Begitulah, tatkala mendengar pertanyaan dari ibunya, Pek Kun-gie segera memahami arti yang
dimaksudkan, cepat ia menggeleng.
“Aku belum dirugikan!” sahutnya hambar.
Setelah berhenti sebentar, sambungnya lebih jauh, “Ibu tak usah kuatir, putri dari ketua Sin-kiepang
tidak mungkin akan melakukan perbuatan yang memalukan ayah ibunya!”
“Bagus! Punya semangat” tiba-tiba seseorang memuji dengan suara yang lantang.
Mendengar seruan tersebut, orang-orang dari perkumpulan Sin-kie-pang pada terperanjat dan
serentak mereka berpaling ke arah mana berasalnya suara itu.
Hong Liong waktu itu berada didepan rumah, dia mengira Hoa Thian-hong telah datang, segera
tubuhnya berkelebat kedepan dan menghalangi jalan lewat tempat itu seraya membentak,
“Bocah keparat she Hoa, temui dahulu taoya mu!”
Bong Pay ikut naik darat ia membentak, “Bangsat, kawanan tikus darimana berani bertingkah
disini, aku Bong Pay akan menemui dirimu lebih dulu!”
Begitu selesai berkata, ia lantas menerjang kedepan tapi ia keburu ditangkap oleh Kho Hongbwee
sehingga tak bisa berkutik.
Tampaklah tiga orang laki-laki munculkan diri dari balik hutan siong kurang lebih seratus kaki
didepan
merah wajahnya gagah dan jenggotnya panjang, siapa lagi orang itu kalau bukan Pek Siau-thian
ketua dari perkumpulan Sin-kie-pang.
Melihat siapa yang muncul, Pek Kun-gie segera memburu kedepan sambil menerjang kedalam
pelukan kakek itu sambil serunya, “Ayah!”
Air mata tak bisa dibendung lagi segera bercucuran dengan derasnya.
Perlu untuk diketahui, Pek Soh-gie dibesarkan oleh ibunya sedangkan Pek Kun-gie dibesarkan
oleh ayahnya jadi hubungan maupun wataknya lebih mirip ayahnya dari pada ibunya.
Oleh sebab itu ketika Kho Hong-bwee yang datang, Pek Kun-gie masih dapat menahan diri tapi
begitu Pek Siau-thian yang tiba, rasa sedih yang ditahan-tahan selama ini tak mampu kendalikan
lagi semuanya segera meluncur keluar.
Dengan halus dan penuh kasih sayang, Pek Siau-thian membelai rambut putrinya, ia berkata
dengan halus, “Anak baik kejadian yang sudah lewat biarkanlah lewat, kenapa musti kau
bersedih, makanya mulai hari ini janganlah kau tinggalkan ayah ibumu lagi”
Pek Kun-gie menganggguk berulang kali.
“Sekarang putrimu baru tahu bahwa hanya ayah dan ibu saja yang benar-benar menyayangi
diriku sedang lainnya hanya cinta palsu…. sayang palsu”
“Benar untuknya, sadar saat inipun belum terlambat!”
Kho Hong-bwee maju kedepan, ujarnya pula kepada suaminya itu, “Cepat amat kedatanganmu,
siapakah kedua orang itu?”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
592
Pek Siau-thian tertawa paksa, “Hujin, kau pasti lelah sekali katanya”
Kemudian sambil menuding ke arah dua orang yang berada dibelakangnya ia melanjutkan.
“Kedua orang ini semuanya adalah toko-tokoh lihay dari dunia persilatan dewasa ini, mereka
terhitung pula sebagai sahabat-sahabat karibku.”
Dua orang laki-laki itu telah berusia empat puluh tahunan, sebelum Pek Siau-thian
menyeselesaikan kata-katanya, laki-laki yang menyoren pedang dipunggung itu segera menjura
sambil memperkenalkan diri.
“Aku adalah Kiong Thian yu!”
Sedangkan laki-laki berdandan sebagai sastrawan itu menyambung, “Aku adalah Thian sun pou,
sudah lama mengagumi budi kebaikan dari hujin….”
Kho Hong-bwee mengangguk sebagai tanda menghormat, oleh sebab mereka adalah sahabat
dari suaminya maka ia perintahkan Kun gie serta Soh-gie untuk maju memberi hormat.
Baik Kiong Thian yu maupun Tiang sun Pou dalam hati merasa keheranan, mereka lihat paras
kedua kakak beradik itu mirip satu sama lainnya, tapi sang kakak memancarkan kehalusan serta
kesederhanaan, sebaliknya sang adik lebih lincah dan genit, timbullah kesan serta perasaan yang
berbeda pada kedua orang itu.
Sementara itu Pek Siau-thian sendiripun sedang mengamati wajah Bong Pay dengan sinar mata
tajam.
Beberapa bulan berselang, wilayah disebelah selatan sungai kuning berada dibawah pengaruh
perkumpulan Sin-kie-pang, dan kini diantara tiga musuh besar ada dua sudah runtuh, sedangkan
Sin-kie-pang tetap berdiri dengan kokoh, dengan sendirinya sikap maupun gerak-gerik sang
ketuanya ini tetap gagah dan cukup menggidikkan hati.
Apa mau dikata yang dihadapi adalah Bong Pay yang tak takut langit tak takut bumi, ketika Pek
Siau-thian mengawasinya diapun balas mengawasi orang itu dengan sorot mata yang tak kalah
tajamnya.
Kho Hong-bwee segera menemukan gelagat yang kurang serasi itu, ia tahu jika saling melotot ini
dibiarkan berlangsung terus niscaya akhirnya akan terjadi hal yang kurang beres.
Buru-buru serunya.
“Anak Pay, hayo cepat memberi hormat kepada empekmu!”
Agak tertegun Pek Siau-thian setelah menyaksikan hubungan yang begitu akrab antara Bong Pay
dengan Kho Hong-bwee namun diapun bukan orang bodoh hanya berpikir sebentar saja dia
lantas mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya sudah pasti persoalan ini ada hubungan
dengan putri sulungnya.
Dalam keadaan seperti ini, kendatipun dia adalah seorang jago yang gagah perkasa toh tak
urung dapat termangu-mangu pula.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
593
Sementara itu Bong Pay sudah maju kedepan seraya memberi hormat, katanya, “Aku Bong Pay
memberi hormat untuk empek!”
Suara lantang dan amat nyaring sekali ibarat
Diam-diam Pek Siau-thian tertawa getir, ia tak menyangka kalau kedua orang putrinya sama
sama jatuh cinta kepada pemuda dari golongan kaum pendekar, seraya ulapkan tangannya ia
menyahut kaku.
“Tak usah banyak adat!”
Mendengar ucapan itu, Bong pay segera putar badan dan mengundurkan diri kesamping Kho
Hong-bwee.
Dari tingkah laku pemuda itu, Pek Siau-thian dapat melihat pula suatu keanehan yakni sepanjang
masa itu tak pernah Bong pay melirik ke arah putri sulangnya, suatu perasaan heran dan tak
habis mengerti segera menyelimuti wajahnya.
Rupanya dalam pergaulannya yang berlangsung selama berhari-hari, tanpa disadari kedua orang
itu sudah saling jatuh cinta, kendatipun demikian sebagai orang yang sederhana den jujur
mereka tetap berhubu ngan secara wajar tanpa suatu penonjolan hubungan yang luar biasa.
Bong Pay dapat tunduk seratus persen kepada Kho bong bwe adalah dikarenakan alasan lain,
sedari kecil ia hidup sebatang kara dan belum pernah merasakan cinta kasih seorang ibu, kasih
sayang dilimpahkan Kho Hong-bwee kepadanya membuat ia tunduk kepada perempuan itu.
Memang disinilah letak kelemahan orang yang berhati keras, bila orang kasar kepadanya maka
dia bisa berbuat lebih kasar kepada orang itu, sebaliknya kalau orang lembut Kepadanya maka
diapun akan lembut kepada orang itu.
Begitulah, setelah semua orang saling memberi hormat, Pek Siau-thian alihkan sorot matanya ke
arah Hong Liong yang berada dikejauhan, kemudian serunya, “Beritahu kepada suhumu, besok
pagi aku hendak mengajak dia untuk bertemu serta merundingkan soal penggalian harta karun!”
Hong Liong tahun ini berusia empat puluh tahunan, ia sudah belajar ilmu selama tiga puluh
tahun lebih, tak heran kalau dia percaya dengan kemampuan ilmu silat yang dimilikinya.
Ketika ia saksikan Pek Siau-thian bersikap jumawa dalam hatinya, kontan hatinya jadi murka dan
tak senang hati dalam pandangannya toh ilmu silat orang itu belum tentu bisa lebih tinggi dari
kepandaiannya.
Tanpa ia sadari pula, perasaan tak senang itu segera tertera diatas wajahnya.
Pek Siau-thian adalah seorang manusia ysng berotak brillian, sudah tentu perubahan sikap
lawannya tak lolos dari pandangan matanya, cepat ia dapat menangkap maksud hati orang itu,
katanya dengan dingin, “Hmm! Kalau urusan ini bisa kau putusi tak mungkin gurumu akan
bersusah payah jauh jaub datang serdiri kedaratan Tionggoan, huh bobotku bukanlah bobot
yang bisa kau tandingi”
Setelah berhenti sebentar, ia melanjutkan, “Kenyataan toh menunjukkan bahwa kalian guru dan
mnrid tidak sempai merugikan putriku, aku sendiripun ogah untuk mencari perkara dengan
kalian, bila kau tak puas, nantikan saja kedatangan bocah she Hoa dan tantanglah dia untuk
berduel”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
594
Habis berkata sambil ulapkan tangannya, ia lantas berlalu dari tempat itu.
Sudah puluhan tahun Pek Siau-thian meminpin dunia persilatan tentu saja sikap maupun daya
pengaruhnya berbeda jauh dengan orang biasa apalagi Hong Liong hidup diluar daratan
Tionggoan, penga-lamannya juga amat cetek, sekalipun ilmu silatnya lihay, ia masih kalah jauh
bila dibandingkan dengan Pek Siau-thian.
Dalam pada itu, ketua dari Sin-kie-pang telah membawa orang-orangnys untuk berlalu dari situ,
setelah mencari daratan yang agak tinggi letaknya, ia perintahkan orang untuk beristirahat dan
besok pagi baru mencari bahan kayu untuk membangun rumah buat persiapan untuk berdiam
agak lama disitu.
Dengan dahi berkerut, Kho Hong-bwee berpaling kepada suaminya, lalu tanyanya, “Engkau
punya rencana untuk tinggal berapa lama disini?”
“Paling capat dua bulan paling lama setengah tahun, aku akan berdiam terus disini sampai istana
Kiu ci kiong tergali dan harta karunnya ditemukan kita!”
Tiba-tiba Pek Kun-gie menyela diri samping, katanya, “Ayah, Tang Kwik-siu memiliki sejilid kitab
yang isinya berupa catatan rahasia ilmu silat, pada halaman yang terakhir dari buku itu aku lihat
seolah-olah tercantum sebuah peta bumi, seringkali bila tak ada orang, diam-diam Tang Kwik-siu
ambil keluar peta tersebut dan memandangnya dengan wajah mendelong”
“Ooh….! iya?” seru Pek Siau-thian dengan wajah rada berubah, “telah kuduga kalau Tang Kwiksiu
mengandaikan sesuatu dalam usaha pencarian harta karun ini, tak kunyana kalau benda yang
sangat diandalkan olehnya adalah sebuah peta bumi!”
Ia lantas berpaling ke arah Kiong Thian yu serta Thian sun pou, kemudian sambungnya lebih
jauh, “Kiong jiko, Thian sun Lote, menurut dugaan kalian berasal darimanakah kitab serta peta
bumi yang dimiliki Tang Kwik-siu itu?”
Kiong Thian yu termenung sebentar, kemudian sahutnya, “Mungkin juga kitab itu adalah benda
yang berasal dari istana Kiu ci kiong, tentang apa isi dari peta itu…. waah! Rada sulit untuk
menduganya.”
“Tang Kwik-siu memahami aneka ragam ilmu silat dari pelbagai partai persilatan yang ada
didunia ini” tukas Pek Kun-gie lagi, jangan-jangan kitab tersebut adalah sumber dari segala
cabang ilmu silat yang berhasil dikuasainya itu?”
Tiangsun Pou yang selalu membungkam tiba-tiba berkata, “
bumi itu merupakan petunjuk ke arah lorong rahasia yang menghubungkan tempat penyim
panan harta, tapi asal dapat kulihat sebentar saja aku yakin letak tempat itu pasti akan segera
kukenali”
Pek Kun-gie memutar sepasang biji matanya yang jeli, kemudian ujarnya pula, “Empek Kiong,
paman Tiangsun, rupa-rupanya sudah lama kalian mengetahui rahasia tentang harta karun ini?”
Tiangsun Pou menghela napas panjang.
“Aaai….! seratus tahun berselang berita soal harta karun sudah bukan rahasia lagi, hampir setiap
manusia yang ada didunia ini mengetahui akan berita tersebut tapi oleh karena sering kali
mengalami kegagalan maka banyak orang jadi kecewa putus asa dan akhirnya masalah yang
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
595
sangat hangat ini menjadi dingin dengan sendirinya meskipun begitu bukan berarti persoalan ini
sudah dilupakan orang, tiap orang seakan-akan hanya menunda pelaksanaan pencarian itu untuk
sementara waktu, menanti kesempatan yang sangat baik telah tiba, barulah mereka kerjakan
kembali. Leluhurku mempunyai hubungan yang erat sekali dengan masalah harta karun ini,
setiap kali mereka akan menghembuskan nafas yang terakhir, rahasia ini selalu diwariskan turun
temurun kepada generasi-generasi yang akan datang, kami selalu menganggap permasalahan ini
sebagai masalah besar, tapi oleh karena besarnya hubungan soal ini dengan keluarga kami maka
soal inipun semakin kami rahasiakan. Dengan dasar itulah maka kecuali mereka-mereka yang
mempunyai hubungan erat dengan persoalan ini, tak mungkin mereka akan mengetahui duduk
persoalan yang sebenarnya.
Jilid 30
PEK SIAU-THIAN yang berada di sampingnya lantas menambahkan pula dengan lantang, “Empek
Kiong mu ini adalah ahli waris dari partai persilatan Hoa san pay, kitab ilmu pukulan dan ilmu
pedangnya sudah terampas dan tersimpan dalam istana Kiu ci kiong”
Kiong Thian yu ikut menghela napas panjang.
“Yaaah….! leluhur paman Tiangsun mu adalah seorang tokoh yarg amat tersohor pada waktu itu,
orang sebut dirinya sebaai Seng jin lu pan (Lu pan bertangan sakti) istana Kiu ci kiong ini adalah
hasil karyanya yang paling cemerlang, tapi setelah ia selesai membangun istana Kiu ci kiong ini,
sampai tua ia disekap oleh Kiu-ci Sinkun dalam penjara hingga akhir hayatnya, banyak sekali
kitab-kitab bangunan yang penting artinya terpendam didalam istana tersebut!”
Perlu diketahui Lu pan adalah seorang ahli dalam bidang pembangunan yang amat tersohor
sekali pada dynasti Ciu, ia berasal dari negeri Lu, oleh karena lihaynya dalam konstruksi
bangunan maka namanya selain dipakai untuk julukan mereka yang memiliki kemampuan setaraf
dengan ahli bangunan kuno itu.
Tiangsun pou menghela napas panjang, kemudian dia berkata pula, “Leluhur paman Kiong mu
juga seorang jago yang sangat lihay, beli au dapat melukis dua ekor naga dengan dua belah
tangannya secara bersamaan, begitu lihaynya lukisan itu sehingga meskipun berbareng namun
kemiripannya tak jauh berbeda, aaai! Bila aku mempunyai kemampuan setinggi itu maka
menggali istana Kiu ci kiong bukan pekerjaan yang sulit lagi bagiku.”
“Paman tak usah murung ataupun kesal” hibur Pek Kun-gie, menurut penilaian keponakanmu,
usaha kita dalam menggali harta karun kali ini seratus persen pasti akan berhasil.
Ia lantas membeberkan bagaimana Tang Kwik-siu mempunyai rencana untuk bekerja sama
dengan para jago dari daratan Tionggoan serta siasat-siasat apa yang akan dilakukan iblis tua
itu.
Selesai mendengar penjelasan tersebut Pek Siau-thian tersenyum, lalu ujarnya, “Haahh….
haahhh…. haahhh…. keadaan ini ibaratnya tiga ekor binatang buas yang menyeberangi sungai
bersama, masing-masing pihak hanya bisa menggantungkan pada nasib serta rejeki sendirisendiri,
siapapun bisa berhasil asal
untuk sementara waktu lebih baik jangan dibicarakan lebih dulu”
Setelah berhenti, sebentar dia melanjutkan.
“Ana Kun, baju kuning itu kurang sedap dipandang mata, cepatlah berganti pakaian!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
596
Pek Kun-gie mengangguk, ia lantas menghampiri encinya unuk pinjam pakaian.
Buru-buru Pek Soh-gie membuka buntalan dan mengambil keluar pakaian sendiri lalu menemui
adiknya masuk kehutan untuk tukar pakaian.
Orang-orang dari pihak Sin-kie-pang membawa rangsum kering, setelah bersantap mereka
duduk sambil kongkouw, waktu itu Tang Kwik-siu telah kembali pula dari rondanya, dengan
membawa sekelompok anak muridnya mereka duduk didepan rumah.
Jarak antara kedua belah pihak hanya terpaut satu panahan belaka, dari kejauhan mereka dapat
saling berpandangan.
Selama ini Pek Kun-gie selalu tutup mulut dan merahasiakan masalah dipagutnya pergelangan
tangan kirinya itu oleh kelabang langit, sebab itu hubungan antara pihak Sin-kie-pang dengan
Seng sut pay bisa berlangsung dengan tenang tanpa urusan, malahan mereka telah bersiap sedia
untuk bekerja sama dan saling memanfaatkan keuntungan serta kelebihan yang dimiliki oleh
pihak lawannya.
Rembulan telah memancarkan sinarnya dari tengah awang-awang, malam itu sunyi sepi dan tak
kedengaran sedikit suarapun, angin yang dingin berhembus sepoi-sepoi menyejukkan badan.
***
DALAM keadaan sesejuk ini, mereka yang memiliki tenaga dalam agak sempurna masih duduk
bersemedi sambil menggatur napas, sedangkan mereka yang bertenaga dalam cetek sudah
tertidur pulas.
Pek Soh-gie duduk didepan sebuah batu cadas, punggungnya bersandar diatas batu itu sambil
mengantuk, sedangkan Pek Kun-gie berbaring diatas tanah dengan menggunakan kaki kakaknya
sebagai bantal, ditengah keheningan suasana, diapun mulai terkantuk-kantuk.
Mendadak dari tempat kejauhan muncul belahan sosok bayangan manusia, dengan cepatnya
mereka berlari mendekat dan menuju menuju ke arah mereka berada.
Pek Siau-thian yang bermata tajam, segera dapat mengenali orang-orang itu sebagai anak
buahnya, cepat ia memburu kedepan dan menyambut kedatangan mereka.
Perkumpulan Sin-kie-pang tak malu disebut sebagai suatu perkumpulan dengan organisasi yang
bagus serta peraturan perkumpu lan yang ketat, sekalipun para pelindung hukum maupun
tongcunya kebanyakan adalah jago-jago persilatan namun selelah bergabung dengan
perkumpulan itu gerak-gerik mereka jadi disiplin dan mentaati peraturan, berbeda jauh dengan
perbuatan kasar serta berangasan yang sering kali diperlihatkan para jago dari rimba hijau.
Rupanya kedatangan rombongan inipun karena mendapat perintah dari Pek Siau-thian, setelah
tiba dan memberi hormat serentak mereka membubarkan diri untuk mencari tempat beristirahat,
selang sesaat kemudian suasana diatas puncak kembali pulih dalam keheningan.
Kurang lebih setengah jam kemudian anak buah perkumpulan Sin-kie-pang rombongan yang
kedua telah tiba pula disana, menyusul beberapa jam kemudian rombongan yang ketigapun tiba
juga disitu, dalam semalaman saja sudah
Sin-kie-pang yang telah berkumpul dibukit Kiu ci san.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
597
Menjelang fajar tiba-tiba diatas bukit itu kedatangan kembali segeromboagao jago persilatan
rombongan itu dipimpin oleh seorang perempuan berambut panjang dan membawa tongkat
hitam berkepala setan siapa lagi orang itu kalau bukan Kiu-im Kaucu serta para anggota
perkumpulan Kiu-im-kauw nya.
Pek Siau-thian paling benci dan mendendam terhadap pihak Kiu-im-kauw, sebenarnya dia
berambisi besar dan cita-citanya adalah merajai seluruh kolong langit tapi setelah pertarungan
berdarah dilembah Cu-bu-kok hampir boleh dikata semua impian indahnya telah hancur lembur
hingga lenyap tak berbekas.
Kekalahan pahitnya itu sekalipun berhubungan pula dengan dahsyatnya pedang baja milik Hoa
Thian-hong namun ia faktor terpen ting yang mempengaruhi kesalahannya ini adalah terlalu
banyak mata-mata Kiu-im-kauw yang menyusup kedalam perkumpulannya, jumlah yang sangat
banyak itu sangat mempengaruhi kekuatan serta daya tempur pihak Sin-kie-pang.
Sepanjang hidup, hanya kali itu saja Pek Siau-thian mengalami kekalahan besar, tak heran kalau
ia memandang peristiwa tersebut sebagai suatu penghinaan, suatu peristiwa yang paling
memalukan sepanjang sejarahnya, ia telah bertekad untuk membalas dendam hanya karena
otaknya memang cerdik, sebelum kesempatan baik tiba dia tak akan melaksanakan niatnya itu
secara gegabah.
Kendatipun demikian, ketika musuh besar saling berhadapan muka, tak urung merah juga
matanya karena marah, ia mendengus dingin dan tertawa dingin tiada hentinya.
Mendadak Tang Kwik-siu tertawa tergelak, kemudian ia berseru, “Pek lo pangcu, bersediakah
engkau menerima undangan Tang Kwik-siu untuk merundingkan sesuatu?”
Pek Siau-thian berpaling, ia lihat Tang Kwik-siu dengan jubah kuningnya yang berkibar
terhembus angin sedang berjalan mendekat dengan santai.
Ia lantas maju menyongsong kedatangannya, sesudah balas memberi hormat, sahutnya, “Tang
Kwik heng, dari puluhan laksa li kau bersusah payah datang kebukit Kiu ci san untuk mencari
harta karun, tampaknya semua persiapan rencanamu sudah masak sekali!”
“Haahh…. haaahh…. haahh….” Tang kwik Sin tertawa terbahak-bahak, “saudara Pek mengapa
tidak kau katakan saja bahwa aku datang kedaratan Tionggoan untuk mencari harta karun
daratan Tionggoan kenapa engkau ganti dengan bukit Kia ci san?”
“Dunia persilatan meliputi seluruh wilayah didaratan ini, apa bedanya antara daratan Tionggoan
dengan tepi perbatasan? Saudara Tang kwik engkau terlalu memandang asing diri kami.”
“Haahh…. haaahhh…. haaahh…. jadi kalau begitu maksud saudara Pek bahwa kamipun berhak
untuk menggali harta karun itu?”
“Setiap benda yang ada didunia ini adalah milik tiap manusia yang hidup dibumi ini kalau toh aku
berhak menggali mengapa saudara Tang kwik tidak berhak untuk menggalinya pula?”
Sekali lagi Tang kwik Sin tertawa terbahak-bahak.
“Sudah lama aku dengar orang berkata bahwa Pek heng adalah seorang tokoh persilatan yang
sejati, setelah bertemu hari ini dapat kubuktikan bahwa berita itu memang bukan nama kosong
belaka”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
598
“Terlalu memuji…. terlalu memuji….” sahut Pek Siau-thian dengan cepat.
Berbicara sampai disini dua orang jago silat itu saling berpandangan kemudian kembali tertawa
terbakak-bahak.
Belum habis tertawa mereka, dari bawah bukit sebelah utara kembali muncul serombongan
manusia, orang pertama adalah seorang pemuda berwajah tampan dengan sebilah pedang
tersoren dipinggang, siapa lagi pemuda itu kalau bukan Hoa Thian-hong….
Dibelakangnya mengikuti empat datuk dari bukit Huang-san, Cu Im taysu, Suma Tiang-cing. Ciu
Thian hay yang khusus diundang dari telaga
yang berkain cadar hitam serta dayangnya Pui Che-giok.
Begitu menyaksikan hadirnya empat datuk dari bukit Huang-san bersama dengan rombongan
Hoa Thian-hong, kontan sepasang alis mata Tang Kwik-siu berkeryit, ia lantas berpaling ke arah
Pek Siau-thian seraya berkata, “Saudara Pek, merekalah yang merupakan rombongan penggali
harta karun yang sebenarnya, aaai…. memang kita hanya kebagian tempat untuk menguntit
dibelakang orang ini saja!”
Begitu dilihatnya Hoa Thian-hong munculkan diri, Pek Siau-thian sudah merasa kheki apa lagi
setelah mendengar perkataan dari Tang Kwik-siu kontan ia mendengus dingin.
Melihat siasatnya termakan, Tang Kwik-siu tertawa dalam hati, selain itu diapun merasa lega dan
menghembuskan napas panjang lan-taran diketahuinya bahwa hubungan kedua orang itu
memang tak akur.
Setelah mendaki keatas bukit, ketika melewari disamping Khe Hong bwe pemuda Hoa Thianhong
segera memberi hormat sambil berkata, “Maaf bibi karena ada masalah lain aku yang muda
datang terlambat….”
Kho Hong-bwee yang cerdik tentu saja tahu bahwa perkataan itu sengaja ditujukan kepda
putrinya, ia tersenyum.
“Aku sendiri pun kemarin malam baru tiba, sepanjang jalan tentunya kau merasa lelah bukan?
Beristirahatlah dulu disana!”
Hoa Thian-hong mengiayakan berulang kali, kemudian ia berpaling ke arah Pek Kun-gie, ketika
dilihatnya gadis itu bersikap diam dan hambar, seolah-olah sama sekali terasa asing terhadap
dirinya, kembali ia tertegun.
“Apakah racun keji yang bersarang ditubuhmu telah punah?” tegurnya lirih.
“Racun keji apa?” seru Kho Hong-bwee dengan nada terperanjat.
“Dahulu aku sudah tergigit makhluk beracun tapi sekarang sudah sembuh” sahut Pek Kua gie
dingin.
Ketika dilihatnya sikap serta paras maka dara itu kurang baik, Hoa Thian-hong segera maju
kedepan dan menggenggam tangan kirinya, kemudian ia singkap ujung bajunya.
Diatas pergelanggan tangannya yang putih dan halus tampak dua bekas gigitan merah masih
membekas disitu.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
599
Sekuat tenaga Pek Kun-gie meronta dan melepaskan diri dari cekalan si anak muda itu kemudian
teriaknya dengan mendongkol, “Kau tak usah mencapai urusanku, urusi persoalanmu sendiri,
soal mati hidupku tak usah kau kuatirkan!”
Hoa Thian-hong tertegun, paras mukanya berubah jadi pucat kehi jau-hijauan, selang sesaat
kemudian dengan langkah lebar ia berjalan menuju kehadapan Tang Kwik-siu sambil
menyalurkan tangannya kedepan, serunya lantang, “Ciangbunjin kalau engkau mempunyai obat
pemunahnya, harap segera diserahkan kepadaku!”
Paras muka Pek Siau-thian berubah hebat, ditatapnya wajah Tang Kwik-siu tajam-tajam
kemudian ia mendengus dingin.
Menyaksikan perubahan wajahnya itu, Tang Kwik-siu segera tertawa terbahak-bahak.
“Haah…. haahh…. haahh…. obat pemunah tentu saja ada, apalagi hubunganku dengan saudara
Pek sudah menjadi erat, sekalipun saudara Pek tidak mengatakannya keluar siaute pun akan
mempersembabkan obat pemunah itu kepadamu”
Kiu-im Kaucu yang berada dipihak lain, tiba-tiba menyindir sambil tertawa tergelak.
“Haaahh…. haaahhh…. haahh….Hoa Thian-hong rupanya tak berguna, engkau repot-repot begitu
toh mereka adalah sobat lama!”
Mendadak Hong Liong menyelinap dibelakang tubuh Hoa Thian-hong, kemudian sambil tertawa
dingin, katanya, “Bocah keparat, obat pemunahnya berada disaku toaya mu, kalau engkau
menginginkan obat pemunah itu, menangkan dulu toayamu!”
Tang Kwik-siu berkata sambil berkata tergelak, “Hoa kongcu, dia adalah muridku Hong Liong,
sudah lama ia mengagumi nama besarmu dalam dunia persilatan dan sekarang ingin minta
beberapa petunjuk ilmu silat darimu, harap engkau suka memberi pelajaran, obat pemunahnya
pasti akan diserahkan kepadamu.”
Berbicara sampat disini, ia lantas berpaling ke arah Hong Liong dan berkata pula, “Hoa Kongcu
adalah seorang pendekar sejati dari daratan Tionggoan, ia bersedia melayani dirimu berarti pula
ia menaruh rasa hormat kepadamu, bertempurlah dengan batas dua ratus gebrakan kalau kalah
mengaku saja kalah jangan sekali-kali main sabun!”
Hong Liong bertepuk tangannya sekali, lalu serunya, “Hey bocah cilik, hayo majulah!”
Betapa gusar dan mendongkolnya Hoa Thian-hong melihat kesombongan musuhnya, ia lantas
berpikir, “Bila ingin menaklukkan hati orang maka aku harus mendemon-trasikan pula
kemampuan yang kumiliki, tampaknya sukar bagiku untuk menyelesaikan masalah harta karun
dengan jalan damai, aneka ragam manusia telah berkumpul disini, siapa yang sudi memberi
muka padaku?”
Berpikir sampai disitu ia lantas mengambil keputusan untuk memamerkan kekuatannya
dihadapan musuh.
Tanpa banyak bicara lagi telapak tangan kirinya segera diayun kedepan melepaskan sebuah
pukulan udara kosong.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
600
Hong Liong tak berani bertindak gegabah, iapun tak sudi bertindak sungkan-sungkan, melihat
musuhnya sudah turun tangan diapun membentak keras dan melepaskan pula serentetan
pukulan balasan.
Sejak terjun kedalam dunia persilatan hampir boleh dibilang setiap hari Hoa Thian-hong
berkecimpungan dalam pertarungan-pertarungan seru, pengalamannya dalam menghadapi
pertempuran boleh dibilang sangat luas dan banyak.
Dengan dasar pengalamannya ini maka sekali bentrok dia lantas tahu kalau Hong Liong benarbenar
telah mendapatkan warisan lang sung dari Tang Kwik-siu, berbicara dalam soal ilmu
pukulan, belum tentu dirinya bisa menangkan lawan.
Sementara dua orang jago silat itu baru saja bertempur, dari bawah bukit kembali muncul
serombongan manusia yang dipimpin oleh seorang kakek tua berlengan tunggal, dia adalah Jin
Hian bekas ketua Hong-im-hwie yang telah buyar,
Dibelakang mengikuti pula seorang imam tua yang tak berkaki lagi, imam itu berjalan dengan
menopang dua batang toya baja, orang itu tak lain adalah Thian Ik-cu bekas ketua Thong-thiankauw.
Sedang jago-jago lainnya yang berjumlah hampir tujuh puluh orang itu antara lain adalah
Malaikat kedua Sim Ki an serta bekas anggota Hong-im-hwie serta Thong-thian-kauw.
Kedua kelompok kekuatan itu terhitung kelompok yang paling lemah, sewaktu melewati
Sam kang sian, Hoa Thian-hong telah bertemu dengan mereka, tapi toh kedatangan mereka
masih tetap tertinggal selangkah dibelakang.
Sementara itu pertarungan yang sedang berlangsung antara Hoa Thian-hong melawan Hong
Liong masih berjalan dengan serunya, sekejap mata mereka telah bergebrak sebanyak enam
puluh jurus, menanti Jin Hian serta Tbian Ik cu sudah tiba ditepi gelanggang, kedua orang itu
sudah bertempur hingga mencapai ratusan gebrakan.
Sepanjang pertarungan itu berlangsung, Hoa Thian-hong selalu merasa gelisah dan tak tenang,
pikirnya dihati, “Sejak pihak Seng sut pay mendapat bantuan dari kitab Thian hua ca ki,
kemajuan ilmu silat yang mereka miliki telah peroleh kemajuan yang pesat sekali, buktinya Hong
Liong pun memiliki tenaga dalam yang amat sempurna tak mungkin aku bisa menangkan dirinya
secara gam pang, padahal dia tak lebih cuma seorang muridnya Tang Kwik-siu kalau iapun tak
dapat kumenangkan bagaimana caranya aku bisa menaklukan para jago lainnya serta meminpin
operasi pencarian harta karun?”
Berpikir sampai disini tanpa terasa ia lantas menggigit bibirnya kencang-kencang, sengaja ia
membuka pertahanan, dia memancing mu suhnya agar masuk jebakan.
Benar juga, ketika Hong Liong menemukan titik kelemahan tersebut betapa kejut dan girang
hatinya cepat ia membentak, “Kena!”
Sebuah pukulan dahsyat segera dilontarkan kedepan.
Semua peristiwa ini berlangsung dengan kecepatanb sambaran kilat, sebelum semua orang
sempat menjerit kaget tiba-tiba Hoa Thian-hong mendengus dingin, telapak tangan kirinya
segera diayun kemuka dan mengirim pula sebuah pukulan gencar.
“Plaak!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
601
Ketika sepasang telapak tangan itu saling beradu satu sama lainnya, posisi Hoa Thian-hong tetap
sekokoh bukit karang sebaliknya tubuh Hong Liong bergetar keras
Tampaklah Hoa Thian-hong menggertak gigi dengan wajah yang dingin menyeramkan, kaki
kanannya melangkah maju setindak, telapak tangan kirinya segera diayun kedepan melepaskan
sebuah pukulan kilat.
Serangan tersebut dilancarkan mengarah dada Hong Liong kecepatan bagaikan sambaran petir
dan lagi diluar dugaan, dalam keadaan begini tak sempat lagi bagi Hong Liong untuk
mematahkannya, cepat-cepat ia tangkis keatas dan menyambut kembali serangan tersebut
dengan kekerasan.
“Plook….!” sekali lagi terjadi bentrokan dahsyat.
Sekujur badan Hong Liong gemetar keras, sambil mendengus dingin ia muudur selangkah
kebelakang, diatas permukaan tanah jelas terteralah sebuah bekas telapak kaki yang amat
tajam.
Dalam hal jurus serangan, Hoa Thian-hong memang tak dapat merebut kemenangan maka ia
pertaruhkan tenaga dalamnya untuk menggertak tubuh sang lawan.
Maka begitu serangannya telah dilancarkan, ia melangkah maju kemuka, pergelangan tangannya
kembali diputar dan melancarkan sebuah pukulan dahsyat kedepan.
Hong Liong betul-betul terdesak hebat, tiada jalan lain baginya didalam keadaan seperti itu
kecuali menangkis ancaman tersebut den gan keras lawan keras.
“Ploook! Ploook! Ploook!” secara beruntun Hong Liong harus menerima enam buah pukulan
berantai yang memaksa tubuhnya mundur pula enam tangkah kebelakang.
Bekas telapak kaki yang tertera diatas permukaan batupun kian kebelakang kian nyata dan
dalam sepasang mata Hong Liong melotot besar mukanya merah padam.
Sedangkan Hoa Thian hon bersikap dingin menyeramkan, hawa nafsu membunuh menyelimuti
seluruh wajahnya.
Sungguh gelisah dan cemas perasaan hati Tang Kwik-siu menghadapi kejadian itu, dia masih
ingat ketika terjadi pertarungan dikota Lok yang tempo hari, Hoa Thian-hong bisa mengimbangi
permainan silatnya setelah mendapat petunjuk dari Hoa Hujin, oleh sebab itu diapun ingin
memberi petunjuk pula kepada Hong Liong, agar ia bisa melepaskan diri dari pertarungan sistim
bayangan menempel dengan bayangan dari pemuda she Hoa.
Apa mau dikata ia merasakan pula tenaga dalam yang begitu sempurna dari Hoa Thian-hong,
setiap pukulan-pukulan yang dilancar
Walaupun tidak banyak tipu muslihat yang terselip dibalik pukulan-pukulan itu, namun jelas
tenaga dalam Hong Liong belum bisa memahami musuhnya, itu berarti kendati pun ia
memberikan petunjuknya, belum tentu Hong liong dapat meloloskan diri dari kepungan lawan.
Bisa dibayangkan betapa gelisahnya iblis Tua dari Seng Sut pay ini, dia ingin mencari jalan lain
tapi selalu gagal, untuk sesaat lamanya ia tak tahu apa yang musti di lakukan.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
602
Perlu diketahui, seluruh inti ilmu silat yang dimiliki Hoa Thian-hong hanya terhimpun dalam satu
jurus pukulan serta enam belas ilmu pedang ilmu, silat tersebut tiada tipu muslihat yang jitu,
semuanya datar dan sederhana, justru keampuhannya terletak pada kehebatan srrta
kecepatannya dalam mengerahkan tenaga dalam.
Contohnya adalah pertarungan antars Hoa Thian-hong dengan Kiu-im Kaucu tempo hari, dengan
setannya Kiu in kaucu padahal ilmu silat perempuan Kiu-im-kauw ini luar biasa lihaynya toh ia tak
mampu melepaskan diri dari kejaran pedang lawan, dari sini dapat ditarik kesimpulan betapa
dahsyat dan sempurnanya kepandaian silat si anak muda itu….
Sementara itu Hoa Thian-hong sendiripun meresa kaget bercampur tercekat ketika ia saksikan
enam buah pukulan berantainya belum berhasil merobohkan Hong Liong, tentu saja diapun tahu
jika Hong Liong sampai dibikin mampus urusan tak akan selesai sampai disitu saja sebaliknya
kalau ia disuruh melepaskan musuhnya dengan begitu ssja ia pun tak sudi.
Akhirnya setelah putar otak dan berpikir beberapa saat lamanya, tiba-tiba ia membentak keras,
“Perduli amat, rasakan pukulanku ini!”
Sebuah pukulan gencar segera dilepaskan kedepan mengarah dada lawannya.
Pukulan itu sangat dahsyat dan menggunakan tenaga sebesar dua belas bagian, lagi pula
kecepatannya mengerikan sekali.
Kaget dan panik Hong Liong menghadapi kejadian tersebut, mukanya yang semula berwarna
merah padam, seketika berubah jadi pucat keabu-abuan.
“Hoa kongcu, kau yang menang dalam pertarungan ini!” tiba-tiba Tang Kwik-siu berseru sambil
tertawa terbahak-bahak.
Sambil berseru ia maju kedepan dan menempelkan telapak tangannya diatas punggung Hong
Liong, kemudiaa menyeret muridnya untuk mundur sejauh beberapa kaki ke belakang.
Darah panas yang bergolak dalam dada Hong Liong bergelora makin keras, bahkan meluap naik
keatas tenggorokan, untungnya Tang Kwik-siu bertindak cepat, sehingga darah yang hampir
dimuntahkan keluar dalam dicegah kembali.
Padahal Hoa Thian-hong sendiripun hanya menyiapkan pukulan itu sebagai suatu gertak sambal
belaka, setelah pihak musuh menyerah kalah, iapun segera membuyarkan seluruh tenaga
pukulannya.
Kendatipun kemenangan berhasil diraih, ia sendiri merasakan suatu perasaan yeng kosong dan
hambar….
Dari sakunya Tang Kwik-siu mengambil keluar sebiji obat berwarna merah, seraya diberikan
ketangan pemuda, itu katanya sambil tertawa, “Telah lama aku dengar orang berkata bahwa
kongcu telah makan teratai racun empedu api serta Leng-ci berusia seribu tahun sehingga
tenaga dalammu makin sempurna dan tiada tandingannya dikolong langit, ternyata memang
begitulah keadaannya!”
Apa yang dimaksudkan dalam kata-katanya itu sudah cukup jelas, yaitu ia memujih kemenangan
yang berhasil diraih Hoa Thian-hong tidak lebih hanya lantaran bantuan serta kasiat dari dua
macam obat mustika itu belaka.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
603
Tiba-tiba Ciu Thian bau menyindir dengan ketus, “Hmm! Katanya saja yang kalah harns mengaku
kalah, yang menang harus mengaku menang, sekalipun kalah tak boleh main sabun. Huuh….!
Kenapa mesti menggunakan kata-kata yang tak berguna itu?”
Tang Kwik-siu segera berpaling, lalu menegur, “Jago lihay dari manakah engkau? Maaf aku tidak
mengetahuinya!”
“Hmm! Aku she Ciu bernama Thian hau.”
Dalam pada itu, Hoa Thian-hong telah menerima obat berwarna merah itu sambil menyela,
“Tang kwik sianseng, kedatanganmu kedataran Tionggoan kali ini bertujuaa menggali harta
ataukah ingin menjumpai orang gagah yang ada didaratan Tionggoan?”
“Bagaimana kalau tujuanku menggali harta? Dan bagaimana pula kalau tujuanku adalah ingin
bertemu dengan orang gagah didaratan Tionggoan….?”
“Bila tujuanmu hendak menggali harta maka kita tak perlu saling cekcok dan bertengkar, kita
harus bersatu padu uutuk bersama-sama menyelesaikan pekerjaan besar ini, siapa yang lebih
banyak menge-luarkan tenaga dia berhak mendapatkan jumlah yang banyak sebaliknya siapa
yang mengeluarkan tenaga sedikit, dia hanya mendapatkan jumlah yang lebih sedikit, keadilan
akan tetap dijaga dan semuanya akan diselesaikan sebijaksana-bijaksananya!”
Meskipun sudah kalah rupanya Hong Liong belum puas, kembali hardiknya dengan suara keras,
“Bagaimana kalau tujuan kami adalah untuk menemui para orang gagah didaratan Tionggoan?”
Hoa Thian-hong tertawa.
“Sebagian besar harta karun yang berada didalam istana Kiu ci kiong ini adalah kitab pusaka ilmu
silat, bila Seng sut pay kalian merasa berilmu tinggi dan merasa yakin kalau dapat menangkan
orang gagah yang ada didaratan Tioaggoan, lantas apa gunanya kalian mendapatkan kitab-kitab
pusaka itu? Bukankah kehadiran kalian hanya akan mengurangi jatah kami orang Tionggoan
dalam pembagian nanti? Kalau memang begini, apa salahnya kalau kami orang Tionggoan
beradu kepandaian dulu dengan kalian, Jika orang Seng sut pay berhasil dikalahkan dan kembali
kesarangnya, kami baru menggali harta karun ini dan menikmati kitab-kitab tersebut bagi
kepentingan kami orang Tionggaan!”
Pek Siau-thian yang mengikuti jalannya pembicaraan tersebut, dalem hati kecilnya lantas
berpikir, “Hebat amat binatang kecil ini! Bukan saja ilmu silatnya peroleh kemajuan yang pesat,
cara berbicaranya pun jauh lebih lihay dari siapapun juga, ia tak boleh dipandang enteng….!”
Tiba-tiba Kiu-im Kaucu tertawa tergelak, kemudian katanya, “Kedua cara itu memang bagus
sekali, kami Kiu-im-kauw bersiap sedia menempuh dengan cara apapun, baik urusan main
senjata, adu kekerasan maupun dalam urusan menggali bumi mencari harta, kami orang-orang
Kiu-im-kauw memutuskan diri untuk berdiri dibelakang Hoa kongcu!”
Berbicara soal adu mulut, Hong Liong lebih-lebih kalah jauh dari orang lain, dan lagi Tang Kwiksiu
juga mengetahui sampai dimanakah kelilayan dari Kiu-im Kaucu, karena kuatir muridnya
mencari gara-gara lagi, cepat katanya sambil tertawa, “Kita semua adalah orang-orang
persilakan, tentu saja setiap orang berharap dapat mengukur ilmu dengan orang lain, sayangnya
Seng sut pay kami pun mempunya sejenis benda mustika yang tersimpan pula dalam istana Kiu
ci kiong, kami perlu menggali dulu istana ini dan mengambil kembali benda tersebut, aku lihat
lebih baik hubungan kerja kita memang jangan sampai diganggu lebih dulu oleh urusan sepele!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
604
Pek Siau-thian juga berpikir, “Nenek setan itu sudah mengutarakan sikapnya berdiri dibelakang
binatang cilik itu, entah apa maksud tujuannya dibalik kesemuanya itu?”
Berpikir sampai disini, segera ujarnya, “Kunci yang paling utama dalam penggalian harta karun
ini adalah bagaimana cara menggalinya sehingga tidak sampai menyentuh nadi bumi yang bisa
mengakibatkan terjadinya tanah longsor, gempa bumi, banjir serta tanah merekah. Untungnya
keturunan dari Seng jiu lu pan ahli bangunan yang mendirikan istana Kiu ci kiong di masa lampau
telah hadir pula disini saat ini!”
Semua orang sama-sama merasa terperanjat, beratus-ratus pasang mata serentak dialihkan ke
arah rombongsn Sin-kie-pang.
Tiangsun Pou maju selangkah kedepan, sesudah memberi hormat kepada semua jago ia
memperkenalkan diri, “Aku yang tak becus adalah Tiangsun Pou masih cetek dan serba terbatas
ilmu bangunan yang aku kuasahi.
Pek Siau-thian segera menyambung, “Tentang asal usul dari Tiangsun lote rasanya tiada sesuatu
yang perlu dibicarakan lagi dan sekarang ia bersedia untuk turut campur dalam pencarian harta
karun ini, entah bagaimana dengan saudara yang lain? Apakah kalian ada pendapat tentang soal
ini?”
Maksud ucapan itu cukup jelas, dia sedang bertanya kepada orang lain dengan mengandalkan
apakah mereka akan mencari harta.
Tang Kwik-siu yang pertama-tama menjawab, “Seng sut pay kami memegang selembar peta
rahasia, tanpa peta rahasia itu sekalipun orang yang pernah memasuki Kiu ci kiong dimasa lalu
belum tentu bisa mendekati tempat penyimpanan harta”
Berbicara sampai disini, dia lantas tertawa terbahak-bahak.
Tiba-tiba Kiu im kancu berkata.
“Empat datuk dari gunung Huang-san pernah menyaksikan sendiri istana Kiu ci kiong, merekapun
pernah ikut dalam usaha pencarian harta karun, dalam pekerjaan ini tak bisa ketinggalan tenaga
mereka berempat, dan kini mereka hadir dipihak Hoa kongcu itu berarti Hoa kongcu berhak pula
untuk ikut serta dalam usaha pencarian harta karun ini”
Tampaknya Pek Siau-thian memang bermaksud untuk menyingkirkan pihak Kiu-im-kauw dari
pekerjaan itu, cepat ia berseru dengan dingin.
“Lalu apa yang diandalkan Kiu-im-kauw?”
“Perkumpulan kami datang kesini hanya untuk membantu usaha Hoa kongcu, waktu penggalian
kami maju, waktu pembagian harta kami mundur, harap para orang gagah tak usah memikirkan
persoalan ini”
Mendengar perkataannya yang begitu manis, Hoa Thian-hong dibuat serba salah, mau menangis
tak bisa mau tertawa pun tak dapat.
Baik Pek Siau-thian maupun Tang Kwik-siu sama-sama mempunyai dugaan kalau antara Kiu-im
Kaucu dengan Hoa Thian-hong telah mengadakan kontak secara rahasia maka dari itu pihak Kiuim-
kauw selalu membantu Hoa Thian-hong dan berdiri dibelakangnya.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
605
Ini bisa dibuktikan oleh mereka dari ke munculan Giok Teng Hujin yang selalu berada dibelakang
pemuda itu dan tak pernah memisahkan diri padahal mereka tahu bahwa Giok Teng Hujin adalah
tenaga yang sa ngat berkuasa dalam perkumpulan Kiu-im-kauw, tak mungkin perempuan itu
berada dipihak Hoa Thian-hong bila antara dua kelompok kekuatan itu tidak pernah mengadakan
kontak apa-apa.
Lebih-lebih Tang Kwik-siu yang kurang begitu paham akan seluk beluknya dunia persilatan
didaratan Tionggoan ini lebih percaya lagi dengan ucapan Kiu-im Kaucu tadi
Maka sorot matanya lantas dialihkan ke arah Jin Hian serta Thong-thian-kauwcu, tegurnya,
“Bagaimana dengan sahabat-sahabat dari kelompok ini? Tujuan kalian hanya ingin mera-maikan
suasana ataukah bertujuan untuk turut serta dalam pencarian harta karun?”
“Kami datang kemari untuk adu nasib” sahut Jin Hian dengan suara yang berat dan dalam, “bisa
menggali kami akan menggali, ada harta kami akan mengambil harta benda dalam perut bumi
yang tiada pemiliknya, aku rasa setiap orang berhak untuk mendapatkannya dan siapapun tak
usah memperdulikan tindakan kami”
Sepasang alis mata Tang Kwik-siu kontan berkeryit, ia berpaling ke arah Pek Siau-thian minta
penjelasan.
Dengan suara hambar Pek Siau-thian menerangkan, “Mereka adalah bekas jago-jago lihay dari
perkumpuiau Hong-im-hwie serta Thong-thian-kauw!”
Sementara pembicaraan berlangsung, mereka saling berpandangan dengan penuh arti, dalam
waktu singkat inilah kedua belah pihak telah mengadakan kontak perjanjian secara diam-diam
untuk menyingkirkan rombongan terakhir ini dari percarian harta karun, hanya mereka belum
memastikan bagaimana caranya turun tangan.
Sementara itu Hoa Thian-hong yang berdiri didekat mereka berdua sempat mengikuti jalannya
lirikan dari kedua belah pihak, makin meningkat usianya makin banyak pengetahuan yang
dimilikinya, betapa terperanjatnya dis setelah menyaksikan perilaku dua pemimpin golongsn
besar ini….
Ia tahu Sin Ki Pong telah bersekongkol dengan pihak Seng sut pay didalam masalah percarian
harta karun ini, bila kerja sama ini dibiarkan berlangsung terus niscaya pihaknya yang bakal
terjepit.
Tiba-tiba terdengar Tang Kwik-siu berkata sambil tertawa, “Hoa Kongcu, didalam masalah
pencarian harta karun ini, empat datuk dari gunung Huang-san, Tiangsun sianseng serta peta
rahasia milikku merupakan tiga faktor terpening yang tak bisa dipisahkan antara yang satu
dengan yang lain, karenanya kami ingin bertanya kepadamu, bagaimanakah usul atau saranmu
dalam pekerjaan ini?”
Hoa Thian-hong tidak langsung menjawab, dalam hati kecilnya dia berpikir, “Ditinjau dan situasi
yang terpentang didepan mata saat ini, permulaan dari penggalian harta karun ini pasti akan
diakhiri dengan derah manusia yang mengalir dimana-mana, suatu hasil yang baik su dah pasti
tak mungkin terjadi, bila aku tak mampu mengendalikan tingkah laku beberapa orang gembong
iblis ini dengan kata-kata, bagaimana caranya aku bisa mengatur serta menguasai keadaan?”
Untuk sesaat ia tak tahu apa yang mesti dilakukan, akhirnya ia menjawab juga, “Menurut apa
yang kuketahui, masih banyak sekali jago persilatan yang belum hadir disini dan beberapa hari
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
606
mendatang mereka tentu akan berkumpul semua ketempat ini, aku rasa bila kita bersatu padu
maka persoalan gampang diselesaikan, tapi bila kita tercerai berai niscaya usaha ini akan
mengalami kegagalan, apa salahnya kalau kita undurkan sampai tengah hari besok berkumpul
kembali serta merunding-kan lagi masalah ini….?”
Tang Kwik-siu tertawa.
“Betul….! Betul….! Persoalan yang sangat penting artinya ini memang tak perlu dirundingkan
dalam waktu singkat, bagaimana pendapat saudara Pek?”
“Kalau akuu sih tak ada perkataan lain” jawab Pek Siau-thian hambar, dia lantas memberi hormat
dan mengundurkan diri dari situ.
Hoa Thian-hong pun memberi hormat kepada Tang Kwik-siu lalu ikut berlalu dari situ.
Perasaan hatinya pada saat ini terasa amat berat sekali, ia tak akur dengan Pek Siau-thian,
walaupun dengan Pek Kun-gie dia ada hubungan yang luar biasa namun pada Waktu itu sikap
dara itupun kurang begitu menyenangkan, maka setelah mempertimbangkan keadaannya
beberapa saat, akhirnya ia serahkan obat penawar itu kepada Kho Hong-bwee, dan iapun
kembali pada rombongannya.
Setelah berkumpul dengan kawanan jago kaum lurus, tiba-tiba terdengar Ciu Thian bau berkata
sambil menunjuk ke arah puncak bukit sebelah kiri.
Tempat itu paling tinggi letaknya, lebih baik kita membuat tenda disitu saja, selain letaknya
terpencil, dan lagi kitapun dapat mengawasi gerak-gerik kawanan bajingan itu.
Setelah semua orang setuju, maka berangkatlah kawanan jago itu untuk bertenda di kaki bukit,
sementara orang-orang dari Kiu-im-kauw bertenda dipuncak bukit itu.
Jarak antara kedua belah pihak hanya beberapa puluh tombak meski pun suara pembicaraan
tidak kedengaran tapi gerak-gerik mereka dapat saling terlihat.
Sementara Jin Hian dan Thian Ik-cu beristirahat ditempat yang lebih kebelakang, merekapun
memisahkan diri jadi dua kelompok.
Setelah melakukan perjalanan semalaman suntuk, semua orang merasa amat lelah, setelah
bersantap mereka duduk bersemedi untuk mengatur pernapasan.
Hanya Hoa Thian-hong seorang yang kelihatan tidak tenang, ia merasa banyak urusan yang
memenuhi benaknya semakin dipikir ia merasa semakin kalut, akhirnya dengan wajah yang
murung bercampur kesal ia duduk sambil bertopang dagu.
Cu Im taysu merasa tak tega, ia menghampiri si anak muda itu dan bertanya, “Thian-hong
marilah kita bicarakan persoalaan yang sedangkan kau hadapi, siapa tahu kalau dengan
perundingan tersebut dapat mengu rangi kemurunganmu?”
Hoa Thian-hong segera menggeleng.
“Kekuatan pihak kita berlalu minim dan kecil, sekalipun harta karun dapat tergali, itupun tak
dapat kita milik sebab mereka pasti akan saling merampas dan saling membunuh”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
607
“Kalau ingin main rampas silahkan suruh mereka rampas!” teriak Suma Tiang-cing dengan
gemas, sampai waktunya pilihkan buku-buku yang bagus-bagus dan rampaslah lebih dulu
kemudian lindungi empat datuk untuk mundur dari sini, kami akan menghadang para pengejar
dan menghancurkan kawanan bajingan itu”
Dengan cepat Hoa Thian-hong menggeleng.
“Tujuan kita datang kesini bukanlah untuk merebut benda mustika, kalau kita sampai terlibat
pula dalam soal rampas merampas maka tujuan kita yang sebenarnya akan menjadi kabur
artinya!”
“Bagaimanapun juga kita harus mencari akal untuk membantai lebih dulu kawanan iblis dan
bajingan dan Cui Thian hau mengusulkan dengan suaranya yang dingin, “biln bajingan itu sudah
terastasi urusan selanjutnya gampang untuk diselesaikan”
Hoa Thian-hong tertawa getir dan menggelengkan kepalanya berulang kali.
Kemenangan boanpwe atas diri Hong liong tadi sudah tidak cemerlang, apalagi jumlah anggota
mereka sangat banyak, main kekerasan sudah pasti tak akan berhasil.
Siapa suruh kau tidak menggunakan pedang!” omel Suma Tiang-cing dengan mendongkol, buat
apa kita musti sungkan-sungkan terhadap kawanan manusia yang memalukan itu!”
Kembali Hoa Thian-hong tertawa getir.
Bila aku musti bertempur memakai senjata, mungkin Pek Siau-thian dapat kukalahkan, Kiu-im
Kaucu dapat kutandingi dan bila ditanding-kan deegan Tang Kwik-siu sedikitnya juga selisih tak
seberapa tapi kendatipun kita bisa menangkan mereka toh belum sampai menaklukan mereka?
apalagi menggantungkan kepandaian pada sebilah pedang bukan lah suatu kemampuaan yang
cemerlang.
Lalu bagaimana dengan ilmu yang kau pelajari dari kitab Kiam keng?, tanya Cu Im taysu.
Aku selalu sibuk menyelesaikan pelbagai persoalan, boleh di bilang tak ada waktu luang barang
sedikitpun untuk mempelajarinya, paling banter aku baru sempat membacanya sekali”
“Kalau begitu berlatihlah dengan tekun” seru Ciu Thian-hau dengan suara dalam, “bila berbasil,
jagal dulu Tang Kwik-siu!”
Hoa Thian-hong mengangguk, setelah termenung sebentar akhirnya ia agak tenang dan
memandang puncak dibelakangnya, kemudian baru katanya lagi.
“Boanpwe hendak duduk semedi diatas puncak itu sambil mengingat-ingat jurus pedangku,
harap cianpwe semua menunggu disini saja.”
Semua orang mengangguk dan memandang bayangan punggung si anak muda itu hingga lenyap
dari pandangan mata.
Puncak bukit itu tingginya mencipai enam tujuh kaki, luas dataran dipuncak itu paling cuma
depa tapi datar dan merata.
Dudak seorang diri diatas puncak bukit itu, tanpa terasa Hoa Thian-hong teringat kembali akan
ibunya, duduk menghadap ke utara benaknya segera dipenuhi oleh kenangan sewaktu ibunya
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
608
memberi petunjuk kepadanya waktu ia berterangan melawan Tang Kwik-siu dikota Lok yang
tempo hari.
Diam-diam pikirnya dihati, “Sumber dari ilmu silat sebenarnya hanya satu yang kemudian ber
ubah-ubah menurut situasi serta keadaan yang sedang dihadapi, mi salnya saja kitab Kiam keng,
sekalipun yang dimuat adalah ilmu pedang toh tiada tercantum jurus-jurus pedang yang pasti, itu
ber arti ilmu silat dapat dipakai untuk melawan musnh hanya disebabkan orang itu pandai
melihat gelagat serta tahu bagaimana cara menghindari sergapan musuh serta melepaskan
serangan balasan dengan gerakan tercepat dan terganas…. berarti pula teori ini tak akan
berbeda pula kalau diterapkan pada ilmu pukulan maupun ilmu totokan.”
Kemudian ia berpikir lebih jauh, “Teori ilmn silat mengatakan pula, untuk menghindari serangan
musuh, maka alangkah baiknya kalau kita gunakan serangan untuk memunahkan serangan
musuh, kalau toh teori ini sudah kupahani, apa salahnya kalau kuleburkan teori ilmu pedang
yang kudapat kedalam permainan tangan kosong? Bagaimanapun juga, daripada memakai
pedang akan lebih enak bertangan kosong belaka!”
Berpikir sampai disitu ia lantas mengambil keluar kitab Kiam keng san dan sekali lagi membaca
dari awal hingga akhir.
Sementara itu tulisan serta lukisan yang tercantum dalam kitab Kiam keng telah dipahami
olehnya, maka setelah membacanya sekali lagi, ia simpan kitab tersebut dan mulai mengupas
serta membahas setiap teori serta rahasia yang didapatkan dari kitab tadi.
Semakin dipikir ia merasa semakin tertarik dan akhirnya semua perhatian ingatan serta pikiran
terpadu menjadi satu untuk meeesapi makna dari teori-teori tersebut, dan tanpa disadari pula
pemuda itupun melupakan hal-hal lain.
Tengah hari Cu Im taysu diam-diam naik ke atas bukit, ketika menyaksikan keadaan tersebut, ia
tahu bahwa pemuda itu sedang konsentrasi mempelajari ilmunya, maka setelah meninggalkan
rangsum dan air, padri inipun mengundur diri dari
Senja itu, Cu Im taysu berkunjung lagi ke atas puncak bukit, tapi ketika dilihatnya pemuda itu
tetap duduk tanpa bergerak ma lahan ransum serta air yang disediakan tak disentuhnya terpaksa
ia turun lagi dari bukit itu.
Tengeh malam tiba-tiba Kiu-tok Sianci dari wilayah Biau dengan membawa kedua belas orang
muridnya tiba disana, setelah di tanya oleh Cu Im taysu sekalian barulah diketahui bahwa kitab
pusaka Pek tok keng dari perguruan Kiu-tok Sianci telah terjatuh pula didalam istana Kiu ci kiong,
benda tersebut merupakan kitab pusaka dari per-guruannya karena itu mereka pandang tinggi
peristiwa tersebut.
Sejak kitab itu lenyap, ilmu racun yang di miliki perguruannya diwariskan berdasarkan ajaran
mulut kemulut tanpa dasar kitab bimbingan, lagi pula mereka kuatir kalau kitab Pek tok teng tadi
terjatuh ketangan orang lain, maka begitu kabar tentang pencarian harta karun tersiar, buruburu
berangkatlah mereka tinggalkab wilayah Biau menuju kedaratan tionggoan,
Chin Wan-hong adalah murid terakhir dari Kiu tok sian ki sedangkan Hoa Thian-hong dianggap
menantu perguruan mereka yang paling baik, apalagi usia kedua belas orang muridnya hampir
sebaya dengan Hoa Thian-hong dimana hampir setengah tahun lamanya mereka pernah hidup
bersama dikala pemuda itu merawat luka racunnya dilembah Hu-liang-kok, dalam pandangan
mereka Siau long adalah pujaan semua orang.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
609
Oleh karena itu, dikala mereka saksikan pemuda itu cuma duduk tak berkutik diatas puncak,
semua orang lantas ribut hendak menengok keatas puncak.
Kiu-tok Sianci kuatir muridnya membuat ribut, setelah mencegah semua orang untuk ikut,
seorang diri ia menengok keatas bukit, setelah itu dia membakar dupa wangi disebuah biolo dan
memerintahkan muridnya yang paling besar Lau hoa siaancu untuk mengangkutnya keatas bukit
dan diletakkan disamping Hoa Thian-hong.
Dupa wangi itu bukan sembarangan dupa, bila asap yang berbau harum tersiar keluar, maka
mereka yang mencium bau dupa itu akan merasakan pikirannya jadi tenang dan segar kembali.
Sehari telah lewat dengan cepatnnya, tengah hari berikutnya Pek Siau-thian, Tang Kwik-siu, Kiuim
Kaucu beserta Jin Hian serta Thian Ik-cu telah berkumpul dibukit untuk merundingkan soal
penca rian harta karun, waktu itu Hoa Thian-hong masih duduk tak berkutik diatas puncak sambil
mendalami ilmu silatnya.
Dalam keadaan seperti ini, semua orang jadi geiisah, baik Kiu-tok Sianci dan Cu Im taysu
sekalian maupun Giok Teng Hujin dan Pek Kun-gie semua orang merasa cemas, mereka kuatir si
anak muda itu terserang jalan api menuju neraka, karena suasana yang kacau dan hangat,
sekalipun demikian merekapun tak berani menyadarkan pemula itu.
Akhirnya Kiu-tok Sianci dan Ciu Thian-hau mengadakan rapat kilat, mereka menyadari betapa
pentingnya keselamatan Hoa Thian-hong pada saat ini, maka diputuskan untuk mengutus Kiu-tok
Sianci yang mewakili kawanan jago dari kaum lurus untuk hadir dalam perundingan tersebut.
Kiu-tok Sianci maju menghampiri kawanan jago lainya, kepada mereka ia menerangkan, Pada
saat ini Hoa Thian-hong sedang melatih diri ia tak dapat menghadiri perundingan tersebut, muka
aku akan mewakili dirinya didalam perundingan ini.
Setelah berhenti sebentar, lanjutnya kembali, “Orang Biau mempunyai sebuah mustika yang
tersimpan pula di dalam istana Kiu ci kiong, aku rasa kamipun berhak untuk mengambil kembali
benda milik kami itu, Hoa Thian-hong bukan manusia yang ber ambisi uniuk merampas barang
milik orang lain, kalian tak usah menguatirkan dirinya, semua persoalan akan diselesaikan seadiladilnya!”
Tang Kwik-siu tahu bahwa Pek Siau-thian tak sudi berbicara dengan Kiu-im Kaucu, sambil
tertawa ia lantas berkata.
“Bagus sekali kalau memang begitu, lalu entah bagaimanakah pendapat dari Kiu-im Kaucu?”
Kiu-im Kaucu tidak lengsung menjawab, dalam hati pikirnya, “Hmm! aku justru akan menanti
sampai tibanya kesempatan yang baik, akan kutunggu sampai benda-benda mustika itu muncul
lebih dulu sebelum mengambil tindakan selanjunya”
Tentu saja jalan pikiran ini tak diutarakan keluar, sambil tertawa jawabnya.
“Kedatangan kami orang-orang dari Kiu-im-kauw adalah demi membantu usaha Hoa kongcu
untuk mencari harta kalau toh bukan Hoa kongcu yang memimpin usaha pencarian ini, lebih baik
kamipun mengundurkan diri dari pekerjaan besar ini!”
Selesai berkata, dia lantas putar badan dan menyingkir dari tempat tersebut.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
610
Baik Tang Kwik-siu maupun Pek Siau-thian bukan manusia-manusia bodoh, tentu saja
merekapun tahu apa yang sedang dipersiapkan Kiu-im Kaucu, namun sebagai jago yang
berpengalaman dalam dunia persilatan, mereka tak ingin membongkar rahasia tersebut sebelum
tiba waktunya, maka sambil menahan diri, Tang Kwik-siu berpaling ke arah Jin Hian seraya
bertanya, “Bagaimanakah rencana saudara Jin serta Thian Ik totiang?”
Rupanya antara Jin Hian dan Thian Ik-cu telah terjalin perse-kongkolan yang erat, ketika
mendengar pertanyaan itu, Jin Hian segera menjawab, Sudah lama kami dengar orang berkata
bahwa istana Kiu ci kiong didirikan pada wilayah seluas puluhan li yang luar biasa lebarnya, kami
tak sudi tunduk kepada orang lain dan kami berdiri sendiri tanpa mengikuti siapapun, kalau
orang lain menggali pintu depan, kami akan menggali pintu belakang, kalau orang lain masuk
dari kiri maka kami akan masuk lewat pintu kanan, pokoknya aku tak sudi melewati pintu yang
digali orang lain.
Tang Kwik-siu tersenyum setelah mendengar perkataan itu.
“Bagaimana andaikata kalian menggali sehingga menyentuh nadi bumi yang dapat
mengakibatkan gempa bumi, tanah longsor, serta air bah?” tanyanya.
Tiba-tiba Pek Siau-thian menyela, “Saudara Tang kwik, tanah dan hutan tiada pemiliknya, kita
bisa menggali orang lainpun berhak menggali, biarlah mereka bekerja sambil mengadu nasib toh
bukan manusia yang berkuasa melainkan Thian lah yang punya kuasa”
Mula-mula Tang Kwik-siu agak tertegun tetapi setelah menyaksikan hawa nafsu membunuh yang
menyelimuti wajah Pek Siau-thian ia lantas dapat memahami maksud hatinya, sambil tertawa
terbahak sahutnya, “Perkataan dari saudara Pek memang tak salah, agaknya dalam urusan
menggali harta karun ini hanya kita berdua saja yang harus mengeluarkan tenaga!”
Pek Siau-thian tersenyum kepada Kiu-tok Sianci, ia memberi hormat dan katanya, “Didalam
urusan pencarian harta karun ini biarlah aku bekerja sama dengan Kiu-tok Sianci, tapi berhubung
sian ci serta anak muridnya kaum wanita semua maka tak perlu kalian turun tangan sendiri,
silahkan empat datuk dari bukit Huang-san saja yang tampil kedepan untuk memberikan
petunjuknya!”
“Empat datuk dari bukit Huang-san telah menyatakan kesanggupannya untuk membantu usaha
pencarian ini, bahkan telah menyatakan pula bahwa mereka tidak berani mengambil satu
bendapun yang berada didalam istana Kiu ci kiong!”
“Harta karun yang berada dalam istana Kiu ci kiong tak terhingga banyaknya, sekalipun kami
kemaruk juga tak mungkin bisa memiliki semua kalau toh empat datuk itu tak mau mengambil
benda apapun biar kita beri pahala lain kepada mereka sebagai tanda mata.”
Begitulah keputusanpun segera diambil dan sejak itu Tiangsun Pou serta empat datuk dari bukit
Huang-san berkumpul jadi satu untuk mempelajari situasi letak dari istana Kiu ci kiong dimasa
lalu, kemudian meneliti pula keadaan
Dalam pada itu, Tang Kwik-siu telah mempelajari pula situasi dari air terjun di sebelah atas,
dengan membawa anak muridnya serta sebagaian anggota Sin-kie-pang mereka berangkat
keatas untuk membendung selokan dan mengalihkan aliran air terjun ketempat lain.
Selain itu diapun mengutus orang untuk turun gunung dan membeli alat perlengkapan serta
bahan rangsum.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
611
Hampir semua pekerja yang berkumpul diatas bukit Kiu ci san adalah jago-jago persilatan
berilmu tinggi, oleh karenanya tenaga mereka sepuluh kali lipat lebih dahsyat dari orang biasa,
selain itu gerak-gerik merekapun jauh lebih gesit.
Dengan kelebihan itulah hasil kerja mereka sangat mengejutkan sekali, ketika malam menjelang
tiba, aliran air terjun tersebut sudah terbendung, dengan begitu telaga dengan airnya mulai surut
dan akhirnya mengering.
Empat datuk dari bukit Huang-san dan Tiangsun Pou bekerja lembur, mereka berkumpnl diam
sebuah rumah kayu sambil mempelajari terus situasi istana.
Hoa Thian-hong sendiri masih tetap melatih ilmunya diatas bukit, beberapa kali Pek Kun-gie dan
Giok Teng Hujin hendak naik ke bukit untuk menengok si anak muda itu, tapi oleh karena
mengetahui kelihayan dari Kiu-tok Sianci, mereka tak berani mendekat.
Tengah malam, Chin Pek-cuan dengan membawa putranya Chin Giok Linng telah tiba pula dari
dari pelbagai pelosok dunia persilatan, kebanyekan mereka adalah jago-jago yang ada
hubungannya dengan harta karun diistana Kiu ci kiong.
Tapi setelah tiba disana, dan mereka saksikan hampir semua jago kenamaan daru dunia
persilatan baik dari golongan putih maupun dari golongan hitam berkumpul semua disitu,
malahan ketua Siu ki pang dan kaucu dari Mo-kauw berada pula disana, terpaksa mereka hanya
berdiri termangu dengan mata mendelong, siapapun tak berani turun tangan secara gegabah.
Sampai menjelang tengah hari, telah seratus orang lebih jago jago tanpa kelompok yang tiba
dibukit itu, diantara mereka terdapat pula keturunan dari pukulan sakti Huan Teng dan pedang
satu huruf Kongsun Tong, tentu saja diantara mereka terdapat pula jago-jago yang datang untuk
mencari keuntungan diair keruh, malahan Tio Ceng tang yang berasal satu desa dengan Hoa
Thian-hong membatalkan niat nya untuk menerima penyerahan kembali perusahaan piau kioknya
dikota Cho ciu dan buru-buru berkunjung pula ke bukit itu
Keika senja menjelang tiba, secara kasar Tiangsun Pou telah berhasil membuat sebuah peta
keadaan
keadaanya tetap mengenaskan sekali.
Sebelum permukaan tanah disebelah kiri sempat dibersihkan, Jin Hian dan Thian Ik-cu telah
memerintahkan anak buahnya untuk mulai menggali tanah disebehah lain.
Jarak antara kedua belah pihak sangat luas, tempat yang rombongan dari Jin Hian dan Thian Ikcu
gali adalah sebidang tanah dalam radius
Siau-thian, selain itu tanah yang mereka galipun diluar daerah yang merupakan bekas selokan
yang dibendung pihak Sin-kie-pang.
Karenanya sepintas lalu orang akan mengatakan bahwa pekerjaan mereka bebas, sedikitpun
tadik menarik keuntungan dari pihak lain, malahan boleh dibilang bagaikan air sungai tak
melanggar air sumur.
Ketika malam menjelang tiba, mereka berhati-hati menggali tanah selebar dua kaki dengan
dalam
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
612
Berdiri di tempat kejauhan, Pek Siau-thian mengamati pekerjaan yang dilakukan orang-orang itu,
kemudian dia berpaling ke arah Tang Kwik-siu dan tanyanya sambil tertawa, “Saudara Tang
kwik, coba lihatlah liang besar itu, apakah terasa terlalu kecil kalau dibuat untuk mengubur
kurang lebih tujuh puluh orang?”
Dengan wajah serius Tang kwik Sio mengamati sekejap tempat itu, kemudian sahutnya, “Aku
rasa rada terlalu kecil, kalau mereka mereka dibiarkan menggali satu hari lagi, tentunya sudah
cukup!”
“Kalau memang begitu, biarlah mereka menggali sehari lagi!” kata Pek Siau-thian kemudian
sambil mengangguk.
Selama dua orang tokoh silat itu melakukan perundingan, Jin Hian maupun Thian Ik-cu sama
sekali tak merasa kalau ada orang yang sedang mengincar nyawa mereka apalagi para jago yang
datang tanpa kelompok semakin tak tahu akan kejadian ini, malahan mereka telah bersatu untuk
merundingkan cara lain yang dirasakan dapat pula mendatangkan hasil yang memuaskan.
***
SAMPAI keesokan harinya, ketika rombongan dari Pek Siau-thian mulai menggali tanah, para
jago yang tidak berkelompok juga mulai bekerja sama dan melakukan penggalian kurang lebih
empat
Terhadap perbuatan orang-orang itu, baik Pek Siau-thian maupun Tang Kwik-siu pura-pura tidak
melihat, merekapun tidak melarang o rang-orang itu untuk bekerja.
Suatu hari, diatas bukit tiba-tiba bermunculan tenda dan rumah gubuk yang dibuat berjualan
oleh rakyat disekitar bukit itu, ada yang menjual teh, menjual arak, menjual barang kebutuhan
sehari-hari, menjual penggali tanah malahan ada seorang nyonya setengah tua dengan
membawa seorang dara berusia
saut ramai sekali.
Malam ini adalah malam yang keempat, Hoa Thian-hong belum juga turun dari puncak bukit,
meskipun kebanyakan orang tahu bahwa empat
luat biasa bagi seseorang yang telah memiliki tenaga dalam amat sempurna, namun mereka
kuatir apabila pemuda itu menggunakan tenaga yang berlebihan dalam pikiran maupun
latihannya sehingga mengalami jalan api menuju nereka
Maka keesokan harinya pagi-pagi sekali, Kiu-tok Sianci serta Ciu Thian-hau beberapa orang
secara bergilir naik kebukit dan duduk disamping Hoa Thian-hong sembari berjaga-jaga atas
segala kemung-kinan yang tidak diinginkan.
Malam itu sudah tanggal dua puluh, rembulan yang sudah agak lonjong mulai mencorong
ditengah awang, ketika kentongan ke empat hampir tiba, mendadak Pek Siau-thian serta anak
buahnya meninggalkan tempat tidur dan serentak bermunculan dari rumah rumah kayu.
Malam itu Pek Kun-gie tak dapat tidur, ia sedang berdiri dibalik jendela sambil memandang Hoa
Thian-hong yang berada diatas puncak dengan termangu-mangu, maka menyaksikan kejadian
tersebut cepat ia memburu keluar rumah dari sambil menarik ujung baju Pek Siau-thian teriaknya
dengan kaget, “Ayah!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
613
Kho Hong-bwee pun sudah berkelebat keluar dari rumah, ia langsung menegur
“Sau hat apa yang hendak kau lakukan?”
Pek Siau-thian rada menaruh rasa was-was dan jeri terhadap istrinya ini, mendengar teguran
tersebut sambil tersenyum ia lantas menjawab, “Jin loji serta Ik cu masih mendendam kepada
kita lantaran kekalahan yang dialaminya ketika ada dilembah Cu-bu-kok, sekarang mereka
berencana untuk menimbulkan tanah longsor dan hendak membasmi kita semua dari muka bumi,
oleh karena itu sebelum mereka bertindak kita musti berusaha mendahului dan mencegah
perbuatannya itu.
Sesudah berhenti sebentar ia melanjutkan .
“Kau toh mengetahui sendiri bahwa mereka adalah manusia-manusia yang paling kejam dan
bengis dikolong langit dewasa ini, perbuatan jahat yang dilakukan selama ini jaun lebih banyak
daripadaku, aku kuatir menambah keresahan serta kemurungan hatimu, maka keputusan untuk
bertindak sendiri tanpa berunding lebih dahulu dengan dirimu”
Setelah mengetahui bahwa kejadian itu sama sekali tak ada hubungannya dengan Hoa Thianhong,
legalah perasaan hati Pek Kun-gie, cepat ia melepaskan cekalannya pada ujung baju
ayahnya.
Sementara Ko Hong bwe sendiri dengan dahi berkerut segera menegur, “Sebagai umat manusia
sayangilah sesamanya dengan penuh cinta kasih, apa gunanya melakukan dosa dengan
membunuh orang? Bagai-manapun juga engkau harus memikirkan pula bagi keturunanmu,
janganlah oleh karena perbuatanmu, anakmu yang harus merasakan hukum karmanya!
Pek Siau-thian tersenyum.
“Aku bersusah payah memeras keringat dan tenaga berusaha untuk menemukan harta karun itu,
kalau bukan disebabkan karena kau dan ke dua anakku, memangnya aku suka mencari peti mati
buat diri sendiri!”
Ia menuding kedepan dan melanjutkan, “Coba lihat! orang-orang dari pihak Seng sut pay telah
bergerak, hal ini menunjukkan bahwa persoalan ini menyangkut keselamatan jiwa orang banyak,
jadi bukan aku seorang yang berpikiran sempit”
Kho Hong-bwee berpaling kesamping, benar juga Tang Kwik-siu dengan membawa anak
muridnya telah bermunculan dari rumah-rumah kayu mereka rupanya mereka sedang
menantikan gerak-gerik dari pihak sini.
Tak tahan lagi perempuan itu menghela napas panjang katanya dengan hambar, “Bila aku
berusaha keras untuk menghalangi perbuatanmu itu niscaya orang lain akan menuduh engkau
takut bini dan tak berani berkutik terhadap istri sendiri, baiklah, lakukanlah perbuatan ini
menurut perasaan hatimu, hanya ingatlah selalu bila engkau terlalu banyak membantai orang
maka sama artinya engkau telah melukai perasaan hatiku!”
Tertegun Pek Siau-thian sesudah mendengar perkataan ini, selang sesaat dia baru menjawab.
“Jikalau mereka tahu diri dan segera mengundurkan diri dari pertikaian ini tidak mungkin
melakukan pembantaian secara besar- besaran!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
614
Sehabis berkata ia lantas menjura ke arah Tang Kwik-siu dan memberi tanda agar ia yang turun
tangan lebih dulu.
Melihat kode rahasia tersebut, Tang Kwik-siu balas memberi hormat dari kejauhan pula.
Pada hakekatnya dua orang sakti ini telah mengadakan kontak rahasia satu sama lainnya, maka
selesai memberi hormat, masing-masing pihak lantas memimpin anak buahnya dan serentak
menerjang ke arah tenda yang dihuni romboogan Jin Hian.
Posisi antara kedua belah pihak tidak terlampau jauh, selang sesaat kemudian jago-jago lihay
dari pihak Teng sut pay dan Sin-kie-pang yang berjumlah tujuh delapan puluh orang bagaikan
gulungan air bah telah menerjang ke depan.
Terlihatlah Jin Hian dengan sebilah golok emas yang memancarkan sinar kebiru-biruan karena
mengandung racun, melompat keluar dari tendanya dengan garang kemudian menghardik keraskeras.
“Pek Loji, apa yang hendak kau lakukan?”
Rupanya pihak Hong-im-hwiee serta Thong-thian-kauw menyadari bahwa kekuatan mereka
paling lemah diantara jago-jago yang hadir dibukit Kiu ci san dewasa itu, terutama sekali untuk
berjaga-jaga atas serangan maut dari Pek Siau-thian, maka tiap malam peronda selalu diperketat
dan sekalipun tak berani bertindak secara gegabah.
Kerena itu, ketika Pek Siau-thian munculkan diri dari rumah kayunya, pihak Hong im bwe telah
mengetahui akan gerakan tersebut.
Begitu Jin Hian menegur secara langsung, serentak pasukannya dengan senjata terhumus telah
melesat keluar dari tenda-tenda mereka dan siap menghadapi segala kemungkinan.
Pek Siau-thian memang seorang jago yang berhati keji, tapi diapun tak berani melanggar
permintaan istrinya, dalam susana kalut, ia lantas berseru keras, Siapa yang tak ingin mampus,
cepat enyah dari sini!”
Berbareag dengan selesainya ucapan tersebut, sebuah serangan gencar telah dilepaskan kedada
Jin Hian.
Tang Kwik-siu jauh lebih keji daripada orang-orang lain, kalau dihari-hari biasa setiap pembukaan
katanya selalu diiringi senyuman, maka saat ini tanpa mengucapkan sepatah katapun ia
menerjang kedepan dan langsung menyergap tubuh Thian Ik-cu.
Sejak sepasang kakinya kutung, Thian Ik-cu telah melatih ilmunya dengan sepasang toya baja,
tatkala ia saksikan tibanya serangan yang amat dahsyat dari Tang Kwik-siu ,terpaksa senjatanya
diputar untuk menyambut datangnya ancaman tersebut.
Dalam waktu singkat berkobarlah suatu pertempuran yang amat seru ditengah gelanggang.
Hong-im-hwie serta Thong-thian-kauw memang sudah rontok namanya dari muka bumi, akan
tetapi banyak anggotnya yang masih hidup, dan mereka bukanlah manusia-manusia yeng mudah
dihancurkan dengan begitu saja, terutama sekali Malaikat kedua Sim Kian anggota tubuhnya
tetap utuh dan ilmu silatnya masih tetap hebat, apalagi rasa dendam telah berkecamuk dalam
benaknya, membuat ia jadi paling ganas dan paling buas dalam pertarungan itu, setiap musuh
yang dijumpainya segera diterjang dan diterkam dengan jurus serangan terkeji.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
615
Suasana jadi gaduh dan ramai sekali, suara benturan senjata dan bentakan-bentakan kegusaran
bergema memenuhi seluruh angkasa, kutungan badan, lelehan darah menggenangi seluruh
permukaan tanah, membuat pemandangan ditempat itu tampak mengerikan sekali.
Sengit dan mengerikan sesasana pertarungan itu, semua jago dibuat terkejut dan sadar dari
tidurnya, selain itu Hoa Thian-hong yang sudah empat hari empat malam terlelap dalam
latihannya, ikut sadar pula dari konsentrasinya.
Selama Hoa Thian-hong mendalami ilmu silatnya, suara lain sama sekali tidak mempengaruhi
dirinya, akan tetapi suara pertarungan dan jerit kesakitan seketika menyadarkan kembali anak
muda itu dari semedinya.
Jilid 31
KIU-TOK SIANCI kebetulan bertugas sebagai pelindungnya, ketika dia saksikan sekujur badan
pemuda itu gemetar keras dan sepasang matanya melotot besar, cepat serunya dengan suara
dalam, “
Cepat Hoa Thian-hong berpaling, setelah mengetahui orang itu adalah Kiu-tok Sianci, wajahnya
berseri karena gembira, seakan-akan ia telah berjumpa dengan ibu sendiri.
“
Hoa Thian-hong berpaling, melihat disampingnya ada air teko, ia mengambilnya dan meneguk
habis isi teko tersebut, lalu bertanya, “
sengit itu?”
“Pek Siau-thian serta Tang Kwik-siu dengan membawa jago-jago silatnya sedang mengerubuti
Jin Hian serta Thian Ik-cu!”
Sepasang alis mata Hoa Thian-hong kontan berkerut kencang.
“Lantaran harta karun mereka saling membunuh, perbuatan semacam ini tak dapat dibiarkan
berlangsung terus. Sang ji harus mencampuri urusan ini.”
“Biarkanlah mereka saling bunuh membunuh!” kata Kiu-tok Sianci dengan wajah tercengang,
“toh kejadian ini lebih banyak menguntungkan bagi kita dari pada ruginya? Buat apa kau musti
mencampuri urusan ini?”
Jin Hian serta Thian Ik-cu sudah terdesak sekali, kekuatan mereka bukan terhitung sebagai suatu
ancaman yang dapat mencelakai umat manusia lagi, kita wajib memberi kesempatan hidup
mereka, agar mereka dapat bertobat dari perbuatan jahatnya serta banyak melakukan kebajikan!
ujar Hoa Thian-hong dengan cemas, sebaliknya Pek Siau-thian serta Tang Kwik-siu adalah dua
kekuatan besar yang masih merupakan ancaman besar bagi umat Bu lim, kita tak boleh
membiarkan mereka bertindak sewenang-wenang….”
Setelah berhenti sebentar, tambahnya, “Apalagi Seng ji telah menyanggupi permintaan dari
empat datuk bukit Huang-san untuk memimpin usaha penggalian harta karun ini secara adil dan
bijaksana, oleh sebab itu bagaimanapun juga Pek Siau-thian dan Tang Kwik-siu musti
ditundukkan lebih dahulu!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
616
“Anakku yang baik,” sahut Kiu-tok Sianci, “bagiku, orang baik musti disayang dan orang jahat
musti dibunuh, aku sama selali tidak mengerti dengan kata-kata yang telah kau ucapkan itu”
Rupanya ketekadan Hoa Thian-hong sudah bulat, ia berkata lagi dengan lembut, “Siau nio, Seng
ji sudah ambil keputusan untuk mencampuri urusan ini!”
“Aaaai….! Dengan kekuatan seorang, berapa orang musuh yang bisa kau hadapi? Dan
bagaimana pula caranya engkau mencampuri urusan mereka?”
Dengan gagah Hoa Thian-hong menjawab.
“Masalah ini sudah berkembang jadi amat kritis, bagaimanapun juga aku akan berusaha dengan
sekuat tenaga untuk mengatasi persoalan ini, sambil berjalan kita lihat saja perkembangannya
nanti!”
Berbicara sampai disitu, dia lantas bangkit berdiri dan berpekik panjang.
“Anak manis, engkau sudah empat hari empat malam tidak makan, bersantaplah lebih dulu” kata
Kiu-tok Sianci.
Tiba-tiba ia temukan Hoa Thian-hong telah meluncur kebawah bukit, meskipun suara pekikan
serasa masih berkumandang dari sisi telinganya, namun bayangan tubuh pemuda itu sudah
lenyap tak berbekas.
Menyaksikan keadaan tersebut, perempuan Biau ini jadi tertegun lalu buru-buru memburu
kebawah.
Sementara itu pertempuran berdarah masih berlangsung dengan serunya, dikala pekikan nyaring
yang membelah angkasa tiba-tiba berkumandang memenuhi angkasa, semua orang merasa
terperanjat, dalam gugupnya beberapa orang diantara mereka segera kenali suara itu sebagai
pekikan dari Hoa Thian-hong.
“Semuanya berhenti!” terdengar Hoa Thian membentak dengan penuh kegusaran.
Bersamaan dengan seruan tersebut, sesosok bayangan manusia dengan kecepatan yang luar
biasa meluncur kebawah dan langsung menerkam tubuh Tang Kwik-siu.
Pada Waktu itu Tang Kwik-siu sedang bertempur melawan malaikat kedua Sim kiam beberapa
gebrakan kemudian ia menemukan bahwa ilmu silat yang dimiliki musuhnya ini ternyata lebih
lihay daripada kepandaian silat dari Jin Hian maupun Thian Ik-cu, setelah mengetahui bahwa ia
tak mungkin bisa rebut kemenangan dengan tangan kosong, dia memutuskan untuk melepaskan
ikat pinggang emas yang terikat dipinggangnya itu untuk bertempur melawan Sim Kian….
Apa mau dikata baru saja ia bersiap sedia merebut kemenangan tiba-tiba Hoa Thian-hong
menerkam dari tengah udara.
Kejadian ini segera menggusarkan hatinya, ikat pinggang naga emasnya segera digerakkan
keudara kemudian secepat sambaran kilat mengejar tubuh lawan.
Hoa Thian-hong pada dasarnya mempunyai niat untuk mendemonstrasikan kelihaiannya agar
semua orang tunduk dibawah perintahnya, bilamana ia memimpin gerakan pencarian harta nanti,
maka dipilihnya Tang kwik Sin sebagai korban percobaan karena bagaimanapun juga ia tak enak
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
617
hati untuk menyerang Pek Siau-thian menginggat Kho Hong-bwee serta putrinya mempunyai
hubungan yang cukup erat dengan dirinya.
Begitu menukik kebawah ia menyergap musuhnya dengan gencar, ketika ia rasakan datangnya
ancaman ikat pinggang naga emas yang mengarah dadanya, cepat tangan kanan bergetar keras
kemudian dengan suatu gerakan yang luar biasa cepatnya ia tangkap kepala naga pada ujung
sabuk tersebut erat-erat.
Betapa terperanjatnya Tang Kwik-siu menghadapi ancaman tersebut seakan-akan baru sadar dari
impian ia lantas membentak keras, “Hoa Thian-hong!”
Ia sendiripun tak tahu apa arti dari bentakan itu, sementara telapak tangan kirinya dengan suatu
gerakan yang sangat cepat melepaskan sebuah totokan kemuka.
Totokan jari yang luar biasa dahsyatnya itu menimbulkan suara getaran yang memekikkan
telinga kawanan jago yang kebetulan berada ditempat itu sama-sama merasakan telinganya
menjadi sakit.
Hoa Thian-hong sama sekali tidak terpengaruh oleh desingan tajam yang memekikan telinga itu,
malahan semakin bertempur ia tampak semakin bersemangat, tangan kanannya dibolak-balikkan
beberapa kali melingkarkan ikat pinggang naga emas itu di atas telapak tangannya, kemudian
dengan tangan kirinya ia lancarkan sebuah cengkeraman keatas pergelangan tangan Tang Kwiksiu.
Berbicara soal kelincahan menggunakan tangan kiri, dikolong langit dewasa ini boleh dibilang tak
seorangpun dapat menandingi kegesitan Hoa Thian-hong.
Baru saja serangan yang dilepaskan Tang Kwik-siu mencapai separuh jalan, serangan yang
dilepaskan Hoa Thian-hong tahu-tahu sudah mencapai sasaran lebih dahulu, ketika jari
tangannya menyentuh pergelangan tangan Tang Kwik-siu, bagaikan dipagut ular berbisa cepat
gembong iblis itu menarik kembali tangannya kebelakang.
Pada saat ini, dalam benak Hoa Thian-hong hanya mempunyai satu ingatan, yakni ia lebih suka
mengorbankan selembar jiwanya daripada melepaskan cekatannya pada ikat pinggang berkepala
naga emas itu….Ketika telapak tangan kirinya gagal mencengkeram pergelangan tangan Tang
Kwik-siu, ia lantas membentak kerat dan menyusulkan dengan sebuah pukulan lagi.
Apabila dihari-hari biasa, niscaya Hoa Thian-hong akan menyerang dengan jurus Kun-siu-ci-tauw,
akan tetapi saat ini yang terpikir diotaknya adalah soal kecepatan maka gerakan permulaan dari
Kun-siu-ci-tauw yang seharusnya melakukan gerakan perputaran setengah lingkaran lebih dahulu
didepan dada, telah dibuang dengan begitu saja, secara langsung dia dorong telapak tangannya
mengancam dada musuh.
Keringat telah membasahi sekujur badan Tang Kwik-siu, dalam keadaan terancam bahaya, ia tak
sempat berpikir panjang lagi, dalam gugupnya buru-buru ia angkat telapak tangannya dan
langsung menebas pergelangan tangan si anak muda itu.
Hoa Thian-hong mendengus dingin, sekuat tenaga ia tarik ikat pinggang naga emas itu
sementara telapak tangan kirinya yang tajam bagaikan golok menebas kebawah.
Posisi Tang Kwik-siu pada saat ini ibaratnya orang yang tertinggal disebuah batu karang ditengah
samudra, mau menceburkan diri takut, mau tetap berdiam diri juga tak mungkin, keadaannya
serba salah.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
618
Telapak tangan kesannya sudah terasa panas dan kaku, nyaris ikat pinggang naga emasnya
terampas lawan.
Ikat pinggang naga emas adalah benda mustika dari perguruan Seng sut pay, benda itu
merupakan benda kehormatan dan keagungan dari seorang ciangbunjin, jangankan benda itu
tahan dibacok oleh senjata mustika, cukup memandang dari ukirannya yang hiduppun sudah
cukup membuat hati orang terkesima.
Pek Kun-gie sendiri pernah mengagumi keindahan sabuk naga emas tersebut dan ingin sekali
memperolehnya, tentu saja sebagai ketua Seng sut pay, Tang Kwik-siu lebih rela hancur lebur
tubuhnya daripada benda mustika keluarganya kena dirampas orang .
“Breeett!” karena mati-matian mempertahankan sabuk naga emasnya itu ujung baju targan kiri
Tang Kwik-siu kena tertebas oleh bacokan telapak tangan Hoa Thian-hong sehingga kutung
separuh, bekas kutungannya rata sekali bagaikan disayat dengan pisau.
Sementara itu kawanan jago yang berada ditempat kejahuan telah meluruk datang semua,
pertarungan massal telah terhenti dan sebagian besar jago persilatan telah mengerubungi
sekeliling gelanggang.
Pek Siau-thian yang berdiri disamping arena melotot besar dengan muka tajam membesi,
kesengsaraan yang diderita Tang Kwikk Siu dapat dirasakan pula oleh dia sendiri, sementara
kawanan jago lainpun rata- rata dibikin terkejut dan tercengang oleh kejadian yang sama sekali
berada diluar dugaan ini, mereka cuma bisa berdiri dengan wajah kebingungan dan tak habis
mengerti.
Sampai detik itu, baik Hoa Thian-hong maupun Tang Kwik-siu masih saling mencengkeram ikat
pinggang naga emas itu dengan tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya dipergunakan untuk
melangsungkan pertarungan.
Bagi Hoa Thian-hong, pertarungan ini sama artinya dengan menggunakan kelebihan yang dimiliki
untuk menyerang kelemahan dari lawan, posisinya tentu saja jauh lebih menguntungkan dirinya,
karena posisinya yang baik maka sejurus demi sejurus ia meneter terus musuhnya habis-habisan,
jurus pukulan yang dipakaipun makin lama semakin dahsyat dan mematikan.
Sekuat tenaga Tang Kwik-siu melakukan perlawanan, makin bertempur hatinya semakin bergidik,
makin lama ia merasa dirinya makin terjerumus kedalam lumpur yang tak terkirakan dalamnya
dan kini ia betul-betul sudah terperosok kedalamnya.
Hong Liong jadi cemas bercampur kuatir, ia takut nama baik gurunya akan musnah dengan
begitu saja ditangan lawan, tak kuasa lagi dia meraung keras, sambil putar sepasang telapak
tangannya sekuat tenaga orang itu melepaskan beberapa puluh buah pukulan dahsyat.
Perubahan ini terjadi sangat mendadak, siapapun tak sempat untuk menghalanginya,
terdengarlah serentetan bentakan nyaring bagaikan
angkasa.
Waktu itu tangan Hoa Thian-hong masih mencengkeram sabuk naga, sedangkan tangan kirinya
melakukan serangan maut, bila diwaktu lampau si anak muda itu pasti akan kebingungan
setengah mati.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
619
Untungnya Hoa Thian-hong yang sekarang adalah Hoa Thian-hong berilmu tirggi sekilas
pandangan ia lantas temukan titik kelemahan Hong Liong pada lambung serta dadanya yang
terbuka.
Ia tak menyia-nyiakan kesempatan itu, sementara telapak tangannya masih menahan serangan
musuh, tiba-tiba tubuhnya miring kesamping dan kaki kanannya melepaskan sebuah tendangan
kilat kedepan!
“Enyah kau dari sini!” bentaknya.
Hong Liong menjerit kesakitan sambil memegang lambungnya ia melompat mundur sejauh
beberapa kaki kebelakang, ketika terjatuh ketanah ia masih mengerang karena kesakitan.
keadaan kaget maka meskipun keadaan Hong Liong mengenaskan sekali, tak seorangpun yang
mampu bersuara.
Kiu-tok Sianci sendiripun merasa amat terperanjat, serunya kemudian dengan lantang, “Barang
siapa berani menyergap lagi secara licik, jangan salahkan kalau kami akan suruh kamu semua
rasakan lihaynya racun cuka Biau kami!”
Semua orang membungkam dalam seribu bahasa, sekarang setiap orang sudah mengetahui akan
kelihayan Hoa Thian-hong, jangan toh orang lain anak murid Seng sut pay sendiripun tak ada
yang berani maju kemuka untuk membantu gurunya.
Tapi justru karena terjadinya peristiwa itu, maka pertarungan antara Thian-hong melawan Tang
Kwik-siu juga berubah jadi seimbang, ini disebabkan oleh karena Tang Kwik-siu yang merupakan
cikal bakal suatu perguruan besar berhasil memanfaatkan peluang yang sangat baik.
Ketika Hong Liong melancarkan sergapan tadi, Hoa Thian-hong terpaksa harus memecahkan
perhatiannya untuk menghadapi ancaman itu, dengan sendirinya gerakan tangannya jadi lebih
lambat.
Sekalipun kelambatan tersebut hanya kecil sekali, tapi bagi pandangan mata jago lihay macam
Tang Kwik-siu yang telah memiliki tenaga dalam sebesar enam puluh tahun hasil latihan
merupakan peluang yang sangat besar.
Detik itulah tangan kanannya juga berputar dan melipatkan sabuk naga emasnya hingga melilit
pada telapak tangannya dalam keadaan seperti ini kecuali isi perutnya terluka boleh dibilang ia
tak usah kuntit kalau senjatanya sampai terlepas lagi dari genggamannya.
Selain itu menggunakan peluang yang sangat baik itu, tangan kirinya telah melancarkan
serangan mematikan serta berusaha untuk memperbaiki posisinya yang terdesak, maka setelah
bersusah payah berhasil pula ia mengimbangi permainan lawannya.
Dalam sekejap mata, telapak tangan kiri masing-masing pihak telah melepaskan empat puluh
buah pukulan berantai sedangkan sabuk naga yang berada ditangan kanannya saling dibetot dan
ditarik, untungnya sabuk itu adalah sebuah benda mustika yang luar biasa, berganti barang lain
niscaya sejak ta di benda itu sudah putus jadi dua bagian oleh betotan tenaga sakti kedua orang
itu.
Pertarungan sengit ini benar-benar merupakan suatu pertarungan seru yang mendebarkan hati,
baik dalam menghimpun tenaga, melakukan serangan, menggunakan tipu muslihat, kesemuanya
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
620
mempengaruhi kesuksessn dari serangan tersebut, kebanyakan penonton yang mengikuti
jalannya pertarungan itu jadi tertegun dan bergidik rasanya.
Tiba-tiba terdengar seorang nyonya tua membentak dengan suara lantang, “Minggir!”
Mendengar bentakan itu, Thian Ik-cu segera berpaling, ia saksikan ada tiga orang pria dan dua
orang wanita munculkan diri dari arah belakang, perempuan tua itu adalah Tio Sam-koh,
sedangkan dua orang kakek tua itu adalah Hoa In dan Harimau pelarian liong Liau, Lau Cu cing,
kakek ketiga tak dikenal olehnya, sementara nyonya muda yang bergaun hitam dengan wajah
yang agung tak lain adalah Chin Wan-hong, nyonya muda dari perkampungan Liok Soat
Sanceng.
Pepatah kuno mengatakan: Posisi seorang istri terpengaruh oleh kedudukan sang suami. Nama
besar Hoa Thian-hong pada waktu itu kian hari kian membumbung tinggi, hal ini orang lain
memandang tinggi pula terhadap istrinya, maka sewaktu Chin Wan-hong munculkan diri, Thian
Ik-cu beserta anak buahnya tanpa sadar bersama-sama menyingkir kesamping jalan
Dengan langkah yang lemah gemulai, Chin Wan-hong berjalan masuk kedalam ruangan, ia
menyapu sekejap sekeliling gelanggang pertarungan, kemudian maju menghampiri gurunya.
“Tak usah banyak adat!” seru Kiu-tok Sianci dengan suara dalam.
Sementara mulutnya berbicara, sepasang mata yang tajam tak pernah beralih dari gelanggang
pertarungan.
Chin Wan-hong memandang sekejap ke arah Cu Im Taysu kemudian sapanya dengan lembut,
“Lo siansu, para empek dan paman sekalian, apakah semuanya berada dalam keadaan baikbaik?”
“Tak usah banyak adat!” sahut Ciu Thian-hau dengan nada rendah.
Mendengar jawaban tersebut, Chin Wan-hong alihkan kembali sorot matanya ke arah gelanggang
pertarungan, ia saksikan pertarungan itu meskipun masih berlangsung dengan seru namun siapa
menang siapa kalah masih belum ditentukan, maka dia maju kedapan dan serunya dengan suara
lantang, “Harap saudara berdua hentikan dulu pertarungan itu, aku hendak menyampaikan
beberapa patah kata lebih dahulu kepada semua jago.
Hoa Thian-hong cukup mengenali tabiat dari istrinya, dalam keadaan seperti ini tak mungkin dia
akan tampilkan diri untuk ber bicara seandainya ia tidak mendapat perintah dari ibunya.
Maka setelah mendengar perkataan itu, timbullah niatnya untuk menghentikan pertarungan itu.
Tang Kwik-siu sendiri sedari tadi sudah berniat untuk meng-hentikan pertarungan, maka ketika
sorot mata mereka berdua saling terbentur satu
dihentikan
Hoa Thian-hong melepaskan cekalannya pada sabuk naga emas itu dan mereka berdua dengan
napas tersengkal mengundurkan diri kebelakang.
Chin Wan-hong mendekati suaminya dengan wajah serius ia lantas berkata, “Ibu memerintahkan
kepadaku untuk menyampaikan beberapa patah kata kepada khalayak ramai, katanya harta
karun yang tersimpan dalam istana Kiu ciu kiong merupakan hasil jerih payah dari leluhur kita
semua, sepantasnya kalau benda-benda itu diselesaikan oleh khalayak ramai secara bersamaGrafity,
http://mygrafity.wordpress.com
621
sama, siapa yang berhak mendapatkan benda itu dia harus diberi benda yang menja-di hak
miliknya sedangkan benda yang tak ada pemiliknya akan menjadi milik setiap orang yang ikut
dalam pekerjaan penggalian ini. Sudah terlalu lama benda-benda mustika tersebut terkubur
didalam perut bumi, terlalu sayang rasanya kalau benda-benda itu dibiarkan terkubur untuk
selamanya, maka menjadi kewajiban kitalah untuk bersama-sama menggali tanah dan
menemukan kembali istana yang terpendam ini, kami akan berusaha dengan sejujur-jujurnya
dan sebijaksana mungkin, bila ada diantara kami yang bertindak tak jujur ataupun
mementingkan kebutuhan sendiri, kami bersedia menerima ganjaran dan hukuman dari setiap
orang, demikian pula dengan saudara sekalian, bila diantara kalian ada yang tamak dan berusaha
mencari keuntungan bagi diri sendiri tak segan-segan kami akan mengambil tindakan tegas
untuk menjatuhkan hukuman yang setimpal kepadanya, harap saudara semua suka mencamkan
kata-kata kami ini!”
Fajar baru saja menyingsing diufuk sebelah timur, sinar sang surya yang berwarna keemasemasan
memancar diatas wajahnya yang jeli dan agung.
Beratus-ratus pasang mata ditujukan keatas wajah dara itu, mendengarkan tiap patah kata yang
merupakan suara hati dari Hoa Hujin, hampir tiap jago yang ada disana telah memusatkan
perhatian serta mendengar kata-katanya dengan bersungguh-sungguh hati.
Tiba-tiba Tio Sam-koh berseru kembali dengan suara lantang, “Sekali lagi aku harap saudara
sekalian dengar baik-baik kata-kata kami ini, pertama kami sudah bertekad untuk turut serta
dalam usaha penggalian harta ini, bila harta karun itu sudah ditemukan, kami akan mendapatkan
benda-benda yang tak dimaui orang lain. Kedua setiap benda yang ada pemiliknya baik orang itu
adalah orang baik mau pun orang jahat Sekalipun dia adalah manusia yang jahatnya bukan
kepalang atau mempunyai dendam sakit hati dengan kami, benda yang menjadi hak miliknya
tetap akan kami serahkan kepadanya!”
Setelah beberapa kata itu diutarakan keluar, para penggali harta yang terdiri dari aneka ragam
manusia, diam-diam merasa ke-girangan, bahkan para jago dari golongan Hong-im-hwie serta
Thong-thian-kauw juga ikut merasakan jantungnya berdebar keras, mereka merasa ada harapan
untuk ikut memperoleh harrta karun itu jika para jago dari golongan lurus yang memimpin usaha
penggalian ini, apalagi setelah Hoa Thian-hong menghajar Tang Kwik-siu tadi berarti pula telah
selamatkan puluhan lembar jiwa, seketika itu juga semua orang merasa tertarik sekali oleh usul
ini….
Tiba-tiba Thian Ik-cu angkat muka dan berkata, “Jika pekerjaan besar ini benar-benar
dilaksanakan sesuai dengan dua cara tersebut, kami semua bersedia untuk menunggu perintah!”
Perkataan itu diutarakan tanpa ujung atau pun pangkalnya, apalagi berbicara sambil menghadap
langit, orang tak tahu kata-kata itu sebenarnya ditujukan kepada siapa, tapi sementara jago
dapat meraba pula kalau kata-kata itu sedang ditujukan kepada Hoa Thian-hong.
Bagi Hoa Thian-hong sendiri, ia lebih mengutamakan suksesnya pekerjaan itu dari pada mencari
keuntungan bagi diri sendiri, cepat dia menjura kemudian sahutnya, “Pekerjaan ini adalah
pekerjaan besar dari kita umat manusia, kata perintah tak berani kuterima, kalau toh totiang
sekalian be sedia turut serta dengan pekerjaan besar ini, hal tersebut tentu saja jauh lebih baik
lagi….”
Tiba-tiba terdengar seseorang berseru dengan suara yang amat nyaring dan lantang, “Apabila
Hoa kongcu bersedia memimpin pekerjaan besar ini, kami semua bersedia untuk meleksanakan
tugas yang dibebankan kepada kami, tak sepatah katapun kami berani membantah”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
622
Hoa Thian-hong berpaling, ia lihat orang yang berbicara adalah seorang laki-laki kekar yang
berwajah asing baginya, sebelum ini belum pernah ia temui orang tersebut.
Tio Ceng tang yang berada di sisinya segera memperkenalkan lelaki itu kepada Hoa Thian-hong,
“Orang ini she Huan bernama Thong, leluhurnya pukulan sakti Huan Teng adalah orang pertama
yang kecurian kitab pusakanya oleh Kiu-ci Sinkun….”
“Oooh rupanya saudara Huan” sapa Hoa Thian-hong sambil menjura, “kitab pusaka
boh adalah benda pusaka milik keluarga Huan, bila benda-benda itu dapat ditemukan, sudah
pasti akan kami serahkan kepada saudara Huan.”
Berbicara sampai disitu, dengan sinar mata yang luar biasa tajamnya, ia menyapu sekejap wajah
Kiu-im Kaucu, Tang Kwik-siu serta Pek Siau-thian, kemudian katanya lagi, “Saudara sekalian,
menurut pendapatku, mulai hari ini pekerjaan penggalian lebih baik dibagi jadi dua bagian, yaitu
kerja pagi dan kerja malam, tiap bagian dikerjakan oleh dua kelompok manusia secara bergilir,
biarlah aku dan saudara Huan Thong sekalian terhitung sebagai satu kelompok dan Jin lo
enghiong serta Thian Ik totiang jadi kelompok kedua, kami akan kerjakan pada giliran yang
partama ini….”
“Memang bagus sekali cara itu!” seru Kho Hong-bwee dengan lantang, “orang-orang Sin-kiepang
merupakan satu kelompok tersendiri dan akan bekerja pada malam harinya”
Mendengar ucapan itu Hoa Thian-hong sejera berpikir dihati, “Pada saat ini hati orang mulai
goyah dan inilah kesempatan yang paling baik untuk mempengaruhi hati orang, setelah bibi
memberikan persetujuannya, lebih baik aku tak usah mengurusi bagaimanakah sikap dari Pek
Siau-thian lagi….”
Berpikir sampai disini, dia lantas berseru, “Tang Kwik siangbunjin, partaimu bersedia bekerja
disiang hari ataukah bekerja di malam hari?”
Sejak berakhirnya pertarungan tadi, Tang Kwik-siu merasa hatinya kalut dan uring-uringan,
sekarang melihat ada kesempatan untuk mele-paskan diri dari keadaan yang serba kikuk ini,
cepat sahutnya, Biarlah kami dan rombongan Sin-kie-pang beristirahat disiang hari, giliran kerja
kami malam nanti!”
Hoa Thian-hong berpaling ke arah Kiu-im Kaucu, lalu tanyanya dengan suara dalam, “Kaucu
berulangkali mengatakan bahwa kekuatan kalian selalu mendukung setiap usulku, untuk
kesediaan tersebut aku merasa amat berterima kasih sekali, dikemadian hari budi kebaikan ini
tentu akan kami balas, entah apakah kaucu bersedia kerja?”
Diam-diam Kiu-im Kaucu menghela napas panjang, pikirnya, “Aaai….! Bocah ini bisa tampilkan
diri dari sekian banyak jago yang ada, jelas kejadian ini bukan suatu kejadian secara kebetulan
saja”
Selama ini ia selalu menggembor-gemborkan bahwa kedatangannya ketempat ini adalah untuk
membantu Hoa Thian-hong, setelah ucapan itu diutarakan keluar tentu saja ia tak dapat menarik
kembali kata katanya itu, apalagi tiap kelompok kekuatan sudah sanggup melakukan
kewajibannya.
Kiu-im Kaucu tahu bila ia menampik pekerjaan tersebut, maka dia akan menjadi sasaran orang
banyak, terutama posisi Hoa Thian-hong yang begitu baik disaat itu, asal ia beri komando
niscaya setiap orang yang hadir disitu dengan senang hati akan bantu mengerubuti mereka,
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
623
sebab bagaimana pun punahnya kelompok mereka berarti mengurangi satu saingan untuk
mendapatkan harta karun.
Apalagi Hoa Thian-hong adalah pemimpin mereka yang tertinggi, perempuan itu sadar bahwa
kepandaian silatnya masih bukan tandingan lawan.
Pelbagai ingatan berkecamuk dalam benaknya, ia merasa dirinya harus pandai memutar kemudi
dalam situasi seperti ini, karena itu sebelum Hoa Thian-hong menyelesaikan kata-katanya, sambil
tertawa dia telah menukas, “Jumlah anggota kelompok Kiu-im-kauw sangat banyak, begini saja,
biarlah aku berbuat kebaikan sampai pada dasarnya, kami orang-orang dari Kiu-im-kauw akan
terbagi jadi dua kelompok yang akan bekerja secara bergilir baik siang maupun malam,
bukankah hasilnya akan jauh lebih memuaskan?”
“Banyak bekerja malah mengundang kegagalan, lebih baik aku tak banyak bicara!” pikir Hoa
Thian-hong dalam hati.
Ia lantas memberi hormat dan berkata, “Kami siap menerima pernyataan dari kaucu, kalau
memang begitu sekarang juga pekerjaan ini akan kita mulai!”
Habis berkata ia memberi tanda kepada kawanan penggali harta yang aneka ragam itu,
kemudian dengan langkah lebar menuju ke
Diiringi tempik sorak dan suara teriakan yang gegap gempita, berangkatlah kawanan jago
persilatan itu menuju kelokasi penggalian.
Orang-orang dari Hong-im-hwie serta Thong-thian-kauw adalah jago jago yang kalah perang
sekalipun mereka dimusuhi oleh kaum lurus maupun dari kalangan rimba hijau, namun kekuatan
mereka terhitung cukup lumayan untuk mempertahankan diri.
Justru kelompok aneka ragam manusia inilah merupakan jago-jago dari kalangan paling lemah,
untuk menentang Sin-kie-pang atau Kiu-im-kauw jelas bukan tandingan, meskipun mereka hadir
disitu, toh yang bi sa dilakukan hanya melotot belaka, sedikit salah bertindak niscaya bencana
akan menimpa diri mereka.
Sekarang Hoa Thian-hong telah memimpin mereka untuk bekerja, bisa dibayangkan betapa
gembiranya semua orang atas kejadian ini.
Selama beberapa hari terakhir, orang orang orang Sin-kie-pang dan Seng sut pay sudah
membuat sebuah liang besar selebar sepuluh kaki lebih menuruti peta biru yang dilukis Tiangsun
Pou, liang besar itu lebar di atas dan sempit dibawah, tangga dibuat disana sini, karena besarnya
tempat yang harus digarap maka walaupun sudah empat hari bekerja, luas liang itu baru dua
kaki.
Tiangsun Pou membagi rombongan pekerja itu menjadi dua bagian, orang-orang dari Hong im
bwe dan Thong-thian-kauw bekerja disebelah kiri, sedangkan para jago dari aneka ragam
manusia itu bekerja dikanan.
Hoa Thian-hong telah melepaskan jubahnya siap untuk bekerja, tapi ditolak oleh para jago
lainnya.
Dengan suara lantang Tio Ceng tang berteriak, Hoa kongcu, engkau adalah pemimpin kita yang
memikul tanggung jawab besar ini, tak pantas kalau engkau turun tangan sendiiri.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
624
“Benar!” sambung yang lain, “bagaimana pun juga Hoa kongcu harus simpan tenaga untuk
bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan!”
“Waah kalau begitukan kasarannya aku sudah dijadikan tukang pukul oleh mereka” batin Hoa
Thian-hong dihati.
Sebelum dia sempat mengucapkan sesuatu, terdegar seseorang ber seru lagi dengan lantang,
“Lebih baik Hoa kongcu kita jadikan mandor saja!”
“Betul!” sambung yang lain, “Hoa kongcu adalah mandor kita!”
Suara hiruk pikuk dan seruan para jago berkumandang dari
Akhirnya setelah didesak pula oleh Tiang sun Pou dan empat datuk dari bukit Huang-san, mau
tak mau Hoa Thian-hong menerima juga tawaraanya ini, bahkan memerintahkan Hoa In dan
Harimau pelarian Tiong Lian untuk bekerja lebih keras agar menutupi pekerjaan dari bagiannya.
Cu Im taysu, Ciu Thian-hau serta Suma Tiang cing tiga orang telah mengambil keputusan pula
untuk tidak mengambil benda mustika apapun juga, karenanya mereka malas untuk bekerja.
Chin Pek-cuan yang sudah tua berhasrat untuk memberi sanjungan kepada menantunya, ia
memaksa untuk turun tangan sendiri, ditemani Chin Giok-liong dan Bong pay merekapun ikut
terjun ke tempat kaum penggali harta itu.
Sementara semua orang masih ribut-ribut, tiba-tiba Chin Wan-hong memanggil Bong Pay, lalu
ujarnya, “Bong toako, siau moay ada beberapa patah kata hendak dibicarakan dengan diri toako,
bersediakah engkau untuk mendengar-kan perkataanku ini?”
“
Chin Wan-hong memandang sekejap sekeliling tempat itum ketika dilihatnya sekitar tempat itu
banyak orang, bibirnya yang sudah bergerak segera dibatalkan kembali.
Bong pay adalah seorang jago muda yang berjiwa terbuka, menyak-sikan hal tersebut cepat
serunya, “Ditempat ini tak ada orang luar, mau bicara katakan saja secara blak-biakan!”
Chin Wan-hong tersenyum.
“Ketika siau moy lewat di wilayah Tian Cu, secara kebetulan telah berjumpa dengan Cu
locianpwe!”
“Betul! Kami sedang kebingungan, padahal Cu locianpwe toh sudah berangkat keselatan kenapa
sampai sekarang ia belum juga tiba ditempat ini?” sela Hoa Thian-hong.
“Cu locianpwe mengatakan akan pergi ke
sahahat karibnya, katanya orang itu mempunyai sangkut paut yang sangat besar dengan
pekerjaan penggalian harta karun ini!”
“Apakah Cu supek ada pesan yang akan disampaikan kepadaku?” tanya Bong Pay.
Sambil tersenyum Chin Wan-hong mengangguk.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
625
“Cu locianpwe berpesan kepadaku katanya usia toako sudah meningkat dewasa sepantasnya
kalau dengan usia sedewasa itu toako harus mencari seorang istri untuk menyambung
keturunan, katanya nona Pek dari Sin-kie-pang adalah pasangan yang ideal bagimu, maka beliau
memerintahkan siau moay untuk menjodohkan kalian berdua!”
“Aaah! aku tak mau tahu tentang urusan ini!” seru Bong Pay dengan wajah merah padam, habis
berkata ia lantas putar badan dan berlalu dari situ .
“Eeeh…. eeeh…. toako, tunggu sebentar!” seru Chin Wan-hong lagi dengan gelisah.
Terpaksa Bong Pay berhenti katanya dengan gelisah.
Aku tak mau turut campur, bagaimana Cu supek memerintahkan dirimu, lebih baik engkau saja
yang mengerjakan perintah itu.
Tiangsun Pou yang berdiri disambing tiba-tiba menyela, “Eeh…. bukannya aku membantu
sahabat lamaku untuk berbicara, hakekatnya keponakan perempuanku Soh-gie adalah seorang
dara yang cantik jelita dan halus berbudi, dia merupakan calon istri yang paling bagus, siapa bisa
memperistri dirinya yang banyak hok ki dan banyak rejeki bakalnya.”
Hoa Thian-hong sendiripun berkata dengan wajah serius.
“Enci Soh-gie adalah pilihan yang paling tepat bagi saudara Bong, enci Hong! Bagaimanapun
juga engkau harus mensukseskan perjodohan ini!”
Chin Wan-hong termenung dan berpikir sebentar, kemudian berkata, “Aku cuma menguatirkan
tentang satu urusan!”
“Apa yang kau kuatirkan? Bong toako dan enci Soh-gie adalah pasangan yang paling ideal, kedua
belah pihak toh sudah menyetujui akan hubungan mereka itu!”
“Pek pangcu tidak berputra dan lagi tak pernah menerima murid, seandainya ia minta Bong toako
untuk masuk kerumah pihak perempuan setelah menikah nanti, bagaimana jadinya?”
Berbicara sampai disini, sorot matanya lantas dialihkan keatas wajah Bong Pay.
Sekali lagi merah padam selembar wajah Bong Pay lantaran jengah.
“Aku tak mau!” serunya lagi.
Ia putar badan dan berlalu dengan langkah lebar.
Tiba-tiba satu ingatan terlintas dalam benaknya, dia lantas berpikir dihati, “Betul juga
perkataannya, andaikata setelah kawin nanti aku di minta untuk masuk kerumah pihak
perempuan, apa yang musti kulakukan untuk mengatasi persoalan ini?”
Berpikir sampai disitu, tanpa sadar dia lantas berhenti dan berdiri termangu-mangu….
Betapa susah dan sedihnya Chin Wan-hong karena tidak memperoleh jawaban yang memuaskan
hati, ia lantas berpaling ke arah suaminya seraya bertanya, “Engkoh Hong, menurut pendapatmu
apa yang harus kita lakukan?”
“Aku juga tak turut campur!” sahut Hoa Thian-hong sambil tertawa.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
626
Selesai berkata dia lantas berjalan menuju ke arah kaum pekerja yang sudah mulai melakukan
penggalian.
“Eeeh…. eeeh…. engkoh Hong tunggu sebentar!” buru-buru Chin Wan-hong berseru.
Ia memburu maju kedepan kemudian bisiknya dengan lirih, “Ibu memerintahkan aku untuk
menyampaikan beberapa patah kata ke padamu, pada bagian yang terpenting aku belum sampai
mengutarakannya dihadapan umum!”
“Apa petunjuk ibu yang lain?” tanya sang pemoda dengan wajah serius.
Dengan suara rendah jawab Chin Wan-hong, “Menurut ibu, bila ilmu silatmu tak bisa menandingi
mereka maka berusahalah dengan sepenuh tenaga, asal engkau sudah berusaha dengan
semampu mungkin, hal itu sudah lebih dari cukup, sebaliknya kalau ilmu silatmu dapat
menangkan orang lain maka engkau musti menaklukan hati orang dengan budi kebaikan serta
tindakan yang bijaksana!”
Agak tertegun Hoa Thian-hong setelah mendengar perkataan itu, serunya kemudian, “Belum
pernah ibu mengajarkan aku untuk menaklukan hati orang dengan budi kebaikan serta tindakan
yang bijaksana!”
“Bila kekuatanmu sudah melampaui orang lain, saat itulah dengan budi kebaikan engkau baru
bisa menaklukan hati orang, dulu ibu tidak pernah mengajarkan teori ini kepadamu, hal ini
disebabkan ilmu silatmu belum berhasil mencapai pada puncaknya!”
***
HOA THIAN-HONG berpikir sebentar lalu bertanya lagi, “Apakah ibu tak akan datang kemari?”
Chin Wan-hong manggut tanda membenarkan.
“Pada waktu ini, ibu, Siau Ngo-ji serta Haputule sedang berlatih ilmu silat, bila datang kemari
maka latihan mereka akan terganggu, dan lagi mereka kuatir orang muda gampang terpikat oleh
harta karun, maka lebih baik sama sekali tidak muncul saja!”
Hoa Thian-hong menghela nafas panjang.
“Aaai….! Pengetahuan serta pengalaman ibu memang jauh lebih luas daripada aku, rupanya dia
orang tua sudah tak mau mencampuri urusanku lagi, maka sengaja suruh aku merasakan pahit
getirnya manusia.”
“Tapi keadaan situasi pada saat ini toh tidak terlalu jelek!” seru Chin Wan-hong.
Hoa Thian-hong tidak langsung menjawab, ia melirik sekejap sekeliling tempat itu, setelah
melihat tak seorangpun berada disitu, barulah pemuda itu berkata lagi, “Suasana tenang dan
damai yang kau lihat pada saat ini hanya bersifat sementara, akhirnya toh persoalan ini harus
diselesaikan diujung senjata, harta karun itu pasti akan dirampok mereka dengan menggunakan
ilmu silat!”
“Aku dengar jumlah harta karun yang tersimpan dalam istana ini tak terhingga banyaknya!” bisik
Chin wang hong.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
627
Hoa Thian-hong tertawa getir.
“Sampai dimanapun banyaknya benda tersebut, toh tetap tak akan lebih banyak dari kawanan
jago yang berkumpul disini, sekalipun setiap orang bisa dibagi dengan satu macam barang, tapi
nilai dari benda berharga itu
sedikit sekali.”
“Asalkan kita tak ambil satu macam bendapun dan membagi ke semuanya itu buat orang lain toh
sama saja artinya!”
Hoa Thian-hong tertawa, “Cara ini tidak akan dapat menyelesaikan persoalan tersebut, misalnya
saja ada sebiji buah Cu ko, dimana barang siapa memakannya maka dia akan ewet muda dan
panjang usia, kemudian Pek Siau-thian menginginkannya, Tang kwit Siu juga menginginkannya
sedang Kiu-im Kaucu juga berharap bisa mendapatkannya, kalau tidak di selesaikan secara
bertarung bagaimana persoalan ini bisa diatasi?”
Chin Wan-hong tersenyum
“Asal benda itu bisa dibagi menjadi tiga bagian hingga semua orang dapat merasakannya
bukankah urusan akan beres?”
Tersenyum getir Hoa Thian-hong setelah mendengar perkataan itu.
“Aaai! Kamu ini masa dalam keadan seperti inipun, masih punya kegembiraan untuk menggoda
aku, andaikata benda itu adalah suatu benda yang tak bisa dibagi lantas bagimana caranya uatuk
mengatasi persoalan itu?”
“Pokoknya kita akan berjuang demi kepentingan umum dan berbuat menurut kemampuan yang
kita miliki”
Hoa Thian-hong menghela nafas panjang.
Yaa, setelah persoalan ini diurus kita, maka aku harap persoalan ini bisa diselesaikan dengan
cara yang sebaik-baiknya, kalau toh masalah ini berakhir dengan bencana, dan keadaan yang
kurang memuaskan, bukan saja kita akan sia-sia berjuang, malahan perasaan hati kita jadi sedih
dan menyesal untuk selamanya.
Cbin Wan bong mengangguk, dengan wajah serius ia berkata, Kalau begitu biarlah kuikat dulu
tali perkawinan antara Bong tosko dengan Pek toa sinciu, asalkan kita sudah punya hubungan
famili dengan pihak Sin-kie-pang, maka andaikata terjadi suatu keributan niscaya Pek lo pangcu
akan menjual muka kepadamu, bila tindakan ini kurang cukup maka engkau pun boleh mengikuti
jejak Bong toako dengan mengikat tali hubungan dengan pihak Sin-kie-pang.
“Huuuss jangan sambarangan bicara” sela Hoa Thian-hong sambil tertawa, “Pemuka dunia
persilatan tak mungkin bersedia tundukkan kepala dihadapan Pek Siau-thian, mengenai
perkawinan dari Bong Toa ko dan enci Soh-gie lebih baik engkau saja yang menjadi mak
comblangnya, tak usah kau menanyakan soal pendapat dari jago-jago lain, dari pada terjadi halhal
yang tak diinginkan yang akan mengakibatkan gagalnya persoalan ini!”
Chin Wan-hong menganggut seraya mengiakan maka Hoa Thian-hong kembali ke arena
penggalian untuk menjadi mandor, sedangkan Chin Wan-hong kembali keatas bukit untuk
memberi hormat kepada gurunya dan Cu Im taysu sekalian, setelah itu berbicara pula dengan
saudara-saudara seperguruannya.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
628
Dalam kerepotan akhirnya ia berhasil pula menyingkirkan sedikit waktu untuk berkunjung
kerumah kayu yang dibuat orang-orang dari perkumpulan Kiu-im-kauw.
Ketika Kiu-im Kaucu melihat kedatangannya, ia segera menyambut kedatangan perempuan itu
diluar pintu rumah, sapanya sambil tertawa, “Sau hujin apakah kedatanganmu kemari adalah
untuk menengok Ku Ing-ing?”
Cepat Chin Wan-hong memberi hormat dan menyahut, “Selain menengok enci Ing ing,
kedatanganku juga memberi hormat kepada kaucu!”
“Haahh…. haaahh…. haaahh, sau hujin tak usah sungkan-sungkan!” seru Kiu-im Kaucu sambil
tertawa terbabak-bahak, “aku tak berani menerima penghormatanmu itu, maaf! Tempat ini tak
sesuai untuk menerima tamu”
Ia lantas berpaling ke arah Giok Teng Hujin dan melanjutkan, “Sau hujin baru kali ini datang
kemari, temanilah dia untuk berjalan-jalan keempat penjuru sembari menikmati keindahan alam.”
“Ing ing terima perintah!” sahut Giok Teng Hujin sambil memberi hormat.
Chin Wan-hong sendiri memang kuatir kalau disitu terlalu banyak orang hingga ia tak leluasa
untuk berbicara, mendangar perkataan itu dia lantas mohon diri dan mengajak Giok Teng Hujin
berlalu dari sana.
Sejak dulu sampai sekarang antara kedua orang ini boleh dibilang sama sekali tak ada ganjalan
hati, sekalipun Giok Teng Hujin mencintai diri Hoa Thian-hong, akan tetapi Chin Wan-hong sama
sekali tidak menaruh rasa cemburu, maka setelah berjalan agak jauh, Chin Wan-hong buka suara
sambil berkata, “Enci, wajahmu!”
Giok Teng Hujin masih mengenakan kain cadar hitam diatas wajahnya, mendengar perkataan itu
dia lantas tertawa.
“Wajahku telah berkeriput dan menjadi tua karena siksaan yang kuderita, apakah Thian-hong
belum menceritakan kejadian ini kepadamu?” sahutnya lembut.
Chin Wan-hong menggeleng.
“Mungkin karena banyak orang dan lagi Thian-hong sedang sibuk mengurusi soal penggalian
harta, maka ia belum menceritakan sesuatu tentang diri enci”
Tiba-tiba dia menghela napas panjang, lanjutnya lebih jauh, “Aku jadi teringat dengan Leng-ci
berusia seribu tahun itu, bila benda mustika itu masih berada disakumu maka sekarang cici tak
perlu menguatirkan soal keriput diatas wajah lagi”
Mendengar perkataan itu, Giok Teng Hujin tertawa.
“Benar, mustika yang berada didunia ini hunya bisa dinikmati oleh mereka yang punnya rejeki
besar, encimu tak lebih cuma seorang perempuan buangan tak berguna, tidak terjerumus
kedalam neraka sudah merupakan suatu keberuntungan, sekalipun Leng-ci itu masih ada, belum
tentu aku bisa menikmatinya.
“Aaah…. enci pandai bergurau!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
629
Setelah berhenti sebentar, lanjutnya, “Thian-hong sudah terlalu banyak memerima budi kebaikan
dari cici, hutang kami kepadamu sudah tak terhitung jumlahnya, dan lagi kakakku Giok liong juga
tertolong jiwanya lantaran Leng-ci mustika itu, boleh dibilang kami keluarga Hoa dan Chin
merasa amat berterima kasih sekali atas budi dan pertolongan dari cici itu!”
Giok Teng Hujin tertawa.
Suma tayhiap juga bentrok dengan Kiu-im Kaucu lantaran Leng-ci berusia seribu tahun itu,
sungguh tak kusangka demikian banyak orang yang berterima kasih kepadaku karena persoalan
itu.
Chin Wan-hong tersenyum, dengan wajah serius ia berkata lagi, “Mertuaku adalah seorang
manusia yang luar biasa, dia orang tua sangat memikirkan tentang kehidupan cici, apa lagi
setelah baru-baru ini memperbincangkan tentang diri cici, maka setelah dipikir pulang pergi
beliau merasa bahwa daripada cici sekalian bercokol di perkumpulan Kiu-im-kauw serta
berkeliaran dalam dunia persilatan alangkah baiknya kalau cici datang saja keperkampungan Liok
Soat Sanceng dan berdiam disitu bersama kami, tentunya cici bersedia untuk memenuhi harapan
kami ini bukan?”
Tertegun Giok Teng Hujin setelah mendengar perkataan itu, lama sekali dia tertegun dan untuk
sesaat tak tahu apa yang musti diucapkan.
Ia tahu Chin Wan-hong sebagai seorang yang jujur tidak mungkin akan membohongi dirinya,
padahal ucapan dari Hoa Hujin selalu sekokoh batu karang, apa yang telah diutarakan keluar
berarti pula persoalan itu telah diputuskan olehnya, tak mungkin masalah itu hanya diutarakan
karena basa basi belaka.
Tapi ingatan lain lantas terlintas dalam benaknya, yang di masudkan untuk berdiam di
perkampungan Liok soat san ceng berarti pula pengakuan langsung dari Hoa Hujin atas
hubungannya dengan Hoa Thian-hong, hal ini berarti pula kalau dia telah menyetujui hubungan
perkawinan mereka berdua.
Kejadian semacam ini hampir boleh dikata sama sekali tak terduga, tentu saja untuk sesaat
lamanya ia jadi kelabakan sendiri.
Namun bagaimanapun juga dia adalah jago silat kawakan yang sudah kenyang makan asam
garam, setelah tertegun beberapa saat lamanya diapun menggeleng.
“Budi kebaikan dia orang tua tak akan kulupakan selamanya”, ia berkata dengan suara berat,
“tapi aku hanya bisa menerima maksud baiknya itu didalam hati saja tak mungkin bisa kupenuhi
harapan dari dia orang tua”
Setelah berhenti sebentar sambungnya lagi, “Hian moay adalah seorang perempuan yang
bijaksana, terus terang kukatakan bahwa akan tidak menolak maksud tersebut hanya aku malu
dengan diriku sendiri, persoalanku ini jangan kau anggap sebagai suatu tindakan pura-pura, aku
telah mengambil keputusan ini dengan bersungguh hati!”
Chin Wan-hong merasa sedih dan serba salah, setelah termenung sebentar iapun berkata, “Kalau
toh enci tidak memandang asing diriku, Siau moay juga tak akan menganggap kau sebagai orang
luar, biarlah kujelaskan lebih dahulu duduknya persoalan ini sehingga engkau tahu dimanakah
letak sumber dari keputusan ini.”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
630
Setelah berpikir sebentar, ia melanjutkan, “Sejak dulu sampai sekarang keluarga Hoa adalah
keluarga besar dunia persilatan, nama besar ini bukan direnggut lantaran mengandalkan ilmu
silat belaka, ambillah contoh diri mertuaku, dia orang tua boleh dibilang merupakan pendekar
besar diantara kaum wanita, perbuatan dan tindakannya lebih mengutamakan keadilan serta
kejujuran, ia rela kehilangan rumah dan hidup sengsara daripada melakukan perbuatanperbuatan
yang bertentangan dengan jiwa ksatria nya dan kini enci menaruh budi kebaikan
kepada Thian-hong!”
Giok Teng Hujin menggerakkan bibirnya seperti mengucapkan sesuatu tapi sebelum kata-kata
tersebut sempat diutarakan keluar, rupanya Chin Wan-hong sudah dapat menebak suara hatinya,
cepat ia melanjutkan lebih jauh, “Yang dimaksudkan sebagai budi disini bukanlah budi dari Lengci
berusia seribu tahun itu, melainkan budi yang diterima Thian-hong sejak berkenalan dengan
cici, soal Leng-ci mungkin saja bisa diganti dengan benda yang sama, tapi budi yang diterima
karena bantuan dan cinta kasih cici, kalau tidak dibalas dengan cinta kasih pula, masakah bisa
diganti dengan benda lain?”
“Tapi cinta kasih yang kuberikan kepada Thian-hong toh muncul karena kemauanku sendiri, aku
sama sekali tidak mengharapkan balas jasa dari dirinya!”
“Mengharapkan pembalasan atau tidak adalah urusan cici sendiri” kata Chin Wan-hong dengan
serius, “tapi yang pasti orang persilatan memandang soal budi sebagai persoalan yang paling
penting, mertuaku tak ingin Thian-hong menjadi orang yang lupa budi, tak mau melihat didunia
ini ada kejadian yang tak adil, selain itu aku sendiripun berharap semua kekasih yang ada didunia
ini bisa dilanjutkan ke jenjang perkawinan, aku tak ingin melihat didunia ini adalah laki-laki yang
putus cinta, ada gadis yang merana…. maka aku harap engkau bersedia menerima tawaran kami
ini!”
Giok Teng Hujin tertawa, katanya, “Hatimu terlalu welas kasih dan halus bagaikan Pousat,
apakah engkau tidak merasa bahwa perbuatanmu ini sedikit kelewat batas?”
Chin Wan-hong tersenyum.
“Soal itu lebih baik tak usah dibicarakan katanya, marilah kita bicarkan lagi soal tentang keluarga
Hoa, sebagaimana engkau tahu meskipun keluarga Hoa adalah keluarga yang dihormati orang
banyak…. toh keluarga ini hidup dari ilmu silat, berbeda jauh dengan kalangan keluarga
hartawan atau pejabat yang turun temurun karena pangkat, kami menuruti peraturan persilatan
yang di bicarakan adalah aoal cengli dan kami tak terikat oleh adat ataupun tata cara lain. Bagi
pandangan kami asal hal itu terasa pantas dan tidak jelek maka sekalipun Thian-hong punya dua
istri atau tambah lagi dengan tiga empat orang istri juga tak menjadi soal, lagi pula barang siapa
yang sudah dinikahi olehnya kami anggap sebagai istri yang sah tak akan kami bedakan apakah
dia adalah istri yang sah atau gurdik!”
Giok Teng Hujin tertawa.
“Sudahlah!” ia berseru, “dahulu aku tidak kenal dengan kau tapi belakangan ini sering kudengar
watak serta tabiatmu dari mulut Thian-hong dan akupun semakin memahami dirimu, aku dapat
mengerti betapa besar jiwamu, coba bayangkan seandainya perempuan yang pertama kali
dikawini Thian-hong bukan kau melainkan Pek Kun-gie, mungkin rumah tangganya akan
bertambah rumit dan penuh dengan persoalan yang memusingkan kepala, Thian-hong tak akan
punya niat untuk berlatih si at lagi apalagi menyelenggarakan usaha penggalian harta karun?”
Chin Wan-hong tersenyum.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
631
“Sejak dilahirkan aku memang memiliki lidah yang kaku, bagaimanapun juga lidah yang kaku ini
sudah mati rasa sehingga tak bisa kurasakan bagaimana rasanya orang cemburu atau iri….!”
“Betul, orang lain mungkin saja dapat membagi cinta kasih dari Thian-hong” ujar Giok Teng Hujin
sambil tertawa, “tapi siapa pun tak dapat membelah hatinya, sebab dia telah persembahkan
hatinya hanya bagimu seorang.”
Chin Wan-hong tertawa.
Kalau orang makan buah Tho maka yang dimakan adalah dagingnya, siapa yang suka makan
bijinya? Begitu pula dengan kaum perempuan, yang mereka butuhkan hanya cinta kasih, siapa
yang memperdulikan hatinya bagaimana? Sejak dilahirkan aku memang punya takaran yang
kelewat kecil, kalau makan kebanyakan malahan tak bisa di cernakan”
Setelah berhenti sebentar lanjutnya lebih jauh, Lebih baik kita tak usah banyak membicarakan
masalah yang tak berguna, biarlah siau moay bicarakan masalah yang lebih penting saja.
Oooh…. kiranya engkau sedang melaksanakan perintah, anggaplah enci sedih merasakan
kelihayanmu hari ini” seru Giok Teng Hujin sambil meleletkan lidahnya.
Chin Wan-hong ikut tersenyum, katanya dengan serius, “Cici, kalau menyuruh Thian-hong
memutuskan hubungan dengan engkau, maka kejadian ini kurang begitu bijaksana, tapi kalau
membiarkan kalian berhubungan terus, padahal engkau masih keluyuran didepan, sudah pasti
Thian-hong akan dicemooh dan ditertawakan orang. Engkau toh tahu betapa ketat dan kerasnya
pendidikan mertua ku terhadap putranya? Bukan saja beliau akan dimaki orang karena tak becus,
siau moay sendiripun akan diejek orang sebagai nyonya yang suka cemburuan…. waah, kalau
sampai semua keluarga kena dicemooh orang, kan urusannya jadi berabe? Makanya hanya ada
satu cara untuk mengatasi persoalan ini, yakni memboyong cici pularg kerumah, setelah upacara
resmi diadakan, maka kita semua akan hidup dengan penuh kegembiraan.”
Giok Teng Hujin tertawa.
“Waah! Engkau memang sangat lihay, berbicara pulang pergi akhirnya toh demi kepentingan
dirimu sendiri.”
Setelah berhenti sebentar, dengan serius dia melanjutkan, “Aaaiii! Bila Thian-hong lanjutkan
hubungannya dengan aku, lantas bagaimana dirimu? Tentang soal ini aku sudah memikirnya
sedari dulu, cuma dahulu kita tak kenal maka tak bisa dikatakan lagi dan sekarang setelah kita
berkenalan bagaimanapun Juga aku ikut memikirkan keadaanmu, biarlah maksud baikmu itu
akan kubalas dike mudian hari!”
Cepat Chin Wan-hong geleng kepala.
“Cici,” katanya dengan serius, “Thian-hong adalah seorang anak yang amat berbakti, bila ibunda
telah melarang Thian-hong untuk berhubungan dengan engkau maka bubungan cici dengan
Thian-hong tak akan berlangsung sampai hari ini, dia orang tua bukan seorang manusia yang
gampang mengambil keputusan akan tetapi bila ia sudah mengambil keputusan maka yang
diharapkan adalah kesuksesan, bila cici bersungguh hati mencintai Thian-hong seharusnya
dengan ke dudukanmu sebagai seorang angkatan muda keluarga Hoa engkau taati perkataan
dari beliau, apa gunanya engkau melukai perasaan serta hubunganmu dengan dia orang tua?”
Ketika mendengar perkataan itu, Giok Teng Hujin berdiri tertegun sementara air matanya jatuh
bercucuran.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
632
“Cici merasa tak punya keberanian antuk melangkah masuk kepintu gerbang keluarga Hoa….”
Chin Wan-hong termenung sebentar, kemudian sambil menggenggam tangannya ia berkata
dengan nada dalam, “Cici, sau moay punya rencana bagus untuk mengatasi persoalan ini, tapi
kalau cici menampik lagi, itu berarti engkau tak sudi berkelompok dengan siau moay”
“Katakanlah apa rencanamu itu!” bisik Giok Teng Hujin dengan sedih.
“Kurang lebih tiga ratus dua puluh li di sebelah timur laut pulau Tiang le to di samudra Tang bay,
terdapat sebuab pulau ko song yang bernama In soat to, keluarga Hoa mempunyai sebuah
pesanggrahan diatas pulau tersebut, dan sampai sekarang masin ada pelayan keluarga Hoa yang
berdiam di situ, setelah urutan harta karun ini selesai, silahkan cici berdiam dipulau It soat to
tersebut, urusan selanjutnya siau moay akan aturkan buat cici!”
Berbicara sampai disitu tanpa menunggu jawaban lagi, ia lantas memberi hormat dan berlalu dari
situ.
Giok Teng Hujin cuma bisa berdiri termangu dengan air mata bercucuran, ia tak tahu apa yang
musti dilakukan pada saat ini.
Dengan lemah gemulai Chin Wan-hong bergerak menuju perkemahan orang orang Sin-kie-pang,
waktu itu keluarga Pek Siau-thian yang terdiri dari empat jiwa sedang berkumpul disebuah rumah
kayu.
Ketika Kho Hong-bwee dan Pek Soh-gie melihat kedatangan perempuan itu, mereka cepat
memburu kedepan dan menyambut kedatangan diluar pintu, sementara Pek Siau-thian pura-pura
tidak melihat dan Pek Kun-gie tetap duduk ditempat semula.
Selesai memberi hormat kepada Kho Hong-bwee berdua, Chin Wan-hong masuk kedalam
ruangan dan memberi hormat kepada Pek Siau-thian seraya berkata, “Wan hong menghaturkan
hormat buat empek Pek!”
“Tak usah banyak adat!” sela Pek Siau-thian ketus.
Sau hujin, sHahkaa duduk! cepat Kho Hong-bwee berseru sambil tertawa, Kun gie hidangkan air
teh”
Dalam rumah itu tak ada pelayan maka menurut peraturan, orang yang paling mudalah bertindak
sebagai pengganti pelayan.
Dengan perasaan apa boleh buat Pek Kun-gie segera bangkit dan menuang secawan air teh,
sebab ia anggota termuda maka dialah yang berkewajiban untuk menghilangkan air teh bagi
tamunya.
Chin Wan-hong menerima cawan air teh itu dan ditetakkan di meja, tiba-tiba ia tangkap tangan
kiri dara itu kemudian menyingsingkan bajunya dan periksa pergelangan tangan tadi….
Melihat itu Kho Hong-bwee lantas berkata sambil tertawa, “Tempo hari ia dipagut kelabang langit
yang ganas, tapi setelah Thian-hong memberi pelajaran adat kepada murid tertuanya Tang Kwiksiu,
beberapa hari berselang obat pemusnahnya telah ia minum, cuma tak tahu bagaimanakah
perkembangan lukanya itu?”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
633
Chin Wan-hong tertawa.
“Walaupun bekas gigitannya masih utuh, warna sembab sudah lenyap, itu tandanya ia sudah
bebas dari pengaruh racun. Bibi tak usah kuatir, dengan ilmu tusuk jarum keponakan pernah
memunahkan pula racun kelabang yang mengeram ditubuh Lau Cau cing, bila adik Kun gie masih
kurang enak badan, tit li bersedia untuk memberikan pertolongan.”
Tiba-tiba Pek Kun-gie meronta dan melepaskan diri dari cekalan, kemudian ujarnya dengan
ketus, “Hmmm! Sebelum datang kemari, engkau telah berkunjung dulu kepihak Kiu-im-kauw,
sekarang dengan mulut manis mencari muka kepada kami, sebenarnya apa maksud tujuanmu?
Kalau ingin mengangkangi sendiri harta karun itu, boleh saja kita rundingkan secara blak blakan!”
Mendengar soal harta karun, tanpa sadar Chin Wan heng teringat kembali akan suaminya, ia
lantas tersenyum dan menjawab, “Meskipun harta karun memang suatu hal yang menawan hati,
aku tiada bermaksud untuk mengangkanginya, lagipula waktunya belum tiba, sekalipun saatnya
sudah sampai engkau belum berhak mendapat bagian!”
Mula-mula Pek Kun-gie agak tertegun, tapi setelah memahami maksud dari kata-kata itu, ia jadi
malu bercampur mendongkol.
Akan tetapi sebelum ia sempat mengumbar amarahnya, sambil tersenyum Chin Wan-hong telah
menarik Kun pie agar duduk di-sampingnya, kemudian kepada Kho Hong-bwee, ujarnya lagi,
“Bibi, tit li mendapat titipan dari dewa yang suka pelancongan Cu locianpwe untuk datang
menyambangi, sekalian hendak membicarakan pula tentang satu urusan!”
“Cu tayhiap saat ini ada dimana? Urusan apa yang hendak dibicarakan dengan kami?” tanya Kho
Hong-bwee dengan wajah tertarik.
Dengan wajah serius dan nada keren jawab Chin Wan-hong.
“Oleh karena ada urusan penting dikota Teng yang, Cu locianpwe tak dapat datang kemari!
Hanya pesannya, mengingat Bong toako adalah seorang pemuda sebatang kara, sedangkan enci
Soh-gie cantik dan berhalus budi, maka Cu locianpwe ingin mengikat tali hubungan dengan
keluarga bibi dan tit li diperintahkan datang kemari serta ber tindak sebagai mak comblangnya!”
Kho Hong-bwee tertawa lebar, sesudah mendengar perkataan itu katanya dengan tenang, “Bong
Pay adalah seorang pendekar sejati, seorang lelaki berhati keras dan lagi punya bakat yang
bagus, aku suka sekali dengan bocah lelaki ini!”
Watak paling bagus dari Bong toako adalah sifatnya yang terbuka dan jiwanya yang jantan,
pendapat tit li yang bodoh, enci Soh-gie yang polos dan sederhana memang paling pantas kalau
didampingi oleh seorang yang kasar seperti dia.
“Aaai….!” Kho Hong-bwee menghela napas panjang, “Soh-gie amat tawar dalam soal pahala dan
kedudukan, manusia macam begini hanya akan menderita dan tersiksa bila bertemu dengan
orang yang tidak berbudi baik.”
Bicara sampai disini ia lantas berpaling ke arah suaminya dan menambahkan, “Sau that
bagaimana pendapatmu?”
Semenjak semula Pek Siau-thian telah merundingkan persoalan ini dengan istrinya, oleh karena
putrinya sangat jujur dia memang pantas menjadi istri laki-laki kasar yang berhati keras seperti
Bong Pay.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
634
Walaupun begitu, ia mempunyai kesan yang berbeda dengan orang orang dari grupnya Hoa
Thian-hong, kalau menurut suara hatinya ingin sekali ia bikin jengkel orang-orang itu, tapi diapun
kuatir kalau perbuatanya ini akan melukai perasaan hati putrinya.
Dengan perasaan apa boleh buat, terpaksa ia harus menuruti rencana semua, sahutnya dengan
sederhana, “Besok suruh dia masuk kepihak perempuan, sekembalinya keatas gunung
perkawinan baru diselenggarakan, nama sih boleh tetap dipakai cuma ajarannya musti menuruti
perkataanku dan ia dilarang membang-kang semua ajaranku itu!”
Kho Hong-bwee lantas berpaling ke arah Chin Wan-hong, lalu tanyanya dengan lirih, “Hian tit li
bagaimana pendapatmu?”
Cepat Chin Wan-hong memberi hormat.
“Semua perkataan empek memang masuk diakal dan sudah umum, lagi pula tak meleset dari
dugaan Cu locianpwe, menurut pendapat tit li, Bong toako masih muda dan lagi tiada bimbingan
angkatan yang lebih tua, bila sekarang Bong toako bisa memperoleh kasih sayang dari bibi dan
enci Soh-gie, memang sepantasnya kalau dia menerima prasyarat tersebut!”
“Kalau toh persoalan ini tidak meleset dari dugaan Cu tayhiap, maka berarti persoalan ini lebih
gampang untuk diselesaikan, sekembalinya dari sini boleh kau tanyakan kepada Bong Pay,
apakah ia bersedia untuk menerima syarat itu, kalau bersedia maka besok boleh datang
ketempat kami.”
Chin Wan-hong mengiakan berulang kali, maka diapun bangkit untuk mohon diri, ketika keluar
dari ruangan ia gandeng tangan Pek Kun-gie dan diajaknya keluar bersama.
Sejak Chin Wan-hong menikah, pertama karena ia terpengaruh oleh kedudukan Hoa Hujin dan
kedua diapun sudah punya kedudukan dimata masyarakat, tanpa sadar timbullah sikap yang
agung dan berwibawa diatas wajahnya.
Sebaliknya Giok Teng Hujin serta Pek Kun-gie tidak lebih cuma burung-burung liar yang belum
masuk sangkar semakin lama mereka bergaul dengan Chin Wan-hong, mereka merasakan dirinya
semakin kecil dan tak ada artinya, tanpa mereka sadari perasaan tersebut segera mencekam
seluruh benaknya.
Ketika Pek Kun-gie digandeng keluar oleh Chin Wan-hong, rasa sedih yang timbul dari lubuk
hatinya sukar dilukiskan dengan kata kata, ia bermaksud untuk meronta lepas dari cekalannya
namun ragu, dibiarkan begitu saja hati terasa tak puas, apalagi diapun tak berani menyalahi
orang dihadapannya ini, maka setelah ditarik keluar agak jauh. ia baru berani menegur sambil
mencibirkan bibirnya, “Eeeh…. aku kan bukan dayangmu, kau bawa aku pergi kemana?”
Chin Wan-hong tertawa, setelah berhenti sebentar bisiknya, “Dapat kulihat bahwa engkau
sedang cek cok dengan Thian-hong, bukankah begitu?”
“Huuh! Hubunganku dengannya sudah buyar, antara kami berdua sudah tiada ikatan apa-apa
lagi!” seru Pok Kun gie dengan nada ketus.
Chin Wan-hong tersenyum.
“Ada permulaan tentu ada akhir, apakah engkau tidak takut ditertawakan orang? Ceritakanlah
kepadaku persoalan sedih apakah yang telah kau alami selama ini?”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
635
Mendengar pertanyaan itu, merahlah sepasang mata Pek Kun-gie, dengan sedih jawabnya,
“Setelah aku terjatuh ketangan Tang Kwik-siu, hidupku tiap hari bagaikan menemani gerombolan
harimau dan serigala, tiap detik kuharapkan kedatangannya, tiap menit kuharapkan
pertolongannya, tapi ia tetap berada di kota Cho ciu, bahkan sama sekali tak menganggap suatu
persoalan atas peristiwa yang menimpa aku, mimpipun aku tak pernah mengira kalau
kedudukanku jauh lebih rendah dari pada kedudukan Ing ing”
Sampai akhirnya karena sedihnya bukan kepalang, tak tahan lagi dia melelehkan air mata.
“Apakah Thian-hong tahu juga tentang persoalan ini?” tanya Chin Wan-hong dengan lembut.
“Perduli amat dia tahu atau tidak?” jawab Pek Kun-gie dengan penuh rasa mendongkol.
Chin Wan-hong tertawa, ujarnya lagi, “Ooooh! Rupanya engkau jengkel sendirian, tahukah kau
bahwa benaknya cuma dipenuhi oleh masalah besar dunia persilatan? mungkin pikiranya tak
pernah sampai memikirkan keadaanmu ini.”
Dengan sehelai sapu tangan, ia menyeka air mata yang membasahi wajahnya, setelah itu
sambungnya lebih jauh, “Barusan akupun pergi menengok enci Ing ing lebih dahulu sebelum
datang menengok dirimu, urutan ini musti diatur menurut enteng beratnya, dan bukan dibedakan
karena hubungan yang lebih erat, tentang soal ini engkau bisa memahami tidak?”
“Aku ingin tahu, dalam hal apa Ku Ing-ing lebih berat dan Pek Kun-gie lebih enteng”
Jilid 32
“ENCI Ku Ing hidup sebatang kara dalam dunia persilatan, ia tak punya sanak tak punya
keluarga, didunia pada saat ini cuma Thian-hong satu-satunya sanak bagi nya” kata Chin Wanhong
sambil tertawa “sedangkan, engkau adalah mutiara dari perkumpulan Sin-kie-pang
kekuasaan serta kekuatan kalian amat besar sekali, bila Tang Kwik-siu hendak mencelakai dirimu
maka dia harus berpikir akan diri Hoa Thian-hong, iapun musti memperhitungkan pula kekuatan
yang dipunyai perkumpnlan Sin-kie-pang, mampukah untuk dilawan atau tidak karenanya
walaupun engkau berada dalam keadaan bahaya pada hakekatnya keadaan belum mencapai
pada puncak kekritisan yang memerlukan bantuan, berbeda dengan enci Ing ing, waktu itu dia
sedang melakukan siksaan api dingin yang malelehkan sukma”
Pek Kun-gie termenung beberapa saat lamanya, tiba-tiba ia bertanya lagi, “Kenapa siluman rase
itu menutupi wajahnya dengan kain hitam?”
“Setelah mengalami siksaan berat, enci Ing ing menderita tekanan jiwa yang amat berat,
wajahnya ikut berkeriput hingga mengalami perubahan besar, oleh sebab itu sampai sekarang ia
menderita cacad muka. Aii! Kedatangan Thian-hong waktu itu memang tepat sekali, bila dia
datang setengah hari lebih lambat entah siksaan apa lagi yang akan diderita oleh enci Ing ing,
dia adalah seorang manusia yang bernasib jelek, janganlah kau pandang dirinya sebagai seorang
musuh!”
“Hmmm! Rejekimu besar nasibmu, sangat baik tentu saja sikapmu lebih terbuka dari pada orang
lain?” seru Pek Kun-gie dengan mata amat dingin.
Mendengar perkataan itu, Chin Wan-hong tertawa geli.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
636
“Rejeki ada yang besar ada yang kecil, ada pula yang datangnya agak cepat dan ada pula yang
agak lambat, belum tentu nasib mu jelek, cuma datangnya jauh lebih lambat daripada, sekalipun
begitu janganlah menggeruti atau merasa terhadap Thian, daripada sikapmu iri akan menyalahi
Pousat sehingga Pousat tak mau melindungi dirimu!”
“Aku tak sudi dilindungi oleh siapapun!” teriak dara she Pek dengan manja.
Chin Wan-hong tersenyum manis, hiburnya dengan suara lembut, Thian-hong sudah amat lelah
karena tugasnya yang amat berat selama inii, janganlah membuat sedih hatinya lagi, besok kami
akan menemani Bong toako datang kerumah, aku harap engkau jangan mengumbar hawa nafsu
lagi.
Selesai berkata, ia lantas lepaskan tangannya dan turun dari bukit tersebut.
Li-hoa Siancu sedang mananti kedatangannya bagaikan semut diatas wajah yang panas, ketika
perempuan itu munculkan diri ia langsung berseru lantang, “Hong ji, permainan setan apa yang
sedang kau lakukan? Ketahuilah dua orang perempuan itu sama-sama adalah siluman rase, buat
apa engkau ribut-ribut dengan mereka?”
“Aaah! Kami adalah kenalan lama, berbicara soal kehidupan sehari hari memang menarik hati!”
Waktu itu Ciu Thian-hau sedang bermain catur dengan Suma Tiang cing, sedang Cu Im taysu
duduk disampingnya, ia lantas berpaling seraya bertanya, “Hong ji, bagaimana dengan tugasmu
sebagai mak comblang?”
Chin Wan-hong menghampiri padri itu, kemudian menuturkan apa yang telah diucapkan oleh Pek
Siau-thian.
Setelah mendengar penuturan tersebut, Ciu Thian-hau segera tertawa dingin, katanya,
“Heeehh…. heeehh…. heeehh…. omong kosong! Pek Siau-thian itu manusia macam apa? Kog
Bong pay harus menuruti ajarannya, bukankah dia akan ikut menjadi seorang bajingan cilik? Aku
rasa jangan kita penuhi permintaan itu, bila perlu batalkan soal perkawinan ini dan kita carikan
perempuan lain bagi pasangan Bong pay”
“Empek yang baik” ujar Chin Wan-hong sambil tertawa, “emas murni tak takut dibakar dengan
api, Boag Toako adalah seorang laki-laki sejati yang berjiwa kesatria, sewajarnya kalau ia bisa
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, kalau toh Pek pangcu bisa mempengaruhi
Bong toako, memangnya Bong toako tak dapat mempengaruhi Pek pangcu. Lagi pula bibi dari
keluarga Pek adalah seorang perempuan yang bijaksana, selama Bong toako didampinginya aku
rasa tak akan banyak halangan yang bakal ia temui.”
Berbicara sampai disini, dia lantas berpaling ke arah Cu Im taysu dan diam-diam mohon
bantuannya.
Cu Im taysu adalah padri, seorang yang saleh dan mengutamakan kasih sayang kalau mengikuti
jalan pikirannya maka ia sangat berharap bisa membawa orang jahat untuk kembali kejalan yang
benar.
Maka ketika ia mendengar ucapan terakhir dimana dikatakan kemungkinan juga Bong Pay bisa
mempengaruhi Pek Siau-thian, satu ingatan segera terlintas dalam benaknya, buru-buru serunya,
“Perkataan dari Hong ji memang tak keliru, Bong Pay paling benci kejahatan, diapun bisa
membedakan mana yang baik dan mana yang jahat, kakerasan hatinya melampaui siapapun dan
ilmu silat yang dia miliki juga tak rendah, siapa tahu setelah Pek Siau-thian mempunyai menantu
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
637
seperti Bong Pay dia lantas lepaskan golok pembunuh dan kembali kejalan yang benar? Inilah
kesempatan yang terbaik untuk membawa iblis itu menuju jalan kebenaran, menurut pendapatku
perkawinan ini jangan dilewatkan dengan begitu saja.
Suma Tiang cing yang selama ini membungkam, tiba-tiba berkata, “Kalau toh Cu toako
sendiripnn tidak kuatir, kenapa kita musti menguatirkan dirinya? Apa lagi suatu hari Bong Pay
jadi jahat, kita kan masih punya kesempatan untuk lenyapkan Pek Lo ji dan akar akarnya dari
muka bumi.
Ciu Thian-hau termenung dan berpikir sebentar, lalu sahutnya, “Bagus juga cara ini, tapi kita
bertiga musti menaruh perhatian khusus, sekali Bong Pay salah bertindak maka kita musti turun
tangan dengan tegas.
Perkawinan dari Bong Pay dan Pek Soh-gie pun ditetapkan, begitu malam harinya pihak Sin-kiepang
dan Seng sut pay mendapat giliran kerja, sedang keesokan harinya pekerjaan dilakukan
oleh orang-orang dari Kiu-im-kauw.
Siangnya Hoa Thian-hong suami istri di tambah deagan Chin Giok-liong dengan menemani Bong
Pay menuju perkemahan dari orang-orang Sin-kie-pang.
Oleh karena pihak laki masuk pihak perempuan, mereka tak perlu membawa mas kawin.
Pek Siau-thian sebagai seorang ketua dari suatu perkumpulan besar tidak berdiam diri belaka,
sekalipun berada diluar rumah namun ia tidak bertindak seenaknya.
Kecuali arak dan daging dihidangkan untuk menjamu tamu-tamunya, iapun memberi persenan
yang cukup besar buat anak buahnya, suasana riang gembira segera menyelimuti suasana di
bukit Kiu ci san.
Malam itu, Hoa Thian-hong memimpin jago-jago aneka ragamnya meneruskan penggalian, ketika
kentongan keempat baru lewat dan karena suatu urusan, Hoa Thian-hong sedang keluar dari
liang penggalian, tiba-tiba dari arah dasar liang terdengar seseorang berteriak keras.
Hoa kongcu…. istana Kiu ci kiong telah munculkan diri…. istana Kiu ci kiong telah munculkan diri.
Dengan hati terperanjat, Hoa Thian-hong berpaling ke arah mana berasalnya suara teriakan itu.
Beberapa orang yang berada didalam liang penggalian sambil bersorak sorai dan menari dan
teriaknya berulang kali.
“Istana Kiu ci kiong telah munculkan diri! Sobat-sobat semua dan lihatlah…. istana Kiu ci kiong
telah muncul dari dasar per-mukaan tanah”
Teriakan-teriakan keras itu membelah kesunyian yang mencekam di malam buta itu, semua jago
dibuat terkejut dan sadar dari tidurnya, dalam waktu singkat jago-jago lihay dari pelbagai
pelosok tempat baik dari golongan putih maupun dari golongan hitam serentak ber larian masuk
kedalam liang tersebut.
Luas liang yang sedang digali itu mencapai sepanjang dua puluh kaki dengan lebar empat puluh
kaki, tiap
kaki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar