Maka sambil tertawa cekikikan dia lantas bertekuk pinggang dan menghindarkan diri dari
sergapan kedua orang itu.
Gerakan tubuhnya amat lincah, enteng dan cepat, jauh melebihi dua bersaudara Leng hou,
setelah ia mengambil keputusan untuk bertarung ala gerilya maka percumalah serangan
gabungan dari bersaudara Lenghou, sekalipun lapisan telapak tangan mereka me nyelimuti
seluruh angkasa dan tenaga serangan mereka bagaikan bukit ia tetap bisa bergerak kian kemari
secara leluasa, malahan setiap kali sempat melancarkan pula sebuah pukulan balasan yang
dahsyat.
Ketika Toan bok See liang dan Beng wi ciau menyaksikan Cui Heng makin terdesak dibawah
angin setelah bergebrak dua puluh jurus melawan musuhnya, mereka saling bertukar pandangan
sekejap, lalu Toan bok See liang maju ke depan menghampiri kedua orang itu.
Bong Pay mendengus gusar, baru saja ia hendak menghalangi jalan perginya, tiba-tiba terdengar
Hoa Ngo membentak marah, “Bajingan anjing!”
Ia melayang keluar dari baraknya dan langsung menyergap diri Toan bok See liang.
Semenjak melangkah ke depan tadi, Toan bok See liang sudah menduga kalau tindakannya ini
pasti akan dihadang orang, ia telah bersiap siaga semenjak tadi, maka begitu disergap tiba-tiba
saja sebuah pukulan dilontarkan ke depan
Dalam waktu singkat, kedua orang itu sudah terlibat dalam suatu pertarungan yang amat seru.
Sebagai seorang jago yang berakal panjang, ketika
Im tayiu hanya berdiri disamping saja, ia tahu bahwa percuma untuk menolong Cui Heng yang
keteter, maka dia lantas membatalkan niatnya untuk turun tangan dan mengalihkann kembali
perhatian-nya untuk mengikuti jalannya pertarungan antara Cui Heng melawan Tam Si bin
tersebut.
Berhubung pihak Hian-beng-kau, Kiu-im-kau maupun Mo kau tak ingin membiarkan jago-jago
lihaynya mampus duluan ditangan para pendekat kaum lurus, maka berusaha keras
menghindarkan diri dari pertarungan terbuka dengan lawannya, walaupun pertarungan ditengah
arena berlangsung dengan seru, namun para pemimpin dari pelbagai ke lompok justru hanya
menonton belaka dari sisi arena tanpa berniat untuk campur tangan.
Cuma setiap orang tahu bahwa suatu pertarungan terbuka tak akan terhindar, akhirnya salah
satu pihak diantara mereka akan menjadi kelompok pertama menjadi bulan-bulanan musuh,
tentu saja setiap kelompok berharap agar bukan kelompoknya yang menjadi sasaran.
Dalam padaa itu, Kiong Hau dan Gui Gi hong telah kembali lagi ke dalam barak sepeninggal Hoa
In-liong, ternyata mereka betul-betul hanya berindak sebagi penonton belaka.
Jumlah manusia yang berkumpul di barak sebelah tengah merupakan jumlah yang terbanyak,
tapi sembilan puluh persen merupakan kawanan manusia yang berilmu rendah.
Tentu saja semua pihak tahu bahwa diantara sekian banyak orang, pasti terdapat pula jago-jago
lihay yang berilmu tinggi, namun mereka tidak tertalu mmemperhatikan, tentu saja pihak kaum
lurus lebih lebih tidak memperhatikan pula.
Pihak Hian-beng-kau, Kiu-im-kau dan Mo kau masing-masing mempertinggi terus ke
waspadaannya selama pertemuan ini berlang sung, mereka kuatir sejarah dalam pertemuan Kian
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
301
ciau tay hwe dimasa lalu terulang kembali, mereka takut munculnya suatu kelompok baru secara
tiba-tiba yang akan mengeruhkan suasana.
Itulah sebabnya selain selalu waspada mereka mempertahankan pula kekuatan inti masingmasing
sebagai persiapan untuk menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan.
Diantara sekian banyak orang, Kok See-piau boleh dibilang paling sibuk, secara diam-diam ia
mengutus orang orangnya pula untuk melakukan penyelidikan secara diam-diam apakah ada
jago lihay yang terlepas dari pengawasan mereka.
Suasana yang paling bertentangan dan saling curiga mencurigai ini tentu saja tak dapat
mengelabuhi para pendekar, diam-diam semua orang mulai merundingkan dan mencari akal
untuk membasmi jago lihay lawan sebanyak-banyaknya dengan pengorbanan sekecil mungkin.
Dalam pada itu, pertarungan sengit telah berlangsung hampir setengah jam lamanya, ketiga
kelompok manusia yang sedang bertempur masih tetap memperhankan diri dengan seimbang,
hanya posisi Cui Heng yang berhadapan dengan Tam Si bin saja kian lama kian bertambah
gawat.
Kok See-piau yang menyaksikan kejadian itu, segera berseru dengan suara dalam.
“Mo tianglo, Ui Tianglo, harap kalian menggantikan kedudukan Cui thamcu!
Im san tiang koay serta Lau san in siu Ki Shia leng yang menerima perintah segera beranjak, dan
secepat kilat bergerak mendekati Ciu Heng serta Tam Si bin.
Waktu itu, Tam Si bin telah berada diatas angin, ketika menyaksikan gelagat tak baik, dia lantas
berpikir.
Kalau aku tidak buru-buru melancarkan serangan mematikan, kesempatan baik ini pasti akan
lenyap dalam sekejap”
Berpikir demikian, hawa napsu membunuhnya segera berkobar, tiba- tiba ia membentak keras,
“Ciu Heng!”
Dalam waktu singkat hawa pukulan yang terhimpun dalam telapak tangan Tam Si bin menjadi
berkali-kali lipat lebih dahsyat desingan angin tajam yang memekikkan telinga, sungguh
membetot sukma rasanya.
Inilah bertanda kalau tenaga sakti Kui goan sinkang dalam tubuhnya telah disalurkan hingga
mencapai pada puncaknya.
Dalam waktu singkat, bayangan telapak tangan yang berlapis-lapis segera menyelimuti sekujur
tubuh Cui Heng rapat-rapat.
Cui Heng sebagai Lee Ti thamcu dalam perkumpulan Hian-beng-kau sesungguhnya memiliki
kepandaian silat yang cukup menjagoi dunia per silatan, tapi untuk melawan tenaga serangan
dari Tam Si bin yang maha dahsyat itu, ia justru terdesak hebat dan berulang kali menjumpai
mara bahaya…..
Beng Wi cian menjadi terkesiap menyaksikan kejadian itu, ia tak berani sangsi lagi, cepat
tubuhnya bergerak ke depan.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
302
“Sambut dulu sebuah pukulanku ini!” mendadak Bong Pay membentak keras.
Tubuhnya maju ke depan menghadang jalan pergi orang itu, sebuah pukulan segera dilontarkan
ke muka.
“Bong Wi cian membentak nyaring, sepasang telapak tangannya segera didorong pula ke depan
menyambut datangnya ancaman tersebut dengan keras lawan keras.
“Blaaam……..!” suatu ledakan keras menggelegar di udara, kedua orang itu sama-sama tergetar
keras akibat benturan tersebut.
“Pada saat yang bersamaan Tam Si bin telah membentak nyaring, dengan jurus Ban tiong tiau
goan dia hajar bahu kiri Cui Heng keras-keras.
Sedimikian dahsyatnya pukulan ini sehingga tubuh Cui Heng mencelat ke depan, isi perutuya
hancur remuk, darah kental mengucur keluar tiada hentinya dari bibir.
Cui Heng tidak berdiam diri belaka, dengan sisa kekuatan yang masih dimilikinya mendadak poa
koan pit dalam genggamanya disambitkan ke ulu hati Tam Si bin….
Mengetahui akan datangnya ancaman bahaya, buru-buru Tam Si bin mengegos kesamping
menghindarkan diri dari serangan itu, namun sayang bahunya tak sempat ditarik kebelakang……
Dengan tenaga sambitan yang begitu besar dari senjata poan koan pit tersebut, tak ampun lagi
bahu kirinya terhajar telak sehingga tembus kedalam tulang.
Detik itu juga Ui Sia ling telah menerjang tiba dengan wajah dingin membesi dan penuh
perasaan dendam, jagoan dari bukit Lau San ini secara kilat melontarkan sebuah pukulan
dashyat ke depan. Setelah bahu kirinya tertusuk poan coan pit, gerak-gerik Tam Si bin menjadi
tidak leluasa, ditambah lagi rasa sakit yang menusuk tulang, membuat gerak-geriknya semakin
lamban…
Ketika dilihatnya serangan dari Ui Sia ling meluncur tiba, cepat-cepat ia memutar badannya lalu
sambil menggigit bibir mundur dari posisi semula.
Meleset dengan serangannya yang pertama, Ui Sia ling memburu ke depan dan siap melontarkan
serangan yang kedua.
Tiba-tiba cahaya tajam berkelebat lewat didepan mata, seorang kakek berjubah hijau telah maju
sambil melepaskan sebuah tusukan kilat.
Dengan dahi berkerut ia menegur, “Apakah Lau Ik tiong yang telah datang?”
Begitu mundur tubuhnya bergerak maju kembali, pedangnya menyambar ke depan dengan tak
kalah cepatnya.
“Benar, inilah Tiam cong siang kiam!” sahut Lau Ik tiong dingin.
Jilid 15
Di tengah pembicaraan tersebut, suara benturan senjata berkumandang berulang kali, dalam
waktu singkat kedua orang itu sudah saling menyerang sebanyak empat lima kali.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
303
Dipihak lain, Co Im taysu telah terlibat dalam pertarungan sengit melawan Im san toa koay
sedangkan Ciang Pek jin dari Tiam cong siang kiam bertarung melawan ji koay, pertempuran
berlangsung amat seru.
Sesungguhnya Im san toa koay (manusia aneh pertama dari buku Im san) Mo Ciang lam bukan
tandingan Cu Im taysu, apa mau dikata watak Cu Im taysu belakangan ini semakin lembut dan
penuh welas kasih, apabila bukan karena terpaksa dia enggan melukai lawannya, sebab itu
mereka berdua bertarung seimbang.
Dalam pada itu, Tam si bin telah mengundurkan diri keluar arena, dengan tangan kirinya
mencekal gagang poan koen pit, sambil menahan sakit ia cabut keluar senjata tersebut, betul
sudah menggetarkan gigi, namun tak urung mengucur juga peluh sebesar kacang kedelai dari
jidatnya, darahpun mengalir keluar dengan amat derasnya…….
Buru buru Pek Soh gi menghampirinya sambil membubuhkan obat luka diatas mulut luka
tersebut.
Dengan tewasnya Kui Heng, pertarungan berlangsung makin seru, walaupun sebagian besar
kawanan jago dari Hian-beng-kau yang turun ke gelanggang saat ini, namun kekuatan Hianbeng-
kau pula yang terhitung paling besar dan tangguh, karena sebagian besar jago lihaynya
belum sampai turun tangan.
Kok See-piau yang pandai membawa diri, diam-diam merasa murung juga setelah menyaksikan
kekuatan yang sebetulnya dari pihak kaum pendekar, pikirnya, “Pihak keluarga Hoa saja belum
menampilkan diri tapi pertarungan sudah demikian sulitnya, jika Hoa Thian-hong dan Bun Siau ih
turun serta dalam pertarungan, bukankah kemenangan bagi pihak kami lebih tiada harapan
lagi?”
Berpikir sampai disitu, kewaspadaannya makin meningkat, ia merasa jika antara tiga
perkumpulan besar masih terdapat saling curiga mencurigai maka hal mana merupakan suatu
kerugian besar bagi pihaknya. Maka kepada Tang Bong liang dia berkata “Tang thamcu, kau
cepat mengirim utusan untuk menghadap Seng To cu serta Bwe Su-yok…”
“Sinkun ada pesan apa?” tanya Tang Bong liang agak tertegun.
Kok See-piau termenung sejenak, kemudian katanya, “Utus orang untuk menyampaikan katakataku,
katakan bahwa pun sinkun, beranggapan bahwa keadaan musuh saat ini jauh berbeda
dari keadaan dulu, apalagi pihak keluarga Hoa sama sekali tak nampak batang hidungnya, kita
butuh suatu kerja sama yang kuat, bila saling curiga mencurigai terus niscaya kita akan
ditunggangi orang lain, keadaan tak bisa ditunda lagi, jika setuju harap mereka mengirim jagojago
lihay nya kedalam arena dan bersama-sama membasmi musuh, tanya kepada mereka
bagaimana pendapatnya….?”
Selelah berhenti sejenak, terusnya, “Hanya itu saja pesanku, nah sekarang boleh kau sampaikan
kepada mereka!”
Tang Bong liang segera membungkukkan badannya memberi hormat, dan mengundurkan diri
dari mimbar.
Tak selang beberapa saat kemudian, Tang Bong liang muncul kembali dengan wajah berseri,
katanya.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
304
“Lapor Sinkun, Seng To cu dan Bwe Su-yok telah menyatakan kesanggupannya untuk
mengangkat Sinkun sebagai pimpinan”
Kok See-piau tertawa hambar, katanya kemudian, “Bwe Su-yok serta Seng To cu adalah
manusia-manusia pintar, tentu saja mereka dapat mempertimbangkan untung ruginya”
Berpaling kearah Cho Thian hua, dia berkata lagi.
“Harap suheng bersedia membantu dengan sepenuh tenaga!”
Cho Thian hua manggut-manggut.
“Tentu saja!” katanya.
“Orang-orang lainnya tak perlu dirisaukan, kuserahkan saja Goan cing si hwesio tua itu untuk
suheng”
“Jangan kuatir sute, serahkan saja semuanya kepadaku!” jawab Cho Thian hua dengan angkuh.
Kok See-piau mengalihkan kembali sinar matanya kearah para pendekar dibarak barat,
mendadak hawa napsu membunuh menyelimuti seluruh wajahnya, tiba-tiba ia mendongakan
kepalanya dan tertawa seram, serunya seperti orang kalap, “Hoa Thian-hong! Hoa Thian beng
Loh” akan ku papas kutung sayap- sayapmu, akan kulihat sekalipun kau berilmu tinggi, dengan
cara apa akan kau kuasahi dunia persilatan?
Haaahhh.. .haahhhh……..haaahhh…hari ini kalian kawanan manusia yang munafik, yang berlagak
sok suci dan gagah akan kutumpas habis dari muka bumi……!”
Tiba-tiba ia menghentikan gelak tertawanya dan pulih kembali dalam ketenangan semula, sambil
mengulapkan tangannya dia berkata, “Harap kalian semua mengikuti pun sinkun!”
Selesai berkata ia berjalan turun lebih dulu dari mimbar diikuti Cho Thian hua, Leng lam it khi
sekalian jago.
Seng To cu yang menyaksikan hal itu dari kejahuan segera beranjak, seraya berkata, “Semua
murid Sang sut pay dengarkan baik-baik, separuh tinggal disini, separuh yang lain ikut diriku”
“Dengan memimpin Hu yan Kiong, Hong Liong, sekalian enam tujuh puluh orang mereka berjalan
menuju ke tengah arena.
Bwe Su-yok yang menyaksikan hal tersebut segera mengangkat pula toya kepala setannya ke
udara, Hong Im, Lee Kiu-it sekalian yang berada dalam barak segera munculkan diri ke tengah
arena, merekapun meninggalkan separuh bagian anggotanya ditempat semula.
Situasi berubah dengan cepatnya, para pendekar kaum lurus yang menyaksikan kejadian itu
menjadi amat terperanjat.
Lan hoa siancu segera menyumpah, “Cucu iblis, tampaknya mereka lebih cerdik daripada
siapapun!”
Dengan suara keras Bong Pay berseru, “Urusan telah berkembang menjadi begini, mari kita
beradu jiwa dengan mereka!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
305
Tubuhnya berdiri kaku ditempat semula, hawa murni segera dihimpun kedalam telapak tangan
dan melancarkan serangkaian serangan berantai.
Dalam waktu singkat, angin puyuh menderu-deru, desingan angin tajam yang disertai sambaran
guntur lamat-lamat terdengar jelas, sungguh hebat serangan tersebut.
Benq Wi cian kontan terdesak hebat oleh serangan dahsyat dari Pek lek ciang tersebut, tubuhnya
mundur beberapa langkah dengan sempoyongan, darah panas bergolak dalam dadanya ia
merasa isi perutnya sudah terluka parah.
Tiba-tiba terdengar Cu Im taysu membentak keras, senjata sekop peraknya memancarkan sinar
tajam yang menyilaukan mata, dalam waktu singkat Im sam toa koay Mo Ciong lam terbungkus
dibalik kabut cahaya perak yang tebal dan berlapis-lapis itu.
Agaknya beberapa orang itu sudah bertekad untuk menyelesaikan pertarungan secepat mungkin,
karena itu serangan-serangan yang dilontarkan semakin dahsyat dan menggila.
Separuh bagian jago-jago dari Kiu-im-kau dan Mo kau sudah terjun kearena sedangkan anak
murid Hian-beng-kau dari tingkatan baju biru keatas sebagian besar sudah terjun ke gelanggang
pertempuran, jumlah mereka mencapai tiga ratus orang lebih.
Serangan gabungan ini ibaratnya air bah yang menggulung datang, sedemikian dahsyatnya
sehingga membuat para jago yang bernyali kecil sudah merasa keder dulu sebelum pertarungan
berlangsung.
Dari pihak pendekar kaum lurus, dari Tian tay pay, Tiam cong pay serta bekas anak buah Sin-kipang
bersama-sama sudah terjun ke dalam arena pertarungan.
Sebaliknya Goan cing taysu cuma duduk memejamkan mata seakan-akan tidak melihat akan
terjadinya pertarungan tersebut, Coa hu jin menjadi tercengang setelah menyaksikan kejadian
itu, dia ingin menegur tapi niat tersebut segera diurungkan, akhirnya tanpa mengucapkan
sepatah katapun ia terjun pula dalam arena pertarungan.
Pek Soh gi tidak suka segala macam pertarungan, maka ia hanya bertugas menolong yang
terluka dan mengobati mereka dalam barak.
Pihak Thian tay pay meninggalkan pula tiga orang muridnya yang terlemah dalam barak, sedang
yang lain hampir sudah terjun semua ke arena pertarungan
Coa Cong gi sekalian kaum muda yang paling bersemangat, mereka saling berebut terjun ke
arena dan menyikat musuh yang dijumpainya.
Cahaya golok, hawa pedang serasa menyelimuti angkasa, teriakan dan bentakan keras
menggelegar memecahkan kesunyian, suara bentrokan senjata, jeritan ngeri memekikkan
telinga, sungguh mengerikan suasana pertempuran waktu itu……
Dalam waktu singkat darah telah berceceran membasahi lantai, tumpukan mayat
bergelimpangan di sana sini menambah seramnya suasana disekitar tempat itu.
Tiang heng tokoh selalu berusaha untuk menghindari murid Kiu-im-kau, ia bergerak mendekati
orang-orang Hian-beng-kau, tapi saat itulah terdengar Khong Im membentak gusar, “Ku Ing ing,
berhenti kau!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
306
Segulung angin pukulan yang berat bagaikan bukit, langsung menindih keatas kepalanya.
Dengan cepat ia mengegos ke samping, tapi Khong Im menerjang lebih jauh, karena apa boleh
buat terpaksa Tiang heng Tokoh mengebaskan senjata hudtimnya dan terlibat dalam
pertarungan sengit melawan Khong Im.
Su kong tongcu Ke Thian tok dari Kiu-im-kau yang menyaksikan kejadian itu dengan cepat
berpikir, “Bagaimanapun juga, hari ini Ku Ing ing tak boleh dibiarkan pergi dengan selamat!”
Berpikir demikian dia lantas menerjang ke muka sambil melancarkan sebuah pukulan.
Pui Che-giok yang selama ini mengikuti dibelakang Ku Ing ing, segera mengerutkan dahinya
setelah melihat kejadian itu, “Criiing!” pedang mustikanya diloloskan dari sarung, kemudian
dengan jurus Pat boa hong yu (hujan angin di delapan penjuru) dia sergap diri Kek Thian tok.
Baru saja Kek Thian tok melepaskan serangan-nya, tiba-tiba ia merasakan matanya menjadi silau
kemudian bayangan pedang memenuhi angkasa, dalam kagetnya cepat-cepat ia menjejakkan
kakinya ke tanah dan melompat ke samping.
Pui Che-giok membentak keras, pedangnya kembali diayunkan ke depan melakukan pengejaran.
Kek Thian tok menjadi naik darah, bentaknya, “Perempuan sialan, kau anggap pun tong cu jeri
kepadamu?”
Sambil memutar telapak tangannya ia menerjang ke depan, dua orang itu segera terlibat dalam
suatu pertarungan yang amat seru.
Selama ini yang menjadi titik perhatian pihak Kiu-im-kau tak lain adalah Tiang heng Tokoh, maka
begitu terjun ke arena, Le Kiu-it, Seng Yu san dan Huan Tong sekalian segera mengurung
perempuan itu rapat-rapat.
Ho Ke sian dan Si Jin kiu yang menjumpai keadaan itu, dengan cepat memimpin para bekas
anggota Sin-ki-pang untuk menyerbu kearah situ.
Tiba-tiba terdengar Bong Pay membentak keras, jurus serangannya berubah, deruan angin
geledek mendadak terhenti, kemudian tubuhnya maju ke depan, sepasang telapak tangannya
diayunkan kemuka dengan kecepatan bagaikan sambaran petir.
Beng Wi cian menggetarkan sepasang bahunya karena tak kuat menahan tekanan lawan, sambil
menjejakkan kakinya ke tanah, cepat-cepat dia melompat kesamping untuk menghindarkan diri.
Tujuan Bong pay dengan serangannya itu justru menginginkan musuhnya mundur, maka begitu
lawan bergerak kebelakang, dia lantas membentak nyaring, “Kena!”
Sepasang telapak tangannya dibalik, seperti seekor ular lincah, tiba-tiba menerjang ke depan.
Keempat buah serangan berantai yang di lancarkan ini tak lain adalah jurus serangan yang
tercantum dalam kitab Ci yu jit ciat (tujuh kupasan dari Ci yu) bagian bawah, nama aslinya
adalah Liok cu hun dan terdiri dari empat jurus.
Kitab tersebut sudah lama hilang dari peredaran dunia persilatan, tapi dalam penggalian harta
diistana Kiu ci kiong, kitab tersebut berhasil ditemukan kembali, bukan saja kekuatannya luar
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
307
biasa, perubahan jurus nya sakti dan diluar dugaan, jauh lebih he bat dari pada tiga jurus
“Menyerang sampai mati”
Sejak mendapatkan ilmu sakti ini, baru pertama kali ini Bong Pay mempergunakannya untuk
menghadapi lawan, bisa dibayangkan betapa dahsyatnya ancaman tersebut.
Ketika bertarung melawan Hoa In-liong di kota Si ciu beberapa bulan berselang, Beng Wi cian
kehilangan jarinya justru dalam ketujuh jurus serangan ini, luka itu belum lama sembuh dan
kesannya masih mendalam sekali, walaupun ia tahu kalau serangan itu lihay, namun ia toh tak
sanggup untuk menahannya juga.
Dalam kejut dan gusarnya, tanpa memperdulikan ancaman musuh lagi, dia membentak gusar,
telapak tangan kanannya langsung dibacokkan ke perut Bong Pay dengan tujuan saling beradu
jiwa.
Bong Pay sudah memperhitungkan segala sesuatunya dengan tepat, tentu saja ia tak sudi
membiarkan musuhnya meraih keuntungan, sambil mendengus, tiba-tiba tubuhnya berputar ke
belakang Beng Wi cian, sebuah pukulan segera dilancarkan,
Phoh Siu dari Po cu tam jian (tiga manusia cacad dari po cu) yang melihat gelagat tak baik,
segera tertawa seram. Tubuhnya menerjang maju ke belakang Bong Pay, lalu di sambarnya
pinggang musuh dengan sebuah cengkeraman maut.
Dengan gerakan tubuhnya yang enteng seperti bayangan setan, ditambah lagi serangannya
sedikitpun tidak membawa suara desingan, ancaman dari manusia semacam ini justru
merupakan suatu ancaman yang sangat berbahaya, apa lagi dalam pertarungan massal seperti
ini.
Tapi pendidikan keras yang diterima Bon Pay selama banyak tahun bukan saja membuat ilmu
silatnya sangat lihay, perubahan sikapnya pun cukup hebat, betul ia tidak mendengar suara apaapa,
tapi dengan ke cerdasan otaknya ia bisa menduga bahwa ada seseorang sedang mendekati
tubuhnya, maka tanpa berpikir lagi dia mengegos ke samping sambil melanjutkan serangannya.
Beng Wi cian bukan seorang jago sembangan, ketika Bong Pay menggeserkan tubuh sambil
melepaskan serangan tadi, ternyata ia telah memanfaatkan peluang yang amat sedikit itu untuk
menyusup mundur dari tempat semula…
Selisih waktu yang tersedia memang relatif kecil, betul ia bisa lolos dari serangan yang telak,
namun punggungnya tak urung kena disapu juga oleh pinggiran angin pukulan yang tajam.
Dengan tenaga dalam Bong Pay yang begitu sempurna, tak ampun lagi tubuhnya terlempar
sejauh beberapa kaki dari tempat semula, kemudian……
“Uaak!” ia muntah darah segar.
Detik berikutnya, Bong Pay telah memutar badannya dan terlibat dalam suatu pertarungan sengit
melawan Pho Siu.
Tiba-tiba terdengar Im sam toa koay menjerit ngeri, pinggangnya tersambar telak oleh bacokan
senjata sekop Co Im taysu sehingga mengakibatkan kematian yang mengerikan baginya.
Len lam it khi yang menyaksikan peristiwa itu menjadi amat gusar, sambil berpekik nyaring ia
menerjang ke depan dan secara beruntun melepaskan delapan buah serangan berantai.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
308
Serangan yang tiba secara beruntun dengan kekuatan bagaikan gelombang samudra ini segera
mendesak Co Im taysu yang ketinggalan selangkah menjadi keteter hebat.
Para jago bekas anggota Sin-ki-pang, rata-rata adalah jago kawakan yang berpengalaman luas
dan terbiasa melakukan pertarungan sengit, meskipun sudah berpisah banyak tahun ternyata
kerja sama mereka dimasa silam masih tetap dipertahankan.
Kekuatan gabungan dari sekawanan jago kelas satu ini betul-betul mengerikan hati, begitu
pertarungan berlangsung, anak murid tiga perkumpulan segera dibasminya habis-habisan, jerit
kesakitan berkumandang silih berganti, dalam waktu singkat banyak diantaranya yang tewas dan
terluka parah.
Sebenarnya Cho Thian hua enggan turun tangan, tapi setelah menyaksikan kejadian itu dengan
kening berkerut ia berseru, “Bocah-bocah dari Sin-ki-pang, bersiap-siaplah, lohu akan turun
tangan terhadap kalian.
Seakan-akan tidak terjadi sesuatu apapun pelan-pelan ia berjalan menghampiri kawanan jago
dari Sin-ki-pang tersebut.
Para jago dari Sin-ki-pang cukup mengetahui akan kelihayannya, melihat itu mereka jadi amat
terkejut, sementara Cho Thian hua masih berada beberapa kaki jauhnya, semua orang telah
mengayunkan telapak tangannya bersama………
Segulung tenaga pukulan gabungan yang tak terlukiskan dahsyatnya, dengan cepat menghantam
ke depan……..
Cho Thian hua betul-betul memiliki kepandaian yang mengerikan, sebelum semua orang sempat
menyaksikan gerakan apa yang dia la kukan, tahu-tahu jago tua itu sudah menghindari serangan
dahsyat itu dan tiba didepan dua orang jago, kemudian sepasang tangannya direntangkan,
secepat kilat serangan dahsyat dilancarkan.
Buru-buru dua orang jago itu mengangkat tangannya untuk menangkis, tapi jurus serangan
belum sampai dilancarkan…….
“Kraaak” jalan darah Thian leng kay di ubun-ubun mereka sudah terhajar telak.
Tak ampun lagi tubuh mereka roboh terjengkang ke tanah dan tewas seketika itu juga.
Para jago dari kaum lurus menjadi terperanjat oleh peristiwa itu. Coa Cong gi yang berangasan
dan membenci kejahatan segera membentak dengan penuh kegusaran.
“Setan tua, rasakan pukulanku ini!”
Sepasang telapak tangannya bersama-sama dilontarkan ke depan.
Cho Thian hua naik pitam, ia mengentak pula, “Bocah muda, kau pingin mampus!”
Untuk menghadapi anak muda seperti ini, hakekatnya ia tak sudi turun tangan sendiri, tubuhnya
segera berdiri tegak tak berkutik ditempat semula.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
309
Bagi Coa Cong gi, jangankan berhasil membunuh Cho Thian hua dengan serangannya, kalau tak
sampai dibikin mampus oleh tenaga pantulan yang memancar keluar dari tubuh lawanpun sudah
boleh dikatakan mujur sekali.
Coa Wi-wi menjadi amat terperanjat, teriaknya kaget, “Koko…….!”
Mendengar panggilan itu, Cho Thian hua cepat berpikir, “Ooob……..rupanya bocah ini adalah
kakaknya dayang tersebut, kalau sampai kubunuh dirinya, sudah pasti dayang cilik itu akan
beradu jiwa denganku……!”
Niatnya untuk mengangkat Coa Wi-wi sebagai anak angkatnya masih belum hilang, maka berpikir
sampai disitu, mendadak ia cengkeram per gelangan tanggan Coa cong gi kemudian
melemparkan tubuhnya ke belakang.
Sekalipun ia tidak berniat mencabut nyawa Coa Cong gi, namun jago tua ini berhasil memberi
pelajaran kepada pemuda itu, karenanya bantingan itu dilakukan cukup keras,
Coa Cong gi terlempar sejauh tujuh delapan kaki dari tempat semula, saking kerasnya bantingan
itu sampai beberapa waktu ke mudian ia baru bisa bangkit secara paksa.
Sekujur tubuhnya segera terasa sakit melilit, tulang belulangnya seperti terlepas semua tapi
dasar bandel dan keras kepala, ketika di liatnya Leng Wi cian ada disampingnya ia lantas
menubruk ke depan sambil mengayunkan tinjunya, sedangkan sebuah tendangan menghajar
pusat lawan.
Beng Wi cian merasa amat gusar, katanya, “Walaupun lohu sudah terluka, untuk membereskan
bajingan cilik seperti kau masih cukup punya tenaga!”
Ia mengegos kesamping menghindarkan diri dari tendangan tersebut kemudian kepalanya diayun
ke depan menghantam dada lawan.
Sementara itu Coa hujin sedang bertarung melawan dua orang sutenya Bu liang sinkun, ketika
melihat Coa Cong gi tercekam dalam mara bahaya, ia menjadi kuatir sekali sehingga pikirannya
bercabang.
Dua orang sutenya Bu liang sinlun itu bernama Bu Beng san dan Khi Tiong kui, ilmu silatnya
dimasa lalu hanya selisih setingkat ketimbang Bu liang Sinkun sendiri, kerja sama kedua orang ini
cukup tangguh dan berbahaya sekali.
Betul Coa hujin berilmu sangat tinggi namun dia agak kewalahan juga menghadapi ancaman
yang berat tersebut, apalagi setelah pikirannya bercabang, dari posisi diatas angin dengan cepat
ia terdesak berada dibawah angin.
Setelah membanting Coa Cong gi, Cho Thian hua memutar kembali biji matanya memandang
kesana-kemari, lalu dia bersiap sedia kembali untuk melancarkan serangan.
Goan cing taysu yang duduk bersila dalam barak, sepintas lalu ia tampak seperti lagi semedi,
padahal semua kejadian dalam arena dapat diikuti olehnya dengan jelas.
Pendeta ini sadar bahwa ia tak bisa berpeluk tangan belaka, maka setelah menghela napas
panjang, dia mengebaskan ujung bajunya dan menghadang jalan pergi Cho Thian hua.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
310
Melihat kemunculan pendeta itu, Cho Thian hua melepaskan sebuah totokan sambil tertawa
terbahak-bahak.
“Haashh…..haaahhh……haaahhh……lohu memang berniat untuk memaksa kau turun tangan!”
Kelihayan ilmu silat yang dimiliki dua orang ini boleh dibilang jarang sekali bisa dijumpai didunia
ini, begitu pertarungan ber kobar, daerah seluas lima kaki disekitar tempat itu segera diliputi oleh
hawa tajam yang serasa menyayat badan, bagi orang yang berilmu agak cetek, untuk berdiri saja
merasa sulit, tentu saja tiada seorangpun yang berani turut serta dalam pertarungan ini.
Dalam pada itu, Ko Thay telah bertarung melawan Yan Long, sedangkan ling Ji sau dengan
sepasang gelang Jit gwat siang huan nya bertarung melawan Pi ci liang, Tam Si bin yang barusan
terluka, sambil menahan rasa sakit, bertarung melawan Huyan Kiong, sisanya terlibat dalam
suatu pertarungan massal.
Kok See-piau, Go Tang cuan, Bwe Su-yok, Un Yong ciu dan Seng To cu dari pihak Seng-sut-pay
hanya menyaksikan jalannya pertarungan dari samping, mereka tidak melibatkan diri dalam
pertarungan, sebaliknya dari pihak kaum lurus hampir seluruhnya sudah terjun ke arena.
Dari barak sebelah tengah, manusia mulai menjadi gaduh, suara bisik-bisik mulai terdengar dari
sana sini…….
Mendadak muncul beberapa puluh orang dari barak tersebut dan segera terjun pula ke dalam
arena pertarungan membantu kaum lurus, cuma sayangnya ilmu silat mereka yang terhitung
kelas satu tidak banyak jumlahnya, walau begitu situasi pertempuran menjadi lebih sengit dan
ramai.
Tiba-tiba Go Tang cuan berbisik kepada Kok See-piau, Sinkun, menggunakan situasi sedang kalut
tadi diam-diam Kiong Hau dan Gui Gi hong telah kabur dari situ, murid kita yang ditugaskan
mengawasi mereka kehilangan jejaknya, sekarang mereka sedang menunggu dijatuhinya
hukuman”
“Aaaah…..! Benarkah telah terjadi peristiwa ini?” seru Kok See-piau dengan wajah agak berubah.
“Padahal semua lembah sudah berada dibawah pengawasan kita” ucap Go Tang cuan lagi,
“sekalipun orang she Kiong dan si buta she Goi be rubah menjad semutpun sukar untuk
menghilangkan jejaknya, kejadian ini cukup membuat hamba sendiripun merasa keheranan”
Setelah berhenti sejenak, ia melanjutkan, “Selain itu, sebagian besar manusia yang berkumpul
dalam barak tengah lebih condong ke pihak keluarga Hoa, pada akhirnya mereka juga akan
membantu pihak mereka, bagaimana kalau sekalian kita basmi saja dari muka bumi?”
“Jangan!” cegah Kok See-piau, “kelompok manusia-manusia tersebut bukan merupakan suatu
ancaman ynag serius, kalau dibunuh malahan justru akan mengundang ketidak puasan semua
orang, apa lagi menaklukan mereka juga bukan urusan yang sulit, lebih baik dibiarkan saja.
Tentang soal lenyapnya Kiong dan Gai berdua perintahkan para petugas untuk mencari sampai
ketemu, suruh mereka membuat pahala untuk menebus dosa ini”
Kecerdasan orang ini memang luar biasa sekali, dia tahu kepergian Kiong Hau dan Gui Gi hong
secara tiba-tiba ini pasti mengandung rencana busuk, hanya untuk sementara waktu ia tak bisa
menduga rencana busuk apakah yang sedang mereka
lakukan.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
311
Maka setelah termenung sejenak pikirnya, “Sekalipun mereka berdua punya komplotan juga tak
mungkin bisa menangkan kekuatan, ku rasa nya tak mungkin mereka bisa melakukan banyak
kerugian bagi pihakku. Justru pihak keluarga Hoa merupakan ancaman serius, kekuatankekuatan
yang berpihak kepadanya ini musti dibasmi secepatnya sampai habis”
Setelah mengambil Keputusan, ia pun berseru dengan suara nyaring.
“Go hu kaucu pimpin murid kita baju ungu ke atas untuk terjun kearena..!”
“Terima perintah!” jawab Go Tang cuan sambi1 memberi hormat.
Dia lantas ulapkan tangannya memberi tanda, dengan memimpin enam tujuh puluh orang
anggota baju ungu serta belasan orang kakek berbaju hitam, serentak mereka terjun kearena
dan melibatkan diri dalam pertarungan.
Sejak semula para jago dari golongan lurus sudah Kepayahan menghadapi serbuan lawan,
apalagi setelah menghadapi serangan massal kali ini, keadaan mereka bertambah runyam.
Bagi para jago yang berilmu tinggi, keadaan tersebut masih tidak terasa gawat tapi mereka yang
terlibat langsung dalam pertarungan massal, segera keteter berat dan mundur berulang kali.
Menghadapi pertarungan kalut yang ramai dan kacau ini, Biau-nia Sam-sian tak dapat
mempergunakan ilmu beracunnya, lama kelamaan hal mana menimbulkan rasa gusar dalam hati
mereka.
Tiba-tiba Lan hoa siancu membentak nyaring, “Kawan kawan sealiran harap mundur kebelakang,
kalau tidak jangan salahkan jika aku akan pergunakan racun keji kami”
Para pendekar cukup mengerti akan tabiatnya yang tak tahu aturan, apa yang dikatakan bisa
dilaksanakan secara sungguh-sungguh, maka begitu mendengar perintah tersebut, serentak para
jago yang berada disekelilingnya pada bergeser dan menjauhi tempat itu.
Akan tetapi, para jago dari tiga perkumpulan besarpun bukan orang bodoh, mereka cukup kenal
akan kelihayan racun mereka, kewaspadaannya segera dipertingkat, serentak merekapun
menempel rapat-rapat disekitar para pendekar dan ikut bergerak menjauhi tempat itu, suasana
menjadi kacau balau tak karuan.
Menyaksikan kejadian itu Lan hoa siancu mengernyitkan alis matanya, bagaimanapun juga ia
harus bertindak pula dengan hati-hati, maka ketika dilihatnya ada dua orang anggota Hian-bengkau
secara kebetulan berada disampingnya, dengan cepat ia menyentilkan ujung jarinya sembari
membentak, “Roboh kamu!”
Kedua orang anggota Hian-beng-kau tersebut sedang enak-enaknya bertempur ketika mendadak
kepalanya menjadi pusing, gerakan tubuh mereka jadi lamban dan kontan saja pinggangnya
terpapas kutung menjadi dua bagian, sedang yang lain lambungnya tertusuk telak hingga
ususnya berserakan kemana-mana, keadaannya sungguh mengerikan sekali.
setiap orang yang belajar silat, mereka lebih suka mampus diujung senjata lawan daripada mati
akibat keracunan, sebab keja dian seperti ini dianggapnya sebagai suatu kematian yang
penasaran.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
312
Para jago Hian-beng-kau, Kui im kau mau pun Mo kau yang melihat kejadian itu menjadi keder
dan pecah nyali, mereka segera berusaha untuk menjauhi Biau nia sam siun daripada mendekati
tiga perempuan yang cantik tapi amat beracun itu.
Diantara sekian banyak jago yang terlibat dalam pertempuran, para jago dari Hian-beng-kau
paling banyak jumlahnya, Biau-nia Sam-sian pun lebih gampang mengincar seragam mereka,
sebab itu jumlah korban yang tewas pun paling banyak.
Bila kawanan jago lainnya bertarung mati-matian dengan penuh resiko kematian maka hanya
tiga orang perempuan dari suku Biau saja yang bisa bergerak kesana kemari dengan leluasa
bahkan selalu duduk diatas angin.
Ketika Go Tang cuan terjun ke arena pertarungan, dari pihak kaum lurus sudah kehabisan jago
lihay yang dapat menandingi ke pandaiannya lagi, dalam waktu singkat ia telah membunuh dua
orang jago dari Tiam cong pay, untung saja seorang sute dari Tam Si bin segera maju
membendung gerak majunya itupun dengan posisi yang amat berbahaya.
Kok See-piau memperhatikan sekejap situasi diarena pertarungan, kemudian sambil berpaling
kearah Seng To cu serta Bwe Su-yok, teriaknya keras-keras, “Jika kalian berdua tidak turun
tangan lagi, hendak menunggu sampai kapan?”
Seng To cu termenung dan herpikir sejenak, ke mudian berjalan ketengah arena.
Tapi sebelum ia sempat melancarkan serangan, mendadak dari balik hutan sana muncul seorang
laki-laki berbaju hitam yang kurus Kecil, sambil menyerbu tiba, bentak orang itu, “Ciu Thian hau
dari Hong san telah tiba, manusia she Seng! Berhenti kau!”
Sebetulnya Seng To cu merasa enggan untuk bertarung melawan kawanan jago kelas rendah
maka kemunculan Ciu Thian hau justru amat berkenan dihatinya, sambil tertawa dingin ia
berseru, “Kebetulan sekali kedatanganmu!” Secepat kilat ia menyongsongg datangnya Ciu Thian
hau, ujung bajunya dikebaskan kemuka, segulung angin pukulan berhawa dingin yang merasuk
tulang segera menyergap tiba tanpa menimbulkan sedikit suarapun.
Tampak Ciu Thian hau memutar goloknya, membentuk satu lingkaran, kemudian sambil
membentak keras, goloknya dibacokkan ketengah udara.
“Sreet!” bagaikan terjadi retak-retak, angin pukulan dilancarkan Seng To cu itu segera membuyar
dan lenyap tak berbekas, sedangkan golok tajam tadi melanjutkan sergapannya ke tubuh lawan.
Ilmu golok pembuyar angin pukulan yang dipergunakan ini betul- betul indah dan sempurna,
tanpa terasa Seng To cu berseru memuji, “Suatu jurus serangan yang bagus!”
Ketika dilihatnya serangan itu amat dahsyat, tubuhnya segera mengegos ke samping
menghindarkan diri, lalu sebuah pukulan balasan segera dilancarkan.
Ciu Thian hau mendengus dingin, golok Han si to dalam genggamannya segera di kembangkan,
kemudian langsung menyergap tempat kematian dipinggang dan iga Seng To cu.
Menghadapi ancaman tersebut, Seng To cu tertawa rendah, tiba-tiba tangan kanannya menusuk
dan menjulur ke depan, dengan paksa ia berusaha merampas golok Han si to tersebut”
Ciu Thian hau segera berpikir didalam hati.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
313
Golok Han si to milikku ini tajamnya luar biasa, rambutpun bisa terhembus putus, dengan dasar
kemampuan apa Seng To cu si setan tua ini hendak merampas senjata dengan tangan kosong?”
Berpikir demikian, mendadak goloknya diayunkan ke bawah lebih jauh.
Seng To cu tertawa panjang dengan dinginnya, tangan kirinya diayun menotok jalan darah
disikut lawan, sementara tangan kanannya meluncur ke bawah dan tiba-tiba menghantam pusar
Ciu Thian hau.
Terkesiap Ciu Thian hau menghadapi ancaman tersebut, secara beruntun golok han si to nya
diputar dengan jurus Kiu yu coan lay (sembilan irama pewaris sukma) dan Tok thian im
(bayangan segenap langit), cahaya hitam segera menyelimuti seluruh angkasa, desingan angin
tajam menderu deru.
Meskipun ilmu silat yang dimiliki Ciu Thian hau terhitung paling top diantara kaum pendekar,
akan tetapi Seng To cu justru adalah kakak seperguruannya Tang Kwik-siu, bicara soal ilmu
maka dia hanya berada setingkat dibawah Cho Thian hua, sebab itulah meski ia sudah
menyerang berulang kali, toh tetap tak berhasil untuk merebut posisi diatas angin …….
Selama ini Bwe Su-yok berdiri dengan hati bimbang, sebaliknya Un Yong ciau yang melihat
Haputule dengan pedang emasnya berhasil memaksa Sik Ban-cian keteter hebat, dengan hati
terkejut segera membentak keras, tubuhnya menerjang maju ke muka, sebuah pukulan dahsyat
segera dilancarkan kearah lawan.
Haputule segera memutar pedangnya dengan cekatan, lalu makinya keras-keras, “Anjing biadab,
cucu kura kura, sungguh tak tahu malu!”
Bagaimanapun juga, Un Yong Ciau adalah seorang jago kawakan yang sudah tersohor semenjak
puluhan tahun berselang, diam-diam merasa malu juga karena musti mengerubuti seorang dari
anggota muda, karena sangsi gerakan tubuhnya menjadi lamban, tahu-tahu cahaya emas
berkelebat lewat, pedang emas Haputule sudah menyerbu tiba dengan kecepatan luar biasa.
Meskipun ia putar badan dengan gugup tak untung jubahnya kena tersambar juga sehingga
robek beberapa depa, untung ia masih sempat menghindar, coba kalau sedetik terlambat,
niscaya pedang musuh sudah menembus ulu hatinya.
Sebagaimana diketahui, pedang emas milik Haputule adalah sebilah pedang mestika yang luar
biasa sekali, gerak-geriknya sama sekali tidak menimbulkan sedikit suarapun, kalau orang kurang
waspada niscaya akan terkecoh oleh senjata itu.
Peluh dingin telah membasahi sekujur badan Un Yong ciau, dengan penuh kegusaran dia lantas
berpekik nyaring, kemudian sekali lagi menubruk ke depan.
Tenaga dalam mereka berdua sebetulnya jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan kekuatan
Haputule, dalam suatu kerja sama yang ketat, pada hakekatnya tiada harapan buat Haputule
untuk meraih kemenangan.
Tapi pada dasarnya ia memang pemberani dan tak takut mati, keadaan tersebut justru semakin
memancing kepongahannya, pedang emas segera diputar sedemikian rupa, jurus serangan yang
digunakan rata-rata adalah jurus serangan beradu jiwa, ini semua membuat posisi mereka untuk
sementara tetap dalam keadaan seimbang.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
314
Un Yong ciau dan Sik Ban-cian yang harus menerima kenyataan tersebut, dari malunya mereka
jadi marah, setelah bertukar pandangan sekejap, Sik Ban-cian dengan mengandalkan senjata
penotok jalan darahnya segera menyerbu ke depan, sedangkan Un Yong ciau telah meloloskan
pula ikat pinggangnya melancarkan serangan.
Ikut pinggang itu betul hanya ikat pinggang biasa, tapi dalam genggamannya benda itu justru
berubah melebihi senjata mestika macam apapun ditambah lagi ilmu silatnya berasal dari aliran
Hu wa im, ini semua membuat gerakan ikat pinggang nya menjadi dahsyat dan lebih berbahaya
daripada seekor ular berbisa.
Dalam sistem penyerangan semacam ini tanpaknya tak sampai seratus gebrakan lagi, Haputule
akan tewas dibawah kerubutan mereka berdua.
Pek Soh gi yang menjumpai keadaan tersebut menjadi gelisah sekali, kepada murid Tiam cong
pay yang tinggal dalam barak katanya.
“Harap kalian berdua sudi menjaga diri Cu supek!”
Dua orang anggota Tim cong pay itu rata-rata berusia dua puluh tahunan, tiba-tiba salah
seorang diantaranya berseru, “Hujin!”
Pek Soh gi tertegun, sambil berpaling tanyanya, “Ada urusan apa?”
“Boanpwe…….boanpwe ingin turut serta dalam pertarungan itu!” sahut sang pemuda tergagap.
Pek Soh gi segera tersenyum, ujarnya.
“Aku tahu bahwa kalian tak betah untuk duduk sambil menonton terus, cuma perintah guru
kalian tak boleh dibantah, apalagi meskipun turut dalam pertarungan juga tak akan bermanfaat
banyak, keselamatan Cu locianpwe lebih penting dari segala-galanya, kalian harus tahu bahwa
tanggung jawab kalian berdua pun tidak enteng”
Sambil berkata dia lantas berkelebat keluar dari barak dan langsung menghampiri Haputule yang
sedang bertarung sengit melawan Un Yong ciau serta Sik Ban-cian itu.
Pergelangan tangan segera digetarkan, serentetan cahaya emas dengan cepat menyergapi
punggung Un Yang ciau.
Dalam pertarungan yang sedang berlangsung, tiba-tiba Un Yong ciau merasakan datannya
desingan angin tajam dari belakang, tanpa berpikir panjang lagi ikat pinggangnya segera
diayunkan ke belakang untuk merontokkan jarum emas tersebut.
Siapa tahu, ilmu yang digunakan Pek Soh gi adalab ilmu Hong hong ceng ciu jiu hoat (burung
hong berebut sarang), ketika jarum pertama kena terpukul rontok, jarum kedua menyusul tiba,
jarum kedua terpukul rontok, jarum berikutnya menyusul tiba, demikian kejadian itu berlangsung
berulang-ulang sehingga dalam waktu singkat seluruh angkasa dipenuhi oleh kilatan cahaya
emas yang menyilaukan mata.
“Kepandaiannya dalam permainan jarum emas memang luar biasa sekali, semenjak ia
merobohkan delapan belas orang penyamun dari wilayah Lu tang dengan delapan belas batang
jarum emas pada sepuluh tahun berselang, namanya semakin dikenal semua orang, setiap jago
tahu kalau Cu sim siancu lihay dalam jarum emas, baik dalam ilmu menolong manusia, maupun
dalam menaklukan lawan.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
315
Ketika Un Yong ciau mendengar suara desingan itu sangat aneh, ia tak berani menyambut
dengan sambaran tangan, walaupun sapuan ikat pinggangnya berhasil juga merontokan jarumjarum
itu, tapi dengan demikian ia jadi tak punya kesempatan lagi untuk menyerang Ha putule.
Menghadapi kenyataan ini, Heputule merasa semangatnya berkobar kembali, pedang emasnya
digetarkan mcnciptakan beribu-ribu titik cahaya bintang, secara beruntun dengan tiga jurus
serangan, ia paksa mundur Sik Ban-cian sejauh dua langkah kemudian sambil memutar
badannya ia melepaskan kembali sebuah tusukan.
Un Yong ciau segera menghentakkan ikat pinggangnya, dengan jurus Wu liong pa wi (naga
hitam menggetarkan nadi) ia putar pergelangan tangan musuh.
Mendadak desingan angin tajam menyambar lagi dari belakang, sebatang jarum emas lagi-lagi
mengancam jalan darah pentingnya. Dengan gugup ia miringkan kepalanya ke samping untuk
berkelit, tapi lantaran kurang berhati-hati, ikat pinggang ditangannya kena terpapas kutung
sepanjang beberapa depa.
Kenyataan ini sangat menggusarkan hatinya, ia membentak keras, kuningan ikat pinggangnya
ditimpuk ke wajah Haputule, kemudian dengan tangan kosong ia maju menyerang.
Sik Ban-cian memutar pula senjatanya sambil maju menyerang, teriaknya tiba-tiba, “Lotoa, kau
bereskan perempuan itu lebih dulu!”
Diam-diam Un Yong ciau berpikir, “Setelah muncul kembali dalam dunia persilatan, kalau tak
dapat mengharumkan nama Su kiat tak apalah, tapi kalau cuma beberapa orang angkatan muda
pun tak sang gup berbuat apa-apa, jika hal ini sampai tersiar didalam Bu lim, akan ditaruh
kemana wajah kami semua?”
Berpikir sampai disitu, mencorong sinar buas dari balik matanya, ia lantas meninggalkan
Haputule dan langsung menubruk ke arah Pek soh gi.
“Haputule hendak menghalangi kepergiannya tapi tak sempat, buru-buru teriaknya, “Toaci, cepat
mundur!”
Pek Son gi sendiripun cukup menyadari bahwa ilmu silatnya masih jauh kalau dibandingkan Un
Yong ciau, setelah berpikir sebentar tiba-tiba ia menyelinap ke balik kawanan jago lainnya.
Waktu itu seorang jago dari Kiu-im-kau sedang mengejar seorang jago dari Thian tay pay, ketika
dilihatnya Pek Soh gi lari mendekat, pedangnya segera diayunkan menusuk ke punggungnya.
Pek Soh gi miringkan badan menghindarkan diri dari ancaman, kelima jari tangannya segera di
ayunkan menyambar pergelangan tangan musuh.
Seketika itu juga jago dari Kiu-im-kau tersebut merasakan pergelangan tangan kanannya
menjadi kaku, tahu-tahu pedangnya sudah dirampas oleh Pek Soh gi.
Meskipun ilmu silat yang dimiliki Pek Soh gi masih kalah setingkat bila dibandingkan dengan para
jago lihay lainnya, namun ia terhitung pula seorang jago yang tangguh, apalagi ilmu Lan hoa hud
hiat jie-nya sangat lihay, untuk menghadapi anggota Kiu-im-kau tersebut sudah berang tentu
jauh berlebihan.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
316
Setelah berhasil merampas pedangnya, Pek Soh gi tidak melanjutkan serangan untuk melukai
lawan tapi dengan pedang rampasan itu ditimpuknya Un Yong ciau yang sedang menubruk
datang itu, kemudian badannya menyelinap kesamping dan menyusup kembali dibalik kawanan
jago lainnya.
Menggunakan kesempatan dikala jago dari Kiu-im-kau itu masih tertegun, jago dan Thian tay pay
itu segera mengayunkan senjatanya, tak ampun jago dari Kiu-im-kau tersebut segera roboh
binasa dengan kepala terpisah dari badan.
Ketika itu, Hoa Ngo sedang bertarung sengit melawan Toan bok See liang, empat lima ratus
jurus sudah lewat namun menang kalah masih belum ketahuan, maka ketika dilihatnya Un Yong
ciau mengejar Pek Soh gi ia tak kuasa menahan diri lagi, dengan gusar bentaknya, “Hoa Ngo
berada disini setan tua! Kau berani bertindak kurang ajar……….?”
Telapak tangannya diayunkan dan segera membacok tubuh Un Yong ciau
Menghadapi datangnya serangan tersebut, Un Yong ciau tak mengalah, dengan cepat telapak
tangan kanannya dikibaskan pula untuk menyambut datangnya ancaman tersebut dengan keras
lawan keras.
“Blaaam……!” suatu benturan keras terjadi, akibatnya Un Yong ciau mundur selangkah, sedang
kan Hoa Ngo dengan hawa darah bergolak keras secara beruntun mundur sejauh tiga langkah.
“Sungguh lihay setan tua ini!” pikirnya dihati.
Melihat ada kesempatan bagus, tanpa menimbulkan sedikit suara pun, Toan bok See liang
mengayunkan senjata pitnya untuk menotok jalan darah Cing sut biat dan Ci tiong hiat
dipunggung Hoa Ngo.
Sebagaimana diketahui Hoa Ngo adalah seorang manusia yang binal dengan tipu muslihat yang
amat banyak, tentu saja ia tidak membiarkan dirinya tersergap musuh, kakinya bergeser
kesamping, tahu-tahu sudah lepas dari cengkeraman musuh, lain telapak tangannya langsung
disodok ke iga Toan bok See liang.
Tiba tiba terdengar Go Tang cuan membentak
keras dengan sebuah pukulan dahsyat, ia berhasil membinasakan adik seperguruannya Tam Si
bin, kemudian sorot matanya beralih ke sekitar sana, dengan suatu gerakan cepat ia menubruk
ke arah Hoa Ngo.
Saat itu Coa hujin, Swan Bun sian sedang bertarung melawan dua orang sute dari Li Bu liang,
setelah bertempur sekian lama, a khirnya ia berhasil juga merebut kembali posisinya diatas
angin.
Ketika menyaksikan keadaan gawat mengancam Hoa Ngo, ia bergerak cepat melepaskan diri dari
kerubutan kedua orang itu, kemudian telapak tangannya diayun ke depan, melancarkan
serangan dahsyat ke arah Go Tang cuan, sedangkan tangan kirinya dikebaskan menotok jalan
darah kematian seorang anggota Mo kau.
Go Tang cuan tidak menyangka dalam pertarungan seru tersebut, Coa hujin masih sempat
meloloskan diri untuk menyerangnya, dalam keadaan gugup buru-buru dia mengegos ke kiri.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
317
Kedua orang sutenya Li Bu liang tertawa seram karena gusar, sambil mergejar ke depan, pukulan
dahsyat dilancarkan.
Pada saat yang bersamaan, Ci soat cu dari Hian-beng-kau berhasil pula menebas kutung lengan
kiri salah seorang adik seperguruan Tam Si bin yang lain, darah segar segera mengucur keluar
dengan derasnya…..
Meski pun ia telah terluka parah, tapi dalam situasi semacam ini terpaksa ia harus
mempertahankan diri lebih jauh, meski bahayanya tentu saja kian lama kian bertambah besar.
Selama pertarungan sengit ini berkobar, hanya Kok See-piau serta Bwe Su-yok dua orang yang
tidak turut dalam pertempuran itu, mereka hanya mengikuti jalannya pertarungan dari tepi
arena.
Diri sekian banyak pertarungan yang sedang berlangsung, boleh dibilang pertarungan antara Cho
Thian hua melawan Goan cing taysu berlangsung paling seru, daerah sekitar beberapa kaki
disekeliling tempat itu boleh dibilang diliputi deruan angin pukulan yang amat tajam.
Sedemikian cepatnya pertempuran itu berlangsung, yang tampak hanya bayangan manusia yang
berputar-putar, tak seorangpun dapat melihat jelas jurus serangan apakah yang dipergunakan
kedua orang itu, meski demikian agaknya tenaga dalam yang dimiliki kedua belah pihak seperti
tiada batasnya, sejak awal sampai akhir pukulan-pu kulan yang dilontarkan selalu berkekuatan
dahsyat, dilihat dari keadaan tersebut, tampaknya walaupun bertarung sehari semalam menang
kalah sukar diketahui.
Yan Long bersenjata golok bergigi seberat empat puluh kati ditangan kirinya dan ikat pinggang
serat emas ditangan kanannya, sa tu keras satu lembek ternyata bisa dikombinasikan secara
sempurna dan rapat, kehebatannya tentu saja tak usah dibilang lagi .
Ko Thay yang bertarung melawannya hanya mengandalkan satu jurus Ku im sim ciang belaka,
sekalipun keadaannya bahaya tapi menang kalahpun sukar ditentukan.
Bong Pay yang bertarung melawan Phoa Siu berlangsung seimbang. Coa Wi-wi yang melawan
dua bersaudara Lenghou pun berjalan seru, siapapun jangan harap bisa mencari kemenangan
dalam waktu singkat, Cu Im taysu yang melawan Leng lam it khi pun berlangsung seru, hanya
Tiang heng Tokoh yang bertarung melawan Khong Im mulai menunjukkan tanda-tanda kalah.
Diam-diam Kok See-piau memeriksa situasi pertarungan, ketika dilihatnya pihak kaum lurus mulai
terdesak hebat, diapun berpikir.
“Pada akhirnya musuh-musuhku berhasil juga dibasmi dari muka bumi, betul Goan cing hwesio
lihay tapi sekarang tak usah di kuatirkan lagi, seandainya Kiu-im-kau sampai bekerja sama
dengan Mo kau pun, kekuatan mereka tak akan sanggup melawan kekuatan perkumpulanku,
Hehehe….sejak kini dunia akan menjadi milik Hian-beng-kau… Hoa Thian-hong wahai Hoa Thianhong,
akan kulihat apakah keluarga Hoa kalian masih bisa berkutik lagi? Akan kusuruh kau tahu
bahwa jerih payah aku orang she Kok selama dua puluh tahun ini bukan perjuangan yang sia-sia
belaka…..”
Berpikir sampai disitu, tanpa terasa sekulum senyuman bangga yang menyeramkan tersungging
diujung bibirnya.
Baru saja dia akan menurunkan perintah, untuk membasmi kaum pendekar dari muka bumi.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
318
Mendadak dari atas tebing sebelah timur berkumandang suara bentakan yang amat keras.
“Tahan!”
Suara itu keras bagaikan guntur membelah bumi, setiap orang yang mendengar bentakan itu
segera merasakan telinganya menjadi sakit, meski demikian setiap orang dapat mengenalii suara
tersebut sebagai suara Hoa In-liong.
Kok See-piau merasa amat terperanjat mendengar bentakan itu, dengan cepat dia berpaling,
ketika dilihatnya Hoa In-liong berdiri angker diatas puncak tebing, sambil tertawa dingin ia lantas
berseru.
“Hoa Yang, kau sebentar datang sebentar pergi, sebetulnya permainan setan apa yang sedang
kau persiapkan? Jika sudah bosan hi dup kenapa tidak segera turun kemari, biar pun-sinkun
menggantar nyawamu pulang ke nirwana?”
Hoa In-liong tertawa tergelak dengan nada penuh ejekan dan sindiran, ejeknya, “Kok See-piau,
yang sudah bosan hidup adalah kau sendiri tahukah kau apa yang sedang dilakukan olah Jin Hian
serta Kiong Hau sekalian?…..”
Baru selesai ia berkata tiba-tiba dari tebing sebelah barat telah berkumandang suara pekikkan
nyaring.
Paras muka Hoa In-liong segera berubah hebat dengan cemas serunya, “Jin Hian sudah mulai
menyulut obat peledak nya, kenapa kalian masih saja,……”
Belum habis perkataan itu diucapkan mendadak dan arah mulut lembah berkumandang suatu
ledakan dahsyat yang menggetarkan seluruh permukaan bumi, menyusul kemudian dari empat
penjuru bukit itu lamat-lamat berkumandang suara gemuruh yang sangat keras.
Dalam waktu singkat dunia serasa bergoncang keras, batu karang berbamburan jatuh kebawah,
bumi ikut bergetar keras, tanah merekah, bukit bergoyang keras dan batu besar beterbangan
bagai hujan badai, dalam waktu singkat seluruh lembah sudah tersumbat oleh batu karang, pasir
dan debu beterbangan.
Jeritan-jeritan ngeri berkumandang saling susul menyusul dari dalam lembah, sebagian besar
terluka oleh timpaan batu cadas yang terbang dari atas.
Banyak diantara mereka yang berilmu silat lemah jatuh bertumbangan karena cemas, sedangkan
mereka yang bernyali kecil mulai berteriak-teriak seperti orang kalap.
“Habis sudah riwayat kita….! Hayo cepat melarikan diri dari sini….”
Semua peristiwa ini berlangsung dalam sekejap mata, dalam kaget dan gugupnya semua orang
yang berada dalam lembah lari tunggang langgang berusaha menyelamatkan diri, tapi tiada pintu
yang bisa digunakan untuk kabur, hal mana persis seperti pemandangan tibanya hari kiamat…..
Dengan terjadinya peristiwa ini, secara otomatis pertarungan yang sedang berlangsung antara
pihak lurus dan sesaatpun ikut berhenti ditengah jalan, masing-masing pihak segera menyingkir
dari situ dan berusaha menghindarkan diri dari kejatuhan batu cadas.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
319
Dari sekian banyak orang, Kok See-piau boleh dibilang paling terkejut bercampur gusar, sambi
mengebaskan ujung baju kirinya untuk mementalkan sebuah batu cadas, teriaknya keras-keras,
“Jin Hian!”
Dari atas tebing sebelah barat segera berkumandang suara gelak tertawa yang menyeramkan
menyusul kemudian munculnya sekelompok manusia berbaju ringkas.
Dengan kepandaian silat yang dimiliki kawanan jago disekitar situ, dengan cepat mereka dapat
melihat jelas tampang-tampang dari mereka yang muncul diatas tebing itu.
Sebagai pemimpinnya adalah seorang lelaki kurus kering berbaju hitam yang berlengan kanan
kutung sebatas bahu, mukanya suram tapi matanya tajam, dalam sekilas pandangan saja semua
orang segera mengenali orang itu sebagai Jin Hian, bekas ketua Hong im hwe yang bercokol di
utara pada dua puluh tahun berselang.
Kecuali rambutnya lebih panjang dari wajahnya lebih seram, sebagian bentuk tubuhnya tidak
mengalami perubahan.
Disampingnya berdiri seorang kakek yang bertampang jelek, dia adalah salah seorang di antara
empat tonggak penyangga perkumpulan Hong im hwee yang lebih dikenal sebagai Liong bun ji
sat (manusia bengis kedua dari liong bun) Sim Ciu adanya, sementara Kiong Hiu dan Gui Gi hong
sekalian berdiri disamping kiri kanannya.
Selain daripada itu, tampak pula manusia-manusia lain yang panjangnya mencapai puluhan li
memenuhi atas puncak tebing tersebut, ini semua membuat suasana bertambah seram rasanya.
Jin Hian memandang sekejap suasana disekelilingnya, lalu mendongakkan kepalanya dan tertawa
terbahak-bahak.
“Haaahhh…haaahh…..haaahhhh,….Kok See-piau, apa lagi yang bisa kau katakan sekarang?”
“Jin Hian!” hardik Kok See pisu dengan marah. “semenjak kau menggabungkan diri dengan
perkumpulan kami dan mempunyai jabatan Tianglo, pun-sinkun toh bersikap sangat baik
kepadamu, mengapa kau malah berhianat kepada kami semua dengan perbuatan terkutukmu
itu?” Apabila kau bersedia menyesali perbuaatanmu itu, pun sinkun bersedia pula untuk
mengampuni selembar jiwamu”
Sementara itu, guguran batu cadas telah berhenti, meski masih ada dua tiga buah hancuran batu
yang masih berterbangan, namun suasa na mulai pulih kembali dalam ketenangan.
Mereka yang berangasan, kini mulai berkaok-kaok sambil mencaci maki tiada hentinya,
sedangkan kawanan jago lihay dari pelbagai kelompok hanya menyabarkan diri sambil
menantikan perubahan selanjutnya.
Terdengar Jin Hian tertawa tergelak kembali dengan seramnya. Suara tertawanya dingin dan
memilukan hati, begitu keras suaranya tergelak sehingga dalam waktu singkat seluruh angkasa
seolah-olah sudah digetarkan oleh gelak tertawanya itu.
“Kok See-piau!” terdengar Hoa In-liong berteriak secara tiba-tiba, “kau telah berbuat untuk
membunuh diri sendiri, apakah sampai sekarang belum juga sadar?”
Jin Hian berhenti pula tertawa, katanya dingin, “Bocah keparat she Kok, tahukah kau apa yang
selalu kumurungkan dan kupikirkan selama dua puluh tahun terakhir ini?”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
320
Paras muka Kok See-piau telah berubah menjadi hijau membesi mimpipun ia tak mengira kalau
obat peledak yang dipersiapkan olehnya sebagai senjata terakhir apabila tidak berhasil mendapat
keuntungan apa-apa dalam pertarungan yang bakal berlangsung, kini menjadi senjata makan
tuan.
Padahal ia telah berencana, seandainya gagal dengan siasatnya yang pertama, maka mereka
akan cepat mengundurkan diri dari situ kemudian ledakkan bahan peledak tersebut untuk
menyumbat jalan mundur semua orang dan menjebak semua jago iihay dari seluruh kolong
langit dalam lembah tersebut.
Nyatanya sekarang, bukan saja siasat kejinya itu mengalami kegagalan total, yang lebih
menggemaskan lagi adalah ternyata ren cana rapinya itu justru dipergunakan orang lain untuk
menjebak mereka sendiri, ini baru tragis namanya.
Sebagai mana diketahui, sebelum segala sesuatunya dilaksanakan, ia telah mengatur semua
persiapannya dengan matang, lembah yang dipilih sebagai tempat pertemuanpun merupakan
sebuah lembah yang empat penjuru dikelilingi tebing curam.
Pada puncak tebing meski tumbuh beberapa batang pahon siong, itupun tak bisa membantu
banyak bagi kawanan jago yang terkurung didasar lembah untuk melarikan diri, dengan demikian
sekalipun seseorang memiliki ilmu meringankan tubuh yang sempurna juga tak mungkin bisa
memanjat dinding tebing itu.
Untuk mencegah hal-hal yang tak diinginkan, pada puncak tebing ia persiapkan pula batu dan
kayu serta para ahli senjata rahasia, dengan demikian makin tipislah harapan semua jago untuk
kabur dari situ.
Diam-diam ia berpikir kembali.
“Lorong rahasia yang kuhubungkan langsung dengan luar lembah pasti telah diledakkan pula
oleh bajingan keparat she Jin tersebut, aaii! itu berarti orang-orangku yang ditugaskan disekitar
puncak tebingpun tiada harapan bisa hidup lebih jauh…..”
Pelbagai ingatan sudah melintas dalam benaknya, meski ia cerdik, toh untuk sesaat tak
ditemukan cara terbaik untuk meloloskan diri dari kurungan tersebut, saking gemas dan
jengkelnya dia hanya bisa menggertak giginya keras-keras, kalau bisa dia ingin mencincang
tubuh Jin Hian menjadi berkeping keping.
Terdengar Hoa In-liong berkata kembali sambil tertawa, “Jin lo tongkeh, apa sih yang kau
pikirkan selama dua puluh tahun terakhir ini? Apa salahnya untuk diutarakan kepada kami
semua?”
Jin Hian mengalihkan sinar matanya dan melirik sekejap ke wajah Hoa In-liong dengan dingin
kemudian tegurnya, “Kaukah yang bernama Hoa Yang, putra Hoa Thian-hong?”
Hoa In-liong segera tertawa tergelak.
“Haaah…….haaahn……haahhh……sungguh tak kusangka Jin lo tongkeh kenal juga dengan nama
kecilku!”
“Kau telah apakan anak buah lohu?”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
321
“Aaai………! Tak usah kuatir lo tongkeh, aku hanya menotok jalan darah mereka saja”
Dengan gemas Jin Hian mendengus dingin, lain berkata, “Sebetulnya lohu akan menunggu
sampai kelompok-kelompok manusia bodoh itu saling bertarung sampai mampus semua, baru
menyulut obat peledak ini, sayang kau telah memberi peringatan lebih dulu sehingga mau tak
mau rencnaku harus diajukan lebih awal. Kalau kulihat dari cara kerjamu yang cekatan kuakui
bahwa otakmu memang amat cerdas, lohu merasa amat kagum kepadamu”
Hoa In-liong segera menjura, sahutnya, “Terima kasih banyak atas pujian lo tongkeh, aku
merasa malu untuk menerima pujian tersebut”
Jin Hian mendengus gusar.
“Hmmm! Beruntung kau bisa lolos dari bencana ini, apa pula artinya kau berkata demikian?”
“Orang bilang, disaat manusia menghadapi musibah, berhasil atau tidak meloloskan diri dari
bencana, semuanya telah ditakdirkan oleh Thian, memangnya kau bisa menentukan nasib
mereka semua?”
Jin Hian segera tertawa dingin.
“Tentu saja!” sahutnya, “heeehh……heeehh…… heeehh……….. jangankan baru mereka, bapakmu
Hoa Thian-hong pun sama saja akan mampus pula ditanganku!”
Hoa In-liong tertawa hambar, ejeknya, “Takdir sukar ditebak manusia, Lo tongkeh jangan
terlampau cepat untuk merasa bangga lebih dulu”
Coa Wi-wi yang melihat Hoa In Hong hanya melulu bercakap-cakap dengan Jin Hian tanpa
mcmperdulikan nasib sobat dan rekan-rekannya yang terkurung dalam lembah, hatinya mulai
gelisah karena tak tahan, ia berteriak keras, “Jiko!”
Hoa In-liong melongok ke bawah, kemudian jawabannya keras-keras, “Harap sabar sebentar adik
Wi, aku segera akan menolong kalian untuk menyelelamatkan diri, para cianpwe, para sobat,
harap ka lianpun bersabar sebentar lagi”
“Hmm! Bocah keparat kau tak usah bermimpi disiang hari bolong!” jengek Jin Hian sinis.
Setelah berhenti sejenak, katanya lebih jauh.
“Bocah muda dari keluarga Hoa, tahukah kau selama banyak tahun ini apa yang lohu pikirkan
siang dan malam?”
Hoa In-liong mengalihkan sinar matanya ke arah orang itu kemudian sambil tersenyum
menjawab, “Aku bersedia mendengar semua perkataan mu!”
Jin Hian tertawa seram katanya, “Selama banyak tahun ini, Lohu selalu berpikir bagaimana
caranya untuk membantai kalian manusia-manusia yang menganggap dirinya sebagai pendekar
sejati satu persatu, aku selalu berpikir bagaimana pula caranya unuk mencincang tubuh Hek
Siau-thian, Kiu-im-kaucu dan Tang Kwik-siu sekalian menjadi berkeping-keping, bagaimana pula
caranya mencincang tubuh Ku Ing lng dan menyiksanya sampai mampus secara mengenaskan…”
Secara beruntun sampai tiga kali dia mengucapkan kata “bagaimana caranya” nadanya yang
menyeramkan semakin mendatangkan perasaan ber gidik bagi siapapun yang mendengarnya,
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
322
seketika itu juga seluruh tebing Ui gou peng serasa diliputi suasana pembunuhan yang
menyeramkan.
Sekalipun Tiang heng Tokoh sudah cukup banyak makan asam garam, tak urung bergetar juga
perasaannya setelah mendengar perkataan itu, pikirnya, “Putra Jin Hian mampus diujung belati
Pui Che-giok atas perintahku, bisa dimaklumi betapa dendamnya ia kepadaku lantaran
kehilangan satu-satunya putra kesayangan-nya itu, tak heran kalau selama banyak tahun dia
selalu putar otak dan berusaha menyusun rencana untuk mencelakai orang lain”
Tiba-tiba muncul seorang iman beralis mata putih dari balik tebing, sambil memberi hormat
kepada Jin Hian, serunya keras-keras, “Jin sicu, pinto Thian Ik-cu memberi hormat untukmu!”
Mencorong sinar tajam dari balik mata Jin Hian, diawasinya wajah Thian Ik-cu sekejap kemudian
katanya dengan dingin”.
“Oooh, kiranya tootiang sudah takluk kepada keluarga Hoa!”
“Jin sicu” ujar Thian Ik-cu lembut, “bagaimanapun juga kita adalah manusia yang sudah berusia
hampir seabad, sekalipun kita tidak teringat oleh budi kebaikan Hoa tayhiap dalam peristiwa
penggalian harta karun dalam istana Kiu ci kiong, sepantasnya kalau kita membayangkan bahwa
hidup kita didunia ini sudah tak lama lagi, dalam sisa waktu yang tak seberapa ini sepantasnya
bila kita kekang kembali napsu mencari kemenangan yang berkobar dihati, toh akhirnya setelah
masuk peti mati dan dikubur dalam liang lahat, segala sesuatunya juga kembali ke nol besar! Apa
gunanya menerbitkan kembali badai pembunuhan yang tak ada artinya.. ..?”
Mendengar perkataan itu, Jin Hian tertawa dingin tiada hentinya.
“Heehh……heehhh…..heehh……berita menarik! Berita aneh! Tong thian kaucu pintar pula
berkhotbah untuk menjual welas kasihnya kepada umat manusia!”
Thian Ik-cu tersenyum, dengan wajah serius ia berkata lagi.
“Apa yang pinto ucapkan adalah kata-kata yang muncul dari hati yang sejujurnya, harap sicu
bersedia memikirkan tiga kali sebelum bertindak lebih lanjut”
“Kentut busuk!” bentak Jin Hian dingin, putra tunggal lohu sudah mati, apa pula yang musti
kutakuti? Hukum karma? Balas dendam? Hmm……..bedebah semua!
“Suhu……..!” tiba-tiba terdengar seseorang dengan suara merdu.
Tampak dari belakang Hoa In-liong muncul seorang gadis berbaju hitam yang berparas muka
cantik jelita bak bidadari dari kahyangan.
Menjumpai kemunculan gadis itu, Jin Hian menjadi tertegun, kemudian serunya, Leng jin,
walaupun lohu telah mewariskan ilmu silat kepadamu, aku bukan terhitung gurumu, kalau kau
menang lebih suka bergabung dengan pihak lawan, mulai detik ini kita akan anggap asing
terhadap masing-masing pihak”
Mengucur keluar titik-titik air mata dari kelopak mata Si Leng jin, ujarnya dengan sedih, “Suhu,
bagaimanapun juga kau pernah mewariskan ilmu silat kepadaku, aku merasa berhutang budi
kepadamu, bila kau bersedia membatalkan perbuatanmu dan menyingkir jauh dari keramaian
dunia untuk hidup mengasingkan diri, tecu bersedia pula untuk menemani kau sepanjang masa”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
323
Ucapan tersebut jauh diluar dugaan Jin Hian, untuk sesaat lamanya ia merasa terharu sekali,
hatinya tergerak dan lama sekali mulutnya membungkam dalam seribu bahasa.
Jit set Sim Ciu merasakan gelagat yang kurang beres dari pemimpinnya, tiba-tiba ia menegur
dengan dingin, “Cong tongkeh!”
Sekujur tubuh Jin Hian bergetar keras.
Setelah mendengar panggilan itu, akhirnya sambil menggerak gigi serunya, “Tidak bisa! Hmm,
jika aku orang she Jin tidak berhasil mengobrak abrik seluruh dunia sebelum ajalku tiba, aku
tidak rela untuk mampus!”
Setelah berhenti sejenak, tiba-tiba ujarnya lagi dengan suara yang lembut.
“Anak Jin, bila kau masih menganggap diriku sebagai gurumu, menyeberanglah ke mari, kujamin
hidupmu sepanjang masa akan makmur dan bahagia, akupun bisa melatih ilmu silatmu hingga
mencapai tingkatan yang paling tinggi”
Si Leng jin menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya sambil menahan isak tangis,
“Terima kasih banyak atas budi kebaikan suhu, sayang bakat tecu jelek dan tidak cocok untuk
melatih ilmu silat yang tinggi, aku lebih lebih tidak mengharapkan nama dan kekayaan terpaksa
tecu hanya akan mengecewakan harapan suhu belaka”
“Lantas apa yang kau inginkan?” tukas Jin Hian dengan suara dingin.
Si Leng jin menangis tersedu-sedu, sahutnya”
“Apabila kau tak mau berbaling, maaf tecu…….tecu terpaksa harus mengundurkan diri dari sini”
Begitu selesai berkata, ia lantas memutar tubuhnya dan berlalu dari situ sambil menutupi
mukanya dengan kedua belah tangan, dalam waktu singkat bayangan tubuhnya sudah lenyap
dibalik tebing sana.
Jin Hian si jagoan dari Liok lim ini tertunduk dengan wajah yang amat sedih, bibirnya bergetar
seperti hendak mengucapkan sesuatu, tapi niat tersebut kemudian diurungkan, dia hanya
bergumam seorang diri, “Yaa, begitupun baik juga!”
Hoa In-liong mengerutkan dahinya rapat-rapat, dengan cepat dia berseru lantang,
Jilid 16
“Leng jin, kau telah berusaha dengan sepenuh, jika gurumu tak mau menurut, hal ini merupakan
suatu kejadian yang apa boleh buat, kau tak usah bersedih hati. Disekitar itu masih banyak jago
tersembunyi, kau jangan terlalu jauh meninggalkan tempat ini!”
Selesai berpesan kepada Si Leng jin, dia berpaling kembali dan bersiap sedia untuk menolong
mereka yang terkurung dalam lembah, mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya,
pikirnya kemudian, “Inilah kesempatan yang paling baik untuk menyelidiki soal pembunuhan atas
diri suma giok ya, yaa, aku tak boleh lewatkan peluang ini dengan begitu saja”
Berpikir demikian, dengan suata lantang dia lantas berseru.
“Jin Hian, Kok See-piau, Seng To cu!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
324
Sinar matanya dialihkan ke wajah Bwe Su-yok, ketika sepasang matanya bertemu dengan
sepasang mata Bwe Su-yok yang jeli, kedua belah pihak sama-sama merasakan hatinya amat
pedih.
Dengan cepat Hoa In-liong menenangkan kembali hatinya, kemudian melanjutkan, “Masih ada
Bwe kaucu, mumpung hari ini semua jago dari pelbagai daerah berkumpul semua disini, aku
ingin minta bertanggungan jawab kepada kalian semua atas kasus pembunuhan terhadap diri
Suma siok ya ku!”
Kok See-piau tertawa tergelak sesudah mendengar perkataan itu, ujarnya, “Hoa Yang, melihat
cara kerjamu yang selalu berusaha menyelidiki dan mencari tahu tentang peristiwa pembunuhan
tersebut, baiklah pun-sinkun memenuhi harapanmu itu, hari ini akan kuberikan keterangan yang
sejelas-jelasnya kepadamu”
Bahwasanya Hoa In-liong sampai dikirim turun gunung, tak lain tujuannya adalah untuk
menyelidiki soal pembunuhan atas diri Suma Tiang cing, dan kini meski situasi telah berubah,
persoalan itupun sudah tidak penting lagi, namun pemuda itu merasa berkewajiban untuk
mencari tahu latar belakang dari duduk persoalan yang sebenarnya.
Tak heran kalau hatinya segera berdebar keras setelah mengetahui bahwa hasil penyelidikannya
segera akan diketahui, Seraya menjura dia lantas berseru, “Aku mohon bisa mengetahui
keterangan yang sebenarnya!”
Kok Sue piau tertawa dingin, katanya, “Adapun yang menjadi sebab kematian Suma Tiang cing
tak lain adalah ia mati sebagai korban ulah keluarga Hoa kalian, tentu saja disamping itu
dikarenakan tindak tanduknya yang keji dan tak kenal ampun dimasa lalu, sedangkan kematian
Kho Gi hun adalah disebabkan ia berhianat kepada Kiu-im-kau, hal ini menyangkut soal urusan
pribadi perkumpulan yang bersangkutan”
Suma Tiang cing dikenal sebagai Kiu mia kiam khek (jago pedang bernyawa sembilan), dia
merupakan manusia paling kejam dari kelompok kaum lurus, ilmu silatnya tinggi dan jarang ada
yang bisa menandinginya.
Berita tentang kematiannya telah menjadi berita topik dalam dunia persilatan waktu itu, maka
ketika latar belakang peristiwa pembunuhan ini segera akan terungkap, semua sobat-sobatnya
maupun lawan-lawannya ikut merasa tegang untuk mendengarkan keterangan itu.
Untuk sesaat lamanya, suasana disekitar sana menjadi sepi, hening dan tak kedengaran sedikit
suarapun,
Ciu Thian hau adalah sahabat paling akrab dengan Suma Thiang cing, ia tak kuasa
mengendalikan emosinya lagi, dengan suara keras teriaknya, “Siapakah otak dari pembunuhan
ini?”
“Tentu saja aku, pun sinkun!”‘ jawab Kok See-piau angkuh.
“Kho Gi hun adalah penghianat dari perkumpulan kami” ujar Bwe Su-yok dingin “sedang kami
pun hanya bertindak untuk membersihkan perguruan dari manusia laknat, tindakan kami tidak
terhitung suatu pembunuhan, tapi bila ingin mengetahui siapa otaknya, tentu saja orang itu
adalah pun kaucu sendiri”
Jin Hian tertawa-tawa, ia berkata pula.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
325
“Perkumpulan kami mempunyai dendam paling mendalam dengan Suma Tiang cing, bila ada
yang ingin membalaskan dendam bagi kematiannya, silahkan menuntut langsung kepada lohu”
Seng To cu tertawa tergelak, katanya kemudian, “Ciu lo kui (setan tua ciu), orang yang
melaksanakan pembunuhan itu selain Bwe kaucu dan partai kami, Kok See-piau serta Jin Hoa
pun terlibat secara langsung, maka jika kau punya kepandaian tak ada salahnya untuk
membunuh kami semua untuk membalaskan dendam bagi kematian Suma Tiang cing.
Beberapa orang ini semuanya adalah pemimpin-pemimpin dari suatu partai besar, di hari-hari
biasa jarang sekali mereka mengatur siasat untuk mencelakai orang, tapi sekarang, dihadapan
para enghiong dari seluruh kolong langit, ternyata siapapun tak mau mengalah, masing-masing
telah mengakui bertanggung jawab dalam peristiwa itu.
Ciu Thian hau mendengus dingin, sinar tajam memancarkan keluar dari matanya, tapi ia tetap
tidak berkutik dari tempat semula.
Dengan alis mata berkenyit, Cu Im Taysu berkata.
“Omintohud, putri Suma tayhiap bertekad hendak membalaskan dendam bagi kematian ayahnya,
tapi peristiwa ini menyangkut orang yang terlalu banyak, jika pembunuh yang sebenarnya tak
berhasil ditemukan, ini pasti akan menimbulkan kembali suatu badai pembunuhan besar
besaran…..:”
“Hmm…”suatu sikap welas kasih yang mengagumkan!” ejek Kok See-piau sinis, “lo siansu,
dengan hati Buddhamu itu kau memang tak malu menjadi murid kaum beragama.
Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan, “Semua peristiwa yang terjadi selama ini sejak awal
sampai akhir boleh dibilang merupakan hasil ciptaan pun-sinkun, jika putri Suma Tiang cing
punya kepandaian, silahkan saja membunuh diri lohu, Sebab itu berarti separuh dendam sakit
hatinya sudah terbalas”
“Siapa yang turun tangan?” bentak Ciu Thian hau.
“Dari pibak kami yang turun tangan adalah Toan bok thamcu, Beng thamcu serta murid-muridku,
siapakah mereka rasanya pun-sinkun tak usah menjelaskan lagi” sahut Kok See-piau hambar.
“Walaupun ia berkata tak akan banyak bicara dalam kenyataan siapapun tak ingin
menyembunyikan diri dari pertanggungan jawab ini, meski mereka tahu bahwa pembalasan
dendam dari pihak keluarga Hoa sukar ditahan.
Sebab kalau tidak mengaku sekarang, andaikata di kemudian hari diketahui orang, hal mana
akan sangat mempengaruhi nama baiknya, sekalipun kau adalah seorang penjahat yang paling
keji pun, akan tak punya muka untuk melakukan perjalanan lagi dalam dunia persilatan.
Dengan suara nyaring Hoa In-liong lantas berseru, “Jia Hian dari pihak kalian tentunya tak
mungkin tiada orang yang terlibat bukan?” Sim Ciu tertawa seram.
“Heeehh…..heeehh……….heeehh……bocahkeparat, pertanyaan mu itu memang tepat bila
diajukan kepadaku, sebab Suma tiang cing memang mampus ditangan lohu,
haaahh………..haaahh………… ………..haaahh……….dalam kenyataannya Kiu mia kiam khek juga
cuma bernyawa selembar!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
326
Mencorong sinar tajam dari balik mata Ciu Thian hau seteleh mendengar perkataan itu, dia
melotot sekejap ke arah Sim Ciu, kemudian bentaknya keras-keras, “Sungguhkah perkataanmu
itu?”
Sim Ciau ikut tertawa seram, sahutnya, “Ciu loji, bagaimanapun juga kalian semua sudah
menjadi katak dalam tempurung, tak akan hidup lebih lama lagi didunia ini, jika tidak percaya,
silahkan kau bertanya sendiri kepada Suma Thiang cing setibanya di akhirat nanti!”
Hoa In-liong menarik napas panjang dan menekan pergolakan emosi dalam hatinya, serunya
kemudian.
“Masih ada siapa lagi? Sim Ciu, kaupun terhitung seorang jago kenamaan dalam dunia persilatan,
mengapa tidak mengaku saja ber terus terang………?”
Gua Gi hong tertawa dingin, katanya, “Bocah keparat, kau tak usah banyak cerewet, Gui loya mu
juga mempunyai andil, mau apa kau?”
Seng Shi sam dari Kiu-im-kau yang berada didasar lembah segera berseru pula dengan gusar.
“Bocah busuk, kau tak usah bertanya terus menerus, Seng kongcu mu terhitung pula punya
andil!”
“Sudah semenjak dulu pun-tiamcu merasa tak leluasa menyaksikan tingkah laku Suma Tiang
cing, membunuhnya merupakan perbuatan yang paling menggembirakan bagiku” sambung Le
Kui it pula sambil tertawa tergelak.
“Sudah tiada orang lain?” teriak Hoa In-liong lantang.
Huan Tong agak sangsi sejenak, lalu katanya.
“Pun tongcu juga termasuk ikut andil dalam peristiwa itu”
Lenghou Kiong agak ragu sejenak, ia seperti mau bicara tapi segera membatalkan kembali
niatnya, Seng To cu yang melihat sikap tersebut dengan gusar.
“Ngo sute!”
Lenghou Kioang merasakan sekujur tubuhnya bergetar keras, akhirnya dia berkata juga “Tak ada
salahnya kalau mencatat pula na ma lohu!”
Hoa In-liong segera tertawa terbahak bahak.
“Haaahh…..haahh…….haaahh……. kalau cuma kalian beberapa orang saja yang turun tangan,
meski Suma siok ya suami istri bukan tandingan kalian, untuk menerjang keluar dari kepungan
masih ada harapan, tak mungkin mereka akan tewas dalam semalam tanpa menimbulkan sedikit
suara pun, aku yakin dibalik kesemuanya itu pasti ada sebab-sebab lainnya”
Sim Ciu Heng Liong dan Le Kiu-it sekalian adalah manusia-manusia bengis yang berhati keji,
ketika mendengar perkataan itu, ternyata mereka hanya membungkam dalam seribu bahasa.
Jin Huan tertawa dingin, katanya kemudian, “Bagaimanapun juga Suma Tiang cing sudah
mampus lama, kalau hendak membalas dendam, hayolah turun tangan sekarang juga, kau orang
she Hoa juga tak perlu cerewet lagi”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
327
Hoa In-liong tertawa, katanya kembali.
“Padahal sekalipun tidak dikatakan juga tahu, Yu si tentu merupakan mata-mata yang sengaja
diselunduptkan kedalam keluarga Suma, sebagai orang dalam, sudah barang tentu ia lebih
mudah untuk turun tangan mencelakai Suma siok ya ku suami istri, apalagi setelah bersekongkol
dengan orang luar, tak heran kalau Suma Siok ya ku su ami istri terbunuh dalam semalam.
Kemudian rupanya kalian hendak menghilangkan jejak, maka disuruhnya kucing hitam milik Yu si
meninggalkan bekas gigitan ditenggorokan mereka dan meninggalkan hiolo kumala hijau untuk
memfitnah Hiok teng hujin. Hanya ada satu hal yang masih tidak kupahami, apa sebabnya kalian
membiarkan putri Suma tayhiap melepaskan diri dari bencana pembunuhan itu?”
Sim Ciu terkekeh-kekeh dengan seramnya.
“Hmm. Kalau dilihat tampa ngmu sih cerdik, tak tahunya goblok seperti kerbau, sekalipun istrinya
Suma setan mampus, dibiarkan hidup juga bukan suatu ancaman buat kami apalagi kalau suruh
dia yang mengabarkan berita kematian ini kepada keluarga Hoa, hal ini merupakan suatu
tindakan yang tepat, tentu saja kami biarkan ia hidup terus, bocah goblok, sudah mengerti
sekarang?”
Ketika berbicara sampai disini, meski seluk beluk selanjutnya belum terungkap, namun Hoa Ngo
sudah tak sabar menahan diri lagi, dengan gusar ia membentak, “Toan bok setan tua, rupanya
kau salah seorang pembunuh terkutuk itu, hari ini jika aku Hoa Ngo tidak berhasil menjagal
dirimu, biar kutulis namaku dengan terbalik”
Dengan girangnya ia menerjang kemuka, kemudian dengan jurus Ku im sin ciang ia hantam
musuhnya.
Toan bok See liang mengengos kesamping dan melayang dua depa dari posisi semula, kemudian
bentaknya, “Orang she Hoa kau jangan jumawa dulu, pun thamcu akan suruh kau mampus
tanpa tempat kubur!”
Begitu Hoa Ngo turun tangan, Ciu Thian hau tak dapat mengendalikan diri lagi, sinar matanya
menyapu sekejap sekeliling tempat itu kemudian diiringi suara pekikan nyaring yang membetot
suk ma, golok Han si to-nya disertai desingan angin tajam langsung membacok ketubuh Lenghau
Kiong dengan kecepatan luar biasa.
Melihat sinar mata Ciu Thian hou yang mengkilat penuh napsu membunuh, pun Lenghou Kiong
sudah merasa terkejut, apalagi menghadapi tubrukannya yang dahsyat, ia merasa hatinya makin
tercekat, sudah barang tentu ia tak berani menyambut dengan kekerasan.
Tanpa memperdulikan nama baiknya lagi, ia putar badan dan segera melarikan diri kebelakang.
Semisalnya dia putar badan untuk melakukan perlawanan, meskipun bukan tandingan Ciu Thian
hau pun, jangan harap bisa menangkan dirinya dalam empat lima gebrakan, tapi dengan
sikapnya tersebut maka sama artinya dengan ia mencari kematian buat diri sendiri.
“Anjing bangsat, kau bendak kabur kemana?” bentak Ciu Thian hau dengan suara lantang.
Ditengah bentakan tersebut terdengar Lenghou Kiong menjerit ngeri, darah segar berhamburan
ke mana-mana, tubuhnya tahu-tahu sudah terbacok golok Ciu Thian hau sehingga kutung
menjadi dua bagian, kematiannya sungguh mengerikan.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
328
Walaupun dalam pertarungan berdarah yang berlanggung tadi, terdapat pula cara kematian
seperti ini, tapi tadi tiada orang yang memperhatikan maka tidak sampai terjadi apa-apa berbeda
dengan keadaan sekarang, peristiwa tersebut dengan cepat mendatangkan perasaan ngeri dan
seram bagi siapapun.
Seng To cu tidak menyangka kalau Lenghou kiong begitu tak becus sehingga sejurus serangan
dari Ciu Thian hau pun tak sanggup dilayani, mencorong sinar gusar dari balik matanya setetah
me yaksikan peristiwa itu.
“Ciu Thian hau!” bentaknya dengan wajah menyeringai, “lohu akan suruh kau mampus dalam
keadaan yang serupa!”
Secepat kilat ia meluncur kemuka sambil melancarkan tubrukan.
Ciu Thian hau bertekad untuk membunuh musuhnya dari tingkat ilmu silat yang terendah lebih
dulu, begitu selesai membereskan Lenghou Kiong ia lantas memutar badannya menerjang kearah
Huan Tong.
Bayangan manusia berkelebat lewat. Un Yong ciau dengan kecepatan luar biasa menerjang
kemuka, lalu sebuah pukulan dilancarakan menghantam pergelangan tangan lawan.
Huan Tong tidak ambil diam saja, sambil membentak, kepalanya juga diayunkan ke depan.
Kebetulan Le Kiu-it berada disampingnya, dengan cepat pula ia maju menyerang. “Criiing….!”
sebuah totokkan dilancarkan kearah iga kanan Ciu thian hau.
Serangan gabungan dari ketiga orang ini sungguh dahsyat dan mengerikan, melihat itu Ciu Thian
hau sadar bahwa ia bukan tandingan lawan, dengan cepat tubuhnya mencelat keudara, berputar
membentuk satu lingkaran busur lalu melepaskan diri dari kepungan keempat orang tersebut.
“Ciu lo kui, mau kabur kemana kau?” bentak Seng To cu.
Ditengah bentakan itu, sepasang ujung bajunya dikebaskan ke depan, lalu tubuhnya mencelat ke
udara dan menyusul kearah mana perginya Ciu Thian hau.
Terdengar bentakan nyaring menggelegar berulang kali, bayangan manusia saling menyambar,
para jago dari kaum lurus maupun sesat yang sebetulnya sudah menghentikan pertarungan, kini
mulai terlibat kembali dalam suatu pertarungan yang jauh lebih seru.
Jin Hian yang berada di puncak tebing segera tertawa dingin setelah menyaksikan peristiwa itu,
sebab itulah keadaan yang di harapkan olehnya.
“Aku tak boleh menunda lagi……”pikir Hoa In-liong kemudian.
Dengan cepat ia mengulapkan tangannya sambil berseru.
“Turunkan tali!”
Tiba-tiba dari atas tebing sebelah timur muncul puluhan sosok bayangan manusia, di antaranya
terdapat dua bersaudara dari keluarga Kiong, Cia In sekalian jago-jago perkumpulan Cian li kau,
Thian Ik-cu dan murid kepercayaannya Huan Tong, Cia Yu cong serta sekawanan jago persilatan
lainnya.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
329
Dari sekelompok manusia tersebut tampak dua orang menggotong segulung tali temali yang
beratnya mencapai ratusan kati, begitu tiba di tepi tebing tali-tali tersebut segera diturunkan ke
bawah.
Ternyata gerak-gerik mereka tenang dan mantap, tak sedikitpun tampak sikap gugup atan
tergopoh-gopoh.
Bila dilihat pula tali yang panjangnya ratusan kaki itu, bisa diketahui juga bahwa persediaan itu
sudah disiapkan semenjak semula, itu berarti Ho In liong telah merencanakan segala sesuatunya
dengan sempurna sebelum bertindak.
Sorak sorai yang gegap gempita segera berkumandang dari dasar lembah itu, kecuali Ciu Thian
hau sekalian beberapa orang yang sedang bertarung sengit, yang lain buru-buru kabur ke arah
dinding sebelah timur.
Mendadak terdengar Kok See-piau membentak keras.
“Semua anggota Hian-beng-kau tetap berdiri ditempat masing-masing!”
Hian-beng-kau memang terkenal sebagai suatu perkumpulan dengan peraturan yang ketat,
sekalipun berada dalam keadaan seperti ini, tak seorangpun berani membangkang perintahnya,
maka mendengar bentak an itu serentak mereka berhenti, kemudian dengan sinar mata yang
keheranan mereka awasi kaucunya.
Bwe Su-yok merasakan hatinya tergerak, pikirnya kemudian.
“Tebing Ui gou peng merupakan markas besar Hian-beng-kau, sudah barang tentu Kok See-piau
jauh lebih mengerti tentang keadaan disini dari pada orang lain”
Karena berpikir demikian, ia lantas menghimpun tenaga dalamnya sambil membentak keras,
“Setiap anggota Kiu-im-kau dilarang sembarangan bergerak sebelum mendapat perintah dari
pun-kaucu!”
Karena teriakan dari kedua orang pemimpin ini, timbul kecurigaan dalam hati setiap orang, maka
serta merta mereka pun ikut berhenti semua.
Coa hujin segera menarik tangan Coa Wi-wi, sedang Bong pay pun mencegah Coa Cong gi,
hanya sebagian kecil saja diantara mereka yang melanjutkan gerakannya lari ke depan.
Tampak paras muka Jin Hian berubah hebat Kemudiaa sambil tertawa seram serunya, “Bocah
muda dari keluarga Hoa, kau terlalu pandang rendah diri lohu.
Setelah berhenti sejenak, bentaknya, “Pasukan pemanah Lui hwe siam (panah api geledek)
bersiap sedia, bidik tebing seberang!”
Kiranya diatas kedua puncak tebing tersebut, berdiri puluhan jago yang masing-masing
menyandang busur dan anak panah, bentuk panah itu istimewa sekali, ujungnya tidak tajam
seperti panah biasa melainkan berbentuk bulat telur seperti terbuat dari besi dan berwarna hitam
pekat.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
330
Hoa In-liong memiliki tenaga dalam yang amat sempurna, walaupun jarak antara tebing timur
dengan tebing barat selisih beberapa li, namun ia dapat menyaksikan semua keadaan tersebut
dengan jelas, diam-diam hatinya merasa terperanjat.
Kepada Thian Ik-cu bisiknya, “Tootiang harap kau mencarikan akal untuk ledakkan pinggiran
telaga disebelah sisi tebing tersebut.”
“Apakah Jia Hian mempergunakan senjata api?” tanya Thian Ik-cu sambil mengerutkan dahinya.”
“Benar!” Hoa In-liong mengangguk, “Ciang siok ya pernah membicarakan soal panah Lui hwe
cien itu denganku”
***
Luas lembah ini cukup lebar ujar Thian Ik-cu, para jago pun memiliki gerakan tubuh yang enteng
dan lincah, ketajaman matanya melebihi orang lain, ditambah pula jumlah Lui hwe ciam tidak
banyak, aku rasa tak mungkin bisa meledakkan banyak orang.
Aku pikir Jin Hian pasti ada persiapan! kata Hoa In-liong dengan paras muka serius.
Thian Ik-cu tidak bertanya lagi, dia memandang sekejap ke bawah tebing kemudian memutar
badannya dan berlalu dari situ. Terdengar Jin Hian tertawa terbahak-bahak lalu berseru, “Hoa
Yang, coba kau lihat kelihayan lohu”
Tangannya lantas diulapkan, dan bentaknya, “Lepaskan panah!”
Kawanan jago pemanah yang menarik gendewa masing-masing itu segera mengarahkan anak
panahnya ke arah tebing sebelah timur begitu Jin Hian menurunkan perintah, anak panah
bagaikan hujan gerimis segera berhamburan ke mana-mana.
Meskipun jarak antara tebing timur dan barat selisihnya cukup jauh, panah Lui hwe ciam pun
tidak mudah mencapai sasaran, namun puluhan orang pemanah tersebut semuanya merupakan
kekuatan inti dari Jin Hian, tentu saja kepandaiannya luar biasa dan tenaga bidikannya kuat,
dalam waktu singkat seluruh lembah sudah berubah menjadi bulan-bulanan anak panah mereka.
“Blaam……! Blaam…….”suara ledakan menggelegar tiada hentinya, bumi mulai bergetar kembali,
perasaan setiap orangpun ikut menjadi tegang dan tercekat.
Diantara kilatan panah berapi yang meledak disana sini, pepohonan bertumbangan, pasir dan
batu beterbangan memenuhi angkasa, bah kan menyusul kemudian terjadi kembali ledakan
dahsyat yang memekikan telinga, jilatan angin yang kuat memancar hingga mencapai mencapai
ketinggian tujuh delapan kaki lebih.
Tak bisa disangkal lagi, dalam hutan tersebut telah ditanam sejumlah bahan peledak yang sangat
banyak, ketika terkena panah api geledek itu maka meledaklah obat peledak tersebut.
Kobaran api yang membubung keangkasa sungguh amat dahsyat dan sukar dilukiskan dengan
kata-kata, padahal sejak Hoa In-liong memerintahkan untuk menurunkan tali hingga kini hanya
beberapa saat saja, baru saja tali itu mencapai ditengah jalan, hutan yang lebat itu sudah
berubah menjadi lautan api.
Dengan terjadinya perubahan yang berlangsung secara tiba-tiba ini, mereka yang berlarian
menuju ketepi tebing itu tak sempat lagi untuk menyelamatkan diri, ditengah jeritan ngeri yang
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
331
menyatkan hati, jilatan api dahsyat menggulung tubuh mereka dan seketika itu juga lenyaplan
tubuh-tubuh mereka.
Sebenarnya Hoa In-liong berniat mengorbankan beberapa puluh utas talinya untuk
meayelamatkau orang itu lebih dahulu, sayang tak sempat, akhirnya dia hanya bisa menghela
napas dan menitahkan untuk berhenti menurunkan tali, dari pada benda-benda itu terbakar
dengan percuma.
Agaknya Jin Hian belum puas dengan hasil karyanya itu, sekali lagi ia memberi tanda sambil
berseru, “Separuh mengarah lapangan batu, separuh mengarah istana!”
Sreet! Sreet! Desingan angin tajam menderu-deru, puluhan batang panah Lui hwe cian tersebut
serentak ditujukan kearah kawanan jago yang berada dilapangan serta istana Kiu ci piat kiong.
Dari sekian ribu jago persilatan yang berkumpul disitu, ada sembilan puluh persen yang
berkumpul ditengah lapangan, tentu saja mereka enggan untuk menyerah dengan begitu saja.
Goan cing taysu dan Cho Thian hua merupakan, tokoh-tokoh persilatan yaag bertenaga dalam
paling sempurna, ketika dilihatnya panah api geledek itu tertuju semua kearah mereka, serentak
kedua orang itu melompat keudara, kemudian telapak tangan masing-masing melepaskan
sebuah pukulan yang maha dahsyat kearah depan, tujuh delapan batang panah Lui hwe ciam
yang sedang meluncur tiba segera terguling ke udara dan terjatuh ditengah hutan pohon siong
sana.
Para jago lainnya juga sama-sama bertindak, mereka melompat ke udara seraya melepaskan
pukulan-pukulan dahsyat untuk menghantam panah itu dari sana, dengan demikian hanya
beberapa batang saja yang terjatuh ditengah lapangan.
Ada pula diantaranya meski berhasil menangkap panah itu, tapi lantaran panah Lui bwe ciam itu
sendiri sudah cukup berat, lagipula dibidikkan dari ketinggian ribuan depa, ini membuat bobotnya
puluhan kali lipat lebih besar, karena tak tahan, akhirnya mereka ikut terjungkal pula ke atas
tanah.
Ledakan-ledakan dahsyat kembali menggelegar diangkasa, diantara percikan bunga api, asap
tebal yang disertai cahaya hitam yang beribu-ribu jalur banyaknya memancar ke empat penjuru.
Jeritan ngeri berkumandang dari sana-sini korban api menjilat setiap benda yang dijumpainya,
mereka yang berada dipaling depan kontan terlempar dengan tubuh hancur berantakan sedang
yang terluka tergeletak sambil merintih kesakitan, pemandangan waktu itu sungguh mengerikan
sekali…….
Sementara itu, para jago yang berhasil merangkap panah-panah itupun merasa kuatir untuk
memegang terus benda yang mudah meledak itu, tanpa diperintah, masing-masing segera
melemparkan benda itu kedalam hutan.
Dengan demikian, secara beruntun terjadi ledakan demi ledakan dalam hutan itu, suara gerumuh
yang memekikkan telinga membuat bumi mulai bergoncang kembali, api menjilat kemana-mana.
Pada saat yang bersamaan, istana Kiu ci piat kiong yang indah dan megahpun ikut terjilat si jago
api dan mulai terbakar dengan hebatnya.
Dalam waktu singkat, beranda dan bangunan berlotengpun tertelan dibalik lautan api.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
332
Suara peletuk-peletuk yang nyaring menggema dari sekeliling hutan, suara rintihan dan jerit
kesakitan menambah seramnya suasana.
Kobaran api yang membara telah menjulang tinggi ke angkasa, asap tebal membuat napas setiap
orang terasa sesak, kecuali beberapa orang jago lihay yang berhasil menyelamatkan dirinya,
hampir semua orang lain menjadi gugup gelagapan dengan sendirinya.
Kini semua hutan dan bangunan telah terjilat oleh kobaran api, dalam keadaan demikian jika Jin
Hian mengarahkan lagi anak buahnya untuk membidik lapangan tengah, maka jangan harap
semua jago bisa lolos dari situ dalam keadaan selamat.
Hoa In-liong yang berdiri diatas puncak tebing mengerutkan dahinya rapat-rapat, walau pun ia
mengambil keputusan untuk meledak kan tepi telaga untuk mengalirkan air telaga guna
memadamkan api, tapi besarnya kobaran api dalam lembah tersebut sungguh jauh diluar
dugaannya.
Diam-diam ia berpikir, “Tidak sedikit waktu yang dibutuhkan untuk meledakkan pinggiran tepi
telaga itu, kalau dilihat dari situasi saat ini…….”
Mendadak terdengar Ci wi Siancu berteriak keras, “Liong ji!”
Hoa In-liong tertegun, kemudian sahutnya.
“Sam kokoh ada urusan apa?”
“Jika kami telah mati nanti, aku rasa Jin Hian pun tak akan lolos dari ujung pedang ayahmu,
cuma aku minta kau yang mem binasakan dirinya!”
“Jangan kuatir Sam kokoh” tukas Hoa In-liong, “keponakan pasti akan berhasil untuk
menyelamatkan kalian semua”
Tidak menunggu pemuda itu menyelesaikan kata-katanya, dengan gusar Ci wi siancu berseru
kembali”
“Kau jangan menukas dulu, ingat! Kau harus memenggal batok kepala Jin Hian untuk
bersembahyang didepan pusara kami, selain itu kau pun selanjutnya harus membasmi kaum
laknat dari muka bumi, jangan seperti ayahmu, haram! Seandainya pada waktu itu dia bunuh
habis semua cucu iblis ini, darimana mungkin bisa terjadi bencana seperti hari ini?”
“Yaa, kau harus mewakili kami untuk mencaki maki ayahmu” sambung Li Hoa siancu, “Liong ji,
sudah kau dengar belum?”
Sementara itu suara hiruk pikuk hampir menyelimuti seluruh lembah tersebut, walaupun Hoa Inliong
telah memusatkan perhatian-nya untuk mendengarkan pembicaraan dari Biau-nia Sam-sian,
sedangkan Biau-nia Sam-sian pun telah mengerahkan segenap tenaga nya untuk menindas
suaranya hiruk pikuk itu, namun suara mereka yang melengking semakin membuat kacaunya
suasana.
Tiba-tiba terdengar seseorang menjerit keras.
“Sobat-sobat semua, tanpa sebab kita sudah terjerumus dalam suasana seperti ini, tahukah
kalian kenapa hal ini bisa terjadi?
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
333
“Kenapa?” seseorang bertanya dengan suara lantang.
“Coba bayangkan sendiri, seandainya Hian-beng-kau tidak ribut mengadakan upacara peresmian,
tak mungkin kita bisa terjebak dalam suasana seperti ini?”
Begitu ucapan tersebut diutarakan, para jago merasakan api amarah berkobar dalam dadanya,
suara teriakan keras dengan cepat berkumandang dari sana sini,
“Benar! Hian-beng-kau adalah biang keladinya semua peristiwa ini…..!”
“Sebelum mati kita harus membunuh semua orang Hian-beng-kau sampai mampus, kita harus
membalas dendam atas sakit hati ini”
“Kok See-piau manusia laknat, dia harus dicinsang sampai berkeping-keping!”
Oleh karena semua orang tak bisa malampiaskan rasa dendamnya kepada Jin Hian, apalagi
kematian sudah berada diambang pintu, maka rasa gusar dan dendam mereka segera
dilampiaskan kepada para anggota dari perkumpulan Hian-beng-kau.
Untuk sesaat suasana menjadi gempar, para jago Hian-beng-kau menjadi sasaran kemarahan
orang banyak bahkan mereka diserbu dan diserang secara membabi buta.
Diantara para penyerang itu ternyata termasuk juga para jago dari Kiu-im-kau maupun Seng-sutpay.
Tiga orang jago persilatan yang berilmu biasa, dalam gusarnya ternyata tak tahu diri dan maju
menyerang Kok See-piau.
Untung saja para jago kelas satu tidak terlalu menghiraukan masalah itu dan memusatkan
perhatian mereka untuk meloloskan diri, maka dengan begitu pihak Hian-beng-kau pun masih
dapat memper-tahankan diri dari kemusnahan.
Diam-diam Coa Wi-wi berpikir.”
“Yaa, betul juga, kenapa tidak kugunakan kesempatan yang sangat baik ini untuk membasmi
Hiau beng kau dari muka bumi?”
Dengan cepat ia menggerakkan tubuhnya siap menubruk kearah Kok See-piau.
Tiba-tiba lengannya terasa kencang, ternyata ia sudah dicengkeram oleh ibunya.
Dengan alis mata berkenyit dan senyuman paksa tersungging diujung bibirnya, Coa Hujin
berkata.
“Anak Wi, kita dari keluarga Coa tak usah melibatkan diri dalam pertarungan masalah seperti ini,
coba kau lihat para jago lainnya, siapakah yang ikut dalam pertarungan tersebut?”
“Tidak ibu!” seru Coa Wi-wi dengan gelisah, “jika kesempatan baik ini kita sia-siakan,
kemungkinan besar Kok See-piau akan melarikan diri dari sini”
Coa hujin segera tersenyum katanya. “Anak bodoh, kecuali malaikat atau dewa, siapapun jangan
harap bisa lolos dari sini, aai…….!Kalau aku yang mati masih mendingan, kau dan anak Gi tidak
sepantas nya”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
334
Setelah menghela napas panjang, tiba-tiha ia menutup mulutnya rapat-rapat.
Coa Wi-wi segera gelengkan kepalanya berulang kali, katanya ngotot, “Tidak ibu, aku percaya
jiko pasti berhasil menolong kita semua, tapi musuh-musuh itupun pasti akan ikut kabur juga”
Coa hujin tertawa getir.
“Oooh….apakah ia sanggup menolong kita?” keluhnya.
“Pasti dapat!” Coa hujin mencoba untuk mengawasi keadaan disekitar sana, kobaran api telah
menjilat seluruh penjuru lembah tersebut, bunyi peletukan yang keras menambah seramnya
susana.
Jilatan api tersebut telah merambat dengan cepatnya ke depan, tampaknya sejenak kemudian
seluruh tanah lapang itu akan tertelan oleh lautan api.
Suhu udara yang panas, asap yang tebal dan napas yang sesak membuat keadaan benar-benar
menjadi amat kritis, untung saja semua orang yang berkurung adalah jago-jago silat yang
bertubuh tangguh coba kalau tidak begitu, pasti banyak korban yang telah berjatuhan.
Ia mencoba mendongakkan kembali matanya, ia saksikan Hoa In-liong dergan sorot matanya
yang tajam seakan-akan sedang memperhatikan pula ke arah mereka, diam-diam ia lantas
berpikir, “Kalau dilihat keadaan tersebut, sekalipun Jin Hian tidak manfaatkan kesempatan itu
untuk melancarkan serangan, kami semua juga bakal mati terbakar, sekalipun jiko mu ada diatas
lembah, apa pula yang dapat ia lakukan?”
Akan tetapi ketika dilihatnya gadis itu menunjukkan rasa percaya dan yakin yang tebal, ia merasa
tak tega untuk menghilangkan rasa gembiranya maka sambil tertawa ia bertanya lirih, “Anak wi,
apakah kau suka dengan jiko mu?” Paras muka Coa Wi-wi segera berubah menjadi merah
jengah, serunya dengan wajah tersipu-sipu, “Ibu……..”
Menyaksikan wajah putrinya yang tersipu-sipu itu Coa hujin kembali berpikir,
“Aaaaaai……….tampaknya putriku telah dewasa, sifat kekanak-kanakannya tempo hari, kini sudah
lenyap tak berbekas”
Dalam hati dia berpikir demikian, dimulut katanya sambil tertawa, “Anak Wi, ketika empek Hoa
mu kembali ke gunung, ia menyingguug pula soal dirimu kepada kedua orang hujinnya, bocah
kau tebak apa yang ia katakan? Apa pula yang di katakan dua orang hujin dari keluarga Hoa itu
kepadaku?”
“Apa yang mereka katakan?” tanya Coa Wi-wi sambil membelalakkan matanya lebar-lebar.
Coa hujin sengaja pura-pura berpikir, kemudian jawabnya.
“Lebih baik tak usah ibu katakan, sebab setelah diucapkan nanti kau pasti akan membuat ibu
menggodamu lagi”
“Ibu, katakanlah!” rengek Coa Wi-wi dengan manja,
“Baik, baik, akan ibu katakan” jawab Hoa hujin kemudian sambil tertawa, “empek Hoa mu tentu
saja memuji-muji dirimu, dan kedua orang hujinnya?”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
335
Sengaja ia berhenti sebentar, ketika dilihatnya gadis itu memandang dengan wajah cemas-cemas
harap, diapun melanjutkan.
“Kedua orang hujin dari keluarga Hoa itu sambil tertawa lantas menuntut seseorang menantu
kecil kepada ibu untuk mereka semua!”
Paras muka Coa Wi-wi kontan saja berubah menjadi merah padam seperti kepiting rebus, sambil
menyandarkan kepalanya dalam pelukan ibunya, ia membisik manja.
“Ibu nakal, ibu menggoda aku…….ibu nakal, ibu suka amat menggodaku……”
“Sementara itu, kobaran api telah merajalela sampai dimana-mana, jilatan api yang ganas
membakar benda apapun yang dijumpainya, suasana digelanggang kacau balau tak karuan,
benturan senjata jeritan ngeri menggetarkan hampir seluruh angkasa, tapi ibu dan anak dua
orang itu bersikap seakan-akan tidak melihatnya, gelak tertawa dan pembicaraan berlangsung
amat santai, seolah-olah hal tersebut berlangsung didalam rumah sendiri saja.
Ketika Kok See-piau menyaksikan semua persiapan yang diaturnya dengan susah payah untuk
menjebak segenap enghiong dari kolong langit ternyata terbalik malah digunakan oleh musuh,
rasa gusar yang berkobar dalam hatinya sukar dilukiskan dengan kata-kata.
Namun bagaimanapun juga memang tak malu di sebut sebagai seorang tokoh persilatan yang
berbakat, sekalipun menghadapi situasi yang buruk, pikirannya tidak menjadi kalut, dia tahu bila
dalam keadaan demikian membunuh musuh maka hal ini akan memancing kemarahan khalayak
umum yang akan mengakibatkan suatu keadaan yang fatal.
Maka dergan cepat ia mengebaskan ujung bajunya untuk menotok jalan darah ketiga orang itu
kemudian sambil mendongakkan kepalanya dia berteriak keras-keras, Hoa Yang, apakah kau
ingin menolong rekan-rekanmu?”
“Kok See-piau” jawab Hoa In-liong hambar, “apa yang ingin kau katakan, aku orang she Hoa
telah menyuruh orang untuk melakukan-nya, lebih baik jangan banyak bicara dari pada memberi
peringatan dan mempertingkat kewaspadaan musuh!”
Mendengar perkataan itu, Kok See-piau segera berpikir, “Bocah ini benar-benar amat pintar!”
Kecerdikan orang itu tiba-tiba menimbulkan kobaran rasa iri yang amat besar dalam hati
kecilnya, sekuat tenaga ia berusaha me ngendalikan perasaan tersebut, kemudian berkata, “Kau
begitu cerdik dan cekatan, ini membuat pun sinkun merasa amat berlega hati, cuma
persiapanmu yang terburu-buru tentu kurang begitu cermat, perhatikanlah dibawah ada sebuah
batu hijau ditepi sebatang pohon bwe tua”
Walaupun tanya jawab diantara mereka berdua dilakukan dengan penuh teka-teki dan tanda
tanya, sehingga tak seberapa orang yang memahaminya namun dalam menghadapi mara
bahaya, perasaan mereka memang lebih tajam daripada biasanya, ketika bisa dirasakan bahwa
jalan keluar sudah terbentang maka sebagian besar jago yang sedang bertarung segera ikut pula
terhenti, Diam-diam Hoa In-liong berpikir.
“Kok See-piau bisa berpikir panjang dengann mempersiapkan bahan peledak ditepi telaga lebih
dulu, membuktikan kalau dia memang berotak luar biasa. Siapa tahu sekali salah selangkah,
kekalahan yang dihadapinya jadi makin runyam, itulah yang disebut perhitungan manusia tak
bisa menangkan perhitungan Thian, asal………! Ingin mencelakai orang, dirinya yang tercelaka
lebih dulu, inilah yang dinamakan senjata makan tuan”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
336
Sementara ia masih berpikir, tiba-tiba Cia In menghampirinya sambil berbisik, “Sim Ciu sekalian
yang berada ditebing seberang, tiba-tiba lenyap tak berbekas”
Berita ini sangat mengejutkan Hoa In-liong, ketika ia mendongakkan kepalanya tampaklah
kecuali Jin Hian yang masih melongok keadaan sambil tiada hentinya memperhatikan gerak
geriknya, Sim Ciu, Kiong Hau serta Gui Gi hong tiba-tiba telah lenyap tak berbekas.
Tapi setelah dipikir sejenak, ia lantas tahu apa yang terjadi, betul juga ketika ia mencoba untuk
memasang telinga, maka terdengarlah suara bentakan dan bentrokan senjata telah
berkumandang dari tujuh delapan li dari situ, tapi berhubung suara dari lembah amat
membisingkan telinga maka tanpa tenaga dalam yang sempurna memang sulit untuk menangkap
suara itu.
Dalam kejutnya ia tak berani berayal lagi, buru-buru serunya, “Perhatikan musuh baik-baik!”
Sekali melompat dengan kecepatan luar biasa ia meluncur ke arah selatan.
Lembab bukit di Ui gou peng ini luasnya mencapai beberapa li, pada sisi timur sampai kebarat,
sedangkan dari selatan sampai ke utara panjangnya sampai mencapai belasan li, dimana Hoa Inliong
berada sekarang terletak dibagian tengah dari dinding selat yang agak datar
permukaannya, luas permukaan itu mencapai puluhan kaki sehingga membentuk sebuah bukit
kecil yang menonjol keluar.
Diatas puncak bukit terdapat sebuah telaga kecil, sekalipun tidak terhitung besar, itupun
mencapai setengah dari puncak bukit itu, karena letaknya berdekatan dengan lembah maka
dinding sebelah situ terhitung paling tipis.
Ditepi telaga merupakan bukit-bukit karang yang terjal dan naik turun tidak rata, sulit bagi orang
bisa untuk melalui tempat tersebut, sekalipun bisa melampaui tempat itu, paling tidak satu jam
lebih baru akan menyelesaikan perjalanan tersebut.
Namun bagi Hoa In-liong yang memiliki ilmu meringankan tubuh amat sempurna, dalam sekejap
mata ia sudah berhasil tiba ditempat tujuan.
Terlihatlah ditepi pantai telaga tersebut, Thian Ik-cu dengan pedang terhumus sedang bertempur
sengit melawan Sim Ciu, sedangkan murid-muridnya dengan membentuk barisan pedang Han lei
kiam tin sekuat tenaga membendung gempuran-gempuran dari Kiong Hau serta beberapa orang
kakek, sedangkan seorang tokoh setengah umur yang berwajah bersih dengan senjata hud tim
ditangan kiri dan kaitan ditangan kanan, sekuat tenaga melangsungkan pertarungan seru mela
wan Gui Gi hong.
Menyaksikan kesemuanya itu, Hoa In-liong menjadi tertegun, pikirnya.
“Ternyata ia juga sudah datang, kenapa tidak nampak Hong giok?” Jalan tanah perbukitan
tersebut menyempit pada bagian situ, jaraknya dengan dinding bukit seberang mencapai
beberapa kaki lebar nya waktu itu dinding bukit telah merekah sebagian sehingga air telaga
memancur turun kebawah sayang terlalu kecil air yang mengalir turun sehingga tiada gunanya
untuk mengatasi semua keadaan disana.
Disekitar dinding tersebut tersebarlah bungkusan-bungkusan yang berisi bubuk yang berwarna
hitam, jelas bubuk-bubuk hitam tersebut adalah bahan peledak.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
337
Sim Ciu gembong iblis itu sungguh lihay sekali, ilmu Tay im sim jiau andalannya telah dikerahkan
sehingga jari tangannya beberapa inci menjadi lebih panjang besarnya juga satu kali lipat dari
keadaan semula, setiap kali serangan dilancarkan maka muncullah li ma gulung hawa putih yang
menyelimuti angkasa.
Thian Ik-cu dengan menganyunkan pedangnya sedang memberikan perlawanan dengn
sepenuh
tenaga, tapi ia terdesak terus menerus sehingga harus mundur kebelakang. Pertarungan antara
Thian Siok-bi melawan Gui Gi hong berlangsung agak seimbang, sebaliknya Bu tim tojin sekalian
belasan orang yang sedang bertarung melawan Kiong Hau beserta enam tujuh orang kakek itu
berada rada posisi yang amat gawat.
Bu tim tojin sekalian sesungguhnya terhitung jago-jago kelas satu dari dunia persilatan, dibawah
barisan Kan lei kiam tin yang tangguh, belasan bilah pedang tersebut berkelebat silih berganti
memancarkan sinar yang amat menyilaukan mata, cahaya pedang yang tajam, hawa serangan
yang dahsyat serta perubahan barisan pedang yang luar biasa membuat Hoa In-liong benarbenar
merasakan kejadian tersebut jauh diluar dugaan.
Namun ilmu silat yang dimiliki Kiong Hau sekalian bertujuh pun lebih hebat lagi, di bawah
serangan-serangan yang demikian gencar, ternyata mereka sanggup mempertahankan diri tanpa
kelihatan kepayahan atau menunjukkan pertanda kalau ngotot.
Ditinjau dari keadaan tersebut, dapatlah diketahui bahwa andaikata Bu tim tootiang tidak
tertarung secara berkelompok, maka jika sampai berkobar pertarungan satu lawan satu tak
sampai seperminum teh kemudian mereka sudah akan mati semua.
Dalam pertarungan sengit itu, tiba-tiba seorang kakek yang bersenjata toya melancarkan
serangan dengan jurus Heng sau cian kun (menyapu rata selaksa prajurit) untuk memaksa
mundur dua bilah pedang, kemudian toyanya mencukil kebawah dan sekantong obat mesiu
melayang keudara melewati batok kepala semua orang dan….. “Plung!” tercebur kedalam telaga
kemudian tenggelam kedasarnya.
Kejadian semacam ini jelas bukan hanya berlangsung satu kali saja, anak murid Thian Ik-cu
menjadi amat gelisah sekali menyaksikan peristiwa tersebut, apalagi ketika dilihatnya kantongkantong
berisi mesiu yang hendak digunakan untuk menolong jiwa rekan-rekannya kian lama
kian menipis tanpa sanggup untuk mencegahnya, ini semua membuat mereka bertambah panik.
Seorang tosu menjadi nekad, sambil mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya dia maju
ke muka dan melancarkan sebuah tusukan kilat ke dada kakek tersebut.
Dengan dilancarkannya serangan yang mematikan ini, meski serangan tersebut amat dahsyat,
namun pertahanan pada dada kiri nya menjadi terbuka lebar.
Kakek bersenjata toya baja itu segera mendengus, sambil maju badannya berputar kencang,
toyanya diputar menggetarkan pedang lawan, kemudian telapak tangan kanannya diayunkan ke
depan sambil membentak, “Pergi kau dari sini!”
Sebuah pukulan dahysat dengan telak bersarang di dada kiri iman tersebut.
Tosu itu meraung keras dan muntah darah segar, tubuh berikut pedangnya mencelat sejauh
beberapa kaki dan tewas seketika itu juga.
Baru saja membunuh orang itu dan tubuhnya belum sempat berdiri tegak tiba-tiba beberapa
gulung desingan angin dingin menyambar tiba dari belakang punggungnya.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
338
Sambil memutar toyanya dia segera melancarkan pertahanan, “Traaang…..!” bentrokan nyaring
berkumandang memecahkan keheni ngan, pedang-pedang lawan yang sedang menyergap
tibapun segera terpental kebelakang semua…..
Seorang murid Thian Ik-cu yang mendendam karena saudara seperguruannya terbunuh
membentak keras, ia lupa akan keadaan dirinya yang terancam, secara nekad tubuhnya bergerak
ke muka menusuk punggung kakek tersebut…..
Serangan ini betul bertenaga tangguh, tapi ia lupa bahwa keberhasilan mereka menahan
serangan Kiong Hau sekalian adalah berkat keampuhan dari ilmu barisan tersebut, dengan
tindakan ini bukan saja barisan menjadi kalut, diapun kehilangan peluang untuk ditolong oleh
rekan-rekannya.
Terdengar seorang kakek yang bersenjatakan sepasang gelang Cu bu siang cuan tertawa
tergelak, gelangnya tiba-tiba dilemparkan ke depan.
“Traaak!” batok kepala tojin itu segera terhajar hancur sehingga isi benaknya berceceran
ditanah, keadaannya betul-betul mengerikan.
Pada gelang tersebut rupanyn diikat pula dengan sebuah rantai perak, sehabis membinasakan
musuhnya, kakek itu menarik kembali tangannya dan menyimpan kembali senjata andalannya.
Setelan rekan seperguruannya terbunuh secara berulang kali, Bu tim tojin sekalian segera
tercekam dalam perasaan dendam yang meluap, sepasang mata mereka menjadi merah
membara, setiap orang mulai berniat untuk beradu jiwa.
Tiba-tiba terdengar Thian Ik-cu berseru, “Cing lian kalian harus tenangkan dulu pikiran dan
bertarung secara mantap…”
Baru saja berbicara sampai setengah jalan Sim Ciu telah mendengus dingin, secara beruntun ia
lancarkan tiga buah serangan berantai.
Dalam keadaan demikian, mana mungkin buat Thian Ik-cu untuk melanjutkan kata-katanya,
terpaksa ia telan kembali ucapan selanjutnya dan memusatkan semua perhatiannya untuk siap
menghadapi lawan.
Ciong Hau tidak terhitung, ketujuh orang kakek yang tidak diketahui asal usulnya ini sungguh
hebat bukan kepalang, sekalipun Bu tim tojin sekalian bertekad untuk melakukan perlawanan
dengan sepenuh tenaga, itu pun tak lebih hanya akan menambah melayangnya jiwa secara
percuma.
Situasi menjadi amat kritis, agaknya sebentar lagi barisan Kao lei kiam tin tersebut akan menjadi
berantakan……
Andaikata barisan Kao lei kiam tin serta Thia Siok-bi, dalam keadaan begitu, kematian orang itu
hanya tinggal menunggu waktu belaka…..
Setelah itu asal mereka musnahkan sumbu bahan peledak yang tertanam disepanjang tepian
telaga itu, sehingga air telaga tak sampai mengalir kebawah, tak bisa disangkal lagi para jago
yang terkurung dibawah lembah pasti akan musnah semuanya.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
339
Tempat dimana Thian Ik-cu beserta anak muridnya dan Thia Siok-bi bertarung melawan Sim Ciu,
Kiong Hau sekalian letaknya berada diatas sebuah bukit yang menonjol keluar, Jin Hian yang
berada diseberang dapat mengikuti semua jalannya pertarungan itu dengan jelas, sedangkan
pemandangan dibawah tebing pun sebagian besar dapat ter lihat dengan nyata, satu-satunya
tempat yang tak bisa dilihat olehnya justru adalah tempat dimana orang-orang Cian li kau, dua
bersaudara Kiong, Huan Tong dan Hoa In-liong berada.
Tapi jarak antara dasar lembah dengan tebing curam itu kelewat jauh, tanpa tenaga dalam yang
sempurna sulit buat mereka untuk melihat jelas jalannya pertarungan itu, walaupun demikian
delapan sembilan puluh persen dari kawanan jago itu berusaha juga mengikuti jalannya
pertarungan dengan seksama.
Bayangan manusia tampak saling berkelebat, sambaran senjata menyilaukan mata, rupanya
pertarungan yang sedang berlangsung disana amat sengit……
Betul orang yang sedang terlibat dalam pertarungan tiada hubungannya dengan mereka, tapi
semua jago didasar lembab sadar bahwa menang kalahnya pertarungan yang sedang
berlangsung sangat mempengaruhi mati hidup mereka semua.
Cia In dan dua bersaudara Kiong sekalian yang ada ditebing sebelah timur tak dapat mengikuti
pula jalannya pertarungan tersebut, dalam keadaan demikian merekapun hanya bisa mengikuti
perubahan sikap orang-orang yang berada didasar lembah sambil menduga-duga sendiri
keadaan yang sesungguhnya.
Jin Hian yang melihat bahwa semua rencananya hampir berhasil, tak tahan lagi segera
mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak, sedang para jago diatas tebing berubah
hebat mukanya, para jago didasar lembah sama-sama menjerit kaget, keadaan menjadi
bertambah kalut………
Disaat yang kritis itulah, mendadak dari tempat kejauhan sana berkumandang suara pekikan
nyaring yang memekikkan telinga, semua orang mengenali pekikan tersebut berasal dari Hoa Inliong.
Dalam waktu singkat, gelak tertawa Jin Hian bagaikan dipotong orang secara paksa, seketika itu
juga gelak tertawanya terhenti di tengah jalan…….
Sorak sorai dan tempik sorak segera berkumandang kembali memenuhi seluruh lembah.
Kejadian ini sangat mangherankan orang-orang di tebing sebelah timur, tapi mereka tahu, situasi
tentu sudah mengalami lagi pe rubahan yang amat besar.
Dengan cemas Kiong Gwat lam bertanya, “Cici, apa yang telah terjadi?”
Kiong Gwat hui ulapkan tangannya sambil tertawa getir, ini pertanda kalau dia sendiripun tak
tahu.
Kiong Gwat lan kembali berpaling serunya, “Enci In!”
Cia In sendiripun tak dapat mengendalikan perasaannya yang kalut, sambil tersenyum ia segera
mendahului, “Kalau kau bertanya kepadaku, aku musti bertanya kepada siapa?”
Kiong gwat lan menjadi panik sekali, gumamnya kemudian, “Tempat ini betul-betul tempat
seperti setan..!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
340
Dengan perasaan kalut ia berjalan mondar-mandir seorang diri seperti semut dalam kuwali
panas.
Semua kejadian yang berlangsung secara beruntun ini memang panjang untuk diceritakan, pada
hal sejak Hoa In-liong pergi sampai kini, waktu hanya berlangsung beberapa menit saja.
Hoa In-liong yang menyaksikan semua kejadian tersebut ditebing itu menjadi naik darah, sambil
berpekik nyaring ia segera menerjang kedalam arena pertarungan.
Tubuhnya masih berada ditengah udara, pedangnya telah diloloskan dari sarung, kemudian
dengan memantulkan sinar putih bagaikan pelangi, dia menerjang tiba dengan kecepatan luar
biasa.
Semua orang yang sedang bertempur menjadi amat terperanjat ketika secara tiba-tiba
menyambar datang cahaya pedang yang menusuk pandangan serta tenaga serangan yang kuat
bagaikan tindihan bukit Taysan, baik musuh maupun teman segera mengangkat senjata masingmasing
untuk membendung datangnya serangan itu.
Terdengar jeritan ngeri yang memilukan hati berkumandang memecahkan keheningan. Ketika
cahaya pedang sirap kembali, kakek bersenjata toya baja itu sudah tergeletak ditanah dengan
bermandikan darah segar.
Seorang pemuda tampan berjubah perlente tahu-tahu sudah berdiri muncul ditengah arena,
pedangnya menuding kelangit dengan wajah serius, wibawanya besar sekali bagaikan malaikat
yang baru turun dari kahyangan.
Semua orang segera menghentikan pertarungan dengan perasaan bergetar keras, dengan mata
terbelalak mereka awasi wajah Hoa In-liong tanpa berkedip.
Setelah suasana hening sejenak, Hoa In-liong baru menatap sekejap wajah semua orang,
kemudian ujarnya kepada Tnian Ik-cu.
“Thian Ik cianpwe harap kau bongkar batu hijau ditepi pohon bwe itu, sulutlah sumbuhnya”
Dengan semangat berkobar kembali, Thian Ik-cu memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu,
benar juga seratus kaki didepan sana tumbuh sebatang pohon bwe, disisinya terdapat sebuah
batu hijau yang besar bagaikan baskom dan berkilat.
Bagi orang yang berpengalaman dalam sekilas pandangan saja tentu akan tahu kalau sumbu
mesiu terebut tentu ditanam dibawah batu ini.
Sim Ciu adalah seorang manusia bengis yang telah terkenal selama tiga jaman, pengalamannya
luas pengetahuannya juga cukup ketika mendengar perkataan dari Hoa In-liong tersebut
kebengisannya segera berkobar kembali, dia berpikir, “Hoa Goan siupun sudah lohu jagal, masa
seorang cucunya musti kutakuti? Kalau cecunguk seperti inipun memecahkan nyaliku, lebih baik
aku bunuh diri saja”
Maka ketika dilihatnya Thian Ik-cu mulai bergerak, dengan mata bengis melotot besar teriaknya
seram, “Tua bangka hidung kerbau, kau anggap pekerjaan tersebut bisa kau lakukan
seenaknya?”
Dengan kelima jari tangannya yang terpentang bagaikan kaitan, ia cengkeram dada Thian Ik-cu.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
341
Melihat datangnya ancaman tersebut, Thian Ik-cu berkerut kening, pedangnya segera diputar
untuk menyambut datangnya ancaman tadi.
Tiba-tiba terdengar Hoa In-liong mendengus dingin, Sim Ciu hanya merasakan matanya menjadi
pedas karena silau oleh cahaya merah, tahu-tahu bayangan hitam sudah melintas didepan mata.
Dengan perasaan terkesiap ia menarik kembali serangannya sambil melompat kesamping untuk
menghindarkan diri.
Ketika ia berdiri tegak kembali, tampaklah Hoa In-liong dengan sikap yang tenang bagaikan tak
pernah terjadi apa-apa telah berdiri kembali ditempat semula, seolah-olah serangan tersebut
bukan dia yang melancarkan.
Dalam kejut dan malunya, ia menjadi naik pitam, dengan suara keras bentaknya.
“Bocah keparat, aku tidak percaya kalau kau memang berilmu tinggi!….”
Sambil berpekik nyaring,ilmu Tay im sin jiau nya dengan membawa suara pecahan bambu yang
memekikkan telinga segera menyambar ke tubuh Hoa In-liong.
Tujuh orang kakek yang lain kebanyakan bersenjatakan senjata aneh, setelah terbunuh seorang,
kini tinggal enam orang.
Sesungguhnya merekapun sudah dibikin terkejut oleh kelihayan Hoa In-liong, maka ketika
dilihatnya Sim Ciu sudah turun tangan, merekapun tak berani berayal, senjata masing-masing
segera disiapkan untuk menyerang anak muda itu.
“Anjing laknat!” bentak Thia Siok-bi dengan marah.
Senjata kaitan kemalanya diputar, ia siap menerjang pula ke depan.
Gui Ci hong dengan cepat mengayunkan telapak tangannya ke depan melepaskan sebuah
pukulan hawa dingin yang merasuk tulang, inilah pukulan Sui sim ciang (pukulan penghancur
hati) yang diandalkannya selama ini.
Barusan nyaris Thia Siok-bi tewas ditangannya oleh pukulan tersebut, ketika dilihatnya orang itu
kembali melancarkan serangan dengan ilmu Sui sim ciang, ia mendengus gusar, sambil berkelit
ke samping, senjata hud timnya menggulung ke depan dengan senjatanya mencukil keatas
melepaskan serangan balasan.
Semua peristiwa itu berlangsung dalam sekejap mata, sekali mengayunkan pedangnya seketika
itu juga Hoa In-liong telah mengu rung Sim Ciu ber-enam ke dalam lapisan hawa pedangnya, ia
segera berteriak nyaring, “Tootiang, cepat pergi!”
Setelah menyaksikan kehebatan Hoa In-liong didalam melancarkan serangannya Thian Ik-cu
menjadi berlega hati, ia tahu meledakkan tanggul telaga lebih penting dari segala-galanya, maka
dengan cepat ia memutar badan dan lari menghampiri pohon bwe tersebut.
Waktu itu hanya Kiong Hau berdua yang belum turun tangan, menyaksikan perkembangan
situasi tersebut dia lantas berpikir, “Ilmu silat yang dimiliki bocah keparat ini sungguh lihay sekali,
lebih baik lohu jangan keburu-buru menghalanginya, aku musti mencari akal untuk
menghancurkan sumbu-sumbu mesiu tersebut”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
342
Sebagai orang yang berakal licik dan banyak tipu muslihatnya, setelah berpikir sejenak, dia lantas
membentak, “Thian Ik-cu hidung kerbau, sambut peluru ini!”
Diantara getaran tangannya, sebutir peluru pek lek tan segera disambit.
Dengan ilmu silat yang dimiliki Thian Ik-cu, peluru Pek lek tan dari Kiong Hau tidak akan
menyusahkan dirinya, karena itu sewaktu didengarnya senjata rahasia Kiong Hau tersebut tidak
menyambar kearahnya, diapun tidak mengambil perduli akan tibanya sambaran Pek lek tan yang
nyambar lewat dari samping itu.
Namun setelah diketahui Pek lek tan yang dilepaskan tersebut mengarah pada batu hijau dimana
sumbu mesiu terdapat, ia menjadi terperanjat sekali, untuk mencegah jelas sudah tak mungkin
lagi.
Anak muridnya dan Thia Siok-bi juga tak sanggup berkutik menghadapi kejadian ini, mereka
hanya terbelalak dengan hati terkejut.
Jeritan kaget segera berkumandang memecahkan keheningan, sementara para jago di buat
terkejut oleh peristiwa itu. Jin Hian dan konco-konconya menjadi bergirang hati.
Dengan gemas Go Tang cuan memaki, “Thian Ik-cu, goblok kamu!”
Dalam pada itu pedang Hoa In-liong sedang berputar mengurung Sim Ciu beserta ke enam orang
jago lainnya, namun semua kejadian yang berlangsung seakan-akan tidak terlepas dari
pengamatannya, dalam situasi demikian, tiba-tiba ia tertawa seraya berseru, “Kiong Hau, kau
memang amat cerdik!”
Telapak tangan kanannya segera diayunkan ke depan, segulung tenaga pukulan angin berpusing
dengan cepat membawa serangan dari Sim Ciu sekalian nyelonong kesamping sedangkan tangan
kanannya segera diputar mengayunkan pedangnya ke depan.
Sesungguhnya peluru Pek lak tan itu menyambar duluan ke depan, ternyata sebelum benda tadi
menghancurkan batu hijau dan melenyapkan harapan para jago untuk meloloskan diri, pedang
Hoa In-liong sudah keburu menyambar lebih duluan, cahaya tajam berkelebat lewat, tahu-tahu
benda itu sudah tertumbuk sehingga tercebur kedalam telaga.
Padahal peluru Pek lek tan adalah semacam benda yang mudah meledak bila tersentuh, tapi
entah gerakan apa yang telah digunakan Hoa In-liong, kenyataannya meski tersentuh oleh
pedang yang menyambar cepat, benda itu sama sekali tidak sampai meledak.
Ketika pedang itu sudah menumbuk jatuh peluru Pek lek tan, dengan kecapatan tinggi senjata itu
segera menyambar ke depan sana dan tampaknya segera akan terjatuh kedalam lembah yang
telah be rubah menjadi lautan api.
Siapa tahu, disaat yang terakhir itulah mendadak pedang itu berputar satu lingkaran besar dan
meluncur kembali ke tepi tebing.
Sambil tertawa nyaring Hoa In-liong melambung ke udara dan menyambar kembali senjatanya.
Semua kejadian tersebut dapat diikuti oleh setiap orang dengan amat jelasnya, paras muka Jin
Hian segera berubah hebat, sedangkan para jago yang berada dalam lembah betempik sorak
memuji kehebatan si anak muda itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar