhur dan bapak ibunya sendiri, boleh saja ia menjadi
anak angkatmu, nama Kok Gi pek juga boleh dipertahankan terus sehingga keluarga Kok tak
sampai putus keturunan, aku rasa begini tentu sudah cukup bagimu bukan?
Ketika berbicara sampai disitu, sinar matanya lantas dialihkan ke arah ayahnya dan memandang
sekejap.
Hoa Thian-hong segera manggut-manggut, dengan wajah berseri dia melirik sekejap ke arah
putranya.
Hingga detik itu, Kok See-piau baru mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
“Haaahhh…..hhaaahh…..haaahhh……bagus, bagus sekali cara kerja orang-orang keluarga Hoa,
memang selamanya amat bijaksana sehingga musuh pun mau tak mau harus mengakui akan
kebolehannya dan merasa kagum sekali”
Berbicara sampai disitu, dia lantas berpaling seraya berseru dengan suara dalam, “Cu lo!”
Leng lam it khi segera mengiyakan. “Lohu siap menerima perintah, katanya. Pelan-pelan Kok
See-piau mengalihkan sinar matanya dan memandang pula wajah Phoa Si, Bu Beng san, Ui Siu
ling dan Tang Bong liang, kemudian berkata.
“Phoa lo, Bu lo, Ui lo, Tang Thamcu!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
447
Yang dipanggil segera mengiyakan dengan perasaan bimbang, bingung dan tidak habis mengerti,
mereka tak tahu apa tujuan Kok See-piau dan permainan apa yang sedang dipersiapkan olehnya.
Tanpa terasa timbul perasaan ingin tahu didalam hati mereka, dengan tenang mereka
menantikan perkembangan selanjutnya.
Tampak Kok See-piau menatap sekali lagi orang-orang yang dipanggilnya itu, kemudian sepatah
demi sepatah berkata.
“Pun sinkun sudah mati, apakah perkumpulan kitapun akan segera bubar sampai disini saja?”
Serentak semua orang menjawab, “Kami sekalipun pasti akan berbakti dan membantu ahli waris
dari sinkun tanpa membangkang, sampai mati tak akan menyesal, kami hanya bertujuan
membangun kembali dasar-dasar kekuatan perkumpulan kita”
Suara mereka lantang hingga menembusi awan, sampai-sampai orang yang berada di tempat
kejahuan pun dapat mendengar suara mereka dengan nyaring dan jelas.
Menyaksikan kejadian ini, diam-diam para jago yang berada disekitar arena merasa kagum sekali
atas kemampuan Kok See-piau didalam mengumpulkan anak buahnya.
Tampak Kok See-piau manggut-manggut,kemudian katanya, “Kalian setia dan berbakti terus
sampai kini, pun sinkun merasa terharu dan berterima kasih sekali!”
Tiba-tiba dia mengeluarkan sejilid kitab kuning dan sebuah panji kecil dari sakunya sambil
diserahkan kepada Kok Gi pek, kembali katanya dengan nyaring, “Gi pek, sambut dulu benda
benda ini!”
Kok Gi pek bingung dan tidak habis mengerti, akan tetapi dia menurut dan menerima juga
benda-benda tersebut.
Sesudah kedua macam benda itu diterima oleh gadis tersebut, Kok See-piau baru berkata lagi,
“Gi pek, dimasa lalu kau selalu menyebutku sebagai suhu, kini apakah kau bersedia memanggil
Gi hu (ayah angkat) kepadaku?”
“Mendengar ucapanya yang lembut serta penuh dengan kasih sayang itu, Kok Gi pek merasa
terharu sekali, tak kuasa lagi dia berseru dengan keras, “Gi Hu!”
Teriakan itu diucapkan dengan ketulusan hati yang muncul dari dasar hati kecilnya.
Tentu saja Kok See-piau dapat menyaksikan akan hal itu, tanpa terasa ia tertawa lebar,
kemudian dengan penuh kasih sayang dibelainya rambut gadis itu lembut.
Beberapa saat kemudian, dia baru berseru kembali, “Gi pek! Selanjutnya kau adalah penerus
kedudukanku ini, dan aku harap kepada saudara sekalian jangan melupakan janji kalian sendiri!”
Kok Gi pek menjadi amat tercekat. Segera teriaknya keras-keras”
“Su…..Gi hu!”
Kok See-piau berpura-pura tidak mendengar, dia melirik sekejap ke arah Pek si hujin, kemudian
mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak dengan kerasnya,
“Haaahh……..haaahh…….haaahh………Keluarga Hoa memang sepantasnya bercokol terus dalam
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
448
dunia persilatan, tiada orang yang bisa menandinginya lagi, aku orang she Kok sungguh sangat
benci….”
Mendadak ucapanya terhenti sampai ditengah jalan, tubuhnya yang tinggi besar itupun pelanpelan
roboh ketanah.
Semua orang tahu bahwa ia telah memutuskan nadi-nadi penting didalam tubuhnya sendiri.
Meskipun para pendekar rata-rata merasa benci kepada Kok See-piau atas perbuatan yang
pernah dilakukannya, akan tetapi diam-diam pun merasa kagum atas kegagahan dari Kok Seepiau
sekarang.
Kok Gi pek menjerit lengking, mendadak ia jatuh tak sadarkan diri diatas tubuh Kok See-piau.
Para jago yang tergabung dalam perkumpulan Hian-beng-kau sama-sama tertunduk dengan
wajah sedih, tanpa mengucapkan sepatah katapun mereka bersama-sama menjura dan memberi
hormat kepada jenasah Kok See-piau yang membujur diatas tanah itu.
Hoa Thian-hong dengan memimpin kedua orang istrinya beserta Hoa Si dan Hoa In-liong segera
memberi hormat pula kepada jenasah Kok See-piau sambil berkata.
“Kok See-piau, entah kau seorang pentolan liok lim ataukah seorang enghiong, aku orang she
Hoa mengagumi akan kegagahan mu, orang mati dendampun hilang, sambutlah sebuah hormat
dari aku orang she Hoa”
Tiba-tiba terdengar Kiu-im-kaucu tertawa tergelak, kemudian berkata, “Hoa tayhiap, setelah Kok
See-piau mati, maka mulai sekarang jika masih ada orang yang berani memusuhi keluarga Hoa,
aku berani mengatakan jika orang itu bukan seorang sinting, sudah pasti ia termasuk orang
bodoh”
Ketika ucapan tersebut diutarakan keluar para jago dan golongan sesat segera timbul pula
perasaan yang sama.
Hal ini buktan saja dikarenakan ilmu silat yang dimiliki ayah dan anak dari keluarga Hoa ini tiada
taranya didunia ini, yang terpenting adalah kebesaran jiwa serta kebijaksanaan mereka didalam
menanggulangi setiap persoalan.
Mereka merasa bahwa penampilan dari keluarga Hoa inilah baru benar-benar melambangkan
keadilan didalam dunia persilatan, hal mana membuat kaum mengangkat topi, mereka merasa
pecah nyali, apalagi yang paling penting lagi banyak diantara mereka yang mengagumi kelihayan
ilmu silat mereka.
Sejak peristiwa itu, secara tiba-tiba saja semua orang merasa bahwa keluarga Hoa sesungguhnya
bukan jauh tinggi diatas, dimana jaraknya amat jauh dari mereka, sebaliknya begitu dekat dan
begitu akrab.
Sekalipun dunia persilatan itu besar, tapi kemanapun mereka pergi, disitulah semangat keluarga
Hoa berada.
“Terdengar Hoa Thian-hong berkata lagi sambil menjura, “Keluarga Hoa berharap dunia
persilatan bisa aman dan tenteram, umat persilatan bisa hidup rukun dan damai, ucapan dari kau
cu tersebut tidak berani kuterima.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
449
Setelah menjura ke empat penjuru, ia melanjutkan.
“Seng-sut-pay telah bersumpah tak akan menginjakkan kakinya kembali di wilayah Tionggoan,
Jin Hian mengasingkan diri jauh diluar perbatasan, urusan disinipun telah selesai, dunia
persilatan akan menjadi tenang kembali untuk beberapa waktu lamanya, aku harap saudara
sekalian mau pulang ke rumah masing-masing dengan perasaan lega, bila ada waktu silahkan
mampir di perkampungan kami di bukit Im tiong san, setiap saat dengan senang hati keluarga
Hoa akan menyambut kedatangan kalian semua…”
Ketika semua orang menyaksikan badai pembunuhan sudah lewat, dunia persilatan telah menjadi
aman dan tenang kembali, dengan wajah berseri dan senyum dikulum masing-masing orang pun
segera mengucapkan selamat berpisah dan kembali ke rumahnya masing-masing.
Pihak Kiu-im-kau yang pertama-tama angkat kaki lebih dulu dari situ, ketika Bwe Su-yok melihat
keadaan memaksanya tak bisa tinggal disana lebih lama Lagi, dengan kepala tertunduk ia melirik
sekejap ke arah kekasih hatinya, kemudian mengikuti rombongan berlalu dari situ.
Tiba-tiba Coa Wi-wi dan Si Leng Jin mengejarnya, mereka bertiga lantas berbisik-bisik lirih, entah
apa saja yang sedang dibicarakan oleh mereka bertiga?
Para pentolan Hian-beng-kau sebaliknya melakukan perundingan dengan keluarga Hoa serta
Bong Pay suami istri, setelah berunding lama sekali dengan susah payah Pek Soh gi baru
mengijinkan putrinya melaksanakan pesan terakhir dari Kok See-piau tapi dengan syarat setiap
tahun Kok Gi pek harus pulang ke rumah untuk menengok ayah ibunya.
Tapi pada setahun yang pertama, karena kuatir Kok Gi pek masih diliputi kesedihan ia harus
berdiam bersama orang tuanya.
Selain itu masa remajanya tak boleh dilewatkan soal memilih menantu semuanya adalah urusan
Bong pay suami istri dan orang-orang Hian-beng-kau tak boleh mencampurinya.
Menhhadapi syarat-syarat semacam itu tentu saja Leng Lam it khi sekalian harus
menyanggupinya, maka setelah mengambil keputusan merekapun mohon diri.
Hingga saat itu, Hoa Thian-hong baru mendapat waktu luang, dia lantas berpaling kearah istrinya
yang sedang berbincang-bincang dengan Tiang heng Tokoh.
Ditatapnya Tian heng Tokoh lekat-lekat, lama sekali dia baru memanggil dengan lirih.
“Cici!”
“Jangan panggil aku…..pinto tidak pantas menjadi cicimu lagi” kata Tian heng Tokoh dengan
cepat.
Sekalipun ucapan tersebut penuh dengan kekesalan, tapi suaranya gemetar, pergolakan
emosinya susah disembunyikan.
Kesedihan menyelimuti pula wajah Hoa Thian-hong, bibirnya tampak bergetar seperti hendak
mengucapkan sesuatu, tapi niat itu kemudian diurungkan.
Untuk sesaat suasana menjadi kaku dan tak enak, membuat orang merasa susah bernapas.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
450
Chin si hujin segera memberi tanda kepada Pek si hujin.
Sambil tersenyum Pek si hujin segera berseru, “Liong ji, perlihatkan tulisan diatas telapak
tanganmu itu kepada bibi Ku!
Hoa In-liong agak tertegun, segera pikirnya, “Ooh,…..jadi rupanya tulisan yang diukir ibu diatas
telapak tanganku hanya dimaksudkan demikian!”
Maka tanpa mengucapkan sepatah katapun dia lantas berlutut dihadapan Tian heng Tokoh dan
memperlihatkan telapak tangannya.
Dengan cepat Tiang heng Tokoh menundukkan kepalanya untuk memeriksa telapak tangan
pemuda itu.
Ketika terbaca olehnya diatas telapak tangan itu tertera sebuah huruf “Heng” atau benci,
bagaikan disambar geledek disiang hari bolong, sekujur badannya gemetar keras, badannya
gontai seperti mau roboh, dengan air mata bercucuran membasahi pipinya, dia bergumam.
“Benci! Benci!”
Cia In sangat terkejut, buru-buru ia melompat ke depan dan memayang tubuhnya.
Pek si hujin memberi tanda kepada Hoa In-liong agar berdiri, kemudian mereka pun berdiri
dengan sedih.
Beberapa saat kemudian, pelan-pelan paras muka Tiang heng Tokoh berubah menjadi tenang
kembali, agaknya dia sudah mengambil suatu keputusan yang bulat.
Mendadak ia berpaling ke arah Cia In sambil bertanya, “In ji, mau ikut aku?”
Tanpa berpikir panjang Cia In segerat menjawab, “Hal ini merupakan pucuk dicinta, ulam tiba
buat In ji mengapa harus kutampik?”
Tiang heng tokoh segera melirik sekejap kearah Pui Che-giok.
Sambil tersenyum Pui Che-giok berkata, “In ji bisa mempunyai rejeki sebesar ini, untuk merasa
gembira pun aku tak sempat!”
Saat itulah Tiang heng Tokoh baru berpaling kearah Hoa Thian-hong, kemudian katanya, “Aku
akan membawa In ji menuju kepulau Si Soat to, urusan selanjutnya terserah kepadamu sendiri,
tidak jelas tanya saja kepada Hong moay dan Kun moay bila sampai salah, jangan salahkan kalau
selama hidup aku enggan berjumpa lagi denganmu”
Selesai berkata, dengan mengajak Cia In dan Pui Che-giok, ia segera berlalu dari situ.
Dalam pada itu, sang surya telah muncul di ufuk timur, langit terasa terang benderang
bermandikan cahaya, seakan-akan melambangkan ke jayaan dan kecemerlangan keluarga Hoa
dimasa mendatang.
Sebagaimana apa yang diucapkan Thian Ik-cu serta Kok See-piau menjelang kematiannya sejak
itu Hoa Thian-hong dan putra putranya menjagoi seluruh dunia persilatan dan menghormati
setiap orang persilatan.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
451
Sejarah keluarga mereka berlangsung sampai beratus-ratus tahun lamanya, selama mereka
berkuasa, dunia persilatan aman tentetam tak pernah terjadi kekacaun, keadilan dan kebenaran
selalu ditegakkan.
Sedangkan mengenai perkawinan Hoa In-liong, rasanya tak usah disinggung pun tentunya para
pembaca dapat menebak sendiri..
Sebagaimana seorang pemuda yang romantis, sekalipun dirumah sudah punya istri-istri yang
cantik, namun dia masih saja bermain cinta disana sini…………
Tampaknya watak tersebut sudah mendarah daging hingga tak bisa dirubah lagi.
Untung saja dia muda dan tampan, siapa lagi yang tidak romantis bila dia berwajah tampan,
gagah dan ternama lagi?
Dan dengan demikian, cerita inipun saya akhiri sampai disini, semoga para pembaca sekalian
puas adanya, terima kasih.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar