“SUHU! di dalam katak buduk kumala itu terdapat beberapa buah garis berwarna hitam”
mendadak Lie Hoa berseru. Menurut pandangan tecu, binatang ini masih ada sedikit
kegunaannya!”
Mengikuti pembicaraan tersebut, Chin Wan Hong ikut mengalihkan sinar matanya ke arah
binatang itu. Tampaklah “Katak buduk pualam” tersebut setelah direndam beberapa saat di
dalam darah bercampur racun, tubuhnya masih putih bersih dan bercahaya, cuma di antara
tubuhnya bertambah dengan beberapa buah jalur berwarna hitam, jelas garis itu semula tidak
terdapat disitu.”
“Itulah racun keji dari jarum sakti pengunci sukma yang dilepaskan oleh Pek Siauw-thian,”
terdengar Kioe-Tok Sian-Cie menerangkan, setelah merandek sejenak tambahnya, “Perduli
bagaimanapun juga. “Katak bu duk pualam” ini ada kegunaannya dan tidak mencelakai, baiklah
kita coba lebihlan jut!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
182
Ia segera memerintahkan anak muridnya untuk memegangi katak buduk pualam itu dan
ditempelkan di atas mulut luka yang terdapat di urat nadi pergelangan tangan Hoa Thian-Hong.
Lama sekali perempuan muda suku Biauw itu termenung, kemudian ujarnya lagi, “Chin Wan
Hong, apakah kau bersungguh hati hendak mengangkat diriku sebagai gurumu? apakah kau
tidak merasa menyesal?”
Chin Wan Hong anggukkan kepalanya.
“Tecu sudah mengangkat suhu sebagai guruku, sampai matipun tecu tidak akan menyesal.”
“Meskipun aku mempunyai sekelompok anak murid” diam-diam Kioe-Tok Sian-Cie berpikir d
idalam hati. “Tetapi tak seorangpun yang bisa menandingi kebagusan serta kebolehan dari bocah
perempuan ini, menerima seorang gadis bangsa Han sebagai muridku pun tidak mengapa, bukan
saja menambah jumlah muridku bahkan kemungkinan besar ia bisa mengangkat nama
perguruan di kemudian hari…. hitung-hitung tindakanku ini berarti juga sekali tepuk dapat dua
lalat.”
Rupanya jago lihay dari wilayah Biauw yang pandai menggunakan racun ini sudah dibuat tertarik
oleh bakat bagus yang dimiliki Chin Wan Hong, di samping itu diapun mengagumi akan
keteguhan hati serta kebulatan tekad sang dara itu di dalam usahanya untuk mencarikan
keselamatan bagi rekannya, ditambah pula ia merasa agak kalang kabut menghadapi teratai
racun empedu api, hingga menimbulkan nafsu ingin menangnya.
Karena disadari oleh pelbagai faktor dan alasan itulah, Kioe-Tok
segenap kemampuannya untuk mengusahakan suatu cara pertolongan yang sebaik mungkin.
Demikianlah, setelah jago lihay dari wilayah Biauw ini mengambil keputusan untuk menolong jiwa
Hoa Thian-hong, maka ia mulai kuatir apabila si anak muda itu secara tiba-tiba putus nyawa,
segera ujarnya, “Cie Wie! kau segera kumpulkan semua rumput serta bunga obat yang ada di
kebun sebelah selatan, pilihan menurut jenis-jenisnya dan atur yang rapi di dalam ruang
membuat obatku, setiap jenis yang ada kubutuhkan semua, jangan sampai ada yang tertinggal
barang satupun.”
Dara yang bernama Cie Wie itu segera mengiakan, dengan membawa dua orang rekannya cepatcepat
mereka berlalu.
Kioe Tok Sian cie pun memerintahkan orang untuk menyediakan tempat beristirahat bagi Tiong
Sie San Hauw, setelah itu barulah ia berkata kepada Lan Hoa, “Bukankah kau merasa amat
senang dengan Chin Wan Hong? nah! biarlah dia mengikuti dirimu, Hoa Thian-hong itupun aku
serahkan kepadamu!”
“Suhu, aku bernama Hong jie!” terdengar Chin Wan Hong berkata.
Kioe Tok Sian cie tersenyum, sambil menuding kea rah Lan Hoa berkata pula, “Dia bernama Lan
Lan, dia adalah toa si-ci mu!”
“Toasuci!” buru-buru Chin Wan Hong memanggil.
Rupanya Lan Lan merasa amat senang, segera sahutnya, “Siauw sumoay! boponglah Hoa Thianhong
dan ikutilah diriku!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
183
Buru-buru Chin Wan Hong membopong tubuh Hoa Thian-hong kemudian mengikuti di belakang
Lan Lan berlalu dari ruangan gua.
Gadis yang memegangi katak buduk pualam itu tetap menempelkan lagi binatang tadi di atas
mulut luka yang ada di urat nadi pergelangan Hoa Thian-hong, sambil berjalan katanya tertawa,
“Aku bernama Lan Sien, alias Sien Kauw aku adalah Chiet suci mu! Chiet suci adalah kakak
seperguruan yang ketujuh.”
Chin Wan Hong ada maksud untuk menarik simpati orang dengan nada yang manis dan merdu ia
lantas memanggil, “Chiet suci!!….” setelah merandek sejenak tanyanya lebih jauh, “Berapa
banyak sih anak murid suhu? apakah mereka she Lan semua?….“
Lan Shie tertawa.
“Suhu semuanya mempunyai dua belas orang murid dan sekarang ditambah kau seorang jadi
tiga belas. “Lan” adalah She yang paling besar di dalam suku Biauw kami Toa suci she Lan. Ngo
suci, Lak suci she-Lan, aku she-Kan, Cap-Jie su moay juga she-Lan, semuanya lima orang yang
memakai she-Lan!”
“Aku bernama Beng Chen Chen!” mendadak terdengar dara ayu yang ada di sisinya menimbrung.
“Aku adalah suci mu yang ke sembilan!”
“Ooooh…………..Kioe suci!” cepat-cepat Chin Wan Hong memanggil.
“Kau tentu dibikin pusing kepala dan kebingungan bukan?” ujar Lan Lan Sambil tertawa. “Besok
pagi catatlah dulu nama-nama mereka di atas kertas, lalu dihapalkan dulu, dengan demikian
maka kau akan lebih gampang untuk mengingatnya.”
Sementara pembicaraan masih berlangsung mereka telah memasuki sebuah ruang batu.
Lan Lan segera tertawa dan berkata, “Hong-jie, kemari ini khusus untukmu, aku akan berdiam di
kamar sebelahmu!…..”
Chin Wan Hong menyapu sekejap ke arah ruangan itu, ia lihat di dalam kamar terdapat sebuah
pembaringan terbuat batu yang dilapisi kulit binatang, cepat-cepat ia baringkan tubuh Hoa Thianhong
di situ, kemudian Lan Lan pun memperkenalkan nama dari beberapa orang gadis yang lain,
ternyata mereka semua adalah kakak seperguruannya.
Tiba-tiba terdengar Beng Chen Chen berseru, “Hong-jie, apakah kau sudah menikah dengan Hoa
Thian-hong?”
Merah jengah selembar wajah Chin Wang Hong mendengar perkataan itu, ia segera gelengkan
kepalanya berulang kali, “Dia adalah tuan penolong dari keluarga kami!”
“Kalau begitu kau tak usah menikah untuk selamanya, tenaga dalam suhu merupakan suatu
aliran yang tersendiri, asal kau tidak menikah maka wajahmu akan tetap awet muda, selamanya
tidak akan jadi tua dan raut wajahmu yang sebenarnya akan dipertahankan untuk selamalamanya.”
Sepasang mata Chin Wan Hong jadi terbelalak ia awasi wajah beberapa orang sucinya dengan
seksama, terasalah olehnya bahwa usia mereka rata-rata di antara delapan sembilan belas
tahunan, kecantikan mereka masih nampak segar dan menggiurkan, dalam hati segera pikirnya,
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
184
“Asal Hoa Kongcu bisa hidup di kolong ia langit, meskipun selamanya aku tak boleh menikah juga
tidak mengapa….”
Maka diapun bertanya.
“Toa suci, berapakah usiamu tahun ini?” “Aku berusia tiga puluh enam tihun….”
Tiba-tiba terlihatlah Lie Hoa dengan tangan kiri membawa mangkok pualam, tangan kanan
membawa sebuah tongkat pualam sambil tertawa cekikikan lari masuk ke alam ruangan,serunya
seraya mengaduk cairan obat di dalam mangkok, “Di ladang dewi merasakan seratus rumput,
Hoa Thian-hong mungkin harus mencicipi beratus-ratus jenis rumput obat!”
Lan Lan segera mengintip sekejap ke dalam mangkok pualam itu, lalu serunya, “Eeei…!
bukankah obat ini adalah campuran rumput Kiem Seng Cau serta rumput Pok Liong Cau yang
khusus untuk memunahkan racun kabut? apakah campuran obat ini mampu untuk memunahkan
daya kerja racun Teratai racun empedu api?”
Lie Hoa memperlihatkan muka setan dan tertawa.
“Setiap rumput obat yang bisa digunakan untuk memunahkan racun rumput, pohon, tumbuhan
serta binatang berbisa, Hoa Thian-hong harus mencicipinya satu demi satu!”
Lan Sien segera mengambil botol air dan menuangkan separuh cawan air bersih di dalam
mangkok yang berisi bubuk obat itu, setelah diseduh dan diaduk Lie Hda segera membuka mulut
Hoa Thian Kong dan menuangkan separuh mangkok obat itu ke dalam perutnya.
Setelah meletakkan mangkok tadi ke atas meja, ia ambil keluar segenggaman jarum emas dari
sakunya dan dengan Cekatan segera ditancapkan ke atas jalan darah penting di atas dada Hoa
Thian-hong.
Begitu cepat dan hebat gerakan tangannya, dalam sekejap mata puluhan batang jarum emas itu
sudah tinggal kepalanya saja yang tertinggal di luar, panjangnya delapan coen dan sangat
teratur.
Menyaksikan batang-batang jarum yang tersampul di luar badan dan berkilauan memancarkan
cahaya keemas-emasan, Chin Wan Hong merasa jantungnya berdebar keras, sambil
menghampiri tubuh Lie Hoa bisiknya lirih, “Suci, jarum-jarum emas itu apa gunanya?”
“Untuk mengetes reaksi yang ditimbulkan oleh daya kerja obat rumput itu!” sahut sang suci
sambil tertawa, setelah merandek sejenak tambahnya, “Aku bernama Lie Hoa, merupakan suci
mu yang kedua!”
“Jie suci disebut orang Lie Hoa Siancu!” timbrung Beng Chen Chen dari samping.
“Orang kangouw menyebut Toa suci, Jie suci serta Sam suci sebagai Biauw-Nia Sam-Sian tiga
dewi dari wilayah Biauw, mereka bertiga pernah berperang melawan orang-orang dari
perkumpulan Sin-kie-pang, tahukah kau akan perkumpulan Sin-kie-pang?”
Chin Wan Hong mengangguk.
“Tahu dan Sam suci? siapakah dia?”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
185
“Sam sucimu sedang pergi memetik daun obat, dia bernama Cie Wie sianou, aku serta dia tidak
mempunyai she!”
Chin Wan Hong anggukkan kepalanya berulang kali.
“Kalau begitu toa suci disebut orang sebagai Lan Hoa Siancu bukan?” katanya.
“Bukan. Aku dipanggil Lan Hoa si nenek peyot!”
“Aaah. Tidak. Kau tentu bernama Lan Hoa Siancu!”
Mendengar ucapan itu semua orang tertawa tergelak, Chin Wan Hong yang sebenarnya sedang
sedih dan hatinya terasa hancur karena pemuda idaman hatinya berada dalam keadaan sekarat,
setelah bergaul dengan kakak-kakak seperguruannya yang lincah dan selalu beriang gembira,
tidak terasa pikirannyapun rada sedikit terbuka.
Lewat beberapa saat kemudian seorang gadis dengan membawa banyak sekali botol serta guci
berjalan masuk ke dalam diikuti seorang wanita suku Biauw dengan membawa sekeranjang
buah-buahan segarpun ikut ma uk ke dalam ruangan.
“Coei Kauw, mau apa?” Lan Lan segera menegur.
“Suhu mengutus aku untuk khusus mengurusi makanan serta minuman dari Siauw-Long!”
“Dia bernama Lan Coei, dan merupakan Suci mu yang kedua belas!” Lan Lan segera berpaling ke
arah Chin Wan Hong dan memperkenalkan.
Buru-buru gadis dari keluarga Chin ini maju menyongsong seraya menyapa:
“Suci, apakah dia bisa bersantap?, “Suhu bilang………”
Belum habis Lan Coei berkata, Kioe-Tok Sian-Cie telah berjalan masuk sambil berkata, “Hong-jie,
besok pagi aku akan menyadarkan Hoa Thian-hong dari pingsannya, tetapi dengan adanya
kejadian ini maka seandainya aku gagal untuk memunahkan racun teratai empedu api itu, maka
ia segera akan menemui ajalnya.”
Chin Wan Hong tertegun, lama sekali ia berdiri termangu-mangu kemudian baru sahutnya
dengan nada gemetar, “Tecu terserah pada kebijaksanaan suhu untuk menyelamatkan jiwanya,
tecu sendiri tidak tahu apa yang harus aku lakukan.”
Kioe-Tok Sian-Cie menghela napas panjang.
“Aai…! aku pasti akan berusaha keras dengan segenap kemampuan yang kumiliki, pokoknya
tidak nanti aku berbuat sesuatu sehingga membuat hatimu jadi kecewa!”
Diambilnya “Katak buduk pualam” itu untuk diperiksa, setelah dilihatnya di atas binatang itu
secara lapat-lapat terlintas warna hijau yang tebal, kepada gadis she-Chin itu ujarnya lagi, “Katak
buduk pualam ini merupakan benda mustika yang sangat langka di kolong langit, meskipun tidak
dapat seratus persen menandingi kehebatan racun keji Teratai empedu api itu, tapi sedikit
banyak benda ini ada kemampuannya juga untuk mengurangi sedikit kadar racun tersebut. Demi
kepercayaanmu, serta untuk memperlihatkan kesungguhan hati suhumu untuk menolong jiwa
pemuda ini, aku akan menggiling Katak buduk Pualam ini hingga hancur jadi bubuk kemudian
dicampurkan ke dalam obat dan diminumkan kepada Hoa Thian-hong.”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
186
“Suhu! aku percaya bahwa suhu bersungguh-sungguh hati hendak menolong jiwanya dari
kematian!” seru Chin Wan Hong dengan air mata bercucuran.
Terdengar Lan Lan ada di samping ikut menimbrung, “Usul dari suhu memang bagus dan tepat
sekali, kalau tidak satu hari akupun bisa mencari katak buduk pualam ini untuk digiling hingga
hancur dan dibuang jauh ke dalam jurang!”
“Kenapa?” tanya Wan Hong kurang paham.
Kioe Tok Sian cie tersenyum.
“Katak buduk pualam ini bisa memunah kan pelbagai macam racun keji, seandainya benda ini
terjatuh ke tangan kawanan orang Bulim, maka kegunaannya akan luar biasa dan nilainya tak
terhingga tingginya, tetapi berada di tanganku bukan saja tidak ada manfaatnya bahkan malah
hanya meadatang kan kejelekan saja”
“Kenapa bisa begitu?”
“Nama besarku tersohor di kolong langit karena kehebatanku di dalam menggunakan racun serta
caraku memunahkan racun, separuh hidupku telah kucurahkan di bidang penyelidikan soal sifatsifat
racun, sedang katak buduk pualam ini bisa memunahkan setiap racun, yang bisa
kupunahkan pula dengan kepandaianku, karena itu benda tersebut bukan saja sama sekali tak
berguna malah sebaliknya dengan adanya benda mustika ini maka kepandaianku tak bisa
dikembangkan dan tak ada kehebatannya. Andaikata benda ini lenyap bukankah itu berarti
bahwa di kolong langit hanya aku seorang yang mengerti akan ilmu beracun? pendapat ini kau
bisa mengerti tidak?”
“Jadi keadaan itu bagaikan dua orang jago lihay yang berdiri dalam posisi saling bermusuhan
begitu?” tanya Chin Wan Hong setengah mengerti setengah tidak.
“Yaah….! boleh dibilang hampir menyerupai begitu, masih ada satu hal lagi, dengan adanya
Katak buduk pualam ini maka anak muridku jadi kurang bergairah untuk berlatih kepandaian,
mereka tidak lagi terlalu memandang serius ilmu racun, coba pikirlah suhu terkenal di dalam
jagad karena kelihayan ilmu bisanya, masa aku rela melihat anak muridku lupa akan asal
usulnya?”
Berbicara sampai di sini ia lantas menyerahkan Katak buduk pualam itu ke tangan murid
pertamanya Lan Lan.
“Besok pagi cucilah hingga bersih kemudian giling sampai hancur, setelah itu serahkan kepadaku
untuk dibuat obat.”
Lan Lan menyambuti Katak buduk pualam tadi dan menyimpannya secara baik-baik, setelah itu
katanya, “Suhu, setelah siauw long terkena racun keji selama empat lima puluh hari ia tak
pernah makan dan minum, kenapa napasnya tidak putus? apa sebabnya?”
“Teratai racun Empedu api semestinya memiliki dua belas biji teratai, kalau dibicarakan menurut
keadaan pada umumnya asal seseorang makan separuh dari jumlah itu saja sudah cukup untuk
memecahkan jantung serta memutuskan usus-ususnya, Hoa Thian-hong bisa mempertahankan
napasnya hingga tidak putus dan isi perutnya tidak hancur, aku pikir mungkin ia sekalian
menelan pula kulit serta daunnya.”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
187
“Benar, benar, perkataan suhu sedikitpun tidak salah,” Chin Wan Hong segera anggukkan
kepalanya membenarkan. “Ia memang menelan seluruh teratai tersebut Kedaun dan akarnya.”
“Sebenarnya apa yang sudah terjadi?! coba kau ceritakan kepada suhumu semua peristiwa yang
telah kau alami!”
Chin Wan Hong mengangguk, lalu diapun menceritakan semua kisah kejadian yang menimpa diri
Hoa Thian-hong sepanjang apa yang diketahui.
Mendengar kisah ini, semua orang jadi ikut merasa kagum dan tanpa sadar rasa simpatik mereka
terhadap Hoa Thian-hong pun semakin menebal beberapa bagian.
Terdengar Kioe-Tok Sian-Cie berkata, “Setiap benda yang ada di kolong langit sebagian besar
mengandung daya kekuatan untuk melawan tenaga Im maupun Yang, daya racun yang terkeji
dari Teratai racun empedu api terletak pada teratainya, termasuk daun dan akar teratai tadi
sebenarnya bukan termasuk bagian yang beracun. Secara beruntun Hoa Thian-hong telah
menghabiskan dua belas biji teratai tanpa menghembuskan napas yang terakhir, kejadian ini
benar-benar merupakan suatu peristiwa yang tidak masuk di akal, menurut dugaanku mungkin
daun serta akar teratai itu mempunyai khasiat untuk melawan daya kerja racun atau kasiat lain
yang luar biasa, yang penting dewasa ini ia belum mati, sedangkan mengenai bagaimana
caranya memunahkan racun teratai dan bagaimana caranya mengembalikan sukmanya yang
hampir kabur, tunggulah beberapa waktu aku akan berusaha mencari akal yang baik, sebab
dewasa ini aku sama sekali tidak memiliki keyakinan apapun.”
Dengan mata berubah jadi merah dan wajah mewek, buru-buru Chin Wan Hong merengek,
“Oooh suhu! Kau harus carikan akal yang paling baik, kau pasti bisa menyelamatkan selembar
jiwanya!”
Kioe-Tok Sian-Cie menghela napas panjang, setelah membelai rambutnya yang hitam halus ia
putar badan dan keluar dari kamar.
Malam itu Lie Hoa siancu mencabut keluar jarum-emas yang menancap di dada Hoa Thian-hong,
kemudian meloloh pula semangkok cairan obat lain ke dalam perutnya dan menancapkan jarum
emas baru di atas dadanya.
Menanti semua orang sudah berlalu, seorang diri Chin Wan Hong menjaga di tepi pembaringan
Hoa Thian-hong, pikirannya terasa kalut dan semalam suntuk ia tak dapat memejamkan
matanya.
Keesokan harinya ketika fajar baru menyingsing, Lie Hoa Siancu kembali mencabut keluar jarum
emas itu, lewat satu dua jam kemudian Kioe-Tok Sian-cie muncul di dalam kamar dan ia turun
tangan sendiri melolohkan obat yang dibuatnya semalam ke mulut Hoa Thian-hong.
Campuran obat itu ternyata mujarab sekali, tidak lama setelah diminumkan pemuda she Hoa itu
mulai mendusin dan memperdengarkan suara rintihan yang amat lirih sekali, begitu lirih hingga
menyerupai suara dengusan nyamuk.
Semua orang merubung di sekeliling pembaringan dan menanti dengan mulut membungkam,
sementara air muka Kioe Tok Sian cie berubah jadi tegang dan serius sekali.
Beberapa saat kemudian telah berlalu, tokoh sakti di dalam hal ilmu berbisa itu dengan cepat
menancapkan pula sebaris jarum emas, setelah melolohkan semangkok cairan obat ke dalam
Perut si anak muda itu dia baru mengundurkan diri.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
188
Sejak itulah setiap hari Kioe Tok Sian Cie berserta keempat belas orang anak muridnya jadi
sibuknya luar biasa, sedang Hoa Thian-hong sendiri telah mencicipi beratus-ratus macam jenis
obat yang di taman di dalam lembah Hoe Hiang Kok itu.
Haruslah diketahui, di antara berjenis-jenis rerumputan yang sangat beracun dan bisa
membinasakan seseorang manusia biasa bila diminumnya, tetapi bagi Hoa Thiat Hong yang
setiap hari harus minum pelbagai macam obat yang berbeda, walau pun racun keji dari Teratai
Racun Empedu Api belum punah, namun sisa napasnya yang terakhirpun tidak sampai putus.
Keadaan itu berlangsung hingga mendekati dua bulan lamanya, akhirnya suatu ketika Kioe-Tok-
Sian Cie berhasil menemukan sebuah resep obat yang sangat mujarab.
Itu hari ketika obat yang dimaksudkan telah siap dan diletakkan di tepi pembaringan. Kioe-Tok-
Sian-Cie berkatalah kepada diri Chin WanHong, “Hong-jie, gurumu telah berusaha dengan
kemampuan yang kumiliki untuk membuat semangkok cairan obat ini. Setelah cairan obat ini
diminumkan rejeki atau bencana yang terjadi pada saat ini sulit bagi kita untuk menduganya,
andaikata tidak beruntung dan siauw-Loug harus mengorbankan selembar jiwanya, janganlah
kau salahkan kepada gurumu yang tak mau berusaha untuk menolong!”
Mendengar perkataan itu Chin Wan Hong segera mengangguk.
“Sekalipun selembar jiwanya tak berhasil diselamatkan, budi kebaikan suhu yang berat laksana
gunung Thay-san pasti akan tocu ingat terus di dalam hati.”
Kioe-Tok Sian-Cie tersenyum.
“Kau adalah anak muridku yang paling buncit, tentu saja aku berharap agar kau bisa gembira
dan bersenang hati selalu, perkataan yang tak berguna lebih baik tak usah kau ucapkan lagi.”
Ia merandek sejenak, kemudian sambungnya, “Nah! sekarang minumkanlah cairan obat di dalam
mangkok itu kepada Siauw-Long!”
Setelah hidup bersama beberapa waktu, walaupun secara resmi Chin Wan Hong belum pernah
memperoleh warisan ilmu kepandaian apapun, tetapi hubungan batin antara guru dan murid itu
sudah mendalam sekali, hingga tanpa sadar baik dalam perkataan maupun di dalam perbuatan
cinta kasih dan perasaan sayang di antara mereka tercetus ke luar juga.
Selama beberapa bulan ini Chin Wan Hong boleh dibilang tak pernah meninggalkan sisi
pembaringan barang selangkahpun, ia selalu berada di sisi pemuda pujaannya untuk menjaga
dan menemani dirinya, bila capai dan mengantuk ia jatuhkan diri berbaring di bawah kaki Hoa
Thian-hong, setiap kali mendengar sedikit suarapun ia segera tersentak bangun.
Berhubung kekesalan serta kesedihan yang selalu mencekam hatinya ditambah pula kurang
beristirahat dengan baik, saat itu wajahnya telah berubah jadi kurus dan pucat pias bagaikan
mayat.
Ketika itu dengan tangan gemetar ia mengambil mangkok berisi cairan obat itu dari atas meja,
kemudian dengan perlahan-lahan melolohkan cairan obat tadi ke dalam mulut Hoa Thian-hong,
tapi ketika teringat kembali akan perkataan gurunya barusan ia jadi ragu-ragu dan gelisah,
hampir saja cairan obat itu berhamburan membasahi tangannya.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
189
Setelah minum obat keadaan dari Hoa Thian-hong masih tetap seperti sedia kala, sedikit tiada
perubahan.
Kioe-Tok Sian-Cie sambil mencekal urat nadinya duduk bersila di sisi pembaringan, sambil
pejamkan mata ia menantikan perubahan selanjutnya.
Siapa tahu cairan obat yang telah masuk ke dalam perut si anak muda itu hilang bagai kan batu
tenggelam di tengah samudra, sedikitpun tiada reaksi atau pertanda apapun jua.
Kioe-Tok Sian Cie jadi terkejut bercampur sangsi, tetapi disebabkan obat itu belum menunjukkan
reaksi apapun, diapun tak berani berlalu tinggalkan tempat itu. Malam yang panjang terasa
berlalu dengan amat lambat bagaikan siput yang merangkak dengan susah payah akhirnya
fajarpun menyingsing dan sang suryapun memancarkan cahaya keemas-emasannya keempat
penjuru. Ketika sang surya sudah berada di tengah awang-awang dan tengah haripun tiba, Hoa
Thian-hong Jang telah jatuh tak sadarkan diri selama beberapa bulan itu mendadak
memperdengarkan jeritan ngeri yang menyayatkan hati, sambil meronta keras badannya
mencelat ke tengah udara.
JILID 10
KIOE-TOK SIAN-CIE yang duduk ditepi pembaringan dengan cepat bertindak dan menekan
tubuhnya balik ke atas pembaring an, tetapi si anak muda itu meronta terus dengan hebatnya,
rintihan kesakitan berku-mandang memecahkan kesunyian, wajahnya nampak begitu menderita
dan tersiksa.
Chin Wan Hong Iah yang paling kuatir diantara beberapa orang itu, wajahnya beru bah jadi
pucat pias bagaikan mayat, giginya saling beradu gemerutukan, air mata bagai kan layanglayang
putus mengucur keluar tak terbendung.
Rupanya Hoa Thian-hong merasa amat tersiksa sekali pada waktu itu, badannya bergulingan
kesana kemari tiada hentinya. rintihan kesakitan berkumandang tiada putusnya, andaikata Kioe
Tok Sian Cie sekalian tidak berada disitu untuk menahan tubuhnya, beberapa kali ia tentu sudah
menggelinding jatuh ke atas lantai.
Lama kelamaan Chin Wan Hong jadi tidak tega sendiri, dengan air mata bercucuran ujarnya,
“Suhu, totoklah jalan darahnya.,…”
“Nah, akupun tidak tahu apa yang harus kulakukan pada saat ini “sahut Kioe Tok Sian-Cie
dengan alis berkerut dan wajah serius. “Aku rasa lebih baik kita menanti beberapa saat lagi!”
Hoa Thian-hong merintih terus tiada hentinya. seluruh pakaian yang dikenakan telah basah
kuyup oleh air keringat, keadaannya mengenaskan sekali hingga menyerupai keadaannya ketika
menelan Teratai Racun Empedu api.
Keadaan seperti itu berlangsung terus hingga setengah jam lamanya. akhirnya perlahan-lahan
keadaannya telah tenang kembali.
Kioe Tok Sian Cie adalah seorang tokoh sakti dari suatu aliran perguruan silat wa-laupun begitu
jidatnya saat itu sudah basah oleh keringat yang mengucur keluar tiada hentinya, sambil
memegang urat nadi Hoa Thian-hong ia melakukan pemeriksaan yang seksama.
Mendadak dirasakannya denyutan jantung pemuda itu kian lama kian tambah kencang gejala itu
mirip sekali dengan keadaan seseorang yang baru saja sembuh dari sakit. tanpa terasa ia
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
190
menghembuskan napas pan-jang dan ujarnya kepada Lie Hoa Siancu, ”Coba kau periksalah
warna darah dari Siauw Long!”
Buru-buru Lie Hoa Siancu mengambil sebatang jarum emas dan menusuk jari tengah Hoa Thianhong
hingga berlubang, tampaklah cairan darah yang merah segar mengalir keluar dari ujung
jarinya yang terluka, darah itu segar dan tidak jauh berbeda dengan darah orang biasa.
Menyaksikan hal itu, dengan hati penuh kegirangan Lie Hoa segera berteriak keras, “Suhu, usaha
kita sukses besar!”
Siapa tahu di atas wajah Kioe Tok Sian Cie sama sekali tidak nampak tanda-tanda kegirangan,
malahan sambil tertawa getir ujarnya, “Racun teratai yang terkandung di dalam tubuhnya belum
punah sama sekali sebaliknya telah menggumpal jadi satu dan tenggelam di dasar Tan-Thian
(Pusar), bagaimanakah akibat selanjutnya sulit bagiku untuk menerangkannya pada saat ini.”
“Benarkah ada kejadian semacam itu?” seru Lan Lan dengan alis berkerut dan nada tercengang.
Cepat-cepat ia memayang bangun tubuh Hoa Thian-hong dan mencekal urat nadinya un-tuk
diperiksa dengan lebih seksama!
Kioe Tok Sian cie gelengkan kepalanya dan bangun berdiri, kepada Lan Coei Siancu pesannya.
“Baik-baik1ah merawat dirinya, bila ada perubahan cepat memberi laporan kepadaku!”
Selesai berkata ia segera putar badan dan keluar dari kamar.
Semua orang yang telah berjaga2 selama satu malam suntuk pada saat itupun merasa lelah dan
penat, maka semua orangpun berpamitan untuk pergi beristirahat kecuali Lan Koei yang
membantu Chin Wan Hong merawat si anak muda itu.
Penyelidikan Kioe Tok Sian Cie di dalam hal obat2an memang lihay sekali, terutama bermacam
ragamnya bahan obat2an yang di tanam di sekitar tempat itu, setelah dirawat dengan seksama
pada malam itu juga Hoa Thian-hong telah dapat membuka matanya.
Chin Wan Hong jadi kegirangan setelah mati, sementara sekelompok kakek seperguruannya yang
telah berjerih payah selama dua bulan lebih, ketika melihat Hoa Thian-hong ada harapan untuk
sembuh, merekapun ikut merasa berlega hati.
Tiga ekor harimau dari keluarga Tiong yang mendapat kabar itu buru-buru masuk ke dalam gua
untuk menengok, setelah itu mere ka berlutut dihadapan Kioe Tok Sian cie untuk menyatakan
rasa terima kasihnya yang tak terhingga.
Siapa tahu tengah hari keesokan harinya, racun yang mengeram di dalam tubuh Hoa Thian-hong
kambuh kembali, ia merintih dan bergulingan di atas pembaringan dengan penuh penderitaan.
Kioe-Tok Sian-cie segera putar otak untuk mengurangi rasa sakit itu, tetapi usahanya selalu
menemui jalan buntu, terpaksa dengan mata terbelalak ia biarkan pemuda itu mengerang
kesakitan.
Sejak hari itulah setiap tengah hari tiba, perduli hari terang atau hujan racun Teratai empedu api
yang mengeram di dalam tubuh Hoa Thian-hong pasti kambuh satu kali, setiap kali racun itu
kambuh ia pasti mengerang erang kesakitan, tetapi kurang lebih setengah jam kemudian
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
191
terasalah re a k si racun teratai itu berhenti sendiri bergolak dan tenggelam ke dasar pusar,
sedikitpun tidak menunjukkan gejala lain lagi.
Begitulah setiap pagi Hoa Thian-hong telah bangun dari tidurnya, ia tentu menjumpai Chin Wan
Hong duduk di tepi pembaringan seorang diri sambil memandang keluar pintu dengan termangumangu,
setelah kesadarannya mulai pulih dari pembicaraan banyak orang diapun sudah
mengetahui apa yang telah terjadi sejak ia keracunan.
Mendengar tentang pengorbanan yang diberikan Chin Wan Hong kepadanya selama ini, dalam
hati kecilnya si anak muda itu merasa amat berterima kasih sekali.
Suatu hari ketika ia merasa semangatnya telah pulih dan badannya telah segar kembali, tiba-tiba
serunya dengan suara lirih, “Enci Chin…..”
Chin Wan Hong tersentak kaget dan cepat cepat menoleh, lalu dengan wajah terkejut bercampur
girang tegurnya -
“Apakah kau telah sembuh?”
“Terima kasih atas perbatian cici, siauwte telah sembuh!”
Ia merandek sejenak, kemudian sambungnya lagi dengan suara lirih, “Siauwte bisa hidup hingga
kini kesemuanya ini adalah berkat perhatian serta pemberian dari cici, Budi kebaikan cici tinggi
bukit, siauwte merasa sulit untuk membalasnya.”
“Sudahlah, kau tak usah membicarakan tentang soal budi lagi,” sahut Chin Wan Hong sambil
tundukkan kepalanya rendah-rendah. “Kami orang-orang dari keluarga Chin sudah terlalu banyak
berhutang budi kepadamu, mau bicarakan-pun tak ada selesainya.”
Mendadak Lan Coei berjalan masuk ke dalam kamar, ketika mendengar si anak muda itu telah
berbicara segera serunya sambil tertawa-
“Siauw Long, kau sudah dapat berbicara?”
Hoa Thian-hong segera alihkan sinar matanya ke samping.
“Siauwte telah dapat berbicara, selama ini banyak berterima kasih atas perawatan cici dalam hal
makanan dan minuman!”
Lan Coei tertawa.”Kami berbuat demikian karena memandang di atas wajah Hong-ji, kau tak
usah berterima kasih lagi.”
Bicara sampai disitu ia ambil keluar dua butir pil dan dimasukkan ke dalam mulutnya kemudian
sambungnya lebih lanjut, “Menurut suhu, Racun Teratai Empedu api yang mengeram dalam
tubuhmu telah melarut ke dasar pusar dan selalu terpengaruh oleh sinar matahari, karena itu
setiap kali sang surya berada pada posisi yang sangat dekat dengan bumi racun dalam tubuhmu
akan bekerja satu kali, waktu itu kau akan merasakan sekujur tubuhmu panas bagaikan disengat
api. Untuk mengurangi penderitaan dikala kambuh dan dari pada kau berguling guling di atas
tanah kata suhu lebih baik kau ber-lari2 saja mengelilingi lapangan.”
Hoa Thian-hong mengangguk sambil mengucapkan terima kasih, mendadak ia jumpai Lan Lan
Siancu yang berjalan masuk ke dalam kamar, mengetahui perempuan ini adalah murid terbesar
dari Kioe-Tok- Sian-Cie buru-buru panggilnya, “Toa suci!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
192
Lan Lan tertawa dan duduk disisi pembaringan, ujarnya, “Suhu suruh aku memberitahukan
kepadamu, sebelum racun Teratai itu punah sama sekali dari tubuhmu kau dilarang berhubungan
dengan kaum wanita, kalau tidak maka perempuan itu akan menemui ajalnya seketika itu juga,
kau harus mengingatnya baik-baik.”
Mula-mula Hoa Thian-hong agak tertegun dan tidak mengerti apa yang dimaksudkan, tetapi
setelah dipikir sebentar diapun mengerti apa yang sedang diartikan, tanpa terasa wajahnya
berubah jadi merah padam saking jengahnya.,.. lama sekali ia tak sanggup mengucapkan
sepatah katapun.
Terdengar Lan Coei berkata pula dari samping, “Hong-jie, kaupun harus ingat baik-baik sebelum
racun Teratai itu hilang dari tubuhnya kau jangan sekali kali kawin dengan Siauw-Long!”
Chin Wan Hong adalah seorang gadis perawan dari keluarga bangsa Han, mendengar perkataan
itu wajahnya seketika berubah jadi merah padam, dengan tersipu sipu ia bangkit berdiri dan siap
lari keluar dari dalam kamar, tetapi tangannya keburu ditarik oleh Hoa Thian-hong.
“Siauw-Long!” terdengar Lan Lan berseru lagi. “Seringkali kau bergerak kesana kemari, apakah
badanmu terasa kurang enak?”
Di atas punggung Siauwte masih menancap tiga batang jarum beracun. bagian sekl tar situ
terasa agak kaku dan gatal”
“Kalau begitu biarlah kubantu dirimu untuk mencabutnya keluar!” kepada Lan Coei segera
perintahnya, “Pergilah dan pinjamkan besi Semberani milik Sam suci!’
Buru-buru Lan Coei berlalu, beberapa saat kemudian dengan membawa Ci-Wie siancu serta Lan
Sien ia muncul kembali di dalam ruangan.
Cie Wie Siancu segera ambil keluar sebuah besi hitam dari sakunya, setelah Chin Wan Hong
melepaskan pakaian yang dikenakan Hoan Thian-hong maka Lan Lan segera dekatkan besi hitam
tadi di atas mulut luka di atas punggung si anak muda itu dan menghisap keluar tiga batang
jarum beracun Soh Hoen Tok-Ciam yang mengeram di punggungnya.
Sedari permulaan dulu semua orang telah tahu bahwa warna hitam di atas wajah Hoa Thianhong
bukanlah asli sejak dilahirkan, tetapi berhubung racun teratai yang mengeram dalam
tubuhnya terlalu berat hingga jiwanya sukar dipertahankan, siapapun tiada kegembiraan untuk
mengurusi persoalan sepele itu.
Tapi kini setelah sakitnya mulai sembuh dan melihat pula badannya yang berkulit putih bersih,
timbullah sifat kelakar diantara mereka, pertama-tama Ci-Wie Siancu yang berteriak lebih dulu,
“Sien-Kauw, Cepat cari daun obat dan dirmasak kemudian kita cucikan muka dari Siauw-Long!”
Hoa Thian-hong tidak mengerti apa yang dimaksudkan Oleh mereka, mendengar perkataan itu
buru-buru sambungnya, “Samsuci, siauwte bisa cuci muka sendiri
Lan Sien tertawa cekikikan, dalam sekejap mata ia sudah ngeloyor keluar dari dalam kamar.
Di dalam lembah Hoe-Hiang-Kok memang dipelihara pelbagai macam rumput obat yang aneh2
dari pelbagai kolong langit, tidak lama Lan Sien berlalu ia sudah muncul kembali sambil
membawa belasau macam daun obat, dimana daun obat tadi segera diserahkan kepada pelayan
untuk dimasak.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
193
Dalam pada itu Lan Lan yang ada di dalam kamar telah berhasil menghisap keluar ketiga batang
jarum beracun yang mengeram di dalam punggung Hoa Thian-hong, jarum itu terbuat dari emas
dan waktu itu polesan racun yang ada di ujung jarum telah larut ke dalam cairan darah si anak
muda itu. hingga jarum yang terhisap keluar nampak kuning dan keemas-emasan.
Lewat beberapa saat kemudian, seorang perempuan suku Biauw masuk ke dalam kamar sambil
membawa sebaskom air obat.
Lan Sien segera berteriak keras, “Hong-jie, cucikanlah muka Siauw-Long!”
Dalam hati kecilnya Chin Wan Hong memang ingin sekali menyaksikan wajah Hoai Thian-hong
yang sebenarnya, tetapi dengan tabiatnya yang ramah dan halus serta tindak tanduknya yang
sangat hati-hati gadis ini tak berani turun tangan secara gegabah. tanyanya lebih dulu, “Siauw-
Long, bagaimana kalau kucuci bersihkan warna hitam yang ada di atas wajahmu?”
Karena semua orang memanggil dirinya sebagai Siauw Long maka Chin Wan, Hong-pun ikut
memanggil dengan sebutan itu.
Hoa Thian-hong yang teringat akan budi kebaikan semua orang dimana dengan susah payah
telah berusaha untuk menyelamatkan selembar jiwanya. merasa tidak tega untuk inenampik
keinginan orang, apalagi setelah lolos dari kematian dan racun teratai belum punah sama sekali
dari tubuhnya, terhadap orang-orang dari perkumpulan Sin-kie-pang, Hong-im-hwie serta Tongthian-
kauw ia merasa amat muak dan benci. dalam hatinya telah mengambil keputusan untuk
muncul kembali di dunia persilatan dengan wajah yang sebenarnya. karena itu mendengar
pertanyaan orang sambil tersenyum ia segera mengangguk.
Melihat si anak muda itu telah setuju, Chin wan Hong-pun segera mengambil sebuah handuk
kecil, setelah direndam dengan air obat wajah Hoa Thian-hong yang hitam mulai dibersihkan.
Berita ini dengan cepat bersiar luas diseluruh lembah Hoe Hiang Kok. tidak selang beberapa saat
seluruh anak murid Kioe Tok Sian Cie telah berkumpul semua di dalam ruangan itu, suara
pembicaraan dengan logat yang aneh menggema memenuhi angkasa,” hingga membuat suasana
jadi amat ramai.
Dalam pada itu air obat untuk mencuci muka sebaskom telah berganti sebanyak delapan
sembilan kali, warna hitam di atas wajah si anak muda she Hoa itu pun mulai luntur beberapa
bagian.
“Ooooh, ia terkena bahan obat Thiat san-Khek!” teriak Lie Hoa Liancu dengan keras.
Meledaklah teriak teriakan kegirangan dan seruan memuji berkumandang diseluruh ruangan.
Waktu itu hari sudah mendekati siang, semua orang pun segera mengundang Hoa Thian-hong
untuk bersantap setelah itu memayang dia keluar dari gua.
Sesuai dengan waktu2 sebelumnya,racun yang mengeram dalam pusar pemuda itu mulai
kambuh. dan mengikuti petunjuk dari Kioe Tok Sian Cie ia segera berlari larian jalan kecil dalam
lautan bunga itu.
Sungguh aneh sekali, dalam keadaan badan yang lemah tak bertenaga karena sakit yang
dideritanya belum sembuh setelah racun teratai itu kambuh seketika itu juga ia rasakan darah
panas di dalam rongga dadanya bergolak keras, tenaga yang bergelora dalam tubuhnya secara
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
194
menakjubkan melipat ganda, terutama sekali setelah berlarian di atas jalan sempit, makin cepat
dia berlari semakin berkurang rasa sakit yang dirasakan di dalam tubuhnya.
Dalam posisi tidak mempan terhadap segala macam racun, bau harum beracun yang tersiar dari
balik barisan Hoe-Hiang-Tin bukannya merobohkan malahan sangat bermanfaat baginya,
semakin badannya terasa enak makin cepat ia berlari.
Beng Chen Chen serta Lan Coei sekalian yang menyaksikan kejadian itu jadi tertarik, mereka
berteriak keras dan segera mengejar dari belakang tubuhnya.
Bagitulah sesudah berlarian kurang lebih setengah jam, racun teratai yang bekerja dalam
tubuhnya telah larut kembali ke dasar pusar, sementara Lan Coei sekalian yang mengikuti di
belakangnya telah basah kuyup oleh keringat, napas mereka tersengal-sengal dan tidak kuat
mempertahankan diri lagi.
Tampi terasa setengah bulan telah lewat dengan cepatnya, dari sakitnya Hoa Thian-hong pun
berangsur angsur telah sehat kebali, setiap tengah hari tiba bila racun dalam tubuhnya mulai
bekerja, iapun berlari larian di jalanan untuk mengurangi penderitaan.
Rupanya daya kerja racun itu makin lama semakin mendahsyat, terpaksa iapun harus berlari
makin lama semakin cepat, dalam keadaan begitu “Biauw Nia Sam Sian” tiga dewi dari wilayah
Biauw masih sanggup untuk berlari berendeng dengan dirinya, sedang mereka dari angkatan
yang lebih rendah sudah tak sanggup untuk menyusul lagi.
Ia merasa tenaga dalamnya memperoleh kemajuan yang amit pesat, kekuatan angin pukulanpun
bertambah ampuh tiga kali lipat, pemuda itu mengerti bahwa itulah berkat dari Teratai Racun
Empedu Api. hanya saja semakin sempurna tenaga dalamnya, daya kerja racun teratai itupun
semakin dahsyat hingga secara lapat-lapat ia merasa agak payah.
Lan Sien yang setiap hari mengumpulkan daun obat memaksa Chin Wan Hong untuk mencucikan
muka Hoa Thian-hong setiap hari, setelah berpuluh-puluh hari kemudian warna hitam di atas
wajah Hoa Thian-hong telah hilang lenyap sama sekali, sebagai gantinya muncullah seraut wajah
yang tampan dan menarik hati.
Diam-diam Chin Wan Hong marasa kegirangan setengah mati, para kakak seperguruannyapun
ikut beriang gembira akan hal tersebut.
Setiap hari seluruh lembah Hoe-Hiaug-Kok dipenuhi dengan panggilan “Siauw Long “di dalam
negeri kaum wanita yang cantik dan supel itu Siauw Long pun menjadi pujaan sana sini.
Suatu tengah hari, Siauw Long kembali berlarian ditengah jalan raya,. puluhan gadis cantik suku
Biauw dibawah “Biauw-Nia Sam-Sian “termasuk juga Tiong-si Sam Houw tiga ekor harimau dari
keluarga Tiong berdiri berjajar di tepi jalan raya.
Selesai berlarian, pemuda itu merasa semangat serta tenaganya masih segar bugar maka iapun
diiringi semua orang berpindah menuju kelapangan untuk berlatih silat*
Pertama-tama ia berlatih lebih dahulu jurus serangan yang ampuh “Koen-Sioe-Ci-Tauw”
kemudian Biauw-Nia Sam-sian maju mengerubuti dirinya. latihan berlangsung dengan seru dan
riangnya.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
195
Setengah harian kemudian tiba-tiba ia teringat kembali akan Tiong-si Sam Houw yang jarang
ditemui, ia tak tahu bagaimanakah hasil latihan ilmu pukulan dari ketiga orang itu, maka
dipaksanya ketiga orang itu untuk berlatih dihadapannya.
Salama ini Tiong-si Sam Houw selalu melayani Hoa Thian-hong dengan sikap pelayan terhadap
majikan, Walaupun si anak muda itu tak mau tapi lama kelamaan tanpa terasa hal itu jadi suatu
kebiasaan.
Mendengar pemuda itu menyuruh mereka berlatih, tanpa banyak bicara ketiga orang itu segera
mainkan ilmu telapaknya dengan sungguh2.
Setelah dilihatnya permainan ilmu telapak mereka sangat hapal dan tenaga dalamnya bisa
diandalkan, girang sekali pemuda kita.
Mendadak terdengar Chin Wan Hong berseru, “Siauw Long, suhu telah mewariskan serangkaian
ilmu barisan kepada mereka. barisan itu dinamakan Sam Sing Boe Khek Tin Hoat’
Barisan Sam Seng Boe Khek Tin?” ujar Hoa Thian-hong terkejut bercampur girang.” Coba
mainkanlah agar aku lihat.”
“Ilmu barisan yang diajarkan Sin Nio kepada kami ini amat kacau dan rumit” kata si harimau
pelarian Tiong Liauw sambil tertawa jengah. “Sedang kami bertiga amat bodoh, sekalipun
dengan paksa bisa hapal tapi kalau di mainkan kurang lebih sempurna.”
Selesai bicara ia segera beri kode dan ketiga orang itu menyebarkan diri menduduki posisinya
masing-masing, ilmu barisan Sam Seng Boe-Khek-Tin pun dengan cepat sudah dimainkan.
Dengan penuh seksama Hoa Thian-hong memperhatikan perubahan-perubahan dari barisan itu,
kemudian pikirnya di dalam hati, “Ooh, rupanya sebuah barisan yang mengutamakan pertahanan
bersama serta penyerangan serentak, bila mereka bertiga berhasil, menguasainya memang
banyak manfaat yang bakal didapatkan.”
Mendadak satu ingatan berkelebat di dalam benaknya, segera ia berseru, “Enci Hong, ini hari
bulan apa tanggal berapa?”
“Udara di dalam lembah Hoe-Hiang-Kok hangat dan nyaman laksana musim semi, cuaca sama
sekali tidak mengalami perubahan. aku sendiripun sudah melupakan hari dan tanggal.”
Dengan berdandan sebagai gadis suku Biauw, gerak-geriknya yang halus disertai wajah yang
malu menimbulkan suatu rangsangan yang aneh bagi kaum pria.
Terdengar Lie Hoa Siancu yang berdiri disisi mereka menyahut sambil tertawa, “lni hari bulan
sepuluh tanggal tujuh belas, kenapa sih kau mendadak menanyakan hari dan tanggal?”
“Aduh celaka!” teriak Hoa Thian-hong dengan hati terkejut. “Aku telah melupakan hari dan
tanggal. aku harus segera berangkat untuk pulang ke rumah…..!”
Habis bicara ia putar badan dan lari.
Melihat perbuatan si anak muda itu semua orang segera mengejar dari belakang, Lan-Lan
enjotkan badannya melayang ke tengah udara dan menyusul kehadapannya, sambil tertawa ia
segera menegur, “Coba lihat tampangmu yang gugup dan tergopoh-gopoh tidak macam orang,
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
196
sekalipun sudah melupakan tanggal, pulang ke rumah terlambat beberapa haripun rasanya tidak
mengapa kan?”
“Tidak bisa jadi! ibu sedang berharap-harap akan kedatanganku di atas gunung.”
Sementara pembicaraan masih berlangsung tubuhnya telah menyusup ke dalam gua dan
langsung menghadap Kioe-Tok Sian-Cie, sambil berlutut di atas tanah ujarnya, “Sian-Nio. aku
telah melupakan tanggal dan. hari untuk pulang ke rumah, sekarang juaku harus mohon diri
kepada Sian-Nio untuk turun gunung!”
Sambil tersenyum Kioe-Tok Sian-Cie membimbingnya bangun dari atas tanah, lalu berkata, “Anak
baik, kau sudah melupakannya selama berapa hari? kecuali menyusahkan ibumu yang harus
menanggung rindu apakah kau telah menelantarkan urusan lain?”
“Aku tak boleh menyusahkan ibu hingga beliau harus menanggung rindu! tecu sekarang juga
harus berangkat untuk pulang ke rumah!”
Kembali Kioe-Tok Sian-Cie tertawa.
“Sekalipun terburu-buru juga tak perlu berangkat sekarang juga, lebih baik tunggu sampai besok
pagi saja, asal perjalanan dilakukan dengan lebih cepat bukankah sama saja?”
Ia merandek sejenak lalu melirik sekejap ke arah Chin Wan Hong yang berada di belakang
tubuhnya, lalu menambahkan, “Hubungan serta cinta kasih para cici terhadap dirimu tidak jelek,
sebelum berangkat berilah salam perpisahan kepada mereka semua dan tetapkan juga waktu
untuk saling berjumpa dikemudian hari.”
Hoa Thian-hong mengiakan tiada hentinya kemudian mengundurkan diri, semua orangpun
segera berkumpul di dalam kamarnya Chin Wan Hong.
Sore itu dilewatkan dalam suasana murung dan sedih karena harus berpisah, malamnya semua
orang menyiapkan sebuah perjamuan untuk menghantar keberangkatan si anak muda itu.
Selesai bersantap Hoa Thian-hong serta Chin Wan Hong sambil bergandengan tangan mencari
angin di dalam kebun bunga, mereka saling mengutarakan isi hati dan melewatkan malam yang
panjang dengan kemesraan dan penuh kasih sayang.
Keesokan harinya pagi-pagi sekali Hoa Thian-hong telah minta diri kepada Kioe-Tok Sian-Cie,
dengan diantar oleh “Biauw-Nia-Sam-Sian” serta Chin Wan Hong sekalian berangkatlah pemuda
itu keluar lembah, perpisahan itu dirasakan amat berat sekali terutama setelah bergaul amat
lama dan dihati masing-masing telah timbul perasaan persahabatan yang kental, diantara
beberapa orang Chin Wan Hong yang merasakan paling berat, sepanjang perjalanan ia berpesan
tiada hentinya sambil mengucurkan air mata, jelas nampak di atas wajahnya bahwa ia merasa
berat hati untuk berpisah dengan kekasihnya.
Hoa Thian-hong sangat merindukan keadaan ibunya, setelah keluar dari barisan Hoa-Hiang-Tin,
iapun keraskan hati untuk berpisah dengan semua orang dan melakukan perjalanan dengan
cepat.
Keinginannya untuk pulang ke rumah amat besar, sepanjang perjalanan ia berlarian terus baik
siang maupun malam, terutama sekali setiap tengah hari telah tiba dan racun teratai dalam
tubuhnya mulai kambuh, ia berlari jauh lebih cepat dari kuda jempolan, kendati badannya terasa
agak tersiksa namun perasaannya jauh lebih gembira dan lega.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
197
Hoa Thian-hong pada saat ini sudah bukan Hong-po Seng tempo dulu, sekalipun usianya belum
mencapai delapan belas tahun tetapi perawakan tubuhnya sudah tinggi kekar, wajahnya tampan
dengan alis yang tebal. terutama sepasang matanya yang menyorotkan cahaya tajam
menandakan bahwa tenaga lweekangnya telah memperoleh kemajuan yang amat pesat.
Ibunya berdiam jauh di daerah utara, dari arah Barat-daya menuju ke arah Barat-laut ia harus
melakukan perjalanan ber-puluh2 ribu li jauhnya. tetapi dikarenakan wajahnya telah berubah dan
perjalanan dilakukan sangat cepat, wilayah kekuasaan perkumpulan Sin-kie-pang serta Hong-imhwie
berhasil dilalui tanpa menimbulkan sedikit persoalanpun,
Siapa tahu ketika dengan susah payah ia berhasil tiba di rumah, yang ditemui hanya sebuah
bukit yang kosong, ibunya entah sudah pargi kemana. di dalam rumah nampak tertinggal secarik
kertas yang berbunyi.
“Surat ini ditujukan kepada Hong-jie, “Sudah lama kunantikan kepulanganmu ke rumah tapi kau
tak kunjung tiba. maka kuambil keputusan untuk mencari jejakmu di dalam dunia persilatan,
setelah membaca surat ini berangkatlah ke kota Cho-Chiu untuk berjumpa.”
Hoa Thian-hong jadi amat gelisah, dihitung dari tanggal di atas surat ia mengetahui bahwa
ibunya sudah hampir satu bulan turun gunung, maka tergopoh-gopoh ia turun gunung dan
langsung mengejar ke kota Cho-Chiu,
Sepanjang perjalanan ia berusaha menemukan jejak ibunya tetapi hingga tiba di kota Cho-Chiu
bayangan tubuh ibunya belum nampak juga.
Diam-diam iapun mengambil kesimpulan, dengan keadaan ibunya yang lemah dan tenaga
dalamnya yang sudah musnah kecepatan kakinya tak akan lebih cepat dari orang yang mengerti
ilmu silat, ditambah pula perjalanan. harus dilakukan dengan tersembunyi-sembunyi, tentu saja
perjalanannya makin lambat lagi.
Ia sadar seandainya bukan saling bertemu muka secara kebetulan sulit untuk menemukan kabar
beritanyas maka akhirnya dia mengambil keputusan untuk berdiam di kota Cho-Chiu untuk
menantikan kedatangan ibunya, daripada kedua belah pihak saling bersisipan dan tak bisa
bertemu.
Kota Cho Ciu nampak amat gerah dari ramai sekali!
Kota ini mempunyai tiga kelebihan yakni banyaknya perusahaan Piauw-Kiok, banyaknya rumah
makan dan warung Serta banyak nya rumah pelacuran dan panggung opera.
Berhubung kolong langit dibagi jadi tiga kekuasaan maka para perusahaan Piauw kiok
menjadikan kota Cho Chiu sebagai titik pertemuan, para pedagang dari empat penjuru
kebanyakan membongkar dan membuat barang2 dagangannya di kota ini, karena itu perusahaan
ekspedisi yang bermunculan disitU banyak bagaikan jamur di musim hujan. dengan sendirinya
rumah makan serta rumah pelacuranpun ikut bermunculan disana sini dengan ramainya.
Kota Cho Chiu juga merupakan satu2nya kota bebas dari kekuasaan tiga golongan kekuasaan
Bulim, kota itu tidak termasuk dalam wilayah perkumpulan Sin-kie-pang, Hong-im-hwie maupun
Tong-thian-kauw, tatapi mereka semua menaikan cabang2 kantornya di tempat itu.
Sebuah bangunan besar di sudut utara kota merupakan kantor cabang dari perkumpulan Hongim-
hwie, kantor cabang dari perkumpulan Sin-kie-pang berada di sudut Barat, sedangkan sebuah
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
198
kuil yang besar dan megah dikenal dengan nama “It-Goan” di sudut kota sebelah Tenggara
merupakan kantor cabang dari perkumpulan Tong-thian-kauw. kantor-kantor cabang itu saling,
berhadap hadapan dengan mengambil posisi dari wilayah kekuasaan mereka masing-masing.
oooOooo-
14
DALAM kota Cho Chiu sering kali memunculkan manusia-manusia Bulim dengan badan yang
kekar, alis yang tebal dan wajah yang bengis, percekcokan saling terjadi dan perkelahianpun
sudah merupakan suatu kebiasaan, tetapi di daerah sekitar sana jarang sekali terjadi
pembunuhan, sebab bila ada seseorang terbunuh maka dari ketiga belas pihak sakti mengirim
orang untuk melakukan penyelidikan, pembunuhnya jarang sekali dapat meloloskan diri dari
pengejaran mereka.
Bila malam telah tiba. kota Cho Chiu bermandikan cahaya lampu yang terang benderang, rumah
makan penuh sesak dengan manusia, di atas panggung berisik dengan suara tambur dan
gembrengan sedang di rumah pelacuran penuh lengking seruan lirih dan tertawa cekikikan,
hingga fajar menyingsing suasana ramai itu baru reda.
Oleh sebab itulah setiap tengah hari suasana di kota itu amat sunyi dan sepi, disamping itu
daerah sekitar sana seringkali bermunculan banyak orang dengan wajah yang asing, mereka
yang bertemu dengan manusia-manusia tersebut kebanyakan lenyap tak berbekas dan tiada
kabar beritanya lagi.
Tepat dihadapan kantor cabang perkumpulan Hong-im-hwie berdiri sebuah warung teh yang
tidak besar pun tidak kecil, pagi itu dari pintu luar berjalan masuk seorang pemuda berwajah
tampan dan beralis tebal, dia adalah Hoa Thian-hong.
Saat itu badannya jauh lebih kekar dan sorot matanya semakin tajam, gerakan tubuhnya enteng
dan ringan, bagi mereka yang ahli sekilas memandang segera akan mengetahui bahwa ia
merupakan seorang ahli silat yang memiliki tenaga dalam amat sempurna.
Di dalam kenyataan kehadiran Hoa Thian-hong di kota Cho Chiu telah diketahui oleh semua
pihak yang berkuasa disana, hanya tak seorangpun yang tahu siapakah gerangan pemuda itu.
Ketika pelayan menyaksikan kemunculan pemuda itu, buru-buru lari menyambut kedatangannya
sambil menyapa, “Hoa-ya, selamat pagi!”
Hoa Thian-hong mengangguk dan langsung naik keloteng, di sudut sebuab jendela ia memilih
tempat dan duduk.
Setiap pagi ia pasti nomor dua tiba disitu, dalam pada itu sinar matanya telah berkelebat
memandang sekejap ke arah orang yang datang lebih duluan itu.
Orang tersebut adalah seorang pria bercambang yang kehilangan sebuah lengan kirinya, di atas
jidat orang itu tertera sebuah codet bekas bacokan golok yang amat panjang sekali, sekilas
memandang tampang orang itu kelihatan mengerikan sekali.
Codet bekas bacokan golok itu telah menutupi usianya dan menutupi pula raut wajah yang
sebenarnya.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
199
Setiap pagi ia pasti datang lebih duluan dan selamanya pula duduk menyendiri di sudut tembok,
sambil mencekal teko air teh seringkali ia memandang keluar jendela dengan pandangan
mendelong, badannya jarang bergerak dan wajahnya selalu murung.
Baru saja Hoa Thian-hong ambil tempat duduk pelayan telah menghidangkan seteko teh wangi
serta senampan bak-pao yang masih mengepulkan asap. si anak muda itu memenuhi cawannya
dengan air teh lalu perlahan lahan diteguknya, setelah itu mulai menikmati sarapan paginya.
Terdengar dari arah tangga loteng berkumandang suara derap kaki manusia, seorang pria
berusia pertengahan yang memakai ikat kepala warna hijau dan menggoyang goyangkan
kipasnya naik ke atas loteng, sinar matanya menyapu sekejap sekeliling tempat itu kemudian
sambil tertawa terbahak bahak ia menjura ke arah si anak muda itu.
“Haaaah…. haaah…. haaaah…. Thian-hong-heng, hari ini siauwte berhasil menyusu di rimu!”
“Selamat Pagi Ma-heng!” sahut Hoa Thian-hong Sambil mengangguk. “Siauwte pun baru saja
tiba!”
Kiranya orang ini she Ma bernaMa Ching-san dengan julukan “ Ciauw-Hoen-Si-Ci” atau si utusan
pencabut nyawa, ia bekerja di pihak perkumpulan Tong-thian-kauw dengan tugas diluar.
Hoa Thian-hong yang telah berdiam selama beberapa bulan di kota Cho-Chiu, walaupun belum
barhasil menemukan ibunya, tetapi semua kurcaci yang ada di kota tersebut telah dikenalnya
satu per satu.
Sementara itu si Utusan Pencabut nyawa Ma Ching-san telah duduk disisinya, lalu dengan suara
rendah ujarnya, “Thian-hong heng, mumpung kedua orang si tua bangka yang tidak modar2 itu
belum datang, bagaimana kalau kita membicarakan sesuatu dengan hati sejujurnya.”
“Sudahlah. tak usah kau bicarakan lagi,“ tukas Hoa Thian-hong Sambil teftawa4 “Siauwte sedang
menunggu orang, tiada waktu bagiku untuk berangkat ke kota Leng-An”
Ia merandek sejenak, kemudian sambil tersenyum tambahnya, “Siapa yang tidak tahu akan
kelihayan dari Giok-Teng Hujien, usia siauwte masih muda belia, aku masih tidak pingin
mempertaruhkan batok kepalaku sebagai bahan gurauan….”
Buru-buru si Utusan Pencabut Nyawa Ma Chiang San goyangkan tangannya berulang kali. “Kau
jangan percaya dengan perkataan kedua orang tua bangka yang ngaco belo tidak karuan itu.
Giok Teng Hujien dari perkumpulan kami bukanlah manusia sadis seperti apa yang dikatakan
mereka, terus terang saja kukatakan bahwa…!”
Ketika dilihatnya orang itu celingukan kesana kemari tidak berani bicara secara blak2an, Hoa
Thian-hong segera tertawa nyaring, katanya, “Haaah….haaah….Ma-heng, bila kau ada urusan
katakanlah terus terang!”
Dengan suara rendah dan setengah berbisik si Utusan Penyabut Nyawa Ma Ching-san segera
berkata, “Hujien telah meninggalkan markas besar menuju kemari, malam nanti ia mengajak
heng tay untuk berjumpa dikuil It Hoa Thian-hong segera mengerutkan sepasang alisnya
kemudian tertawa.
“Bila kejadian ini berlangsung pada setengah tahun berselang, sekalipun telaga naga atau sarang
harimau siauwte berani untuk mengunjunginya….tapi sekarang,…..”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
200
“Thian-hong heng. kau telah Salah menduga!” buru-buru si Utusan Pencabut Nyawa Ma Chingsan
goyangkan tangannya berulang kali.”Hujien adalah bermaksud baik terhadap dirimu dan
sedikitpun tidak Untuk mencelakai diri heng tay, lagipula kuil It Goan Koan yang begitu kecil
masa sanggup Untuk mengurung Heng tay yang begitu lihay!”
Mendadak terdengar gelak tertawa yang amat nyaring berkumandang datang.
“Haaah…. haaah…. Ma-heng, kenapa kau musti sungkan-sungkan, siapa yang tidak tahu kalau si-
Utusan Pencabut Nyawa dari perkumpulan Tong-thian-kauw selamanya membunuh orang tanpa
menggunakan golok, tapi cukup menggape tangannya saja!”
Dengan cepat si Utusan Pencabut Nyawa Ma Ching-san putar kepalanya dan menuding ke arah
orang itu dengan kipasnya sambil memaki, “Soen Loo-ko! kau sebagai petugas terima tamu dari
perkumpulan Hong-im-hwie, kenapa bersikap begitu kasar dan tidak bersahabat terhadap diri
siauwte?”
Orang she Soen itu adalah seorang kakek tua yang berperawakan tinggi dan kurus. Sementara
itu sambil tertawa terbahak bahak menyapa diri Hoa Thian-hong kemudian duduk dihadapan
mukanya.
Hoa Thian-hong tersenyum, tiba-tiba ia menjura ke arah seorang kakek berwajah merah padam
yang tanpa menimbulkan sedikit surapun menguntil dibelakang kakek she-Soen tadi serunya,
“Tang Loo Hu-hoat, wajahmu nampak berseri2 dan kegirangan, karena urusan apa sin?
“Haaah….haaah…….haaah…. “Kakek
berwajah merah she Tang itu tertawa terbahak-bahak, dari sakunya dia ambil keluar sebuah
sampul surat kemudian sambil diangsurkan ke depan katanya, “Hoa-heng, coba lihat. dari tempat
jauh telah melayang tiba sebuah berita kegirangan, apakah tidak sepantasnya kalau aku ikut
bergembira bagi diri Hoa-heng?”
Hoa Thian-hong menerima surat tersebut, tiba-tiba si Utusan pencabut nyawa Ma Cing San yang
ada disisinya menyerobot surat itu dari samping, kemudian sambil mengeluarkan isi sampul itu
dibacanya, “Hari ini aku tiba, sambutlah kedatanganku di Lan-Hong. tertanda: Pek.”
Hoa Thian-hong miringkan kepalanya ikut melihat isi surat itu, terlihatlah oleh nya dibawah
rentetan huruf yang sangat indah tadi tertera sebuah cap yang merupakan rangkaian huruf: Kungie
dua patah kata.
Si-Utusan Pencabut Nyawa Ma Ching-san segera angsurkan kembali surat itu ke tangan Hoa
Thian-hong, lalu sambil alihkan sinar matanya ke arah kakek berwajah merah itu tegurnya,
“Tang-heng, apakah surat itu benar-benar ditulis sendiri oleh nona Pek Kun-gie dari
perkumpulanmu?”
“Haah….haah….haah….” sambil mengelus jenggotnya kakek berwajah merah itu tertawa
targelak. “Siapa yang mempunyai batok kepala cadangan? aku sih tak berani memalsukan
namanya!”
“Tang-heng!” si kakek she-Soen, penerima tamu dari perkumpulan Hong-im-hwie berseru
dengan pura-pura tertegun. “Bukankah nona Pek mengirim Surat itu kepada kantor Cabangnya
agar semua anak buahnya yang hadir sama-sama menyambut kedatangannya, mau apa kau
serahkan surat itu kepada diri Hoa-heng?’
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
201
Kembali si kakek berwajah merah itu mendongak dan tertawa terbahak-bahak.
“Nona Pek kami ini adalah seorang perempuan yang berwatak aneh dan bercita-cita tinggi,
semua tindak-tanduknya dilaksanakan dengan andalkan ilmu silat serta kecerdikannya, belum
pernah ia gunakan kedudukanaya sebagai putri kesayangan Pangcu untuk memerintah kami,
apalagi memerintahkan anak buahnya untuk menyambut kedatangannya, sekalipun dia ada
maksud begitu pun tak nanti akan menulis surat sendiri.”
Habis berbicara ia tertawa terbahak-bahak, kemudian meneguk secawan air teh dan pejamkan
matanya tidur ayam di atas kursi.
Si Utusan Pencabut nyawa Ma Ching-san yang menyaksikan akan hal itu, sepasang alisnya
kontan berkerut. kepada Hoa Thian-hong serunya dengan suara aneh, “Hoa-heng, kau sudah
dengar belum? tindak-tanduk nona Pek selamanya diandalkan pada kecerdikan serta kelihayan
ilmu silatnya, lebih baik kau cepat-cepat berangkat dan perjalananmu dilakukan sedikit lebih
cepat, kalau kedatanganmu terlambat bisa jadi batok kepalamu akan lenyap dan berpisah dari
badanmu!”
Hoa Thian-hong tersenyum, ia merobek surat itu hingga hancur berkeping-keping, kemudian
pikirnya di dalam hati, “Ini hari sudah bulan Lak-Gwee, sekalipun perjalanan ibu sangat lambat
semestinya ia sudah harus tiba di kota Cho-Chiu, kenapa bayangan tubuhnya masih belum juga
nampak? Aaaai….. Apakah di tengah jalan ia telah menemui kesulitan? Aaaah. Tidak mungkin,
pengalaman serta pengetahuan yang dimiliki orang tua itu sangat luas, lagipula mengetahui
segala macam akal licik yang sering dipakai oleh orang Bulim, kawanan kurcaci biasa tidak nanti
bisa mengapa-apakan beliau…..”
Memikirkan tentang keselamatan ibunya, pemuda itu merasa pikirannya amat kalut dan hatinya
risau hingga tanpa terasa di atas wajahnya nampak murung dan gelap.
Mendadak terdengar si Utusan Pencabut nyawa Ma Ching-san tertawa terbahak bahak lalu
berkata, “Thian-hong Heng, nona Pek suruh kau menyambut kedatangannya, kejadian ini benarbenar
merupakan suatu kehormatan serta kebanggaan bagimu, bisa berjumpa dengan kaum
enghiong itulah kesenangan bagi orang kangouw, tapi awas…. kau jangan
berayal terus, malam ini sebelum kentongan ketiga lebih baik berangkatlah lebih dulu.
Mari…..mari….mari…. mumpung sekarang tak ada urusan, siauwte ingin menantang dirimu untuk
main catur!” bicara sampai disitu ia segera menoleh dan berteriak keras, “Pelayan! siapkan papan
catur dan biji catur!”
Petugas penerima tamu dari perkumpulan Hong-im-hwie serta Tang Hu-Hoat dan perkumpulan
Sin-kie-pang sama-sama tidak mengerti akan permainan catur, mendengar mereka mau bermain
catur, sepasang mata kedua orang itu kontan mendelik besar.
Kakek tua berwajah merah she-Tang itu sambil busungkan dada segera berseru keras, “Ma-heng,
nanti malam Hoa-heng masih harus melakukan perjalanan. bagaimana kalau kau biarkan dia
pergi beristirahat seben tar?”
“Betul!” seru kakek she-Soen pula sambil tertawa. “Lebih baik kita kongkouw disini saja kan lebih
enak daripada main catur. Ee eeei…. Ma-heng kemarin malam kau menikmati sorga dunia di
rumah pelacur mana? apakah sudah menemukan barang baru? jangan lupa bagi bagi kepada
rekan rekanmu Iho…..”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
202
Sret! Si Utusan pencabut nyawa Ma Ching-san merentangkan kipasnya dan digoyangkan
beberapa kali, kemudian dengan nada ogah-ogahan menjawab, “Tentang soal ini, sebetulnya
Siauwte tidak ingin banyak berbicara….” ia merandek sejenak, lalu tambahnya, “Tetapi kalau
memang Soen-heng mengajukan pertanyaan itu, siauwte merasa tidak enak untuk
merahasiakannya,”
Orang ini sebetulnya tidak banyak bicara tetapi akhirnya meluncurlah kata-kata yang amat
panjang mengisahkan petualangannya kemarin malam dengan pelacur.
Tang Loo Hu-Hoat dengan penuh kenikmatan mendengarkan kisah cerita rekannya itu badan
tegak lurus dan matanya melotot besar, sedangkan si kakek she Soen itu sambil mengedipkan
matanya melek merem mendengarkan pula dengan penuh perhatian: se-akan2 diapun tergiur
oleh cerita itu.
Hanya Hoa Thian-hong seorang yang tidak ambil perhatian, sambil duduk di kursi ia menikmati
air tehnya. Sementara sepasang matanya memperhatikan manusia yang berlalu lalang di atas
jalan raya sambil kadang kala melirik sekejap ke arah si manusia bercodet di sudut ruang itu.
Mendekati tengah hari, tamu yang berkunjung di hotel rumah makan itu makin lama semakin
banyak. Hoa Thian-hong-pun segera bangun berdiri, ujarnya sambil tertawa, “Silahkan kalian
bertiga bercerita disini, siauwte hendak mohon diri terlebih dahulu.”
“Hoa heng, apakah kau hendak peng “Bauw Tok”lari racun?” tanya Tang Loo Hu hoat dari
perkumpulan Sin-kie-pang dengan penuh perhatian
Sambil tersenyum Hoa Thian-hong mengangguk ia segera menjura ke arah tiga orang itu dan
meninggalkan loteng tersebut.
Tiba-tiba si Utusan Pencabut Nyawa Ma Ching-san ikut bangun berdiri, bisiknya lirih, “Sebelum
kentongan nanti, siauwte akan datang ke rumah penginapan untuk menjemput dirimu!”
“Ma heng!”terdengar kakek she Soen menyindir dengan suara keras,” Perbuatan seorang pria
sejati tidak takut diketahui orang lain, kenapa sih kau berbisik macam orang perempuan Saja?”
Hoa Thian-hong malas untuk mendengarkan pencekcokan diantara ketiga orang itu, baru saja ia
hendak berlalu mendadak dilihatnya jari tangan si-pria bercodet di sudut ruangan yang sedang
memegang poci teh itu gemetar keras,
Walaupun gerakan itu sangat lirih tetapi kebetulan Sekali terjatuh ke dalam pindangan Hoa
Thian-hong membuat si anak muda itu segera menyadari akan sesuatu, dengan cepat dia alihkan
sinar matanya keluar jendela.
Tampaklah dari depan pintu kantor Cabang perkumpulan Hong-im-hwie meluncur masuk tujuh
delapan ekor kuda jempolan, orang pertama yang ada di paling depan adalah seorang pria
berwajah putih yang memakai pakaian perlente
Ketajaman matanya pada saat ini sudah berbeda jauh dengan keadaan dahulu. hanya sekilas
memandang ia telah berhasil melihat raut Wajah kedelapan orang yang berada di atas kuda itu,
Satu ingatan kembali berkelebat di dalam benaknya. Pemuda itu masih teringat bahwa pria
berwajah putih berbaju perlente itu bukan lain adalah “Pat-Pit-Siuw-loo” atau si Malaikat
berlengan delapan Cia Kim dari perkumpulan Hong-im-hwie.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
203
Agaknya kakek tua she-Soen itupun menemukan bahwa ada orang tiba di kantor cabangnya,
buru-buru ia tinggalkan meja sambil berseru, “Sam Tang-kee dari perkumpulan kami telah tiba,
maaf. Siauwte terpaksa harus berangkat lebih duluan!”
Setelah menjura, kepada semua Orang, dia pun berlalu.
Dalam hati kecil Hoa Thian-hong sebetulnya ingin sekali duduk beberapa saat lagi disitu Sambil
mengawasi gerak-gerik pria bercodet itu, apa daya raCun Teratai Empedu Api yang bersarang
ditubuhnya sudah mulai kambuh, terpaksa ia tinggalkan Mu dan Tang dua orang itu dan berlalu
lebih dahulu
Setibanya diluar kota, racun teratai telah kambuh, Hoa Thian-hong pun terpaksa kerahkan
tenaga dalamnya untuk berlarian mengelilingi tembok kota tersebut.
Ia sudah sebulan lamanya berdiam di kota Cho-Chiu, setiap tengah hari bila racun teratainya
kumai ia musti ber-lari2an mengelilingi tembok kota, orang yang mengetahui bahwa di dalam
tubuhnya mengandung segera memberikan julukan “Bauw-Tok” atau Lari Racun kepadanya.
Hoa Thian-hong yang ada maksud memancing perhatian ibunya tidak menyaru dengan nama lain
lagi, asal usulnya juga tidak dirahasiakan, maka semua orang di kota itu pada mengetahui bahwa
“Hoa Thian-hong Lari racun mengelilingi kota Cho-Chio
Bukan begitu saja bahkan kabar berita ini tersiar pula sampai ke dalam telinga Perkumpulan Sinkie-
pang, Hong-im-hwie serta Tong-thian-kauw, cuma ia sendiri sama sekali tidak
mengetahuinya.
Tenaga dalamnya secara tiba-tiba memperoleh kemajuan yang amat pesat, daya kerja racun
teratai yang berada di dalam tubuhnya pun kian hari kian bertambah ganas, setiap kali kambuh
sekujur tubuhnya terasa sakit dan amat menderita sekali.
Dalam keadaan begitu ia berhenti berlatih ilmu lweekang, tetapi gerakannya berlari-larian
kencang tidak jauh berbeda dengan berlatih tenaga dalam, tenaga murni yang dimilikinya tetap
memperoleh kemajuan yang pesat, sementara daya kerja racun teratai semakin hari semakin
menggila.
Ketika mala pertama tiba disana, dalam waktu setengah jam ia hanya bisa mengelilingi tembok
kota itu sebanyak dua kali lingkaran kini gerakan tubuhnya cepat bagaikan hembusan angin,
dalam waktu setengah jam sudah empatbelas kali dia naengitari tembok kota tersebut.
Oleh sebab itulah wilaupun orang Cho Chiu tak pernah menyaksikan si anak muda itu turun
tangan tapi siapapun mengetahui bahwa ilmu silat yang dimiliki olehnya luar biasa sekali,
serangannya tentu dahsyat bagaikan gulungan ombak di samudra.
Selama ini pihak Sin-kie-pang, Hong-im-hwie dan Tong-thian-kauw mengawasi gerak-geriknya
dengan ketat, hanya saja hingga detik itu belum pernah ada salah satu pihak yang menggunakan
kekerasan menghadapi dirinya. sebaliknya si anak muda itu sendiri juga bertindak sangat hatihati,
ia tak berani bertindak terlalu gegabah.
Setelah berlarian selama setengah jam, daya kerja racun teratai telah tenggelam kembali ke
dasar pusar, dengan badan basah kuyup oleh keringat ia pulang ke rumah penginapan untuk
mandi dan tukar pakaian. selesai bersantap siang pemuda itu berpesiar dijalan raya sambil
menantikan kedatangan ibunya.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
204
Sore itu bayangan tubuh si pria codet berkecamuk di dalam benaknya, setelah pusing. kepala
beberapa saat akhirnya dia ambil keputusan untuk menyingkirkan dahulu persoalan tentang Pek
Kun-gie serta Giok Teng Hujien, seorang diri berangkatlah dia untuk menyelidik keadaan si
manusia bercodet itu.
Ketika senja meajelang tiba, seorang diri ia berjalan keluar dari rumah penginapan keluar dari
pintu barat masuk dan pintu timur setelah berputar kayun menghilangkan jejak, akhirnya
pemuda itu menyembunyikan diri di sekeliling kantor cabang perkumpulan Hong-im-hwie.
Suasana di dalam gedung kantor cabang perkumpulan Hong-im-hwie itu nampak terang
benderang bermandikan cahaya, suara gelak tertawa amat berisik hingga kedengaran dari luar
gedung, di pintu depan manusia berlalu-lalang dengan ramainya menunjukkan suasana disitu
diliputi kesibukan.
Beberapa saat kemudian tandu demi tandu diterangi lampu lentera masuk ke dalam gedung di
belakang tandu mengiringi sekelompok muda-mudi yang membunyikan alat bunyi-bunyian.
“Aah, kentongan kedua sudah lewat” pikir Hoa Thian-hong suatu ketika. “Andai kata si pria
berlengan buntung itu ada maksud menyirepi tempat ini, semestinya ia akan muncul pada waktuwaktu
begin…”
Perhatiannya terhadap persoalan kecil membuat pengalaman si anak muda ini memperoleh
kemajuan yang pesat, karena takut rahasianya ketahuan maka selama ini dia hanya berani
mengintip dari tempat kegelapan.
Waktu sedetik demi sedetik telah berlalu, suara nyanyian dan musik yang berkumandang dari
dalam gedung makin lirih dan sirap, lewat beberapa saat kemudian para penyanyi dan penari
mohon diri berlalu dari gedung tersebut.
Mendadak…. terdengar suara derap kaki kuda berkumandang memecahkan kesunyian, empat
ekor kuda jempolan muncul dari balik pintu dan langsung menuju ke arah pusat kota.
Dari tempat persembunyiannya Hoa-Thian-hong dapat melihat jelas raut wajah beberapa orang
itu. orang pertama bukan lain adalah “Pat-Pit Siuwloo” si malaikat berlengan delapan Cia Kim,
orang kedua adalah hweesio berbadan gemuk, berkepala besar dengan mata bulat dan berwajah
penuh diliputi nafsu membunuh, dibelakang padri itu mengikuti seorang pemuda berpakaian
ringkas warna hitam dan berusia diantara dua puluh tahunan.
Hoa Thian-hong masih ingat sewaktu berada ditepi sungai Huang-ho tempo dulu, pemuda ini
pernah saling beradu tenaga dengan Kok See-piauw, alhasil kekuatan mereka seimbang dan
siapapun tidak berhasil merebut kemenangan.
Orang terakhir she-Ciauw bernama Khong, dia adalah Touwcu atau ketua kantong cabang
perkumpulan Hong-im-hwie di kota Cho Chiu.
Dengan cepatnya keempat orang itu berlalu dari situ, Hoa Thian-hong tak berani gegabah ia
awasi dulu keadaan di empat penjuru sebelum bertindak, baru saja hatinya merasa sangsi harus
membuntuti atau tidak mendadak dari sudut jalan berkelebat lewat sesosok bayangan manusia.
dengan meminjam kegelapan yang mencekam di sekitar sana orang itu membuntuti Cia Kim
berempat dari tempat kejauhan.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
205
Begitu melihat tubuh dari bayangan manusia tadi. Hoa Thian-hong merasa amat terperanjat,
pikirnya, “Sungguh lihay ilmu meringankan tubuh yang dimiliki orang itu, walaupun aku harus
berlatih lima tahun lagipula belum tentu bisa menyusul dirinya!,…”
Terlihatlah bayangan manusia tadi berkelebat mengikuti tepi jalan raya. gerakan tubuhnya tidak
terlalu cepat tetapi se-bentar2 berpindah tempat dari kiri ke kanan dan dari kanan ke kiri begitu
seterusnya, Hoa Thian-hong walaupun sudah pentang matanya namun gagal untuk
memperhatikan gerakan tubuh orang itu.
Dalam sekejap mata keempat ekor naga tadi sudah berhenti di depan sebuah gedung tempat
berjudi, bayangan hitam tadipun segera berkelebat ke samping dan lenyap dari pandangan,
Buru-buru Hoa Thian-hong menyembunyikan diri di tempat kegelapan, pikirnya, “Cia Kim
bukanlah seorang manusia biasa, orang itu berani mencabut kumis di wajah harimau rasanya
diapun pasti bukan seorang jago biasa. Kepandaian silat yang kumiliki terlalu cetek, lebih baik
tindakanku lebih berhati-hati sehingga tidak sampai menggagalkan rencana orang “
Berpikir sampai disitu ia segera menyembunyikan diri di tempat kegelapan dan menunggu
dengan hati sabar, sedikitpun tidak berani bergerak secara sembarangan.
Sementara itu “Pat-Pit Siuw-loo” si malaikat berlengan delapan Cia Kim sekalian yang telah
masuk ke dalam gedung perjudian lama sekali belum juga munculkan diri, sedang bayangan
hitam tadipun tidak menampakkan diri, Dalam keadaan begitu Hoa Thian-hong harus
menggunakan kesabarannya yang paling besar untuk menanti terus,
Beberapa jam kemudian keempat orang itu baru nampak muncul dari gedung perjudian dan
berlalu dari situ
Pintu kota Cho-Chiu tidak pernah ditutup kaum pelancong dapat berpesiar kemanapun mereka
ingin pergi dengan sebebas2nya, setelah keluar dari gedung perjudian tadi keempat orang itu
berangkat ketepi sungai di kota sebelah Timur Untuk main pelacur di atas perahu, kemudian
mengunjungi perkampungan Moo-Kee-Cung Untuk bermain dan bersantap menanti kentongan
keempat telah lewat mereka baru nampak munculkan diri kembali.
Sepanjang perjalanan Hoa Thian-hong menguntil terus tiada hentinya, pikirnya didalam. hati
“Kedua belah pihak sama merupakan jago Bulim kelas satu, walau aku harus menguntil selama
tiga hari tiga malampun akan kuintil terus sampai selesai”
Sewaktu hendak keluar kota, agaknya bayangan manusia itu menyadari bahwa jejaknya tak bisa
disembunyikan lagi karena daerah diluar tembok kota adalah tanah datar yang luas, badannya
segera merandek sejenak di belakang pintu kota.
Sedetik saja bayangan tubuh orang itu merandek, Hoa Thian-hong telah berhasil melihat jelas
wajahnya. Ternyata orang itu bukan lain adalah lelaki bercodet yang dijumpainya setiap hari di
sudut loteng rumah makan.
Tanpa sadar semangat Hoa Thian-hong berkobar kembali, dia ikut keluar dari pintu kota.
Tiba-tiba….pria bercodet yang ada di depan rupanya merasakan sesuatu, badannya merandek
sejenak dan berpaling ke belakang.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
206
Hoa Thian-hong yang menyaksikan jejaknya sudah konangan, terpaksa keraskan kepala untuk
mengikuti lebih jauh.
Baru saja Pat-Pit Siuw-Loo sekalian berada kurang lebih setengah li diluar kota, si manusia
bercodet yang menguntil terus selama ini tiba-tiba enjotkan badannya melayang ke depan,
sambil menghadang jalan pergi beberapa orang itu bentaknya dengan suara berat, “Cia Kim!
coba lihat siapakah aku?”
Mendengar bentakan itu “Pat-Pit Siuw-Loo” Cia Kim segera meloncat turun dari punggung
kudanya.
Pria berlengan buntung itu mendengus dingin, sambil meloloskan sebilah pedang ia langsung
menubruk ke depan.
Cahaya berkilauan memancar keempat penjuru, dalam waktu singkat kedua orang itu telah saling
bergebrak sebanyak tiga jurus.
Begitu melihat jurus serangan yang dipergunakan lawannya, si malaikat berlengan delapan Cia
Kim segera berteriak dengan tiada terkejut, “Aah. kau adalah Ciong-Lian-Khek?”
Sementara pembicaraan masih berlangsung, bagaikan sambaran kilat kedua orang itu telah
saling bergebrak sebanyak lima enam jurus.
Hoa Thian-hong yang menyaksikan kelihayan ilmu silat yang dimiliki si jago bercambang itu jadi
melongo dan kesemsem, ia tak menyangka kalau kepandaian silat orang itu jauh diluar
dugaannya. Darah panas dalam rongga dadanya segera bergolak, saking tertariknya sampai ia
lupa akan keadaan sendiri, selangkah demi selangkah tubuhnya mendekati kalangan pertarungan
itu.
Tiga orang yang datang bersama malaikat berlengan delapan Cia Kim waktu itupun sudah turun
dari kudanya, ketika menyaksikan kedatangan Hoa Thian-hong secara mendadak mereka semua
nampak tertegun.
Ciauw Khong yang pernah mengintip si anak muda itu secara diam-diam waktu ia ‘Berlari racun’
begitu melihat munculnya Hoa Thian-hong disana, segera ujarnya kepada hweesio gemuk yang
berada disisi tubuhnya, “Lapor Ngo-ya, orang ini bukan lain adalah Hoa Thian-hong!”
Dalam perkumpulan Hong-im-hwie padri gemuk ini menduduki kursi nomor lima, orang kangouw
hanya tahu dia bernama Seng Sam Hauw, siapapun tidak tahu apa gerakan keagamaannya,
karena ia suka minum arak, suka perempuan dan suka membunuh manusia maka orang-orang
memberi julukan “Seng Sam Hauw” atau she-Seng yang punya tiga kesukaan pada orang ini.
Setelah mendengar laporan dari Ciauw Khong, padri yang bernama Seng Sam Hauw itu segera
goyangkan bahunya mendekati si anak muda itu, tegurnya dengan suara ketus, “Apakah kau
adalah keturunan dari Hoa Goan Sioe?”
Orang ini punya perawakan badan yang gemuk dan besar, sepintas lalu gerak geriknya nampak
lamban dan tidak lincah, tapi dalam kenyataan begitu cepat hingga sukar dilukiskan dengan katakata.
Mendengar orang itu mengucapkan kata-katanya dengan nada tidak sopan, Hoa Thian-hong
merasa amat mendongkol, dengan nada yang dingin dan ketus iapun balik bertanya, “Toa
hweesio, kau ada urusan apa?”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
207
Pemuda ini sudah punya pengalaman, ia tahu ber-cakap2 dengan manusia dari kalangan
Perkumpulan Sin-kie-pang, Hong-im-hwie maupun Tong-thian-kauw tak perlu memakai
peraturan. karena itu sambil bercakap2 hawa murninya telah dihimpun di telapak kiri siap
melangsungkan pertarungan sengit.
Seng Sam Hauw menyeringai seram, baru saja ia hendak mengumbar hawa amarahnya
mendadak terdengar Ciong-Lian-Khek si manusia berlengan kutung itu membentak keras, “Cia
Kim! aku si Ciong-Lian-Khek tidak akan membalas dendam atas lenganku yang kutung!”
“Kau tidak akan membalas dendam atas kutungnya lenganmu, lalu apa gunanya beradu jiwa?”
pikir Hoa Thian-hong dengan hati heran dan tidak habis mengerti.
“Kalau kau punya kepandaian keluarkan saja semuanya “terdengar Si malaikat berlengan delapan
Cia Kim berseru sambil tertawa dingin. “Aku orang she Cia akan melayani dirimu sampai
kemanapun juga!”
“Aku juga tidak membalas atas kekejian hatimu merebut istriku!” bentak Ciong-Lian Khek
kembali.
“Sudah kau tak usah banyak bacot. aku tahu kau hendak membalas dendam atas terbunuhnya
anakmu!”
“Apa dosanya seorang bocah berusia tiga tahun? mengapa kau membinasakan dirinya?”
Sambil menggertak gigi si malaikat berlengan delapan Cia Kim bungkam dalam seribu bahasa,
pukulannya yang dahsyat laksana gulungan ombak ditengah samudra segulung demi segulung
maluncur ke depan menandingi permainan pedang baja dari Ciong-Lian Khek.
Pertempuran tersebut benar-benar merupakan suatu pertarungan yang amat sengit, Seng Sam
Sauw Hauw segera tertarik perhariannya untuk menyaksikan jalannya pertempuran yang maha
seru itu hingga lupa untuk bergebrak melawan Hoa Thian-hong.
Ciong lian Khek yang dibebani oleh dendam sakit hati sedalam lautan memainkan jurus-jurus
pedangnya dengan hebat dan gencar, ia telah melupakan mati hidupnya. seluruh pikiran dan
kekuatannya dikerahkan untuk berusaha membinasakan lawannya.
Si malaikat berlengan delapan Cia Kim yang mengandalkan kedelapan puluh satu jurus “Koei-
Goan-Ciang-Hoat” nya Untuk menandingi lawan, meskipun sudah keluarkan seluruh kekuatan
dan kepandaiannya namun ia selalu keteter dibawah angin, kendati beberapa kali ia menempuh
bahaya untuk merebut posisi namun keadaannya masih tetap terdesak hebat,
Melihat keadaan sangat tidak menguntungkan bagi pihaknya, dalam hati Seng Sam Hauw segera
berpikir, “Dalam sakit hati si bajingan berewok ini terhadap Sam-ko bertumpuk2 bagaikan bukit,
kedua belah pihak sama-sama tak sudi hidup bersama membiarkan manusia semacam ini tetap
hidup di kolong langit hanya akan mendatangkan bencana saja bagi diri Sam-ko, lebih baik
kugunakan saja kesempatan yang sangat baik ini untuk membasminya dari muka bumi.”
Berpikir sampai disitu, niat busuknya segera terlintas di dalam benak. Sambil menyeringai seram
ujarnya, “Ciong Lian Khek, kau telah merusak kegembiraan diriku untuk menikmati malam yang
begini indah. Hmm! akan kusuruh kau merasakan kelihayanku…..”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
208
Badannya segera bergerak dan menubruk ke arah tubuh lawan, telapak tangannya yang besar
kontan disodok kemuka-
Menyaksikan kejadian itu Hoa Thian-hong jadi gusar,segara bentaknya keras2, “Hay. toahweesio!
jangan mencari kemenangan dengan jumlah banyak!”
Setelah mendengar bahwa Cia Kim telah membinasakan seorang bocah berusia tiga tahun,
timbul rasa benci dan muaknya terhadap orang itu. sifat kependekarannya muncul dan ia merasa
harus menegakkan keadilan bagi umat Bulim, apalagi setelah menjumpai Seng Sam Hauw
hendak mencari kemenangan dengan andalannya jumlah banyak, ia segera munculkan diri untuk
menghalangi niatnya itu,
“Hmmm….. kau anggap di tempat ini manusia macam dirimu punya hak untuk berbicara!”
terdengar pemuda berpakaian ringkas itu berseru dengan suara dingin
Sambil berseru ia maju ke depan dan melancarkan sebuah pukulan dahsyat ke arah si anak
muda itu.
Sejak turun gunung berulang kali Hoa Thian-hong harus menerima penghinaan dan siksaan
hidupnya hampir saja musnah di tangan orang. hal itu lama kelamaan menimbulkan rasa gusar
dan mangkel dalam hatinya, apalagi setelah setiap hari disiksa oleh racun teratai membuat
tabiatnya sama sekali berubah, hati serta tindakannya berubah jadi jauh lebih keji.
Terhadap orang-orang dari perkumpulan Sin-kie-pang, Hong-im-hwie serta Tong-thian-kauw
pada dasarnya ia memang menaruh rasa benci, telapak kirinya segera dengan menghimpun
tenaga dalam sebesar dua belas bagian bersiap siaga menghadapi segala kemungkinan.
Laksana kilat pemuda berpakaian ringkas itu meluncur kemuka, telapak tangannya dengan
dahsyat meluncur datang mengancam tubuhnya.
Menyaksikan hal itu Hoa Thian-hong tertawa dingin, telapaknya bergerak kemuka dengan jurus
“Koen-Sioe Ci-Tauw” ia papaki datangnya ancaman tersebut.
“Blaaaam…!” terdengar suara ledakan dahsyat bergeletar memenuhi angkasa, si pemuda
berpakaian ringkas itu menjerit ngeri, badannya secara beruntun mundur beberapa langkah ke
belakang dengan sempoyongan, dari mulutnya darah segar muntah keluar sedang di atas tanah
tertera nyata telapak kaki sedalam tiga coen.
Sesudah mundur hingga delapan langkah jauhnya, akhirnya pemuda itu jatuh mendeprok di atas
tanah.
Ciauw Khong jadi amat terperanjat, buru-buru ia mendekati tubuh pemuda berpakaian ringkas
itu dan memeriksa keadaan lukanya.
Tampaklah sepasang matanya terpejam rapat, wajahnya pucat pias bagaikan mayat sedang
dadanya bergelombang naik turun tiada hentinya, walaupun ia menggertak gigi kencang kencang
namun darah segar mengucur keluar tiada hentinya dari ujung bibir.
Ditinjau dari keadaannya itu jelas menunjukkan bahwa isi perutnya telah terpukul luka parah oleh
serangan lawan.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
209
Sementara itu setelah serangannya berhasil memukul mundur pemuda berpakaian ketat itu, Hoa
Thian-hong alihkan sinar matanya ke arah kalangan pertempuran, dilihatnya Seng Sam Hauw
bekerja sama dengan Cia Kim sedang bertempur mengerubuti Ciong-Lian Khek.
Si pria bercodet itu tidak nampak keteter walaupun ia harus satu melawan dua musuh tangguh,
sekalipun begitu posisinya sudah tidak menguntungkan seperti tadi lagi, ia lebih banyak
melancarkan serangan dari pada melakukan pertahanan.
Ketiga orang itu sama-sama merupakan jago silat kelas satu yang sudah lama tersohor di kolong
langit, masing-masing pihak mempunyai kepandaian andalan yang berbeda, setelah pertempuran
berlangsung, jurus-jurus serangan yang aneh saling bermunculan, ada yang lihay ada yang keji
dan ada pula yang aneh, semua mempunyai keunggulan dan keistimewaannya sendiri2.
Hoa Thian-hong yang menyaksikan jalannya pertarungan dari sisi kalangan, setelah lewat
beberapa gebrakan kemudian ia mulai merasa hatinya goyah dan matanya berkunang-kunang.
Dalam sekejap mata ketiga orang itu sudah saling bergebrak sebanyak lima enam puluh jurus.
Ciong-Lian-Khek, dengan andalkan sebilah pedangnya yang berkilauan tajam laksana kilat
menyambar ke sana menusuk kemari, tetapi apa daya kedua orang lawannya adalah jago-jago
Bulim yang lihay dan punya nama. Setelah bertempur lebih jauh akhirnya dari posisi di atas angin
ia berada dalam keadaan seimbang dan dari posisi seimbang ia keteter dibawah angin.
Kalau si Ciong-Liau Khek harus bertempur dengan cara keras lawan keras terus-terusan, akhirnya
ia pasti akan menderita kalah,” pikir Hoa Thian-hong dalam hati. “Tapi kalau dilihat keadaannya
yang sudah dipengaruhi emosi, tak mungkin orang itu suka mengundurkan diri sebelum
maksudnya tercapai…..”
JILID 11
BERPIKIR demikian ia lantas berteriak keras, “Eeeei, hweesio gede, kau jangan membuat malu
Sam Tang-kee ….”
Telapak tangannya disertai angin pukulan yang maha hebat segera disodokkan ke arah tubuh
Sam Sam Hauw.
Jurus serangan “Koen-Sioe-Ci-Tauw” ini merupakan ilmu pukulan yang sangat diandalkan oleh si
kakek Telaga dingin Cioe It Bong, ditambah pula hawa panas yang dihasilkan oleh Teratai racun
empedu Api yang rnengeram di dalam tubuhnya, serangan itu begitu dilepaskan segera
tampaklah desiran angin tajam yang menderu deru bagaikan ambruknya gunung thay-san
laksana kilat menggulung ke depan.
Seng Sam Hauw terdesak hebat,- dalam posisi yang kepepet terpaksa ia harus tinggal kan Ciong
Lian-Khek untuk putar badan menyambut datangnya ancaman tersebut.
“Ploook!“ kedua belah pihak telah saling beradu telapak satu kali, ditengah benturan keras badan
mereka berdua sama-sama bergeser miring dari posisi semula,
Diam-diam Seng Sam Hauw merasa terperanjat juga menyaksikan kehebatan tenaga dalam
lawannya, ia merasa lengannya jadi kaku dan linu sekali segera pikirnya, “Tenaga pukulan yang
dimiliki keparat cilik ini benar-benar sangat dahsyat, andai kata Coe Siauw Khek sampai hilang
jiwanya termakan oleh serangan bangsat ini, aku bakal malu menghadapi ayahnya.,…”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
210
Dalam hati ia berpikir demikian Sepasang tangannya sama sekali tidak berhenti menyerang
tangan kirinya mendadak menyerang kesana mendadak menyapu kemari semuanya mengenai
dan membendung datangnya serangan musuh, sementara telapak kanannya dengan
menggunakan ilmu ‘*Tay-Chiu Eng” sekali demi sekali mengirim pukulan-pukulan berat.
Kiranya si anak muda berbaju ringkas itu bernama Coe Siauw Khek, dia adalah putra dari Coe
Goan Khek dedengkot di dalam perkumpulan Hong-im-hwie.
Coe Goan Khek sebagai seorang pemimpin yang menduduki kursi kedua di dalam
perkumpulannya mempunyai kedudukan yang sangat tinggi, sedikit dibawah kekuasaan Jien Hian
itu ketua dari Hong-im-hwie,
Jien Hian telah kehilangan putranya yang mati secara misterius. sekarang apabila Coe Siauw
Khek pun mati di tangan orang lain, orang-orang dari perkumpulan Hong-im-hwie tentu akan
merasa malu dan kehilangan muka.
“Hoa Thian-hong!” tiba-tiba terdengar si Malaikat berlengan delapan Cia Kim merebentak keras.
“Besar amat nyalimu, berani menangkap ikan di air keruh!”
“Hmm! apanya yang luar biasa?” jengek Hoa Thian-hong dengan suara dingin. “Setelah kubabat
mati kau Cia Kim, aku orang she Hoa bisa menggabungkan diri ke pihak Tong Thian Kau!”
“Huhl pihak Tong-thian-kauw tidak bakal sudi menerima manusia macam kau!”
Hoa Thian-hong mendengus dingin.
“Omong kosong! setelah perkumpulan Hong-im-hwie kehilangan Loo-sam serta Loo-ngo nya…..”
“Bajingan cilik! kau lagi bermimpi di siang hari bolong!” seru Seng Sam Hauw sambil menyeringai
seram.
Secara beruntun ia lancarkan beberapa serangan berantai yang hebat dan gencar, untuk
sementara Hoa Thian-hong keteter hebat dan tak sanggup mempertahankan diri, dalam keadaan
begitu ia tak sempat untuk buka mulut lagi.
Dengan demikian dalam kalangan itupun terjadi dua kelompok pertempuran, disatu pihak si
malaikat berlengan delapan Cia Kim bertempur seru melawan Ciong-Lian-Khek, di pihak lain Hoa
Thian-hong bertempur melawan Seng Sam Hauw.
Ciong-Lian-Khek meskipun hatinya dibakar oleh rasa dendam yang menumpuk, ingin sekali ia
membabat tubuh Cia Kim hingga hancur lebur untuk melampiaskan rasa sakit hatinya, apa daya
kekuatan ilmu silat yang dimiliki pihak musuh tidak berada dibawah dirinya, dalam keadaan
seimbang untuk beberapa waktu siapapun sukar untuk merebut kemenangan.
Dipihak lain Hoa Thian-hong yang bergebrak melawan Sang Sam Hauw keadaannya berbeda
jauh, kalau si-hweesio gede menang dalam pengalaman menghadapi musuh maka Si anak muda
itu telah ampuh di dalam jurus serangan yang dipergunakan olehnya, tenaga lwekangnyapun
amat sempurna karena itu keadaan mereka seimbang untuk sementara juga sulit untuk
menentukan siapa menang siapa kalah,
Makin bertempur semakin seru, makin bergebrak semakin cepat. Tanpa terasa keempat orang itu
sudah bergebrak hampir melebihi ratusan jurus banyaknya.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
211
Dalam pertempuran hari ini- seandainya Coe Siauw Khek belum terluka dan ia bekerja sama
dengan Seng Sam Hauw: niscaya Hoa Thian-hong dalam waktu singkat bakal keok setelah si
anak muda itu kalah maka gabungan tenaga kedua orang itu bisa alihkan perhatian untuk
membantu Cia Kim menghadapi Ciong Lian Khek.
Menghadapi kerubutan tiga orarg jago ampuh, akhirnya si jago berewok inipun bakal menderita
kekalahan bebat.
Sayang seribu kali sayang Coe Siauw Khek terlalu pandangan enteng tenaga dalam yang dimiliki
Hoa Thian-hong sehingga terluka parah lebih dahulu, dengan begitu maka posisipun menjadi dua
lawan dua alias seimbang.
Pertempuran sengit yang berlangsung pada saat itu sungguh merupakan suatu pertarungan yang
jarang ditemui pada sepuluh tahun terakhir, kendati Ciauw Khong menjabat sebagai ketua kantor
cabang kota Cho-Chiu namun ilmu silat yang ia miliki masih belum sanggup untuk digunakan
menghadapi manusia-manusia kosen semacam ini.
Maka setelah memperhatikan jalannya pertempuran beberapa saat, ia lantas berpaling ke arah
Coe Siauw Khek dan berbisik: Pertempuran yang sedang berlangsung ini terlalu sengit dan sulit
diduga pihak mana yang bakal menang, bagaimana kalau cayhe lepaskan tanda bahaya untuk
memanggil bala bantuan?”
Coe Siauw Khek termenung dan berpikir sejenak, kemudian jawabnya, “Mengundang bala
bantuan sih boleh saja cuma kau harus ingat bahwa keparat cilik she-Hoa itu dewasa ini sudah
menjadi suatu barang dagangan yang aneh, kalau sampai tanda bahayapun memancing
kehadiran orang-orang dari perkumpulan Sin-kie-pang serta Tong-thian-kauw, Waaah! kita bisa
berabe menghadapi manusia-manusia itu!
“KaIaa begitu biarlah cayhe pergi sendiri ke kantor untuk cari bala bantuan!”
Selesai bicara ia putar badan dan berlalu dengan cepat dari satu. Baru saja Ciauw Khoag berlalu,
situasi dikalangan pertempuran hendak mengalami perubahan besar.
Tampaklah Ciong Liam Khek mainkan lengannya yang kutung dengan hebat, diikuti pedang
panjang berkilauan mencengkeram cahaya tajam, bayangan pedang menggunung dan di dalam
waktu singkat seluruh tubuh. Malaikat berlengan delapan Cia Kim sudah terbelenggu di dalam
kepungan musuh.
Terdengar si Malaikat Berlengan delapan Cia Kim segera membentak dan berteriak berulang kali,
angin pukulan menderu bayangan telapak menyambar silih berganti, rupanya ia sedang berusaha
keras untuk menerjang keluar dari kepungan musuh.
Dipihak lain Hoa Thian-hong yang menyaksikan Ciong Lian Khek telah unjukkan keampuhan,
tanpa sadar semangatnya ikut berkobar. Ia segera membentak keras’ satu serangan demi satu
serangan dilancarkan semakin gencar, tiap pukulan disertai deruan angin puyuh yang cukup
merobohkan sebuah bukit, dalam waktu singkat empat lima belas jurus telah dilewatkan dengan
cepat.
Seng Sam Hauw jadi terdesak hebat, ia kelabakan dan musti silangkan tangannya kesana kemari
untuk berusaha menyelamatkan diri dari ancaman lawan.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
212
Diteter terus menerus semacam ini, akhirnya hawa gusar yang berkobar dalam dada Seng Sam
Hauw meledak juga, sambit gertak gigi teriaknya, “Manusia rendah, seandainya Hoed-ya tidak
bunuh kau jadi perkedel, aku bersumpah tak akan jadi manusia!”
Setelah bangkit daya tempurnya, seketika itu juga sepasang tangannya balas menyerang secepat
sambaran kilat. Tangan kiri melancarkan ilmu Kim-Na-Jiu serta ilmu totokan sementara tangan
kanannya mengeluarkan ilmu pukulan “Toa-Jiu-Eng” untuk balas menyerang.
Angin pukulan menderu-deru, seluruh kalangan pertempuran jadi sesak dan penuh dengan
bayangan telapak.
Setelah hweesio gede itu mengambil keputusan untuk merubah dari posisi bertahan jadi posisi
menyerang, Hoa Thian-hong seketika terdesak hebat dan mundur berulang kali, kini ia yang
dibikin kelabakan oleh teteran musuh.
Mendadak Ciong Lian Khek memperdengarkan suitan rendah yang berat tapi tajam, suatu suitan
yang aneh dan tidak dimengerti apa maksudnya.
Suitan tersebut berkumandang di angkasa bagaikan jeritan setan dan lolongan srigala. begitu
pedih dan menusuk pendengaran membuat siapapun yang mendengar merasakan hatinya jadi
bergidik dan bulu roma pada bangun berdiri.
Cia Kim si malaikat berlengan delapan jadi terkejut dan tercekat hatinya, nyalinya pecah dan
tanpa berpikir panjang lagi ia jejakkan sepasang kakinya ke atas tanah dan kabur dari situ.
Cahaya tajam berkelebat lewat, ditengah jeritan kesakitan sebuah lengan kiri Cia Kim si-malaikat
berlengan delapan itu terpapas putus dari tubuhnya, darah segar segera muncrat keempat
penjuru dan menodai seluruh permukaan bumi.
Cia Kim bergelar malaikat berlengan delapan, kepandaian silatnya justru terletak pada sepasang
telapaknya itu. Sekarang sesudah lengan kirinya terpapas kutung maka ilmu silat yang dimilikinya
boleh dibilang sudah hilang keampuhannya. Berada dalam keadaan begini, tentu saja ia tak
berani berdiam terlalu lama lagi disitu, baru saja kutungan lengannya jatuh ke atas tanah ia
sudah kabur jauh dari kalangan, dalam sekejap mata tubuhnya sudah berada puluhan tombak
jauhnya.
Ciong-Lian-Khek tertawa seram, pundaknya bergerak seakan-akan hendak melakukan pengejan,
tiba-tiba ia urungkan niatnya tersebut dan putar badan menubruk ke arah Seng Sam Hauw.
Pecah nyali hweesio yang mempunyai tiga kesukaan ini, sepasang telapaknya dengan segenap
tenaga didorong ke arah depan, kemudian dengan menggunakan kesempatan yang sangat baik
itu ia loncat keluar dari kalangan dan mundur ke belakang.
Semua peristiwa itu terjadi dalam waktu yang amat singkat ketika Coe Siauw Khek menjumpai
Cia Kim kabur, ia jadi gugup dan ketakutan setengah mati, tanpa berpikir panjang ia ikut loncat
naik ke atas kudanya dan melarikan diri dari situ.
Dalam pada itu sambil memegang pedangnya Ciong Lian Khek berdiri angker ditengah kalangan
kedua matanya yang memancarkan Cahaya tajam menatap di atas wajah Seng Sam Hauw tanpa
berkedip.
Dia adalah seorang manusia yang mengalami patah hati, kemurungan dan kekesalan sudah
menjadi suatu kebiasaan baginya, sekarang sambil membungkam dalam seribu bahasa ia
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
213
menatap terus wajah Seng Sam Hauw membuat hweesio itu jadi mengkeret, agaknya sebelum
hweesio dengan tiga kegemaran ini buka suara diapun tak akan berbicara.
Diam-diam Seng Sam Hauw bergidik, ia takut pembicaraan yang salah mengakibatkan terjadinya
kembali suatu pertempuran yang tidak menguntungkan’ dalam posisi dua lawan satu ia sadar
bahwa kepandaiannja bukan tandingan lawan maka tanpa mengucapkan sepatah katapun ia
loncat naik ke atas kudanya dan kabur ke dalam kota.
Lama sekali Ciong Lian khek berdiri termangu-mangu disitu menanti bayangan punggung
musuhnya telah lenyap tak berbekas dari pandangan, ia baru melirik sekejap ke arah Hoa Thianhong
kemudian berjalan masuk menuju ke arah kota.
Terhadap orang ini Hoa Thian-hong mempunyai kesan yang baik, ditengah perjalanan ia segera
menegur, “Sebutan apa yang harus boanpwee gunakan untuk memanggil dirimu?”
“Tak usah kau sebut apa apa!” Hoa Thian-hong tersenyum. “Sayang sekali, hari ini kita tak
berhasil membasmi beberapa orang bajingan itu.”
Ciong Lian Khek alihkan sinar matanya memandang sekejap ke atas wajahnya lalu berkata,
“Keadaanku tidak jauh berbeda antara hidup dan mati, usiamu masih amat muda, mengikat tali
permusuhan dengan mereka hanya. akan mendatangkan marabahaya bagi dirimu saja, lebih baik
kau tak usah mencampuri persoalan ini …!”
“Terima kasih atas nasehat yang cianpwee berikan kepadaku,“ sahut Hoa Thian-hong sambil
tersenyum. “Maksud boanpwee hanyalah ingin membasmi kawanan durjana dari muka bumi agar
umat Bulim bisa hidup dengan aman dan tentram “
“Hmmm! apa yang terjadi sekarang adalah Takdir, dengan mengandalkan kekuatanmu seorang
berapa banyak durjana yang sanggup kau lenyapkan? percuma .. akan sia sia belaka usahamu
itu?”
“Boanpwee akan berusaha dengan segenap kemampuan yang kumiliki, sampai mati
perjuanganku baru akan berakhir, sukses atau tidak itu bukan jadi soal.”
Jawabannya ini tenang dan sederhana tapi penuh mengandung kepercayaan pada diri sendiri,
seakan-akan apa yang akan dilakukan adalah suatu kewajiban baginya.
Agaknya Ciong Lian Khek ada maksud membantah, bibirnya bergerak seperti mau bicara tapi
akhirnya dia batalkan maksudnya itu. Setelah merandek beberapa saat lamanya ia alihkan pokok
pembicaraan kesoal lain, ujarnya, “Apa maksudm berdiam di kota Cho-Chiu dan setiap hari
masuk keluar rumah makan sambil mempopulerkan “Lari Racun” mu itu? Apakah kau ada suatu
tujuan tertentu?”
“Boanpwee sedang mencari jejak ibuku, maka kulakukan kesemuanya itu agar bisa menarik
perhatian dari dia orang tua.” Air muka Ciong-Lian-Khek rada tergerak oleh perkataannya itu, ia
segera bertanya: Sekarang ibumu berada dimana?”
Tiba-tiba ia mendongak memandang angkasa dan menghela napas panjang, sambungnya,
“Kekuatan kaum iblis dan sesat makin berkembang jadi besar, kekuasaan serta pengaruhnya
jauh lebih hebat dari keadaan dulu…. sebaliknya kaum lurus dan kaum pendekar makin hari
makin musnah dari pendengaran, sekalipun ada Hoa hujien yang turun tangan melakukan
pimpinan, belum tentu masalah besar ini bisa diselesaikan!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
214
Bibir Hoa Thian-hong bergerak hendak mengatakan sesuatu. tapi dengan cepat niatnya itu
dibatalkan kembali.
Rupanya ia hendak berkata bahwa tenaga lweekang yang dimiliki ibunya telah musnah dan, luka
lama yang dideritanya hingga kini belum sembuh, tapi secara tiba-tiba hatinya tergerak, pikirnya,
“Sekarang kaum iblis makin cemerlang dan berkuasa sementara kaum pendekar makin terjepit
dan putus asa, satu-satunya harapan mereka masih tertumpuk pada pundak ibuku, lebih baik
untuk sementara waktu kukelabui dahulu mereka semua daripada hati mereka semakin kecewa
dan putus asa, sekali semangatnya telah punah maka sepanjang masa sulit untuk membangun
kembali.”
Karena berpikir demikian, maka ia lantas tertawa paksa dan menyahut, “Ibu memerintahkan aku
agar menunggu di kota Cho-Chiu, apakah cianpwee kenal dengan ayah ibuku?”
“Di kolong langit siapa yang tak kenal dengan Hoa Tayhiap serta Hoa Hujien ..?”
Sembari bercakap-cakap kedua orang itu meneruskan perjalanannya, beberapa waktu kemudian
merela telah masuk ke dalam kota.
Ciong-Lian Khek menyapu sekejap ke arah sekeliling tempat itu, lalu dengan nada serius ujarnya,
“Setelah Cia-Kim kehilangan sebuah lengannya, kemungkinan besar rasa gusar dan dendamnya
dilampiaskan ke atas tubuhmu. apa lagi setelah mereka mengetahui akan’ asal usulmu .keadaan
semakin gawat! kau musti tahu semakin besar sebuah pohon semakin sering dihembus angin,
persoalan ini bukanlah permainan kanak2, aku harap kau suka berhati-hati dan waspada selalu,
terutama terhadap serangan mereka atas dirimu secara mendadak.”
“Terima kasih atas petunjuk serta nasehat dari cianpwee, boanpwee selamanya tak berani
bertindak secara gegabah,” jawab Hoa-Thian-hong sambil anggukkan kepalanya.
“Nah, hati-hatilah!” sekali lagi Ciong-Lian-Khek memesan wanti2, kemudian ia putar badan dan
berlalu dari situ.
Memandang bayangan punggungnya yang menjauh, Hoa Thian-hong merasa hatinya jadi iba dan
sedih terutama setelah mengetahui pengalaman pahit yang telah dialami orang itu, setelah
berdiri tertegun beberapa saat lamanya, akhirnya iapun berlalu dari situ.
Ketika kembali ke rumah penginapan fajar menyingsing, teringat akan janjinya yang disampaikan
si utusan pencabut nyawa Ma Ching-san diam-diam ia merasa geli.
Dengan melewati tembok pekarangan ia loncat masuk ke dalam rumah penginapan, kemudian
membuka jendela dan menerobos ke dalam kamarnya, mendadak hidungnya mendengus bau
harum yang sangat aneh, hatinya jadi bergerak dan dengan cepat ia urungkan niatnya untuk
masuk.
Tiba-tiba terdengar serentetan suara teguran yang lembut dan halus berkumandang datang dari
arah pembaringannya, “Siauw-ya, kau tentu merasa sangat lelah bukan?”
000O000
MENDENGaR teguran itu sepasang alis Hoa Thian-hong segera berkerut tegurnya dengan suara
berat: ,Jago lihay dari mana yang berada disitu?”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
215
“Cici yang ada disini” jawab orang itu sambil perlihatkan separuh tubuhnya dari balik
pembaringan. “Masuklah dengan hati lega, jangan biarkan bajumu basah oleh embun pagi!”
Hoa Thian-hong dengan sepasang matanya yang jeli sempat melihat jelas raut wajah orang itu,
dia adalah seorang perempuan cantik bersanggul tinggi berhidung mancung berbibir kecil dan
rasanya pernah dikenal olehnya, setelah diingat-ingat kembali ia Segera terbayang kembali akan
pemandangan sewaktu berada ditepi pantai Sungai Huang-hoo tempo dulu, Kiranya perempuan
Cantik itu bukan lain adalah Giok Teng Hujien dari perkumpulan Tong-thian-kauw.
Dalam hati segera pikirnya, “Seluruh tubuhku telah penuh dengan racun, badanku sudah kebal
terhadap racun macam apapun. Kecuali di dalam ilmu silat kita belum pernah bergebrak untuk
mengetahui siapa menang siapa kalah, rasanya dia pun tak akan sanggup mengapa-apakan
diriku…….”
Karena berpikir begitu la lantas jejakkan kakinya dan menerobos masuk ke dalam kamarnya
lewat jendela.
Terdengar Giok Teng Hujien berkata, “Tutuplah pintu jendela dan pasanglah lampu lentera!”
“Hmm! maaf cayhe sedang lelah. lebih baik kau turun tangan sendiri!…:” tampik Hoa Thian-hong
dengan nada ketus, habis bicara ia segera duduk dikursi.
Giok Teng Hujien tertawa riang, “Eeeif bukankah kau telah masuk jadi anggota perkumpulan
Tong-thian-kauw…?” tegurnya. “Bagaimanapun aku toh menjadi anggota lebih dahulu, kalau
dihitung maka aku lebih punya hak dari pada dirimu bukan begitu?”
“Oooh….. Jadi ia sudah tahu akan pertarunganku melawan si hweesio gede tadi…“ pikir Hoa
Thian-hong di dalam hati.
Di dalam ia berpikir demikian, diluar ia menjawab dengan nada hambar, “Pek Kun-gie undang
diriku untuk masuk menjadi anggota Sin-kie-pang, tapi akhirnya dia menyesal. Aku adalah
seorang manusia yang membawa sial, aku takut perkumpulan Tong-thian-kauw pun tak akan
mengijinkan aku menancap kaki disitu?”
Sambil berbicara ia awasi pihak lawannya lebih seksama lagi. Tampaklah pada tangan kanannya
ia membawa sebuah Hud-tim sedang di tangan kirinya membopong makhluk aneh berbulu putih
mulus, bermata merah serta berbentuk mirip rase itu. Sikapnya agung dan senyuman manis
selalu menghiasi ujung bibirnya.
Makhluk aneh berbulu putih itu sebenarnya sedang tidur, kini ia mendusin. Sepasang matanya
yang berwarna merah memandang kesana kemari dengan sikap yang aneh, membuat orang
yang memandang jadi tidak tenteram dan berdebar.
Dalam hati si anak muda itu kembali berpikir, “Si Cukat beracun Yauw Sut adalah manusia licik
yang sangat ditakuti oleh setiap umat Bulim, tetapi setelah ia berjumpa dengan Giok Teng Hujien
sikapnya ternyata begitu hati-hati dan tak berani bertindak gegabah, dalam segala hal ia
mengalah tiga bagian kepadanya. hal ini menunjukkan kalau perempuan ini seandainya tidak
memiliki ilmu silat yang sangat lihay. tentulah memiliki tindakan yang paling ganas dan kejam
….”
Berpikir sampai disitu, tiba-tiba terdengar Giok Teng Hujien telah berkata kembali, “Duduklah di
atas pembaringan, aku hendak mengajak kau untuk melakukan pembicaraan yang seksama.”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
216
“Hujien. kalau kau ada persoalan katakanlah, cayhe akan mendengarkan dengan serius “sahut
Hoa Thian-hong dengan sepasang alis berkerut.
Giok Teng Hujien tertawa manis. “Kau adalah seorang manusia yang terhormat “ujarnya. “baik
siang maupun malam selalu ada saja orang yang melindungi dirimu secara diam-diam, rahasia
yang akan kita bicarakan tak boleh sampai kedengaran orang lain!”
“Selama cayhe bertindak dan berbuat secara jujur dan terbuka, entah ada rahasia apa yang
hendak hujien bicarakan dengan diriku?”
“Huuuh! Kau ini memang seorang lelaki yang keras diluar lunak didalam… “ terang-terangan kau
takut padaku, di mulut saja ngomongnya ketus dan gagah, apakah kau tidak takut dimalu-malui
orang?” seru Giok Teng Hujien sambil cibirkan bibirnya yang kecil.
“Hujien, tak ada gunanya kau memanasi hatiku!”
Tiba-tiba ia teringat bahwa dirinya memang merasa agak jeri terhadap dirinya, maka sambil
tertawa geli ia segera bangkit dan berjalan ke sisinya, kemudian duduk ditepi pembaringan
sambil menuding makhluk aneh yang berada di dalam bopongannya ia bertanya, “Apakah dia
juga pandai menggigit orang?”
Giok Teng Hujien tertawa, “Dia bernama Soat-jia, menghadapi manusia semacam Cia
Kim….Huuhl Sekalipun ditambah seorang lagipun juga percuma. dalam waktu singkat mereka
bakal keok digigitnya!”
“Aaaah.. .! masa begitu lihay? waaah … waaah…. cayhe tidak berani mendekatinya…..” seru Hoa
Thian-hong dengan alis berkerut, sementara dalam hati ia merasa amat terperanjat.
“Kau ini…..si.setan cilik” maki Giok Teng Hujien sambil tertawa, ia segera menoleh ke arah “Soat-
Jie” dalam pengakuannya dan memerintahkan, “Soat-jie! tunggulah diluar jendela Sana, sebelum
ada perintahku janganlah melukai orang!”
Rupanya makhluk aneh itu sangat memahami bahasa manusia, mendengar perintah dari
majikannya tanpa ragu-ragu lagi ia segera bangkit berdiri.
Tampaklah bayangan putih berkelebat lewat melalui jendela yang terbentang lebar, dalam
sekejap mata telah lenyap tak berbekas.
“Oooh … sungguh hebat!” seru Hoa Thian-hong tanpa terasa dengan hati kaget.
“Aaah konyol kau ini!” kembali Giok Teng Hujien memaki sambil tertawa, tiba-tiba ia
merendahkan suaranya dan berkata lebih jauh, “Kau tentu mengetahui bukan siapa yang telah
membinasakan Jien Bong, anaknya Jien Han?”
Jantung Hoa Thian-hong terdengar amat keras, tadi dengan cepat ia berusaha untuk
menenteramkan hatinya kembali, “Menurut apa yang kau ketahui, orang itu adalah seorang gadis
yang mengaku bernama Poei Che Giok. entah benar entah tidak aku sendiripun kurang jelas!”
“Persoalan itu sih hanya suatu urusan kecil, tetapi kau musti tahu setelah dunia aman tenteram
untuk beberapa waktu lamanya, dewasa ini mulai menunjukkan gejala perubahan yang besar,
kau hanya kebetulan saja menjumpai kejadian itu maka alangkah baiknya kalau cepat-cepat
mengambil keputusan”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
217
“Bukankah kolong langit telah dibagi tiga dan pihak Tong-thian-kauw telah memperoleh satu
bagian?apa sih gunanya membikin gara-gara lagi?….”tanya si anak muda itu dengan alis
berkerut.
Giok Teng Hujien segera tersenyum.”Bagi suatu perkumpulan macam Sin-kie-pang ataupun
Hong-im-hwie mungkin saja mereka puas dengan satu daerah tersebut, tapi bagi partai sekte
agama lain keadaannya. cita-cita mereka adalah mengarungi seluruh jagad. nah. itulah dia apa
sebabnya Tong-thian-kauw tidak bisa hanya bertahan pada sebagian daerah saja.”
Ia merandek sejenak, biji matannya yang jeli segera melirik sekejap ke arah wajah Hoa Thianhong
dengan kerlingan tajam kemudian terusnya, “Pek Siauw-thian terlalu kemaruk akan harta
dan kekuasaan, sedang Jien Hian adalah seorang manusia licik dengan pikiran yang panjang,
kedua orang itu sama-sama bertahan pada daerah kekuasaannya sekarang tanpa ada keinginan
untuk meluaskan wilayahnya, waktu berlalu dengan cepat lama kelamaan apakah Tong-thiankauwcu
tidak punya keinginan untuk majukan daerah kekuasaannya? inilah kesempatan yang
paling baik untuk bertindak!”
“Kalau begitu Tong-thian-kauwcu seharusnya adalah seorang manusia dengan ambisi yang amat
besar dan kepandaian memimpin yang hebat?”
“Ambisi yang besar mungkin tak bakal salah, mengenai hebatnya kepandaian untuk memimpin
sih sulit untuk dikatakan.”
“Hujien entah apa maksud dan tujuanmu mengucapkan kata-kata seperti ini?” tanya Hoa Thianhong
sambil tertawa hambar.
“Dunia persilatan sedang kacau, dan perhatian orang tercurahkan ke pihak kami, kenapa kau
tidak memanfaatkan kesempatan yang sangat baik ini untuk raembangun serta memperjuangkan
cita-citamu?”
“Ooooh….! Rupanya ucapanmu mengandung maksud yang sangat dalam!” teriak Hoa Thianhong
dengan hati tercengang. ”Hujien, kau toh seorang enghiong dari pihak Tong-thian-kauw,
mengapa kau ucapkan kata-kata seperti itu kepadaku?”
Giok Teng Hujien segera tertawa cekikikan “Hiiih…. hiiih kau betul-betul seorang manusia yang
tak tahu diri!” Serunya pura-pura marah, setelah merandek sejenak sambungnya. “Angin
berhembus dikala udara tenang, kematian Jien Bong telah membuat situasi dalam dunia
persilatan jadi kacau dan mulai menunjukkan gejala keretakan diantara hubungan tiga kekuatan
besar, usiamu pada saat ini masih muda, inilah kesempatan yang sangat baik bagimu untuk
tunjukkan kelihayan dan angkat nama, apa yang harus dilakukan sepantasnya kalau kau mulai
menyusun rencana sejak kini.”
“Waaah…. kalau begitu lebih baik cayhe menggabungkan diri ke dalam perkumpulan Hong-imhwie
saja!”
“Kenapa?” tanya Giok Teng Hujien dengan alis berkerut.
“Tabiat cayhe suka terus terang dan bicara seadanya, tidak suka menggunakan akal dan
membantu kaum yang kuat dan kosen untuk bekerja, maka setelah kupikir pulang pergi rasanya
lebih enak dan menguntungkan kalau aku menggabungkan diri dibawah panji dibawah
kekuasaan Jie Hian saja.”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
218
Giok Teng Hujien tahu kalau pemuda itu cuma bicara ngawur dan sekenanya saja, dalam
kenyataan ia tidak ber-sungguh2 hati. maka sambil tertawa tanyanya, “Dimanakah ibumu?”
“Dia orang tua sedang melatih semacam kepandaian sakti yang diberi nama Thong-Mo-Sin-Kang
atau ilmu sakti pembasmi iblis asal ilmu tadi telah berhasil dilatihnya maka beliau pasti akan
segera turun gunung.”
“Aduuuh. rupanya kau lagi menggertak cici yaah? Hmm! tak usah yaa….!” seru Giok Teng Hujien
sambil tertawa. ia merandek dan alihkan pembicaraan kesoal lain
“Aku dengar setiap kali kau “Lari Racun” keadaanmu tambah payah dan serius, betulkah itu?”
“Terima kasih buat perhatian serta pertanyaanmu iiu, aku rasa dalam dua tiga bulan jiwaku
belum sampai mati konyol!”
Giok Teng Hujien pun gerakkan pergelangannya mengeluarkan tiga buah jari tangan lalu
digeserkan ke arah urat nadi untuk memeriksa denyutan jantung si anak muda itu.
Seolah olah menghindari pagutan ular berbisa dengan cepat Hoa Thian-hong tarik kembali
tangannya ke belakang sambil berseru “Sekujur badan cayhe penuh dengan racun keji, barang
siapa berani menyentuh tubuhku niscaya telapaknya bakal busuk dan keluar nanah. kau jangan
dekati diriku!”
Giok Teng Hujien tertawa cekikikan, kemudian katanya, “Coba menurut penglihatanmu
seandainya pihak perkumpulan Tong-thian-kauw ada maksud meluaskan wilayah kekuasaannya,
maka kami akan turun tangan ke pihak yang mana lebih dulu?”
“Pertanyaan yang hujien ajukan terlalu berat, darimana cayhe bisa tahu mengenai persoalan
yang maha besar itu?” si anak muda itu berpikir sejenak lalu terusnya. “Agaknya pihak
Hong~Im-Hwie yang paling lemah, kalau menurut penilaianku maka bila mau menyerang maka
pertama-tama kita musti hancurkan pihak mereka lebih dahulu.”
Sambil tertawa Giok Teng Hujien segera gelengkan kepalanya. “Bila dua kekuatan saling
bertempur maka bukan saja kita beradu perajurit, panglimapun kita adu. Pihak perkumpulan Sinkie-
pang menang karena memiliki jumlah prajurit yang banyak, sedang pihak perkumpulan Hongim-
hwie lebih menang dalam hal panglima perangnya. Seandainya kita serang perkumpulan
Hong-im-hwie lebih dulu maka kerugian yang bakal kami derita akan terlalu berat, pihak
Perkumpulan Sin-kie-pang yang bersembunyi dibelakang akan jauh lebih ampuh kekuatannya.
Sebaliknya kalau kita pukul pihak Sin-kie-pang lebih dulu, walaupun Hong-im-hwie memiliki
beberapa orang lihay, itupun belum mampu untuk menghadapi pihak Tong-thian-kauw.”
“Sungguh lihay perempuan ini “pikir Hoa Thian-hong di dalam hati. “Usianya masih begitu muda,
tetapi. ia telah menguasai keadaan serta situasi dunia dengan begitu jelas, bukan saja otaknya
cerdas siasat, yang dikemukakan pun tepat dan mantap, kedudukannya di dalam perkumpulan
Tong Thiap Kauw pasti tidak kecil…. …
Dalam bati berpikir demikian, diluar ia menjawab, “Cara berpikir Hujien serta penganalisaan yang
telah kau berikan sungguh hebat, cayhe merasa amat kagum”
Giok Teng Hujien mendengus ringan, lalu tertawa. “Apa yang barusan kuutarakan barusan
hanyalah siasat cadangan, bilamana keadaan tidak terlalu memaksa kamipun tak akan kerahkan
segenap kekuatan kita untuk bertindak demikian, tahukah kau apakah siasatku. yang
sebetulnya?……..”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
219
“Apanya yang susah untuk menebak persoalan itu?” pikir Hoa Thian-hong di dalam hati, “Paling
banter kau hanya berusaha menghasut dan memancing terjadinya selisih paham serta bentrokan
langsung antara perkumpulan Sin-kie-pang dengan Hong-In-Hwie, sedang pihak Tong-thiankauw
duduk berpangku tangan menonton dua harimau bertarung, dan kemudian menjadi
nelayan yang untung ….”
Sebenarnya apa yang mereka bicarakan hanyalah suatu kejadian yang sederhana, tapi bila
sungguh2 dilaksanakan tidaklah akan segampang seperti waktu berpikir dan mengucapkannya
keluar, meski si anak muda itu berpikir sampai disini tapi ia tetap berpura pura tidak tahu,
katanya sambil tersenyum, “Pengetahuan cayhe amat cetek, tidak mengerti akan persoalan yang
begitu besar dan berat, Hujien! apa pendapatmu? katakanlah agar cayhe bisa mendengarkan
dengan seksama dan menambah pengetahuanku yang masih picik…….”
“Telur busuk cilik!” maki Giok Teng Hujien dengan wajah cemberut, tiba-tiba ia tertawa dan
menepuk-nepuk bantal di sisinya sambil berseru, “Ayoh sini, berbaring! aku hendak ajak kau
berbicara.”
Kerlingan mata yang genit serta tingkah lakunya yang merangsang seketika membuat Hoa Thianhong
jadi ter sipu2 dengan wajah berubah jadi merah padam ia gelengkan kepalanya berulang
kali.
“Lebih baik cayhe duduk saja disini!”
“Kalau begitu padamkanlah lampu lentera itu!”
Melihat udara sudah terang dan Cahaya sang surya telah memancar masuk lewat jendela, Hoa
Thian-hong pun segera ayunkan tangannya untuk memadamkan lampu lentera yang ada di atas
meja, angin pukulan menyambar lewat Cahaya lentera seketika padam.
Siapa tahu dikala pikirannya bercabang itulah, Giok Teng Hujien bertindak Cepat, ia rangkul
pundak si anak muda itu kemudian ditariknya ke belakang hingga roboh terjengkang di atas
pembaringan dan tidur berdampingan dengan perempuan itu.
Haruslah diketahui, Giok Teng Hujien adalah seorang perempuan yang sudah tersohor akan
kegenitannya, nama harumnya tersebar dimana-mana dan dikenal oleh setiap pria.
Terhadap perempuan ini sebetulnya saja Hoa Thian-hong menaruh rasa jeri dan was-was,
Sekarang setelah badannya dirangkul kencang dan berbaring disisi tubuhnya yang montok,
hatinya jadi kebat-kebit dan pikirannya terasa kalut. pikirnya di dalam hati
“Di kolong langit hanyalah perempuan dan manusia rendah yang sulit dihadapi demikian ujar2
kuno, seandainya aku menyalahi dirinya sehingga membuat perempuan ini dari malunya jadi
gusar, tentu saja ia akan mendendam diriku. Dalam keadaan serta situasi seperti ini aku tidak
ingin mengikat tali permusuhan dengan siapapun apalagi musuh tangguh macam dia, sebaliknya
kalau kau harus menuruti kehendaknya untuk berbuat tidak genah…. waaah entah bagaimana
akhirnya?…..”
Setelah dipikir bolak-balik ia belum berhasil juga menemukan suatu cara yang dirasakan paling
bagus, tanpa terasa hatinya jadi semakin tak tenteram. Bagaikan duduk di atas jarum bergeser
kesini tak enak bergeser kesanapun sungkan.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
220
Terdengar Giok Teng Hujien tertawa merdu, serunya, “Aku mengerti bahwa kau bukanlah
makhluk ajaib yang berada di dalam kolam, tidak nanti kau rela masuk jadi anggota perkumpulan
Tong-thian-kauw dengan tulus Hali, semakin tak masuk diakal lagi kalau kau rela
menggabungkan diri dengan pihak Houg Im Hwie ataupun Sin-kie-pang, bukan begitu?”
Hoa Thian-hong hanya berharap bisa cepat-cepat melepaskan diri dari rangkulan mautnya, maka
ia lantas menjawab, “Cayhe hanya sebatang kara dan kekuatannya terbatas sekali, apalagi sudah
kenyang disiksa kesana kemari. Kalau pihak Tong-thian-kauw suka menerima diriku jadi anggota,
Cayhe lebih balk menyerah saja!”
“Eeei….Bajingan Cilik, kau jangan lain diluar lain di hati, mengerti?” maki Giok Teng Hujien sambil
tertawa. “Hmm….. Hmm….. sekalipun Tong-thian-kauw suka menerima dirimu mereka juga tak
ingin mengundang setan masuk pintu.”
Kalau memang begitu, silahkan hujien segera berlalu!”
Giok Teng Hujien tertawa Cekikikan. “Sudah begini saja aku akan memberi kedudukan yang
terhormat sekali kepadamu” serunya. “Asal kau suka menjadi anggota perkumpulan kami maka
akan kupersilahkan dirimu Untuk menduduki jabatan sebagai Kauwcu dan aku jadi wakilnya,
dengan sepenuh hati dan sepenuh tenaga kubantu dan lindungi dirimu. Bagaimana? Apa kau
ada, minat?
“Loo.. apa Hujien sudah tidak berada dibawah perintah Tong-thian-kauw lagi, masa di dalam
sekte agama tersebut masih terdapat organisasi lain lagi?”
“Hiih….hiih..,.hiih .. kalau orang tidak serakah langit dan bumi pasti akan ambruk dan kiamat
tentu saja akupun ingin mendirikan sebuah perkumpulan sendiri”
Diam-diam Hoa Thian-hong terkejut juga setelah mendengar perkataan itu, pikirnya “Ooh.
ternyata di dalam tubuh perkumpulan Tong-thian-kauw-pun terdapat orang yang secara diamdiam
mengandung maksud-maksud tertentu…:”
Berpikir sampai disitu, la sengaja berlagak pilon dan seolah olah tak tahu urusan apapun.
katanya, “Cayhe duga sang Kauwcunya tentulah Hujien sendiri. bukan tegitu? tapi…. apasih
nama perkumpulanmu itu? sudah ada berapa banyak anggota perkumpulanmu itu?”
“Andaikata kau suka menjabat sebagai kauwcuya maka aku adalah anggotamu yang pertama,
kau dan aku dua orang bekerja sama bersatu hati memukul rata seluruh kotoug langit, aku
tanggung banyak keuntungan yang bakal kita peroleh” Giok Teng Hujien sambil mengerdipkan
biji matanya yang jeli, sinar matanya berputar lalu dengan wajah serius ia menambahkan,
“Bagaimana kalau kita namakan perkumpulan Thian Te Kauw saja?”
Merah jengah selembar wajah Hoa Thian-hong. “0oooh, kiranya hujien sedang mempermainkan
diriku, hampir saja cayhe kira apa yang kau katakan adalah sungguh2l”
Secara lapat2 iapun dapat menangkap arti serta makna dari ucapan itu, jelas Giok Teng Hujien
telah mengutarakan perkataan tadi dengan arti rangkap. secara diam-diam ia sedang memberi
kisikan kepadanya bahwa, Sejak bergaul dengan Chin Wan Hong selama beberapa waktu,
pikirannya boleh dibilang sudah mulai terbuka terutama sekali mengenai soal cinta asmara,
pikirannya sudah tidak sebodoh dan secupat dahulu lagi mengenai soal muda-mudi. Sekarang
setelah ia berbaring berdampingan dengan Giok Teng Hujien ditambah pula dengan bau harum
semerbak yang aneh berhembus masuk ke dalam lubang hidungnya membuat ia jadi mabok dan
seolah olah sedang melayang menuju ke nirwana yang penuh dengan bidadari.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
221
Giok Teng Hujien meskipun telah disebut nyonya, namun usianya masih muda belia hanya saja
sikapnya yang jauh lebih dewasa serta tingkah lakunya yang Hot mendatangkan daya rangsang
yang lebih besar dari sekawanan gadis lain.
Hoa Thian-hong adalah seorang pemuda dengan darah panas, setelah berbaring dalam jarak
yang begini dekat apalagi kulit harus bergerak dengan kulit, lama kelamaan terpengaruh juga
oleh nafsunya hingga tak sanggup menguasai diri.
Tetapi… bagaimanapun ia adalah seorang pemuda luar biasa yang lain daripada yang lain,
terutama sekali pendidikan moral yang tinggi dari ibunya semenjak kecil membuat dia dengan
cepat menyadari akan ketidakbenarannya.
Dengan cepat pemuda itu bangkit berdiri sambil berseru, “Hujien, jauh2 datang kemari kau
adalah Seorang tamu, cayhe sampai lupa untuk menghidangkan air teh”
“Kenapa sih musti bertindak macam segala tetek bengek itu?” tukas Giok Teng Hujien sambil
tertawa, ia segera rangkul kembali tubuh si anak muda itu sambil ditarik untuk berbaring
kembali. “Terhadap diriku, kau tak usah sungkan-sungkan!”
Wajah Hoa Thian-hong berubah semakin merah. “Hujien, racun dari Teratai empedu api masih
bersarang di dalam pusarku…”serunya.
“Hiiih….hiiih….hiiih…”Giok Teng Hujien kontan tertawa cekikikan, sambil mengerling tajam
serunya, “Eeei. setan cilik! cici hanya ingin berbicara saja, aku tak mau minum teh juga tak mau
ajak kau untuk……”
“Pada saat itulah, tiba-tiba dari halaman luar berkumandang datang suara nyanyian. nyaring
yang tajam dan lantang. suara itu segera memenuhi seluruh angkasa dan berdengung tiada
hentinya:
“Rambut mega Rambut embun lebih indah dari kumpulan gagak,
Memperlihatkan kaki yang indah dari balik gaun berwana merah,
Tapi lebih indah bunga liar di luar dinding jendela,
Kumaki kau bagaikan seorang penghibur lelaki yang murah,
Setengah bagian susah dilayani setengah mempermainkan.”
Baik lagu tersebut walaupun banyak orang yang bisa menyanyikan, tetapi kemunculan yang
sangat kebetulan itu cukup mendatangkan suasana yang aneh bagi kedua orang muda-mudi itu.
Hoa Thian-hong segera tahu bahwa tingkah lakunya telah diketahui oleh orang lain yang
mangintip dari luar jendela, air mukanya seketika itu juga berubah jadi merah padam, dengan
tersipu2 ia segera loncat turun dari atas pembaringan.
Mula-mula Giok Teng Hujien nampak tertegun, tapi dengan cepat ia menjadi tenang kembali.
Dengan senyuman dikulum ia dengarkan nyanyian itu hingga habis kemudian. Perlahan-lahan
turun dari pembaringan dan menengok keluar jendela, sikapnya aras2an seperti badannya sama
sekali tak bertenaga.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
222
Tampak suasan diluar halaman tetap sunyi senyap tak nampak sesosok bayangan manusiapun,
kecuali Soet jie si makhluk aneh itu tetap melingkar dibawah jendela, tiada sesuatu pertanda
apapun ada disitu.
Hoa Thian-hong yakin bahwa ketajaman penglihatan serta pendengarannya masih bisa
dipertanggung jawabkan, maka ketika dilihatnya suasana di halaman luar sunyi senyap tak
nampak sesosok bayangan manusiapun, ia segera sadar bahwa si penyanyi itu sudah berlalu.
Dalam hati segera pikirnya, “Entah siapakah orang itu? Kecepatan geraknya benar-benar
mengagumkan sekali, bukan saja menyerupai sukma gentayangan bahkan sama sekali tidak
meninggalkan sedikit jejakpun!”
Dalam pada itu Giok Teng Hujien telah membopong Soat-jie makhluk anehnya sambil berbisik,
“Siapa sih tadi yang ada diluar halaman? Ayoh kita kejar dirinya sampai dapat.”
Sudah dua kali Hoa Thian-hong berjumpa dengan perempuan yang menamakan dirinya Giok
Teng Hujien ini, tapi baru pertama kali ini ia menjumpai perempuan itu berbicara dengan wajah
kaku, sementara hatinya masih tertegun terasalah pandangan matanya jadi kabur, makhluk aneh
bernama Soat-Jie itu sudah berkelebat menuju ke pintu kebun disamping kiri dan lenyap dibalik
kegelapan.
Giok Teng Hujien segera menoleh dan tertawa, ketika dijumpainya Hoa Thian-hong masih berdiri
dengan wajah terkejut ia lantas berseru, “Eeei .. pemuda tampan, mari ikutlah cici, aku telah
memerintahkan Soat-jie untuk menangkap bajingan tersebut bagimu!”
Dalam hati Hoa Thian-hong memang berharap begitu, maka dengan senang hati ia segera
menyetujui ajakan tersebut. Baru saja badannya hendak loncat keluar dari dalam kamar, tahutahu
tangannya sudah digenggam oleh perempuan itu dan diajak melayang keluar dari kamar.
Baru saja tubuh mereka berdua melayang keluar dari pintu kebun, mendadak dari tempat
kejauhan terdengar suara ringkikan kuda dan teriakan manusia berkumandang datang, buruburu
mereka segera memburu kesitu.
Sebelum tubuh mereka tiba di tempat tujuan, telinga mereka telah menangkap suara desiran
tajam yang menderu deru, diikuti teriakan gusar seseorang dengan suara yang serak dan nyaring
berkumandang memenuhi seluruh angkasa, “Rase sialan! kuhajar kau sampai mampus! Rase
terkutuk … kuhancurkan tubuhmu……..”
Sejak tadi Hoa Thian-hong sudah dibikin terkejut dan diliputi keragu-raguan, sedangkan Giok
Teag Hujien sewaktu mendengar dengusan-dengusan gusar dari Soat-Jie makhluk aneh itu, di
dalam hati iapun merasa terkejut: cepat-cepat badannya berkelebat ke depan, dalam waktu
singkat bersama Hoa Thian-hong ia sudah tiba di istal kuda.
Tampaklah beberapa orang pelayan sedang berjongkok di sudut tembok dengan badan gemetar,
kuda yang berada di istal meloncat loncat dan meringkik panjang tiada hentinya.
Di sudut sebelah lain tampaklah seorang kakek tua berbadan kurus tinggi dan berwajah hijau
membesi sedang mainkan sebilah pedang lemas sepanjang empat depa di tangan kanannya, lima
buah roda berwarna keemas-emasan di tangan kirinya untuk melindungi seluruh tubuhnya dari
sergapan maut si makhluk aneh tersebut.
Sedangkan Soat-Jie dengan menciptakan diri jadi sesosok bayangan putih yang samar
melancarkan tubrukan maut tiada hentinya ke arah si kakek tua itu.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
223
Di sudut lain, tampak seorang pria berjubah putih menggeletak di atas tanah dengan badan
penuh luka berdarah, pakaiannya koyak-koyak dan raut mukanya susah dikenali lagi karena
boleh dibilang sudah hancur sama sekali.
Diam-diam Hoa Thian-hong merasa hatinya tercekat Juga setelah menyaksikan pemandangan
yang terbentang di depan matanya saat ini, bulu kuduk tanpa terasa pada bangun berdiri.
pikirnya: Tidak aneh kalau perempuan itu berani bicara sesumbar dengan mengatakan bahwa
dua orang jago lihay macam Cia Kim pun tak akan sanggup menandingi Soat-jie nya kalau
ditinjau dari ilmu silat yang dimiliki si kakek tua ini jelas jauh di atas kepandaian Cia Kim, tetapi.
Haruslah diketahui si kakek kurus kering itu sekaligus telah menggunakan dua macam senjata
aneh yang berbeda satu sama lainnya dimana seluruhnya berjumlah enam buah Pedang lemas
adalah sebuah senjata yang sulit digunakan sementara Ngo-Heng-Loen di tangan kirinya terdiri
dari lima buah roda yang beratnya rata-rata di atas enam puluh kati, bilamana seorang tidak
memiliki gerakan tangan yang lincah serta tenaga lwekang yang amat sempurna
untuk mengimbangi penggunaan senjata pedang yang enteng dan senjata roda yang berat, jelas
tak mungkin sanggup untuk mempergunakan senjata tersebut.
Atau dengan perkataan lain si kakek tinggi jelas memiliki kedudukan yang amat tinggi di dalam
dunia persilatan
Tampaklah Giok Teng Hujien tertawa hambar lalu berseru, “Aku kira siapa yang berani ajak aku
untuk bergurau, kiranya Pelindung Hukum Utama dari perkumpulan Sin-K-ie Pang yang telah
tiba!”
“Giok Teng Hujien” seru si kakek kurus kering itu. “Dibalik kejadian ini sebenarnya masih terselip
persoalan lain…..”
Sepasang tangannya harus bekerja keras memainkan pedang serta senjata godanya, sedang
sepasang matapun dengan tajam menatap terus bayangan putih yang menerjang datang tiada
hentinya itu tanpa berkedip, maka untuk mengucapkan dua patah kata yang sikap ia
membutuhkan waktu yang amat lama sekali,
Giok Teng Hujien tertawa dingin, ia merandek sejenak kemudian secara tiba-tiba
memperdengarkan siulan nyaring yang panjang.
Begitu mendengar siulan tersebut, Soat-jie si makhluk aneh itu segera menghentikan
tubrukannya dan mendekam di atas tanah tanpa bergerak barang sedikitpun jua, sepasang
matanya yang berwarna merah darah menatap terus wajah si kakek kurus kering itu tanpa
berkedip: seakan-akan ia takut kalau mangsanya itu kabur.
“Traaaak….!” ditengah dentingan nyaring, kelima buah senjata roda itu menumpuk menjadi satu
dan melayang balik ke tangan kakek tua itu.
Walaupun begitu jelas terlihat bahwa seluruh tubuh kakek kurus itu sudah basah kuyup oleh
keringat, napasnya tersengal-sengal dan dapat didengar dengan amat jelas.
“Ciat Tiang Hong!” jengek Giok Teng Hujien dengan nada ketus. “Bukankah kau mengatakan
bahwa dibalik persoalan ini masih terselip masalah lain? Mengapa tidak kau ucapkan keluar?”
“Orang yang menyanyikan lagu itu adalah orang lain, Makhluk aneh milik hujien ini meskipun
pandai bertempur tapi belum mampu untuk membedakan mana yang benar dan mana yang
salah”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
224
Sekalipun baru saja lolos dari bahaya maut, tapi nada ucapannya tajam dan jumawa sedikitpun
tidak ada maksud untuk mengalah Tidak malu ia duduk sebagai seorang Pelindung Hukum
terutama dari perkumpulan Sin-kie-pang,
Giok Teng Hujien mendengus dingin sinar matanya segera dialihkan ke arah pria berbaju putih
yang menggeletak di atas tanah, setelah menarik sekejap ke arahnya ia lantas
menegur:”Siapakah orang ini? apakah dia yang menyaksikan bait lagu tadi?.,..”
“Saudara ini adalah seorang sahabat dari perkumpulan Hong-im-hwie, maaf kalau loohu tidak
bisa mengatakan kejelekan orang lain” jawab kakek kurus itu makin ketus.
Terdengarlah pria berbaju putih yang menggeletak di atas tanah itu merintih dan berkata; “Bait
lagu itu bukan cayhe yang nyanyikan…..”
Rupanya ilmu silat yang dimiliki orang ini agak cetek maka tubuhnya tercakar oleh Soat-Jie
hingga menderita luka yang amat parah, ketika itu dia sama sekali tak sanggup untuk bangkit
berdiri.
Sepasang alis Giok Teng Hujien segera berkerut kencang,serunya dengan nada yang dingin,
“Sekalipun bait lagu itu bukan kalian yang menyanyikan, tetapi seandainya kau tidak mengintip
dan mengawasi diriku dari tempat kegelapan, Soat jie kau juga tak akan mencari kalian tanpa
alasan. Hmm. kau tidak ingin dicurigai maka lebih baik segera menyingkir dari sini, jelas kalianlah
yang tidak pandang sebelah matapun terhadap diriku. Soet Jie! terjang dia….!”
Soet Jie benar-benar amat cerdik dan mengerti akan bahasa manusia, ketika Giok Teng suruh ia
berhenti bertarung ia segera berhenti, sekarang setelah diberi perintah untuk menyerang iapun
segera maju menyerang.
Begitu perintah terakhir dari perempuan itu meluncur keluar dari bibirnya, Soet jie segera
menjerit aneh dan menubruk kembali ke depan.
Si-kakek kurus kering itu jadi terkejut bercampur gusar. Sreeet! Senjata Ngo Hoen-Loen nya
segera direntangkan untuk melindungi tubuhnya dari ancaman lawan, sementara pedang
lemasnya dimainkan dengan rapat disekeliling tubuhnya, terlihatlah bayangan pedang
menggulung dan mengelilingi seluruh badannya tanpa meninggalkan sedikit peluangpun bagi
lawannya untuk menyarangkan cakarnya ke atas tubuhnya.
Untung kakek kurus itu cukup cerdik dan berdiri di sudut tembok, dalam posisi yang begini ia
hanya cukup berjaga jaga terhadap serangan yang datang dari depan, Meskipun tubrukan dan
terjangan Soat-jie cepat laksana kilat tapi dalam keadaan begini daya kekuatannya berkurang
juga, seandainya ditanah lapang yang luas, sejak tadi mungkin kakek tua itu sudah kewalahan.
Tiba-tiba tampak sesosok bayangan manusia berkelebat lewat, si Utusan pencabut nyawa Mo
Ching San meloncat masuk dari luar dinding pekarangan, setelah memberi hormat katanya,
“Hujien jangan gusar, hamba ada urusan hendak memberi laporan!”
Giok Teng Hujien bersiul memanggil kembali makhluk aneh Soat Jie untuk mundur kesisi
tubuhnya, lalu sambil tertawa dingin makinya, “Heeeh…. heeeh…. heeeeeh, bagus, kau tentu
sudah lari amat .iauh bukan?”
Sekujur badan Ma Ching-san si utusan pencabut nyawa itu seketika gemetar keras buru-buru
sahutnya, “Hamba tidak berani melalaikan tugas yang telah dibebankan pada pundak hamba… “
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
225
ia menghembuskan napas panjang dan meneruskan. “Hamba tidak berani berdiri di tengah
halaman ..”
“Bicara sesingkatnya Saja!” tukas Giok Teng Hujien.
“Ketika hamba bertugas diluar dinding tembok mendadak kudengar ada orang sedang menyanyi
di dalam halaman. karena takut nyanyian itu mengganggu ketenangan hujien maka aku siap
masuk ke dalam untuk melakukan pemeriksaan, pada saat itulah secara tiba-tiba dari pintu
belakang berjalan keluar seorang kakek tua dengan langkah yang seenaknya. Karena wajahnya
terasa asing maka hamba segera melakukan pengejaran, siapa tahu kakek tua itu licik sekali
setelah mengitari halaman ini dua lingkaran mendadak bayangan tubuhnya lenyap tak berbekas.”
Dalam waktu singkat ia telah berbicara sampai disitu, mendadak selanjutnya ia jadi gelagapan
dan tak sanggup meneruskan kembali kata-katanya.
Ma Ching-san tahu, ia pasti sudah jatuh kecundang di tangan maka tak berani meneruskan
kembali kata-katanya, ditinjau dari sikapnya yang begitu ketakutan tanpa terasa pemuda itu
segera berpikir, “Aku mengira Hujien ini cuma kukoay dan genit, ternyata semua anggota
perkumpulan Tong-thian-kauw begitu ketakutan menghadapi dirinya, ia pastilah seorang yang
lihay!”
Sementara itu Giok Teng Hujien telah bertanya, “Macam apakah si kakek tua itu? apakah kau
berhasil memperhatikan raut wajah serta potongan tubuhnya?”
“Dia adalah seorang kakek yang pendek dan gemuk” jawab Ma Ching-san dengan amat hormat.
“Wajahaya berwarna merah memancarkan sinar terang, kepalanya botak dan jenggotnya
pendek. pakaian yang dikenakan terbuat dari kain kasar, sedangkan di tangannya membawa
sebuah kipas bulat yang besar!”
Mendengar laporan itu Giok Teng Hujien tundukkan kepala dan berpikir sebentar, tiba-tiba ia
mendongak dan melotot sekejap ke arah Hoa Thian-hong dengan pandangan gemas.
“Beeei…!Kenapa sih Hujien melotot wajahku? apa salahnya cayhe?” Teriak Hoa Thian-hong
dengan cepat.
“Huuuh! orang itu bukan anggota perkumpulan Sin-kie-pang, Hong In Hwie maupun Teng Thian
Kauw!”
“Lalu kenapa?”
“Itu berarti bahwa orang itu adalah manusia dari pihakmu!”
Hoa Thian-hong melengak, tapi dengan cepat ia berseru, “Kalau memang dia adalah kawan
cayhe, biarlah aku segera pergi mencari dirinya.”
Sesudah menjura ia segera putar badan dan berlalu dari situ.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar