Setelah memutuskan demikian, ia pura-pura berlagak termenung dan berpikir sejenak kemudian
sambil tertawa terbahak-bahak sahutnya, “Haah…. haaah…. haaah…. rupanya sikap cici selama
ini terhadap diriku adalah didasari tujuan ini, kalau siauwte tolak untuk bekerja sama dengan
kalian maka tindakanku ini pasti akan dianggap sebagai tak tahu diri…..”
Sambil tertawa panjang ia memberi hormat kepada semua orang lalu putar badan dan berlalu.
“Kau mau apa?” seru Giok Teng Hujien pura-pura marah, “Malam semakin larut dan perutku
sudah kenyang oleh arak dan hidangan, siauwte ingin mohon pamit”
“Huuh….tak usah mangkel dulu, persoalan pokok toh belum selesai dibicarakan”
Hoa Thian-hong tetap menggelengkan kepalanya, dengan wajah serius ia menjawab,
“Pembicaraan lebih baik diputus sampai disini dulu, toh masalah ini tidak terlalu penting dan kita
tak usah pasang hio, angkat sumpah dan meneguk arak darah” ia menoleh dan menambahkan,
“Tootiang berdua aku mobon pamit lebih dulu”
Ngo Ing Cinjin serta Cing Si-cu segera bangkit berdiri dan coba menahan, tetapi karena melihat
keputusan pemuda itu sudah bulat maka mereka pun mengantar tetamunya turun dari loteng.
Setelah keluar dari kuil It-goan-koan, Giok Teng Hujien sambil membopong Soat-ji si rase salju
itu jalan bersanding disisi Hoa Thian-hong, katanya sambil tertawa, “Bukankah kau sudah
berjanji dengan Pek Kun-gie untuk berjumpa di rumah makan Kie Ing-Loe? dalam janjimu itu kau
hendak berbicara dari hati kehati, ataukah hendak merundingkan soal penggunaau tentara?”
“Semuanya bukan, aku cuma ingin mencari tahu kabar berita mengenai seseorang”
“Siapa?” tanya Giok Teng Hujien cepat dengan alis berkerut.
Sebenarnya Hoa Thian-hong sangat merindukan ibunya, dia hendak selidiki jejaknya dari mulut
Pek Kun-gie, tetapi setelah didesak lebih jauh terpaksa ia berbohong, “Kesadaran Chin Giok-liong
terganggu dan tidak waras, aku hendak mencari tahu kabar berita mengenai ayahnya Chin Pekcuan”
Dengan sorot matanya yang tajam Giok Teng Hujien menatap sekejap wajah si anak muda itu,
kemudian sambil tertawa serunya, “Makin lama aku semakin merasa bahwa wajahmu yang jujur
bukanlah watakmu yang sebenarnya, kau banyak akal dan licik sekali, mulutnya tajam dan
pandai berbicara, kau seorang yang lihay”
Hoa Thian-hong tersenyum, tiba-tiba satu ingatan berkelebat dalam benaknya, segera ia berkata,
“Sudah lama aku tak pernah bertemu dengan Pek Kun-gie, aku mau menyelinap sejenak ke
dalam kantor cabang perkumpulan Sin-kie-pang di
bagaimana kalau jagakan keselamatanku diluar?”
“Aaah, di tengah malam menyirepi kamar pribadi anak gadis orang, macam apakah perbuatanmu
itu?’“
“Apa sih salahnya, aku sendiripun sudah kenyang menerima penghinaan2 darinya”
“Kalau kau sudah amat rindu kepadanya karena sudah lama tak bertemu, sehingga mau
mengintip dirinya sejenak, tentu saja boleh tapi kalau suruh aku menjaga keselamatanmu
diluar…… tak usah yaaah!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
267
Hoa Thian-hong tertawa haha hihi, setengah merayu serunya lagi, “Baiklah, kalau begitu biar aku
pergi seorang diri, seandainya jejakku ketahuan dan terbunuh, mengingat pada hubungan kita
tolong cici suka balaskan dendam bagi kematianku itu.”
Giok Teng Hujien tertawa cekikikan, sambil berbicara dan melanjutkan perjalanan terasa
sampailah mereka di sekitar bangunan kantor cabang perkumpulan Sin-kie-pang.
Hoa Thian-hong segera enjotkan badannya siap meloncat masuk ke dalam Pekarangan orang,
tapi dengan cepat Giok Teng Hujien menarik tangannya sambil berseru, “Eeei….kau benar-benar
mau cari gara-gara?”
“Pek Kun-gie adalah gadis yang amat lihay, kalau berada di tengah siang hari bolong sulit bagiku
untuk mengorek keterangan dari mulutnya, maka dari itu mumpung ia tak menduga akan
kutangkap dulu dirinya, kalau suka mengaku tentu saja lebih baik, kalau ia menolak untuk
menjawab…. Hmm Hmm…. sampai darah panasku naik ke otak, sekali tebas kucabut selembar
jiwanya!”
“Hmm! Masa kau tega?”
“Kenapa tidak tega? diantara kami berdua toh tiada perhubungan persahabatan, malahan aku
punya dendam terhadap dirinya?”
Giok Teng Hujien tertawa cekikikan.
“Baiklab aku akan tetap berjaga diluaran sedang kau boleh urusi pekerjaanmu. Tapi kau musti
ingat, kalau sikapmu tidak sopan dan menangkap ikan di air keruh aku segera akan lepaskan api
untuk membakar habis kantor cabang
Tertegun Hoa Thian-hong mendengar ancaman itu, dalam keadaan terburu ia tak sempat
menangkap maksud yang lebih dalam dari ucapan itu, setelah mengepos tenaga tubuhnya
segera meloncat masuk ke dalam pekarangan bangunan itu.
Tenaga dalamnya sudah peroleh kemajuan yang amat pesat dengan enteng sekali dan tanpa
menimbulkan sedikit suarapun tubuhnya sudah melayang turun dibalik tembok pekarangan
Hoa Thian-hong sudah agak lama berdiam di kota Cho Ciu ini sekalipun dia belum pernah
memasuki bangunan rumah ini tetapi garis besarnya ia sudah mengetahui. Pemuda itu tahu
bahwa Pek Kun-gie pasti beristirahat di ruangan dalam, maka sambil merambat disisi tembok
tubuhnya segera menyusup ke arah belakang,
Penjagaan di dalam kantor Cabang sangat ketat, di bawah setiap lampu lentera tampaklah jagojago
lihay dengan senjata terhunus bersiap siaga dimana mana.
Hoa Thian-hong bernyali besar dan berilmu tinggi, ditambah pula pengalamannya yang kian hari
kian bertambah, dengan amat mudah sekali si anak muda itu berhasil masuk ke dalam ruang
belakang.
Pencarian dilakukan di sekitar kamar2 yang dikelilingi kedua bunga indah. sesudah menyelidiki
dua buah kamar akhirnya dia berhasil menemukan kamar tidur dari Siau Leng si dayang cilik itu,
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
268
Sesudah mengamati sejenak suasana di sekitar sana, ia tahu Pek Kun-gie pasti berdiam di dalam
kamar serambi sebelah kanan, tubuhnya segara berkelebat mendekati pintu kamar disitu ia tak
mendengar sedikit suarapun.
Akhirnya setelah sangsi sejenak, ia dorong pintu kamar itu lalu menyelinap masuk ke dalam dan
menutup kembali pintu kamar tadi.
Di tengah kegelapan, tiba-tiba rasalah segulung desiran angin tajam meluncur datang
mengancam pinggangnya.
Ditinjau dari desiran angin yang mengancam tiba, Hoa Thian-hong segera kenali sebagai.
gerakan tangan Pek Kun-gie, dalam hati ia mengagumi atas kesigapan gadis itu.
Telapak kirinya segera diputar membentuk gerakan setengah lingkaran di depan dada, kemudian
mengirim satu pukulan k emuka.
“Aaah….” terdengar Pek Kun-gie menjerit tertahan.
Rupanya dari desiran angin pukulan itu ia berhasil membedakan serangan itu sebagai pukulan
tangan kiri, daa diapun segera teringat kembali akan diri Hoa Thian-hong.
Dalam gugupnya sang telapak segera diayun ke muka menyambut datangnya serangan tersebut.
“Blaaam…..!” Pek Kun-gie menjerit tertahan tubuhnya segera terlempar hingga mencelat ke
belakang.
Ketika masih berada di kota Seng-Ciu tempo dulu, sebuah pukulannya telah merompalkan tiga
biji gigi Hoa Thian-hong, peristiwa itu dianggap oleh pemuda tersebut sebagai penghinaan yang
paling memalukan selama hidupnya. Karena itu walaupun dalam serangannya barusan ia tiada
maksud menghabisi jiwa orang tapi tenaga murni yang digunakan telah mencapai lima bagian,
rupanya ia sengaja hendak memberi pelajaran kepadanya.
Seperti layang2 yang putus tali tubuh Pek Kun-gie mencelat ke arah belakang, bagaikan
bayangan Hoa Thian-hong segera menyusul dari belakangnya, sepasang lengan digerakkan
seketika ia berhasil menangkap pergelangan orang.
“Bruuuk!” di tengah benturan nyaring tubuh Pek Kun-gie terbanting di atas pembaringan. Hoa
Thian-hong yang takut gadis itu melancarkan serangan balasan segera cekal sepasang lengannya
erat?. dan ikut jatuhkan diri ke atas pembaringan. Dengan begitu tanpa sadar tubuhnya telah
menindih di atas badan gadis itu.
Suara langkah kaki yang ramai segera berkumandang diluar ruangan, terdengar seseorang
membentak nyaring, “Siauw Leng!”
Hoa Thian-hong semakin tak berani lepas tangan, sambil menindih tubuh Pek Kun-gie semakin
rapat bisiknya, “Cepat usir pergi orang-orang yang berada diluar kamar, kalau tidak kupatahkan
tengkukmu!”
Pek Kun-gie berbaring di atas ranjang dengan napas tersengal-sengal, ia marah bercampur
mendongkol, giginya saling beradu gemerutukan, saking gemasnya ingin sekali gadis itu
menggigit tubuh Hoa Thian-hong.
Mendadak…. ia tertegun….
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
269
Kiranya ia masih merupakan seorang gadis perawan, berhubung wataknya yang sombong dan
tinggi hati, belum pernah ada seorang priapun yang mendapatkan perhatiannya. karena
pandangannya yang hambar terhadap hubungan antara muda-mudi inilah selama, hidupnya ia
tak pernah bergesekan kulit dengan lawan jenis.
Hari ini adalah permulaan bulan enam, udara panas ditambah pula ia baru saja bangun dari
tidurnya, karena itu tubuhnya hanya memakai selapis pakaian dalam yang amat tipis.
Setelah tubuh Hoa Thian-hong menindih di atas tubuhnya, segulung bau khas lelaki yang amat
tebal segera menyerang ke dalam hidungnya. hal ini membuat jantungnya berdebar keras dan
pikirannya termangu-mangu.
Dalam pada itu diluar kamar terdengar suara Siauw Leng menyahut, “Apakah Lie-Ngo? Suara apa
barusan itu?”
“Suara itu berasal dari kamar siocia, cepat kau tengok ke dalam apa yang telah terjadi,” kata
seorang pria dengan suara berat.
Hoa Thian-hong segera mengerutkan dahinya setelah mendengar perkataan itu, bisiknya kesisi
telinga Pek Kun-gie, “Cepat usir mereka pergi dari sini, kalau tidak kujagal dirimu terlebih dulu”
Terdengar Siauw Leng berjalan mendekat pintu luar lalu menegur, “Nona, apakah kau sudah
bangun?”
“Usir semua penjaga dan sekitar tempat ini, jangan berbuat kegaduhan yang membisingkan!”
teriak Pek Kun-gie gusar.
Siauw Leng mengiakan, suara langkahnya makin menjauh dan sampaikan pesan nonanya tadi
kepada para peronda.
Sementara itu Pek Kun-gie tidak berbicara lagi, diapun tidak meronta seolah-olah hatinya sudah
pasrah dan terserah Hoa Thian-hong mau berbuat apa saja terhadap dirinya.
Siapa sangka si anak muda itu segera menyadari akan kesilafannya setelah berhasil
menenangkan hatinya tiba-tiba ia merasa bau harum semerbak tersiar di lubang hidungnya
tubuh di bawah tindihannya terasa lunak dan halus, begitu kencang tindihannya membuat napas
Pek Kun-gie tersengal, dadanya naik turun bergelombang. suara detak jantungnya yang berdebar
pun secara lapat lapat kedengaran,
Sebagai seorang pemuda jujur yang berhati suci, ia segera menyadari akan perbuatannya itu,
seketika cekalan pada tangan kanannya dikendorkan dan jari tanganpun berkelebat menotok
jalan darah di atas bahu dara tersebut……
Tenaga lweekang yang dimiliki Pek Kun-gie jauh lebih cetek setingkat kalau dibandingkan dengan
Hoa Thian-hong, tetapi ilmu silatnya tidak berada di bawah pemuda itu. Di tengah kegelapan
tangannya bergerak cepat tahu-tahu ia malah berhasil mencengkeram pergelangan kanan si
anak muda she Hoa itu.
Dengan begitu kedua belah pihakpun saling mencekal pergelangan tangan lawannya, diam-diam
Hoa Thian-hong merasa jengah sendiri, bisiknya lirih, “Aku ada urusan hendak ditanyakan
kepadamu, biarkanlah kutotok sebuah jalan darahmu agar akupun bisa bangun dan duduk”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
270
“Tiada perkataan lain yang akan kubicarakan dengan kau, bunuh saja diriku!” teriak Pek Kun-gie
dengan gemas.
Hoa Thian-hong tertawa dingin. “Untuk membunuh dirimu sih gampang sekali, Hmm! Sekalipun
kau Pek Kun-gie telah kubunuh, rasa benci dan dendam yang berkecamuk dalam dadaku juga
belum bisa buyar”
Sambil menggertak gigi Pek Kun-gie membungkam dalam seribu bahasa, ia tidak mengendorkan
tangannyapun tidak meronta dengan tenang tubuhnya tetap berbaring di atas pembaringan.
Lama kelamaan Hoa Thian-hong jadi serba salah sendiri, pikirnya, “Bagaimana jadinya ini? Kalau
begini terus keadaannya hingga diketahui orang lain, bukan saja Pek Kun-gie akan jadi malu
dibuatnya, akupun akan dianggap orang sebagai pemuda tengik….”
Mendadak dari halaman belakang terdengar seseorang membentak keras, “Ada pencuri…
.tangkap…. tangkap! Ada orang melepaskan api!”
“Siapa? Berhenti!” seseorang yang lain membentak dengan suara nyaring.
JILID 14
Hoa Thian-hong kenali suara itu sebagai suara dari On Sam, ia tahu pastilah Giok Teng Hujien
sudah mengacau diluar, hatinya jadi amat gelisah. Pikirnya, “Orang itu tak bisa membedakan
yang mana serius yang mana tidak, seharusnya aku tidak ajak dia datang kemari”
Berpikir sampai disitu tubuhnya segera meloncat bangun dari atas pembaringan dan sekalian
menyeret tubuh Pek Kun-gie hingga terbangun pula dari atas ranjang, tangan kanannya berputar
membetot kembali tangannya, sementara Jari tangannya bagaikan tombak menotok ke atas
tubuh lawan. Pek Kun-gie ayunkan tangan kirinya berulang kali, di tengah kegelapan kedua
orang itu laksana kilat saling menyerang sebanyak tiga jurus.
Mendadak terdengar On Sam lari menghampiri pintu kamar sambil teriaknya. “Nona, apakah kau
berada di dalam kamar?”
Hoa Thian-hong semakin gugup, tangan kanannya kembali kena dicengkeram oleh Pek Kun-gie
keras-keras.
“Aku tidak apa-apa,” sahut gadis itu dengan napas tersengal, “Jangan lari kesana kemari bikin
berisik saja!”
“Nona ada musuh berhasil menyusup kedalam, orang itu melepaskan api dan membuat
keonaran, hingga kini orangnya belum tertangkap.”
“Aku sudah tahu!”
Oh Sam mengiakan berulang kali, lewat beberapa saat kemudian ia baru berlalu dari sana.
Jelas perubahan yang terjadi di dalam kamar telah diketahui pihak luar, hanya saja sebelum
mendapat perintah dari Pek Kun-gie mereka tak berani sembarangan masuk ke dalam untuk
melakukan pemeriksaan.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
271
Sementara itu Hoa Thian-hong serta Pek Kun-gie masih berdiri saling berhadapan dengan
masing-masing pihak mencekat pergelangan lawannya, kedua belah pihak dapat mendengar
detak Jantung masing-masing dan saling berpandangan tanpa mengucapkan sepatah katapun.
“Begin! terus keadaannya bukanlah suatu tindakan yang benar” pikir Hoa Thian-hong dalam hati,
“Lebih baik kuajukan pertanyaanku kemudian cepat-cepat tinggalkan tempat ini.”
Setelah mengambil keputusan, ia segera bertanya dengan suara mendalam, “Dimanakah Chin
Pek-cuan?”
“Kau toh tidak serahkan orang itu kepadaku, darimana aku bisa tahu?….”
“Setengah tahun terakhir apakah ada orang datang ke gunung Tay-pa-san untuk mencari diriku?”
“Ada,” sahut Pek Kun-gie setelah tertegun sejenak.
Hoa Thian-hong jadi terperanjat, dengan berangasan segera serunya, “Siapa? pria atau
perempuan?”
“Heeeh… heeeh… tentu saja perempuan!”
Hoa Thian semakin gelisah. kelima jarinya semakin kencang mencengkeram pergelangan orang,
teriaknya dengan gusar, “Cepat jawab! Siapa yang telah mencari aku?”
Seketika Pek Kun-gie merasakan tulang pergelangannya jadi sakit seperti mau patah, ia menjerit
tertahan dan tanpa terasa jatuh terkulai dalam pelukan si anak muda itu, jawabnya lirih, “Chin
Wan-hong….”
“Chin Wan-hong kenapa?” tanya Hoa Thian-hong tertegun.
“Chin Wan-hong datang ke markas mencari dirimu, ia telah kubunuh!”
“Kalau dia bilang ibuku mungkin aku masih percaya,” batin pemuda tersebut, “kalau bilang cici
Wan-hong, sudah terang ia cuma ngaco belo belaka!”
Segera tanyanya lebih jauh, “Kecuali dia, apakah masih ada orang yang datang mencari diriku?”
“Masih! tiga ekor harimau dari keluarga Tiong pun sudah kubunuh!”
“Fuuh! omongan setan yang tak genah..”
Pergelangannya segera dibalik melepaskan diri dari dari cekalan orang, kemudian putar badan
dan coba menerjang keluar lewat pintu.
Pek Kun-gie jadi kebingungan dan tak tahu apa yang mesti dilakukan, tapi ia tak ingin
melepaskan dirinya dengan begitu saja di tengah kegelapan tubuhnya segera menerjang ke
depan menghadang di depan pintu.
“Kau mau apa?” tegur Hoa Thian-hong.
Pek Kun-gie agak tertegun, kemudian jawabnya, “Aku ada perkataan hendak disampaikar,
kepadamu!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
272
“Besok tengah hari aku nantikan kedatanganmu di rumah makan Kie Ing Loo, kalau ada urusan
kita bicarakan besok saja”
Perasaan hati kaum gadis memang paling sukar diraba, Pek Kun-gie sendiripun tak mengerti apa
sebabnya ia jadi begitu, melihat Hoa Thian-hong hendak pergi ia semakin tak rela
melepaskannya begitu saja, tapi gadis inipun merasa kehabisan daya untuk menahan dirinya.
Dalam keadaan apa boleh buat, segera teriaknya lantang, “Siauw Leng, pasang lampu!”
Terdengar dayang cilik itu mengiakan dari luar ruangan, cahaya lampu segera berkilat
menerobos masuk lewat celah2 pintu.
Dalam pada itu suara pencarian yang berlangsung di tempat luar belum berhenti, setelah Pek
Kun-gie buka pintu Siauw Leng sambil membawa lampu lentera berjalan masuk kedalam, sinar
matanya berputar menyapu sekejap sekeliling ruangan itu, ketika secara mendadak menjumpai
Hoa Thian-hong berada di dalam kamar, sepasang matanya kontan berbelalak lebar, ia tatap
pemuda itu tak berkedip.
Hoa Thian-hong pada saat ini bukan Hong-po Seng tempo dulu. bukan saja wajahnya tampan
dan tubuhnya keren, wajahnya tercemin cahaya yang amat gagah. Kegagahan semacam ini
paling gampang melumerkan hati kaum gadis dan paling muda membuat lawan jenisnya jatuh
hati kepadanya.
Hoa Thian-hong yang diawasi terus, oleh Siauw Leng maupun Pek Kun-gie, lama kelamaan jadi
jengah sendiri. Sengaja ia kerenkan wajahnya sambil menegur, “Apa sih yang kau lihat? Aku
adalah Hong-po Seng yang tak bakal mati, diluar dugaan kalian semua bukan?”
“Aduuuh….!” jerit Siauw Leng sambil menepuk dada sendiri, “Aku kira siapa yang telah bergebrak
dengan nona di dalam kamar, rupanya kau….”
“Ngaco belo! Ayoh enyah dari sini!” bentak Pek Kun-gie marah.
Siauw Leng tertawa cekikikan, ia letakkan lampu lentera itu di atas meja kemudian putar badan
dan mengeloyor pergi. Oh Sam yang ikut menyelinap masuk ke dalam kamar, saat itu ikut
melayang keluar pula dari ruangan tersebut.
Pek Kun-gie menutup pintu kembali, sambil bersandar di atas pintu ujarnya ketus, “Malam2 buta
kau menyusup masuk ke dalam kamar tidurku, sebenarnya apa maksudmu?”
Hoa Thian-hong tertawa dingin. “Aku senang datang segera datang, kau mau apa?”
Pek Kun-gie mendengus dingin, bibirnya bergerak seperti mau mengatakan sesuatu tapi akhirnya
dibatalkan kembali.
Hoa Thian-hong sendiripun merasa tiada perkataan lain yang bisa dibicarakan lagi, setelah berdiri
saling berhadapan beberapa saat lamanya pemuda itu segera maju ke depan dengan langkah
lebar, katanya, “Aku mau pergi, bila ada urusan kita bicarakan besok pagi saja!”
“Siapa yang datang bersamamu?” tegur Pek Kun-gie sambil tetap menghadang di depan pintu
kamar.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
273
“Seandainya sekali hantam kulancarkan sebuah pukulan dahsyat, rasaaya tidak sulit untuk
membinasakan dirinya, Cuma,” pikir si anak muda itu ragu-ragu.
Akhirnya ia tak tega dan menjawab dengan suara hambar, “Seorang sahabatku menunggu diluar
ia tak enak ikut masuk kesini!”
“Hrnmm! Manusia macam apapun kau gauli,” sindir Pek Kun-gie sambil mencibirkan bibirnya.
“Makin hari kau semakin cabul, apakah tidak takut menjadi nama baik keluargamu!”
Hoa Thian-hong tahu yang dimaksud gadis ini pasti Giok Teng Hujien, dengan alis berkerut ia
segera tertawa dingin.
“Aku lihat ada baiknya kau kurangi sindiranmu terhadap orang lain, aku orang she Hoa merasa
bahwa setiap tindakanku adalah jujur dan terbuka, siapa cabul siapa tidak aku punya pandangan
sendiri”
“Oooh……! jadi kau anggap aku Pek Kun-gie adalah seorang perempuan cabul..?” teriak gadis itu
dengan wajah berubah.
“Aku tak mau perduli perempuan apakah dirimu itu…” mendadak satu ingatan berkelebat pada
benaknya, ia segera berpikir, “Buat apa aku bicarakan urusan yang tak berguna dengan
dirinya?… Lebih baik membungkam saja….”
Terdengar Pek Kun-gie berkata lagi dengan suara dingin, “Jangan kau anggap pihak Thongthian-
kauw benar-benar mampu untuk melindungi keselamatanmu. jika sungguh terjadi
bentrokan, siapapun akan berusaha menghabisi jiwamu”
“Haaah… haaah…. haaah…. tentang soal itu kau tak usah kuatir, nyawa toh milikku sendiri. Aku
jauh lebih jelas menilai diriku sendiri daripada kau! ”
Mendadak terdengar suara bentakan-bentakan keras berkumandang datang dari tempat
kejauhan, sepasang biji mata Hoa Thian-hong segera berputar, katanya sambil tertawa, “Aaaah…
mereka sudah mulai bertempur! aku mau tengok kesana!”
Dengan tenaga yang besar dia getarkan lengan kirinya sehingga membuat tubuh gadis itu
terpental sejauh lima depa, buru-buru pemuda itu membuka pintu kamar dan kabur keluar.
Pek Kun-gie merasa gusar bercampur mendongkol. sambil ikut mengejar keluar teriaknya gusar,
“Biar siluman rase itu yang datang cari kemari!”
Hoa Thian-hong pura-pura tidak mendengar, iapun tak menggubris bagaimana keadaan dari Giok
Teng Hujien, bagaikan bintang yang jatuh dari langit tubuhnya segera melayang keluar dari
pekarangan dan selalu dari situ.
Ketika tiba di pusat kota tiba-tiba dari arah belakang ia dengar ada orang menyusul datang,
dengan cepat pemuda itu menoleh. tampak Giok Teng Hujien sambil membopong rase saljunya
dengan senyum dikulum sedang menguntil di belakang tubuhnya.
Hoa Thian-hong tersenyum. “Cici, di dalam sekte agama Thong-thian-kauw, sebenarnya apa
jabatanmu?”
“Pengawas dari sepuluh sektor, tidak kecil bukan?”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
274
“Benar! pengawas dari sepuluh ketua sektor memang suatu kedudukan yang sangat terhormat,
dengan jabatanmu itu pergi mengacau kantor cabang orang, apakah kau tidak malu
ditertawakan oleh sesama sahabat kangouw?”
“Fuui! bocah kurangajar, kesemuanya ini bukankah gara-gara kau yang bikin onar!”
Hoa Thian-hong tertawa nyaring, setibanya di perempatan jalan kedua orang itu berpisah,
pemuda itu segera berangkat pulang ke rumah penginapannya.
Setibanya di rumah penginapan, Hoa Thian-hong membuka kamar tidur Ciong Lian-khek. Ia lihat
jago bercambang itu sedang duduk bersemedi sedang Chin Giok-liong sudah terlelap tidur, maka
iapun kembali ke kamarnya sendiri untuk beristirahat.
Semalam berlalu dengan secepatnya, hari kedua pagi-pagi sekali Hoa Thian-hong telah bangun,
sebelum ia turun dari pembaringan tiba-tiba Ciong Lian-khek berjalan masuk ke dalam kamar
diikuti penerima tamu she-Sun dari perkumpulan Hong-im-hwie serta Ciau Khong ketua kantor
cabang kota Cho Ciu.
Hoa Thian-hong tahu bahwa urusan pasti luar biasa, buru-buru ia turun dari pembaringan dan
menyapa kedua orang itu. Selesai memberi hormat dari sakunya Ciau Khong ambil keluar sebuah
kartu undangan merah yang besar dan diangsurkan ke tangan pemuda itu.
Di atas kartu merah tadi tercantumlah beberapa huruf yang berbunyi demikian, “Hormat kami.
Jin Hian ketua dari perkumpulan Hong-im-hwie”
Terdengar Ciau Khong berkata, “Sebetulnya ketua kami akan berkunjung sendiri kemari, tetapi
berhubung masih banyak urusan yang harus diselesaikan maka sulit bagi beliau untuk
berkunjung sendiri, karena itu aku sengaja diutus datang kemari untuk menyampaikan rasa
kagum kami terhadap dirimu”
“Jin Hian adalah pemimpin dari suatu perkumpulan besar” pikir Hoa Thian-hong dalam hati.” Soal
undangan walaupun enteng tapi gengsinya luar biasa, belum lama aku terjun ke dalam dunia
persilatan. Kalau berbicara menurut peraturan dunia persilatan, sepantasnya kalau akulah yang
melakukan kunjungan kepadanya”
Berpikir sampai disitu dia segera menjura dan berkata, “Aku tiada berbudi dan berkemampuan,
tidak berani kuharapkan kunjungan dari Jien Tang-kee, harap Ciau-heng suka menyampaikan
kepada ketua kalian, katakan saja besok sore aku pasti akan datang berkunjung ke kantor
cabangmu untuk mengucapkan terima kasih kepada Jien Tang-kee!”
Ciau Khong mengiakan beralang kali, setelah memberi hormat diapun mohon pamit dan berlalu.
Dari sikap maupun nada ucapannya yang begitu menghormat seakan-akan memperlihatkan
bahwa dalam semalaman saja nilai Hoa Thian-hong sudah meningkat berlipat li pat ganda.
Selesai sampan pagi, seorang pelayan muncul menyampaikan sebilah pedang baja. Ciong Liankhek
terima pedang itu sambil ujarnya, “Pedang ini sengaja kusuruh orang untuk membuatnya
semalam, mumpung sekarang tak ada urusan, mari kita berlatih diluar kota.
Hoa Thian-hong merasa amat berterima kasih atas perhatian orang, sambil membawa serta Chin
Giok-liong mereka tinggalkan rumah penginapan dan menuju keluar kota.
Di suatu tempat yang sunyi, Hoa Thian-hong terima pedang baja itu dan menimang2nya
sebentar, lalu berkata, “Pedang baja milikku itu terbuat dari baja yang dilapisi besi murni, berat
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
275
keseluruhannya mencapai enam puluh dua kati, aku rasa pedang ini jauh lebih kecil, beratnya
hanya mencapai tiga puluh tiga kati dan merupakan separuh dari senjataku itu, entah cocok tidak
bila kugunakan nanti?”
“Baja Hian-tiat adalah benda yang tak ternilai harganya, sekalipun ada uang juga belum tentu
bisa dibeli. Senjata tajam keluaran dari kota Cho-Ciu sudah tersohor di seluruh kolong langit, bila
kau mengatakan kurang bagus, yaah. apa boleh buat, tak mungkin mereka sanggup
membuatkan yang lebih baik lagi.”
Ia berpikir sebentar, lalu tambahnya, “Sekarang coba kau mainkan dulu ilmu pedangmu, aku
pingin tahu sampai dimanakah kehebatannya.”
Hoa Thian-hong tertawa, sambil memegang pedang baja itu dia maju ke tengah kalangan,
setelah hening sejenak kaki kirinya melangkah maju setindak ke muka, pedang di tangan kiri
mengayun ke atas dan laksana kilat lancarkan sebuah babatan maut.
“Sreeeet….!” desiran angin pedang bergema memekik telinga, suara dengungan akibat getaran
di tubuh pedang itu berbunyi nyaring dan tajam, seolah-olah pedang tersebut akan terpatah jadi
beberapa bagian.
“Usahakan sekuat tenaga untuk mengatur hawa murnimu!” seru Ciong Lian-khek dengan suara
dalam.
Hoa Thian-hong menyadari bahwa pedang baja itu tak kuat menahan getaran hawa murninya,
sekuat tenaga ia berusaha membendung penggunaan hawa murninya yang hebat dengan sangat
hati-hati setiap babatan dilancarkan.
Jumlah jurus dalam ilmu pedangnya itu hanya enam gerakan belaka, walaupun Hoa Thian-hong
mainkan dengan gerakan lambat namun dalam sekejap seluruh gerakan itu telah selesai
dimainkan.
Hoa Thian-hong pun tarik kembali pedangnya sambil berdiri keren, ujarnya, “Cianpwe adalah
seorang ahli pedang kenamaan……”
“Kau tak usah sangka-sangka terhadap diriku!” tukas Ciong Lian-khek sambil goyangkan
tangannya, “Aku adalah Seorang manusia yang sudah mati separuh, selama kau ada niat untuk
mengatur dunia persilatan maka aku akan menjadikan diri untuk membantu usahamu dalam
dunia kangouw, tak ada perbedaan tingkat kaum enghiong tak ada perbedaan usia, kita tak usah
gubris apakah itu cianpwee atau boanpwee, selama kau berani meneriakkan keadilan dalam
dunia persilatan aku akan selalu mendukung cita-citamu tiap orang berusaha dan berjuang
menurut kemampuan masing-masing, siapapun tidak mengurusi satu sama lainnya, bukankah
begitu jauh lebih bagus?”
Hoa Thian-hong merasa sangat terharu sehingga tanpa terasa air mala jatuh bercucuran
membasahi pipinya, buru-buru ia berseru, “Baiklah, akan kulatih kembali degan seksama,
mungkin karena sudah lama, ilmu itu tersia-sia kesaktiannya serta kemujijatan gerakan jurus
ilmu pedang itu sendiri, asal kau suka berlatih giat hingga pedang yang enteng itu dapat kau
gunakan untuk melawan musuh tanpa berhasil dipatahkan lawan, maka tenaga dalammu berarti
telah memperoleh kemajuan satu tingkat”
Mendengar perkataan Hoa Thian-hong jadi tertegun.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
276
“Selama ini belum pernah aku memikirkan soal itu, sedikitpun tidak salah! Seandainya sekarang
aku berlatih dengan memakai pedang ini, kemudian ganti memakai pedang biasa, bukanlah
selanjutnya aku berlatih dengan memakai pedang bambu atau pedang kayu? dasar belajar silat
rupanya satu sama lain adalah sama dan tidak jauh bedanya”
“Ucapan tepat sekali!” jago pertambangan sangat membenarkan.
Tempo dulu Hoa Thian-hong sendiripun pernah merasakan, dengan hanya andalkan sebuah jurus
pukulan ‘Kun-siu-ci-tauw’ saja tidak cukup baginya untuk menghadapi para jago lihay dengan
ilmu silat yang beraneka ragam, tapi berhubung pedang bajanya telah ditahan oleh Ciu It-bong
dan ia tidak berhasil menemukan senjata tajam yang cocok banyaknya, maka persoalan itu untuk
sementara waktu terbengkalai.
Sekarang setelah disadarkan kembali oleh Ciong Lian-khek, ia baru sadar bahwa senjata tajam
bukanlah masalah yang penting, asal dia melatih diri dengan giat maka akhirnya menggunakan
senjata tajam macam apapun tak ada bedanya satu sama lain.
Tanpa terasa semangat segera berkobar, niat untuk melatih diri pun semakin menebal. Sekali lagi
ia pasang kuda2 dan mengulangi kembali permainan ilmu pedangnya, tapi berhubung
penggunaan hawa murni yang tidak sesuai bisa mengakibatkan patahnya pedang baja itu’ maka
meskipun gerakannya dilakukan sangat lambat’ pemuda itu justeru merasa semakin payah. baru
berlatih beberapa saat sekujur badannya telah basah kuyup oleh keringat.
Selama ini Chin Giok-liong hanya duduk disisi kalangan dengan pandangan mendelong dan
bodoh, sedangkan Ciong Lian-khek pusatkan seluruh perhatiannya menyaksikan permainan
pedang pemuda itu, sesaat kemudian tiba-tiba ia angkat kepala dan berpaling ke arah tembok
kota.
Kiranya diantara lekukan tembok kota duduklah seorang kakek tua yang gemuk pendek dan
berwajah merah bercahaya sedang mengawasi Hoa Thian-hong berlatih pedang, tatkala Ciong
Lian-khek menoleh ke arahnya, kakek gemuk itu segera menggerakkan bibirnya membisikkan
sesuatu dengan ilmu menyampaikan suara, kemudian perhatiannya dicurahkan kembali ke arah
permainan pedang si anak muda itu.
Setelah berlatih kurang lebih satu jam kemudian, sekujur badan Hoa Thian-hong telah basah
kuyup oleh air keringat, napasnya tersengkal-sengkal bagaikan kerbau
Ketika itulah mendadak kakek gemuk di atas tembok kota itu menyentilkan sebutir batu kerikil
menghantam ujung pedang baja di tangan Hoa Thian-hong.
Sementara itu seluruh perhatian yang dimiliki si anak muda itu sedang dicurahkan dalam
permainan jurus pedangnya, begitu merasakan datangnya ancaman dari luar, hawa murninya
segera disalurkan semakin hebat menelusuri tubuh pedang itu.
“Criiing…!” diiringi suara dentingan nyaring, pedang baja yang besar dan kasar itu seketika putus
jadi empat lima puluh potongan kecil dan berceceran di seluruh angkasa
Hoa Thian-hong yang sedang pusatkan seluruh perbatiannya berlatih ilmu pedang hingga berada
dalam keadaan lupa diri, sewaktu melihat pedang bajanya secara tiba-tiba tergetar patah jadi
amat terperanjat, tubuhnya dengan tangkas berkelit ke samping meloloskan diri dari sambitan
kutungan pedang itu, sedang matanya dengan tajam menyapu sekeliling tempat itu mencari asal
datangnya serangan bokongan itu.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
277
Rupanya si kakek gemuk yang berada di atas tembok kota itu tiada maksud berjumpa dengan
pemuda itu, badannya dengan cepat menyusup ke bawah dan menyembunyikan diri dibalik
tembok kota.
Dalam pada itu Ciong Lian-khek telah maju menghampiri dirinya sambil berkata, “Nanti aku akan
suruh ahli besi buatkan sebilah pedang lagi untukmu, kini sudah mendekati tengah hari,
bagaimana dengan racun teratai yang mengeram di dalam tubuhmu?”
Sesudah bergaul agak lama dengan jago buntung isi, lama kelamaan Hoa Thian-hong sudah lupa
dengan kebiasaannya, melihat wajahnya murung dan menguatirkan persoalan itu, buru-buru ia
tertawa paksa.
Racun teratai sudah akan mulai kambuh, biar kulatih dulu serangkaian ilmu pukulan tangan
kosong”
Sambil maju beberapa langkah ke depan, ia segera rentangkan telapaknya dan mulai berlatih
Tiba-tiba Ciong Lian-khek meloloskan pedangnya yang tersoren d ipunggung, ia berseru, “Mari
aku temani dirimu bermain beberapa gebrakan!”
Pedang digetarkan dan segera terpisah mengancam beberapa bagian tubuh pemuda itu.Hoa
Thian-hong melengos ke samping, telapaknya langsung ditadok kemuka…. suatu pertarungan
serupun segera terjadi diantara dua orang jago lihay itu.
Ilmu pedang yang dimiliki Ciong Lian-khek ganas, tajam dan telengas, setiap gerakannya cepat
laksana sambaran kilat. Dengan susah payah Hoa Thian-hong masih sanggup mempertahankan
diri, kurang lebih setelah lewat seratus gebrakan, mendadak racun teratai yang mengeram dalam
tubuhnya mulai kambuh, sekujur tubuhnya terasa linu dan amat sakit.
Dengan kambuhnya racun teratai, hawa murni yang bergolak dalam tubuhnya semakin berlipat
ganas, cuma sayang pikirannya tak tenang. Menghadapi ilmu pedang Ciong Lian-khek yang cepat
dan ganas benar-benar tidak sesuai
Beberapa saat kemudian, sebuah tabasan pedang jago bercabang itu berhasil mampir di atas
bahu Hoa Thian-hong, ia segera melompat mundur ke belakang sambil berseru, “Cepatlah pergi
lari racun, pertarungan ini kita lanjutkan besok pagi saja!”
Dalam peristiwa yang terjadi kemarin siang, secara kebetulan saja aku berhasil lolos dari tangan
Cu Goan-khek” pikir Hoa Thian-hong di dalam hati.” Kejadian semacam ini setiap saat bisa jadi
terulang kembali, mumpung sekarang ada kesempatan aku musti berusaha keras untuk menahan
siksaan dan berlatih giat, dari pada sampai menghadapi keadaan seperti ini aku jadi bingung dan
gelagapan”
Berpikir sampai disitu ia segera ambil keputusan dengan menahan rasa sakit berlatih terus.
“Ayoh kita lanjutkan bergebrak!” katanya sang badan meluruk ke muka dan telapaknya langsung
diayun menghantam tubuh lawan.
Ciong Lian-khek putar pedang menyambut datang serangan, melihat hawa pukulan yang
dipancarkan dari telapaknya kian lama kian bertambah kuat, sehingga mengakibatkan pedang
bajanya merasa gemetar yang sangat kuat, ia jadi terkejut bercampur girang, sambil mengepos
tenaga pertarungan dilanjutkan semakin seru.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
278
Puluhan jurus setelah lewat, suatu kesempatan Ciong Lian-khek melancarkan tiga jurus serangan
berantai, pedangnya bergetar kencang dan secara tiba-tiba menotok dada pemuda itu.
Ketika pertarungan melawan Cu Goan-khek tempo hari, pertama. Ia bertarung dengan keras
lawan keras, kedua. Jiwanya terancam bahaya. Karena itu perlawanan yang. diberikan sepuluh
kali lipat lebih hebat dari pada sekarang, maka ia sanggup mempertahankan diri tidak kalah.
Sebaliknya keadaan yang dihadapinya saat ini jauh berbeda pertarungan ini termasuk dalam
bilangan latihan, setiap jurus harus dipatahkan dengan jurus, setiap gerakan harus dipecahkan
dengan gerakan tentu saja lama kelamaan pemuda itu tak tahan dan keteter hebat.
Mendadak Ciong Lian-khek berseru dengan nada dalam, “Rendahkan bahu ke bawah sambil
lintangkan kaki ke samping, maju menyerobot sambil kirim serangan!”
0000O0000
Hoa Thian-hong tertegun mendengar seruan itu, tapi dengan cepat ia dapat memahami seruan
tersebut, sekali lagi ia menubruk maju kemuka.
Tidak lama setelah pertarungan berlangsung, Ciong Lian-khek dengan gerakan yang sama
melancarkan tusukan kembali ke depan, Hoa Thian-hong tidak ragu-ragu lagi, ia rendahkan
bahunya ke bawah sambil geserkan kaki kanannya ke samping, sambil putar telapak ia kirim satu
pukulan ke muka.
Tusukan pedang Ciong Lian-khek segera mengenai sasaran kosong, dengan cepat ia melayang
mundur ke belakang. Menggunakan kesempatan itu Hoa Thian-hong menerjang ke depan dan
merebut posisi yang lebih baik, serangan bertubi-tubi segera dilancarkan.
Pertarungan berlangsung kurang lebih satu jam lamanya dengan sebilah pedangnya Ciong Liankhek
pertunjukan pelbagai perubahan yang tiada taranya. berulang kali si anak muda itu
menelan kekalahan ditangannya tapi setiap kali ia pasti peroleh pemecahan dari jurus ampun
tadi, dengan demikian setelah bertarung sengit hampir satu jam lamanya manfaat yang ia
dapatkan melebihi hasil latihan selama tiga bulan.
Akhirnya kedua orang itu berhenti bertarung, dengan sekujur badan basah kuyup oleh air
keringat mereka beristirahat dan mengatur pernapasan.
Kemudian Sambil mengajak Chin Giok-liong mereka kembali ke rumah penginapan, selesai
membersihkan badan dan pakaian Hoa Thian-hong masuk ke dalam kamarnya jago bercambang
itu untuk berpamitan, Ketika itulah Ciong Lian-khek ambil keluar sebuah kartu undangan sambil
berkata, “Janjimu dengan Pek Kun-gie lebih baik dipenuhi seorang diri, bisa bersahabat itu lebih
baik, kau musti sedia jalan mundur untuk menghadapi segala kemungkinan yang tidak
diinginkan!”
Ia termenung beberapa saat lamanya. kemudian melanjutkan, “Dalam pertemuanmu dengan Jin
Hian nanti, bertindaklah menurut keadaan. bila kau sanggup menemukan jejak pembunuh
tersebut hal ini jauh lebih bagus lagi.”
“Mengapa begitu?” tanya Hoa Thian-hong sambil menerima kartu undangan tersebut.
Ciong Lian-khek tidak menjawab, ia berjalan keluar dari kamar dan periksa Sekejap keadaan di
empat penjuru, lalu sambil bersandar di atas pintu bisiknya, “Berhasil mencari tahu jejak
pembunuh Jin Bong berarti pula berita mengenai pedang emas ada harapan bisa kita temukan.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
279
Bila kita berhasil dapatkan pedang tersebut berarti pula ada harapan besar bagi kita untuk
mendapatkan ilmu silat warisan dari Siang Tang Lay. Jika demikian keadaannya maka usaha kita
membasmi kaum iblis serta menegakkan kembali keadilan dalam dunia persilatan pun ada
harapan besar.”
Mendengar perkataan itu, Hoa Thian-hong segera merasa darah panas bergelora dalam dadanya.
“Cianpwee, kau juga percaya dengan rahasia pedang emas?”
Meskipun Ciong Lian-khek berulang kali menyatakan bahwa dia tak mau dipanggil sebagai
‘cianpwe’, tapi kebiasaan sukar dihilangkan dan mulut pemuda itu. Dengan wajah serius Ciong
Lian-khek mengangguk.
“Pedang kecil berwarna emas itu ada hubungan yang erat sekali dengan ilmu silat peninggalan
dari Siang Tang Lan, persoalan ini tak bakal salah lagi! Sekarang pusatkan saja seluruh perhatian
dan tenagamu untuk mendapatkan pedang emas itu, mengenai masalah yang lain kita bicarakan
kemudian hari saja. aku percaya suatu ketika persoalan ini pasti akan jadi terang!”
“Mengenai pembunuh dari Jing Bong, sedikit banyak aku telah memperoleh suatu gambaran!”
ujar Hoa Thian-hong setengah berbisik.
“Maksud perempuan yang mencatut nama Pui Che-giok serta raut wajahnya mirip dengan Pek
Kun-gie itu?”
“Bukan! bukan orang itu yang kumaksudkan”jawab pemuda itu sambil menggeleng, “jejak
perempuan itu bagai kabut di pagi hari, detik ini entah dia sudah berada dimana? yang
kumaksudkan adalah Pui Che-giok dayang kepercayaan dari Giok Tong Hujie!”
“Dengan alasan apa kau mencurigai orang itu?” tegur Ciong Lian-khek dengan suasa terkejut,
“Nak, kau musti tahu persoalan ini bukanlah persoalan kecil yang boleh dibuat permainan, suatu
tindakan yang keliru segera akan mendatangkan bencana kematian yang mempengaruhi mati
hidup seseorang!”
“Ketika pembunuh itu menyelesaikan jiwa Jin Bong, yang dipergunakan adalah sebilah badik
mustika yang kecil mungil, kemarin sewaktu aku berada di kuil It-goan-koan, dalam paniknya Pui
Che-giok juga pernah unjukkan badik mustika yang bentuknya persis sekali dengan alat
pembunuh tersebut, oleh karena itulah aku menduga antara mereka berdua tentulah terkait oleh
suatu hubungan yang sangat erat”
Ia berhenti sebentar dan berpikir, kemudian lanjutnya, “Tatkala peristiwa berdarah itu sedang
terjadi, perahu peribadi milik Giok Teng Hujien kebetulan pula sedang berlabuh di sungai Huanghoo,
apakah cianpwee tidak merasa bahwa kejadian ini aneh sekali?”
“Ehmm…! badik mustika adalah suatu benda yang kecil dan tidak menyolok mata, tak nyana
bocah ini bekerja amat teliti dan seksama, sampai urusan sekecil itupun tidak terlepas dari
pengamatannya. Aaai…. ia betul-betul bernyali besar dan berpikiran teliti, bocah ini termasuk
seorang calon jago yang luar biasa. Mungkin Thian punya mata dan sengaja menurunkan bocah
ini ke bumi untuk melenyapkan kaum durjana dan iblis dari kolong langit?” pikir Ciong Lian-khek
dalam hati kecilnya.
Berpikir sampai disitu ia lantas berkata, “Banyak peristiwa yang terjadi di kolong langit kadang
kala berada diluar dugaan orang, adu kelicikan dan adu kekejian bukanlah sifat utama dari orang
golongan kita. Kau harus bertindak dengan hati-hati, bekerja secara mantap dan seksama,
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
280
utamakan perlindungan jiwa atas diri sendiri kemudian baru pikirkan usaha untuk maju ke titik
sukses, jangan terlampau gegabah dan menuruti emosi hati sehingga sebaliknya malah kena
dicurangi oleh pihak lawan”
Hoa Thian-hong mengiakan berulang kali, sesudah menepuk bahu Chin Giok-liong ia putar badan
dan berlalu dari situ.
Sambil menghantar pemuda itu keluar dari kamar, Ciong Lian-khek berpesan kembali,
“Kunjunganmu ke perkumpulan Hong-im-hwie lakukanlah menurut peraturan dunia persilatan,
dengan begitu mereka tak akan turun tangan menghadapi dirimu. Aku punya dendam sedalam
lautan dengan Cia Kim, bila kita saling bertemu pertarungan sengit pasti akan terjadi, maka dari
itu akupun tak akan menemui kepergianmu ini.”
Hoa Thian-hong mengiakan sertu mengangguk, sepeninggalnya dari rumah penginapan dia
langsung menuju ke rumah makan Ki-Eng-Lo.
Sebagai seorang jago muda yang mendapat sorotan paling tajam dari semua golongan di kota
Cho-Ciu, pemuda ini dikenal oleh seluruh orang di rumah makan tersebut, ketika ia tiba dipintu
depan. Pemilik rumah makan diiringi beberapa orang pelayan telah menyambut kedatangannya
sambil berkata, “Hoa-ya, Pek toasiocia dari perkumpulan Sin-kie-pang telah siapkan perjamuan
dalam gardu Cui-Wi-Teng, silahkan Hoa-ya menuju kesitu!”
Hoa Thian-hong mengangguk dan segera mengikut di belakang orang itu, setelah melewati
tanah lapang untuk bersilat mereka putar ke dalam sebuah jalan kecil yang rimbun. beberapa
puluh tombak kemudian sampailah mereka di hadapan sebuah gardu persegi delapan yang
rimbun dan sejuk, dalam gardu telah disiapkan meja perjamuan.
Pek Kun-gie dengan mengenakan pakaian serba putih duduk disisi gardu, ketika Itu ia sedang
memperhatikan sepasang capung di tengah kolam teratai, Siauw Leng sambil memegang sebuah
kipas berdiri disisinya, dayang ini sedang celingukan kesana kemari seperti sedang mencari
sesuatu.
Ketika Hoa Thian-hong munculkan diri di tempat itu, Siauw Leng sambil tertawa cekikikan segera
berseru, “Nona, tamu kita telah datang!”
Pengurus rumah makan itu maju beberapa langkah kemuka dan berseru sambil memberi hormat,
“Nona, Hoa-ya telah tiba!”
Perlahan-lahan Pek Kun-gie berpaling dia ulapkan tangannya mengundurkan pengurus rumah
makan itu, kemudian dengan sikap ogah-ogahan bangkit berdiri dan berjalan menuju kemeja
perjamuan.
“Agaknya pertemuan yang diadakan hari ini rada sedikit berlebihan” pikir Hoa Thian-hong dalam
bati.
Sementara ia berpikir begitu, langkahnya dilanjutkan menuju ke arah meja perjamuan sapanya
sambil memberi hormat, “Nona, harap suka memberi maaf bila kedatanganku agak terlambat!
“Untuk keterlambatanmu kau harus dihukum dengan tiga cawan arak” seru Siauw Leng dengan
cepat sekali tertawa, “Kemarin malam secara gegabah dan kasar kau telah melukai pula nona
kami, sebentar lagi hutang ini musti diselesaikan pula!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
281
“Hmmm! Sedikit tak tahu aturan!” tegur Pek Kun-gie dengan wajah berubah, “Apa itu kau, kau,
kau?”
Sambil meleletkan lidahnya Siauw Leng segera membungkam, buru-buru dia penuhi cawan
kedua orang itu dengan arak wangi.
Diam-diam Hoa Thian-hong pun memperhatikan sikap Pek Kun-gie, dia lihat wajah gadis itu layu
dan lemah bahkan nampak sedikit murung dalam hati segera pikirnya, “Serangan yang
kulancarkan kemarin malam hanya menggunakan tenaga sebesar lima bagian, masa ia benarbenar
terluka?”
Bibirnya bergerak hendak mengucapkan beberapa patah kata yang menyatakan permintaan
maaf, tapi setelah teringat kembali akan penghinaan yang pernah diterima pada masa lalu,
pemuda itu segera keraskan hatinya dan membungkam dalam seribu bahasa.
Kecantikan wajah Pek Kun-gie boleh dibilang nomor satu di kolong langit, kecuali kalah setengah
tingkat dari gadis yang mencatut nama Pui Che-giok boleh dibilang gadis2 lain dalam dunia
persilatan tak seorangpun yang dapat menandingi dirinya.
Tampak ia angkat kepala memandang sekejap ke arah Hoa Thian-hong, lalu ujarnya, “Apa yang
hendak kau katakan? Mengapa tidak jadi bicara? Apa takut didengar orang lain?”
Hoa Thian-hong menggeleng, sambil angkat cawan arak ia menyahut, “Sanak keluarga dari Chin
Pek-cuan Loenghiong masih tertinggal di kota Seng-ciu, asal kan tersedia melindungi jiwa mereka
semua maka semua hutang piutang kita dimasa yang silam kuhapuskan sampai disini saja, sejak
kini aku tak akan mencari gara-gara dengan dirimu lagi.”
“Hmmm, kesetia kawanmu terhadap keluarga Chin rupanya luar biasa sekali?”
Hoa Thian-hong tertegun, dari nada ucapan itu dia dapat menangkap suatu perasaan lain yang
aneh sekali, setelah merandek sejenak ia lantas berkata, “Chin Pek-cuan pernah melepaskan budi
terhadap keluarga Hoa kami, dan aku rasa semua orang pasti mengetahui akan kejadian
tersebut. Setelah aku makan teratai racun empedu api, enci Chin Wan-hong pula yang
mengusahakan obat mujarab sehingga aku dapat terhindar dari bahaya maut, bila tiada
pengorbanan darinya, darimana aku Hoa Thian-hong bisa munculkan diri di kota Cho-Ciu pada
saat ini?”
Dari pembicaraan itu dapat terlihat betapa mesranya sikap pemuda ini terhadap diri Chin Wanhong,
perasaan tersebut sama sekali tidak disembunyikan barang sedikitpun jua.
Pek Kun-gie segera tertawa dingin, selanya, “Bila aku tidak mengirim Oh Sam untuk menghantar
kalian melakukan perjalanan sejauh ribuan li, masih kau bisa sampai di tempat tujuan….?”
Mula-mula Hoa Thian-hong tertegun, kemudian pikirnya dalam hati, “Seandainya bukan
dikarenakan tiga batang jarum beracun ‘So-Hun-Tok-Ciam’ akupun tak akan menelan teratai
racun untuk bunuh diri, andaikata aku mati keracunan itu masih mendingan, sekarang aku hidup
segar bugar di kolong langit sedang Teratai racun empedu api yang seharusnya kuberikan
kepada ibuku sebagai obat malah termakan olehnya, siapa yang harus menyembuhkan sakit
yang diderita ibu?”
Sebagai seorang anak yang berbukti kepada orang tuanya, Hoa Thian-hong lebih mementingkan
soal kesehatan ibunya daripada soal lain. Teringat akan hal tersebut rasa bencinya terhadap
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
282
pihak perkumpulan Sin-kie-pang kian bertambah tebal, sekalipun berhadapan kamu dengan
seorang gadis cantik jelita bagaikan bidadari, perasaan itu sulit pula untuk disembunyikan….
Sementara itu ketika Pek Kun-gie tidak mendengar jawaban dari si pemuda itu, dan segera
berpaling dan berkata lagi, “Kemarin malam aku telah pikirkan kembali pertanyaan yang kau
ajukan kepadaku rasanya sekarang aku telah berhasil memahami maksud yang sebenarnya dari
pertanyaanmu itu….”
“Maksud apa?” tanya Hoa Thian-hong dengan alis berkerut.
“Bukankah kemarin kau bertanya kepadaku, adakah seseorang datang ke markas mencari
dirimu? Sekarang aku sudah tahu siapakah orang yang kau maksudkan itu”
“Siapa?”
“Ayahmu sudah meninggal, hanya ibumu merupakan satu2nya orang yang kau sayang Kalau
kulihat dari sikapmu yang gelisah bercampur cemas maka dapat kusimpulkan bahwa kau tentulah
merasa kuatir bila ibumu pergi ke markas Sin-kie-pang mencari dirimu. bukan begitu?”
Tercekat juga hati Hoa Thian-hong mendengar perkataan itu, dengan suara dingin segera
serunya, “Ilmu silat yang dimiliki ibuku sangat lihay, andaikata ia benar-benar berkunjung kebukit
Tay-pa-san, maka aku peringatkan lebih baik kalian berhati-hati!”
“Addduuuh mak! benarkah Hoa Hujien selihay itu?”teriak Siauw Leng tiba-tiba sambil tertawa
merdu.”Aku jadi pingin tahu sampai dimanakah kehebatannya”
Dengan pandangan dingin Pek Kun-gie melirik sekejap ke arah dayangnya lalu angkat cawan
araknya dan diangsurkan kepada Hoa Thian-hong.
Pikiran Hoa Thian-hong jadi kuatir, ia tak dapat membebaskan gadis cantik di hadapannya ini
seorang teman atau lawan tanpa banyak bicara diapun angkat cawan arak sendiri dan
meneguknya setegukan.
Terdengar Pek Kun-gie berkata kembali, “Memang aku tahu bahwa kelihayan ilmu silatnya yang
dimiliki orang tuamu dikenal oleh setiap orang, tapi kau musti ingat bahwa sepasang kepalan
susah mengalahkan empat buah telapak Apalagi dalam markas perkumpulan Sin-kie-pang
terdapat jago lihay yang tak terhitung jumlahnya, bila ibumu benar-benar berani menempuh
bahaya, aku takut sulit baginya untuk keluar dari situ dalam keadaan selamat”
Tertegun bati Hoa Thian-hong mendengar perkataan itu, hanya dia seorang yang tahu bahwa
Hoa hujien menderita luka dalam yang amat parah sehingga ilmu silatnya tak dapat
dipergunakan lagi, tapi rahasia semacam ini tentu saja tidak sampai diucapkan keluar,
Sambil tertawa paksa segera katanya, “Kalau anggota perkumpulan Sin-kie-pang kalian berani
berbuat kurang ajar terhadap ibuku dengan andalkan jumlah banyak, akupun tak usah susah2
pergi mencari satroni dengan orang lain, rasa dongkolku itu segera akan kulampiaskan di atas
tubuhmu, dengan gigi aku balas gigi dengan cakar aku balas cakar, hutang baru hutang lama
semuanya aku bereskan atas namamu seorang”
Pek Kun-gie segera mendengus dingin.”Hmm! Aku nasehati dirimu, lebih baik lepat21ah bunuh
diriku, sebab kalau tidak, sekembaliku ke kota Seng-ciu maka seluruh keluarga dari Chin Pekcuan
akan kubunuh sampai habis”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
283
“Kau anggap aku tak berani mencabut jiwamu…” teriak Hoa Thian-hong dengan gusar Tiba-tiba
ia merasa dibalik ucapan
gadis itu seakan-akan terselip nada pedih yang menyedihkan hati, sikapnya yang lesu dan
murung pada saat ini jauh berbeda dengan sikapnya yang angkuh dan sombong dimasa lampau,
ia jadi heran dan untuk sesaat berdiri tertegun,
Keadaan Pek Kun-gie nampak lesu, layu dan seperti orang aras2an, dengan kepala tertunduk dia
awasi cawan araknya dengan pandangan mendelong.
Lama sekali ia baru angkat kepala dan memandang wajah si anak muda itu, biji matanya yang
bening secara lapat-lapat terselip kelesuan yang sangat aneh.
Makin dipandang Hoa Thian-hong merasa semakin bingung, ia merasa sikap Pek Kun-gie pada
saat ini jauh berbeda dengan sikapnya dimasa silam. sekarang bukan saja tidak nampak
kesombongan jiwanya bahkan nampak jauh lebih halus dan lembut.
Setelah berpikir sejenak, pemuda itu merasa semakin bingung. Akhirnya sambil angkat cawan
araknya ia berkata setengah gelagapan, “Aku akan menemani nona untuk minum beberapa
cawan lagi, bila kau tak ada urusan lain, akupun ingin mohon diri terlebih dulu”
Mendengar perkataan itu, Pek Kun-gie angkat cawannya dan meneguk setegukan. kemudian
dengan nada seenaknya ia berkata, “Aku dengar katanya ibumu sangat cantik, benarkah itu?”
Hoa Thian-hong tidak menyangka kalau ia bakal mengajukan pertanyaan semacam itu, setelah
melengak sejenak ia mengangguk “Benar, ibuku memang sangat cantik”
“Bagaimana kalau kecantikannya dibandingkan dengan Chin Wan-hong?….”
Hoa Thian-hong segera tersenyum. “Lucu amat pertanyaanmu ini, yang satu adalah orang
dewasa sedang yang lain baru seorang bocah, bagai mana aku musti membandingkannya?….”
Haruslah diketahui Hoa Hujien adalah seorang perempuan yang amat cantik, meskipun usianya
telah mencapai empat puluh tahun namun kecantikan wajahnya masih belum hilang lenyap.
Sedangkan Chin Wan-hong hanya halus lemah lembut dan menyenangkan orang, gadis ini tidak
termasuk dalam golongan gadis cantik. Bila hendak dibandingkan tentu saja ia bukan tandingan
dari kecantikan Hoa Hujien Sekalipun begitu Hoa Thian-hong tidak ingin merendahkan salah satu
diantara mereka berdua, sebab yang satu adalah ibu kandungnya yang sangat disayang sedang
yang lain adalah teman akrabnya, dalam keadaan begini pemuda tersebut segera ambil jalan
tengah dengan tidak memberikan perbandingan
Tiba-tiba terdengar Siauw Leng nyeletuk, “Bagaimana kalau Hoa Hujien dibandingkan dengan
nona kami?”
“Lancang amat kau ini, jangan banyak bicara,!” seru Pek Kun-gie dengan uring2an. Ia berpaling
ke arah Hoa Thian-hong kemudian melanjutkan, “Tabiatku suka menyendiri dan jarang sekali
mengikat tali persahabatan dengan orang lain, di hari2 biasa teman,ku hanya budak ini saja, bila
ia kurang ajar kepadamu harap kau suka memaafkan”
“Omongan bocah cilik kenapa musti dipikirkan?” sahut Hoa Thian-hong sambil tersenyum. ketika
dilihatnya sepasang biji mata gadis itu sedang mengawasi dirinya seolah-olah sedang menantikan
perkataan selanjutnya, terpaksa sambil tersenyum ia menambahkan, “Harap nona jangan marah,
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
284
ibuku ibarat rembulan di angkasa sedang nona bagaikan sekuntum bunga, meskipun ke-dua2nya
indah namun sulit bagiku untuk membandingkannya”
Bila di-hari2 biasa. perkataan itu pasti akan menggatalkan telinga Pek Kun-gie, tapi sekarang
wajahnya tetap tersungging senyuman lirih, sedikitpun tidak nampak rasa tidak senang yang
terlintas di atas wajahnya.
“Aku toh seorang budak ingusan yang tiada berharga, mana bisa dibandingkan dengan Hoa
Hujien? Mungkir. dengan enci Wan-hong mu itupun tak dapat mengimbangi”
“Apanya sih yang bagus pada diri Chin Wan-hong? Kalau dibandingkan dengan nona kami, dia
belum ada separuhnya!” sela Siauw Leng tidak puas.
Sorot mata Pek Kun-gie berkilat ia sapu sekejap wajah Hoa Thian-hong lalu katanya sambil
tertawa, “Perempuan yang telah dewasa toh gampang berubah, siapa tahu kalau kecantikan
wajah Chin Wan-hong secara tiba-tiba berubah jadi lebih cantik dari pada diriku?”
Hoa Thian-hong tersenyum, pikirnya, “Perempuan memang aneh sekali, baik dalam raut wajah
maupun dalam ilmu silat, mereka selalu ingin kecantikannya melebihi orang lain.”
Ia bangkit dari tempat duduknya dan segera menjura, katanya, “Karena masih ada urusan lain,
dilain hari saja aku datang kembali untuk menyambangi nona!”
Wajah Pek Kun Ge yang baru saja dihiasi senyuman kegembiraan seketika berubah jadi sedih
kembali setelah mendengar pemuda itu mohon diri.
Hoa Thian-hong adalah pemuda yang cerdik. meskipun usianya masih muda tapi dia pandai
melihat gelagat orang. menyaksikan gadis itu menunjukkan rasa sedih setelah ia mohon pamit,
tanpa terasa dalam hati pikirnya, “meskipun gadis ini sombong dan agak mau menang sendiri
dalam menghadapi tiap persoalan, namun bila keadaannya bisa begini halus terus menerus, dia
patut diajak berteman”
Berpikir sampai disitu. timbullah rasa kasihan dalam hatinya, ia segera berkata, “Pagi ini Jin Hian
telah mengutus orang untuk mengampaikan sebuah kartu undangan kepadaku, karena akupun
membutuhkan sejenis obat darinya maka undangan tersebut telah kuterima. Bila nona tak
keberatan, aku ingin mohon diri lebih dahulu agar bisa bikin sedikit persiapan”
“Itu toh urusan nanti malam? Atau mungkin hendak pergi ke kuil It-goan-koan?”
Pek Kun-gie adalah seorang gadis yang tinggi hati, sebelum berkenalan dengan Hoa Thian-hong
belum pernah hatinya tertarik siapapun, tapi setelah berjumpa dengan pemuda itu, sedikit demi
sedikit ia mulai tertarik hatinya oleh kegagahan serta ketampanannya, dalam hati kecilnya
timbullah rasa cinta yang mendalam, cinta itu bersemi sedikit demi sedikit. akibatnya rasa senang
gadis ini terhadap pemuda itu boleh dikata jauh lebih mendalam dari pada cinta dalam
pandangan pertama.
Rasa cinta itu mulai bersemi sejak perkenalan mereka, ketika terjadi peristiwa Hoa Thian-hong
bunuh diri dengan menelan teratai racun empedu api di tepi sungai Huang-hoo, gadis itu baru
menyadari bahwa hati kecilnya telah terisi oleh bayangan Seorang pria, dan pria itu bukan lain
adalah Hoa Thian-hong.
Tapi sayang semuanya terlambat, pemuda pujaannya telah bunuh diri dan kabar beritanya sejak
itu ikut lenyap bersama lenyapnya Chin Wan-hong serta Tiong-si Sam Houw.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
285
Ketika berita tentang munculnya kembali Hoa Thian-hong dalam dunia persilatan tersiar sampai
gunung Tay-Pa-San, Pek Kun-gie merasakan hatinya senang bercampur murung, ia merasa ingin
sekali cepat-cepat bertemu dengan pemuda itu, tapi diapuu tahu antara mereka berdua pernah
terikat oleh suatu permusuhan dimasa yang silam, sengketa tadi seolah-olah sebuah jurang yang
dalam telah memisahkan mereka berdua pada tepian yang berbeda, hal mi membuat hatinya jadi
murung dan sedih. tapi akhirnya ia nekad berangkat juga ke kota Cho-Chiu untuk bertemu
dengan dirinya.
Hoa Thian-hong sendiri meskipun tidak dapat memahami perasaan hati si gadis, tapi ia dapat
metihat perubahan sikap Pek Kun-gie yang amat besar serta sikap persahabatannya terhadap
dia, hal iti membuat sikapnya jadi kikuk dan Salah, dia ingin sekali hatinya dan berlalu dari situ,
tapi apa daya hatinya terasa lemah menghadapi kaum wanita.
Untuk sesaat pemuda ini jadi melongo dan tak tahu apa yang musti dilakukan olehnya.
Siauw Leng si dayang kecil itu tidak punya pikiran cabang. melihat Hoa Thian-hong hendak pergi
sedang Pek Kun-gie ada maksud menahan, ia segera menarik tangan pemuda itu sambil
menyeretnya duduk kembali di tempat semula, serunya sambil tertawa, “Eeei…. bagaimana sih
kau ini? Kok sikapmu tak tahu adat? pertanyaan yang diajukan nona kami toh belum selesai!”
Hoa Thian-hong tertawa getir, ia duduk ke tempat semula. Sikap kurangajar yang diperlihatkan
Siauw Leng pada saat ini ternyata tidak peroleh dampratan dari Pek Kun-gie, malahan gadis ini
pura-pura tidak melihat.
Suasana untuk sesaat diliputi kecanggungan serta serba kerikuhan mendadak pada sesaat itulah
terdengar suara langkah manusia bergema datang, disusul tampaklah pengurus rumah makan
diiringi seorang pemuda baju putih berjalan mendekat
Melihat kehadiran pemuda itu. dengan mata melotot besar Siauw Leng segera berseru, “Aaah!
Kok kongcu juga datang ke kota Cho-Ciu?”
Pek Kun-gie sendiri sewaktu mengenali pemuda itu sebagai Kok See-piauw, dengan alis berkerut
segera alihkan biji matanya yang jeli ke arah Hoa Thian-hong.
Rupanya Kok See-piauw sendiri juga telah melihat ketiga orang yang hadir dalam gardu, sambil
melangkah masuk ke dalam gardu itu ia tertawa lantang dan berseru, “Oooh…! Adikku manis,
kenapa kau pergi tanpa pamit? Aku sampai tak enak makan tak enak tidur, kejam amat hatimu!”
Diam-diam Pek Kun-gie merasa amat gusar melihat kehadiran pemuda itu, dalam keadaan serta
situasi seperti ini ia tak ingin dirinya diganggu orang lain, di samping itu diapun takut Hoa Thianhong
tak senang hati, maka setelah manggut lirih kembali dia alihkan sorot matanya ke arah
pemuda she Hoa tadi untuk mengamati perubahan wajahnya.
Sementara itu Hoa Thian-hong telah berpikir di dalam hatinya setelah menyaksikan kehadiran
dari Kok See-piauw, “Kebetulan sekali, aku memang hendak mengundurkan diri, eeei .. siapa
tahu kau datang kemari…. inilah kesempatan bagiku untuk pergi dari sini!”
Berpikir demikian ia lantas bangkit berdiri dan siap memohon diri kepada Pek Kun-gie.
Tiba-tiba Siauw Leng berseru sambil tertawa, “Kok Kongcu saudara ini bukan lain adalah Hongpo
Seng Kongcu yang pernah kita jumpai tempo dulu, sekarang ia bernama Hoa Thian-hong dan
merupakan orang yang paling tersohor di kota Cho-Ciu!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
286
Kok See-piauw sendiri agaknya juga sudah mengetahui siapakah Hoa Thian-hong itu, dengan alis
berkerut sengaja dia amati lawannya dari atas kepala hingga sampai ke ujung kaki lalu sambil
membuka kipasnya ia menyindir sambil tertawa , “Bisa lolos dari bencana besar, kehidupanmu
kemudian hari tentu banyak rejeki, bocah keparat! Sekali goyang badan ternyata kau betul-betul
sudah berubah lebih hebat dari dahulu!”
Hoa Thian-hong berjiwa besar dan bercita cita tinggi, setiap saat ia selalu memikirkan bagaimana
caranya menumpas kaum iblis serta durjana dari muka bumi dan bagaimana caranya
menegakkan kembali keadilan di kolong langit, yang termasuk daftar incarannya antara lain Bun
Liang Sinkun, Pek Siau-thian, Jin Hian serta beberapa orang gembong iblis dari perkumpulan
sekte agama Thong-thian-kauw.
Manusia-manusia sebangsa Kok See-piauw sebetulnya tidak tercatat dalam hati, tapi setelah
menyaksikan kesombongan pemuda itu serta sikapnya yang begitu jumawa, tak urung berkobar
juga hawa amarah dalam dadanya, rasa benci dan muak menyelimuti seluruh benaknya.
Kok See-piauw sendiri sudah lama mencintai Pek Kun-gie, meskipun tiada kemajuan namun
harapan selalu tetap ada, kini setelah dilihatnya gadis itu secara mendadak meninggalkan
permusuhan dan berubah Jadi bersahabat dengan Hoa Thian-hong, terutama sikap Pek Kun-gie
yang begitu dingin terhadap dirinya serta raut wajah pemuda she-Hoa yang tampan serta gagah,
timbullah rasa dengki dan cemburu dalam hati kecilnya, nafsu membunuh segera berkobar dan
tanpa banyak bicara dia langsung ambil tempat duduk di dalam gardu.
Hoa Thian-hong semakin naik pitam terutama setelah dilihatnya sikap maupun perkataan lawan
amat tak tahu diri, tapi ingatan lain segera berkelebat dalam benaknya, ia merasa tak leluasa
untuk bergebrak dalam keadaan begini.
Maka sambil menekan kembali hawa gusarnya ia bangkit berdiri dan tinggalkan tempat
duduknya.
Pek Kun-gie jadi amat gelisah. segera pikirnya di dalam hati, “Dalam menghadapi persoalan yang
kutemui pada saat ini, aku haru ambil keputusan tegas. Bila kutampik Kok See-piauw maka
paling banter dari sahabat kita akan berubah jadi permusuhan, sebaliknya kalau aku sampai
menggusarkan dirinya, mungkin sejak detik ini kami tak akan hidup secara damai.”
Hati perempuan memang dalam ibarat saudara, terutama sekali gadis tinggi hati macam Pek
Kun-gie, bila ia tidak senang mungkin masih mendingan, jika ia telah jatuh hati maka sekalipun
perjalanan dihadang oleh golok tajampun ia tak akan balik kembali.
Demikianlah, setelah mengambil keputusan ia segera bangkit berdiri dan mengejar ke sisi Hoa
Thian-hong, serunya, “Disebelah tenggara kota terdapat sebuah kedai makan tersohor. mari aku
temani dirimu makan di tempat lain saja!”
Hoa Thian-hong terkesiap. dalam hati ia merasa bangga dengan sikap gadis tersebut tetapi iapun
merasa serba salah, untuk beberapa saat ia jadi berdiri menjublak dan tak tahu apa yang musti
dilakukan.
Kok See-piauw jadi sangat malu dengan tindakan Pek Kun-gie tersebut, sambil bangkit berdiri
teriaknya keras-keras, “Hian-moy harap berhenti, biar siau-heng saja yang pergi dari tempat ini!”
Pek Kun-gie tidak menyahut, ia tarik ujung baju Hoa Thian-hong dan diajak menyingkir ke
samping untuk memberi jalan lewat bagi Kok See-piauw.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
287
Pemuda she-Kok ini adalah anak murid kesayangan dari Bu-Liang-Sinkun, semula tabiatnya
sangat binal dan kasar, tapi sejak ia jatuh cinta kepada Pek Kun-gie lama kelamaan sifatnya
banyak berubah, ia jadi lebih halus dan penurut. Tapi kini setelah impian indahnya buyar,
terutama setelah hatinya diliputi kedengkian serta rasa kecewa. muncullah kembali wataknya
yang buas dan kasar itu. ia bersumpah hendak membalas sakit hati ini.
Tatkala tubuhnya berjalan lewat disisi kedua orang itu, mendadak ia berhenti dan melotot ke
arah Hoa Thian-hong dengan sorot mata berapi-api.
Wajah Pek Kun-gie berubah hebat. ia tahu pemuda itu mengandung maksud tak baik tanyanya
dengan suara dingin, “Kok-heng, diantara kita berdua hanya ada hubungan persahabatan dan
selamanya tiada urusan pribadi apapun, dalam urusan hari ini jika Kok-heng masih suka memberi
muka kepadaku. lebih baik janganlah menimbulkan keonaran dan gara-gara di tempat ini”
Kok See-piauw tertawa dingin.”Hubungan diantara kita berdua toh sudah berlangsung lama,
siapa suruh kau bersikap kejam lebih duhulu?”
Sorot matanya dialihkan ke arah Hoa Thian-hong, kemudian sambil tertawa seram tambahnya,
“Kedatangan aku orang she Kok di kota Keng-ciu kali ini adalah menuntut balas bagi sakit hati
guruku, tetapi memandang di atas wajah adik Pek untuk sementara waktu urusan itu telah
kukesampingkan. tapi sekarang urusan telah jadi begini, kau si bangsat cilik pun harus memberi
pertanggungan jawab kepadaku”
“Sungguh menggelikan orang ini,” batin Hoa Thian-hong di dalam hati, “Dia lebih mengutamakan
kepentingan pribadi daripada perintah gurunya, Hmm! dasar manusia rendah….”
Sebelum dia sempat buka suara, Pek Kun-gie telah berseru kembali dengan gusar, “Kok-heng,
mengungkap ungkap kejadian masa lampau bukanlah seorang lelaki sejati masalah yang
menyangkut keluarga Chin telah kutangani sendiri, bila Kok-heng merasa tidak puas, silahkan
mengajukan perotes langsung dengan diriku!”
Kok See-piauw masih mencintai gadis ini dia tak ingin putus hubungan sama sekali dengan Pek
Kun-gie, tapi terhadap Hoa Thian-hong rasa bencinya telah merusak ke tulang sumsum, ia
bersumpah hendak membinasakan pemuda itu.
Mendengar ucapan dari gadis she-Pek, ia segera tertawa panjang dan menyindir, “Hoa Thianhong,
Hoa Thian-hong, tampangmu sih berubah tambah ganteng dan gagah, tidak tahu sampai
dimana kehebatan ilmu silatmu, masa kau cuma berani bersembunyi dibawa gaun seorang
perempuan?”
Dalam hati Hoa Thian-hong tertawa geli terhadap Pek Kun-gie pemuda ini sama sekali tidak
menaruh hati, tapi setelah teringat akan sebuah pukulan Kiu-pit-sin-ciang yang dihadiahkan Kok
See-piauw sewaktu berada di gedung keluarga Chin di kota Keng-ciu hingga hampir saja jiwanya
melayang, ia jadi bangga hati melihat kegusaran orang makin memuncak, ia merasa sakit hati itu
tak perlu dibalas lagi asal pemuda she-Kok ini bisa dibikin naik pitam sehingga muntah darah.
Meskipun demikian, iapun kuatir bila musuhnya itu menimpakan rasa mangkel dan gusarnya di
atas tubuh Chin Pek-cuan. maka dengan wajah serius katanya, “Sudah lama aku mendengar
orang berkata bahwa Bu-liang Sinkun paling pegang janji dan selamanya tak pernah mengingkari
ucapan sendiri, kau sebagai murid kesayangannya tentu mempunyai watak demikian pula
bukan?”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
288
“Kau tak usah menjebak aku orang she-Kok dengan kata-kata,” tukas Kok See-piauw cepat,
“Kalau punya kepandaian ayoh unjukkan kelihayanmu, asal kau si bangsat belum modar, aku
orang she Kok tak nanti akan mencari Chin Pek-cuan tua bangka itu.”
Sebagai tamu terhormat dan perkumpulan Sin-kie-pang, selama ini dia hanya berdiam terus di
bukit Tay-pa-san, setelah Pek Kun-gie Pergi tanpa pamit buru-buru ia menerjang ke Timur dan
baru tengah hari tadi tiba di kota Cho-ciu, setelah berkunjung sejenak di kantor cabang Sin-kiepang,
ia langsung menyusul kemari.
Dengan begitu dia belum sampai mendengar kabar mengenai pertarungan antara Hoa Thianhong
dengan Cu Goan-khek, karena itulah dalam pandangannya, dia musti menganggap enteng
musuhnya ini, dianggapnya pemuda itu bakal keok dalam beberapa gebrakan saja.
Sementara itu Hoa Thian-hong telah tersenyum setelah diketahuinya Kok See-piauw masuk
perangkap, ujarnya kemudian, “Sulit sekali untuk peroleh janji dari mulutmu sendiri, kalau
memang ingin bergebrak silahkan saudara tentukan waktu dan tempatnya, aku pasti akan
datang menemui janji.”
Kok See-piauw semakin naik pitam, ia tidak menanti untuk menunggu lebih lama, sambil
menyapu sekejap sekeliling tempat itu serunya, “Ikuti diriku”
Dengan langkah lebar ia berlalu lebih dulu dari situ.
Sambil tersenyum Hoa Thian-hong membuntuti dari belakangnya, sedang Pek Kun-gie dengan
mulut membungkam mendampingi disisi pemuda tersebut.
Setibanya dilapangan beradu silat Kok See-piauw segera berhenti, melihat musuhnya datang
didampingi oleh Kun-gie. ia merasa gengsinya semakin terinjak dengan penuh kegusaran segera
teriaknya, “Bila aku beruntung dan berhasil menangkan pertarungan ini, Hian-moay tak boleh
gunakan obat pemunahku untuk menolong jiwanya.”
Pek Kun-gie mengerutkan alisnya, dari dalam saku dia ambil sebutir pil warna hijau dan segera
ditimpuk ke depan. Kok See-piauw sambut obat tersebut, tiba-tiba ia merasa menyesal ia merasa
tidak seharusnya karena persoalan itu dia musti bentrok dengan Pek Kun-gie, dalam hati. segera
pikirnya, “Baiklah. akan kubunuh lebih dahulu bangsat ini, kemudian akan kulihat kau bakal
berubah pikiran atau tidak?”
Sekali gencet ia hancurkan obat itu jadi bubuk lalu disebar di atas tanah, jengeknya sambil
tertawa dingin, “Hoa Thian-hong, kau berdiri melulu di situ, apakah hendak tunggu sampai aku
orang she-Kok turun tangan lebih dahulu?”
“Hmm! Bajingan, kau memang terlalu tak tahu adat!” dengus Hoa Thian-hong, ia maju kemuka
dan segera melancarkan sebuah pukulan.
Dengan tangkas Kok See-piauw mengegos dari ancaman itu, lalu sambil tertawa dingin kembali
ejeknya, “Aku kira ilmu silatmu telah mendapat kemajuan pesat, tak tahunya….Huuuh! Melulu
satu jurus itu saja”
Sambil berseru jari dan telapaknya bekerja cepat, dalam sekejap mata dia sudah kirim lima jurus
serangan silat.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
289
Dengan tenang Hoa Thian-hong hadapi setiap serangan lawar, sembil bertempur pikirnya dalam
hati, “Meskipun orang ini terlalu jumawa, ilmu silatnya luar biasa juga. Dari sini dapat
dibayangkan betapa lihaynya Bu-liang Sinkun sang gurunya…”
Sementara itu, para tamu dalam rumah makan tersebut berbondong-bondong telah penuhi
sekitar kalangan tatkala mereka tahu ada orang sedang bertempur disitu, tentu saja diantara
mereka terdapat pula para jago dari golongan Sin-kie-pang, Hong-im-hwie serta Thong-thiankauw,
suara bisik2 kedengarannya berkumandang diantara mereka sedang seluruh perhatian
dicurahkan ke tengah kalangan, seakan-akan mereka sedang menikmati suatu pertempuran yang
amat indah.
Dalam menghadapi pertarungannya hari ini, Hoa Thian-hong bersikap tenang dan sama sekali
tidak terburu nafsu, ilmu pukulan Kun-siu-ci-tau dimainkan dengan bebas dan enteng, diantara
serangan terdapat pula pertahanan yang kuat.
Tenaga dalam yang ia miliki saat ini sedang berada dalam taraf peningkatan, terutama
pembaruan antara hawa murni serta kadar teratai racun yang bersarang di tubuhnya telah
menciptakan sesuatu cara berlatih tenaga dalam yang aneh, makin kerap ia bergerak makin
pesat kemajuan yang diciptakan dalam tenaga murninya. bukan saja ia tidak merasa lelah bila
bertempur melawan orang kebalikannya tubuh merasa makin segar dan nyaman.
Lain hanya dengan Kok See-piauw yang diliputi rasa dengki dan benci, ia berniat membinasakan
musuhnya dalam berapa gebrakan saja, karena itu lewat beberapa jurus kemudian ilmu ‘Kiu-pitsin-
ciang’ dari perguruannya telah dimainkan dengan dahsyat, tangan kanan menyerang dengan
ilmu pukulan tangan kiri menotok dengan ilmu totokan, ia menyerang secara brutal dan penuh
nafsu.
Bila dibicarakan tentang indahnya gerakan serta luasnya ilmu silat, Hoa Thian-hong tak dapat
menangkan Kok See-piauw, tapi kalau berbicara tentang tenaga dalam maka pemuda kita ialah
yang lebih unggul. Meskipun jurus pukulannya hanya tunggal tapi dibalik itu terkandunglah
banyak perubahan yang dahsyat, ia tak pernah menyerang dengan jurus tipuan ataupun
pancingan, namun walau Kok See-piauw telah unjukan ilmu silat macam apapun itu selalu tak
berhasil merebut kemenangan
Begitulah, Kok See-piauw kuat dalam variasi jurus, lemah tenaga dalam, semakin gusar ia
menghadapi pertarungan itu semakin lemah tenaga serangannya, hingga lama kelamaan
posisinya mulai nampak goyah dan terdesak bebat.
Menghadapi keadaan seperti ini, Hoa Thian-hong segera berpikir dalam hati, “Setelah Cu Siauw
Lek tampil ke muka, sekarang bila Kok See-piauw kupukul roboh maka dengan sendirinya Buliang
Sinkun bakal muncul diri, orang lain punya tulang punggung sedang aku? Bila aku kalah
siapa yang akan balaskan dendam?”
Teringat pula luka yang diderita ibunya, ia jadi kesal. Hilanglah niatnya untuk bertempur lebih
jauh. sambil membentak keras telapaknya laksana kilat menyapu ke depan. Pukulan ini bukan
saja dilancarkan dengan cepat laksana kilat, bahkan luar biasa hebatnya.
Mimpipun Kok See-piauw tidak menyangka kalau dalam serangan yang sama secara tiba-tiba
musuhnya telah menggunakan tenaga yang lebih dahsyat, melihat tak ada kesempatan lagi
baginya untuk menghindar, terpaksa ia putar telapak menyongsong datangnya serangan itu
dengan keras lawan keras.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
290
“Blaaaam….!” di tengah bentrokan nyaring Kok See-piauw merasa tubuhnya bergetar keras,
lengannya jadi linu dan kaku hingga tanpa terasa badannya terdorong mundur dua depa ke
belakang.
“Kalau rejeki? pasti bukan bencana, kalau bencana tak akan kuhindari lebih baik undang saja
gurumu!” pikir Hoa- Thian-hong dalam hati.
Tabuhnya menerjang makin kemuka, telapak diayun dan sebuah pukulan kembali dilancarkan.
Kok See-piauw terkesiap, buru-buru ia pasang she-si (Kuda-kuda) kemudian sepasang telapak
didorong ke depan dan menerima datangnya serangan itu secara keras lawan keras?
JILID 15
BLAAM…! Sekali lagi terjadi bentrokan dahsyat. Kok See-piauw rasakan kepalanya hampir pecah
termakan daya tekanan hawa pukulan tersebut. matanya kontan berkunang-kunang dan
tubuhnya mundur ke belakang dengan sempoyongan. Keadaannya saat ini jauh lebih payah dari
pertama kali tadi.
Hoa Thian-hong sendiri hanya tergetar sedikit ke samping, lalu seperti tak pernah terjadi apa2
dia loncat ke belakang tubuh Kok See-piauw, telapaknya diayun dan segera menghantam
punggung orang sekeras-kerasnya.
“Jangan bunuh dia!” mendadak Pek Kun-gie menjerit kaget.
Hoa Thian-hong tertegun mendengar seruan itu tanpa pikir panjang ia kurangi hawa murninya
dan ayun telapaknya ke samping.
Weesss! Tubuh Kok See-piauw segera terlempar ke depan
Meskipun pukulan yang bersarang di atas punggung lawan ini cukup ringan, namun bagi Kok
See-piauw dirasakan bagaikan terhajar martil seberat seribu kaki, ia menjerit tertahan dan
mencelat sejauh beberapa tombak, kemudian tubuhnya terbanting keras-keras di atas tanah.
Kok See-piauw berusaha untuk menahan diri namun gagal, tak bisa dihindari lagi ia muntah
darah segar.
“Kok-heng silahkan berlalu dari sini,” kata Pek Kun-gie kemudian. “Dilain dari siaumoay pasti
akan minta maaf kepadamu!”
Kok See-piauw merasa malu bercampur gusar, dengan sorot mata penuh kebencian ia melotot
sekejap ke arah Hoa Thian-hong kemudian putar badan dan berlalu dari situ.
Hoa Thian-hong sendiri tertawa dingin tiada hentinya, menanti bayangan punggung musuhnya
sudah lenyap dari pandangan ia alihkan sorot matanya keempat penjuru. tiba-tiba wajahnya
terata panas dan jengah sekali
0000O0000
PARA tamu yang menonton jalannya pertarungan dari sisi kalangan pada menyadari bahwa
sepasang laki perempuan yang berada di kalangan bukanlah manusia sembarangan. melihat
pertarungan telah berakhir merekapun sama-sama membubarkan diri dan kembali ke tempat
masing-masing, suasana tetap sunyi dan tak seorangpun berani membicarakan lagi peristiwa itu.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
291
Dengan sikap seperti gembira seperti gusar, Pek Kun-gie berbisik kepada Siauw Leng, “Bayar
rekening kita, kemudian kau boleh pulang lebih dahulu!”
Kemudian sambil menghampiri Hoa Thian-hong ujarnya pula, “Mari kutemani dirimu pergi ke
rumah makan lain, bagaimana kalau kita mencicipi saluran dusun?”
Hoa Thian-hong sendiri sudah sedari tadi ingin tinggalkan tempat itu, maka tanpa banyak
berbicara ia berjalan keluar dari rumah makan itu dan menuju ke jalan raya.
“Sst… perlahan sedikit aah” mendadak Pek Kun-gie berbisik. “Langkah kakimu terlalu lebar, aku
sampai lelah menyusul dirimu”
Hoa Thian-hong tertegun dan segera berpaling, tampaklah gadis itu dengan senyum dikulum dan
biji mata yang bening sedang memandang pula ke arahnya, “cantik jelita nian gadis ini!”
batinnya dalam hati. “Seandainya enci Wan-hong secantik dirinya, oooh betapa indahnya
suasana itu.”
Keadaan dari Pek Kun-gie be.nar-benar bagaikan berganti orang lain, ini hari wajahnya tidak
nampak dingin atau ketus, sebaliknya gerak-geriknya lemah lembut dan penuh kehangatan
membuat dia nampak bertambah menarik ibarat sekuntum bunga di pagi hari.
Beberapa waktu kemudian mereka berdua telah tiba di pusat kota, pada suatu persimpangan
jalan Hoa Thian-hong segera berhenti dan ia ada maksud mohon diri
Pek Kun-gie tundukkan kepalanya rendah-rendah, terdengar ia berbisik lirih, “Kau masih marah
kepadaku?”
“Marah apa,” tanya sang pemuda tertegun.
“Bu-liang Sinkun adalah jago kelas satu dalam dunia persilatan dewasa ini, bila kau bunuh Kok
See-piauw maka tindakanmu ini akan mencelakai dirimu sendiri, apa gunanya mengundang
bencana bagi diri sendiri?”
“Aaah… siapa sih yang masih ingatan terus urusan sepele itu?” bantah Hoa Thian-hong sambil
tersenyum, “Toh urusan itu sudah kita lepaskan, kenapa musti dibicarakan lagi?”
Pek Kun-gie termenung sebentar, kemudian ujarnya lagi, “Umumnya bila kita hadiri suatu
pertemuan antara sesama orang kangouw, patut bila kita jangan makan barang makanan yang
mereka suguhkan, sekarang mari kita bersantap dulu kemudian baru pergi menghadapi
pertemuan itu!”
Hoa Thian-hong tidak tega menampik tawaran orang maka diapun lantas mengangguk dan
berjalan ke arah Timur
Di tengah perjalanan, Pek Kun-gie menarik ujung baju si anak muda itu dan berbisik “Bila racun
teratai itu kambuh, payah tidak siksaannya?”
Hoa Thian-hong tersenyum. “Payah sekali. rasanya bagaikan otot-otot dalam tubuhku dicabut
dan sekujur tubuhku digigit berjuta juta ekor semut!”
Pek Kun-gie tertegun, wajahnya berubah jadi pucat pias bagai mayat, tanya kembali, “Bagaimana
caranya menghilangkan racun teratai itu dari dalam tubuhmu?”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
292
“Di kolong langit tak seorang manusiapun mampu menghilangkan racun dari teratai racun
empedu api itu dari dalam tubuhku!”
Pek Kun-gie menatap wajah tajam-tajam, kemudian dengan penuh rasa kuatir ia berkata,
“Menurut berita yang tersiar dalam dunia persilatan, katanya Kiu-tok Sianci adalah malaikat dari
segala macam racun, apakah dia juga tak mampu menolongi dirimu? Atau ia tak sudi
memberikan bantuannya?”
“Kiu-tok Sian-nio sangat sayang kepadaku, ia telah berusaha dengan seluruh pikiran serta
tanganya untuk menolong aku tapi semua usahanya cuma sia-sia belaka,” berhenti sejenak, lalu
sambil tertawa sambungnya, “Dalam darahku terkandung sari racun, selama hidup tak mungkin
bagiku untuk kawin dan berbini”
Tertegun Pek Kun-gie setelah mendengar ucapan itu, tapi sesaat kemudian dengan suara halus
ia telah berkata kembali, “Lalu bagai manakah pendapat Chin Wan-hong tentang musibah ini?
Bagiku pribadi asal hatinya sudah penuju kenapa musti dipikirkan lagi persoalan lain yang tak
perlu?”
Meskipun perkataan biasa saja kedengarannya, namun Hoa Thian-hong dapat menangkap arti
lain dari ucapan tersebut, setelah melengak sejenak ia berkata, “Keadaanmu serta diriku ibarat
api dan air. tak mungkin terjalin bubungan persahabatan diantara kita, bila kau adalah seorang
yang cerdik maka sejak kini mustinya menyadari akan hal itu.”
Pek Kun-gie tertawa sedih, seolah-olah ia takut pemuda itu mendadak merat dari situ ujung
bajunya segera dipegang erat-erat bisiknya lirih, “Aku bukanlah seorang yang cerdik, kalau tidak
dahulu akupun tak akan bertindak setolol itu.”
“Bertindak tolol apa?”
Pek Kun-gie tundukkan kepalanya semakin rendah, sahutnya tergagap, “Dahulu sikapku terhadap
dirimu….”
“Aaai…! Kenapa kita musti ungkap lagi masalah ketidak cocokan diantara pribadi pada masa yang
lampau? lupakanlah hal itu.”
Pek Kun-gie jadi girang bercampur malu, ia melengos memandang ke arah lain sedang tubuhnya
bergeser lebih dekat lagi dengan pemuda itu, hingga lengan mereka saling bergerak.
Meskipun gerakan itu lirih sekali tapi dapat menggantikan berribu2 patah kata, ucapan yang
penuh mengandung rasa cinta yang mendalam.
Beberapa waktu kemudian, kedua orang itu sudah berada di dalam sebuah rumah makan yang
memakai merek “King-Pak” setelah pelayan menyodorkan daftar sayur, sambil tersenyum Pek
Kun-gie bertanya, “Tempat ini khusus menjual sayur dusun, kau ingin makan apa?”
Sejak kecil Hoa Thian-hong dibesarkan di atas gunung yang sunyi, sejak munculkan diri dalam
dunia persilatan walaupun sudah mendekati dua tahun, tapi selama ini kerjanya melulu berjuang
diantara hidup dan mati, kini sambil membaca sebentar daftar sayuran itu ia menyahut,
“Waaah… begitu tak kenal nama nama sayuran itu, sembarang saja pokoknya kenyang!”
Pek Kun-gie tertawa lebar, ia sambil daftar sayur itu lalu bertanya, “Bagaimana kaiau kita pesan
saja sayur Ciong-hau-wi?”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
293
“Baiklah!”
Pek Kun-gie membaca lagi daftar menu itu, kemudian kembali ia bertanya, “Atau kau ingin
merasakan masakan Angsio-bhe-an-kiau?”
“Meskipun aku orang bangsa Han, bagiku nama sayuran itu asing sekali dalam pendengaran,
terserah deh apa pilihanmu itu!”
Pek Kun-gie tersenyum, setelah mempertimbangkan sebentar ia baru pesan beberapa macam
sayur, kemudian tanyanya, “Tengah hari ini, kenapa aku tidak melihat kau lari racun?”
“Aku sedang berlatih pedang”
“Bukankah siksaannya lebih hebat?”
Hoa Thian-hong mengangguk.
“Asal aku bisa bersabar terus. suatu hari hal itu akan jadi biasa dengan sendirinya.”
Ketika dilihatnya gadis itu sedang memandang ke arahnya dengan wajah kasihan, ia segera
tertawa nyaring dan bertanya, “Apakah Ciu It-bong masih hidup?”
Pek Kun-gie mengangguk.
“Kalau menurut maksud Tok Cukat. orang itu hendak dibinasakan secepatnya tapi ayahku tidak
setuju maka sampai sekarang dia masih berada di tempat semula, bukankah pedang bajamu
masih berada ditangannya?”
“Ehmm! Yau Sut si bangsat cilik itu benar-benar keji dan telengas perbuatannya, suatu saat
terjatuh ke tanganku…. Hmm pasti akan kuhadiahkan sebuah bogem mentah di atas tubuhnya!”
Pek Kun-gie tertawa lirih. “Dalam suatu peperangan, kedua belah pihak sudah tentu akan
membantu masing-masing junjungannya, bila kau suka menduduki kursi kebesaran dari
perkumpulan Sin-kie-pang kami, tentu diapun akan tunduk dan melindungi dirimu dengan setulus
hati.
“Masalahnya bukan mau atau tidak” jawab Hoa Thian-hong setelah tertegun sejenak,
“Perkumpulan Sin-kie-pang adalah hasii1 karya dari ayahmu. Masa ia sudi memberikan kursi
kebesarannya kepada orang lain?”
Pek Kun-gie melirik sekejap ke arah pemuda itu mendadak sambil tundukan kepalanya rendahrendah
ia membungkam.
“Eeei… masa kau masih anggap diriku sebagai anak murid perkumpulan Sin-kie-pang” tanya Hoa
Thian-hong kembali.
“Apa salahnya kalau begitu?” sahut Pek Kun-gie sambil tertawa cekikikan, “Ayahku tidak berputra
selama hidup belum pernah menerima murid, bila sudah lanjut usia nanti ia pasti akan
mengundurkan diri dan kursi Pangcu akhirnya juga harus diwariskan kepada orang lain”
“Haaah….. haaah…. haah…. kalau menurut peraturan semestinya warisan itu jatuh ke tanganmu”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
294
Sambil tundukkan kepalanya Pek Kun-gie tertawa lirih. “Aku adalah seorang perempuan kawin
dengan ayam ikut ayam, kawin dengan anjing harus ikut anjing……”
Kali ini Hoa Thian-hong dapat menangkap arti lain dari ucapannya itu, ia tersenyum dan
menggeleng.
“Perkumpulan adalah tempat berkumpulnya manusia durjana tempat untuk menindas dan
memeras rakyat jelata, kalau aku mampu maka semua perkumpulan seperti ini akan kurombak
dan kulenyapkan dari muka bumi”
Pek Kun-gie sama sekali tidak tersinggung oleh perkataan itu, setelah termenung sejenak ia
berkata kembali, “Sekalipun kau hendak basmi atau lenyapkan perkumpulan semacam ini, tidak
semestinya kalau kau laksanakan dengan tindak kekerasan. bukankah lebih baik
mendapatkannya dengan jalan menipu kemudian baru bubarkan secara gampang?’
“Eeeei……! rupanya kau adalah pagar makan tanaman? Makan di dalam bantu diluar?” teriak Hoa
Thian-hong sambil tertawa gelak.
“Perempuan selalu menghadap keluar masa kau juga tak tahu akan ucapan ini?”
Sementara pembicaraan masih berlangsung sayur dan arak telah dihidangkan Pek Kun-gie
dengan kehalusannya sebagai seorang gadis segera melayani pemuda itu bersantap dan
bercanda, suasana dilewatkan dalam keadaan yang gembira dan penuh rasa persahabatan.
Tanpa terasa senja telah menjelang tiba, pada waktu itulah Pek Kun-gie menemani Hoa Thianhong
hingga tiba di sebuah kantor cabang perkumpulan Hong-im-hwie, katanya, “Tahukah kau
mengapa Jin Hian bagi undangan memanggil dirimu menghadap? tujuannya tidak lain pastilah
hendak menyelidiki pembunuh dari Jin Bong serta membalaskan dendam bagi kematian
putranya, dalam waktu singkat mungkin keadaan ini tak akan membahayakan dirimu, tapi bila
pembunuh itu sudah ketahuan maka kau cepat-cepat mengundurkan diri, perhatikanlah serangan
bokongan yang bakal dia lancarkan terhadap dirimu.
“Betul, secara tidak langsung aku telah ikut terlibat dalam peristiwa berdarah ini,” sahut Hoa
Thian-hong dengan hati terkesiap, “Bila pikiran Jin Hian amat picik, mungkin saja dia akan seret
diriku untuk menemani putranya yang telah mati”
“Betulkah pembunuh itu mempunyai wajah yang mirip sekali dengan diriku?”
“Benar memang ada beberapa bagian mirip sekali dengan wajahmu,” sambil berkata ia awasi
sekejap raut Wajah gadis itu, tiba-tiba satu ingatan berkelebat dalam benaknya, segera ia
berpikir, “Pembunuh itu berwajah genit dan merangsang, sedang Pek Kun-gie halus lagi menarik,
seharusnya antara kedua orang itu tidak bisa dikatakan mirip”
Sementara itu Pek Kun-gie tetap berdiri tegak sambil membiarkan pemuda itu mengawasi
wajahnya, kemudian sambil tertawa katanya, “Kita toh bukan saudara kembar, mana mungkin
wajahnya bisa mirip bagaikan pinang dibelah dua dengan diriku? Mungkin kau terlalu gugup pada
waktu itu sehingga salah melihat!”
Hoa Thian-hong sendiripun merasa agak bingung, maka setelah sangsi sejenak akhirnya ia
berkata, “Bila aku dapat bertemu lagi dengan orang itu, maka aku pasti akan kenali kembali
dirinya, sulit bagiku untuk menerangkannya pada saat ini”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
295
Habis berkata dia angkat tangan tanda berpisah dan melanjutkan langkahnya dengan tindakan
lebar
“Thian-hong……” tiba-tiba Pek Kun-gie berseru lirih.
“Ada urusan apa?” tanya pemuda itu dengan wajah tertegun.
Pek Kun-gie menunduk tersipu sipu, sahutnya setelah sangsi sejenak, “Pohon tinggi gampang
terhembus angin janganlah terlalu memperlihatkan kelihayanmu!”
Hoa Thian-hong mengangguk, sambil berlalu pikirnya dalam hati, “Ibu pernah berpesan
kepadaku agar jangan mencari isteri sebelum tugas yang dibebankan di atas pundakku selesai
dilaksanakan enci Wan-hong menaruh hati kepadaku hal ini tak bisa ditolak lagi, tapi Pek Kun-gie
secara tiba-tiba merubah sikapnya terhadap diriku, lebih baik aku bersiap2 diri lebih dahulu dari
pada di kemudian hari pusing kepala
Ketika ia tiba di depan pintu kantor cabang perkumpulan Hong-im-hwie tampaklah Ciau Khong
diiringi anak buahnya menyambut kedatangannya di depan pintu.
“Kongcu betul-betul seorang lelaki yang bisa dipercayai,” ujar Ciau Khong sambil maju memberi
hormat, “Cong Tang-kee kami telah menunggu di ruang dalam, biarlah aku segera pergi memberi
laporan!”
Hoa Thian-hong ambil keluar kartu namanya dan diangsurkan ke depan, ujarnya, “Aku hanya
seorang angkatan muda dalam dunia persilatan, tidak berani merepotkan Tang-kee kalian musti
menyambut kedatanganku!”
Ciau Khong mengiakan berulang kali, setelah menerima kartu nama itu ia serahkannya ke tangan
penerima tamu she-Sun, sambil membawa kartu tadi orang she-Sun itu segera masuk ke dalam
ruangan.
Hoa Thian-hong bersama Ciau Khong mengikuti dari belakang. Tampaklah dalam ruangan penuh
dengan pria-pria kekar berbaju serba hijau, bersoren golok berdiri berbanjar di tepi jalan.
dandanan mereka semua sama senjata yang dipergunakanpun tak ada bedanya, semua berdiri
serius dan tak pernah melirik sekejappun ke arah tamu yang sedang lewat dihadapan mukanya.
“Luar biasa penjagaan disini dari sorot mata mereka yang tajam jelas menunjukkan bahwa
tenaga dalam yang mereka miliki amat sempurna,” pikir pemuda itu dalam hati.
Sementara itu ia telah diajak melewati sebuah jalan kecil yang panjang dan
tiba di atas sebuah jembatan kecil yang mungil, diantara bebungahan yang harum semerbak
nampak bangunan indah berdiri dengan megahnya disitu, ketika Hoa Thian-hong diam-diam
menghitung jumlah penjaga disitu ternyata jumlahnya persis mencapai empat puluh orang.
Mendadak dari dalam bangunan mungil itu muncul seseorang berperawakan tinggi kurus dan
memakai baju warna hitam, jenggot hitam terurai sepanjang dada, wajahnya murung dan sorot
matanya tajam. Sambil bergendong tangan ia berjalan bolak-balik di muka pintu seperti lagi
menantikan kedatangan seseorang.
Hoa Thian-hong segera merasa hatinya tercekat setelah menyaksikan kemunculan orang itu.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
296
Tampak Ciau Khong maju ke muka dan berkata sambil memberi hormat, “Lapor Cong Tang-kee,
Hoa Thian-hong kongcu telah tiba!”
Jin Hian angkat kepala dan menyapu sekejap wajah si anak muda itu dengan sorot mata tajam,
kemudian sambil memberi hormat dan tersenyum sapanya, “Ooh…. kiranya Hoa kongcu telah
datang, maaf bila aku orang she Jin tidak menyambut kedatangan mu dari tempat kejauhan”
Seram dan bengis sekali raut wajah oran ini, meskipun cuma beberapa patah kata belaka, namun
ucapan yang dingin dan tak sedap didengar itu cukup membuat bulu kuduk di atas tubuh Hoa
Thian-hong pada bangun berdiri semua….,
“Dia adalah Cong Tang-kee kami,” terdengar Ciau Khong memperkenalkan.
Dengan cepat Hoa Thian-hong menenangkan hatinya dengan perasaan mendongkol pikirnya,
“Ayah dan ibuku adalah jago-jago kenamaan yang disenangi setiap orang Bulim kenapa aku
musti takut dengan seorang pentolan dari suatu perkumpulan kecil?”
Berpikir demikian, semangatnya segera berkobar kembali, sambil, menjura ujarnya lantang, “Bila
kedatangan dari aku orang she-Hoa sedikit terlambat, harap Jien Tang-kee suka memaafkan!”
Jin Hian tertawa hambar, ia menyingkir ke samping dan mempersilahkan tamunya untuk masuk
ke dalam, Sambil membusungkan dada Hoa Thian-hong melangkah masuk ke dalam ruangan, ia
lihat dikedua belah sisi ruangan telah hadir berpuluh puluh orang manusia, diantara mereka
tampak pula Cu Goan-khek, si Malaikat berlengan delapan Cia Kim yang baru saja kehilangan
lengan. Seng Sam Hauw si hweesio gemuk serta Siang Kiat yang baru saja kehilangan saudara.
Di tengah ruangan telah tersedia dua buah meja perjamuan, sambil melangkah masuk ke dalam
ruangan Jin Hian berkata, “Hoa kongcu, silahkan menempati kursi utama!”
Setelah berada di tempat yang berbahaya, rasa jeri dan kuatir yang semula menyelimuti benak si
anak muda itu lenyap tak berbekas, setelah ucapkan terimakasih ia segera ambil tempat duduk di
samping, sedang Jin Hian mengiringi duduk di sisinya.
Para jago lain pun segera ambil tempat duduk masing-masing. seorang pria pertengahan
bersoren golok besar segera melangkah maju dan berdiri di belakang orang she Jin itu.
Suasana dalam ruangan diliputi keseriusan serta ketegangan. secara tidak sengaja Hoa Thianhong
menemukan bahwa banyak diantara mereka yang menggembol senjata, hal ini membuat
hatinya jadi amat terkejut, pikirnya, “Orang-orang itu bisa duduk dalam kedudukan yang
seimbang dengan Jin Hian ini menunjukkan bahwa kedudukan mereka tidak rendah. kemunculan
mereka semua di tempat ini sungguh mencurigakan sekali, kalau tinjau dari dandanan mereka
yang keren, mungkinkah dalam dunia persilatan telah terjadi suatu peristiwa besar?”
“Hoa Kongcu ini hari kau berkunjung kemari sebagai tamu, bila diantara saudara-saudara Hongim-
hwie kami terdapat perselisihan dengan dirimu, sementara waktu persoalan itu tidak kita
singgung dulu,” ujar Jin Hian secara tiba-tiba, “Bagaimana kalau dalam pertemuan ini kita ini
hanya membicarakan masalah umum dan bukan masalah pribadi?”
Hoa Thian-hong alihkan sorot matanya menyapu sekejap wajah Cu Goan-khek serta Cia Kim dua
orang, melihat sikap mereka tawar dan sedikitpun tidak menunjukkan suatu reaksi, ia segera
tertawa nyaring.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
297
“Bagi aku orang she-Hao yang belum lama muncu1 diri dalam dunia persilatan, tanpa sebab
tentu saja tak akan berani bikin keonaran, bila Jien Tang-kee ada urusan silahkan saja
diutarakan.
“Nasib dari aku orang she Jin benar amat jelek, dimasa tua aku musti kehilangan putra tunggalku
rasa sedih yang kualami bisa kau bayangkan sampai dimana hebatnya. bila sakit hati ini tidak
kubalas. sekalipun harus matipun aku akan mati dengan mata tidak meram”
“Cinta orang tua terhadap putranya memang nomor satu di dunia, aku dapat ikut merasakan
kesedihan tersebut.”
Dalam ruangan perjamuan meskipun hadir dua puluh orang lebih, tetapi selama pembicaraan itu
berlangsung tak seorangpun diantara mereka yang ikut buka suara, mereka hanya meneguk arak
dengan mulut membungkam, hal ini membuat Hoa Thian-hong kian lama kian bertambah curiga.
Mendadak terdengar Jin Hian berkata lagi dengan suara keras, “Apakah ibumu pernah beritahu
kepadamu, Hoa tayhiap sebenarnya mati di tangan siapa?”
Tergetar keras sekujur badan Hoa Thian-hong mendengar perkataan itu, dengan Sorot mata
tajam ia awasi wajah orang, kemudian sahutnya, “Ibuku sudah berhasil menyadari aku artinya
hidup, beliau telah melupakan seluruh budi dan dendam dimasa lampau bagaikan awan di
angkasa, hingga kini ibuku belum pernah beritahu kepadaku siapakah pembunuh yang telah
menghabiskan jiwa ayahku?”
Rupanya Jin Hian agak tertegun oleh jawaban tersebut, alisnya berkerut dan ia menunjukkan
sikap seakan akan tidak percaya, setelah berhenti sejenak ujarnya kembali, “Perkataan semacam
ini hanya bisa diutarakan oleh ibumu yang berjiwa besar dan berpikiran luas, dendam
terbunuhnya seorang ayah lebih dalam dari samudra, hidup sebagai seorang putra sudah
sepantasnya kalau dendam itu dituntut balas.”
“Huuuh…… kau anggap aku orang she-Hoa adalah manusia macam apu? Aku tahu diantara
kalian tiga golongan saling bermusuhan dan selalu berusaha untuk merobohkan pihak yang lain,
kau ingin menggunakan pancingan itu agar aku masuk perangkap dan membantu pihakmu? Aku
tak akan setolol itu….” pikir Hoa Thian-hong dalam hati.
Sekalipun dalam hati ia berpikir demikian, namun peristiwa berdarah ini memang sangat menarik
hatinya, setelah berhenti sejenak akhirnya ia berkata, “Aku pikir Jien Tang-kee mengungkap
persoalan ini pasti ada tujuan tertentu, meskipun aku orang she Hoa tidak tahu terbunuhnya
ayahku tak nanti akan kulupakan untuk selamanya. Bila Jien Tang-kee ada persoalan katakanlah
secara langsung, bila kau mohon bantuan aku pasti akan berusaha untuk membantu”
Jin Hian tersenyum, “Ehmmm, kau memang tidak malu disebut keturunan seorang pendekar
besar, kehebatanmu sulit dibandingkan dengan orang lain”
Ia berhenti sejenak, dengan wajah serius terusnya, “Ayahmu mati di tangan Thian Ik toosu
bajingan dari Thong-thian-kauw, ibumu tidak mengungkap soal ini aku duga mungkin ia kuatir
apabila kau tak mampu menahan emosi dan langsung menuntut balas kepada toosu itu,
akibatnya selembar jiwamu pun ikut melayang”
“Toosu bangsat! Rupanya kaulah yang telah membunuh ayahku!”’ pikir Hoa Thian-hong sambil
menggigit bibir.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
298
Jin Hian adalah pentolan dari suatu perkumpulan besar, sekalipun dia bermaksud mengadu
domba, tidak mungkin kalau hal itu dilakukan tanpa bukti yang nyata, karena itu Hoa Thian-hong
sangat mempercayai ucapannya ini.
Meskipun dalam hati ia menaruh dendam, diluaran wajahnya tetap tenang dan kalem seperti
biasa. Ujarnya, “Pendapat ibuku memang jauh lebih hebat dari orang lain, akupun tahu bahwa
Thian Ik-cu adalah kaucu dari Thong-thian-kauw ilmu silatnya lihay dan anggota perkumpulannya
sangat banyak, senang aku bukan saja seorang diri bahkan ilmu silatnya amat rendah, bila aku
harus menuntut balas hanya karena dorong emosi, bukan saja selembar wajah belaka dihantar
secara percuma, gagal melukis harimau bukankah aku bakal jadi bangsa anjing yang
ditertawakan sahabat kangouw?”
“Huuh…. pengecut takut mati, rupanya cuma seorang manusia bernama kosong belaka, dari
meja perjamuan lain berkumandang seruan ketua Hong-im-hwie yang dingin.
Meskipun ucapan itu diutarakan dengan suara yang amat lirih, tapi semua orang dapat
mendengar suara itu dengan amat jelas Jin Hian segera berpaling dan mendengus dingin,
suasana seketika berubah kembali dalam kesunyian yang mencekam, semua orang bungkam
kembali dalam seribu bahasa.
Hoa Thian-hong ikut alihkan sorot matanya ke arah mana berasalnya suara itu, dia lihat orang
yang barusan bicara adalah seorang pria berusia pertengahan yang berbadan pendek dan
berjenggot lebat, segera pikirnya, “Orang ini berangasan dan tak punya otak bila sampai terjadi
suatu peristiwa, pertama-tama akan kuhantam dulu orang itu.”
Tiba-tiba terdengar Jin Hian tertawa kering dan berkata kembali, “Hoa kongcu, bagi orang lain
mungkin dendam ini tak akan terbalas lagi, tetapi bagi Hoa kongcu harapannya masih selalu
ada!”
“Bila Jien Tang-kee suka membantu usahaku ini, aku tentu akan merasa berterima kasih sekali
dan budi tersebut suatu ketika pasti akan kubalas!”
Pemuda itu merasa jantungnya berdebar keras, tapi diluar sikapnya tetap tenang dan sama sekali
tidak gugup, sepintas lalu keadaannya memang mirip orang yang takut mati.
Tapi Jin Hian adalah seorang jago kawakan yang sudah memiliki banyak pengalaman tentu saja
ia dapat meraba pula apa yang sedang dipikirkan oleh pemuda itu, atas ketenangan serta
kepandaiannya melihat gelagat ini, dalam hati diapun merasa kagum.
“Thian Ik toosu bangsat itu berambisi besar dan bercita-cita membasmi seluruh jago di muka
bumi serta merajai di dunia,” kata Jin Hian kembali, “Hmm…. Hmm…. ia sudah pandang enteng
Pek Siau-thian, juga pandang rendah aku orang she-Jin!”
“Oooh…. rupanya posisi segi tiga yang selama ini nampaknya tenang. sebetulnya dibalik
kesemuanya ini sudah mulai terjadi kekalutan, semua orang mulai dengan rencananya masingmasing
untuk menjatuhkan pihak lawan” Pikir Hoa Thian-hong dalam hati.
Berpikir begitu, dia lantas berkata, “Pepatah kuno sering berkata. terlalu lama berpisah pisti akan
cocok untuk berkumpul, terlalu lama berkumpul pasti akan berpisah, aku rasa hal ini sudah
jamak dalam kehidupan manusia!”
“Keparat, rupanya kau pandai sekali berbicara dan terlalu licik pikiranmu,” pikir hati Jin Hian.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
299
Diluaran ia tersenyum dan menjawab, “Ucapan Hoa Lo-te sedikitpun tidak salah, Thian Ik Toosu
bangsat itu memang terlalu licik dan besar ambisinya, dia menginginkan agar perkumpulan
Hong-im-hwie benrok lebih dahulu dengan pihak Sin-kie-pang kemudian ia berpeluk tangan jadi
nelayan yang beruntung. Hmmm! Hmmm! Siapa tahu Pek Siau-thian serta aku Jin Hian justru
bukan orang bodoh, sengaja kami kesampingkan dahulu semua persengketaan pribadi dan
bekerja sama untuk menghadapi toosu bangsat itu terlebih dahulu”
Hoa Thian-hong mengerutkan alisnya, sengaja ia menyala, “Wilayah kekuasaan Hong-im-hwie
serta Sin-kie-pang toh sudah terbagi amat jelas, air sungai tidak melanggar air sumur, sengketa
pribadi apa sih yang sudah terjadi antara Jien Tang-kee dengan Pek pangcu?”
Jin Hian tertawa seram nafsu membunuh menyelimuti wajahnya.
“Loo-te, apa kau sudah lupa dengan peristiwa berdarah yang mengakibatkan matinya putraku?”
“Oooh…. maaf, aku memang bodoh dan tak dapat menangkap arti yang .sebenarnya dari ucapan
Jien Tang-kee itu”
Jin Hian tertawa seram. “Aku orang she-Jin telah berhasil menyelidiki dengan jelas, pembunuhan
yang telah membinasakan puteraku itu bukan anak murid dari pihak Thong-thian-kauw,
melainkan dilakukan oleh orang-orang Sin-kie-pang.”
Beberapa patah kata ini diucapkan dengan suara tegas dan nyaring, hal ini membuat Hoa Thianhong
jadi terkejut hingga cawan arak dalam genggamannya hampir saja terlepas, dengan cepat
dia bangkit berdiri.
“Apakah sampai kini Hoa Loo-te masih beranggapan gadis berkerudung itu adalah anak murid
dari Thong-thian-kauw?” seru Jin Hian kembali.
Hoa Thian-hong mengangguk, pikirannya semakin bingung.
“Peristiwa pembunuhan ini betul-betul suatu kejadian yang sangat aneh……..”
Satu ingatan berkelebat dalam benaknya, ia segera bertanya kembali, “Apakah Jien Tang-kee
berhasil menyelidiki siapakah gadis berkerudung itu?”
Gelak tertawa Jin Hian semakin menyeramkan. “Bukankah Hoa Loo-te menyaksikan dengan mata
kepala sendiri bahwa pembunuh itu mirip sekali dengan wajah Pek Kun-gie?”
“Jien Tang-kee…..” seru Hoa Thian-hong dengan wajah berubah hebat.
Jin Hian segera goyangkan tangannya mencegah pemuda itu bicara lebih lanjut, katanya sambil
tertawa, “Aku orang she-Jin tahu bahwa hubungan Loo-te dengan Pek Kun-gie baru-baru ini erat
sekali”
Ia berhenti sebentar, kemudian tertawa keras terusnya, “Pembunuh itu pernah melakukan
hubung gelap dengan puteraku. sedang Pek Kun-gie hingga kini masih perawan suci. karena itu
harap Hoa Loo-tee suka berlega hati. aku orang she-Jin tak akan mencampur baurkan urusan ini
secara gegabah”
Hoa Thian-hong semakin bingung dibuatnya, rasanya ingin tahu segera muncul dalam hatinya. ia
berkata, “Jien Tang-kee, dapatkah kau terangkan ucapanmu itu lebih jauh? Andai kata ada
rahasia dibalik hal ini, aku pasti tak akan mengatakannya kepada orang lain”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
300
“Oooh….? Urusan ini sifatnya bukan suatu rahasia,” sahut Jin Hian sambil tertawa hambar,
setelah berhenti sejenak terusnya dengan nada serius, “Istri Pek Siau-thian mengasingkan diri di
atas bukit Hoan Keng dan Pek Kun-gie mempunyai saudara kembar yang selalu mendampingi
ibunya, demikian Hoa Loo-te tentu paham bukan?”
“Oooh…! Kiranya…” mendadak perkataan itu tidak ditanjutkan.
Melihat pemuda itu membungkam Jin Huan meneguk isi cawannya dan mendengus dingin.
“Aku percaya seratus persen kepada diri Loo-te, mengapa sebaliknya Loo-te bersikap ragu-ragu
kepadaku? Bila ada ucapan katakanlah secara blak-blakan?” .
Hoa Thian-hong tertawa nyaring, “Ketika aku bertemu dengan Pek Kun-gie untuk pertama
kalinya, waktu kebetulan bulan satu tanggal satu, dan terjadi diluar kota Keng-ciu aku rasa
mungkin ia sedang pergi mengunjungi ibunya, kalau tidak apa sebabnya di hari tahun baru ia
berkelian di tempat luaran dan bukannya berpesta dalam markas”
“Pendapat Loo-te mungkin ada benarnya juga,” Jin Hian mengangguk, “Sejak Pek Siau-thian
hidup berpisah dengan isterinya Pek Kun-gie terpaksa harus hilir mudik antara kedua tempat itu,
saudara kembarnya bernama Soh-gie, jarang sekali ada orang kangouw yang pernah bertemu
muka dengan dirinya”
“Oooh tak kusangka masih ada seseorang yang bernama Pek Soh-gie sungguh mencengangkan!”
Sementara itu dalam hati kecilnya dia berpikir, “Badik mustika yang dimiliki Pui Che-giok dayang
kepercayaan dari Giok Teng Hujien itu merupakan senjata yang dipergunakan untuk membunuh
Jin Bong, seandainya pembunuh itu adalah Pek Soh-gie, kenapa senjata tajam itu bisa berada di
tangan Pui Che-giok? peristiwa ini benar-benar membingungkan!”
Ketika dia alihkan sorot matanya memandang sekitar ruangan itu, tampaklah Cu Goan-khek
sedang minum arak seorang diri, malaikat berlengan delapan Cia Kim duduk termenung, Seng
Sam Hua makan minum dengan lahapnya sedang orang lainpun sibuk dengan caranya sendiri2,
tak seorangpun diantara mereka yang menaruh perhatian atas pembicaraan antara Jin Hian
dengan dirinya
“Loo-te, kau tak usah risau,” ujar Jin Hian kembali. Suatu saat urusan ini akan jadi terang dengan
sendirinya, hanya saja waktu itu aku harap Hoa Lo-te suka bertindak sebagai saksi, lihatlah aku
orang she-Jin akan membedah isi perut pembunuh itu dan hatinya akan kupersembahkan untuk
bersembahyang bagi arwah putraku itu”
Hoa Thian-hong mengiakan berulang kali beberapa saat kemudian ia bertanya, “Jien Tang-kee,
tahukah kau apa sebabnya Pek Hujien tinggalkan segala kemegahan dan keluarganya untuk
mengasingkan diri di tempat yang terpencil….?”
Jin Hian tertawa dingin.
“Menurut berita yang tersiar katanya percekcokan itu terjadi karena urusan pribadi, siapapun tak
tahu kejadian yang sesungguhnya!”
“Mengenai peristiwa terbunuhnya putramu itu, mengapa Jien Tang-kee tidak bekuk lebih dahulu
gadis yang bernama Pek Soh-gie tersebut?”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
301
“Aku toh tiada bukti yang cukup meyakinkan, sedang dasarku juga hanya perkataan Hoa Loo-te.
Aku tahu hubunganmu dengan Pek Kun-gie sangat erat, andaikata kita harus berpadu tiga dan
waktu itu Hoa loo-te mengatakan bahwa pembunuhnya bukan orang itu, bukankah nama baik
dari aku orang she-Jin bakal hancur di tanganmu”
Merah jengah selembar wajah Hoa Thian-hong. “Sejak kecil aku sudah dididik hidup sederhana
dan bicara jujur, tentu saja aku tak akan membohong atau berkata yang bukan-bukan….”
serunya.
“Ah, aku hanya bergurau saja harap Hoa Loo-tee jangan menganggap sungguhan” kata Jin Hian
sambil tertawa ewa, “Menangkap pembunuh sih gampang, pedang emas itulah yang sulit
kudapatkan kembali, sedang Pek Soh-gie adalah puteri Siau-thian, urusan yang menyangkut
suatu perkumpulan tak berani kulakukan secara gegabah….”
Berbicara sampai disitu dia lantas angkat kepala dan berpaling ke arah meja sebelah muka.
Lima orang yang duduk di meja perjamuan itu segera bangkit dan memberi hormat kepada Jin
Hian, tanpa mengucapkan sepatah katapun mereka berlalu dari ruang perjamuan.
Hoa Thian-hong jadi curiga tapi ia merasa tidak leluasa untuk mengajukan pertanyaan secara
langsung. maka segera katanya, “Pedang emas yang amat kecil itu secara beruntun dari tangan
Ciu It-bong jatuh ke tangan Jien Tang-kee kemudian dirampas pula orang lain, andaikata
pembunuh itu adalah Pek Soh-gie, semestinya senjata itu sudah terjatuh ke tangan Pek pangcu.
tetapi… apa betul senjata kecil itu mempunyai sangkut pautnya dengan ilmu silat yang
diwariskan Siang Tan Lay? Aku rada kurang percaya.”
Jin Hian tertawa ewa. “Dalam pedang emas itu tersembunyi dalam teka teki bisu yang amat
ruwet sekali, sekalipun aku serta Ciu It-bong sudah mendapatkannya agak lama tapi sayang teka
teki bisu itu belum berhasil juga kupecahkan. Tapi aku yakin bahwa pedang emas itu pasti ada
hubungannya dengan ilmu silat yang dimiliki Siang Tang Lay….”
“Sungguh aneh kejadian ini,” pikir Hoa Thian-hong kemudian di dalam hati.
“Bukan saja Ciu It-bong seorang bahkan Ciong Lian-khek serta Jin Hian pun mengatakan secara
meyakinkan bahwa pedang emas itu ada hubungannya dengan ilmu silat warisan Siang Tang
Lay. Dimana sih sebetulnya letak kunci untuk memecahkan rahasia ini?”
Tiba-tiba Jin Hian tertawa nyaring dan berkata kembali, “Ketika Siang Tang Lay menderita
kekalahan hebat setelah kami kerubuti hingga jiwanya terancam, ia berhasil diselamatkan
jiwanya oleh ayahmu. Untuk menyatakan terima kasihnya pastilah rahasia pedang emas itu telah
diberitahukan kepada ayahmu. Tapi sayang ayahmu telah meninggal dunia, orang yang
mengetahui rahasia ini mungkin tinggal ibumu seorang”
Tertegun hati Hoa Thian-hong setelah mendengar perkataan itu, serunya terus terang, “Ibu
melarang aku berhati serakah, urusan pedang emas itu belum pernah dibicarakan dengan
diriku!”
“Aku tahu, aku tahu….” sahut Jin Hian sambil tertawa dan mengangguk. “Kecerdikan ibumu lebih
hebat dari ayahmu, setiap orang dalam Bu-lim telah mengetahui akan hal ini”
Dia angkat cawan araknya ke atas menunjukkan sikap hendak menghormati tamunya dengan
secawan arak dalam hati Hoa Thian-hong kembali berpikir, “Posisi serta situasi yang kuhadapi
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
302
saat ini aneh sekali, biarlah aku pura-pura berlagak hendak pamit, aku ingin tahu bagaimanakah
reaksinya?”
Berpikir begitu ia segera letakkan cawan araknya ke atas meja dan bangkit berdiri, ujarnya
sambit menjura. “Jien Tang-kee maafkanlah daku, takaran arakku terbatas sekali lagipula waktu
sudah tidak pagi, dengan ini aku ingin mohon diri lebih dahulu semoga dilain kesempatan kita
dapat bertemu kembali”
Serentetan senyuman licik terlintas di atas wajah Jin Hian, ia segera menyahut, “Hoa loo-te, kau
toh gagah dan berkepandaian hebat, apa sih artinya beberapa cawan arak bagimu?”
Melihat pihak lawan tiada bermaksud menghantar dirinya keluar, Hoa Thian-hong segera sadar
bahwa dibalik kesemuanya itu pasti ada hal-hal yang kurang beres, ia segera mendebrak meja
sambil serunya dengan wajah berubah hebat, “Jien Tang-kee, apakah kau ada maksud menahan
diriku?”
“Hoa loo-te, kau toh tamu terhormatku….” buru-buru Jin Hian berseru setelah menyaksikan
tamunya marah.
Belum habis ia mengatakan kata-katanya, dari luar ruangan mendadak berkumandang datang
suara bentakan keras, meskipun sayup-sayup sampai namun jelas menunjukkan bahwa diluar
telah terjadi pertarungan sengit.
Pria berbaju hijau yang menggembol golok besar dan berdiri di belakang Jin Hian itu segera
bertindak keluar dari ruangan, tidak selang beberapa saat kemudian ia sudah masuk kembali
sambil memberi laporan, “Diluar kedatangan seseorang yang tak mau menyebutkan namanya, ia
bersikeras hendak menyerbu masuk kedalam, sekarang telah bertempur melawan pengawal
golok emas.”
Jin Hian mengangguk tanpa mengucapkan komentar apapun rupanya ia tidak menaruh perhatian
atas kejadian itu.
Tiba-tiba suara bentakan keras kembali berkumandang datang meskipun suaranya masih sayupsayup
sampai namun semua orang yang hadir dalam ruangan itu dapat membedakan bahwa
jarak lerjadinya pertarungan semakin mendekat.,
Dalam sekejap mata kecuali Hoa Thian-hong semua orang yang telah menunjukkan perubahan
sikap. bahkan ada diantara mereka yang telah bersiap siap untuk bangkit dari tempat duduknya.
Mendadak satu ingatan berkelebatan dalam benak Hoa Thian-hong, segera serunya, “Jin lootang-
kee, mungkin orang itu adalah Ciong Lian-khek cianpwee yang sengaja datang menjenguk
diriku karena aku sudah lama sekali belum juga pulang ke rumah”
Jin Hian mengerutkan alisnya, mungkin la sedang memperhatikan jalannya pertarungan diluar
ruangan. setelah itu dengan suara dingin ejeknya, “Kalau dia adalah Ciong Lian-khek, tak
mungkin pengawal pribadiku sanggup dilewati….”
Mendadak air mukanya berubah hebat, sambil bangkit berdiri tambahnya, “Atau mungkin ibumu
yang telah datang”
Hoa Thian-hong terperanjat sekali mendengar ucapan itu, sementara Cu Goan-khek sekalipun
ikut tercekat hatinya, dalam sekejap mata semua orang telah bangkit tinggalkan tempat
duduknya.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
303
Jin Hian serta Hoa Thian-hong berjalan lebih duluan keluar dari ruangan itu, para jago yang lain
mengikuti dari belakang. Sekeluarnya dari ruang tadi terdengar suara bentrokan senjata tajam
berkumandang semakin santar dan ramai, bahkan diiringi bentakan-bentakan yang memekikkan
telinga, Setelah keluar dari lorong kecil. para jago sama-sama berdiri tertegun.
Di bawah ruang sebelah barat tampak delapan orang pengawal golok emas dengan membagi
jadi dua setengah lingkaran sedang menggencet seseorang, pertarungan berjalan dengan amat
seru. sisanya dengan empat orang membentuk satu setengah lingkaran berkelompok di sekitar
lapangan itu pada jarak satu tombak.
Tiga rombongan jago berada di depan itu dan tujuh kelompok ada di belakang tubuhnya
pemotongan oleh para jago lihay itu membuat jalan mundur orang itu tersumbat sama sekali.
Pengawal2 golok emas itu benar-benar terdiri dari para jago yang sangat lihay, empat orang
menyerang dari depan, empat orang menyerang dari belakang terdengarlah suara dentingan
nyaring bergema memekikkan telinga sambaran golok emas yang lebarnya mencapai empat senti
berkelebat kesana kemari menyiarkan cahaya emas yang menyilaukan mata, ditambah pula
desingan suara tajam yang membetot sukma membuat suasa na terasa bertambah
mengerikan…..
Ooo)*(ooO
Hoa Thian-hong segera alihkan sinar matanya ke arah jago lihay yang sedang bertempur
melawan delapan orang pengawal golok emas itu, ia melihat orang itu mengenakan sepatu
tersebut dari rumput, baju pendek dari kain kasar. Wajahnya hitam dengan kerutan yang
banyak, rambut yang telah memutih berkibar terhembus angin, meskipun harus menandingi
delapan bilah golok emas tetapi orang itu selalu melawan dengan tangan kosong belaka.
Terlihatlah jurus-jurus serangannya ganas dan dahsyat meskipun delapan orang musuhnya
berusaha keras untuk menciptakan berlapis2 bayangan golok untuk membendung serangan
orang itu tetap mereka keteter hebat.
Setelah menonton beberapa jurus serangan yang dipergunakan kakek tua itu, Hoa Thian-hong
segera berpikir di dalam hati, “Tidak aneh kalau Jin Hian mengira ibuku yang telah datang, ilmu
silat yang dimiliki kakek ini memang luar biasa sekali hebatnya……”
Tiba-tiba kakek tua yang berada di tengah kalangan itu menggeserkan tubuhnya ke samping,
sepasang telapak, segera direntangkan ke arah kedua belah samping.
Traaang…. traaang…..! di tengah bentrokan nyaring, dua gulung angin pukulan yang dilancarkan
kakek tua itu sudah menumbuk di atas golok emas dari empat jago yang berada di hadapannya,
tidak ampun lagi keempat orang itu sama-sama roboh terjengkang ke arah samping kiri serta
samping kanan.
Sungguh cepat gerakan kakek tua itu, dalam sekejap mata ia sudah menerjang kehadapan
pengawal golok emas itu. Terdengar keempat orang jago itu membentak keras, cahaya golok
berkilauan, serentak mereka membacok ke arah tubuh lawan.
Mereka2 yang tergabung dalam kelompok pengawal golok emas rata-rata merupakan jago
pilihan diantara seluruh anggota perkumpulan Hong-im-hwie, dimana bukan saja mereka dididik
langsung oleh Jin Hian bahkan sim-hoat tenaga dalam yang mereka pelajaripun merupakan basil
didikan langsung dari ketua mereka.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
304
Kecuali mempelajari ilmu pukulan dan ilmu senjata merekapun mendapat pendidikan ilmu
barisan, maupun ilmu berperang. bukan saja bertempur secara kerja sama maupun bertarung
satu lawan satu mereka semua merupakan jago-jago yang luar biasa.
Bacokan dari keempat orang itu seketika berhasil membendung jalan maju kakek tua itu, empat
orang yang kena dipukul pental tadi sementara itu telah menyusul datang. Dalam sekejap mata
empat depan empat belakang kembali mengurung kakek tua itu di tengah kepungan.
“Kakek tua itu memang lihay dan sakti,” pikir Hoa Thian-hong setelah menyaksikan jalannya
pertarungan, “Meskipun ia telah berhasil melampaui tiga kepungan namun masih ada enam
babak yang ada di belakang, apalagi pentolan mereka belum turun tangan sendiri, bertarung
macam begini betul-betul suatu perbuatan yang tidak cerdik….”
Berpikir demikian ia lantas berpaling ke arah Jin Hian, pada wajahnya sengaja ia perlihatkan
sikap mengejek dan pandang rendah, seolah-olah ia Sedang menertawakan pertarungan dengan
cara mengerubut itu.
Jin Hian segera mengerutkan dahinya, ia tertawa rendah dan tiba-tiba bentaknya, “Tahan!”
Sambil berseru perlahan-lahan ia maju ke dalam gelanggang.
Para jago dan pengawal golok emas yang menghadang di tengah jalan sama-sama menyingkir
ke samping, para jago yang sedang bertempur pun sama-sama menarik diri dan loncat keluar
dari kalangan.
Jin Hian segera mendekati kakek tua itu sambil tertawa sapanya, “Pengurus keluarga Hoa. sudah
sepuluh tahun lamanya kita tak pernah saling berjumpa, masih ingatkah dengan aku orang she
Jin?”
Kakek itu alihkan sorot matanya mengamati Jin Hian sekejap, kemudian menjawab, “Anda toh
masih ingat dengan aku Hoa In, kenapa Hoa In bisa lupa dengan dirimu?”
Sinar matanya berkeliaran memandang sekeliling tempat itu, lalu serunya lagi, “Majikan kecil
kami….”
Belum habis dia berkata, sorot matanya sudah terbentur dengan wajah Hoa Thian-hong
tubuhnya segera bergetar keras.
Lampu lentera yang tergantung di bawah serambi itu memacarkan cahaya yang terlalu redup
lagipula Hoa Thian-hongpun tidak kenal siapakah kakek tua itu. setelah mendengar Jin Hian
menyebut kakek itu sebagai pengurus keluarga Hoa, ia baru tergerak hatinya apalagi setelah
kakek itu menyebut dirinya sebagai Hoa In, ia segera teringat kembali akan pelayan ibunya yang
telah bekerja selama tiga generasi dengan keluarga mereka.
Cepat ia maju menyongsong ke depan dengan serunya, “Hoa In! aku adalah Seng Koan….”
Perlu diketahui nama kecil Hoa Thian-hong adalah Seng jin, ketika ia masih berada di dalam
perkampungan Liok Soat Sanceng dahulu, para pelayan dan dayang yang bekerja di keluarganya
semua memanggil” Seng koan” kepadanya.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
305
Karena itu setelah mendengar suara tersebut, Hoa In segera membelalakkan matanya lebar2,
kemudian jatuhkan diri berlutut di atas tanah, serunya, “Oooh…Siau Koan-jin, sungguh menderita
budak mencari jejakmu….!”
Dengan mata terbelalak ia memandang wajah Hoa Thian-hong tanpa berkedip, titik air mata
segera jatuh berlinang membasahi seluruh pipinya.
“Hoa Thian-hong sendiripun dengan air mata bercucuran maju membangunkan kakek tua itu,
serunya, “Bangunlah dulu sebelum berbicara!”
“Dimanakah majikan perempuan?”
‘Ibu masih berada diluar perbatasan, tempat ini bukan tempat yang cocok untuk berbicara,
bangunlah dulu!”
Perlahan-lahan Hoa In bangkit berdiri, setelah memandang sekejap lagi ke atas wajah Hoa
Thian-hong, dia menyeka air matanya dengan ujung baju.
“Siau Koan-jin, mari kita pergi!” ajaknya kemudian.
Hoa Thian-hong mengangguk, pikirnya, “Sepanjang hari Chin toako selalu berada dalam keadaan
tak sadar, bila waktu berlarut, terlalu lama badannya tentu akan menderita gangguan perduli
amat dia mau kasih atau tidak aku akan coba untuk memintanya….”
Ia segera memberi hormat kepada Jin Hian sambil ujarnya, “Dapatkah aku mengajukan suatu
permintaan kepada Jien Tang-kee?”
“Apakah kau menginginkan obat pemunah bagi Chin Giok-liong?” tanya Jin Hian sambil tertawa
ewa. Si anak muda itu mengangguk
“Chin Giok-liong hanya seorang pemuda yang baru saja terjun ke dalam dunia persilatan, ia
belum pernah bermusuhan dengan siapapun, sedang Jien Tang-kee adalah seorang jago lihay
dari suatu wilayah, enghiong dari dunia ketiga. Apa sih faedahnya bermusuhan dengan anak
muda seperti itu?”
“Hoa kongcu,” tiba-tiba Cu Goan-khek menyela dengan suara dingin, Orang itu berhasil kau
rampas dari tangan aku orang she Cu. sepantasnya kalau obat pemunah itupun kau dapatkan
dari tangan aku orang she Cu!”
“Jien Tang-kee kelifu besar” Hoa Thian-hong segera menyabut sambil ulapkan tangannya,
“Dalam perkumpulan Hong-im-hwie kedudukan Jien Tang-kee adalah satu tingkat di bawah ketua
dan beberapa. tingkat lebih tinggi dari yang lain, kedudukanmu terhormat dan dipuja orang
Semasa ayahku masih hidup dahulu, sekalipun dihormati kawanan Bulim itu pun tidak lebih
dianggap sebagai enghiong. Sedang aku….. aku tidak lain hanya ingin menyelesaikan budi dan
dendam mendiang ayahku, maka aku tiada maksud mencari nama atau kedudukan, semakin
tiada bermaksud menjagoi diantara kawanan Bulim”
Cu Guan Kek tertawa mengejek, “Jadi maksud Hoa kongcu, andaikata tiada persoalan kau tak
akan bergebrak dengan orang?”
“Sedikitpun tidak salah! aku tidak ingin memburu ambisi serta nafsu angkara murka, tetapi kalau
didesak atas dasar keadilan serta kebenaran, sekalipun kepala harus putus badan harus musnah
akan kulakukan juga hingga titik darah penghabisan. Jien Tang-kee, bila kau suka beringan
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
306
tangan dan serahkan obat pemunah itu kepadaku, sekarang juga aku akan berlalu dari sini,
sebaliknya kalau kau hendak memaksa untuk mengukur kepandaian, maka aku akan melayani
hingga obat pemunah itu berhasil kudapatkan, perduli dalam ilmu silat bisa menang atau kalah”
Maksud dari perkataan itu jelas sekali, bila tidak turun tangan masih mendingan, bila harus turun
tangan maka ia akan nekad melawan terus hingga tujuannya tercapai.
Mendadak terdengar Jin Hian tertawa terbahak bahak dan berkata, “Ji-te, ucapan dari Hoa
kongcu sedikitpun tidak salah, kalau dibicarakan mengenai ilmu silat belum tentu dia dapat
menandingi dirimu, kaupun belum tentu dapat menandingi kepandaian silatku, bila Hoa tayhiap
masih hidup di kolong langit akupun belum tentu berhasil menangkan dirinya, dalam kolong
langit dewasa ini menang kalahlah yang menentukan Enghiong, aku rasa perebutan satu jurus
tak usah dilakukan lagi.”
Selesai berkata dari sakunya dia ambil keluar sebutir pil yang terbungkus dalam lilin kemudian
diserahkan ke tangan Hoa Thian-hong.
Sambil menerima obat itu, pemuda she Hoa lantas berkata, “Atas kebesaran jiwa Jien Tang-kee,
aku mengucapkan banyak-banyak terima kasih. Mumpung hari ini aku serta pelayan tuaku bisa
berjumpa kembali terasa banyak persoalan yang harus kusampaikan kepadanya, bila selama ini
aku telah melakukan kesalahan, di kemudian hari aku pasti ikan datang berkunjung lagi untuk
mohon maaf.”
“Hoa kongcu, kalau kau berbuat begitu maka tindakanmu itu tidak benar!” kata Jin Hian sambil
tertawa ringan
“Lalu bagaimana yang benar? harap Jien Tang-kee suka memberi petunjuk!….”
“Kesempatan baik untuk membalas dendam bagi kematian ayahmu telah tiba, kenapa Hoa
kongcu malahan hendak buru-buru berlalu dari sini? Masa kau sudah melupakan dendammu itu?”
Hoa Thian-hong merasa hatinya tercekat, segera pikirnya, “Rupanya perkumpulan Hong-im-hwie
mempunyai urusan dengan pihak sekte agama Hong Thian Kau, kedua belah pihak belum tahu
bahwa tenaga dalam yang dimiliki ibuku telah punah, maka sekarang ingin menyeret aku
terjerumus pula di dalam pertikaian ini….”
Bayangan serta cita-citanya untuk membasmi iblis dan membangun kembali dunia persilatan
yang aman dan adil selalu melekat di dalam hati kecilnya kini setelah diketahuinya bahwa kedua
partai telah terlibat dalam suatu permusuhan, jangan dibilang suruh dia pergipun belum tentu dia
mau, apalagi persoalan ini menyangkut soal pembalasan dendam bagi kematian ayahnya?
Otaknya dengan cepat berputar dan ambil keputusan, dia serahkan obat tadi ke tangan Hoa In
sambil pesannya, “Bawalah obat ini ke rumah penginapan Seng-Liong disebelah Timur kota,
serahkan kepada seorang cianpwee yang bernama Ciong Lian-khek.”
“Budak belum lama berselang baru saja berkunjung ke situ, bagaimana kalau obat ini
disampaikan agak belakang saja?” bantah Hoa In sambil menerima obat itu.
Hoa Thian-hong tahu bahwa pelayan tuanya ini tidak rela tinggalkan dirinya dengan begitu saja,
segera serunya, “Obat ini biar cepat diminum dan penyakitnya cepat sembuh, mengenai
keselamatan diriku kaupun tak usah kuatir. Meskipun banyak orang yang menghendaki jiwaku
tetapi saat ini waktunya masih belum tiba.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar