Selasa, 06 Oktober 2009

3 maha 15

Karena dalamnya liang tersebut maka orang-orang yang ada diatas liang menyaksikan orang

yang sedang bekerja di bawah liang sebesar semut kecuali beberapa orang jago yang dapat

melihat jelas keadaan tersebut sebagian besar mereka tak dapat melihat apa-apa.

Hoa Thian-hong dengan menemani Tiangsun Pou serta empat datuk dari bukit Huang-san

memburu ke tempat kejadian, waktu itu dasar liang telah menjadi lautan manusia, tiap anak

tangga penuh berjejal kawanan jago, lampu lentera menyinari seluruh penjuru membuat suasana

jadi terang benderang

Ketika Hoa Thian-hong dan Tiansun Pou sekalian tiba didasar lembah, hampir seluruh jago pada

menyingkir ke samping untuk memberi jalan lewat.

Didasar liang terdapat sebuah atap tembaga sepanjang dua depa lebar satu depa enam cun

dengan memancarkan sinar keemas-emasan, selain itu terdapat pula sebuah kepala patung

binatang Kilin dan separuh potong papan nama yang luasnya empat depa masih terbaca, sebab

huruf besar yang terbuat dari emas.

Tulisan itu adalah Huruf Ban atau sepuluh laksa.

Setelah beberapa orang itu mencapai tem at kejadian, Pek Siau-thian segera menunjuk ke arah

separuh bagian papan nama itu seraya berseru, “Tiangsun lote, cepatlah rundingkan dengan

keempat datuk, tempat ini sebenarnya adalah bagian mana dari istana Kiu ci kiong?”

Po-yang Lojin maju melewati lautan manusia, seteah membaca tulisan Ban itu, ia lantas berseru,

Oooh! Tempat ini adalah istana Ban yo tian, sudah terhitung tempat penting didalam istana Kiu ci

kiong, orang lain dilarang masuk keluar ditempat ini”

Li lojin yang berada disisinya melanjutkan, Menurut berita yang tersiar dalam dunia persilatan,

ketika Kiu-ci Sinkun memberi nama untuk istananya ini, ia pernah berkata: Barangsiapa dapat

memasuki ruang istana ini dia adalah anak buah istana Kiu ci kiong, dan apa dia harapkan akan

dipenuhi sampai puas, selama hidup tak akan menderita lagi”

Tiangsun pou membeberkan peta birunya dan membentangkan dihadapan kawanan jago, Poyang

Lojin lantas menunjuk ke arah sebidang tanah yang bertulisan Ban yo tian, ujarnya lagi,

Disinilah letak istana Ban yu tian, belakang istana adalah sebuah kebun bunga, dibelakang kebun

bunga adalah sebuah telaga kecil, setelah melewati jembatan batu maka kita akan sampai ditem

pat tinggalnya Kiu-ci Sinkun.

Peta biru itu dibuat oleh Tiangsun Pou berasarkan keterangan dari empat datuk bukit Huang-san,

catatan diatas peta itu amat jelas sekali, hampir semua pemimpin persilatan berkerumun dimuka

dan meneliti peta itu.

Tiba-tiba Pek Kun-gie menerobos masuk dari kerumunan orang banyak, kemudian ia berdesakan

dan berdiri disamping Hoa Thian-hong.

Kebetulan Kiu-tok Sianci berdiri disamping pemuda itu, karena didesak Pek Kun-gie, ia jadi

terdorong kesamping, kejadian ini segera menggusarkan hatinya, Dengan dahi berkerut

perempuan suku Biau ini siap mengumbar hawa amarahnya tapi oleh karena Pek Kun-gie adalah

seorang anak muda ia malu untuk menurunkan gengsi sendiri.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

639

Rupanya Pek Kun-gie tahu bahwa hubungannya dengan Hoa Thian-hong tak dapat berlangsung

lantaran hadangan dan penampikan dari Kiu-tok Sianci beserta anak muridnya, karena itu dia

sangat membenci orang orang dari wilayah Biau ini.

Oleh karena itu ia agak penasaran atas diri Kiu-tok Sianci, sebelum perempuan itu sempat

mengumbar hawa amarahnya, ia sudah melotot seraya menegur, “Heey, apa yang sedang kau

pelototi? Memangnya mau makan orang ya?”

Kalau gadis itu berlagak sok maka Hoa Thian-hong yang paling panik, cepat-cepat ia tarik gadis

itu kebelakang kemudian bentaknya dengan perlahan, “Eih, bagaimana sih kamu ini? kenapa

berani bersikap tak tahu sopan terhadap orang yang lebih tua dirimu? kalau sampai orang

lainpun mengetahui tingkah lakumu ini bagaimana jadinya nanti?”

Pek Kun-gie tidak langsung menjawab, kembali ia melotot sekejap searah Kiu-tok Sianci dengan

penuh perasaan dendam, setelah itu baru sahutnya dengan lirih, “Kalian tak boleh bertindak

gegabah, sampai sekarang Tang Kwik-siu beserta anak muridnya tidak pernah turun kemari, Kok

See-piauw bajingan cilik itupun lenyap tak ketahuan kemana perginya, aku lihat kejadian ini aneh

sekali, kita musti waspada dan berjaga-jaga atas segala kemungkinan yang tak diinginkan!”

Sunggguh terperanjat hati Hoa Thian-hong setelah mendengar laporan tersebut, dengan

pandangan tajam ia menyapu sekejap seke-liling tempat itu, betul juga perkataan itu, baik Pek

Siau-thian maupun Kiu-im Kaucu, Jin Hian serta Thian Ik-cu, beberapa orang tokoh penting

dalam dunia persilatan telah hadir semua didasar liang galian itu, tapi dari pihak Mo-kauw yakni

Tang Kwik-siu beserta anak muridnya, tak seorang pun yang menampakkan diri disitu.

Sementara itu, Kho Hong-bwee merasa sangat tak senang hati lantaran Kiu-tok Sianci sentimen

dengan putrinya, dalam keadaan seperti ini dia lantas manfaatkan kesempatan itu dengan sebaik

baiknya, dengan menunjukkan lagaknya sebagai seorang angkatan yang lebih tua, ia

menghardik, “Peristiwa ini sangat mencurigakan hati, Thian-hong! Segera naik keatas dan selidiki

persoalan ini sampai jelas!”

“Baik!” sahut Hoa Thian-hong, ia tak berani berayal lagi serentak tubuhnya melejit keatas.

Ilmu meringankan tubuh yang dimiliki si anak mada ini sudah mencapai pada puncaknya, sambil

menutul permukaan batu, dalam waktu singkat ia sudah mencapai permukaan liang tersebut.

Baru saja dia hendak melangkah keluar dari liang galian, tiba- tiba terdengar Tang Kwik-siu

tertawa terbahak-bahak dengan seramnya, disusul ia berkata, “Haaaah…. haaaahh….

haaaah….Hoa kongcu, betulkah harta karun itu sudah menampakkan diri?”

Seraya mengejek, segulung angin pukulan yang maha dahsyat ibaratnya gulungan ombak yang

dimainkan taufan melanda datang dengan dahsyatnya, diantara desingan tajam tersebut terselip

pula bau busuk yang sangat memualkan.

Kejut dan gusar Hoa Thian-hong menghadapi kejadian ini, disaat yang kritis dia mengepos

tenaga, sepasang telapak tangannya lantas menekan permukaan tanah dan Sreet….! dengan

kecepatan seperti anak panah terlepas dari busurnya dia melejit ke udara, kemudian ber

jumpalitan beberapa kali.

Lompatan keudara yang indah dan maha sakti ini tak mungkin bisa dilakukan orang lain didunia

ini kecuali Hoa Thian-hong seorang, sebab bukan saja seseorang harus memiliki ilmu

meringankan tubuh yang sempurna, diapun harus mempunyai keberanian yang luar biasa.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

640

Meleset dengan serangan mautnya, Tang Kwik-siu jadi ketakutan setengah mati, nyalinya serasa

jadi pecah, sambil berpekik nyaring dia putar badan dan kabur terbirit-birit.

Ketika masih berada ditengah udara mendadak telinganya yang tajam telah menangkap

serentetan suara yang aneh sekali kede ngaranya, cepat dia alihkan perhatiannya ketempat

berasalnya suara itu.

Apa yang telah terjadi? Mendadak perasaan hatinya tercekat, jantungnya berdebar keras dan

mukanya pucat pias seperti mayat, dengan perasaan ngeri jeritnya keras-keras, “Awass….! Air

bah telah datang, cepat kabur keatas…. cepat kabur dari sina,air bah telah datang!”

Ia membenci dan mendendam pada kekejaman serta kelicikan Tang Kwik-siu, setelah memberi

peringatan kepada kawanan jago itu secepat kilat ia mengejar ke arah gembong iblis tersebut.

Semua kejadian itu berlangsung dalam sekejap mata, jerit ngeri terkumandang susul menyusul

dari dalam liang galian itu menyusul mana jeritan kaget mendekati setengah kalap menggelegar

dari balik liang tersebut, “Ooooh…. ular…. ular beracun…. kelabang beracun…. laba-laba

beracun!”

Jeritan ngeri demi jeritan ngeri berkumandang susul menyusul, suasana amat kalut setiap orang

saling berdesakan dan berebutan untuk memanjati anak tangga, ada yang marangkak naik

keatas ada pula yang merosot kebawah, apalagi mendengar suara gulungan air bah yang

menggemuruh dengan kerasnya, semua orang semakin bergidik dan pecah nyali.

Dalam keadaan seperti ini, setiap orang yang masih berada dalam liang galian tersebut matimatian

berusaha untuk menerjang naik keatas permukaan sebaliknya mereka yang berilmu silat

rendah, seketika terdesak kebawah dan berjatuhkan ke dasar liang tersebut.

Dalam waktu tingkat, suara gemuruh air bah yang memekikkan telinga menggelegar di udara,

keras sekali suara itu, seakan-akan ada berjuta-juta orang pasukan berkuda yang meluncur

datang bersamaan waktunya.

Begitu suara gemuruh yang keras bagaikan ledakan gunung berapi itn menggelegar diudara,

suasana dalam liang galian itu jadi panik dan kacau balau tak karuan, setiap orang hanya

memikirkan untuk menyelamatkan jiwa sendiri, obor yang mereka bawa pun pada dibuang

ketanah, dengan begitu suasana jadi gelap gulita.

Ditengah kegelapan yang mencekam seluruh jagad, jeritan kaget dan teriakan panik

berkumandang dari sana sini, seakan-akan mereka tertimpa bencana kiamat saja.

Terdengar Pek Siau-thian meneriakan nama “Hong bwe” Kho Hong-bwee meneriakan nama “Kun

gi” Kiu-tok Sianci meneriakan nama dari anak muridnya, Kiu im kancu, Jin Hian serta Thian Ik-cu

sekalian masing masing kabur secepatnya dari tempat celaka itu, mereka tak gubris bagaimana

keadaan yang lain, yang dipikirkan hanya bagaimana caranya untuk meloloskan diri secepatnya

dari sana.

Hampir sebagian besar kawanan jago yang hadir ditempat itu terlibat dalam peristiwa maut ini,

tapi ada pula beberapa orang yang sama sekali tidak ikut mengalami kejadian tersebut, mereka

adalah Chin Wan-hong, Cu Im taysu, Ciu Thian hay serta Suma Tiang cing empat orang.

Keempat orang ini ditinggal dalam markas untuk menjaga keamanan disitu, mereka tak pernah

bergeser selangkahpun dari markasnya, maka ketika terjadi peristiwa yang sama sekali tak

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

641

terduga itu, buru-buru mereka lari ketepi liang galian untuk berusaha menolong rekan-rekan

sendiri.

Dalam waktu singkat air bah yang maha dahsyat itu sudah menggulung tiba ditepi galian

tersebut, kawanan manusia yang begitu banyak seperti semut makin cepat lagi merangkak naik

keatas tebing tersebut.

Mereka yang agak lambat larinya segera diterjang oleh kawanan jago lainnya sehinggaag

terjatuh dan terinjak jadi daging hancuran, dalam keadaan seperti ini tiap orang hanya

memikirkan bagaimana caranya untuk meloloskan diri serta menyelamatkan jiwa sendiri.

Malahan ada pula yang telah mencabut keluar senjata mereka, tanpa pandang bulu baik dia

rekan atau musuh pokoknya mereka membacok sekenanya agar bisa terbuka sebuah jalan lewat

dan mereka bisa lebih cepat lagi tinggalkan tempat celaka itu.

Selang sesaat kemudian, sang surya telak muncul di ufuk sebelah timur dan memamcarkan sinar

keemas-emasannya enyoroti wajah kawanan jago yang baru lolos dari bencana itu.

Tiba-tiba terdengar seseorang berteriak keras, “Coba lihat! Hoa kongcu berada disana”

Beratus-ratus pasang mata beralih ke arah mana yang ditunjuk, benar juga, dibawah sorotan

cahaya sang surya, tampaklah Hoa Thian-hong dengan pedang terhunus sedang bertempur

sengit melawan Tangkwik Siu serta belasan orang anak muridnya….Cahaya senjata berkilauan

tertimpa sinar matahari dan membiaskan serentetan sinar yang menyilaukan mata, pertarungan

itu berlangsung dengan sengitnya

Kiu-im Kaucu yang sangat mendongkol bercampur gusar serentak acungkan kepalanya sambil

berteriak lantang, “Hayo berangkat, kita cingcing setiap orang dari Seng sut Pay menjadi

perkedel, jangan biarkan diantara mereka berhasil kabur dari sini dalam keadaan selamat!”

Serentak kawanan jago itu menghadapi dengan teriakan-teriakan kalap, dengan senjata terhunus

mereka lantas menyerbu ketepi gelanggang.

***

GELANGGANG pertarungan dimana Hoa Thian-hong sedang bertempur melawan Tang Kwik-siu

beserta anak muridnya adalah sebuah tebing curam yang amat terjal dan sangat berbahaya.

Ciu Thian-hau serta Suma Tiang Cing paling menguatirkan keselamatan hidup si anak mada itu,

dengan mengerahkan segenap ke kuatan yang dimilikinya kedua orang itu sudah berhasil

mencapai puncak tebing yang amat curam itu, baru saja mereke hendak melayang kedepn untuk

memberi bantuannya, tiba-tiba Hoa Thian-hong berseru dengan lantang, “Kalian tak usah turun

tangan membantu, biarlah kubereskan sendiri beberapa orang kurcaci ini”

Dua orang itu lantas alihkan sorot matanya ketengah gelanggang, mereka lihat sebatang pedang

Hoa Thian-hong seperti naga sakti yang sedang bermain diudara menggelegar kesana kemari

dengan entengnya, baik Tang Kwik-siu maupun Hong Liong keduanya sudah terkurung di tengah

tengah kepungan.

Tang Kwik-siu mainkan ikat pinggang berukir naga emas sementara Hong Liong mainkan sebilah

golok bergigi yang lebar dan besar ditangan kiri dan sebuah ikat pinggang emas ditangan kanan.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

642

Ketika itu sekujur badan mereka berdua sudah penuh dengan luka bacokan, darah segar

mengalir keluar membasahi sekujur badannya, paras muka mereka pucat pias seperti mayat,

keadaannya mengenaskan sekali.

Dari delapan belas orang murid perguruan Seng sut pay yang dibawa serta dalam perjalanan

kecuali Kok See-piauw seorang yang tidak kelihatan batang hidungnya, tujuh belas orang sisanya

mengurung Hoa Thian-hong rapat-rapat dari luar gelanggang, kendatipun kepungan itu sangat

ketat dan rapat tapi tak seorangpun manusia-manusia itu berhasil mendekati si anak muda itu.

Sungguh terharu dan gembira Ciu Thian-hau setelah menyaksikan betapa gagah perkasanya Hoa

Thian-hong, kendatipun dikerubuti oleh sembilan belas orang jago tangguh, pemuda itu masih

tampak sehat wal’afiat tanpa kekurangan suatu apapun, tubuhnya bersih dan bebas dari luka

yang membuat ia cedera.

Saking terharu gembiranya, pendekar besar yang berhati setenang air telaga ini tak dapat

menguasai emosinya lagi, titik-titik air mata jatuh berlinang membasahi wajahnya, sambil

goyangkan tangannya berulang kali kepada kawanan jago yang berlari datang dengan cepatnya

itu, ia berteriak keras, “Coba lihatlah kalian ke atas sana, jangan untuk maju ke situ biarkan

mereka lanjutkan pertarungan!”

Kiranya selama ini kecuali memimpin rombongan pekerja untuk menggali tanah mencari harta,

Hoa Thian-hong selalu manfaatkan setiap detik setiap menit yang dimilikinya untuk

memperdalam ilmu silatnya hampir boleh dibilang jarang sekali ia beristirahat atau tidur, dan

perbuatannya ini tentu saja hanya diketahui oleh sekelompok manusia yang mempunyai

hubungan paling akrab dengannya.

Oleh karena tindakannya yang kelewat berani ini, tanpa disadari rambut Hoa Thian-hong yang

hitam ikut berubah jadi putih beruban.

Untuk menghindari perhatian banyak orang, Chin Wan-hong telah meminjam potlot alis dari

sucinya untuk menghitamkan rambut Thian-hong yang telah putih beruban itu, mesti dalam hati

merasa sedih namun dara itu tak banyak berbicara, sebab dia tahu banyak bicarapun tak ada

gunanya.

Hanya orang-orang inilah tahu betapa besarnya pengorbanan yang telah dibayar Hoa Thian-hong

untuk memiliki ilmu silat yang maha tinggi itu, karenanya hanya mereka pula yang merasa

terharu dan melelehkan air mata setelah menyaksikan kesuksesan Hoa Thian-hong untuk

membuat pontang-panting musuh yang dianggap sebagian besar orang sebagai momok yang

ditakuti itu.

Dalam pada itu, semua jago persilatan yang lolos dari bencana telah berkumpul semua diatas

tebing, semua perhatian mereka tertuju pada pertarungan yang sedang berlangsung dipuncak

tebing yang curam itu.

Sementara air bah telah menggenangi seluruh liang galian yang besar dan dalam, hasil kerja

para jago baik dari golongan putih maupun dari golongan hitam yang bersusah payah selama

dua puluh harian itu sekarang lenyap tak berbekas disapu air bah.

Tiba-tiba Tang Kwik-siu menjerit dengan suara yang amat keras mendekati setengah kalap, “Hoa

Thian-hong! Memburu orang tak akan memburu sampai seratus langkah, sekarang engkau sudah

berhasil menangkan pertarungan ini apa lagi yang kau inginkan?”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

643

Sebelum Hoa Thian-hong menjawab, kawanan jago penasaran telah berteriak-teriak penuh

kemarahan.

“Bangsat tua itu berhati kejam melebihi racunnya ular berbisa, dia hendak membasmi kawankawan

jago dari daratan tionggoan tanpa berbekas, dosanya kelewat besar, manusia bangsat itu

tak boleh dibiarkan hidup, jangan ampuni mereka!”

“Hoa kongcu, bunuh saja manusia-manusia itu, kau tak usah berbelas kasihan lagi bagi mereka,

manusia-manusia terkutuk itu harus dibasmi dari muka bumi.

Hoa kongcu, kalau engkau tak bersedia untuk turan tangan, serahkan saja bangsat-bangsat itu

kepada kami, kamilah yang akan menjatuhkan hukuman yang setimpal untuk mereka.

Jangan lepaskan bangsat-bangsat dari Seng sut pay, cincang mereka sampai hancur berkepingkeping.

Sekejap mata, teriakan-teriakan gusar dan bentakan-bentakan nyaring seperti guntur yang

menggelegar di angkasa, menggema dise luruh lembah bukit itu, keadaan jadi amat genting.

Pucat pias selembar wajah Tang Kwik-siu, dengan penuh ketakutan ia menjerit, “Kalian jangan

sembarangan menuduh, kalian jangan sembarangan melimpahkan dosa kepada kami, perbuatan

itu dilakukan oleh Kok See-piauw seorang, dia adalah orang Tionggoan, dialah yang harus

bertanggung jawab atas terjadinya peristiwa ini, jangan melibatkan Seng sut pay kami dengan

kejadian tersebut!”

Hoa Thian-hong mendengus dingin, pergelangan tangannya digetarkan kedepan. Sreet! Ia

melepaskan sebuah bacokan kilat kemuka.

Sebuah mulut luka yang panjang dan besar segera muncul didada sebelah kiri Tang Kwik-siu,

darah segar berhamburan keluar membasahi sekujur badannya.

Tang Kwik-siu semakin ketakutan, nyalinya pecah dan tanpa sadar sekujur badannya gemetar

keras, kendatipun ikat pinggang naga emasnya sudah diputar sedemikien rupa, toh babatan

pedang dari pemuda itu gagal untuk dibendungnya.

Dalamm pada itu, tusukan pedang dari Hoa Thian-hong telah berputar kesamping dan membabat

pula dada kiri Hong Liong hingga terluka panjang, sementara kaki kirinya melayangkan keatas

dan seorang murid Seng sut pay kena tertendang sehingga mencelat dari tebing curam itu….

tercebur kedalam air bah.

Menyaksikan kehebatan si anak muda itu, Kho Hong-bwee yang berada dipuncak bukit itu,

gelengkan kepalanya berulang kali, katanya dengan nada gegetun, “Aaaai! Bocah ini memang

hebat dan mengagumkan, sekalipun Kiu-ci Sinkun hidup kembali, belum tentu ia bisa menandingi

kehebatan bocah muda ini!”

Paras muka Pek Siau-thian kaku tanpa emosi, mendengar ucapan istrinya, ia cuma, bisa

mengeretak giginya keras-keras sehingga terdengar bunyi gemerutuk yang nyaring.

Haruslah diketahui, Tang Kwik-siu adalah seorang tokoh silat yang berilmu tinggi, jangankan

orang lain sekalipun Kiu-im Kaucu sendiripun merasa belum tentu bisa menandingi kelihayan

gembong Mo-kauw itu, bisa dibayangkan bagaimana dengan lainnya.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

644

Hong Liong telah memperoleh warisan langsung dari gurunya, golok bergigi ditangan kirinya

memiliki bobot mencapai empat puluh kati, sedangkan ikat pinggang emas ditangan kanannya

merupakan senjata lemas yang ampuh, kerja sama antara keras dan lunak ini boleh dibilang

amat erat sehingga kedahsyatan yang ditimbulkan pun luar biasa sekali.

Kiu-im Kaucu maupun Pek Siau-thian sekalian jago-jago lihay tentu saja dapat melihat dengan

jelas betapa lihaynya kemampuan Hong Liong dan Tang Kwik-siu, tapi kenyataannya bukan saja

Hoa Thian-hong sanggup melayani kerubutan dua orang jago lihay itu, malahan dapat pula

melayani kerubutan dari belasan orang jago lainnya, bukan saja pemuda itu berada diposisi yang

tak terkalahkan, bahkan masih punya kemampuan untuk mempermainkan lawannya, tidak heran

kalau kawanan tokoh silat itu jadi putus asa dan tak berani punya pikiran untuk menantang Hoa

Thian-hong berduel.

Pada saat ini, Tang Kwik-siu hanya punya satu pikiran yaitu berharap agar ia di tendang oleh Hoa

Thian-hong hingga tercebur ke dalam air, sebab dengan begitu maka ia akan mendapat

kesempatan untuk melarikan diri dari tempat celaka itu.

Apa mau dikata, Hoa Thian-hong sama sekali tidak berbuat begitu, ia tak sudi memberi

kesempatan kepada musuhnya untuk kabur, dia akan membekuk gembong ibis itu kemudian

dijatuhi hukuman yang setimpal setelah diadili bersama oleh kawanan jago persilatan….

Perbuatan serta tindakan Tang Kwik-siu terlampau keji, sikapnya yang tidak menyenangkan itu

telah menimbulkan kegusaran semua orang, sebagai manusia licik tentu saja ia diapun bisa

membayangkan bagaimana jadinya andaikata ia sampai diadili oleh kawanan jago persilatan.

Segenap tenaga dan kemampuan telah dikerahkan keluar untuk mencoba kabur dari situ tapi

permainan pedang Hoa Thian-hong terlampau dahsyat dan lihay, sekalipun ia sudag berusaha

toh akhirnya gagal.

Pada hakekatnya dua kali tusukan kilat yang dilakukan Hoa Thian boes tadi terlampau aneh dan

sakti, jangankan Tang Kwik-siu yang sedang bertempur, malahan Kiu-im Kaucu dan Pek Siauthian

yang mengikuti jalannya pertarungan dari sisi gelanggang pun dibuat tak habis mengerti.

Tiba-tiba terdengar Pek Kun-gie berseru lengking, “Suruh dia serahkan keluar kitab pusaka Thian

hua ca ki….!”

Begitu mendengar tentang soal Thian hua ca ki, sekilas harapan untuk hidup muncul dalam hati

Kecil Tang Kwik-siu, ia merasa jiwanya mungkin bisa tertolong dengan pertukaran kitab pasaka

itu….

Tapi ingatan lain dengan cepat melintas dalam benaknya, ia merasa perbuatan Seng sut pay

sudah menimbulkan bencana bagi khalayak ramai, kendatipun kitab pusaka itu sudah ia serahkan

kepada Hoa Thian-hong, untuk bersedia untuk melepaskannya, belum tentu kawanan jago

persilatan lainnya menyetujui tindakan tersebut.

Dalam pada itu Hoa Thian-hong telah membentak dengan keras, “Tang Kwik-siu serahkan kitab

Thian hua ca ki itu kepadaku, aku orang she Hoa menjamin kehidupan untukmu….”

“Cepat serahkan kitab pusaka Thian hua ca ki untuk menebus dosa dosamu yang sudah

nampak!” teriak Pek Kun-gie pula dengan lantang, “kalau tidak kau penuhi permintaan itu

sekarang juga kami akan beres kan kalian guru dan murid semua, kemudian berangkay ke Cia

hay dan membumi ratakan sarang tikus Seng sut pay kalian agar cucu muridmu hancur

berantakan dan tak seorang manusiapun tersisa.”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

645

Sorak sorai yang ramai dan gegap gempita segera berkumandang memenuhi angkasa, banyak

orang medukung usul itu, bahkan banyak orang pula yang berteriak sambil acungkan kepalan

siap bertempur, jelas semua orang sudah membenci rombongan dari Seng Sut pay itu hingga

merasuk ketulang sum-sumnya.

Pucat pias selembar wajah Tang Kwik-siu, sepasang matanya merah darah, selama hidup mimpi

pun ia tak pernah bayangkan, bahwa suatu ketika dia bakal menderita kekalahan sedemikian

mengenaskannya.

Tapi bagaimanapun juga dia adalah seorang manusia yang bejad dan bermoral jahat, sekalipun

berada diujung tanduk dan keselamatan jiwanya terancam, pikirannya tak sampai kalut ataupun

bingung, sesudah berpikir sebentar mendadak bentaknya, “Hoa Thian-hong, hentikan

seranganmu, kuserahkan kitab pusaka ini kepadamu!”

Hoa Thian-hong menarik kembali serangannya dan melompat mundur ke sisi tebing, perlahanlahan

katanya, “Saudara, kuperingatkan kepadamu, alangkah baiknya kalau berbuat jujur dan

jangan mencoba untuk bermain licik lagi kalau tidak bisa-bisa khalayak ramai sampai marah dan

menyergap dirimu. aku tak akan menjamin keselamatan jiwamu lagi!”

Napas Tang Kwik-siu tersengkal-sengkal, setelah mengatur kembali pernapasannya, dari saku dia

ambil keluar sejilid kitab yang kumal, seraya menuding sejilid kitab yang terbuat dari kulit,

katanya, “Orang she Hoa, lihatlah baik-baik, inilah Kitab pusaka Thian hua ca ki, barang yang

tulen dan sama sekali bukan barang tiruan!”

Pek Kun-gie mendengus dingin, timbrungnya dari samping, “Bila engkau berani menghancurkan

kitab tersebut, kami akan cincang tubuhmu menjadi berkeping-keping, akan kami hancur

lumatkan tubuhmu kemudian disuguhkan kepada anjing!”

Tang Kwik-siu berlagak pilon, meskipun kata-kata itu tajam dan pedas, ia pura-pura tidak

mendengar, seraya membalik pada halaman terakhir dari kitab Thian hua ca ki tersebut, ia

menuding pada lukisan yang tertera disitu, lalu katanya lagi, “Inilah peta rahasia yang

menunjukkan letak penyimpanan harta pusaka itu, tanpa peta yang tertera dalam kitab ini,

kendati pun kalian mengobrak-abrik seluruh kulit bumi yang menopang bangunan Kiu ci kiong,

jangan harap barang-barang pusaka itu berhasil kalian temukan.

Diam-diam Hoa Thian-hong merasa tak tega, ia lihat sekujur badan gembong iblis itu sudah

penuh dengan luka yang menganga, keadaannya mengenaskan sekali, tanpa terasa ia berpikir,

Bagaimanapun jasa orang ini toh sebagai seorang cikal bakal dari suatu perkumpulan besar,

gerakan pencarian harta yang terjadi sekarangpun dia yang mulainya lebih dulu tapi sayang

karena terlampau tamak, akhirnya harus mengalami nasib setragis ini, kalau dibicarakan kembali

sebetulnya patut di kasihani.

Karena berpendanganbegitu, paras muka nya jauh lebih lunak, ia berkata lagi, “Dalam gerakan

pencarian harta ini, jasa mu terhitung besar sekali, kendatipun Seng Sut pay bercokol ditepi

perbatasan tapi apa bedanya dengan kami semua orang-orang Tionggoan? Walaupun bunga

berwarna merah, daun berwarna hijau, tapi asalnya dari satu batang yang sama, bukan begitu?”

“Nah, andaikata dalam istana Kiu ci kiong benar-benar ada harta karunnya maka aku tidak

keberatan untuk membaginya pula untuk kalian beberapa orang, dan bilamana engkau sekalian

bersedia pula untuk tetap tinggal disini dan melanjutkan usaha penggalian ini, aku yang tak

becus akan berusaha mohonkan pengertian dari saudara-saudara lainnya agar sudi memaafkan

kalian!”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

646

Tang Kwik-siu ulapkan tangannya menukas ucapan yang belum selasai itu, ia tertawa sedih,

katanya, “Sekalipun semua kitab pusaka ilmu silat yang berada dalam istana Kiu ci kiong berhasil

kudapatkan, toh tak akan mampu untuk menandingi sebilah pedang saktimu, meskipun Tang

Kwik-siu bodoh, tak akan ku lanjutkan kembali usahaku untuk melakukan percarian tersebut!”

Begitu perkataan itu diutarakan keluar, baik Kiu-im Kaucu maupun Pek Siau-thian sama-sama

merasa tercekat, perasaan hati mereka jadi dingin separuh, pikirnya hampir berbareng, “Benar

juga ucapan itu! Kendatipun semua kitab pusaka ilmu silat yang tersimpan dalam istana Kiu ci

kiong berhasil dirampas semua toh akhirnya tak akan berhasil menangkan kelihayan bocah she

Hoa tersebut, lalu apa gunanya musti bersusah payah untuk membuang tenaga serta pikiran

dengan percuma?”

Rupanya sampat detik itu dua orang pemuka persilatan yang berambisi besar itu masih juga

memiliki pikiran jahat, mereka berencana bila harta karun itu ditemukan maka pada akhirnya

mereka akan berusaha merampas serta mengangkangi semua kitab pusaka itu bagi kepentingan

pribadi.

Tapi sekarang setelah mendengar perkataan dari Tang Kwik-siu, ibaratnya lonceng pagi yang

menyadarkan orang dari tidurnya, seketika menyadarkan kembali dua orang tokoh silat ini bahwa

pikiran mereka itu sebetulnya keliru dan sama sekali tak ada manfaatnya.

Serta-merta kegembiraan serta minat mereka berdua terhadap kitab pusaka ilmu silatpun

mengalami kemerosotan total bahkan akhirnya boleh dibilang sama sekali tak berminat lagi.

Dalam pada itu, Hoa Thian-hong telah berkata lagi, “Ilmu silat adalah suatu aliran air yang

mengalir dari segala penjuru dimana akhirny terbentuk jadi samudra, kalau toh engkau ribut dan

mempersoalkan diriku seorang, tidakkah terasa bahwa tindakanmu itu sebenarnya telah menodai

maksud dan tujuan orang belajar silat?”

Sesudah berhenti sebentar, dia melanjutkan lebih jauh.

“Setiap manusia mempunyai cita-cita dan tujuan yang berbeda, tentu saja aku tak berani

memaksa engkau untuk menuruti kehendakku, ketahuilah bahwa kitab pusaka Thian hua ca ki

adalah benda milik orang Tionggoan, maka aku minta kitab tersebut agar ditinggalkan disini, bila

Seng Sut pay ada benda yang tersimpan dalam istana Kiu Ci kiong, andaikata istana ini sudah

terbuka dan benda itu kutemukan, pasti akan kuhatur sendiri benda itu ke Seng Sut pay!”

Tang Kwik-siu tertawa seram.

“Haaahh…. haahh…. haaah…. sekalipun Seng Sut pay kami mempunyai benda yang tersimpan

dalam istana ini, tapi engkau tak perlu bersusah payah untuk mengembalikannya kepadaku, aku

harap benda itu dimpan saja baik-baik, sepuluh tahun atau seratus tahun mendatang bilamana

dari Seng sut pay kami sudah mempunyai orang berbakat, pasti akan kuutus orang itu untuk

mengambilnya kembali. Mengenai kitab pusaka Thian hua ca ki ini, benda tersebut diperoleh

cousu kami dari sini, maka Tang Kwik-siu tak ingin benda tersebut dirampas dari tanganku bila

kalian menginginkan benda ini, silahkan untuk mencarinya sendiri”

Selesai berkata dia salurkan hawa murninya lalu menyambit kitab Thian hua ca ki tersebut ke

dalam jurang.

Bagaimana anak panah yang terlepas dari busurnya kitab Thian hua ca ki itu meluncur kemuka

dan tampaknya segera akan tercebur kedalam air bah yang ganas,

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

647

Kawanan jago persilatan yang berkumpul diatas tebing tersebut jadi gempar, caci maki dan

kutukan berkumandang dari sana sini semua orang jadi marah sekali melihat tindakan tengik dari

gembong iblis tersebut.

Hoa Thian-hong tertawa dingin, tiba- tiba dia melambung ke udara dan Sreeet! Dengan taktik

hisapan, suatu kepandaian tingkat tinggi telapak tangannya diayun kemuka dan kitab Thian hua

ca ki yang sudah tercebur kedalam air itu seketika terhisap kedalam gengamannya kemudian ia

berjumpalitan diudara dan ibaratnya burung walet terbang di angkasa si anak muda itu kembali

melayang keatas tebing.

Tempik sorak bergelegar diseluruh angkasa, kawanan jago persi-latan yang menyaksikan

jalannya peristiwa itu sama-sama memuji, sampai-sampai Pek Siau-thian sendiri pun lupa

keadaan, ia berteriak keras, “Bagus!”

Sesudah memuji, caci maki dan kutukan kembali terlontar keluar ini membuat suasana diatas

tebing curam itu jadi ramai dan gaduh sekali.

Tang Kwik-siu merasa malu, benci bercampur gusar, menggunakan kesempatan di kala Hoa

Thian-hong melayang kembali ke arah tebing dan perhatian semua jago tertuju pada kitab

pusaka Thian hua ca ki dia lantas menjajakkan kakinya seraya berseru, “Hayo pergi!”

Ia tergerak lebih dulu menerjang turun dari tebing itu, para murid tentu saja tak berani berayal,

mereka saling berebutan menyusul gurunya unyuk kabur dari tempat celaka itu.

Hong Liong tak dapat melupakan rasa bencinya, sebelum meninggalkan tempat itu, mendadak

golok bergiginya yang ada dalam telapak tangan kitinya tiba-tiba di sambit ke udara dan

menyergap tubuh Hoa Thian-hong yang sedang meluncur tiba.

Jeritan kaget dan makian kotor kembali berkumandang diatas tebing curam tersebut.

Hoa Thian-hong sama sekali tidak gugup ketika merasa tibanya angin desingan tajam, ia lantas

tahu babwa Hong Liong telah menyergap tubuhnya dengan golok bergiginya yang berat itu.

Tanpa memandang barang sekejappun, tangan kanannya diayun kebelakang, pedangnya diputar

lantas disambit ke arah datangnya golok bergigi itu, sementara tubuhnya sendiri berjumpalitan di

udara dan melayang turun ditepi tebing.

Traanngg….! Diiringi suara dentingan nyaring yang memekikkan telinga, bunga api bermuncratan

keempat penjuru….

Termakan oleh sambitan pedang itu, golok bergigi tadi tertumpuk keras dan rontok kebawah,

sementara pedang itu sendiri setelah memukul rontok senjata lawan, dengan membawa angin

desingan tajam langsung meluncur ke arah punggung Hong Liong dengan kecepatan bagaikan

anak panah yang terlepas dari busurnya.

Ketika mendengar suara desingan angin tajam menderu-deru di belakang tubuhnya, dengan

ketakutan setengah mati Hong Liong jatuh kan diri berguling ditanah lalu menceburkan diri

kedalam air dan melarikan diri terbirit-birit.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

648

Tang Kwik-siu tak berani kabur melalui gerombolan jago persilatan yang berkerumun diatas

tebing, dengan membawa anak murid nya dia melarikan diri dengan menceburkan diri kedalam

air.

Berhubung Hoa Thian-hong telah menyetujui untuk melepaskan rombongan Seng sut pay dari

tempat itu, maka tak seorang jagopun yang melakukan pengejaran, kendatipun demikian, hujan

senjata rahasia toh sempat berhamburan disekitar badan Tang Kwik-siu dengan rombongan, caci

maki dan suara cemoohan berkumandang memecahkan kesunyian, keadaan cukup mengenaskan

sekali.

Tang Kwik-siu dan anak muridnya tak berrani berpaling, dengan terbirit-birit mereka berenang

mengikuti aliran air dan melarikan diri dari situ, sekejap mata kemudian bayangan tubuh mereka

sudah lenyap dari pandangan.

Sepeninggalnya Tang Kwik-siu dan rombongan, Hoa Thian-hong menghampiri kawanan jago

persilatan itu, sambil mengangkat tinggi tinggi kitab pusaka Thian hua ca ki, serunya dengan

lantang, “Saudara-saudara sekalian, dihalaman terakhir kitab pusaka Thian hua ca ki ini terdapat

selembar peta bumi yang erat sekali hubungannya dengan letak harta karun tersebut, sekarang

kitab catatan ini akan kuserahkan kepada Tiangsun sianseng dan biarlah dia yang mempelajari isi

peta ini dengan seksama, atau dengan perkataan lain, sejak kini kitab pusaka Thian hua ca ki

akan disimpan oleh Tiangseng sianseng, andaikata saudara sekalian punya usul lain, silahkan

diutarakan keluar sekarang juga, andaikata, tiada usul lain lagi, maka siapapun dilarang untuk

melakukan perampasan atau pencurian kitab pusaka itu lagi!”

Dalam keadaan serta situasi ini, tentu saja tak seorang manusiapun berani mengucapkan katakata

yang berada menentang, se rentak kawanan jago silat itu memberikan persetujuannya,

maka urusanpun diputuskan demikian.

Hoa Thian-hong lantas menyerahkan kitab pusaka Thian hua ca ki tersebut kepada Tiangsun

Pou, kemudian dari sana untuk mencari Huang-san su lo.

Setelah bertemu muka, pemuda itu menghela napas panjang, katanya dengan lirih, “Aaai….

sungguh menyesal aku tak dapat melindungi keselamatan kalian berempat entah bagaimanakah

caranya cianpwe berempat melarikan diri dari bencana tersebut?”

Po-yang Lojin tertawa berbahak bahak, sahutnya, “Haahhh…. haaahah…. haaaah…. pada waktu

itu suasana dalam liang galian gelap gulita, dimana tangan kami menyentuh, di situ hanya lautan

manusia yang berjejal jejal, kemanapun kami coba berlalu semua jalan tersumbat dan tak

tembus, akhirnya kami empat orang tua malahan tertinggal paling buncit, untunglah Jin tongkeh

dan Thian Ik totiang datang membantu, kalau tidak begitu haaahah…. haaaah terpaksa kami

hanya bisa duduk sambil menunggu tibanya saat kematian!”

Liu lojin ikut berbicara, katanya, “Hoa kongcu, bila dikemudian hari barang pusaka itu berhasil

ditemukan semua, maka bagian kami telah kami putuskan untuk di berikan untuk Jin tongkeh

serta Thian Ik totiang!”

“Aaah….! Kami menolong orang hanya berdasarkan desakan suara hati, janganlah kalian

mencampur baurkan dengan soal harta karun!” cepat-cepat Thian Ik-cu menampik.

Hoa Thian-hong segera berkata, “Totiang, Jin tongkeh! Tindakan kalian menolong orang dikala

orang sedang menghadapi mara bahaya merupakan suatu tindakan yang terpuji, kami semua

mengucapkan terima kasih atas pertolongan tersebut, seandainya dikemudian hari barangGrafity,

http://mygrafity.wordpress.com

649

barang pusaka itu benar benar berhasil ditemukan, sudah sepantasnya kalau kami harus

memberi suatu balas jasa yang setimpal bagi kalian.”

Kemudian sambil berpaling kepada Kho Hong-bwee, tanyanya, “Bibi, apakah ada saudarasaudara

dari perkumpulan Sin-kie-pang yang mengalami musibah?”

“Tang Kwik-siu telah menyebarkan sekawanan makhluk beracun yang dipeliharanya dipermukaan

liang galian itu, belasan orang anggota perkumpulan kami yang kena digigit makhluk itu hingga

keracunan, aku libat belasan orang dari Kiu-im-kauw juga mengalami nasib yang sama!”

Hoa Thian-hong sangat menguatirkan keselamatan jiwa orang-orang itu, cepat ia pergi mencari

istrinya untuk memberi pertolongan.

Chin Wan-hong datang mendekat, serunya dengan lantang, “Harap bibi dan kaucu suka

memerintahkan setiap orang yang keracunan agar supaya datang ketempat boanpwe sini”

Habis berkata ia putar badan dan kembali kebaraknya.

Kho Hong-bwee dan Kiu-im Kaucu tidak tingkat sungkan-sungkan lagi, dia lantas memerintahkan

anak buahnya untuk menggotong mereka yang keracunan hebat guna peroleh pengobatan dari

Chin Wan-hong.

Perlu diterangkan, malam itu giliran kerja dari orang-orang Thong-thian-kauw, Hong im bwe

serta kawanan jago tanpa kelompok, sewaktu berita tentang ditemukannya istana Kiu ci kiong

tersiar keluar, orang-orang dari Sin-kie-pang serta Kiu-im-kauw segera berdatangan kesitu dan

berdesakan dilapisan paling atas dari liang tersebut.

Oleh sebab itu makhluk beracun yang disebarkan Tang Kwik-siu hanya melukai orang-orang dari

kedua golongan itu belaka.

Sebaliknya korban yang mati terpijak lebih banyak berasal dari jago-jago tanpa kelompok,

mereka merupakan kelompok terlemah dengan ilmu silat paling cetek, apalagi sedang giliran

kerja di dasar liang penggalian, maka sewaktu air bah melanda tiba, orang-orang Hong-im-hwie

dan Thong-thian-kauw serentak melarikan diri mendahului mereka, bahkan ada pula yang

ditumpuk, di terjang temannya, tidaklah heran kalau banyak diantara mereka mati terpijak

ataupun tergulung oleh air bah.

Sementara itu Hoa Thian-hong sudah memeriksa keadaan diseke-liling tempat itu, tatkala

dilihatnya Bong Pay beserta kakak beradik dari keluarga Pek berada dalam keadaan sehat wal

afiat, diapun mohon pamit kepada Kho Hong-bwee serta kembali ke dalam rombongannya, tapi

sesaat melewati rombongan dari Kiu-im-kauw, tak tahan dia mampir disana.

Giok Teng Hujin masih mengenakan kain kerudung hitam untuk menu tupi raut wajahnya, ketika

melihat kekasih hatinya menghampiri, dia tertawa rendah, serunya menegur, “Berkat

perlindungan Thian yang maha kuasa, sungguh beruntung aku tak sampai mati konyol!”

Hoa Thian-hong tersenyum, ketika melihat Soat ji yang berada dalam pelukan Pui Che-giok

mendesis lirih, dia maju dan membelainya dengan penuh kasih sayang, kemudian baru menuju

ke rombongan dari Kiu-tok Sianci, jago racun dari wilayah Biau.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

650

Melihat kedatangan pemuda itu, Lan-hoa Siancu segera acungkan jempolnya, ia berkata sambil

tertawa, “Siau long, hari ini engkau betul-betul menunjukkan kelihayan, bila lain waktu ada

kesempatan, aku pasti akan mengajak kau untuk berduel adu kepandaian!”

Hoa Thian-hong tersenyum, sorot matanya perlahan-lahan menyapu sekejap rombongan itu

sementara mulutnya berkemak-kemik menghitung jumlah orangnya.

Melihat perbuatan si anak muda itu, Ci-wi Siancu tertawa dan berkata.

“Kau tak usah menghitung lagi, berikut suhu jumlahnya adalah tiga belas orang tak bakal keliru!”

Kiu-tok Sianci ikut berkata sambil tertawa.

“Keadaan pada waktu itu sungguh kalut, ketika engkau berteriak dari atas, suasana didasar liang

itu seketika jadi gelap gulita, semua jalan lewat jadi buntu, dalam keadan begitu kamipun samasama

berpegangan tangan antara satu dan lainnya, aku menarik tangan Lan hoa tanpa ambil

pusing lagi keadaan disana sambil menyeret mereka, kami semua kabur melewati batok kepala

orang banyak”

Murid yang kesembilan Bong Tin tin berkata pula sambil tertawa, “Yaa, waktu itu memang gawat

keadaannya, siapapun jadi gugup dan gelagapan, ada seorang tosu bau bahkan memeluk

pinggangku kencang kencang dalam paniknya, aku lancarkan satu tinju keras keatas kepala tosu

bau itu, mungkin batok kepalanya sudah kuhantam sampai remuk jadinya.

Mendengar penuturan tersebut, Hoa Thian-hong hanya bisa meringis sambil tertawa getir,

betapa tidak, dari rombongan jago yang datang dari wilayah Biau ini. kecuali Chin Wan-hong

seorang boleh dibilang yang lain bertindak tanpa memandang bulu, mereka tidak ambil perduli

apakah perbuatannya itu baik atau buruk, yang diutamakan adalah melindungi orang-orang

goloagannya sendiri.

Sekalipun sepanjang sejarah, mereka tak pernah melakukan perbuatan yang kelewat jahat, tapi

kalau dibandingkan dengan cara kerja kaum pendekar dari daratan Tionggoan, maka perbuatan

serta tindak laku mereka tak bisa dianggap benar.

Kendatipnn begitu, Kiu-tok Sianci amat menyayangi Hoa Thian-hong, kasih sayangnya pada

pemuda itu melebihi kasih sayangnya antara seorang ibu terhadap anaknya, dengan kawaaan

muridnya pemuda itupun mempunyai hubungan yang lebih akrab dari pada saudara kandung

sendiri, sebab itulah Hoa Thian-hong tak berani mengatakan apa-apa terhadap mereka.

Kebetulan pada waktu itu lewat seorang anggota dari perkumpulan Sin kie pang, dia adalah

seorang kakek berjubah hijau, sambil goyangkan tangannya menuding kesana kemari, terdengar

dia berkata kepada rekannya yang ada disisinya, “Hmm…. hmmmm…. untung ji siocia kita cukup

cekatan dan cerdik, dalam peristiwa ini dan ia berhasil mengetahui rencana busuk dari Tang

Kwik-siu, kalau terlambat sedetik lagi, entah berapa banyak orang lain yang bakal tewas didalam

liang itu, bahkan mungkin saja jago-jago yang mengatakan dirinya lihaypun ikut terkubur untuk

selamanya dalam liang yang tiada terkira dalamnya itu.

Terdengar rekannya segara menanggapi pula, “Ji siocia kita itu memang luar biasa sekali,

andaikata tak ada dia, mungkin kitab Thian hua ca ki itupun tak diketahui kemana lenyapnya!”

“Hmm! ca ki apaan lagi….” orang ketiga menyela, “mungkin kendatipun harta karun yang ada

disini sudah diboyong pulang ke wilayah Ceng hay pun, kita semua masih tidur mendengkur

disini”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

651

Kakek berjubah hijau yang bicara paling dulu itu segera berkata lagi, “Tentu saja begitu. Hmm!

Hmm! Tang Kwik-siu itu manusia apa? Rahasia pencarian harta karun itu telah dibeli oleh Ji siocia

kita dengan pertaruhan nyawa!”

Murid kedua belas dari Kiu-tok Sianci bernama Lan cui, usianya cuma setahun lebih tua daripada

Chin Wan-hong, dia adalah seorang gadis suku Biau yang masih polos dan bersifat kekanakkanakan,

mendengar beberapa orang itu memuji-muji kebaikan dan jasa Pek Kun-gie, hatinya

jadi mangkel karena tak bisa mengolok-olok, maka sambil memandang bayangan punggung

beberapa orang itu, ia lantas meludah keras-keras ke atas tanah.

Dalam sekejap mata, suara meludah berkumandang saling menyusul, kecuali Kiu-tok Sianci serta

Biau-nia Sam-sian, sembilan orang suku Biau lainnya ikut meludah keatas tanah.

Tiba-tiba Lan-hoa Siancu berkata dengan jengkel, “Siau long, kalau engkau berani berbicara lagi

dengan Pek Kun-gie walau hanya sepatah katapun, aku akan menghukum kau untuk berlutut

dihadapan orang banyak. Ketahuilau apa yang kukatakan dapat kulaksanakan, aku tak akan

ambil peduli engkau sudah dewasa atau belum!”

Tertegun Hoa Thian-hong setelah mendengar perkataan itu tapi dengan cepat dia anggukan

kepalanya berulang kali.

“Siaute akan mengingat selalu peringatan dari enci hoa!” katanya.

“Melirik sekejap kepadanya pun tak boleh tahu?” hardik Lan cui pula dengan lantang.

Dengan muka pucat pias seperti mayat Hoa Thian-hong menganguk.

“Siaute akan mengingat selalu perkataan dari enci Cui!” kembali dia menyahut.

Haruslah diketahui hubungan batin antara manusia dengan manusia lain memang aneh sekali.

Sebagaimana telah diketahui, sewaktu Hoa Thian-hong telah makan Teratai racun empedu api

sehingga jiwanya terancam, mereka inilah yang telah merenggut kembali jiwanya dari alam baka.

Waktu itu Lan cui bertugas untuk mengurusi makanan dan minuman Hoa Thian-hong selain itu

membantu pula Chin Wan-hong untuk mengurusi soal membersihkan badan si anak muda itu

selama banyak bulan, pekerjaan yang amat rendah dan kasar itu dilakukan olehnya dengan

seksama dan senang hati, boleh dibilang budi kebaikan sebesar ini tak bisa dibayar dengan

apapun jua.

Sekalipun Hoa Thian-hong berhasil merampas semua harta karun yang ada dalam istana Kiu ci

kiong ini dan seluruhnya diserahkan kepadanya, belum tentu budi sebesar itu dapat terlunasi

apalagi mereka anggap pemuda itu sebagai saudara sendiri dan Hoa Thian-hong pun

menganggap mereka sebagai kakak sendiri, lama kelamaan hubungan batin mereka boleh

dibilang sudah erat sekali.

Siapapun tak akan menyesal untuk saling menyayang dan Hoa Thian-hong yang merasa

berhutang budi, tentu saja harus tunduk kepada mereka, kalau tidak maka kendatipun dari pihak

Kiu-tok Sianci tak bisa berbuat apa-apa tapi serta-merta Hoa Thian-hong akan dianggap sebagai

seorang manusia munafik, seorang manusia yang tak tahu budi….

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

652

Sepanjang anak muridnya berbicara, Kiu-tok Sianci sendiri membungkam dalam seribu bahasa,

tanpa sadar pikirannya terbayang kembali kejadian pada malam tadi, sewaktu ada dalam liang

penggalian dan ia melotot gusar kepada Pek Kun-gie, waktu itu bukan saja kegusarannya tak

terlampiaskan, malahan ia sendiri yang rugi.

Ia tahu Pek tok keng, kitab pusaka perguruannya masih tersimpan dalam istana Kiu ci kiOng,

bagai manapun juga kitab tersebut harus dimilikinya kembali, tapi dipikir kembali kesemuanya itu

toh berkat bantuan dari Pek Kun-gie, ia sebagai seorang ketua suatu perguruan yang berjiwa

angkuh merasa amat tak gembira dengan kejadian ini, sebab ia tak sudi dibantu orang lalu

apalagi orang yang membantunya adalah orang yang paling tak disukai.

Hoa Thian-hong sendiripun tahu bahwa kawanan kakak-kakak perempuannya ini adalah manusia

yang tak bisa diajak berbicara, mereka tak mungkin bisa diajak untuk berbicara secara cengli,

maka timbullah niatnya untuk cepat-cepat menyingkir saja dari sana.

Tiba-tiba dilihatnya Kiu-tok Sianci menunjukkan wajah murung dan kesepian, dia cepat tertawa

paksa seraya berkata, “Kian nio, enci Hong sedang mengobati luka-luka yang diderita sebagian

jago, apakah engkau tak mempunyai kegembiraan untuk memberi petunjuk kepadanya?”

Menyinggung tentang muridnya yang terkecil semangat Kiu-tok Sianci berkobar kembali,

sahutnya dengan cepat, “Betul! Mari kita bersama-sama menengok Hong ji, jangan biarkan dia

kurang mahir sehingga merusak nama baikku!”

“Betul, hayo kita kesana dan membantu adik Hong”, Lao hoa siancu segera memberi

tanggapannya, habis berkata tanpa menunggu rekan rekannya ia kabur lebih dulu.

Orang-orang suku Biau memang paling simpatik dan hangat, dalam waktu singkat dari gusar

mereka jadi gembira, terentak berbondong bondong meninggalkan tempat itu, soal yang baru

terpikirpun seketika lenyap dari benaknya.

Tiga puluh orang lebih jago-jago persilatan yang keracunan ber-kumpul dalam sebuah rumah

kayu, waktu itu Chin Wan-hong sedang mengobati luka-luka keracunan mereka dengan tusukan

jarum emas.

Tapi oleh karena makhluk beracun yang dipelihara Tang Kwik-siu mencapai puluhan jenis dan

lagi semuanya termasuk jenis-jenis aneh yang langka didunia ini, untuk pengobatanpun

mengalami banyak kesulitan, Chin Wan-hong yang harus bekerja seorang diri, dibuat kerepotan

setengah mati.

Memunahkan racun dengan tusukan jarum emas merupakan sejenis ilmu khusus yang

memerlukan pengetahuan serta pelajaran yang sangat mendalam, diantata sekian banyak murid

Ki tok sian ci, hanya empat orang yang betul-betul menguasai kepandaian tersebut, diantaranya

hanya Lan-hoa Siancu dan Li hoa siaccu yang sudah mencapai kesempurnaan.

Sebaliknya murid-murid seperti Beng Tin tin dan Lan cui sekalian mereka lebih terterik untuk

mempelajari menggunakan racun untuk melawan racun, sedang soal ilmu mengobati orang yang

keracunan boleh dibilang selisih jauh sekali bila dibandingkan dengan siau sumoay mereka ini.

Tatkala Kiu-tok Sianci tiba dalam rumah kayu itu, pertama-tama dia mengawasi dahulu pekerjaan

dari Lan-hoa Siancu serta Li-hoa Siancu, dia kuatir kalau muridnya berbuat salah sehingga

menimbulkan korban yang tak diinginkan.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

653

Ketika itu Lan-hoa Siancu sedang menusuk jalan darah Hong bu hiat ditubuh seseorang yang tak

sadarkan diri, sewaktu melihat gurunya datang, sambil tertawa segera katanya, “Orang ini

dipagut oleh seekor laba-laba bermata tiga, Hong ji telah mengobati seseorang dan sudah ada

pengalaman, suhu! Kau tak usah kuatir kalau aku sampai salah tangan”

Kiu-tok Sianci pun mengawasi muridnya yang kedua yaitu Li hoa ciancu, ia lihat muridnya ini

sedang mengobati seseorang yang dilukai oleh kelabang langit, kecuali mulut lukanya merah

mem-bengkak, tak ada gejala lain yang tampak.

Chin Wan-hong pernah mengobati racun keji yang bersarang di tubuh Liu cu cing akibat dipagut

kelabang langit, dan ia mem-berikan keterangan yang mendetail kepada Li-hoa Siancu, tak heran

kalau kakak seperguruannya ini bisa memberikan pengobatan dengan gampang.

Perlu diterangkan sebelum seseorang memberikan pertolongannya untuk mengobati luka racun

dengan tusukan jarum maka terlebih dahulu orang itu harus memahami sifat dari racun yang

mengeram ditubu si-penderita kemudian baru menggunakan jarum emas untuk menembusi urat

urat nadi penting dan memunahkan sari racun tersebut dengan tusukan jarum.

Tapi ada bahayanya pula pengobatan dengan cara ini, bilamana sifat racun yang di duganya

ternyata keliru atau tusukan jarum itu tidak tepat pada sasarannya, bukannya sembuh, orang

yang keracunan itu malahan akan semakin cepat menemui ajalnya, sebab hawa racun itu justru

melambung lebih keatas lagi hingga menyerang jantung.

Dalam pada itu Chin Wan-hong sedang memeriksa sifat racun yang mengeram ditubuh seorang

korban sedangkan Ci-wi Siancu sekalian mengerubuti disekelilingnya, Kiu-tok Sianci berjalan

mondar-mandir sambil bergendong tangan, diam-diam dia mengawasi muridnya yang terkecil ini

menjalankan praktek.

Mendadak dari pintu luar berkumandang suara gaduh menyusul Dewa yang suka pelancongan,

Cu Thong dengan membopong seseorang melangkah masuk dengan langkah lebar.

Dibelakang jago tua itu menyusul Ko Thay murid atas nama dari Ciu It Bong, dengan membawa

bungkusan panjang disampingnya berjalan seorang kakek tua bemuka hitam, Bong pay berjalan

dipaling belakang sendiri.

Buru-buru Hoa Thian-hong menyambut manusia ada dalam bopongan Cu Thong itu tegurnya,

“Locianpwe apa sebenarnya yang telah terjadi?”

Sambil menuding orang yang jatuh tak sadarkan diri itu, Dewa yang pelancongan Cu Thong

menjawab, “Orang ini bernama Cing Cu gan, seorang ahli tanah dan paling suka menggunakan

bahan peledak, sudah tiga puluh tahun lamanya dia tak pernah melakukan perjalanan dalam

dunia persilatan, ketika kulihat Tang Kwik-siu datang kemari untuk mencari harta maka sengaja

kuajak dia datang ke sini untuk diaduken langsung dengan Tang kwik tua bangka itu, siapa tahu

ketika kami naik gunung kebetulan sekali ksmi jumpai Kok See-piauw bajingan cilik itu sedang

menghancurkan berdungan”

Setelah berhenti sebentar, tambahnya lebih jauh dengan gelisah, “Cerita selanjutnya nanti saja

dibicarakon kembali, tatkala Ciang lote ini beradu satu pukulan dengan Kok See-piauw bajingan

Ci lik itu, sungguh tak nyana sepasang telapak tangan bajingan cilik itu penuh dengan racun.

Sian ci! Cepatlah turus tangan memberi ban tuan, selamatkan dulu selembar jiwa tuanya.

Cepat-cepat Chin Wan-hong mempersiapkan jarum emasnya untuk melakukan pertolongan.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

654

Kiu-tok Sianci yang berada disisinya lantas tersenyum, ia berkata, “Anak Hong, engkau saja yang

turun tangan, akan kuawasi pekerjaaamu ini dan samping!”

Chin Wan-hong tak banyak bicara lagi, secepat kilat dia menusukkan lima batang jarum emas

sepanjang tujuh inci itu keseku jur dada Ciang cu gan, maksudnya untuk melindungi detak

jantung dari jago tersebut, menyusul kemudian ia tusuk pula sepasang ibu jari tangan orang itu

dengan dua batang jarum emas.

Kiu-tok Sianci rupanya tahu kecemasan orang, ia tertawa dan berkata sambil menghibur,

“Saudara Cu, kau tak kuatir, selama aku dan murid murid ku masih berada disini tak mungkin

ada orang yang bakal mati karena kera-cunan, hayo lanjutkan ceritamu!”

Dewa yang suka pelacongann Cu Thong menghembuskan napas panjang, kemudian katanya,

“Aaaai! Sayang sekali kedatangan kami terlambat satu langkah, waktu itu bajingan cilik she Kok

itu sudah berhasil menghancurkan sebagian dari bendungan air itu. Aku dan Ciang lotau segera

maju untuk menghadang serta berusaha untuk menghalangi niatnya, bajingan Kok See-piauw

cukup licik, rupanya dia tahu bahwa kekuatannya tak mungkin bisa menandingi kepandaian kami

berdua, ia lantas kabur terbirit-birit ke arah Ciang lotau hendak memerseni sebiji telur

kepadanya”

“Telur apa itu? Telur ayam, itik?” sela Ci-wi Siancu tiba-tiba.

“Bukan telur ayam, telur itu bersama Pek lek san, peluru guntur yang punya daya ledakan maha

dahsyat. Tetapi oleh karena bendungan itu sudah bocor, kami buru-buru harus membendungnya

kembali, terpaksa bajingan Kok See-piauw itu kami biarkan kabur dari sana…. aai…. sayang

sungguh sayang, air bah yang tersimpan banyak dan tekanannya terlampau dahsyat, akhirnya

toh kami gagal juga untuk membendungnya…. Bagaimana keadaan disini, apakah banyak korban

yang jatuh?”

Dengan wajah menyesal Hoa Thian-hong mengangguk.

“Sampai kini kami semua masih terlelap dalam tidur, mimpipun tak pernah menyangka kalau jiwa

kami sebetulnya nyaris akan melayang tersapu oleh air bah tersebut, aaii. Seandainya locianpwee

tidak tiba tepat pada waktunya, Kok See-piauw bajingan terkutuk itu pasti telah berhasil

menghancurkan semua bendungan tersebut, waktu itu air bah yang menyapu wilayah sekitar

tempat ini pasti sepuluh kali lipat lebih dahsyat apa yang telah dialami selama ini, andaikata

sampai terjadi keadaan seperti itu entah bagai mana akibatnya!”

Jilid 33

MAKLUMLAH, kalian memang kurang bisa memahami betapa busuknya hati Teng kwik Siu dan

komplotannya! ujar Cu Thong, “sejak menjumpai bendungan air itu, Ciang lotau sudah

menyadari bahwa ada orang sedang mempersiapkan siasat air bah menyapu enam pasukan

berkuda, sejak datang kesini pada hakekatnya Tang Kwik-siu telah mempunyai maksud jahat,

tentu saja kalian semua tak akan mampu untuk menebak siasat busuknya yang amat

dirahasiakannya itu”

Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan lagi, “Bagaimana nasib bangsat tua itu? Apakah

sadah kalian usir untuk pulang ke akherat?”

“Apanya yang di usir pulang keakherat? bangsat tua itu sudah dilepaskan hidup-hidup!” sahut Ciwi

Siancu dengan gusar.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

655

Mendengar perkataan itu, Dewa yang suka pelancongan Cu Thong segera tertawa terbahakbahak

“Haaahh…. haahh…. haaahh dilepaskan memang jauh lebih baik daripada dibunuh, anggap saja

kita sudah membeli kura-kura busuk dari pasar, karena kura-kura itu cuma beraninya sembunyi

melulu maka kita buang kembali ke lain toh tak ada rugiuya bukan? Baiklah tak usah kita

bicarakbn soal ini, coba kau lihat seluruh bukit ini sudah dipenuhi oleh bapaknya bajingan,

anaknya bajingan, dan cucunya bajingan, bagaimana caramu untuk menggali harta karun itu?”

Buru-buru Hoa Thian-hong menjawab dengan wajah serius, “Locianpwe, dewasa ini kita harus

membuang jauh-jauh semua kerugian kita di masa lampau, pada saat inilah segenap kekuatan

yang ada dalam dunia persilatan harus bersatu padu dan bekerja sama untuk menyelesaikan

pekerjaan maha besar ini. Kemarin malam istana Bin yu tiau dari Kiu ci kiong sudah tergali keluar

tapi kini penemuan tersebut telah tenggelam oleh air bah yang maha dahsyat, boanpwe ada

maksud untuk menunda pekerjaan ini dan berunding lebih dulu dengan pemimpin dari pelbagai

pihak, setelah itu membendung kembali aliran air dan menghisap air bah yang menggenangi

liang galian ini, sebab hanya dengan berbuat begitulah pekerjaan besar ini baru bisa dilanjutkan

kembali.”

Tertegun Dewa yang suka pelancongan Cu Thong setelah mendengar perkataan itu, lama sekali

ia baru bisa berkata, “Apa? Jadi setelah lolos dari terkaman air bah, kau masih punya keberanian

untuk bekerja sama lagi dengan kawanan manusia telur busuk itu?”

Hoa Thian-hong kualir perkataannya yang amat pedas dan tak sedap didengar ini akan

menyinggung perasaan halus orang lain, buru-buru menjawab.

“Locianpwe, sebusuk-busuknya seorang manusia, aku yakin dia masih mempunyai hati yang baik

dan liangsim yang mulia, bila kita bersikap luhur dan percaya kepada orang lain, lama kelamaan

orang itupun da pat menyelami pula perasaan tulus kita!”

Ia menunjuk ke arah Bong Pay, lalu sambil sambil lanjutnya lebih jauh, “Sekarang toako sudah

menjadi menantu kesayangan dari Sin-kie-pangcu, itu berarti orang-orang seperkumpulan sudah

merupakan saudara pula dengannya, masa kita harus menganggap asing diri mereka pula?”

Dewa yang suka pelancongan Cu Thong melototkan sepasang matanya bulat-bulat, mendadak ia

berpaling ke arah Bong Pay, rupanya orang tua ini ingin menyelami sikap pemuda itu.

Buru-buru Bong Pay bungkukan badan memberi hormat, katanya dengan suara lirih, “Wan-hong

mengatakan bahwa ini merupakan perintah dari supe, Pay ji tak berani membangkang perintah

dari kau orang tua maka…. maka Pay ji telah….”

“Aduh, bagus…. bagus…. tata kesopananpun rupanya sudah kau kuasahi, nada perkataan pun

lebih luwes dan sedap didengar, coba katakan, semuanya ini adalah hasil pelajaran dari Pek loji

ataukah ajaran dari nona Soh-gie binimu itu?” teriak Cu Thong.

Merah padam selembar wajah Bong Pay karena jengah, cepat-cepat dia memberi hormat lagi

seraya menjawab, “Apabila Pay ji mendapat sedikit kemajuan dalam segala bidang maka

semuanya ini adalah hasil dari jasa supek sendiri!”

Sekali lagi Dewa yang suka pelancongan Cu Thong tertegun, akhirnya ia merasa bahwa tidak

pantas untuk bicara sembarangan lagi, sesudah termangu-mangu beberapa saat lamanya,

dengan suara agak gemetar dia berkata lagi, “Baik! Engkaupun sudah pantas menjadi manusia,

Pek Siau-thian memang tidak melantur matanya, ia maui kau sebagai menantlunya ini

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

656

menandakan kalau pandangan matanya memang cukup tajam. Aku menghormati keagungan Pek

hujin dan menganggap nona Soh-gie adalah seorang dara yang saleh dan dapat merawat serta

memperhatikan engkau sepanjang hidup, karena itu aku beranikan diri untuk memesan kepada

Wan hong untuk menjadi mak comblang dalam perkawinan ini, Dan sekarang perkawinan sudah

terlaksana maka semuanya tergantung pada dirimu sendiri, kalau engkau tak dapat menjadi

seorang enghiong hohan yang akan meneruskan warisan dari Pek Siau-thian maka hal ini akan

merupakan penyesalan bagi Pek loji, sebaliknya kalau engkau tak bisa menjadi seorang kuncu,

seorang lelaki sejati yarg akan menyemarakkan nama besar perguruanmu, maka inilah dosa

serta kesalahan dari aku yang menja-di supekmu, aku dan gurumu sudah saha bat sehidup

semati, maka sampai waktunya aku hanya bisa menggorok leher sendiri untuk menebus dosa

pada gurumu. Sebaliknya hidup diantara manusia persilatan yang kasar dan tak beraturan tapi

tak hilang sifat gagah dan jiwa pendekarnya, itulah perbuatan yang teramat sukar, semoga

engkau dapat menguasainya!”

Air mata jatuh bercucuran membasahi wajah Bong Pay, dengan penuh rasa hormat dia memberi

hormat kepada orang tua itu, katanya, “Apa bila Pay ji tak dapat memenuhi apa yang supek

harapkan tak usah supek memberi teguran, Pay ji dapat menyelesaikan kehidupanku sendiri

untuk menebus dosa-dosaku kepada mendiang guruku!”

Dewa yang suka pelancongan Cu Thong merasa terbaru sekali setelah mendengar perkataan itu

sampai-sampai sekujur badannya ikut gemetar keras, katanya kemudian, “Bagus, bagus, bagus

sekali, pulanglah dahulu, demi engkau aku Cu Thong rela untuk tundukkan kepala kepada Pek

Siau-thian, pulang dan berilah kabar lebih dulu kepadanya, katakan sebentar lagi aku akan

datang menyambanginya”

“Baik!” sahut Bong Pay dengan penuh perasaan hormat.

Selesai menjura, ia mengundurkan diri dari ruangan itu dan berlalu dari sana.

Pepatah kuno pernah mengatakan: Jika seorang kuncu mempunyai kedudukan yang tinggi maka

serta-merta akan muncullah suatu kewibawaan yang besar pada dirinya.

Ini berarti pula bila orang itu dahulunya hanya seorang manusia biasa saja, tapi ketika suatu

ketika secara mendadak meningkat kedudukannya, secara otomatis pula akan muncullah suatu

kewibawaan pada dirinya, yang mana membuat rekan-rekannya tak berani pandang remeh

dirinya lagi.

Begitulah keadaan dari Bang Pay saat ini, selelah ia menjadi menautuaya keluarga Pek maka

secara lapat-lapat iapun sudah menjadi satu-satunya ahli waris yang akan memimpin

perkumpulan Sin-kie-pang yang maha besar dan maha pengaruh ini, berhadapan muka dengan

anak buah anak buahnya yang rata-rata berilmu silat tinggi, tentu saja ia harus pandai membawa

diri serta tahu kedudukan dan derajat sendiri pada waktu itu.

Karena itu tanpa ditegur atau diberi peringatan oleh Pek Siau thinn, dengan sendiri Bong pay

telah berubah jadi seorang manusia yang lain.

Siapapun juga yang bertemu dengan Bong pay, maka tanpa disadari semua orang akan merasa

bahwa tindak tanduk maupun cara berbicara pemuda itu ternyata membawa suatu pengaruh

besar yang membuat orang mau tak mau harus mematuhinya.

Tentuu saja bila keadaan pada saat ini dibandingkan dengan keadaannya di masa lampau, boleh

dibilang perbedaannya ibarat langit dan bumi, jauh sekali bedanya.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

657

Suatu hari tatkala fajar baru saja menyingsing diufuk sebelah timur, semua orang yang berada

dibukit Kui ci sa telah berkumpul diatas sebuah puncak tebing yang amat tinggi berhadapan

dengan sebuah selokan besar.

Semua jago persilatan baik itu dari golongan hitam, dari golongan putih maupun dari empat

samudera lima telagan semuanya telah berkumpul ditanah perbukitan tersebut.

Sinar mata mereka yang setajam sembilu bersama-sama tertuju pada sebuah liang besar yang

menganga dibawah tebing tepat di seberangnya, setiap orang dengan membawa perasaan

gembira, perasaan tegang dan perasaan bercampur aduk yang sukar dilukiskan dengan kata-kata

menantikan tibanya saat yang telah ditunggu-tunggu sekian lama.

Tidak semua jago silat yang hadir ditempat itu datang dengan tujuan mencari harta ada yang

datang kesana oleh karena demi orang orang dikasihi, karena ingin membantu orang yang

dicintainya mereka rela menyumbang tenaga dan ikat menyingsingkan lengan baju serta bekerja

keras.

Kendatipun demikian, oleh karena mereka sudah menyumbangkan tenaga dan waktu yang cukup

lama untuk menyukseskan gerakan pencarian harta karun ini, maka menjelang detik-detik yang

terakhir ini tak urung mereka ikut berdebar juga.

Malahan ketegangan serta kegembiraan yang mencekam perasaan hati orang-orang ini tak kalah

hebatnya dengan mereka yang maksud kedatangannya memang khusus untuk mencari harta

karun.

Liang penggalian yang tergenang air bah itu sudah dibikin kering setelah airnya di pompa keluar,

sekarang kedalaman liang tersebut telah bertambah dua puluh kaki lagi.

Atas hasil pemikiran dari Hung san su lo, Tiang sun Pou, Ciang Cu gan, Hoa Thian-hong, Pek

Siau-thian serta Kiu-im Kaucu akhirnya dugaan mereka dapat diseragamkan yakni letak tempat

penyimpanan harta karun yang berada dalam istana Kiu ci kiong sebenarnya berada didalam

lambung bukit karang itu.

Menurut hasil catatan peta yang tertera dalam halaman terakhir kitab puaska Thian hua ca ki

letak tempat penyimpanan harta karun itu dikelilingi oleh pelbagai lereng dan jalan berliku-liku

serta banyak cabangnya, selain itu pintu serta jalan tembusnya banyak, sukar dihitung

jumlahnya, tempat itu ibaratnya dikelilingi oleh barisan pembingung sukma yang bisa membetot

nyawa.

Tapi apa kenyataannya? Kendatipun mereka telah bersusah payah selama berbulan-bulan

lamanya, jangankan tempat penyimpanan harta karun itu, pintu serta jalan tembus yang

dimaksudkan pun tak kelihaian sebuah pun.

Tanpa pintu tak mungkin orang bisa mencapai letak tempat penyimpanan harta karun itu dan

percuma saja mereka berada di sekitar tanah perbukitan itu tanpa dapat mendekati tempat yang

tertuju.

Setelah mengalami patah semangat dan kemurungan selama berhari hari lamanya, terakhir

mereka putuskan untuk meledakkan tanah perbu-kitan tersebut untuk mencari pintu masuknya.

Setelah diambil keputusan yang bulat ini, maka oleh Tiangsun Pou beserta Ciang Cu gan, kedua

orang itu mulai memenentukan letak daerah yang akan diledakkan.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

658

Mula-mula mereka menggali dahulu sebuah tanah lorong yang menjorok masuk kedalam perut

bumi dari dasar liang penggalian itu, setelah lorong itu dirasakan cukup dalam, maka bahan

peledakpun ditutupi kedalam lorong tersebut, sumbunya diatur jauh diluar liang itu dan akan

disulut oleh Hoa Thian-hong.

Hari inilah yang telah ditetapkan oleh kawanan jago itu untuk meledakkan tanah perbukitan itu.

Selang sesaat kemudian, dari dasar liang penggalian yang sangat dalam itu berkumandang suara

suitan yang amat panjang dan nyaring, menyusul kemudian kabut yang berwarna hitam dan

tebal menggulung keluar dari dasar liang itu.

“Blaaam!!” suatu ledakan dahsyat yang meenggoncangkan seluruh permukaan bumi

menggelegar di angkasa, pasir, debu dan batu beterbangan di angkasa.

Li-hoa Siancu paling tak dapat menahan diri, begitu melihat kabut tebal muncul dari dasar

lembah, ia segera goyangkan tangannya berulang kali sambil berteriak-teriak keras, “Siao long

cepat lari…. ! Siau long cepat lari!”

Gadis-gadis suku Biau adalah gadis yang tak kenal apa arti malu, seorang mulai berteriak maka

rekan-rekan yang lainpun ikut berteriak teriak keras.

Mendingan kalau gadis-gadis suku Biau ini tidak berteriak, begitu mereka berteriak serentak

memancing pula kekuatiran dari kawanan jago lainnya.

Perlu diketahui, selama ini Hoa Thian-hong telah menunjukkan tekadnya yang besar untuk

menemukan harta karun itu, kesediaannya untuk berkorban demi kepentingan orang banyak ini,

telah menimbulkan rasa kagum dan haru dihati setiap jago, tanpa sadar perasaan tersebut

tertanam pula dihati mereka dalam-dalam, siapapun tak mengharapkan terjadinya sesuatu atas

diri si anak muda itu pada detik-detik yang terakhir ini….

Dalam waktu singkat, teriakan-teriakan keras dan jeritan-jeritan peringatan berkumandang dari

mulut setiap umat jago yang hadir diseputar tanah perbukitan itu, suaranya cukup keras dan

menggema diseluruh angkasa.

Pada hal setiap orang tahu bahwa Hoa Thian-hong berilmu tinggi, dengan kecepatan gerakan

tubuhnya tak mungkin ia bakal terpengaruh oleh gelombang ledakan yang keras itu.

Namun, kendati begitu toh mereka berseru agar pemuda itu lebih cepat lagi menyingkir dari

sana, hal ini bisa menunjukkan betapa hormat dan kasih sayangnya kawanan jago tersebut pada

pemuda itu.

Andaikata kejadian ini tidak berlangsung dalam keadaan begini melainkan berhadapan muka

secara satu dan satu mungkin saja diantara mereka ada yang tak bisa melupakan dendam lama

serta menghilangkan rasa dengki, benci serta dendamnya.

Tapi sekarang mereka dalam keadaan bersama-sama, dengan sendiri nya suasanapun jauh

berbeda.

Dalam pada itu, Hoa Thian-hong setelah memegang sumbu bahan peledak itu dengan kecepatan

penuh ia lantas melayang keluar dari lorong bawah tanah dan kabar menuju ketebing sebelah

depan.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

659

Waktu itu ia mendengar bahan peledak dalam lambung bukit sudah mulai meledak, kemudian

terdengar teriakan-teriakan keras, ber kumandang diri atas puncak, ia tercekat dan kebingungan,

pemuda itu tak tahu apa yang terjadi diatas puncak bukit itu.

Maka pemuda itu semakin tancap gas dengan kecepatan yang lebih luar biasa, ia menerjang naik

keatas puncak tersebut.

Terdengarlah ledakan keras yang memekikkan telinga menggelegar di angkasa menyusul

kawanan jago yang berada diatas puncak tersebut sama-sama berseru kaget dan menghela

napas panjang.

Tampaklah bukit karang yang telah didiami oleh kawanan jago itu banyak hari, kini sudah

meledak dan retak-retak pada bagian pinggangnya, malahan puncak bukit itu sudah ambruk

longsor kebawah.

Dalam waktu singkat terjadilah gempa bumi yang sangat keras diatas tanah bukit tadi semua

tanah yang dipinjak kawanan jago itu mulai bergoncang keras, pepohonan dan batu kurang

bergetar keras sekali, lama…. lama sekali goncanggan itu bergetar tiada hentinya.

Semangkin banyak tanah dan batu karang yang longsor dan bertaburan kedalam jurang,

pepohonan serta bangunan darurat yang dipakai oleh kawanan jago selama ini bertumbangan,

keadaan betul-betul mengerikan sekali.

Mendadak dari antara celah-celah tanah bukit yang merekah dan longsor itu muncullab sebuah

air terjun yang sangat besar dan deras, dengan disertai suara gemuruh yang sangat keras,

gulungan air bah itu meluncur datang dengan cepatnya, dalam waktu singkat air terjun tersebut

telah berada dihadapan muka mereka.

Dewa yang suka pelancongan Cu Thong sangat terkejut segera serunya dengan keras

“Celaka jangan-jangan Kok See-piauw bajingan cilik itu bermain gila lagi dengan kita?”

Ciang Cu gan setera menggeleng.

“Tak mungkin bajingan cilik itu berani main gila lagi, aku rasa kejadian tersebut mungkin terjadi

lantaran kerak bumi bergoncang keras yang mengakibatkan bendungan tersebut menjadi retak

karena air bah pun mengalir kembali melalui saluran yang telah ada seperti sedia kala!”

Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan kembali.

“Oleh sebab kerak bumi mengalami menyusutan setelah terjadinya ledakan ditanah perbukitan

seberang sana, tanah pada sekitar lambung bukit itu mengalami retakan-retakan yang hebat,

aai! Sebelumnya aku tak pernah menghitung sampai kesitu, kalau tidak pasti akan ku kurangi

kekuatan bahan peledak yang kita tanam disana!”

“Saudara Ciang, akibat dari ledakan yang kelewat takaran ini, mungkinkah bisa mengakibatkan

hancurnya tempat penyimpanan harta karun itu?” tanya Thian Ik-cu secara tiba-tiba.

Ciang Cu gan termenung dan berpikir sebentar, kemudian sabutnya, “Pertanyaanmu itu sulit

bagiku untuk menjawabnya pada saat ini. Aaaiiii….! seandainya harta karun itu mengalami

kerusakan hebat semuanya itu adalah dosa dari aku Ciang Cu gan, mungkin aku akan merasa

menyesal untuk selamanya!”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

660

“Ciang locianpwe, apa gunanya kau mengucapkan kata-kata seperti itu?” tegur Hoa Thian-hong

mendadak, “sepandai-pandainya tupai melompat akhirnya akan jatuh juga, secerdik-cerdiknya

seseorang dalam suatu bidang, kegagalan bukanlah suatu kejadian yang aneh, lagipula masalah

ini menyangkut tentang mengerutnya kerak bumi yang berada didalam tanah dan tak bisa dilihat

manusia, siapa yang dapat menduganya sampai kesitu? Kalau toh harta karun tersebut akhirnya

musnah, kita hanya bisa mengatakan bahwa takdir memang menghendaki demikian!”

Sementara pembicaraan masih berlangsung, aliran air tersebut telah memancar lewat dengan

cepatnya, liang besar itu untuk kedua kalinya tergenang kembali oleh air bah.

Dalam pada itu, retakan-retakan pada dinding tebing masih berlangsung terus tiada hentinya,

batu-batu cadas yang besar dan berukuran raksasa menggelinding jatuh kebawah dan lenyap

dibalik genangan air yang menutupi seluruh liang penggalian tersebut.

Kurang lebih setengah jam kemudian, ledakan dan retakan-retakan dari tebing bukit seberang

sana perlahan-lahan mulai mereda kembali, namun peredaran darah ditubuh kawanan jago itu

malahan terasa berpu tar makin cepat, jantung mereka serasa berdebar keras.

Tiba-tiba Thian Ik-cu berseru dengan suara lantang, “Hoa kongcu, aku rasa keadaan pada saat

ini sudah mulai menjadi tenang kembali, bagaimana kalau kita bersama-sama menengok

keadaan dibekas tanah ledakan tersebut?”

“Baik! mari kita maju bersama-sama kesitu, tapi sebelumnya aku harap saudara sekalian suka

mencamkan beberapa patah kataku, ketahuilah peti mati lebarnya cuma enam depa, dan benda

sekecil itu tak akan makan tempat selebar satu kaki, selama manusia masih hidup didunia ini

maka semuanya takdirlah yang menentukan, ada manusia yang bernasib baik ada pula manusia

yang bernasib jelek. Tentunya kalian mengetahui bukan tentang cerita Say-ang yang kehilangan

kudanya? Siapa tahu kalau kudanya yang hilang justru mendatangkan rejeki padanya? Kemudian

Say-ang mendapat kudanya kembali, tapi siapa yang mengira kalau ditemukannya kembali kuda

tersebut justru merupakan bencana baginya?”

“Saudara-saudara sekalian, andaikata dalam bukit sebelah sana banar-benar terdapat harta

karunnya maka kalian boleh mengambilnya, sebab itulah hasil dari jerih payah saudara sendiri,

itulah buah yang harus kalian terima setelah memeras keringat dan tenaga.

“Kita semua tak ada yang menjadi pemimpin rombongan, tak ada seorangpua yang berhak untuk

menentukan pilihan bagian saudara sekalian, lagipula berbicara tentang nilai dari harta pusaka

itu setiap orang memiliki pandangan yang berbeda-beda, setiap orang mungkin saja bisa

mengalami sengketa karena pilihan yarg sama, oleh karena itu untuk mengatasi segala hal yang

tak diinginkan pada hari ini aku mohon kepada saudra sekalian untuk bertindak menuruti suara

hati masing-masing, ambillah benda yang sudah menjadi hak bagi kalian dan bagi mereka yang

telah mendapat bagian menyingkirlah dengan segera dan bagilah sisa bagi orang yang lain. Aku

harap janganlah disebabkan karena harta yang tak ada harganya ini sehingga menimbulkan bibit

bencana dan harus diakhiri dengan pertumpahan darah yang tak berguna, aku rasa saudarasaudara

sekalian tentunya bisa menangkap serta memahami apa yang kumaksudkan dan apa

yang ku katakan barusan bukan?”

Ketika Hoa Thian-hong menyelesaikan kata-katanya dengan suara keras tapi tegas, Kho Hongbwee

menambahkan pula, “Apa yang barusan Hoa kongcu ucapkan semuanya merupakan kata

kata mutiara yang besar dan dalam sekali artinya, semoga kalian dapat mencamkan kata-kata

tersebut kemudian meresapi serta melaksana kannya secara baik-baik, dalam menghadapi segala

persoalan lebih baik berpikirlah tiga kali sebelum akhirnya mengambil keputusan.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

661

Ia berpaling lantas membentak lagi, “Saudara-saudara dari perkumpulan Sin-kie-pang harap

dengarkan baik-baik kata-kata ku ini: ‘Bila kami punya rejeki dan keuntungan maka semua

anggota perkumpulan dari atas sampai tingkat paling bawah akan mendapat bagian bersamasama

meresapi keuntungan tersebut’, Pangcu sekeluarga tidak akan memeras dan melupakan

kesolidaritasan saudara-saudara sekalian, kendatipun demikian aku minta kalian jangan

melupakan peraturan perkumpulan, siapapun asal dia anggota perkumpulan Sin-kie-pang,

sebelum mendapat perintah dari pangcu dilarang untuk maju kedepan, barang siapa berani

menentang peraturan ini maka akan dijatuhi hukuman setimpal dengan peraturan yang telah

tercantum, aku minta peringatan ini suka diindahkan oleh saudara saudara sekalian, sehingga

dapat dihindari segala hal yang tidak diinginkan.

Begitu selesai mendengar perintah itu, para anggota perkumpulan Sin-kie-pang serentak

menyahut, suaranya keras dan serentak ibarat guntur yang menggelegar di udara.

Thian Ik-cu pun ikut berbicara dengan suara lantang, “Hoa kongcu, kamipun hanya ingin cepatcepat

melihat harta karun itu tapi jangan kau artikan ingin cepat-cepat mendapatkan bagian dari

harta karun tersebut, bilamana ada orang ingin menggunakan kesempatan ini untuk

menguntungkan dan memperkaya diri sendiri, cukup Hoa kongco memberi komando, serentak

kami akan se-kuat tenaga melawan manusia-manusia rakus itu, walau kepala bakal kutung,

darah bakal mengalir, kami semua tidak akan merasa gentar atau mundur!”

“Akan ku ingat selalu perkataan dari totiang! ujar Hoa Thian-hong dengan wajah bersungguhsungguh.

Ia lantas berpaling ke arah Kiu-im-kauwcu, setelah memberi hormat ujarnya kembali, “Kaucu,

cianpwe dan para enghiong semua mari kita berangkat untuk menengok keadaan disana!”

Kiu-im Kaucu tertawa terbahak-bahak.

“Haaah…. haaah…. haaah…. saudara-saudara sekalian, silahkan berangkat!” katanya pula.

Padahal semenjak tadi semua orang sudah terburu nafsu ingin menuju ketempat penyimpanan

harta itu, setelah dipersilahkan maka siapapan tidak ingin banyak berbicara lagi.

Maka ketika berangkat menuju kemuka sekalipun tidak diatur, secara otomatis kawanan jago itu

membentuk barisan sendiri secara teratur dan rapi.

Tampaklah Hoa Thian-hong berjalan dipaling depan dengan Pek Siau-thian, Kiu im kancu, Jia

Hian serta Thian Ik-cu mendampingi disisinya, dibelakang kelima orang itu menyusul pula para

jago lainnya yang menyusun diri jadi lima orang tiap baris, memandang jauh sebelakang sana,

barisan itu sangat teratur dan siapapun tiada bermaksud untuk saling mendahului ataupun saling

berdesakan.

Pada aliran selokan yang muncul setelah terjadi tempa bumi itu penuh berserakan batu-batu

cadas yang mencapai beberapa kaki diameternya, dengan melewati batu-batu cadas tersebut

Hoa Thian-hong berlima memimpin kawanan jago lainnya mendaki bukit batu karang itu dan

menuju kepuncak bukit yang sudah terbelah oleh ledakan bahan peledak serta goncangan

gempa bumi itu.

***

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

662

SETIBANYA dtatas puncak bukit yang terbelah itu, Hoa Thian-hong tak dapat menahan

pergolakan emosinya lagi, timpaklah sekujur tubuhnya gemetar keras, helaan napas panjang

segera berkumandang saling menyusul dari mulut kawanan jago tersebut.

Pemandangan yang terbentang di depan mata pada saat ini adalah suatu pemandangan yang

aneh serta menakjubkan, puncak bukit yang sudah terbelah oleh ledakan bahan peledak serta

goncangan gempa bumi itu sekarang telah berubah jadi sebidang tanah datar yang luasnya

mencapai tiga ratus kaki persegi, diatas dataran itu penuh dengan jalan-jalan lorong yang berlika

liku dan tak terhitung jumlahnya.

Luas lorong yang seolah-olah dipapas dengan pisau itu cuma beberapa kaki, tapi rata teratur dan

rapi, panjangnya mencapai sepuluh li atau lebih.

Meskipun panjang lorong mencapai sepuluh li lebih naumn berlika liku kian kemari tak menentu,

besar kecilnyapun berbeda satu dengan lainya, berderet-deret bangunan batu seperti sarang

tawon berserakan disana sini, hanya saja pada waktu itu hampir separuh bagian bangunan ruang

batu serta lorong rahasia itu terbentang diluaran sedang sisanya yang separuh masih terbenam

dalam lambung bukit dan tertindih oleh bukit karang yang tinggi dan padat.

Beberapa orang diantara mereka yang merasa berilmu tinggi lantas melompat masuk kedalam

lorong rahasia yang terbelah jadi dua itu, mereka mencoba untuk mendekati pusat bangunan

tersebut dengan melalui lorong-lorong yang terbentang lebar itu.

Apa yang terjadi? Kendatipun beberapa orang jago itu telah berusaha untuk berputar kesana

kemari dengan mengikuti barisan pat kwa ataupun barisan ngo heng yang mereka kuasai,

jangankan mendekati puing bangunan yang dimaksudkan untuk mendekati pun ternyata tak

mampu.

Lama…. lama sekali…. akhirnya Pek Siau-thiang menuding ke arah tebing sebelah depan sana

lalu berkata, “Daripada saudara semua membuang waktu dan tenaga dengan percuma,

bagaimana kalau kita jangan melalui jalan lorong yang membingungkan itu?”

“Asal melewati jalanan bekas sawah yang ada disebelah sana, kemudian meloncat ke pusat

bangunan, toh dengan gampang sekali kita bisa masuk kedalam ruang batu itu?”

Oleh karena tak seorangpun yang memberikan tanggapan atau usul lain, maka kawanan jago

itupun meninggalkan jalan lorong yang membingungkan dan menelusuri jalan perbukitan yang

tinggi rendah tak menentu di samping lorong-lorong tadi, dengan sangat gampang semua orang

dapat mencapai pusat ruang batu di tengah-tengah kurungan lorong rahasia tersebut.

Setelah tiba didekat bangunan tadi, sebagaimana tadinya maka kawanan jago itupun mengatur

diri lima orang satu barisan untuk meneruskan perjalananya kedepan.

Semua orang tahu setelah tempat penyimpanan harta karun itu dilindungi oleh lorong-lorong

rahasia yang amat membingungkan pikiran serta susah untuk dilewati itu, sebenarnya tanpa

dipasangi alat jebakan di sekitar ruang penyimpananpun tak mengapa, sebab tidak gampang

orang bisa mencapai ketempat itu.

Berdasarkan analisa inilah, maka setelah rombongan tiba diluar ruang batu itu, semua orang

tidak kuatir akan tersesat atau terjebak lagi oleh alat-alat rahasia yang mengerikan, dengan

mengatur diri menjadi barisan mereka lanjutkan perjalanan kedalam ruangan.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

663

Perlu diketahui, pada saat ini rombongan kawanan jago itu berada di bukit karang yang letaknya

jauh lebih tinggi daripada bangunan istana itu sendiri, ditambah pula separuh bagian bangunan

tersebut sudah longsor oleh gempa sehingga boleh dibilang semua bangunan istana Kiu ci kiong

seolah-olah terkupas separuh, maka siapapun dapat melihat jelas keadaan di dalam istana

tersebut dengan amat jelas.

Tanpa menemui banyak kesulitan, mereka telah berhasil mencapai depan pintu sebuah ruang

batu dan memasuki ruangan tersebut.

Ruangan itu panjang sekali dan terbuat dari batu-batu cadas yang sangat kuat, kurang lebih

beberapa kaki kemudian sampailah mereka di depan sebuah pintu lagi.

Pintu batu itu tertutup rapat, Kiu-im Kaucu lantas maju kedepan dan mendorong pintu tadi

kebelakang.

“Kraaakk!” Pintu batu itu ternyata tak terkunci, sewaktu didorong lantas terbuka lebar, cahaya

hijau yang menyilaukan mata seketika itu juga memancar keluar dari balik ruangan.

Apa isi ruangan ini? Sinar mata semua orang tanpa terasa tertuju kedalam ruangan itu.

Luas sekali ruang batu disana, isinya adalah benda-benda terbuat dari batu kumala yang

bertumpuk-tumpuk segudang penuh, terbesar benda kumala itu besarnya seperti pembaringan

yang panjangnya delapan depa sedang terkecil sebesar biji kelereng untuk perhiasan.

Selain itu terdapat pula botol porselen, kaleng porselen, golok kumala, pedang kumala dan

semua benda-benda lain yang terbuat dari kumala bertumpuk disana semua.

Suatu pemandangan yang indah, menawan dan mempersonakan hati, namun cukup membuat

nafsu rakus, nafsu tamak pada manusia ber munculan diatas wajah masing-masing.

Setelah memandang sekejap benda-benda kumala itu, mendadak Kiu-im Kaucu berpaling lalu

membentak keras, “Sebelum mendapat perintah dariku, siapapun dilarang untuk menyentuh

benda-benda yang ada disini!”

Sehabis berkata ia melanjutkan kembali perjalanannya menuju keruang yang lebih dalam.

Benda-benda kumala yang berhasil dikumpulkan Kiu-ci Sinkun didalam ruangan itu memang tak

terhitung jumlahnya, barang siapa berhasil memiliki benda-benda tersebut, tak ragu lagi niscaya

dia akan menjadi seorang manusia yang kaya raya.

Terlihatlah beberapa orang kawanan jago silat itu sudah mulai tak kuasa menahan diri, wajah

mereka berubah hebat dan jantungnya serasa berdebar keras.

Tiba-tiba Cu Im taysu maju beberapa langkah kedepan lalu serunya dengan lantang, “Thianhong,

aku rasa cukup bagiku untuk melihat sampai diruang ini saja!”

Selesai berkata, ia lantas putar badan dan berlalu dari ruangan penyimpanan benda-benda

kumala ini.

Ciu Thian-hau tertawa dia ikut berkata, “Haaahh…. haahhh…. haahh aku juga kuatir tak dapat

menguasai perasaan hati sendiri setelah melihat begitu banyak barang bagus, lebih baik

tugaskan saja kami untuk berjaga-jaga disebelah atas sana. sekalian menjadi pengawal bagi

kamu semua!”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

664

“Betul,” cepat Suma Tiang cing menambahkan, “sekalipun mata melihat seolah tidak

memandang, hati berpikir seolah tidak merasakan namun yang terbaik adalah sama sekali tidak

melihat dan sama sekali tidak merasakan. Aku juga mundur saja dari tempat ini.”

Selesai berkata, tanpa banyak berbicara lagi, ketiga orang itu lantas mengundurkan diri dari

dalam ruangan.

Sepeninggalnya ketiga orang jago itu yakni Cu Im taysu, Ciu Thian-hau serta Suma Tiang cing,

rombongan melanjutkan kembali perjalanannya menembusi ruangan-ruangan batu berikutnya.

Setelah melewati gudang penyimpan barang-barang kumala, kawanan jago itu memasuki gudang

tempat penyimpanan barang-barang antik.

Kemudian setelah keluar dari gudang penyimpanan barang-barang antik, mereka memasuki

sebuah ruangan yang menyimpan pelbagai macam lukisan serta tulisan orang kenamaan, ratarata

tulisan maupun lukisan yang tersimpan dalam ruangan itu merupakan hasil karya dari orangorang

kenamaan banyak pula yang usianya sudah tua sekali, tentu saja barang-barang seperti ini

tak ternilai harganya.

Ruangan berikutnya adalah sebuah ruangan luas tempat penyimpanan pelbagai macam alat

musik, banyak alat musik yang ada disitu merupakan bentuk-bentuk yang aneh serta jarang

sekali dijumpai didunia luaran, ada pula alat musik yang sudah langka didunia.

Dari seruling sampai khiem dan tambur tersimpan semua ditempat itu, malahan ada pula alatalat

musik yang terbuat dari emas murni.

Ruang selanjutnya adalah ruang batu tempat penyimpanan intan permata serta mutu manikam

yang tak ternilai harganya, bukan saja jumlahnya bertumpuk-tumpuk segudang penuh, bahkan

intan permata yang tersimpan disana rata-rata besar dan bercahaya tajam, paling kecil sebesar

buah kelengkeng dan paling besar sebongkah batu, bisa dibayangkan sampai dimanakah nilai

dsri barang-barang itu.

Rata-rata kawanan jago yang menyaksikan intan permata tersebut sama menjulurkan lidahnya,

belum pernah mereka jumpai benda-benda mustika sebesar itu, tak heran kalau banyak diantara

mereka yang mulai goyah imannya….

Sementara itu rombongan jago sudah memasuki ruang batu separuh yang terakhir, ruangan itu

sudah tertutup oleh lapisan batu pada langit-langitnya karena letaknya sudah menjorok jauh

dalam lambung bukit.

Sekalipun gelap suasananya, itu buka berarti sama sekali gelap gulita sehingga melihat kelima

jari sendiri pun tak dapat, mutiara mutiara besar yang memancarkan sinar gemerlapan tercecer

diantara dinding ruangan dan merupakan alat penerangan yang sangat bagus.

Setelah berjalan sekian lama, tiba-tiba dihadapan mereka muncul sebuah ruangan batu, pintu

gerbangnya satu kali lipat lebih besar dari pintu-pintu ruangan lainnya, sebuah papan nama yang

terbuat dari batu kumala tergantung diatas pintu gerbang tersebut dan berukirkan tiga huruf

besar terbuat dari emas, “Ciang keng cay! atau ruang penyimpan kitab”

Kontan saja kawanan jago itu merasakan hatinya tercekat dan jantung serasa berdebar keras.

Kiu-im Kaucu dan Pek Siau-thian serentak maju bersama kemuka, masing-masing melancarkan

sebuah pukulun untuk mendorong pintu gerbang itu.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

665

Pek Kun-gie maupun anak murid dari Kiu-im Kaucu selama ini selalu membuntuti di belakang

beberapa orang pemimpin itu, begitu pintu batu terbuka, serentak mereka sama-sama melongok

kedalam.

Masih mendingan kalau tidak melihat, begitu mereka mengintip kedalam seketika itu juga

beberapa orang itu menjerit keras saking kagetnya, dengan rasa kaget dan gugup serentak

mereka mengundurkan diri ke belakang.

Ruangan penyimpan kitab itu luasnya enam kaki persegi, disamping kiri dan kanannya masingmasing

terdapat sebuah pintu gerbang.

Diatas pintu gerbang yang disebelah kiri tergantung sebuah papan nama bertulisian, Wan Si atau

ruang obat.

Sedangkan diatas pintu sebelah kanran tergantung sebuah papan nama tertuliskan dua huruf

besar, Bu Gu atau Gudang silat.

Kalau diruang sebelah kiri yang menurut catatan papan nama itu merupakan ruangan penyimpan

obat terdapat kukusan-kukusan besar dan kukusan-kukusan kecil, maka dibalik ruangan yang

bertuliskan gudang silat itu terdapatlah rak-rak buku yang bersusun-susun dengan banyaknya.

Sekilas pandangan saja, semua orang akan melihat dan mengetahui bahwa dalam rak-rak buku

itulah tersimpan kitab-kitab pusaka ilmu silat yang diincar serta diidamkan oleh setiap umat

persilatan.

Ruangan itu tidak kosong tapi ada penghuninya, sebuah tempat duduk yang bulat datar terbuat

dari batu kumala hijau terletak ditengah ruangan itu, diatas tempat duduk bersila seorang kakek

berambut perak sepanjang bahu dan berjenggot panjang sedada.

Kakek itu memakai jubah panjang berwarna merah darah, sepasang telapak tangannya berhenti

ditengah udara dengan posisi jurus Hun hoa hud liu atau memisahkan bunga mengeburkan

pohon liu, matanya terbelalak besar dan senyum manis menghiasi bibirnya, orang itu persis

seperti manusia hidup lainya.

Disekitar tempat itu penuh berkerumun manusia-manusia dengan pelbagai dandanan yang aneh,

ada yang sedang menjotos, ada yang sedang melepaskan pukulan, ada yang bersikap hendak

menubruk, ada pula sedang melompat mundur kebelakang, rupanya orang-orang itu sedang

mengerubuti kakek baju merah yang duduk bersila ditengah ruangan itu.

Diatas tanah tampak terkapar pula beberapa orang, tampaknya orang-orang itu menggeletak

karena dilukai oleh kakek tersebut.

Setelah memandang sekejap pemandangan disekitar tempat itu, Po-yang Lojin lantas menuding

ke arah kakek berbaju merah darah itu kemudian katanya dengan lantang, Orang inilah yang

bernama Kiu-ci Sinkun sedang sisanya adalah anak murid orang itu kecuali Cho Thian-hua, tiga

puluh lima orang muridnya semua berkumpul disini.

Kiu-im Kaucu mengerutkan dahinya rapat-rapat kemudian berkata, Kalau dilihat dari keadaan

disini, tampaknya dalam istana Kiu ci kiong sudah terjadi pemberontakan secara besar-besaran,

kawanan anak muridnya telah bersatu padu untuk menghadapi gurunya serta berusaha untuk

melenyapkannya dari muka bumi.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

666

Pek Siau-thian mendengus dingin, katanya pula, “Baik gurunya maupun muridnya semua bukan

orang baik-baik, rasanya kita tak perlu untuk memikirkan tentang diri mereka lagi, lebih baik dari

masing-masing pihak mengeluarkan dua orang wakil untuk menggotong pergi mayat-mayat dari

mereka ini, bukankah urusanpun akan menjadi beres den an sendirinya?”

Pertama-tama orang orang dari Sin-kie-pang memberikan reaksinya lebih dulu, muncullah dua

orang untuk menggotong pergi mayat yang bergelimpangan disana, menyusul kemudian dari

empat penjuru bermunculan dua orang wakil untuk menyingkirkan semua mayat disana.

Kelompok mayat-mayat yang berserakan disana itu sudah mati seratus tahun lebih, sekalipun

tampaknya masih utuh seperti sedia kala, akan tetapi begitu diangkat maka mayat itu lantas

hancur menjadi abu dan tulang belulang mereka lantas berserakan di atas tanah.

Namun kawanan jago yang bertugas mengangkuti mayat itu tidak ambil pusing apakah kotor

atau tidak, dalam keadaan seperti ini mereka hanya ingin cepat-cepat mendapat bagian dari

harta karun itu, maka ada yang lantas melepaskan jubahnya untuk mengangkuti abu dan tulang

belulang itu, ada pula yang manyapu dengan ujung bajunya lantas diangkut begitu saja dengan

tangan.

Diantara sekian banyak jago yang bekerja terdapat pula Tio Ceng tang, ia mendapat tugas untuk

mengangkut mayat dari Kiu-ci Sinkun.

Siapa tahu tatkala jari tangannya menyentuh tubuh Kiu-ci Sinkun, mendadak ia melompat

mundur sejauh lima depa sembari berteriak keras, “Aduh mak!!”

Apa yang terjadi? Hoa Thian-hong segera menegur dengan perasaan terperanjat.

Sekujur badan Tio Ceng tang gemetar keras seperti orang ketakutan sambil menuding ke arah

mayat Kiu-ci Sinkun dengan jari tangan yang gemetar ia berbisik, “Ii…. ituu…. tubuhnya masih

hangat mu…. mungkin dia dia masih hidup!”

Suaranya terbata-bata dan nadanya Kurang jelas.

Hoa Thian-hong berkerut kening ia berpaling kepada Hoa In yang berada dibelakangnya, lalu

memerintahkan.

“Coba engkau pergilah kesana dan periksalah apa yang sebenarnya telah terjadi”

Hoa in mengiakan dan lantas maju kedepan, sekali cengkeram dia sudah mengangkat mayat Kiuci

Sinkun dari tempat duduknya kemudian sambil meraba tempat duduk bulat pipih yang terbuat

dari batu kumala hijau itu, katanya, “Aaai! Siapa bilang dia belum mati? Rupanya tempat

duduknya ini terbuat dari batu kumala hangat yang telah berusia sepuluh laksa tahun, oleh

karena hawa hangat yang terpancar keluar dari tempat duduk ini maka mayat Kiu-ci Sinkun

selama ini tidak sampai mengalami kerusakan atau pembusukan!”

Hoa Thian-hong alihkan sinar matanya ke arah tempat duduk bulat pipih yang terbuat dari batu

kumala hijau itu, terbaca olehnya empat huruf besar terukir diatas tempat duduk tersebut.

“BU LIM CI CUN” atau Maharaja dari dunia persilatan.

Tanpa terasa diapun berpikir dihati, “Orang ini memang sungguh jumawa dan berlagak sombong

aaai! akhirnya toh dia tewas dalam keadaan begini tak ada harganya, inilah yang dinamakan

mencari penyakit buat diri sendiri.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

667

Berpikir sampai disitu tak kuasa lagi dia menarik napas panjang panjang.

Setelah berusaha dan bekerja keras, sebentar kemudian semua mayat yang berada dalam

ruangan itu sudah disingkirkan, kawanan jago yang berbondong masuk keruangan inipun segera

memenuhi setiap sudut ruangan yang ada disana.

Luas ruangan batu itu kurang lebih enam kaki tapi untuk menghindari segala kemungkinan yang

tidak diinginkan, beberapa orang pemimpin persilatan itu tak mau memasuki ruangan itu terlalu

dalam maka orang-orang yang sempat ikut masuk ke dalam ruangan itupun cuma sebagian kecil

belaka….

Sisanya yang berjumlah ratusan orang hanya bisa saling berhimpit dan berdesakan diluar

ruangan, ada yang berdiri pada tu-mit ada yang menjulurkan lehernya, adapula yang

mementangkan matanya lebar-lebar untuk mengawasi keadaan dalam ruangan itu.

Semua sinar mata dan perhatian kawanan jago itu sudah tertuju pada kurungan-kurungan yang

berisi obat mujarab serta rak-rak buku yang berisikan kitab-kitab pusaka ilmu silat.

Mereka dapat melihat jelas bahwa kitab-kitab pusaka itu diatur dengan sangat rapi, setiap ujung

kitab terdapat selembar kain kecil yang bertuliskan nama diri kitab itu karenanya tanpa harus

menarik keluar kitab itu, orang akan tahu buku apakah yang tersimpan disana

Hanya sayangnya tulisan diatas lembaran kain itu kecil sekali, dan lagi pula banyak sekali

jumlahnya, kecuali beberapa orang jago silat yang memiliki ketajaman mata luar biasa, boleh

dibilang yang lain tak mampu melihat apa-apa kecuali pandangan yang muram.

Tiba-tiba Tio Sam-koh ambil keluar sebuah karung goni yang amat besar, sambil merentangkan

tersebut lebar-lebar ia berteriak dengan suara lantang, “Heey! Ada yang mau turun tangan tidak?

Kalau semua orang segan untuk mengambil kitab-kitab itu, aku si nenek tua segera akan

mengambilkan semua!”

Hoa Thian-hong sangat terperanjat setelah mendengar perkataan itn, dengan cemas ia berkata,

“Nenek, engkau jangan bergurau, apa gunanya kita miliki kitab kitab pusaka ilmu silat itu?”

“Kalau engkau tidak mau apa salahnya kalau aku mau? Toh aku bisa menghadiahkan kembali

kitab-kitab itu untuk orang lain!” sahut Tio Sam-koh dengan kasar.

Tanpa sungkan-sungkan lagi, selesai berbicara dia lantas meren-tangkan karung goninya lebarlebar

kemudian melangkah maju kedepan menghampiri rak-rak kitab itu.

Hoa Thian-hong jadi serba salah dibuatnya, ia cuma bisa merintis sambil mengerling dengan

penuh kecemasan kepada istrinya.

Chin Wan-hong tentu saja mengetahui apa maksud dari suaminya itu, cepat dia memburu maju

kedepan, sambil menyeret tangan Tio Sam-koh katanya seraya tertawa, “Sam popo kita kan

sudah berjanji bahwa kedatangan kita kemari hanya untuk jalan-jalan saja, kenapa kau angkuti

semua kitab-kitab pusaka ilmu silat itu?”

“Sekalipun kedatanganku kesini hanya untuk jalan-jalan belaka, masakah aku tak boleh

mengambil kitab itu? Toh orang lain tidak mau, apa salahnya kalau aku sinenek mengambilnya?”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

668

Hoa Thian-hong semakin gelisah lagi setelah mendengar perkataan itu, cepat ia berseru lantang,

“Semua kitab pusaka ilmu silat telah berada didepan mata, barang siapa punya minat untuk

mendapatkan kitab tersebut, silahkan maju untuk mengambilnya sendiri, tapi setiap orang

terbatas hanya boleh mengambil sejilid saja, benda-benda yang ada pemiliknya lebih baik jangan

diambil, ambil saja kitab yang tak punya tuan!”

Begitu ucapan tersebut diutarakan keluar, tiba-tiba terdengar seseorang berseru lantang, “Dalam

usaha pencarian harta karun, Ji sioca dari perkumpulan Sin-kie-pang yang paling berjasa

sepantasnya kalau ji sioca kami mendapat penghormatan untuk memilih pertama kali!”

Tentu saja Hoa Thian-hong tahu bahwa orang yang berbicara itu adalah anak buah dari

perkumpulan Sin-kie-pang, meskipun ia tahu bahwa alasannya memang tepat, namun pada

hakekatnya ia tak ingin membiarkan Pek Kun-gie memilih nomor satu, hanya saja ia merasa tak

enak untuk menolaknya secara terang-terangan, maka setelah termenung sebentar diapun

berkata, “Saudara-saudara sekalian, disebelah kiri sana terdapat kamar obat mujarab didalamnya

mungkin saja terdapat obat mustika yang dapat membuat orang awet muda dan tetap sehat,

disebelah belakang sana ada gudang senjata, didalamnya tentu tersimpan pelbagai senjata

mustika yang luar biasa dahsyatnya, berhadapan dengan barang sebanyak ini siapa mengambil

dulu belum tentu mendapat keuntungan apa-apa, sebaliknya mereka yang mengambil

belakangan juga bukan berarti bakal rugi, bagaimanapun juga setiap orang hanya terbatas boleh

memilih satu jenis barang saja, aku anjurkan kepada kalian agar memilihnya secara perlahanlahan,

tunggu saja lah sampai mereka yang punya barang terjerumus dalam istana ini mengambil

kembali barangnya yang lainnya barulah mulai memilih!”

Benda mustika yang tersimpan dalam istana itu memang terlalu banyak jumlahnya, siapapun tak

berani punya pikiran untuk membegal atau merampok maka siapapun akan memilih bagian yang

terbaik dan terlihay untuk diri sendiri tapi oleh kerena jumlahnya terlalu banyak siapapun merasa

sulit untuk menentukan pilihannya.

Tiba-tiba terdengar Pek Kun-gie berkata, “Ayah bolehkah aku memilih lebih dahulu?”

“Tentu saja siapa berani menghalangi niat mu?” sahut Pek Siau-thian dengan angkuh.

Pek Kun-gie tertawa manis, dengan lemah gemulai dia maju kedepan dan menghampiri rak-rak

buku itu.

Berbicara yang sesungguhnya Pek Kun-gie menang terhitung manusia yang paling berjasa dalam

usaha pencarian harta karun kali ini, maka keputusan untuk mempersilahkan dia memilih lebih

dahalu bukanlah suatu keputusan yang kelewat batas.

Sebab itulah baik Kiu-im Kaucu maupun Kiu-tok Sianci berlagak bodoh seolah-olah mereka tidak

melihat akan kejadian itu.

Pek Siau-thian dengan sinar matanya setajam sembilu mulai menyapu sekejap ke arah rak-rak

buku yang ada dihadapannya, dia berharap bisa menemukan sejilid kitab pusaka yang luar biasa

dan dapat digunakan untuk menandingi kelihayan kitab Kiam keng yang berhasil dipelajari Hoa

Thian-hong, kemudian memberi petunjuk kepada putrinya untuk mengambil.

Apa mau dikata,jumlah kitab pusaka yang tersimpan dalam ruangan itu tak terhitung jumlahnya,

setiap jilid Kitab yang ada disana sudah cukup digunakan untuk merajai kolong langit, untuk

sesaat ia jadi bingung tak tahu harus memilih yang mana.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

669

Sungguh gelisah dan cemas perasaan Pek Siau-thian pada waktu itu terpaksa dengan ilmu

menyampaikan suara ia memberi kisikan kepada putrinya agar mengulur waktu, “Berlagaklah

sedang memilih dengan perlahan-lahan, jangan keburu nafsu menjatuhkan pilihannya, bila aku

sudah menemukan pilihannya, segera kukirim kabar kepadamu untuk mengambilnya!”

Akan tetapi Pek Kun-gie berlagak pura-pura tidak mendengar, mendadak ia mengambil sejilid

kitab pusaka yang amat tebal sekali dari rak buku itu, kemudian dengan suara manja serunya,

“Ayah, dalam perkumpulan Sin-kie-pang kita sudah terdapat banyak sekali kitab pusaka ilmu

silat, aku lihat kitab racun Pek tok keng ini luar biasa sekali, bila kuambil rasanya tidak akan

merugikan dirimu bukan?”

Mendengar perkataan itu, baik Hoa Thian-hong maupun Kiu-tok Sianci dan murid-muridnya

meresa terperanjat.

Karena sudah diberi peringatan oleh Lan-hoa Siancu agar jangan bercakap-cakap dengan Pek

Kun-gie, Hoa Thian-hong tak berani melanggar pantangan tersebut, maka diapun menengadah

keatas dan berseru dengan suara lantang, “Saudara-saudara semua mohon perhatian! Bila benda

yang diambil ternyata punya pemiliknya, lebih baik janganlah diambil toh isi ruangan ini banyak

tak terhitung jumlahnya, ada yang bisa membuat di ri menjadi sakti dan luar biasa, ada pula

yang bisa melatih diri sehingga tetap awet muda….”

Tiba-tiba Giok Teng Hujin mendehem berat dan menukas ucapan Hoa Thian-hong yang belum

selesai.

Si anak muda itu segera tersadar kembali bahwa ia sudah salah berbicara, ia hanya berusaha

mencegah Pek Kun-gie untuk mengambil kitab pusaka Pek tok keng tapi hampir saja sudah

membengkalaikan urusan dari Giok Teng Hujin.

Pek Kun-gie bukan seorang manusia bodoh, dengan cepat ia dapat menangkap maksud dari

deheman itu, tiba-tiba ia berpaling ke arah ayahnya kemudian bertanya, “Ayah, kitab pusaka

apakah yang bisa melatih diri menjadi cantik jelita dan tetap awet muda?”

Pek Siau-thian berpikir sebentar lalu menjawab, “Sudah lama aku dengar orang berkata bahwa

kitab pusaka Tuo li sim keng merupakan pelajaran sim hoat tenaga dalam yang membuat

seseorang gadis tetap awet muda, katanya bila seseorang dapat melatih tenaga dalamnya hingga

mencapai puncak kesempurnaan, maka bukan saja paras mukanya akan bertambah cantik,

bahkan akan tetap awet mada dan segar bugar!”

“Ayah, bagaimana kalau kuambil saja kitab pusaka Pek tok keng ini?”

Pek Siau-thian menghela napas panjang, dalam hatinya ia berpikir, “Aaai…. budak ini memang

keterlaluan dianggapnya perempuan perempuan dan suku Biau itu bisa diganggu seenaknya?”

Berpikir demikian diapun menjawab dengan lantang, “Kelompok kita adalah kelompok yang

mengkhususkan diri berlatih ilmu silat apa bila ilmu yang kita pelajari sudah mencapai puncak

kesempurnaan maka sekalipun orang memiliki racun yang lihay juga tak akan mampu mengapaapakan

kita buat apa kita musti mencabut gigi taring orang lain?”

Pek Kun-gie memutar sepasang biji matanya, kemudian menyahut, “Baiklah, aku rasa perkataan

ayah sudah pasti tak bakalan salah!”

Maka ia mengembalikan kitab Pek tok keng itu ketempat semula, lalu sambil berpaling kembali

dia bertanya, “Ayah, kitab pusaka Tuo li sim keng berada dimana?”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

670

“Baris ketiga dinding sebelah kiri, dihitung dari bawah maka berada pada rak nomor dua!”

Pek Kun-gie lantas berjalan menuju ketempat yang ditunjuk dan mengambil keluar kitab Tuo li

sim keng dari dalam rak tersebut.

Menyaksikan perbuatan putrinya, Pek Siau-thian jadi keheranan, dia lantas bertanya, “Anak gie,

engkau adalah seorang dara yang canik jelita, didunia dewasa ini sukar untuk mencari gadis yang

lebih cantik daripada dirimu, apa gunanya kau ambil kitab tersebut, bukankah tindakanmu ini

sama artinya dengan menyia-nyiakan hak pilihmu yang bagus ini?”

Pek Kun-gie sama sekali tidak tergerak hatinya oleh perkataan tersebut, ia menjawab dengan

manja, “Kecantikan sama dengan ilmu silat, sekalipun orang sudah berilmu tinggi pasti

menginginkan ilmu yang lebih tinggi, begitu pula dengan kecantikan, sekalipun orang sudah

cantik toh masih ingin lebih cantik lagi!”

Habis berkata, dengan wajah berseri dan penuh kegembiraan ia membawa kitab pusaka Tuo li

sim keng itu kembali ketempat semula.

Sungguh gelisah dan panik Hoa Thian-hong menghadapi kejadian ini, mukanya telah berubah

jadi merah padam, sepasaag matanya merah berapi-api, ia pernah menyanggupi permintaan

Giok Teng Hujin untuk mencarikan ilmu yang dapat memulihkan kembali kecantikan wajahnya

tapi sekarang setelah janjinya itu akan dipenuhi ternyata Pek Kun-gie telah mendahului dirinya,

dengan begitu bukankah ia jadi tak dapat memenuhi janjinya?

Kendatipun begitu, berhubung Pek Kun-gie juga seorang gadis dan pantaslah bagi seorang dara

untuk mengambil kitab pusaka Tuo li sim keng, maka walaupun dalam hati merasa gelisah, ia tak

mampu untuk menghalangi niatnya itu.

Bagaimana pun juga Chin Wan-hong adalah seorang istri yang saleh, ia dapat merasakan

kebingungan serta kepanikan suaminya, selain itu diapun dapat meresapi betapa pentingnya

kitab tersebut bagi Giok Teng Hujin maka diapun tertawa.

“Adik Kun gie!” katanya dengan lembut, “hayo cepat kembalikan kitab tim keng itu pada

tempatnya semula!”

“Kenapa?” tanya Pek Kun-gie dengan wajah tercengang.

Kembali Chin Wan-hong tertawa.

“Dengan wajahmu yang cantik jelita ini kutanggung engkau masih bisa kawin dengan seorang

pemuda tampan, bila kecantikan mu bertambah lipat ganda, lagi pula mana ada lelaki tampam

dikolong langit ini yang pantas uutuk mendampingimu? Bukankah selama hidup jangan harrap

bisa kawin lagi”

Pek Kun-gie bukanlah gadis yang bodoh, sejak permulaan tadi ia sudah dapat meresapi betapa

gusar dan paniknya Hoa Thian-hong, apa lagi sekarang sesudah mendengar bahwa ucapan dari

Chin Wan-hong itu mengadung arti lain, ia tak berani bertindak gegabah lagi, terpaksa kitab

pusaka Tio li sim keng itu dikembalikan ketempatnya semula.

Setelah itu sambil tertawa cekikikan katanya, “Aaaai! Ini tidak cocok itu tidak jadi biarlah kupilih

sembarangan saja!”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

671

Habis berkata dia lantas membopong batu pipih terbuat dari batu kumala itu sambil tertawa

cikikkan kembali ketempat semula.

Tindakannya ini sama sekali diluar dugaan Pek Siau-thian, ia jadi tertegun dan tidak habis,

mengerti pikirnya, “Tolol amat budak ini, meskipun lohu adalah seorang ketua dari suatu

perkumpulan besar, tak akan berani kududuki kursi singgasana yang berukiran kata-kata Maha

raja dari dunia persilatan itu, apa gunanya kau ambil benda itu!”

Tentu saja ia tak akan tahu bahwa apa yang dipikirkan Pek Kun-gie bukanlah dirinya, gadis itu

tak pernah melayangkan ingatannya untuk menukilkan kepentingan ayahnya.

Semenjak ia melangkah masuk kedalam ruangan tadi, sorot matanya sudah tertuju pada tempat

duduk pipih kumala itu, pikirnya dihati.

“Kalau aku tidak menikah itu lain soal, andaikata menikah maka kursi kebesaran itu merupakan

barang tanda mata yang terbaik dariku akan kusuruh dia mencicipi bagaimana rasanya menjadi

Maharaja dari dunia persilatan, otomatis akupun akan menjadi nyonya maharaja alias ratonya….

tentu nikmat rasanya”

Apa yang dipikir gadis itu tentu tak terpikirkan oleh Hoa Thian-hong, pemuda itu hanya merasa

bahwa dengan susah payah akhirnya toh persoalan yang maha sulit itu dapat juga teratasi

olehnya, maka diapun berpaling ke arah Kiu-im Kaucu.

“Dari pihak Sin-kie-pang sudah ada satu wakil yang maju” katanya, mengapa kaucu tidak maju

juga untuk memilih satu macam benda sebagai tanda mata dari gerakan pencarian harta karun

dibukit Kiu ci San ini?”

Kiu-im Kaucu tertawa.

“Bukannya aku sengaja bicara sombong atau tinggi hati, terus terang kukatakan bahwa benda

yang ada disini tak sebuahpun yang menarik perhatianku!”

Hoa Thian-hong menghela napas panjang.

“Aaai…. kaucu bermata emas, tentu pilihannya juga merupakan benda-benda yang tak ternilai

harganya, aku sudah dapat memahami akan perasaan hatimu itu. Aaaai! Bila engkau ingin

mendapatkan kitab pusaka yang jauh lebih hebat dari kitab Kiam keng, aku rasa hal ini

merupakan suatu pekerjaan yang amat sulit!”

Kiu-im Kaucu tertawa.

“Mari kita masuk dulu kedalam ruang obat-obatan, bila disanapun tak berjodoh, anggap saja

takdir memang menghendaki demikian!” katanya.

Hoa Thian-hong pun tidak banyak bicara lagi, ia berpaling dan menyapu sekejap kawanan jago

yang berada dihadapannya, kemudian menegur, “Apakah masih ada para enghiong dari

perkumpulan Kiu-im-kauw yang ingin tampil kedepan untuk mengambil harta?”

Giok Teng Hujin segera tampil kemuka, ujarnya dengan lantang, “Harap cianpwe sekalian suka

memberi maaf atas kelancangan Ku Ing-ing yang tak kenal adat, sebenarnya aku tak berani

berhati tamak, tapi lantaran satu dan lain hal, terpaksa aku harus mendahului kalian semua!”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

672

Tanpa sungkan-sungkan lagi ia maju kedepan dan mengambil kitab pusaka Tuo li sim keng

tersebut.

Sebagian besar jago silat yang hadir di tempat itu mengetahui bahwa Giok Teng Hujin

mempunyai hubungan yang luar biasa dengan Hoa Thian-hong, karena itu berada dalam

keadaan dan saat seperti ini, Pek Siau-thian sendiripun segan untuk banyak bicara, tentu saja

orang lain lebih-lebih tak berani banyak bicara apalagi kitab pusaka itu hanya berguna bagi kaum

wanita.

Setelah menyimpan kitab pusaka tersebut kedalam sakunya, Giok Teng Hujin maju ke hadapan

Kiu-im Kaucu lalu jatuhkan diri berlutut katanya dengan lirih, “Sudah lama Ing ing mendapatkan

pendidikan serta kasih sayang dari kaucu, untuk semua budi kebaikan itu, selama ini terjadi

suatu kericuan yang bikin kita jadi sama-sama tak enak, namun Ing ing tak berani untuk

mendendamnya. Semoga dengan perpisahan ini kaucu suka menunjukkan kebesaran jiwanya

serta melupakan diriku uniuk selamanya”

Hoa Thian-hong ikut memberi hormat, katanya.

“Kaucu adalah seorang pemimpin dunia persilatan, tentunya tak akan mempersulit seorang gadis

bukan? Lagipula bila kaucu suka melepaskan pergi maka akupun ikut merasa berhutang budi!”

Sinar mata Kiu-im Kaucu yang setajam sembilu berputar kian kemari menyapu wajah kedua

orang itu, mendadak ia menengadah dan tertawa terbahak-bahak.

“Haaahh…. haaaahh…. haaaahh…. pergilah, semoga suatu ketika perkumpulan Kiu-im-kauw

dapat menguasai kembali seluruh jagad, waktu itu bila kau sudah sadar kembali, maka pulanglah

kepangkuan perkumpulanmu!”

“Terima kasih atas kebearan jiwa kaucu!” kata Giok Teng Hujin sambil bangkit berdiri kemudian

dengan membawa Pui Che-giok berlalu dari tempat itu.

Sepeninggal ruangan itu, Giok Teng Hujin sama sekali tidak memandang sekejap pun ke arah

Hoa Thian-hong, ia cuma memandang ke arah Chin Wan-hong seraya tertawa, ini membuat

pemuda tersebut jadi melongo tercengang dan merasa tidak habis mengerti.

Dalam kasus peristiwa ini, Giok Teng Hujin adalah seorang gadis yang memiliki kekuatan untuk

mempersona hati kaum pria, sebaliknya Hoa Thian-hong adalah pemuda yang berilmu tinggi

sekalipun Kiu-im Kaucu tidak ingin melepaskan perempuan itu dengan begitu saja, toh akhirnya

harus mengabulkannya juga, namun kegusaran yang berkobar dalam dadanya sukar

dikendalikan lagi.

Tiba-tiba ia berteriak keras, “Saudara sekalian, dihadapan mata kalian tersedia beratus-ratus jilid

kitab pusaka ilmu silat yang dapat membuat tubuh kalian jadi kuat dan ilmu silat kalian jadi lihay,

mengapa kalian tetap berdiam diri saja? Hayo majulah dan rampaslah kitab-kitab itu!”

Kiu-tok Sianci mendengus dingin, tiba-tiba ia berseru, “Lan hoa maju kesana dan ambil kembali

kitab pusaka Pek tok keng milik kita!”

Semenjak tadi Lan-hoa Siancu sudah tak sabar menunggu, mendengar perintah itu dengan

langkah lebar dia lantas maju kemuka dan ambil kembali kitab Pek tok keng milik perguruannya

dari susunan rak buku itu.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

673

Hoa Thian-hong diam-diam merasa cemas, tatkala dilihatnya suasana yang semula aman, tenang

dan damai itu mendadak terancam oleh ledakan amarah dan sifat tamak manusia, cepat ia

menjura kepada Yu ming tiancu seraya berkata, “Disebelah kiri sana terdapat kitab hiat im ceng

ciat, sesuai sekali dengan perrguruan Kiu-im-kauw kalian, apa salahnya kalau tiancu pergi

mengambilnya?”

Sebagaimana telah diceritakan diatas, Yu ming tiamcu dan Suma Tiang cing pernah melakukan

pertempuran yang amat sengit bahhan saling mempertaruhkan jiwa raganya masing-masing oleh

karena usia mereka hampir sebaya dan ilmu silatpun seimbang sejak peristiwa tersebut entah

apa sebabnya dalam benak Yu ming tiancu selalu timbul bayangan tubuh dari Suma Tiang cing

Kejadian tersebut merupakan rahasia pribadinya yang paling besar tak pernah ia bocorkan

kepada siapapun juga hanya karena perasaan itu maka tanpa disadari, timbulah pikiran dan

ingatan untuk membantu pihak kaum pendekar.

Sekarang ketika ia dengar seruan dari Hoa Thian-hong, setelah tertawa tanpa minta persetujuan

dari kaucunya lagi ia maju kemuka dan mengambil kitab hiat im ceng ciat yang dimaksudkan.

Hoa Thian-hong berpaling pula kepada Pek Soh-gie, kembali ia berseru.

“Cici, dibarisan kedua rak paling bawah terdapat setengah jilid kitab Ci yu jit ciat, kitab itu

sepantasnya diberikan kepada toako, pergi dan tolong ambilkan baginya!”

Padahal yang sebenarnya sedari tadi Pek Soh-gie sudah mendapat petunjuk dari ibunya untuk

melaksanakan soal itu tapi oleh sebab belum mendapat giliran ia cuma panik dalam hati.

Sekarang setelah dipanggil namanya, sambil tersenyum dia lantas tampil kedepan setelah

mengambil kembali setengah jilid kitab Ci yu jit ciat tersebut, dara itu kembali kesamping Bong

pay.

Waktu itu sebenarnya Pek Siau-thian sedang mendongkol dan tak senang hati karena Hoa Thianhong

membaiki pihak Kiu-im-kauw, akan tetapi setelah kejadian ini perasaan hatinyapun merasa

reda lebih baikan

Terdengar Hoa Thian-hong melanjutkan kembali seruannya, “Huan heng, kitab pusaka Poh ka

kun boh berada di rak sebelah kanan dekat pintu, Konsun cianpwe, pedang it ci hui kian berada

disudut ruangan dekat dinding kiri cianpwe.”

Tampaknya sebelum itu Hoa Thian-hong sudah menyelidiki baik-baik siapa saja ahli waris dari

pemilik pemilik kitab lama yang hadir dalam penggalian tersebut, maka sekarang dengan lancar

dan hafalnya satu per satu ia sebutkan nama ke tiga puluh satu orang itu untuk mengambil

kembali barang-barang miliknya.

Selang sesaat kemudian, semua orang yang merasa pernah kehilangan bukunya karena dicuri

atau dirampas oleh Kiu-ci Sinkun, kini sudah mendapatkan kembali barang miliknya.

Walau demikian, barang yang telah diterima oleh kawanan jago itupun baru seperempat dari

jumlah buku yang terdapat didalam ruaagan itu, sisanya tiga perempat masih tetap berada

ditempat semula.

Hoa Thian-hong lantas berpaling ke arah Thian Ik-cu dan Jin Hian, katanya, “Aku rasa kalianpun

boleh segera maju untuk mengambil kitab yang kalian senangi!”

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

674

“Tunggu sebentar!” sela Pek Siau-thian.

Kontan saja Jin Hian melototkan sepasang matanya lebar-lebar, katanya dengan nada seram,

“Hmm…. jangan dianggap sudah tiba giliranmu untuk unjukkan kegagahan disini!”

Pek Siau-thian tertawa dingin, katanya, “Hhmmm! Bila aku orang she Pek ingin ribut dengan kau

pada saat ini, aku pikir kau pasti tak akan puas, mau berlagak pun akan ku tunggu sampai kau

bangkit kembali kedunia persilatan!”

Setelah berhenti sebentar sambungnya lebih jauh, “Mulai saat ini, setiap benda setiap barang

yang ada dalam ruangan ini harus dibagi menjadi lima bagian, dan barang-barang itu akan

diterima oleh masing-masing kelompok yang kemudian dibagi secara rata diantara anggotanya!”

Hoa Thian-hong, Kiu-im Kaucu, Jin Hian serta Thian Ik-cu saling berpandangan sekejap, mereka

merasa bahwa cara pembagian tersebut memang sangat adil, tidak akan menerbitkan

pertentangan ataupun pertikaia, maka siapapun tak suka banyak bicara lagi.

Tiba-tiba Kho Hong-bwee berkata sambil tertawa nyaring, “Thian bong, pekerjaan ini memang

agak menyusahkan dirimu, tapi aku rasa sangat adil dan bijaksana, aturlah pembagian ini seadil

adilnya!”

“Boanpwe turut perintah!” sahut Hoa Thian-hong sambil menjura.

Dia lantas maju kedepan dan katanya dengan lantang, “Saudara-saudara sekalian, tentunya

kalian tahu bukan bahwa aku masih punya janji dengan pihak Seng sut pay? Maka aku minta,

seandainya diantara kalian ada yang mendapatkan barang milik mereka, harus segera ditukarkan

kepadaku!”

“Thian-hong….!” mendadak dari luar pintu kembali terdengar seseorang memanggil.

Hoa Thian-hong menengadah, ia lihat Cu Im taysu dengan membawa seorang hwesio sedang

berjalan masuk kedalam ruangan itu, ia pernah berjumpa dengan padri itu karena dia bukan lain

adalah It biau hwesio yang pernah ditemuinya diluar kota Lok yang ketika berunding dengan

Huang-san su lo tempo hari.

Terdengar Cu Im tayau berkata, “It biau suheng tidak terhitung seorang manusia persilatan, dia

hanya ingin mengembangkan ajaran Buddba didunia ini, oleh karena didengarnya bahwa dalam

istana Kiu ci kiong tersimpan setumpuk kitab Buddha, sengaja ia datang kemari untuk mencari

derma, semoga saudara sekalian sudilah kiranya memenuhi apa yang dia harapkan!”

“Ucapan itu memang benar, banyak pelajaran kitab Buddha yang tersimpan disini.”

“It biau suhu! Silahkan masuk” kata Hoa Thian-hong.

Dengan kepala tertunduk, It biau hwesio masuk kedalam ruangan mengikuti dibelakang Cu Im

taysu, kedua orang inipun lantas berdiri disisi pintu gerbang.

Mendadak salah satu anggota Hong im bwe berseru dengan suara dingin.

“Hmm…. hwesio ini tidak punya kepandaian apa-apa, tapi datang-datang lantas mencari untung,

sialan…. siapa yang kesudian memberi bagian kepadanya!”

Walaupun perkataan itu sangat lirih tapi cukup tajam dan pedas dalam pendengaran.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

675

Seketika itu juga paras muka Cu Im taysu berubah jadi merah padam seperti kepiting rebus,

cepat-cepat katanya.

“Sebenarnya It biau suheng juga ingin datang kemari untuk menyumbangkan tenaganya, tapi

karena ia tak pandai silat maka perjalanannya dilakukan lambat sekali. Aaaii Sayang aku

sendiripun tak pernah menyumbangkan tenagaku, kalau tidak niscaya bagianku akan kuserahkan

kepadanya!”

“Aku akan menyumbangkan bagian untuk It biau suhu!” cepat Hoa Thian-hong berseru dengan

lantang, “asalkan kalian mendapatkan kitab ajaran Budha, silahkan di serahkan kepadaku untuk

ditukar dengan kitab pusaka ilmu silat!”

Tidak menunggu tanggapan dari orang lain lagi ia lantas maju kedepan dan mulai membagi

kitab.

Tangannya yang satu mengambil kitab dari deretan rak buku sementara tangannya yang lain

memindahkan kitab tersebut keatas tanah dan dibagi rata jadi lima tumpuk, semua Kitab ajaran

Buddha dan ajaran agama To semuanya diambil atas nama pribadinya.

Buku yang tersimpan dalam ruang batu itu memang banyak tapi tak bisa menandingi kelincahan

Hoa Thian-hong, dalam setengah jam pembagian kitab silat telah selesai.

Pada saat ini siapapun tidak sungkan-sungkan lagi, masing-masing pibak segera mengu tus

orsng untuk maju dan membungkus kitab-kitab bagiannya dengan kain kemudian mengutus pula

jago lihaynya untuk membawa kitab itu serta menyusun pasukan penjaga untuk melindungi

kitab-kitab tersebut.

Haruslah diketahui, walaupun kitab-kitab pusaka itu sama sekali tak dipandang sebelah matapun

oleh Hoa Thian-hong serta Kiu-im Kaucu, akan tetapi dikolong langit dewasa itu tidak ada dua

tiga orang yang memiliki ilmu silat selihay Hoa Thian-hong serta Kiu-im Kaucu, maka bisa

dibayangkan betapa penting dan berharganya kitab kitab ilmu silat itu bagi mereka.

Hoa Thian-hong dengan membawa setumpuk kitab ajaran Budha menghampiri dihadapan It biau

hwesio, sambil mengangsurkan kitab tersebut, katanya dengan lembut.

“Toa suhu, disini terdapat dua puluh tujuh jilid kitab ajaran Buddha, mungkin semuanya terdiri

dari sembilan puluh buku, harap kau terima dengan senang hati, aku rasa kalau toh kitab itu

disimpan Kiu-ci Sinkun ditempat ini, tentu tak ternilai harganya!”

Cepat It biau hwesio merangkap tangannya memberi hormat.

“Semoga amal dan bakti siau sicu dapat di berkahi dan dilindungi oleh Budha maha pengasih.”

Sesudah terhenti sebentar, tambahnya lagi.

“Cukup dengan sejilid kitab Tay pe sim huo lo ni keng nilainya sukar dilukiskan dengan kata-kata,

amal bakti siau sicu benar-benar mengharukan hatiku”

Ia lantas meroioh sakunya dan ambil keluar sebuah karung kain.

Hoa Thian-hong pun masukan setumpuk kitab tersebut kedalam karung tadi, kemudian dengan

membawa setumpuk buku ajaran-ajaran agama To, ia menghampiri Kho Hong-bwee.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

676

Melihat perbuatan si anak muda itu Kho Hong-bwee tertawa terbahak bahak, katanya, “Pay ji

serta Soh-gie masih membutuhkan perawatanku, aku sedang mempertimbangkan untuk

melepaskan jubah pendeta ini, baiklah kuterima dulu kitab ini dan dibicarakan lagi dikemudian

hari!”

Tio Sam-koh maju kemuka sambil membuka kantung kain yang dibawanya ia berseru, “Hayolah,

sekarang tiba giliranku untuk menerima bagian!”

Melihat itu Hoa Thian-hong hanya bisa tertawa paksa, katanya, “Popo, banyak orang telah

menolong serta membantu aku dalam mengerjakan penggalian ini, pepatah mengatakan:

manusia mati lantaran harta, burung mati karena makanan, bagi orang yang belajar silat maka

benda itulah yang paling mereka sukai.

Tio Sama koh segera melototkan sepasang matanya bulat-bulat, ia berkata dengan lantang.

Sekalipun harus dibagi, akulah yang akan membagi kitab-kitab ini kepada mereka, selain haarus

kuperhatikan cara kerja mereka akan kuselidiki pula tabiat dan tindak tanduknya, aku tak akan

berikan kitab ini semaunya sendiri.

Hoa Thian-hong dibuat apa boleh buat, terpaksa semua kitab pusaka ilmu silat bagiannya

dimasukkan kedalam karung goni milik Tio Sam-koh.

Tio Ceng tang segera menunjukkan muka cemas dan gelisah, sikapnya sangat tidak tenang.

Chin Wan-hong yang melihat itu cepat berseru dengan suara keras.

“Tio locianpwe, ilmu silatmu toh sudah mencapai puncak kesempurnaan, sukar untuk mencari

tandingan didunia ini apa gunanya kau mengangkangi semua kitab pusaka itu.”

“Hmm! Aku tak parnah bertarung diatas panggung Lui tay, siapa bilang ilmu silatku sudah tiada

tandingannya lagi?” Tio Sam-koh menjengek dengan dingin.

Sebelum gadis itu memberi tanggapan lagi, Kiu-im Kaucu telah membuka pintu dari ruang obat

obatan, maka semua orangpun lantas mengikuti masuk kedalam ruangan itu.

Begitulah, selanjutnya semua orang membagi obat-obatan, membagi alat senjata, membagi

barang antik, lukisan kenamaan dan akhirnya membagi intan permata serta mutu manikam,

sampai senja hari kedua, pembagian tersebut baru selesai.

Orang-orang dari pihak Hong-im-hwie dan Thong-thian-kauw kuatir barang mustika mereka

dibegal orang begitu pembagian harta telah selesai, cepat-cepat mereka kabur dari situ dan

lenyap entah kemana.

Menyusul kemudian orang-orang dari Kiu-im-kauw berlalu dari sana, akhirnya pihak Sin-kie-pang

baru menyusul.

Sebelum masuk kedalam istana harta karun itu, baik Kiu-im Kaucu maupun Pek Siau-thian

mempunyai niat untuk merampok dan mengangkangi barang pusaka itu, tapi kemudian setelah

dilihatnya bahwa diantara kitab pusaka itu tidak terdapat sejilid kitabpun yang bisa melatih ilmu

silat mereka sehingga dapat mengalahkan Hoa Thian-hong, diam- diam mereka merasa murung

dan tak tenang hati.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

677

Apa mau dikata, harta karun yang berada dalam bukit Kiu ci san memang tak terhitung

jumlahnya, sebelum mereka berangkat pulang, mereka lihat bagian dari perkumpulannya begitu

banyak dan berlimpah sedikit banyak rasa kecewa merekapun sedikit terobati dimana kemudian

perasaan hati merekapun lebih terbuka.

Pada akhirnya mereka sama sekali tidak punya ingatan untuk mengalahkan Hoa Thian-hong lagi.

Setelah rombongan itu berangkat semua, Hoa Thian-hong serta Tio Sam-koh pun ikut bubaran.

Tio Ceng tang dengan mengandalkan hubungan famili serta selembar mulutnya yang pandai

merayu, tak sampai satu hari ia telah berhasil menipu Tio Lo tay ini jadi pusing tujuh keliling,

bukan saja akhirnya nenek itu tidak berhasil mendapatkan apa-apa, kitab pusaka yang semula

berada dalam karungnya pun habis dibagikan kepada kawan kawan jago tak berkelompok yang

telah membantu dalam usaha penggali an tersebut.

Rombongan dari Hoa Thian-hong adalah rombongan terakhir yang meninggalkan tempat itu,

setiap orang pulang dengan tangan kosong, kecuali senjata masing-masing, boleh dibilang

siapapun tidak membawa hasil apa-apa.

Ditengah jalan Tio Sam-koh merasa mendongkol bercampur menyesal, akhirnya saking

penasarannya ia mengisi karung goninya dengan batu batu cadas yang amat bessar, kemudian

meneruskan perjalanan dengan memanggul batu-batu itu.

Hoa Thian-hong hendak mewakili untuk menggotong karung tersebut, tapi sampai matipun

nenek itu tak sudi melepaskan panggulannya.

Sepanjang jalan, tiba-tiba Chin Wan-hong mulai mengeluh, ia mengatakan terlalu sayang kalau

batu pipih kumala hijau itu di dapatkan Pek Kun-gie, sepantasnya kalau kursi kebesaran itu

didapatkan oleh Hoa Thian-hong, sebab dialah yang memimpin operasi ini.

Semua orang merasa keluhan tersebut ada benarnya juga, mereka lantas mengusulkan untuk

mengejar orang-orang dari Sin-kie-pang dan merampas kembali kursi kebesaran itu, tapi dicegah

oleh Hoa Thian-hong.

Menyesal kemudian Chin Wan-hong berkata lagi, bahwa kursi kebesaran tersebut kalau

didapatkan dengan cara merampas pasti akan kehilangan nilainya, lebih baik lagi kalau orang lain

yang mempersembahkan kursi kebesaran itu kepada mereka.

Maka para jago itupun sibuk putar otak memeras pikiran untuk mencari akal serta memaksa

orang Sin-kie-pang untuk menyerahkan kursi kebesaran itu secara sukarela.

Tatkala semua orang sudah bingung tujuh keliling dan tak menemukan jalan keluar, Chin Wanhong

yang cerdik segera mengusulkan kembali untuk meminang Pek Kun-gie dan dijodohkan

kepada Hoa Thian-hong, dengan perkawinan itu niscaya kursi kebesaran tersebut akan diboyong

kembali kepihak para pendekar kaum lurus.

Biau-nia Sam-sian menolak tegas-tegas usul tersebut, Kiu-tok Sianci pun menyatakan tidak

setuju, tapi Cbin Wan hong sudah terlalu terpesona oleh kursi kebesaran itu, sepanjang jalan dia

ribut terus, malahan setelah berpisabpun dia ngotot terus.

Ketika Hoa Thian-hong berangkat keutara untuk menemui ibunya, Chin Wan-hong meninggalkan

suaminya dan ikut gurunya pulang ke wilayah Biau, entah kemudian dengan cara apa, akhirnya

jalan yang buntu ini berhasil ditembusi olehnya.

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

678

Tahun berikutnya Bong Pay dan Pek Soh-gie secara resmi menikah, kemudian bulan empat

tanggal enam belas berikutnya Pek Kun-gie juga keluar rumah.

Apa yang diduga semula memang tidak melesat, beserta kursi kebesarannya kumala hijau itu ia

diboyong kembali ke san see.

Setelah menikah dengan Pek Kun-gie, Hoa Thian-hong masih saja tak berani untuk menduduki

kursi kebesaran itu walaupun akhirnya ia duduk juga diatas kursi kebesaran itu sejenak, itupun

karena Chin Wan-hong dan Pek Kun-gie yang menarik tangannya dan memaksa ia untuk

menduduki tempat tersebut.

Semua harta karun yang terada dalam istana Kiu ci kiong telah diangkut hingga ludes yang

tersisa, tinggal pintu dan ruang batu yang kosong melompong, tak lama setelah Hoa Thian-hong

sekalian berlalu dari sana, dari balik batu-batu cadas muncullah Kok See-piauw.

Dengan langkah yang gontai, paras muka yang pucat, Kok See-piauw menerjang masuk keruang

penyimpannn kitab tapi ketika ditemuinya ruangan tersebut telah kosong melompong tak ada

isinya ia jadi amat sedih, sambil memukul dadanya sendiri menangislah pemuda itu sejadi

jadinya.

Tiga hari tiga malam Kok See-piauw menangis terisak dengan sedihnya ditempat itu, sungguh

tak nyana justru karena isak tangisnya itulah dia malahan berhasil menemukan suatu penemuan

yang sama sekali diluar dugaan.

Sebagaimana telah diketahui, Kiu-ci Sinkun adalah seorang manusia yang mempelajari kembali

semua jurus silatnya, setiap hari ia melatih diri dan berhasil ia ciptakan serangkaian ilmu telapak

dan serangkaian Sim hoat tenaga dalam yang maha dahsyat.

Semua hasil penemuan itu ditambah pula pengetahuannya tentang pelbagai macam ilmu silat

telah ia catat dalam sejilid kitab yang bernama kitab pusaka KIU CI CIN KENG.

Kitab Kiu ci cin keng itu disimpan dalam balik dinding ruang penyimpan kitab tersebut, oleh

karena terlalu banyak harta pusaka yang berada dalam istana tersebut, tak pernah terpikir oleh

Hoa Thian-hong untuk melakukan pencarian jauh lebih kedalam.

Dan akhirnya kitab pusaka Kiu ci cin keng yang maha sakti dan maha luar biasa itu berhasil

didapatkan oleh Kok See-piauw.

Akan tetapi, menanti Kok See-piauw telah berhasil menguasai isi pelajaran dari kitab Kiu ci cin

keng kemudian muncul kembali dalam dunia persilatan dengan gelar Kiu-ci Sinkun, banyak tahun

sudah lewat tanpa terasa.

Pada waktu itu putra Hoa Thian-hong yang dilahirkan Pek Kun-gie telah seringkali melakukan

keonaran dalam dunia persilatan.

Sampai dimanakah kehebatan dari bocah itu, sampai di mana tampannya anak itu dan betapa

romatisnya putra Hoa Thian-hong dengan Pek Kun-gie ini sukar dilukiskan dengan kata-kata.

Bila anda ingin mengetahui bagaimana kelihayan dan keromantisan sang bocah yang hebat itu,

serta bagaimana caranya Kok See-piauw yang muncul dengan gelar Kiu-ci Sinkun melaksanakan

pembalasan dendamnya, silahkan membaca cerita silat lanjutan dari kisah ini dengan judulnya

yang baru,

Grafity, http://mygrafity.wordpress.com

679

“RAHASIA HIOLO KUMALA”

TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar