“KALAU begitu padri tersebut mirip siapa?” tanya Tio Sam-koh, “masa dari atas langit tiba-tiba
terjatuh seorang padri macam begitu?”
Haputule jadi amat gelisah, paras mukanya berubah jadi merah padam bagaikan kepiting rebus,
sahutnya, “Darimana aku bisa tahu? tapi yang jelas hweesio itu adalah penduduk Tionggoan jelas
ia bukan orang yang datang dari wilayah See ih!”
“Diantara persoalan ini terdapat beberapa hal yang amat mencurigakan hati” kala Hoa Hujin,
“pertama dimanakah letak maksud dan tujuan hwessio itu menculik pergi gurumu?”
“Tentu saja dikarenakan urusan Malaikat pedang Gi Ko” sahut Hapatule dengan cepat, setiap
umat manusia di kolong langit ingin mengetahui rahasia mengenai pedang emas itu dan dimana
kitab pusaka Kiam keng disimpan dan diantara berapa juta manusia di kolong langit hanya
guruku seorang yang tahu.
Engkau memang amat cerdik, menurut ceritamu tadi hweesio itu berlalu dengan tergesa-gesa
dan rupanya tak berani diam terlalu lama dalam rumah penginapan itu, aku rasa dibalik kejadian
ini pasti ada sebab-sebab tertentu.
Haputule garuk-garuk kepalanya dengan kebingungan.
“Tentang soal ini aku sih belum sampai memikirkan” katanya, “lalu menurut pendapat hujin apa
sebabnya hweesio itu begitu gugup dan tergesa-gesa?”
Hoa Hujin termenung sebentar, lalu menjawab, “Mungkin ia takut bertemu dengan orang lain,
mungkin juga ada seseorang sedang mengejar di belakang tubuhnya, tapi semua itu cuma
menurut dugaanku belaka bagaimana kenyataan yang sesungguhnya sukar untuk di ketahui.”
“Saudaraku, kini dua orang suhengmu itu berada dimana?” tanya Hoa Thian-hong
“Mereka masih menginap dirumah penginapan
“Bagaimana dengan keadaan lukanya? apakah jiwa mereka terancam bahaya?”
Haputule gelengkan kepalanya.
“Luka yang mereka derita sih tak terlalu parah, toa suheng dihajar oleh hweesio itu dengan ilmu
lutut saktinya hingga tulang ke tiaknya terluka, sedangkan ji suheng kena disikut oleh ilmu
sikutan raja lalim yang mengakibatkan isi perutnya terluka”
Hoa Hujin segera mengerutkan dahinya.
Jurus-jurus serangan yang sangat sederhana, hweosio itu dapat menggunakan jurus serangan
yang sederhana untuk melukai Toohan dan Temotay, dari sini bisa diketahui bahwa ilmu silat
yang dimilikinya pasti sudah mencapai tingkat yang tak terhingga tingginya, para jago-jago
seperti Pek Siau-thian dan malaikat kedua Sim Ciu pun belum tentu bisa menggunakan jurus
seperti itu hingga ketingkat yang demikian sempurnanya.
Toohan adalah murid tertua dari Siang Tang Lay, sedangkan Temotay adalah murid kedua, ilmu
silat yang mereka miliki pernah disaksikan kelihayannye oleh semua orang apalagi setelah
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
271
mendengar keterangan dari Hoa Hujin, rata-rata mereka merasa bahwa ucapan tersebut sangat
masuk diakal, untuk beberapa saat suasana jadi hening dan semua orang membungkam dalam
seribu bahasa.
Ditengah matanya yang terbelalak lebar, air mata jatuh bercucuran membasahi pipi Haputule,
sambil memandang ke arah Hoa Thian-hong serunya setengah memohon, “Hoa toako, hanya
engkau seorang yang dapat menolong suhuku…. selamatkan jiwanya….”
Hoa Thian-hong menepuk sepasang bahunya dengan lembut, kemudian berkata, “Saudaraku,
engkau tak usah gelisah atau pun cemas, bagaimanapun juga kami pasti akan berusaha untuk
selamatkan Siang Tang Lay looianpwee dari ancaman mara bahaya”
“Berbicara sampai disitu, sorot matanya tanpa terasa dialihkan keatas wajah ibunya.
Hoa Hujin termenung beberapa saat lamanya, lalu kapadi putranya ia berkata, “Siang
loocianpwee adalah kawan senasib sependeritaan dengan kita semua, apalagi budi kebaikan
yang pernah diberikan kepada mu luar biasa besarnya, bagaimanapun juga persoalan ini harus
diurus sampai beres tapi hweesio itu tidak diketahui nama maupun asal usulnya, tanpa tandatanda
yang bisa memberi petunjuk kepada kita, rasanya untuk mencari orang diantara lautan
manusia bukanlah suatu pekerjaan yang gampang….
“Bagaimanapun juga kita harus cari sampai ketemu!” sela Haputule dari samping, keempat
anggota badan suhu telah cacad, sedang ilmu pekikan maut Hua hiat hou adalah ilmu silat dari
partai Seng sut pay setelah berjanji untuk dipinjam pakai satu kali saja pastilah suhu tak akan
mengingkari janji sendiri, lagipula menggunakan ilmu kepan daian tersebut sangat merusak
kesehatan badan.
Hoa Hujin tertawa ramah, kepada Hoa Thian-hong serunya, “Segera berangkatlah menuju
Lok yang, coba lihat bagaimana keadaan luka yang diderita Toohan serta Temotay, apabila ada
petunjuk jalan yang menerangkan identitas hweesio asing itu, bertindaklah menurut kemauanmu
sendiri, pokoknya yang penting engkau harus cari jejak hweesio itu dan berusaha untuk
selamatkan jiwa Siang locianpwee dari mara bahaya….!”
Setelah berhenti sebentar, ia melanjutkan, “Dalam mengatasi persoalan yang sama sekali tak ada
tanda ataupun petunjuk ini, engkau harus bertindak dengan andalkan ke cerdasan otak serta
semangat bekerjamu yang besar, tapi engkau harus ingat menolong orang harus menolong
sampai pada akhirnya, setelah berhasil engkau tak boleh lepaskan utusan itu ditengah jalan,
sekali pun delapan tahun lamanya engkau harus menolong sampai berhasil”
“Bagaimana dengan ibu?”
“Kami akan langsung pulang keperkampungan Liok Soat Sanceng, sewaktu lewat dikota Lok yang
nanti jika dapat bertemu kita bertemu, kalau tidak maka aku akan lanjutkan perjalanan menuju
keutara, setelah berhasil menolong Siang locian pwee, engkau harus menghantarnya sampai ke
wilayah See ih, jika semua urusan sudah selesai baru engkau pulang kerumah! mengerti?”
Mendengar perintah itu, dalam hati kecilnya Hoa Thian-hong segera berpikir, “Waah….! kalau
begitu, waktu yang kubutuhkan untuk menyelesaikan persoalan ini panjang sekali….”
Pemuda itu adalah seorang anak yang sangat berbakti kepada orang tuanya, ia merasakan tak
tega hati karena ilmu silat yang dimiliki ibunya telah musnah dan tubuhnya lemah kembali, selain
itu diapun belum lama menikah, cinta kasih antara suami istri masih amat tebal melekat dalam
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
272
hatinya, untuk berpisah dalam jangka waktu yang cukup lama tentu saja amat memberatkan
hatinya.
Dari perubahan paras mukanya yang berat hati, Hoa Hujin dapat segera menebak suara hatinya,
dengan alis mata berkernyit ia segera menegur tajam
“Tugas berat ini tak dapat ditawar lagi, engkau tak boleh sangsi atau ragu-ragu untuk
menerimanya!”
Hoa Thian-hong merasa amat terperanjat, dengan cepat ia jatuhkan diri berlutut di atas tanah
sambil serunya, “Ibu, semoga engkau bisa baik-baik jaga diri”
“Aku sudah tahu!” sahut Hoa Hujin sambil ulapkan tangannya.
Kepada Tio Sam-koh si anak muda itupan jatuhkan diri berlutut, baru saja dia akan buka suara
untuk mohon bantuannya agar merawat ibunya, tiba-tiba Tio Sam-koh ulapkan tangannya sambil
berseru, “Ayoh enyah dari sini! semangat seorang pria berada ditempat samudra, apakah engkau
hendak menjaga bini mu sepanjang masa?”
Merah padam selembar wajah
Buru-buru Chin Wan-hong membungkuskan beberapa setel pakaian dan diangsurkan ke depan.
Hoa Hujin dapat memaklumi kalau putranya belum lama menikah, iapun dapat menyadari kalau
pada saat itu rasa cinta di antara mereka berdua sedang berkobar mencapai puncaknya, maka ia
perintahkan Chin Wan-hong untuk menghantar Hoa Thian-hong dan Haputule sampai diluar
pintu.
Sementara Haputule sedang menerangkan tempat tinggalnya dikota Lok yang, Chin Wan-hong
lari kedapur dan buru-buru menyiapkan sebuah bungkusan besar.
Ketika tiba didepan pintu ia serahkan bungkusan tersebut kepada suaminya.
Hoa Thian-hong terima bungkusan tersebut sambil berpesan.
“Kesehatan ibu kurang baik setiap hari harus minum obat, engkau harus hati-hati melayaninya!”
Dengan air mata bercucuran Chin Wan-hong mengangguk.
“Dalam bungkusan terdapat dua tahil perak….” titik air mata jatuh berlinang memotong ucapan
selanjutnya.
Lama…. lama sekali suasana diliputi keheningan akhirnya Hoa Thian-hong berkata lagi dengan
suara lirih, “Mempelajari obat-obatan paling banyak menghisap perhatian dan tenaga, engkau
jangan mengesampingkau ilmu silatmu terutama ilmu mengatur pernapasan setiap hari engkau
harus berlatih dengan tekun dan jangan berhenti barang seharipun”
Dengan lembut Chio Wan Hong mengangguk.
“Ilmu silatmu terlalu tersohor di kolong langit, hati-hatilah menghadapi segala tipu daya yang
licik dan keji, terutama sekali dalam soal minuman dan makanan, kau harus lebih-lebih menaruh
perhatian”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
273
Haputule sangat gelisah dan ingin cepat-cepat berangkat, melihat kedua orang itu, tak tahan lagi
ia menyela dari samping, “Enso! engkau toh seorang ahli memunahkan racun, siapa berani main
setan dihadapan Hoa toako, itu berarti mencari penyakit buat diri sendiri”
Mendengar perkataan itu, Hoa Thian-hong tertawa tergelak.
“Ensomu belum lama angkat guru, ilmu kepandaian yang dipelajari pun belum banyak, untuk
mencapai tingkatan ahli pemunah racun masih terlampau jauh”
Tahun itu usia Haputule baru mencapai enam tujuh belas tahunan, ia belum mengerti apa artinya
cinta muda mudi. Hoa Thian-hong yang harus berpisah lama dengan istrinya merasa ada banyak
perkataan hendak disampaikan, tapi disaksikan dengan mata melotot oleh sang pemuda itu
tanpa berkedip barang sedikitpun, sedikit banyak ia merasa kaku juga akhirnya setelah berpesan
beberapa patah kata dan saling berpandangan dengan perasaan hati berat terpaksa mereka
harus saling berpisah.
Setelah keluar dari pintu barat, Hoa Thian-hong membuka makanan itu sambil meneruskan
perjalanan, kedua orang itu menyikat semua ransum yang tersedia hingga ludas dan sedikpun
tak ada sisanya.
Sambil meraba perutnya yang kenyang Haputule memuji tiada hentinya, “Aaah…. enso memang
sangat baik, sejak kecil sampai dewasa belum pernah kujumpai orang yang begitu baiknya
seperti enso ini Aaaai….! dia memang sangat baik!”
Hoa Thian-hong segera tersenyum.
“Baik! akan kuperhatikan persoalan ini, andaikata dikemudian hari aku temukan seorang gadis
semacam itu yang berusia hampir sebaya dengan engkau, aku harus jadi mak comblang
untukmu!”
“Kalau suhu tak dapat diselamatkan selamanya aku tak akan cari bini!”
“Betul!” puji Hoa Thian-hong, “kita memang harus cepat-cepat menyelamatkan Siang locianpwee
dari ancaman bahaya maut!”
Ia cengkeram pergelangan tangannya dan segera berlari ke arah depan dengan mengerahkan
ilmu meringankan tubuhnya yang lihay.
Ketika tempo hari Hoa Thian-hong masih lari racun setiap harinya ia berhasil melatih gerakan
tubuhnya hingga mencapai tingkat kecepatan yang sukar ditandingi setiap orang setelah makan
rumput mustika Leng-ci sian cho, maka ilmu meringankan tubuhnya jauh melebihi tingkatan yang
berhasil mencapai tempo dulu apalagi sekarang tenaga dalamnya setingkat jauh lebih sempurna,
bisa dibayangkan betapa sempurna dan luar biasanya gerakan tubuh pemuda itu boleh dibilang
ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya saat ini tiada tandingannya di kolong langit.
Haputute yang diseret oleh pemuda itu seketika merasakan sepasang kakinya sama sekali tidak
menempel tanah, deruan angin kencang menyambar lewat dari sisi telinganya, begitu tajam
hembusan angin dari arah depan membuat ia tak sanggup membuka matanya, diam-daim ia
merasa amat kagum dan tunduk seratus persen terhadap kelihayannya.
Ditengah jalan mereka hanya beristirahat sebentar, ketika fajar menyingsing keesokan harinya
mereka telah masuk kedalam
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
274
Haputule segera berlarian kecang membawa Hoa Thian-hong menuju kerumah penginapan
dimana kedua orang suhengnya sedang merawat luka yang mereka derita.
Pada waktu itu rumah penginapan tersebut baru saja buka pintu, ketika kedua orang itu masuk
kedalam ruangan mereka telah berpapasan dengan seorang pelayan.
Begitu mengetahui siapa yang sedang di hadapi, dengan gelisah bercampur cemas pelayan itu
segera berseru, “Siau ya…. aduuh kalau engkau tidak datang lagi, rumah penginapan kami pasti
akan diseret kepengadilan dengan tuduhan menghilangkan nyawa orang….”
“Apa yang telah terjadi?!” seru Haputule dengan hati terperanjat.
“Siau ya!” seru pelayan itu sambil menuding keruang belakang, “kemarin sore dua orang
rekanmu pergi dari sini, tapi entah bagaimana kemudian ternyata mereka telah dibunuh orang,
mayatnya menggeletak diluar tembok
Mulai Haputule berdiri menjablak dengan mata terbelalak, kemudian sambil menangis
menggerung ia lari menuju keruang belakang rumah penginapan itu.
Buru-buru Hoa Thian-hong memburu dari belakang, ketika masuk kedalam sebuah ruang
terlihatlah dialas tikar terkapar dua sosok mayat manusia, mereka bukan lain adalah Toohan
serta Temotay.
Haputule segera menjerit sambil menangis tersedu-sedu, teriaknya dengan penuh kesedihan,
“Hoa toako! aku mau cari suhu…. aku mau membalas dendam…. aku mau membalas dendam!”
Paras muka Hoa Thian-hong telah berubah jadi hijau membesi, sambil menggigit bibir katanya,
“Aku pasti akan temukan kembali suhumu, aku pasti akan balaskan dendam bagimu!!”
Ia berjongkok membuka kain selimut yang menutupi tubuh mayat itu dan periksa keadaan
lukanya.
Apa yang dialami Tooban maupun Temotay ternyata sama sekali tak berbeda, kedua orang itu
tertusuk dadanya oleh senjata tajam pada ulu hati, masing-masing berbekaslah sebuah mulut
luka yang panjangnya beberapa senti dengan lebar dua tiga mili, noda darah membasahi seluruh
pakaian mereka tapi karena kejadian itu sudah berlangsung sehari semalam yang lalu noda
darah itu sudah kering dan membeku.
Sepasang mata Haputule berubah jadi merah berapi-api, giginya saling beradu gemerutukan,
tiba-tiba la cengkeram bahu Hoa Thian-hong sambil menjerit, “Hoa toako siapa yang melakukan
pembuhan ini? siapa yang turun tangan sekeji ini siapa…. siapa….?”
“Saudaraku, teguhkan imanmu dan hadapilah kenyataan dengan hati tabah” bisik Hoa Thianhong
sedih, “akan kupetaruhkan selembar jiwaku untuk menyelidiki siapakah pembunuh kejam
itu dan balaskan dendam bagi kematian dua orang suhengmu!”
“Mereka mati ditusuk oleh pisau belati?” tanya Haputule dengan wajah termangu-mangu.
Hoa Thian-hong mengangguk, ia lanjutkan pemeriksaannya dengan lebih teliti lagi.
Tapi kecuali mulut luka diatas dada serta luka lama yang ditinggalkan hweesio asing, diatas
tubuh kedua sosok mayat itu ti dak ditemukan bekas luka lainnya, melihat kenyataan tersebut
dalam hati kecilnya ia segera berpikir, “Letak luka yang diderita dua orang ini sama sekali tak
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
275
berbeda satu sama lainnya, andaikata sang pembunuh bukan turun tangan karena telah berhasil
menawan dua orang itu lebih dahulu, maka orang yang melakukan perbuatan ini pastilah
memiliki ilmu silat yang amat tinggi dan sangat lihay….”
Sementara itu Haputule sambil menggigit bibir, telah berseru, “Hoa toako, perbuatan ini
dilakukan oleh hweesio tersebut? ataukah orang lain?….
Diam-diam Hoa Thian-hong menghela napas panjang, pikirnya, “Rupanya bocah ini sudah
menganggap diriku sebagai seorang malaikat yang tahu akan segala-galanya dan bisa melakukan
perbuatan macam apapun. Aaai….! ia begitu percaya pada diriku seandainya aku tak berhasil
untuk menolong Siang loccianpwee serta balaskan dendam bagi kematian dua orang suhengnya
betapa kecewa dan putus asanya bocah ini….”
Berpikir sampai disitu, ia segera berkata, “Bekas luka yang ditinggalkan adalah bekas luka keras
dari sini sukarlah untuk meraba ilmu silat dari aliran manakah yang telah dipergunakan sang
pembunuh untuk melakukan perbuatan keji ini, untuk sementara waktu anggap saja pembunuh
itu adalah hweesio tersebut, kita harus berusaha untuk menemukan dulu orang itu dan
selamatkan Siang locianpwee dari mara bahaya kemudian setelah itu baru membicarakan soal
balas dendam.”
Dengan air mata bercucuran karena sedih, Haputule menganggukkankan kepalanya.
“Senjata tajam dari kedua orang suhengku sudah tidak berada dalam saku mereka!”
“Pedang perak milik kalian merupakan benda yang sangat berharga sekali, aku rasa senjata
tersebut tentu sudah diambil oleh sang pembunuh tersebut.”
Ketika dia angkat kepalanya memandang keluar, tampaklah sang pelayan berdiri di tepi pintu,
selain itu masih ada belasan orang berdesakan didepan pintu menonton keramaian.
Diantara manusia-manusia itu, terlibat pula dua orang pria kekar berusia setengah baya, ketika
menyaksikan sorot mata Hoa Thian-hong ditunjukkan ke arah mereka, dua orang itu buru-buru
menyembunyikan diri kebelakang kerumunan orang banyak.
Haputule kebetulan menyaksikan tingkah laku mereka, secepat sambaran kilat ia menerjang
kedepan dan sekaligus ia cengkeram bahu dua orang pria itu.
Menyaksikan datangnya tubrukan, dua orang pria setengah baya itu berusaha untuk
menghindarkan diri, namun usaha mereka gagal dan tahu-tahu lengan mereka terasa amat sakit
dan cengkeraman lawan telah bersarang disana.
Haputule mencengkeram bahu dua orang lawannya kencang-kencang, dengan suara berat
hardiknya, “Ayoh cepat jawab, apa yang sedang kalian lakukan?”
Saking sakitnya dua orang pria kekar itu menggigit bibir untuk menahan penderitaan, keringat
dingin telah membasahi seluruh tubuh mereka sementara sorot matanya ditujukan ke arah Hoa
Thian-hong penuh mohon belas kasihan.
Hoa Thian-hong maju kedepan dan berkata, “Saudaraku lepaskanlah cengkeraman mu itu biar
aku yang bertanya kepada mereka. Dengan penuh kebencian dan kebengisan Haputule melotot
sekejap ke arah dua orang itu kemudian kendorkan cengke-ramannya dan mundur kebelakang.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
276
Sambil memegang bahunya yang sakit dan linu, dua orang pria berusia setengah baya itu
berpaling ke arah Hoa Thian-hong paras muka mereka telah berubah jadi pucat pias bagaikan
mayat.
“Kalian berasal dari mana?” tegur Hoa Thian-hong dengan sepasang alis berkenyit
“Hamba sekalian sebetulnya berasal dari perkumpulan Hong-im-hwie….” jawab dua orang pria
setengah baya hampir berbareng, “tapi berhubung perkumpulan Hong-im-hwie sudah bubar
maka hamba….”
“Gerak-gerik kalian sangat mencurigakan, apakah kalian berdua telah melakukan pekerjaan yang
melanggar hukum?” tukas Hoa Thian-hong dengan cepat.
“Baru kemarin malam hamba berdua tiba dikota Lok yang” buru-buru dua orang pria itu
membantah, hamba bersumpah tak pernah melakukan perbuatan yang melanggar hukum, kalau
Hoa ya tak percaya silahkan ta nyakan sendiri kepada pemilik rumah penginapan”
Hoa Thian-hong awasi sekejap paras muka dua orang pria itu, kemudian tanyanya lagi, “Dahulu
apakah kalian pernah bertemu dengan aku?”
Dua orang itu gelengkan kepalanya berulang kali, pria yang ada disebelah kiri segera berseru,
“Kami belum pernah berjumpa dengan Hoa ya, tapi cuma pernah mendengar tentang potongan
badan serta raut wajah Hoa ya dari mulut orang lain, apalagi di pinggang Hoa ya tergantung
sebilah pedang baja maka sekali bertemu kami dapat segera mengenali kembali”
“Lalu apa sebabnya kalian bersembunyi dan menghindar dengan gerak-gerik yang
mencurigakan?” bentak Haputule dengan gusar.
Dua orang itu memandang sekejap ke arah Hoa Thian-hong, lalu dengan ketakutan sahutnya,
“Kami takut berjumpa dengan Hoa ya yang penuh berwibawa, karena itu….”
Hoa Thian-hong tahu bahwa kedua orang pria tersebut pastilah merupakan manusia yang tidak
penting dalam perkumpulan Hong-im-hwie, maka ia segera ulapkan tangannya memerintahkan
kedua orang itu segera tinggalkan tempat tersebut.
Bagaikan mendapat pengampunan, dua orang pria itu buru-buru memberi hormat kemudian
ngeloyor pergi dengan tergopoh-gopoh.
Sedangkan para penonton keramaian lainnya kebanyakan terdiri dari kaum pedagang dan
saudagar kelilingan, tapi rupanya mereka sudah kenal siapakah Hoa Thian-hong itu, paras muka
mereka rata-rata menunjukkan sikap yang sangat menghormat.
Haruslah diketahui keadaan dari Hoa Thian-hong pada saat itu ibarat sang surya yang berada
ditengah angkasa, nama besarnya amat tersohor dimana-mana dan menggemparkan seluruh
dunia persilatan, dari rakyat jelata sampai para pembesar, dari kuli kasar sampai saudagar kaya
hampir tak seorangpun yang tak kenal siapakah Hoa Thian-hong, hal ini disebabkan karena
pengaruh tiga bibit bencana dunia persilatan terlalu luas dan dalam membekas dihati setiap
orang maka ketika bibit bencana sumber kehancuran itu lenyap dari permukaan bumi, nama Hoa
Thian-hong segera membubung setinggi langit dan pemuda itu menjadi pujaan setiap keluarga
disegala penjuru dunia.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
277
Semula Hapntule mengira ia telah berhasil menemukan titik terang, siapa tahu kedua orang itu
tak ada sangkut pautnya dengan persoalan itu, tak disangka lagi ia jadi amat sedih hingga air
mata kembali jatuh bercucuran.
“Hoa loako bagaimana sekarang? apa yang harus kita lakukan….?” tanyanya dengan
kebingungan.
“Saudaraku, tak usah gelisah mari bereskan dulu jenasah dari kedua orang kakak
seperguruanmu itu kemudian barulah kita berangkat untuk mencari pembunuhnya”
Bicara sampai disitu, ia segera berpaling sambil menegur, “Siapakah pemilik rumah penginapan
ini?”
Sejak permulaan tadi sang pemilik rumah penginapan sudah menunggu disamping, mendengar
seruan tersebut buru-buru ia maju kede-pan sambil membungkuk-bungkuk memberi hormat.
“Hamba yang pemilik rumah penginapan ini, tuan ada perintah apa….?”
Hoa Thian-hong ambil sekeping uang perak dari sakunya, sambil diangsurkan kedepan, katanya,
“Ciang kwee, harap kirimlah orang untuk membeli peti mati serta tanah pekuburan, kami akan
segera mengembumikan jenasah dari dua orang rekan kami ini, kalau uang tersebut tidak cukup,
nanti akan kuberi lagi….!”
“Hamba akan segera melaksanakanaya….!” sahut pemilik rumah penginapan itu dengan gelisah,
“sedang uang itu tak berani terima, harap tuan simpan kembali…. harap tuan simpan kembali!”
Dengan badan berbungkuk-bungkuk, pemilik rumah penginapan itu mundur kebelakang.
Hoa Thian-hong mengerutkan dahinya, sambil memandang pelayan rumah penginapan, ujarnya,
“Siau jiko, siapa yang menghantar jenasah dari dua orang rekanku ini pulang kepenginapan?”
“Peronda
penginapan kami, berhubung mereka adalah tamu asing dan lagi salah seorang diantaranya
belum kembali, maka terpaksa…. terpaksa jenasah mereka dikirim kembali kerumah penginapan
kami”
“Dimanakah peristiwa berdarah ini terjadi? apakah ada orang yang menyaksikan jalannya
pertarungan itu?”
Pelayan itu gelengkan kepalanya berulang kali.
“Tak ada orang yang menyaksikan jalannya peristiwa itu, dan tak ada orang yang mengatakan
telah menyaksikan sesuatu, kejadian berdarah ini terjadi diluar
Hoa Thian-hong berpikir sebentar, kemudian menyusupkan uang perak itu ketangan sang
pelayan, setelah itu sambil menarik tangan Haputule, mereka berlalu dari situ dengan langkah
lebar.
Setelah keluar dari rumah penginapan, kedua orang itu langsung berangkat menuju kepintu
sebelah utara.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
278
Sementara itu fajar baru menyingsing dan belum terlalu banyak orang yang berlalu lalang dijalan
raya, belum jauh kedua orang itu melakukan perjalanan, tiba-tiba dari arah belakang terdengar
ada orang yang menyusul mereka.
Dengan cepat Hoa Thian-hong berpaling kebelakang, ia lihat dua orang bocah cilik yang berusia
empat
mereka dengan kencangnya.
Pakaian yang dikenakan mereka berdua telah compang camping dan dekil sekali, rambutnya
kusut dan mukanya penuh berminyak, rupanya dua orang bocah itu adalah pengemis-pengemis
cilik
Yang berusia agak muda hanya berkaki lelanjang, sedang bocah yang agak besaran memakai
sepatu, tapi pada waktu itu bocah tersebut telah melepaskan sepatunya dan berlarian dengan
kencangnya.
Hanya sayang gerakan tubuh Hoa Thian-hong dan Haputule terlalu cepat, sehingga kendatipun
dua orang bocah itu lari dengan sepenuh tenaga namun kian lama mereka tertinggal semakin
jauh.
Hoa Thian-hong sendiri sama sekali tidak pikirkan kejadian itu dalam hatinya, sebab dua orang
bocah tersebut tidak lebih hanya dua orang bocah pengemis yang sama sekali tak kenal ilmu
silat.
Beberapa saat kemudian, mereka sudah tiba dipintu sebelah utara dan sampai ditempat peristiwa
berdarah itu terjadi.
Dialas permukaan tanah hanya tersisa dua gumpalan darah yang telah mengering, kecuali itu
tiada tanda-tanda lain yang berhasil di temukan lagi.
Hoa Thian-hong berdua tidak putus asa, mereka mencari lagi di sekitar tempat kejadian itu,
namun bagaimanapun juga mereka berusaha senjata tajam milik Toohan dan Temotay tak
berhasil ditemukan.
Akhirnya dengan wajah murung bercampur sedih Haputule mengeluh, “Ooh….! Hoa toako,
bagaimana sekarang? apa yang harus kita lakukan lagi?”
Hoa Thian-hong termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, setelah itu ujarnya, “Mari kita
periksa semua rumah penginapan yang ada dikota ini coba kita cari data, apakah dalam
beberapa hari berselang ada kaum padri yang menginap disini kemudian kita cari dan selidiki
pula setiap kuil yang ada disekitar
jarum dari dasar samudra”
Mendadak dari balik pintu gerbang
sekejap ke arah mereka, kepala kecil itu di tarik kembali dengan cepatnya.
Hoa Thian-hong adalah seorang jago persilatan yang memiliki ketajaman mata yang luar biasa,
sekilas menandang ia segera kenali kembali mereka berdua sebagai dua orang pengemis cilik
yang mengejar dibelakang tubuhnya tadi.
Sambil tersenyum ia segera menggapeh bocah itu seraya serunya, “Eeeei saudara cilik berdua,
kemarilah mari kita bercakap-cakap”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
279
Dua orang pengemis cilik maju beberapa langkah kedepan, tapi dengan cepat mereka berhenti
dengan wajah terperangah.
Beberapa detik kemudian mereka putar diri dan kabur ke arah kaki tembok
tanda kepada Hoa Thian-hong berdua.
Melihat tanda itu, si anak muda itu mengerutkan dahinya rapat-rapat, lalu bisiknya, “Ayoh ikuti
mereka, coba lihat apa yang hendak mereka lakukan, sambil berkata ia segera maju kedepan.
Buru-buru Haputule mengejar dari belakang, tanyanya dengan nada kebingungan, “Tahukah
engkau dua orang pengemis cilik itu berasal dari aliran mana?”
Hoa Thian-hong gelengkan kepalanya.
“Aku sendiripun kurang begitu jelas!” jawabnya.
“Bagaimana kalau kita kejar dua orang bocah itu kemudian menanyai mereka?”
“Aku rasa kalau sampai bertindak begitu, kurang baik, lebih baik ikuti saja mereka berdua dan
coba lihat mereka akan bawa kita pergi kemana?”
Dua orang bocah pengemis itu berlarian didepan, sedangkan Hoa Thian-hong dan Haputule
mengikuti dibelakang dengan langkah yang santai, kurang lebih setengah jam kemudian
sampailah mereka dibawah sebuah pagoda lama yang telah tak terpakai.
Pagoda itu terdiri dari tujuh tingkat dan berdiri disebuah tanah lapang yang luas serta terpencil
letaknya, berhubung dimakan usia bangunan tersebut sudah rusak dan hancur, setiap saat ada
kemungkinan untuk tumbang ketanah, sekitar bangunan telah dipagari dengan kayu siap untuk
dibongkar, tapi karena belum dikerjakan maka diatas pagar terpancanglah sebuah tulisan yang
berbunyi, “Dilarang masuk!”
Ketika empat orang itu sudah tiba disekitar bangunan, dari balik semak belukar tiba-tiba
berkumandang suara tepuk tangan yang amat nyaring, pengemis yang berusia empat
tahun ini segera balas menepuk tangan mengikuti irama tertentu.
Dari balik semak belukar muncullah seorang bocah pengemis berbadan hitam yang berusia
antara tujuh delapan tahun, dengan cepat ia lari menghampiri rekan-rekannya.
“Siau Ngo-ji, ada orang yang datang kemari?” tegur pengemis yang rada besaran itu.
Pengemis hitam itu gelengkan kepalanya sementara sepasang biji matanya yang melotot gede
memperhatikan Hoa Thian-hong dari atas sampai kebawah, tiba-tiba ia nampak terperanjat
hingga mulutnya ternganga dan tubuhnya berdiri menjublak.
Pengemis yang rada besaran itu segera menuding ke arah Hoa Thian-hong sambil berkata,
“Dialah Hoa thian….!”
“Ooooh! tak aneh, kalau sejak pandangan pertama aku sudah merasa kenal….” teriak Siau Ngoji.
Hoa Thian Hoag tersenyum.
“Saudara cilik, apa yang sedang kau kerjakan seorang diri berada disini?”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
280
Sambil menuding ke arah puncak pagoda dihadapannya, Siau Ngo-ji menjawab, “Jenasah kakek
tua dari wilayah See ih berada diatas pagoda itu, aku sedang menjaga jenasahnya agar tidak
dicuri orang”
Begitu ucapan tersebut diutarakan keluar, Haputule nampak tergetar keras karena terperanjat
bagaikan angin puyuh dia langsung lari menuju ke arah pintu pagoda.
“Hey, berhenti!” teriak Siau Ngo-ji dengan suara lantang.
Haputule sama sekali tidak menggubris teriakan itu lagi, sekali hantam ia hajar pintu pagoda itu
sampai terbuka lalu dengan cepat menerjang masuk keruang pigoda.
Hoa Thian-hong sangat menguatirkan keselamatan jiwanya, sekali enjot badan bagaikan
sambaran kilat ia merebut lari dihadapan mukanya.
“Blaammm!” terdengar ledakan keras bergelegar diudara pintu pagoda yang kena diterjang
segera membentang lebar dan menumbuk diatas dinding kayu
Dalam sekejap mata debu dan pasir berterbangan memenuhi seluruh angkasa, empat belah
dinding bergetar keras seakan-akan sebentar lagi bakal roboh sama sekali.
Diam-diam Hoa Thian-hong merasa amat terperanjat, Haputule sama sekali tidak merasakan hal
itu.
Ketika ia menengok keatas, tampaklah enam tingkat dibagian bawah sudah roboh sama sekali,
hanya pada tingkat yang terakhir saja masih ada lantai papannya, tapi karena jaraknya dari
permukaan tanah terlalu tinggi, Haputule tak mampu untuk melayang naik keatns.
Saat itulah Siau Ngo-ji menengok dari luar pintu, sambil menggape serunya dengan suara
lantang, “Hoa toako, cepat keluar! hati-hati kalau sampai pagoda itu roboh dan mengubur kalian
berdua didalamnya!”
Hoa Thian Hoag segera menarik tangan Haputule sambil serunya, “Saudaraku, ayoh keluar dulu!
aku akan naik keatas puncak terakhir untuk memeriksa keadaan disana!”
“Toako!” teriak Haputule dengan sepasang mata berubah jadi merah berapi-api, “suhu pasti
sudah mendapat celaka…. suhu pasti sudah mendapat celaka….”
Hoa Thian-hong sundiripun dapat merasakan pula bahwa situasi tidak beres, ia bawa Haputule
sampai keluar dari pagar kayu ke mudian sambil mengepos tenaga tubuhnya segera melayang
naik keatas pagoda setinggi enam tujuh tombak, sekali ujung bajunya dikibaskan pemuda itu
sudah melayang masuk kedalam ruang pagoda.
Siau Ngo-ji membelalakkan matanya lebar-lebar, tiba-tiba sambil acungkan jempolnya ia berkata
kepada dua orang pengemis rekannya, “Hoa toako benar-benar hebat kalau dibandingkan
dengan hweesio itu…. huuh! kentutnya saja belum bisa mengejar”
Begitu mendengar tentang kehadiran seorang hweesio Haputule tak dapat menahan diri lagi,
sekuat tenaga ia loncat naik keatas pagoda tingkat keempat kemudian sekali enjot badannya
loncat naik lebih keatas.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
281
Braak….Bluummm! seketika itu juga dinding pagoda jadi retak dan roboh kebawah, Haputule
yang menginjak tempat kosong segera terjatuh kembali kebawah.
Dalam Waktu singkat batu bata dan pasir berguguran diatas tanah dengan hebatnya, bangunan
lama itu mulai retak-retak lebar dan agaknya sebentar lagi bangunan tersebut sama sekali akan
roboh.
Reaksi dari Siau Ngo-ji paling cepat, menyaksikan keadaan tersebut ia segera berteriak keras,
“Hoa toako cepat loncat keluar! pagoda itu bakal roboh keatas tanah!”
Sementara itu Hoa Thian Hoag sudah loncat masuk kedalam ruang pagoda tingkat terakhir,
begitu sorot matanya dialihkan keruangan itu, hatinya kontan tercekat, ternyata dalam ruangan
diatas sebuah tikar buntut berbaringlah sesosok mayat dan mayat itu bukan lain adalah tubuh
dari Siang Tang Lay.
Sebuah lobang besar yang penuh berpelepotan darah muncul pada ulu hati Siang Tang Lay,
dadanya penuh noda darah, kematiannya sama sekali tidak berbeda dengan kematian yang
dialami oleh Toohan maupun Temotay, hal ini membuktikan bahwa pembunuhnya adalah
seorang yang sama.
Belum sempat mayat itu diteliti, pagoda itu sudah roboh keatas tanah, tergopoh-gopoh Hoa
Thian-hong bopong mayat tersebut dan loncat keluar lewat jendela.
“Braakk! Braakk! Braaakk!!” pagoda kuno itu roboh sama sekali dan hancur Jadi berkepingkeping,
pasir dan debu segera beterbangan menyelimuti seluruh angkasa.
Haputule maupun ketiga orang bocah pengemis itu buru-buru loncat mundur kebelakang
sedangkan Hoa Thian-hong yang memiliki ilmu meringankan badan amat sempurna segera
berputar setengah lingkaran ditengah udara kemudian melayang turun keatas permukaan jauh
dari tempat kejadian.
Haputule masih diliputi rasa kaget yang luar biasa ketika Hoa Thian-hong melayang turun keatas
permukaan tanah, tapi begitu ia lihat si anak muda itu membopong jenasah dari gurunya,
bagaikan orang kalap ia segera menerjang maju kedepan, sambil mendekap mayat tersebut
menangislah bocah itu sejadi-jadinya.
Belasan tahun berselang Siang Ting Lay yang berilmu tinggi datang ke wilayah timur untuk
bertarung melawan jago persilatan dari daerah Tionggoan dengan andalkan sebilah pedang
emas, ia berhasil mengobrak abrik utara maupun selatan daratan Tionggoan tanpa menjumpai
seorang lawanpun yang bisa menandingi kehebatannya.
Tapi kemudian ia disergap oleh gabungan tenaga dari Pek Siau-thian, Jin Hian, Thian Ik-cu, Bu
Liang Sinkun serta Ciu It-bong sehingga tertuka parah, untung jiwanya diselamatkan oleh Hoa
Goan-siu.
Kendatipun begitu badannya sudah jadi cacad dan ilmu silatnya jauh mengalami kemunduran.
Dalam perjalanannya kedaratan Tionggoan kali ini sekaligus ia berhasil melukai Jin Hian dan
Thian Ik-cu boleh dibilang sakit hatinya berhasil dibalas sebagian tapi sayang mereka secara
beruntun telah mengalami musibah, dari tujuh orang ada enam orang sudah mati dan sekarang
tinggal muridnya yang terkecil Haputule seorang, kalau ditinjau kembali maka nasib yang mereka
alami benar-benar amat menyedihkan sekali.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
282
Haputule menangis tersedu-sedu, dengan sedihnya karena begitu berduka menyaksikan gurunya
dibunuh orang akhirnya pemuda itu jatuh tak sadarkan diri.
Hoa Thian-hong sendiripun melelehkan air mata karena sedih, tapi bagaimanapun juga dia
adalah seorang pemuda yang sudah banyak pengalaman meskipun rasa sedih yang dialaminya
sukar dilukiskan dengan kata-kata namun pikirannya tidak sampai kacau karenanya.
Dengan cekatan ia segera mengurut dada Haputule sehingga membuat pemuda itu sadar
kembali dari pingsannya.
Sambil membuka kembali matanya lebar-lebar, Haputule memeluk Hoa Thian-hong seraya
menangis tersedu-sedu, teriaknya, “Ooooh, toako aku ingin balaskan dendam untuk suhu dan
suheng-suhengku, engkau harus membantu aku!”
“Saudaraku engkau tak usah kuatir” jawab Hoa Thian-hong dengan air mata bercucuran”,
sekalipun barus pertaruhkan jiwa, aku pasti akan menangkap pembunuh kejam itu agar engkau
bisa membalas dendam sendiri atas sakit hati ini”
“Tapi siapakah pembunuhnya? uuuh…. uuuhh…. uuuhh…. kita harus pergi kemana untuk
mencari hweesio yang dilahirkan oleh anjing betina itu?”
“Saudaraku, engkau tak perlu gelisah! selama pembunuh itu belum mati, sekalipun dia sudah lari
keujung langit atau dasar samudra, kita pasti akan berhasil menangkapnya kembali!”
“Betul, engkau tak perlu kuatir” sambung Siau Ngo-ji terhadap diri Haputule, “selama janji yang
diucapkan Hoa toako kami ini selalu ditepati, apa yang lelah dia janjikan tentu akan dilaksanakan
sebagaimana mestinya”
Tiba-tiba satu ingatan berkelebat dalam benak
cilik sekalian, dari mana kalian bisa tahu akan peristiwa ini? bersediakah kalian ceritakan
kisah tersebut kepadaku?”
“Tentu saja bersedia!” jawab Siang ngo ji dengan cepat, ia ber batuk-batuk sebentar, lalu
melanjutkan, “Ceritanya begini….”
“Bagaimana jalan ceritanya?” seru Haputule dengan hati cemas.
“Dua hari berselang ketika malam telah menjelang tiba, aku sedang menangkap jangkerik
dibawah pagoda ini, tiba-tiba muncul seo rang hweesio sambil membopong seseorang, sekali
loncat hweesio itu terbang keudada dan mencapai tingkat keempat, kemudian dalam sekejap
mata ia sudah mencapai tingkat teratas!”
***
MENDENGAR sampai disitu, diam-diam Hoa Thian-hong berpikir dihatinya, “Hweesio itu sambil
membopong tubuh seseorang sanggup melayang naik keatas puncak pagoda dengan beberapa
enjotan badan, ilmu meringankan tubuh yang dimiliki tentu luar biasa sekali!”
Terdengar Siau Ngo-ji bercerita lebih jauh.
“Dari tingkah lakunya aku segera merasa bahwa asal usul dari hweesio itu agak kurang beres,
dalam hati aku mulai berpikir sekali lompat hweesio itu bisa mencapai ketinggian beberapa
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
283
tombak itu berarti ilmu silat yang dimilikinya pasti lihay sekali, karenanya terpaksa aku cuma
bertiarap dibawah pagoda tanpa berani bergerak barang sedikitpun juga”
“Kemudian bagaimana?” sela Haputule dengan hati amat gelisah, “ayoh cepatlah bercerita”
Siau Ngo-ji segera mengerutkan dahinya.
“Tenangkan hatimu, kenapa musti terburu nafsu?” katanya.
Bocah pengemis itu cuma berusia tujuh delapan tahun, tak bisa ilmu silat, badanpun kecil tapi
sikapnya luar biasa sekali gagahnya, terutama gerak-geriknya yang cerdik dan aneh, sangat
menarik perhatian orang.
Hoa Thian-hong dibikin serba salah, terpaksa dengan suara yang amit lirih ia berkata, “Saudara
cilik, cepatlah kalau bercerita, setelah ada petunjuk yang jelas kami akan segera menangkap
pembunuh kejam itu”
Siau Ngo-ji mengangguk.
“Aku yang bersembunyi dibawah pagoda sempat mendengar hweesio itu mengajukan beberapa
pertanyaan kepada suhu dari saudara ini dan mendesaknya untuk menjawab, hweesio itu antara
lain bertanya dimanakah kitab pusaka Kiam keng disembunyikan, tapi suhu dari saudara ini cuma
tertawa dingin tiada hentinya tanpa mengucapkan sepatah katapun, sikap yang ketus dan tidak
bersahabat dari suhunya saudara ini kontan menggusarkan hweesio tersebut, ia segera turun
tangan menyiksa suhu dari saudara ini.”
“Bagaimana selanjutnya?” seru Hoa Thian-hong dengan sepasang alis mata berkenyit.
“Kemudian…. mendadak hweesio itu bertanya, ‘Apakah kitab pusaka Kiam keng itu di simpan
dalam pedang bajanya Hoa toako?’”
Biji mata bocah itu segera berputar dan melirik sekejap ke arah pedang baja yang tergantung
dipinggang Hoa Thiao Hong.
Diam-diam si anak muda itu merasa amat terperanjat, tanyanya lagi, “Lalu apa yang dijawab
oleh Siang locianpwee itu?”
Siang locianpwee itu? sepatah katapun ia tidak berbicara, ia tetap membungkam dalam seribu
bahasa, mendadak hweesio tersebut tertawa terbahak-bahak dengan kerasnya begitu keras
suara tertawa itu sehingga hampir saja pagoda itu akan roboh, sesaat kemudian terdengarlah
Siang locianpwee itu menjerit kesakitan, rupanya hweesio tersebut telah turun tangan untuk
membunuh orang.
“Bagaimana selanjutnya?”
Pada saat itulah dari luar pagoda terdengar seorang perempuan berbicara, perempuan itu
berkata, “Hey Pia Leng-cu…. Pia Leng-cu, dengarkanlah anjuranku dan cepat-cepatlah takluk
kepadaku ber gabunglah dengan perkumpulan Kiu-im-kauw kami….”
“Oooh….! jadi mereka adalah Pia Leng-cu serta Kiu-im Kaucu!” seru Haputule dengan
terperanjat.
“Emmm! saudaraku, lanjutkan ceritamu, bagaimana selanjutnya?” sela Hoa Thian-hong.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
284
“Hweesio itu…. aah! bukan, Pia Leng-cu itu segera loncat turun dari atas pagoda, dengan sikap
yang garang ia berteriak, “Kiu-im Kaucu, engkau jangan terlalu mendesak orang sehingga
terpojok, ketahuilah kalau anjing sedang panik tembok pekarangan pun akan diloncati, kalau
engkau paksa aku Pia Leng-cu terus sampai tak ada jalan lagi, terpaksa aku akan serahkan
pedang emas ini kepada Hoa Thian-hong”
“Apa yang kemudian diucapkan oleh Kiu-im Kaucu?!” kembali Haputule bertanya dengan suara
gelisah.
“Apa yang dia katakan?!” Siau Ngo-ji sengaja berjual mahal, setelah berhenti beberapa saat ia
baru melanjutkan.
Kiu-im Kaucu tertawa terbahak-bahak, ujarnya, “Waah, kalau engkau berbuat demikian malah
jauh lebih bagus lagi, Hoa Thian-hong pernah berhutang budi kepada perkumpulan Kiu-im-kauw
kami, kalau engkau serahkan pedang emas itu kepadanya, maka aku akan mintanya kembali dari
tangannya, aku yakin ia pasti tak akan menampik”
“Hoa toako!” seru Haputule dengan wajah tercengang, “engkau pernah berhutang budi apa sih
dengan pihak perkumpulan Kiu-im-kauw?”
Hoa Thian-hong menghela napas panjang.
“Aaai….! nyonya hiolo kumala Ku Ing-ing pernah menghadiahkan sebatang Leng-ci mustika
berusia seribu tahun kepadaku untuk memunahkan racun teratai yang mengeram didalam
tubuhku, berkat Leng-ci tersebut beberapa orang toyu yang terlukapun berhasil diselamatkan
jiwanya, yang dimaksudkan Kuu im kaucu pastilah persoalan ini.”
“Betul!” seru Siau Ngo-ji membenarkan, “Kiu-im Kaucu juga berkata demikian, semula aku masih
mengira kalau dia lagi mengibul dan omong besar!”
“Bagaimana selanjutnya?” tanya Hoa Thian-hong.
“Kemudian….” Siau Ngo-ji berhenti sejenak, kemudian baru terusnya.
“Pia Leng-cu segera mendengus dingin, dengan sikap acuh tak acuh dia berkata, ‘Sekalipun ilmu
silat yang kau miliki masih setingkat lebih lihay daripada kepandaianku, namun untuk bereskan
nyawa aku Pia Leng-cu bukanlah suatu pekerjaan yang mudah, apalagi toh masih ada seorang to
yu yang pasti tak akan setuju dengan tindakanmu itu.’”
“To yu yang mana sih yang dia maksud
“Pada mulanya aku sendiripun keheranan dan tak habis mengerti, tapi setelah kutenggok ke arah
mana asalnya suara pembicaraan itu…. oohh hoohh…. rupanya dari arah lain telah berdiri
seorang makhluk yang sangat aneh.”
“Makhluk aneh macam apa?” tanya Haputule ikut tercengang bercampur keheranan.
“Keanehan yang terdapat pada diri orang itu sukar dilukiskan dengan kata-kata, pokoknya
barang siapapun bertemu dengan orang itu maka sekujur badannya akan merinding dan bulu
kuduknya pada bangun berdiri, lagi pula waktu itu udara gelap aku sendiripun tidak dapat
melihat jelas raut wajahnya.”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
285
“Apa yang diucapkan mauusia aneh itu?” kembali Haputule bertanya dengan cepat.
“Manusia aneh itu berkata, ‘Pia Leng-cu, darimana engkau bisa menebak kalau kitab Kiam keng
disimpan dalam pedang baja milik Hoa Thian-hong?’”
“Benar, dibalik peristiwa ini pasti ada hal yang diluar dugaan” batin Hoa Thian-hong dihati
kecilnya.
Terdengar Siau Ngo-ji melanjutkan kembali kata-katanya, “Pia Leng-cu segera menjawab,
‘Gampang sekali untuk menebak hal itu, coba bayangkan saja kitab pusaka Kiam keng tersebut
sudah pasti adalah suatu benda yang bisa dilihat tak dapat diambil.’ Siang Tang Lay pun tak
dapat mengambilnya, kalau tidak kenapa ia tidak tidak ambil kitab pusaka Kiam keng itu untuk
diwariskan kepada anak muridnya, atau dihadiahkan kepada Hoa Thian-hong”
“Pintar juga anjing bulukan ini!” seru Haputule dengan penuh rasa benci dan mendendam.
“Sementara itu Pia Leng-cu melanjutkan kembali kata-katanya!” sambung Siau Ngo-ji lebih jauh,
“dia bilang benda pusaka warisan dari Dewa pedang Gi Ko sudah pasti mempunyai sangkut
pautnya antara yang satu dengan yang lain, pedang baja yang berada ditangan Hoa Thian-hong
adalah sebilah senjata yang kuat dan keras sekali, sebalik nya pedang emas adalah pedang
paling tajam di kolong langit, dua bilah senjata yang saling berlawanan ini pasti bukan kebetulan
saja sebaliknya mengandung maksud-maksud tertentu. Mendengar perkataan itu manusia aneh
tersebut segera berseru, “Ucapanmu itu sangat masuk diakal dan….”
“Pia Leng-cu pun kembali berkata, ‘Keponakan muridnya menyembunyikan pedang emas itu
didalam pedang pusaka Boan liong poo-kiamnya, perbuatannya itu segera menggerakkan
kecerdasannya, kalau didalam pedang itu disimpan sejilid kitab pusaka Kiam keng, rasanya hal ini
besar sekali kemungkinannya, apalagi pedang baja itu kuat dan ampuh tak mempan dibacok
atau ditebas kutung oleh golok atau pedang mustika biasa, sebaliknya hanya bisa ditebas kutung
oleh pedang emas, ditinjau dari rentetan hubungan itu bukankah dapat ditarik kesimpulan kalau
pedang emas itu sebenarnya tak lain tak bukan adalah kunci untuk mendapatkan kitab pusaka
Kiam keng?’”
Mendengar kisah itu, tanpa terata sambil meraba gagang pedangnya Hoa Thian-hong tertawa
dingin.
“Hmmm! bagaimana selanjutnya?” ia bertanya.
Kemudian ketiga orang itu saling memaki dan saling membentak, lama kelamaan dari cekcok
mulut akhirnya Kiu-im Kaucu bertempur melawan Pia Leng-cu malah bertempur sengit melawan
manusia aneh itu sedangkan Pia Leng-cu mengundurkan diri dari gelanggang pertarungan dan
melarikan diri dari tempat kejadian, melihat Pia Leng-cu kabur maka Kiu-im Kaucu dan manusia
aneh itupun segera berhenti bertempur kedua orang itu dengan cepatnya mengejar Pia Leng-cu
yang sudah kabur lebih dahulu, dalam sekejap mata ketiga orang itu sudah lenyap dari
pandangan mata.
Diam-diam Hoa Thian-hong merasa amat terperanjat, ia tak dapat menebak siapakah manusia
aneh yang berani bertempur melawan Kiu-im Kaucu itu.
Haputule dengan sepasang mata berubah merah berapi-api segera bertanya, “Saudara cilik,
apakah engkau sempat melihat jelas ke arah mana ketiga orang itu berlalu?”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
286
“Pada waktu itu aku tak sempat melihat jelas, tapi kedua orang kakak seperguruanmu kemarin
sore baru menemui ajalnya, oleh karena itu aku yakin sampai kemarin sore Pia Leng-cu masih
berada dikota Lok yang.”
“Pintar sekal bocah cilik ini” pikir Hoa Thian-hong dengan perasaan terperanjat.
Haputule segera berpaling ke arah Hoaa Thian-hong, kemudian ajaknya dengan suara lirih, “Hoa
toako, bagaimana kalau kita lakukan penggeledahan lebih dahulu disekitar
libat apakah kita masih dapat menemukan jejak dari bajingan anjing bulukan itu!”
Siau Ngo-ji segera goyangkan tangannya berulang kali sambil menyela dari samping.
“Tak usah dicari lagi, kami telah melakukan pencarian yang teliti diseluruh
tak berhasil menemukan jejak dari ketiga orang itu. Hoa toako lebih baik segera kembali untuk
menyambut kedatangan ibumu.”
“Kenapa?” tanya Hoa Thian-hong dengan sepasang dahi berkerut.
Pada waktu itu setelah aku kembali kedalam
Ko toako….
“Ko toako? siapakah dia?” sela Haputule dengan wajah keheranan.
Oooh yaa! dia adalah toako kami! belum habis aku bercerita tiba-tiba saja toako berteriak. Aduh
celaka….! pada saat itu juga dia segera mencuri seekor kuda dan berangkat menuju ke
Ciu….
“Mau apa Ko toako mau berangkat ke
Ko toako bilang begini: “ketiga orang gembong iblis itu ada maksud untuk mendapatkan kitab
Kiam keng, sedang kitab kiam keng didalam pedang baja milik Hoa toako, mereka bertiga pasti
akan menggunakan segala daya upaya untuk mendapatkannya. Mendengar perkataan itu aku
lantas membantah: ‘Aaahh! tak mungkin, ilmu silat yang dimiliki Hoa toako lihay sekali dan tiada
tandingannya di kolong langit, sudah pasti dia tak akan pikirkan ketiga orang itu dalam hatinya’,
namun Ko toako tidak sependapat dengan jalan pikiranku ini”
“Lalu apa yang dikatakan Ko toakomu?”
“Ko toako bilang begini: pertama, serangan yang datang secara menggelap sukar di duga, kedua
kemungkinan besar tiga orang gembong iblis itu bakal bersekongkol untuk bersama-sama
menghadapi Hoa toako seorang, selain itu kami dengar kabar yang mengatakan ilmu silat yang
dimiliki ibunya Hoa toako telah punah, seandainya tiga orang itu secara tiba- tiba turun tangan
dan menculik ibu Hoa toako bukankah dalam keadaan demikian Hoa toako serta-merta akan
serahkan pedang baja itu kepada mereka tanpa syarat? jika ke tiga orang itu sampai berhasil
mendapatkan kitab kiam keng, waaah…. ilmu silat mereka sudah pasti akan lihay sekali!”
Pucat pasi selembar wajah Hoa Thian-hong karena kaget dan terkesiapnya, sambil membelai
kepala Siau Ngo-ji ia segera berseru.
“Saudara cilik engkau memang luar biasa sekali! Ko toako mu juga hebat, kalau dibandingkan
dengan aku maka kecerdikan kalian jauh lebih hebat beberapa kali lipat”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
287
“Ko toako seperti juga dengan aku, diantara para jago dan orang gagah yang ada di kolong
langit kami cuma kagum terhadap Hoa toako seorang” tukas Siau Ngo-ji dengan cepat.
Jilid 15
HOA THIAN-HONG sangat terharu hingga air mata tanpa terasa jatuh berlinang membasahi
pipinya.
Sebelum bertemu, aku sama sekali tidak saling mengenal dengan kalian, tapi karena urusanku Ko
toako mu telah bersusah payah berangkat ke
nanti aku pasti akan mengucapkan banyak terima kasih kepadanya.
Belum habis Hoa Thian-hong bicara kembali Siau Ngo-ji menukas, “Kami sudah lama bersahabat
dan berkenalan dengan Ko toako urusan ini toh kecil sekali, kenapa Hoa toako musti berterima
kasih”
Ia berhenti sebentar, kemudian sambil tertawa haha hihi sambungnya lebih jauh, “Hiiih…. hiiih….
hhiiih…. apakah Hoa toako segera akan berangkat ke
“Apa yang diucapkan Ko toako mu memang tak sala, ibuku dalam keadaan bahaya karenanya
aku harus segera berangkat kesana”
“Bagaimana kalau aku temani Hoa toako tanya Siau Ngo-ji sambil mengerdipkan matanya.
Hoa Thian-hong jadi serba salah, dalam hati ia merasa keberatan karenanya pemuda itupun
berkata, “Dunia persilatan sangat berbahaya dan banyak sekali tipu muslihat yang bisa
menjerumuskan orang kelembah kehancuran, saudara cilik engkau masih muda dan lagi orang
tuamu masih ada”
“Oooh! sudah tak ada lagi aku sudah tak punya orang tua” tukas Siau Ngo-ji sambil goyangkan
tangannya berulang kali, “aku hidup sebatang kara tak punya sanak tak punya keluarga, dunia
persilatan adalah rumahku dan aku hidup di antara siksaan serta penderitaan karena itu aku
tidak takut mara bahaya, kalau aku takut menghadapi kenyataan mungkin sejak dulu aku mati
kelaparan….!”
Hoa Thian-hong jadi amat terharu dan tak tega untuk menampik keinginannya dan lagi ia merasa
sayang kalau bocah cerdik itu harus hidup bergelandangan tanpa masa depan yang cerah.
Setelah berpikir sebentar, pemuda itupun mengangguk, kepada Haputule pesannya, “Saudaraku,
untuk sementara waktu tinggallah dulu dikota Lok yang untuk mengurusi layon dari suhu serta
kedua orang kakak seperguruanmu, aku akan menyambut kedatangan ibukmu, disamping
berusaha keras untuk menangkap Pia Leng-cu”
“Selesai mengebumikan jenasah dari suhu, aku akan segera menyusul Hoa toako ke
ciu!” sahut Haputule dengan sedih.
“Baik! musuh amat licik dan kejam, saudaraku! engkau harap selalu waspada dan bertindak
seksama”
Setelah mengangguk kepada dua orang pengemis lainnya, sambil menggempit Siau Ngo-ji
dibawah ketiaknya berangkatlah pemuda itu menuju ke
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
288
Hoa Thian-hong sangat menguatirkan keselamatan ibunya, perjalanan dilakukan cepat sekali
ibarataya sambaran petir yang membelah di angkasa, ketika senja menjelang tiba mereka telah
sampai diluar
Tiba-tiba Siau Ngo-ji berteriak keras, “Hoa toako, mari kita beristirahat sebentar, turunkan aku!”
Hoa Thian-hong berhenti berlari dan t runkan Siau Ngo-ji keatas tanah, tanyanya, “Saudara cilik,
engkau lelah?”
Siau Ngo-ji menghembuskan napas panjang-panjang.
“Lelah sih tidak, cuma aku tak dapat bernapas, dadaku lama kelamaan jadi sesak!”
Buru-buru Hoa Thian-hong atur pernapasan sebentar untuk pulih kembali tenaganya, kemudian
katanya, “Kalau dihitung menurut jadwal perjalanan, mungkin pada malam ini ibuku menginap
semalam dikota ini, bila sepanjang perjalanan tak ada halangan atau rintangan maka seharusnya
saat ini sudah berada dikota ini, ayoh kita masuk kedalam
“Toako tak usah terburu nafsu” hibur Siau Ngo-ji, “aku sudah mendapat kabar yang mengatakan
bahwa sepanjang perjalanan bibi tidak memperoleh rintangan apa-apa sekarang mungkin beliau
sudah tiba ditempat tujuan dengan selamat!”
“Aaaai….! dalam keadaan begini engkau masih bisa-bisanya bergurau”
Sambil menggandeng tangan kecilnya yang dekil dan kotor berangkatlah mereka masuk kedalam
Ketika lewat dibawah pintu gerbang
kode tangan kepada seorang bocah ku disan yang sedang berjongkok dipinggir jalan.
Bocah kudisan itu melirik sekejap ke arah Hoa Thian-hong kemudian berbisik lirih, “Rumah
penginapan Beng ho dijalan raya sebelah barat!”
Siau Ngo-ji segera tarik tangan Hoa Thian-hong seraya berseru, “Aku tahu tetak itu toako! ayoh
ikuti lagi aku”
“Apakah Ko toako mu berdiam dirumah penginapan Beng ho?” tanya Hoa Thian-hong keheranan.
“Bukan, bibi yang tinggal disitu!”
“Eeei…. rupanya kalian juga punya Organisasi yang cukup besar….!” tegur sang pemuda
tercengang.
Siau Ngo-ji tertawa bangga.
“Perkumpulan Hong-im-hwie menguasai wilayah Kangpak, perkumpulan Sin-kie-pang menguasai
wilayah Kanglam dan perkumpulan Thong-thian-kauw menguasai wilayah Kangtang, sebaliknya
seluruh pengemis cilik yang ada di kolong langit berada dibawah kekuasaan Ko toako,
sebenarnya kami juga akan mendirikan sebuah perkumpulan, tapi ilmu silat yang dimiliki Ko
toako belum berhasil dikuesahi, ia tak mau jadi Loo toa dan suruh aku yang menjabat kedudukan
tersebut, namun aku sendiripun merasa terlalu pagi untuk berpikir sampai kesana”
“Berapa sih usia Ko toako mu itu? ilmu silat apakah yang dipelajari olehnya?”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
289
Siau Ngo-ji berpikir sebentar, kemudian menjawab, “Lo toako kurang lebih
silat yang dipelajari nya adalah ilmu telapak Tiat sah ciang serta Tiat poh san aku sendiripun
berlatih ilmu pukulan Tiat sah Ciang, tapi baru mencapai taraf berlatih diatas pasir, itupun baru
berlangsung selama beberapa bulan”
“Coba aku periksa tangan kirimu!” kata Hoa Thian-hong dengan dahi berkerut.
Siau Ngo-ji perlihatkan lengan kirinya, ketika diperiksa ternyata telapak tersebut memang jauh
lebih kasar daripida tangan kanannya.
Bocah itu tersenyum, katanya, “Hoa toako, aku ingin melatih kedua belah telapakku, boleh toh?”
Hoa Thian-hong termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, kemudian ia manjawab, “Kalau
melatih ilmu keras seperti itu, kadangkala telapak tangannya bisa membengkak jika kedua
duanya dilatih maka pertama ku rang begitu leluasa dan kedua kurang sempurna sewaktu
latihan, tangan bisa jadi cacad, berlatih sepasang telapak secara bersama sama memang terlalu
bahaya.”
Ia berhenti sebentar, kemudian melanjutkan, “Apakah Ko toakomu punya suhu?”
Siau Ngo-ji gelengkan kepalanya.
“Kami semua berlatih sendiri-sendiri, tak ada guru yang memberi petunjuk kepada kami”
“Lalu siapa yang ajarkan cara berlatih ilmu keras itu kepada kalian semua?”
Dengan mata terbelalak lebar Siau Ngo-ji menjawab, “Kami dengar dari orang lain, katanya
banyak sekali orang yang mengetahui cara berlatih ilmu itu, cuma orang harus sabar dan tekun
berlatih, tidak takut sengsara dan tidak takut lelah, dengan begitu kepandaian tersebut baru bisa
tercapai hasilnya, sekali hantam Ko toako kami sanggup untuk mengbancurkan enam buah batu
bata yang disusun menjadi satu!”
“Aaai….! dua orang bocih yang cerdik, sayang mereka tidak bertemu dengan guru yang pandai”
Sementara masih termenung, tanpa sadar mereka telah sampai diluar rumah penginapan Beng
ho, baru saja naik ketangga batu seorang pelayan telah maju menyambut kedatangan mereka
sambil bertanya
“Kek koan, apakah kalian hendak mencari kamar?”
“Apakah ada tiga orang tamu perempuan menginap dirumah penginapan ini?”
“Oooh ada…. ada” sahut pelayan itu berulang kali.
Ia segera putar badan dan membawa dua orang itu menuju keruang belakang dan berhenti
didepan sebuah kamar yang tertutup rapat.
Belum sempat mereka bertiga mendekati kamar itu, dari balik ruangan berkumandang lah suara
bentakan dari Tio Sam-koh.
Dari sura bentakan itu Hoa Thiaa Hong tabu kalau ibunya selamat tanpa kekurangan sesuatu
apapun, ia jadi lega dan segera menjawab.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
290
“Nenek Sam poo, aku!”
“Tunggu sabentar!” seru Tio San koh.
Hoa Thian-hong segera ulapkan tangannya memerintahkan pelayan itu untuk berlalu, beberapa
saat kemudian pintu terbuka dan Chin Wan-hong muncul diambang pintu.
Hoa Hujin duduk bersila diatas pembaringan, sedang Tio Sam-koh dengan toya ditangan berdiri
disisinya dengan gagah perkasa.
Hoa Thian-hong segara maju kedepan memberi hormat kepada dua orang itu, kemudian sambil
berpaling kebelakang, serunya, “Siau Ngo-ji, orang tua ini adalah sam po po, ayoh maju kedepan
dan memberi hor at kepadanya!”
“Nenek sam popo!” sapa Siau Ngo-ji sambil menjura dalam-dalam.
Hoa Thian-hong segera menuding kembali ke arah ibunya sambil menambahkan, “Dan dia adalah
ibuku!”
Siau Ngo-ji segera jatuhkan diri berlutut diatas tanah, sambil menyembah, katanya, “Bibi, Siau
Ngo-ji menyembah untukmu!”
Tio Sam-koh jadi mendongkol sekali, sambil hentakkan toya bajanya keatas tanah ia berteriak
gusar, “Bocah kurangajar, engkau berani pandang rendah orang yaa? kenapa tidak berlutut dan
menyembah kepada aku nenek tua?”
Siau Ngo-ji balas mendelik, sahutnya, “Bibi Hoa secara beruntun telah membinasakan Lie
Buliang, Hian Leng cu serta Cing Leng cu, setiap orang di kolong langit mengetahui akan hal ini,
tentu saja aku harus berlutut dan menyembah kepadanya”
Tio Sam-koh semakin gusar, kembali ia berkata, “Aku nenek tua dengan andalkan toya bajaku
telah membinasakan Cing Si cu serta berpuluh-puluh orang lainnya, apakah engkau bocah
kurangajar tidak pernah dengar orang membicarakan soal itu?”
“Cing Si cu?!” seru Siau Ngo-ji, dia adalah koancu dari kuil It-goan-koan dikota Cho ciu, kalau
engkau tidak bilang darimana aku bisa tahu? baiklah, aku akan berlutut dan menyembah
kepadamu”
Sambil berkata ia segera putar badan dan menyembah kepada Tio Sam-koh.
Selesai memberi hormat, Hoa Thian-hong kembali menuding ke arah Chin Wan-hong sambil
memperkenalkan, “Dia adalah enso mu!”
Siau Ngo-ji kembali berlutut hendak menyembah, tapi Chin Wan-hong buru-buru mencegah
sambil berkata, “Saudaraku, tak usah memberi hormat secara kebesaran, silahkan duduk….”
Hoa Thian-hong tersenyum, ujarnya kemudian.
Enci Hong, kami harus buru-buru melakukan perjalanan sehingga tak sempat makan dan minum,
sekarang perutku lapar sekali! tolong sediakan makanan
“Baik! aku akan siapkan makanan didapur!” sahut Chin Wan-hong, iapun berlalu dari kamar.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
291
Sepeninggal gadis itu, Hoa Hujin berkata, “Bagaimana keadaan Siang locianpwee? kenapa
Haputule tak kelihatan?”
Hoa Thian-hong menghela nafas panjang ia segera menceritakan semua kejadian yang dialami
selama melakukan perjalanan ke
Setelah mengetahui akan nasib sial yang menimpa Siang Tang Lay beserta kedua orang
muridnya, Hoa Hujin tak tahan ikut bersedih hati, ia menghela nafas panjang tiada hentinya.
Tiba-tiba Tio Sam-koh mengelukan tongkat bajanya keatas tanah, kemudian serunya dengan
lantang, “Pia Leng-cu pasti berada dikota ini, bagaimanapun juga kita harus berusaha untuk
menangkap bajingan itu kemudian membacoknya hidup-hidup hingga mampus!”
Hoa Hujin menghela napas panjang, dari balik selimut dia ambil keluar dua carik kertas, sambil
dianggurkan kedepan, katanya, “Engkoh cilik she Ko ini adalah seorang pendekar sejati yang
berjiwa ksatria. Seng ji, engkau harus baik-baik ikat tali persahabatan dengan dirinya”
Hoa Thian-hong menyambut kertas itu dan membaca isinya, pada lembaran pertama tertulislah
kata-kata sebagai berikut,
Kiu-im Kaucu, Pia Leng-cu serta seorang manusia aneh tua dari perkumpulan Mo-kauw yang
bercokol dilaut Teng sut hay telah ber kumpul semua dikota ini, mereka bertujuan jahat terhadap
diri hujin, harap diperhatikan dan waspada selalu”
Sedang pada lembaran kedua tertulislah kata-kata berikut,
“Pia Leng-cu sangat pandai ilmu merubah wajah, saat ini paras muka serta dandanannya kembali
berubah, jejaknya hilang tak ketahuan, Kiu-im Kaucu berdiam dirumah penginapan Ko seng
dipintu
hong hio, perlu diketahui makhluk aneh itu pernah berkata demikian kepada Kiu-im Kaucu:
‘Engkau adalah kaucu, apa aku kaucu?’ Kalau dengar dari ucapan tersebut, kemungkinan besar
dia adalah pentolan dari perkumpulan Mo-kauw”
Di bawah
“Tertanda, aku yang rendah Ko Tay”
Hoa Thian-hong segera mengernyitkan sepasang alisnya yang tebal, ia bertanya, “Ibu, siapa
yang serahkan
Ketika kereta kuda kami baru saja masuk
kepadaku, kemudian sewaktu bersan tap malam tadi, dibawah mangkuk sayur kami temukan
pula lembaran
Ia berhenti sebentar, kemudian melanjutkan, “Makanan maupun minuman kami dikerjakan
sendiri oleh Hong ji, akupun tak habis mengerti darimana datangnya
Hoa Thian-hong termenung sejenak, lalu ujarnya lagi, “Ilmu silat yang dimiliki saudara Ko kurang
begitu baik, kalau dia harus adu kepandaian dengan tiga orang gembong iblis itu aku takut
kalau….”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
292
“Toako tak usah kuatir” tukas Siau Ngo-ji dengan cepat, “meskipun ilmu silat yang di miliki Ko
toako masih belum bisa menandingi kehebatanmu, tapi tiga sampai
tak akan mampu berbuat sesuatu terhadap dirinya”
Hoa Hujin tersenyum, serunya, “Tiga
jangan kau anggap sebagai suatu permainan!”
Hoa Thian-hong memandang sekejap ke arah ibunya, lalu berkata, “Saudara cilik she Ko itu baru
berusia empat
ciang atau pukulan pasir besi.”
Perkataan itu diucapkan sangat mendalam dan mempunyai dua arti rangkap, sudah tentu
sebagai seorang yang cerdas Hoa Hujin dapat memahami maksudnya.
Jangan dibilang Ko Tay masih sangat muda dan belum menginjak dewasa, sekalipun ia sudah
dewasa dan ilmu pukulan pasir besinya telah dilatih hingga mencapai puncak kesempurnaan,
dalam penglihatan Hoa Hujin dan putranya, kepandaian tersebut masih belum terhitung sebagai
Suatu ilmu silat yang bisa diandalkan, tentu saja mereka tak ingin menyaksikan seorang bocah
cilik yang belum dewasa harus jual nyawa bagi kepentingan mereka.
Hoa Hujin berpikir sebentar, lalu ujarnya, “Siau Ngo-ji, dapatkah kau temukan Ko toakomu itu?”
“Untuk menemukan Ko toako sih bisa saja, cuma ia tak dapat datang kemari, dan kitapun tak
dapat pergi kesana”
“Kenapa??”
“Kalau kedua belah pihak telah saling bertemu, bukankah rahasia Ko toako bakal ketahuan? jika
ketiga orang gembong iblis itu mengetahui kalau dia adalah sahabat Hoa toako…. waaah!
kemungkinan besar dia malah akan dicelakai”
“Hmm! jaman memang sudah berubah, pentunganpun bisa jadi siluman! betul-betul hebat!” ejek
Tio Sam-koh dengan suara tajam.
Mendengar sindiran itn, Siau Ngo-ji langsung mengenyitkan sepasang alis matanya.
“Nenek Sam popo! aku toh sudah berlutut dan menyembah kepadamu, kenapa sih engkau begitu
pandang rendah diriku?!” serunya penuh rasa penasaran.
Tio Sam-koh semakin melototkan matanya bulat-bulat.
“Huuh! orang sih kecil tapi nyali mu benar-benar sangat besar….”
“Baik! Baik! Baik!” seru Siau Ngo-ji sambil anggukan kepalanya berulang kali, suatu ketika aku
pasti akan melakukan suatu peker jaan besar untuk diperlihatkan kepadamu”
Hoa Hujin tersenyum simpul, ia saling berhadapan sekejap dengan Hoa Thian-hong lalu
anggukkan kepalanya.
Mereka merasa bahwa setiap perkataan dari Siau Ngo-ji sangat masuk diakal, dalam kenyataan
memang banyak kesulitan yang terdapat dalam peristiwa itu.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
293
Beberapa saat kemudian, Chin Wan-hong muncul dalam ruangan menghidangkan sayur dan nasi,
Hoa Thian-hong serta Siau Ngo-ji segera duduk dan bersantap bersama-sama.
“Toa! tiba-tiba Siau Ngo-ji berbisik lirih, apakah makanpun ada peraturannya?”
Mendengar pertanyaan itu Hoa Thian-hong segera tertawa.
“Buat orang persilatan seperti kami, makan sih tak usah pakai aturan, bebas dan santai sajalah!”
Siau Ngo-ji mengangguk, tanpa sungkan-sungkan lagi ia segera ambil nasi dan bersantap dengan
lahapnya.
Melihat pakaian yang dikenakan Siau Ngo-ji sudah amat dekil dan banyak berlubang, celana
sampai sebatas lutut penuh dengan lumpur, sepasang tanganaya hitam, rambut kusut dan awutawutan
persis seperti seorang pengemis cilik. Hoa Hujin segera berpaling ke arah Chin Wan-hong
sambil berkata, “Hong ji, carilah satu stel pakaian baru untuknya, dan perintabkan pelayan untuk
siapkan air mandi!”
“Bibi Hoa, engkau tak usah repot-repot!” seru Siau Ngo-ji sambil berpaling, “aku tak tahan pakai
pakaian baru, tidak sampai beberapa hari toh akhirnya bakal rusak lagi!”
“Kalau sudah rusak kita bicarakan lagi, ayoh cepat bersantap lebih dulu!” kata Hoa Hujin sambil
tertawa.
Chin Wan Hoag sendiri segera berlalu dari ruangan untuk carikan pakaian buat Siau Ngo-ji.
Baru saja kedua orang itu selesai bersantap, pelayan telah menyiapkan air mandi.
Berhubung Siau Ngo-ji adalah seorang bocah cilik yang baru berusia tujuh delapan tahunan,
semua orangpun tidak terlalu memikirkan soal pantangan atau menyingkir dari
merintahkan pelayan untuk letakkan tong besar tempat mandi disudut ruangan, kemudian suruh
bocah itu lepaskan pakaian dan mandi.
Sebenarnya Siau Ngo-ji ada maksud untuk menghindar, tapi karena ia jeri terhadap Hoa Hujin
maka dengan rada jengah akhirnya bocah itu lepaskan pakaian juga untuk mandi.
Tiba-tiba Tio Sam-koh berkata, “Siau Ih, bagaimanapun juga pertarungan ini harus kita adakan,
sekarang Seng ji sudah kembali, aku nenek tua tak sudi menjadi cucu kura-kura terus-terusan!”
“Nenek Sam poo, apa yang kau katakan?!” sambung Hoa Thian-hong dengan cepat.
Dengan wajah uring-uringan Tio Sam-koh berseru, “Setelah membaca dua lembar tulisan itu,
Hong jin selain mengusulkan agar kita bertindak tenang dan memaksakan suatu tutup pintu tidak
keluar dari ruangan barang selangkahpun, dia selalu mengandalkan kelihayan dari kepandaian
perguruannya untuk mempertahankan diri….”
Mendadak Siau Ngo-ji berpaling sambil memperingatkan, “Nenek sam popo, dinding ada celah,
tembok ada telinga, kalau sedang membicarakan masalah yang penting, janganlah berteriakteriak
begitu dong!”
“Bocah busuk! siapa suruh eagkau cerewet dan banyak mulut?” bentak Tio Sam-koh penuh
kegusaran.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
294
“Pia Leng-cu telah lenyap tak ketahuan kemana perginya, siapa tahu kalau ia berdiam dikamar
sebelah, kalau engkau berteriak teriak begitu hingga rahasianya ketahuan, mana mungkin
bangsat itu mau masuk perangkap?”
“Monyet cilik, banyak amat akal busuk mu!” maki Tio Sam-koh, kemudian sambil tertawa
lanjutnya, “Seng ji coba periksalah keadaan disekeliling ruangan ini jangan sampai dugaan dari
monyet cilik ini benar-benar terjadi hingga ada orang yang berhasil mendekati tempat Tinggal
kita”
Hoa Thian-hong tersenyum, dia segera melayang keluar dari ruangan dan memeriksa keadaan
disekeliling tempat itu, kebetulan Chin Wan-hong telah pulang sambil membeli setumpuk
pakaian, dua orang itu segera bersama-sama kembali keruangan.
Semua orang sekali lagi merundingkan siasat untuk menghadapi musuh. Tio Sam-koh adalah
seorang jago tua yang bersifat seperti jahe, makin tua semakin pedas, kalau menurut
pedapatnya, sebelum musuh datang berkunjung, mereka terjang lawan-lawanya lebih dahulu
sehingga musuh jadi kocar kacir.
Tapi Hoa Thian-hong lebih mementingkan keselamatan ibunya, apabila keadaan tidak terlalu
mendesak, ia tak ingin terlalu jauh meninggalkan ibunya.
Chin Wan-hong adalah seorang gadis yang halus dan penurut, setelah kembali kedalam ruangan
dia selalu mengikuti perasaan dan maksud hati mertua serta suaminya, sekarang setelah
mendengar kalau usul dari suaminya persis seperti apa yang dia inginkan, gadis itupun segera
tutup mulut dalam seribu bahsaa tanpa mengajukkan suatu usul yang lain.
Hoa Hujin sendiri dalam keadaan demikian jadi bingung sendiri, untuk beberapa waktu
perundingan jadi macet dan mereka tak berhasil mengambil keputusan apapun juga
Tiba-tiba Siau Ngo-ji berbisik lirih, “Enso, kepandaian apakah yang merupakan kepandaian
terampuh dari perguruan mu?”
Sambil menyisir rambut Siau Ngo-ji dengan sisir, Chin Wan-hong tertawa.
“Ketika suhu menyaksikan ilmu silatku terlalu cetek, maka dia telah menghadiahkan sedikit kabut
sembilan bisa kepadaku, kabut beracun itu tidak berwarna tidak berbau, jika disebarkan diudara
maka kabut itu tetap menggumpal dan sama sekali tidak buyar, barang siapa tersentuh oleh
racun itu maka dia akan segera keracunan hebat dan jatuh tak sadarkan diri!”
“Ooh! kalau begitu kabut beracun itu pasti lihay sekali, tapi kalau dihembus angin bakal buyar
atau tidak?”
“Kalau anginnya terlalu besar tentu saja akan buyar, tapi kalau racun itu disebar dalam ruangan
kemudian pintu kamar dikunci rapat-rapat, sepuluh sampai setengah bulau pun tak bakal buyar!”
“Andaikata engkau sabarkan kabut beracun itu dibelakang pintu, kemudian ada musuh yang
menerjang pintu dan masuk kemari, bukankah ada hembusan angin yang bakal muncul
mengikuti hempasan pintu itu? bagaimana kalau racun itu sampai terhembus buyar dan malahan
meracuni orang yang ada didalam kamar?”
Semua orang merasa terperanjat sesudah mendengar perkataan itu, mereka sama sekali tak
menyangka kalau Siau Ngo-ji dengan usianya yang masih begitu muda ternyata mempunyai jalan
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
295
pikiran yang cermat dan teliti, semua orang merasa malu sendiri dan perhatian mereka terhadap
kecerdasan bocah itupun makin berlipat ganda.
Chin Wan-hong sangat berharap bisa menggerakkan hati Tio Sam-koh pergi menempuh bahaya,
melihat bocah itu menanyakan keampuhan kabut sembilan racun, dengan cepat sahutnya, “Aku
dapat sebarkan kabut beracun itu di….”
“Lain kali tak usah mengungkap soal kabut beracun lagi,” tukas Siau Ngo-ji dengan cepat, “hatihati
kalau sampai rahasia tersebut kedengaran orang lain”
Chin Wan Hoag menganggukan kepalanya berulang kali.
“Aku dapat meletakkan benda itu ditempat yang paling ideal, andaikata ada orang menerjang
pintu dan masuk kedalam ruangan, gulungan angin hempasan justru malah akan menyebar
benda itu untuk menyumbat pintu masuk.”
“Bagus sekali!” seru Siau Ngo-ji dengan sepasang alis mata berkenyit, “tapi manjur tidak kalah
digunakan untuk menghadapi orang-orang yang berilmu silat tinggi?”
“Menurut guruku, asal makhluk ini terdiri dari darah dan daging, sampai dimanapun
sempurnanya tenaga dalam yang dimiliki, tak mungkin akan mampu untuk menghadapi
kehebatan benda itu.”
Paras muka Siau Ngo-ji segera berseri-seri, sambil berpaling serunya, “Bibi Hoa, aku punya satu
ide bagus!”
“Coba katakan!”
“Meskipun ide ku ini tak terhitung sangat bagus, tapi….”
Mendadak Hoa Thiaa Hong melayang kesisi pintu dan sepasang lengannya bekerja cepat
membentangkan pintu ruangan mereka.
“Sreeeet….!” serentetan cahaya putih meluncur keluar dari arah pintu ruangan, dalam sekejap
mata bayangan tarsebut telah lenyap dari pandangan.
Hoa Thian-hong mengejar sampai diluar ruangan setengah baris ia mencari dan menggeledah
sekitar tempat itu namun tiada sesuatu jejak yang berhasil ditemukan.
Akhirnya dengan tangan hampa ia kembali kedalam ruangan, sesudah menutup pintu katanya,
“Bayangan putih tadi adalah rase salju milik Ku Ing-ing!”
“Makhluk aneh rase salju? bukankah binatang itu adalah binatang peliharaan Giok Teng Hujin
dari perkumpulan Thong-thian-kauw tempo dulu?” kata Siau Ngo-ji keheranan.
“Huuhh! rupanya segala apapun diketahui olehmu!” jengek Tio Sam-koh.
Siau Ngo-ji tersenyum, seakan-kan hendak memperkenalkan diri, ia berkata, “Mulai umur lima
tahun aku berkelana di dunia persilatan, kalau dihitung-hitung sekarang sudah hampir tiga tahun
lamanya, meskipun tidak banyak yang kulihat tapi banyak sekali yang kudengar.”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
296
“Masih kecil banyak pengalaman, aku lihat engkau sudah hampir tiba saatnya untuk cici tangan
dibaskom emas dan mengundurkan diri dari keramaian dunia persilatan!” ejek Tio Sam-koh lagi
sambil cibirkan bibirnya.
***
MENDENGAR sindiran itu, dengan mata melotor besar Siau Ngo-ji segera berteraik, “Nenek Sim
popo, aku toh…. sudah….”
“Oooh oooh…. yaa. aku Lupa! engkau toh sudah berlutut dan menyembah kepadaku!” sela Tio
Sam-koh kembali dengan cepat.
Hoa Thian-hong yang disamping gelanggang segera tertawa terbahak-bahak.
“Haahh…. haaahh…. hhaahh…. Siau Ngo-ji, nenek Sam popo punya reputasi membunuh
beberapa ratus orang persilatan, akupun pernah kena ditempeleng oleh dia orang tua, lain kali
engkau musti lebih berhati-hati lho!”
“Kenapa?” seru Tio Sam-koh ketus, “apa aku nenek tua tak boleh menggaplok dirimu?”
Hoa Thian-hong menjura berulang kali, “Boleh…. ooh boleh…. boleh, tentu saja boleh! kalau
Seng ji kurangajar, silahkan Sam popo menghajar sepuasnya”
Melihat keadaan dari Hoa toako nya, diam-diam Siau Ngo-ji berpikir dalam hati kecilnya, “Hoa
toaiko pun berani dihajar oleh nenek tua itu, waaah! dia musti galak sekali, aku harus lebih
berhati-hati lagi….”
Sementara itu, sambil tertawa Hoa Hujin telah berkata, “Siau Ngo-ji, Ku Ing Isg adalah nama asli
dari Giok Teng Hujin, tapi persoalan ini tidak terlalu penting, coba katakan dulu ba gaimanakah
idemu tadi? ‘
Tiba-tiba tetdengar suara langkah kaki manusia berkumandang datang, kemudian ada orang
mengetuk pintu.
Hoa Thian-hong segera membuka pintu kamar, seorang pelayan menyerahkan sepasang sepatu
kecil terbuat dari kulit menjangan sambil ujarnya, “Hoa ya, tadi siau hujin menitahkan hamba
untuk memberikan sepatu ini!”
“Oooh! terima kasih” sahut si anak muda itu sambil menerimanya.
Sepatu kecil itu dibeli untuk Siau Ngo-ji, dengan cepat bocah itu menerimanya sambil dipakai,
sambil tertawa cekikikan karena gembira ia mengomel.
Hiiihb…. hhiiih…. hiiihh…. bagus amat sepatu ini, waah! baru pertama kali ini aku pakai sepatu
baru…. oohh! enso, engkau memang baik sekali, ensoku memang cantik, manis dan lagi baik
deeh”
Tiba-tiba ia merasakan sesuatu yang aneh, dengan cepat dirabanya dalam sepatu itu, sesaat
kemudian ia ambil keluar secarik kertas yang dilipat dalam sepatu itu.
Siau Ngo-ji segera membuka kertas itu dan dilihatnya beberapa saat, kemudian kepada Chin
Wan-hong dia berkata, “Enso, dua buah huruf ini adalah nama dari Ko toako, sedang ini adalah
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
297
tulisan ‘Pek’ dan tulisan ini adalah huruf ‘giok’ dan yang ini…. huruf yang lain pernah enso temui
tidak?”
Chin Wan tersenyum, ia ambil kertas itu kemudian diserahkan kepada Hoa Hujin.
Dengan cepat Hoa Hujin periksa isi surat tersebut yang kira-kira berbunyi demikian,
“Giok Teng Hujin dari perkumpulan Thong-thian-kauw sudah tiba dikota ini, sekarang dia tinggal
disebuah penginapan kecil dijalan yang terpencil dekat pintu kota sebelah selatan, ia belum
berjumpa muka dengan Kiu-im Kaucu, sedangkan Pek Kun-gie dari perkumpulan Sin kie ping
seorang diri baru saja masuk kedalam kota, sekarang dia sedang berkeliling kota dengan wajah
yang kusut, rupanya kejernihan otaknya agak terganggu sebab aku lihat ia agak tidak awas
pikirannya….!
Tertanda: aku yang muda Ko Tay”
Waktu itu Tio Sam-koh duduk disebelah kanan Hoa Hujin, sedang Hoa Thian-hong duduk
disamping pembaringan, mereka bertiga telah membaca isi surat itu bersama-sama.
Selesai membaca paras muka Hoa Hujin seketika nampak murung dan alis matanya berkenyit,
sedangkan Tio Sam-koh melototkan matanya mengerling sekejap ke arah Hoa Thian-hong
dengan pandangan dingin, seolah-olah sedang berkata demikian, *Hmm! kesemuanya ini adalah
gara-gara mu, coba aku mau lihat bagaimana caramu untuk mengatasi kesulitan ini?”
Hoa Thian-hong sendiripun gelagapan dibuatnya, buru-buru dia alihkan sorot matanya melirik
sekejap ke arah Chin Wan-hong.
Gadis she Chin itu sendiri sewaktu menyaksikan paras muka mertua nya menunjukkan
kerumungan, dengan perasaan gelisah dia segera bertanya, “Ibu, persoalan apa yang membuat
engkau jadi kesal dan murung….?”
Nada ucapannya penuh perasaan kuatir, dan perasaan itu dengan jelas tertera nyata di atas
wajahnya.
Hoa Hujin tertawa terpaksa, sahutnya, “Pek Kun-gie ikut mengejar kemari, menurut laporan Ko
Tay jalan pikiran gadis itu sedikit kurang waras”
“Ooh….! rupanya begitu!” sambung Siau Ngo-ji dengan cepat, “bibi tak usah gelisah, tentara
menyerbu kita halau, air bah datang kita bendung, sekalipun langit ambruk rasanya Hoa toako
masih mumpu untuk mengatasinya”
Chin Wan-hong tersenyum.
“Nona Pek sama sekali tidak mendatangkan beacaca bagi kita! ujarnya lembut, sedangkan Giok
Teng Hujin, adalah sahabat karib Hoa toako mu, diapun tak akan mempunyai maksud jelek
terhadap diri kita”
“Ooh! kalau memang begitu, urusankan lebih gampang untuk diselesaikan?”
Ia berhenti sebentar, kemudian melanjutkan, “Aku paling benci mengadakan hubungan dengan
kaum wanita, lebih baik kita tak usah gubris persoalan ini lagi, ayoh kita teruskan perundingan
untuk menangkap penjahat saja!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
298
Hoa Thian-hong sendiripun merasakan suatu perasaan yang amat tak sedap, waktu itu dia
memang bermaksud untuk alihkan pokok pembicaraan kesoal lain, mendengar ucapan itu
dengan gembira ia segera berseru, “Coba katakanlah, bagaimana caranya untuk merangkap
penjahat?”
Siau Ngo-ji mendehem ringan, dengan muka serius dia berkata, “Kalau kita musti tunggu sampai
penjahat datang mencari gara- gara, maka satu hari penjahat tak datang berarti kita musti
tunggu seharian penuh dengan sia-sia, setahun tidak datang kitapun musti siap siaga selama
setahun penuh, dari sini menuju ke San see masih amat jasuh dan makin banyak pula yang
musti kita hadapi, sekali pun sudah sampai di San see dengan selamat toh Hoa toako masih
tetap harus berjaga-jaga dirumah tanpa berani tinggalkan pintu gerbang barang satu langkahpun
jua.
“Eeei…. bocah cilik, ternyata engkau punya otak yang encer juga” seru Tío Sam-koh sambil
tertawa, “lebih baik setujui saja pendapat dari aku nenek tua, ayoh kita cari dulu jejak dari Pia
Leng-cu toosu bajingan itu, kalau Pia Leng-cu tidak ketemu maka kita cari gara-gara dengan Kiu
tm kaucu”
Bertempur sih harus bertempur, cuma kita harus mencari jalan yang paling tepat.
“Apa kamu bilang?” teriak Tio Sam-koh dengan mata melotot bulat-bulat.
Siau Ngo-ji tertawa cekikikan.
Hiiih…. hiihh…. hhiiih…. nenek Sam po po jangan gelisah dahulu, aku toh akan menyetujui
dengan pendapat dari kau orang tua”
“Hmm! bocah ingusan, pandai benar putar kemudi mengikuti hembusan angin….”
Siau Ngo-ji tertawa.
“Ooh yaaa? masa begitu? menurut aku, sewaktu aku dan Hoa toako pergi, kalau ada orang
bermaksud jabat dan hendak menyerang ruangan ini mumpung Hoa toako dan aku tak ada
disini, maka kita harus suruh orang itu bisa datang tak bisa pergi dan rasakan dulu kelihayan dari
enso”
Setelah berhenti sebentar, ia melanjutkan, “Sebaliknya kalau aku dan Hoa toako tetap berjaga
dirumah penginapan ini, kecuali kalau mereka bertiga bisa saling bertukar syarat dan menyerang
secara bersama, aku rasa tak mungkin mereka bersedia menempuh bahaya sendirian dan
biarkan orang lain pungut keuntungan dari samping….”
Hoa Hujin mengangguk setelah mendengar perkataan itu.
“Perkataan dari Siau Ngo-ji memang sangat masuk diakal, dan siasat ini memang dapat
dilaksanakan”
Siau Ngo-ji jadi kegirangan, serunya kemudian, “Kalau memang begitu, mari kita lakukan sesuai
dengan rencana tersebut.”
Kepada Chin Wan-hong ia menambahkan, “Enso, aku dengar orang bilang jalanan yang telah
dilalui oleh orang-orang dari lembah Hu-liang-kok tak dapat dilalui orang lain sebab kalau tidak
maka orang itu bakal sial.”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
299
“Kenapa?” tanya Chin Wan-hong tercengang.
“Sebab jalanan tersebut sudah mengandung racun keji, bukankah begitu?”
Chin Wan-hong segera tertawa lebar.
“Aaaah! tidak sampai selihay apa yang kau bayangkan, aku baru belajar sedikit tentu
kemampuanku jauh lebih terbatas.”
“Aaaai….!” seru Siau Ngo-ji gegetun, “kalau ada kesempatan kita musti lebih banyak mempelajari
beberapa macam kepandaian yang luar biasa itu, tapi bagaimanapun jua tempat yang telah kau
raba tentu bisa mengandung racun bukan?”
“Kalau dibalik telapak tangan kita sudah diisi dengan obat racun, tentu saja setiap benda yang
telah kuraba dapat mengandung racun yang jahat pula.”
“Kalau memang begitu bagus sekali!” seru Siau Ngo-ji, “cepat polesi pedang baja milik Hoa toako
itu dengan obat racun, tapi obat musti jenis obat yang tak bisa hilang dalam waktu lama dan
jangan lupa polesi pula tangan Hoa toako dengan obat pemunah.”
“Kenapa?” tanya Chm Wan Hong dengan wajah sangsi.
“Sampai detik ini sudah ada empat orang yang mengincar pedang baja tersebut, mereka sudah
pasti akan menggunakan kekerasan kalau dapat dan menggunakan cara mencuri kalau merasa
sulit, untuk menghindari segala kemungkinan yanr terjadi, dan siapa tahu kalau Hoa toako lagi
teledor sehingga ada orang berhasil merebutnya, maka biarlah orang pertama yang mencuri
lebih dulu harus merasakan bencana yang datang tidak terduga itu….”
“Ehmm! cerdas amat bocah ini, akalnya banyak dan jalan pikirannya jauh ke arah depan” pikir
Hoa Thian-hong didalam hati, “kalau usianya lebih meningkat dan ilmu silatnya lebih hebat,
kemungkinan besar dia bisa menjadi seorang jago yang sangat lihay!”
Tio Sam-koh sebagai seorang nenek tua yang sangat emosi dan benci terhadap segala
kejahatan, nomor satu yang menyatakan persetujuannya, ia segera berseru, “Hong ji, bukankah
sebelum tinggalkan dirimu beberapa orang sucimu itu sudah tinggalkan banyak sekali benda
wasiat untukmu? kalau obat-obatan itu bisa digabung jadi satu, cepatlah poleskan diatas tubuh
pedang baja itu”
Chin Wan-hong tidak segera menjawab, sorot matanya segera dialihkan keatas wajah Hoa Hujin
dan menantikan persetujuannya.
Hoa Thian-hong berpikir sebentar, diapun merasa apabila kitab pedang Kiam keng itu sampai
terjatuh ketangan kawanan iblis dari golongan sesat, maka ibarat harimau yang tumbuh sayap,
mereka pasti akan makin menjadi dan berbuat kejahatan serta keonaran dimana-mana, apalagi
kalau ilmu silatnya sudah mendapat kemajuan yang pesat, niscaya tak ada orang yang mampu
mengendalikan mereka lagi, untuk mencegah segala kemungkinan yang tak diinginkan dan
menghindari tumbuhnya bibit bencana bagi umat persilatan memang sepantasnya kalau sedia
payung sebelum hujan.
Maka diapun mengangguk tanda setuju.
Buru-buru Chin Wan-hong lari masuk kedapur dan mengambil tungku berisi api, kemudian
melepaskan buntalannya dan ambil keluar sebuah bungkusan obat.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
300
Siau Ngo-ji yang masih bocah dan besar sekali rasa ingin tahunya, dengan cepat mendekati Chin
Wan-hong, dia ikut menengok kedalam kantong kulit itu, ketika dilihatnya isi kantong terdiri dari
pelbagai macam botol kumala yang berbentuk aneh-aneh dan ada yang besar ada pula yang
kecil, dia segera berseru, “Enso, engkau harus pilihkan dari jenis yang paling lihay, kalau bisa
carikan yang amat hebat sehingga kalau tersentuh lantas tak bisa berkutik, dalam sekejap mata
putuslah nyawanya.”
Chin Wan-hong tertawa, dia ambil keluar dua macam botol porselen dan membuka salah satu
botol diantaranya, kemudian ia perintahkan kepada Hoa Thian-hong untuk merentangkan telapak
tangannya.
Si anak muda itu merentangkan telapak tangannya dan Chin Wan-hong menuang keluar
segumpal cairan putih dari dalam botol itu, dia suruh Hoa Thian-hong untuk mempolesi seluruh
telapak tangannya dengan ca iran tadi kemudian memanggangnya sebentar diatas tungku api itu
hingga jadi kering.
Hoa Thian-hong tak banyak bicara, dia keringkan telapak tangannya diatas tungku api, kemudian
setelah kering diciumnya dengan hidung, ternyata obat itu sama sekali tidak meninggalkan bau
apapun juga.
“Obat pemunah itu telah meresap masuk kedalam kulit tanganmu, selama tujuh puluh hari obat
itu masih bekerja, tapi jangan sampai terkena cuka karena obat itu segera akan buyar….” pesan
Chin Wan-hong.
Hoa Thian-hong tertawa.
“Kalau obat ini dipoleskan diatas telapak tangan, masa tak ada kejelekannya”
Tiba-tiba ia teringat kembali akan hubungan mesrahnya dengan sang istri, apabila merugikan
tentu saja istrinya tak akan berbuat demikian terhadap dirinya, oleh karena itu setelah bicara
sampai ditengah jalan ia membungkam kembali.
“Obat itu adalah obat pemunah, sekalipun termakan kedalam perut juga tidak menjadi soal….”
kata dara itu kembali, dia ambil botol yang lain dan segera membuka penutupnya.
“Apakah obat itu akan kau poleskan keatas pandangku?”
Chin Wan-hong mengangguk.
“Mulai sekarang, orang lain tak boleh menyentuh pedang bajamu ini dan engkau sendiripun
harus hati-hati, jangan sampai biarkan pedang baja itu menyentuh ditubuh bagian lain, kalau
sampai salah tersentuh cepatlah telan obat pemunah, walaupun cuma sedikit itu sudah lebih dari
cukup”
“Ooh…. benar-benar menarik hati!” seru Hoa Thian-hong sambil tertawa, dia segera cabut keluar
pedang bajanya dan diangsurkan kedepan.
Isi botol kumala itu adalah cairan obat berwarna kuning, Chin Wan-hong ambil kapas dan
menyuruh Hoa Thian-hong untuk mempoleskan obat racun itu keatas tubuh pedangnya.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
301
Pedang baja itu bentuknya memang aneh, dari ujung sampai gagang pedangnya merupakan satu
bentuk yang sama, keadaannya mirip pedang tapi dalam kenyataan lebih mendekati sebagai
sebuah pentungan, baja.
Mula-mula Hoa Thian-hong mempolesi gagang pedangnya lebih dahulu, kemudian setelah
dipanaskan diatas tungku api sampai kering, dia baru mempolesi bagian lain dari senjata
tersebut.
Pedang baja itu panjang dan besar, obat racun dalam botol itu hampir habis sama sekali dipakai
untuk mempolesi pedang itu, walaupun disana sini terpaksa ada yang di polesi dengan begitu
saja.
Dalam pada itu, Siau Ngo-ji yang selama ini membungkam, tiba-tiba ulurkan telapak tangannya
kedepan sambil memohon, “Enso yang baik hati, tanganku belum kau polesi dengan obat
pemunah itu!”
“Buat apa?! tanya sang dara dengan wajah tercengang.
Dengan muka murung dan dahi berkerut Siau Ngo-ji menjawab, “Andaikata pedang baja milik
Hoa toako itu sampai menyentuh tanganku, kan aku bisa berabe….!”
Chin Wan-hong tersenyum, melihat paras mukanya yang patut dikasihani terpaksa dia ambil
keluar obat pemunahnya dan dilepaskan pula diatas tangannya.
Siau Ngo-ji dengan penuh semangat mempoleskan obat pemunah itu disekitar telapak tangan
sampai pergelangan tangannya, kemudian dikeringkan diatas tungku api, begitu seram wajahnya
sehingga nampaklah sikapnya yang bersungguh-sungguh.
Menanti obat itu sudah kering, dia baru tunjukkan tangannya kehadapan Chin Wan-hong sambil
berseru, “Eoso yang manis, coba lihatlah! apakah sudah beres?”
“Beres!” sahut Chin Wau Hong sambil tersenyum, “dalam tujuh puluh hari mendatang jangan
sampai menyentuh cuka!”
Siau Ngo-ji amat kegirangan, dengan muka berseri-seri ia segera berseru, “Hoa toako, sekarang
waktu menunjukkan kentongan ketiga, mari kita segera berangkat!”
Hoa Thian-hong tersenyum.
“Hari sudah malam, lebih baik engkau tetap tinggal dirumah penginapan saja.”
“Apa?” seru Siau Ngo-ji dengan wajah melongo.
Chin Wan-hong jadi geli melihat kekagetan bocah itu, ia tersenyum dan menjawab, “Ilmu silat
yang dimiliki toakomu sangat tinggi dan dia tak membutuhkan bantuan orang lain, kalau engkau
tidak tinggal disini untuk menjaga keamanan dirumah penginapan ini, kita bisa ketakutan
jadinya….! tinggal saja disini yaa?”
Siau Ngo-ji termenung dan berpikir keras dengan alis mata berkenyit.
“Hmmm….” untuk beberapa saat lamanya ia jadi serba salah dibuatnya.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
302
Tio Sam-koh mencibirkan bibirnya, sambil ulapkan tangannya ke arah Hoa Thian-hong, dia
menghardik, “Ayoh cepat enyah dari sini!”
Hoa Thian-hong tetap berdiri ditempat semula, sorot matanya yang memancarkan cahaya
keraguan dialihkan keatas wajah ibunya.
Dengan suara lirih Hoa Hujin segera berkata, “Pergilah untuk mencoba kekuatan dari Kiu-im
Kaucu tersebut, disini toh ada Sam-koh dan Hong ji dua orang! kendatipun Pia Leng-cu datang
kemari, dia tak mungkin bisa mendapat keuntungan apa-apa.”
“Tapi disini sudah hadir seorang jago dari Mo-kauw, bagaimana sikap serta tujuannya sulit untuk
diraba ataupun diduga….”
“Kita sudah berani terjun ke dunia persilatan, harus berani pula menghadapi segala resikonya,
engkau tak usah banyak berpikir dan cepatlah pergi!” seru Hoa Hujin sambil ulapkan tangannya.
Dengan perasaan apa boleh buat, terpaksa Hoa Thian-hong menyelipkan pedang bajanya
dipinggang dan keluar dari ruangan tersebut.
Tiba-tiba Siau Ngo-ji mengejar sampai didepan pintu, sapanya, “Eeeeii…. toako!”
“Ada apa saudaraku?” tanya Hoa Thian-hong sambil berpaling.
Dengan suara berat Siau Ngo-ji berpesan, “Kalau tak bisa ungguli musuh cepatlah kabur, kalau
bisa robohkan lawan sakali bacok kutungi badannya jadi dua bagian, asal gembong iblis itu
sudah mampus maka bencana pun bisa kita hindari, engkau jangan sekali-kali berhati lemah
lembut!”
Terkesiap hati Hoa Thian-hong mendengar perkataan itu, dalam hati ia segera berpikir, “Tabiat
bocah ini rada mirip dengan watak dari ibu, sungguh tebal hawa nafsu membunuhnya!”
Dalam hati ia berpikir demikian, diluaran ia mengangguk dan segera berlalu dari sana.
Setelah keluar dari ruangan kembali pemuda itu awasi keadaan disekeliliagnya, setelah yakin tak
ada orang, dia enjotkan badan dan melayang naik keatas atap rumah.
Malam itu udara sangat gelap, langit tiada bintang ataupun rembulan, cuaca gelap gulita
sehingga membuat suasana jadi menyeramkan, kecuali kerlipan cahaya dari lampu jalan nun
diujung sana, tiada kedengaran suara yang mendesis, suasana amat hening dan sepi.
Dengan gerak rubuh yang enteng dan cekatan, Hoa Thian-hong bersembunyi dibelakang
wuwungan rumah, dengan sorot matanya yang tajam perlahan-lahan ia menyapu keadaan
disekitar tempat itu dan menjaga jangan sampai ada yang menyergap ibunya disaat ia sedang
pergi.
Walaupun langit sangat gelap dan tiada sinar yang menerangi tempat itu, namun dengan sorot
matanya yang tajam ia dapat melihat semua benda disekitarnya dengan jelas.
Mendadak…. ia temukan sesosok bayangan manusia berdiri diatas rumah tepat diseberangnya,
dan orang itu rupanya sedang mem perhatikan ke arahnya.
Dalam hati Hoa Thian-hong segera berpikir, “Sungguh besar nyali orang ini, ia berani betul
berdiri diatas atap rumah tanpa berusaha untuk menyembunyikan jejaknya”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
303
Berpikir sampai disitu, ia segera awasi keadaan disekitar tempat itu dan segera melayang turun
dari atas atap rumah, dengan menyelusup lewat wuwungan rumah dia berkelebat maju kedepan.
Setelah menyeberangi jalan raya, dia berpuiar satu lingkaran lebar dan diam-diam loncat naik
keatas atap rumah, sekarang posisi nya sudah dibelakang bayangan manusia itu.
Bayangan manusia tersebut masih tetap berdiri ditempat semula, walaupun sudah makan waktu
cukup lama namun ia masih tetap tak bergeser dari tempat semula. Hoa Thian-hong makin
mendekati orang itu tapi hatinya segera bedebar keras.
Ternyata orang yang berdiri diatas atap rumah itu bukan lain adalah putri kesayangan dari Pek
Siau-thian, ketua pekumpulan Sin-kie-pang yang selama ini mencintai dirinya…. Pek Kun-gie
adanya.
Dengan tenang Pek Kun-gie berdiri diatas atap rumah, biji matanya yang bening basah oleh air
mata, dengan pandangan sayu ia awasi rumah penginapan yang didiami oleh Hoa Thian-hong itu
tanpa berkedip, badannya kaku bagaikan patung namun alisnya berkeryit memancarkan
kepedihan hati yang amat tebal, membuat siapa pun yang memandang ikut beriba hati.
Hoa Thian-hong yang bersembunyi ditempat kegelapan sangat terharu melihat sikap gadis itu,
sambil memandang bayangan pung gungnya yang liuk-liuk indah, tanpa sadar air mata jatuh
berlinang membasahi pipinya, dalam hati ia bergumam, “Ooh…. Kun Gie! Kun Gie sayang! buat
apa kau menyiksa diri? aku sudah beristri dan berkeluarga, buat apa engkau masih mengerang
akan diriku?”
Angin malam berhembus lewat mengibarkan ujung baju Pek Kun-gie, namun dara itu masih tetap
tidak merasa, ia tetap berdiri tidak bergerak ditempat semula.
Lama sekali dilihatnya gadis itu tak berkutik terus dari tempat semula, hatinya jadi kecut,
pikirnya, “Ooh Kun Gi! engkau akan menanti sampai kapan? apakah engkau hendak berdiri disitu
semalam suntuk?”
Pek Kun-gie adalah seorang gadis yang sangat cantik, pria manapun yang berjumpa dengan
dirinya kebanyakan terpikat kepadanya, tapi rasa cinta gadis itu terhadap Hoa Thian-hong sudah
mencapai pada taraf yang sukar dilukiskan dengan kata-kata, si anak muda itu tentu saja dapat
merasakan pula pancaran cinta yang diperlihatkan dara itu kepadanya, tapi pemuda itu sadar
dengan keadaan nya pada saat ini, dia telah beristri sedang pihak lain adalah gadis perawan, dia
tak ingin merusak kehidupan dara itu karena dirinya.
Malam semakin kelam, baju yang mereka kenakan telah basah oleh embun tapi Hoa Thian-hong
tetap berdiri ditempat persembunyiannya, ia tak tega meninggalkan gadis itu, pemuda itu hendak
maju mendekati dan menghibur dirinya, tapi bayangan sekelompok perempuan segera muncul
dalam benaknyaa.
Bayangan itu terdiri dari raut wajah Chin Wan-hong, ibunya, Kiu-tok Sianci, Biau-nia Sam-sian
serta Tio Sam-koh. Pemuda itu merasa seolah-olah kaum perempuan itu melotot ke arahnya dan
mengawas gerak-geriknya terhadap Pek Kun-gie….
Tiba-tiba…. telinganya seakan-akan mendengar lagi suara peringatan dari Kiu-tok Sianci yang
dingin, “Seng ji”, engkau harus ingat! kalau engkau tidak setia dalam cinta dan mencari bini lain,
atau kau berani melakukan sesuatu perbuatan yang merugikan Hong ji, aku bersumpah akan
mencabut selembar jiwamu!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
304
Kemudian ia teringat kembali suara dari ibunya yang tegas dan berat, “Harap siau ci legakan
hati, kalau Seng ji berani mengkhianati cintanya, aku akan potong sendiri batok kepalanya untuk
dikirim ke lembah Hu-liang-kok dan minta maaf kepadamu!”
Teringat kembali akan perkataan dari dua orang itu, dia merasakan hatinya jadi kecut dan
seakan-akan kepalanya diguyur air dingin sebaskom, tanpa sadar peluh dingin mengucur keluar
membasahi seluruh tubuhnya.
Dalam hati ia segera berpikir, “Daripada bertemu lebih baik tak berjumpa, daripada
kesalahpahaman ini kian hari kian berlarut-larut….!”
Karena berpendapat demikian, ia segera ambil keputusan untuk tinggalkan tempat itu secara
diam-diam.
Tapi bagaimanapun juga manusia bukanlah pohon atau rumput yang tidak berperasaan,
siapakah yang tidak terharu kalau menyaksikan pemandangan seperti itu? siapa yang tidak
beriba melihat kesetiaan cintanya? apalagi makin gagah seorang pria semakin besar pula rasa
cintanya pada pihak yang lain.
Tanpa disadari oleh Hoa Thian-hong sendiri, benih cintanya terhadap Pek Kun-gie sudah
tertanam sejak banyak waktu, semakin tercekam oleh lingkungan yang serba terbatas, makin
berkobar cinta kasihnya terhadap gadis itu, hanya saja larangan dari angkatan tuanya membuat
pemuda itu tak berani mengutarakan perasaan hatinya itu.
Tapi benih cinta yang tersembunyi dalam lubuk hatinya kian hari kian tumbuh dengan suburnya,
dan rasa cintanya terhadap gadis itupun makin lama makin bertambah, apalagi sekarang
dilihatnya gadis itu berdiri termangu-mangu ditengah malam yang dingin sambil mengawasi
kamar tidurnya membuat Hoa Thian-hong merasakan hati nya jadi hancur berkeping-keping, dia
ingin pergi dengan keraskan hati, namun kakinya terasa tak mau diajak psrgi….
Entah berapa lama sudah lewat, tiba-tiba Pek Kun-gie bergumam seorang diri, “Apakah engkau
sudah tidur? aku….”
Walaupun bisikan itu amat lirih tapi bagi pendengaran Hoa Thian-hong cukup membuat hatinya
jadi remuk rendam, hampir saja ia tak mampu menguasai emosinya dan menerjang kedepan
serta memeluk gadis itu erat-erat.
Tapi ingatan lain dengan cepat berkelebat dalam benaknya, “Dia adalah seorang gadis perawan
yang masih suci, sedang aku telah beristri, kalau aku mempunyai bubungan gelap dengan dirinya
maka nama baiknya pasti akan ternoda, itu berarti aku telah menghancurkan kehidupannya,
aaai…. aku tak boleh mencelakai masa depannya!”
Terdengar Pek Kun-gie bergumam lagi dengan suara lirih”
“Oooh…. Thian-hong sayang, engkau telah tidur? aku akan menunggu sebentar lagi, setelah kau
tidur nyenyak aku baru akan berlalu dari sini….”
Bisikan lirih yang mirip igauan tersebut penuh dengan rasa cinta yang tebal, meski pun terselip
nada yang begitu memilukan hati….
Hoa Thian-hong yang jantan, pada saat ini tak dapat menahan pergolakan emosinya lagi, dia
ambil keputusan untuk munculkan diri dan berjumpa dengan gadis manis itu.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
305
Tapi…. sebelum pemuda itu sempat melangkah maju, tiba-tiba ia saksikan sekujur badan Pek
Kun-gie gemetar keras kemudian menjerit kaget….
Hoa Thian-hong terkesiap, dia segera alihkan sorot matanya kedepan, sesosok bayangan
manusia tahu-tahu muncul diatas atap rumah penginapan itu dan sedang awasi ruang
penginapan sebelah belakang.
Jarak kedua belah pihak hanya terpaut satu tombak belaka, karena pendatang tak diinginkan itu
muncul dari arah utara sedang tubuh Pek Kun-gie kebetulan tertutup oleh bangunan loteng yang
tinggi, maka orang itu tidak menemukan jejaknya.
Sekilas pemandangan Hoa Thian-hong dapat kenali pendatang yang tak diundang itu sebagai
Kiu-im Kaucu, bawa amarahnya segera berkobar didalam dada, pikirnya, “Pia Leng-cu saja belum
datang, tak nyana dia sebagai seorang ketua dari suatu perkumpulan telah datang lebih dahulu
kesana, manusia ini benar-benar tak tahu diri!”
Tiba-tiba terdengar Pek Kun-gie membentak keras, “Hey Kiu-im Kaucu!”
Pada waktu itu Kiu-im Kaucu sedang mengawasi daerah di sekitarnya, ketika mendengar
bentakan itu dia segera berpaling, tapi setelah diketahuinya kalau orang jtu adalah Pek Kun-gie,
dengan gerak tubuh yang amat cepat ia menyeberangi jalan raya dan berdiri tepat dihadapan
dara tesebut.
Dengan pandangan yang tenang Pek Kun-gie melirik sekejap ke arah Kiu-im Kaucu, wajahnya
sama sekali tidak menunjukkan perasaan jeri ataupun takut, dengan suara ringan tegurnya, “Dia
sudah tidur pulas, janganlah mengganggu ketenangan tidurnya….!”
Mula-mula Kiu-im Kaucu agak tertegun, tapi dengan cepat ia dapat menangkap apa yang
dimaksudkan, dalam hati segera berpikir, “Karena sedihnya budak ini sudah kehilangan
kesadaran otaknya, bahkan mendekati orang yang tak waras otaknya.”
Sementara dalam hati berpikir demikian diluaran ia tertawa dan mengejek, “Tahukah engkau,
pada saat ini Hoa Thian-hong tidur sepembaringan dengan siapa?”
Rasa sedih yang tak terkirakan berkelebat diatas wajah Pek Kun-gie, dengan muka murung
jawabnya, “Tentu saja aku tahu, dia telah menikah dengan Chin Wan-hong dan tentunya tidur
dengan gadis itu.”
“Benar dan tepat sekali perkataanmu itu, mereka sudah menikah dan sekarang lagi bersenangsenang
didalam kamar, buat apa engkau berdiri termangu-mangu ditempat ini?”
“Anjing bedebah!” diam-diam Hoa Thian-hong menyumpah dalam hati kecilnya, “dalam keadaan
seperti inipun dia masih tega untuk menyakiti hatinya dengan kata-kata seperti itu”
Terdengar Pek Kun-gie dengan suara tawar menjawab, “Kiu-tok Sianci maupun Chin Pek-cuan
adalah tuan penolong dari keluarganya, sebagai seorang yang setia kawan dan berjiwa gagah
apalagi sebagai seorang bocah yang berbakti kepada orang tuanya, tentu saja ia tak mau
membangkang perintah ibunya, walaupun dia telah menikah dengan Chin Wan-hong, dalam
kenyataan dia sama sekali tak mencintai gadis itu.”
“Siapa yang bilang? apakah Hoa Thian-hong yang mengatakan sendiri kepadamu?” ejek Kiu-im
Kaucu sinis.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
306
“Tentu saja bukan dia yang mengatakan sendiri kepadaku, tapi aku tahu bahwa dugaanku itu
pasti tak akan keliru!”
Kiu-im Kaucu semakin sinis, kembali sindirnya dengan suara tajam dan tak sedap didengar,
“Kenapa? hati manusia toh tak sama, siapa tahu lain diluar lain didalam? dengan berdasarkan
bukti apa engkau bisa mengatakan kalau Hoa Thian-hong sebenarnya tidak mencintai Chin Wanhong?”
“Aku mengetahui perasaan hatinya!”
Jawaban yang amat singkat itu diutarakan dengan begitu meyakinkan, seakan-akan walaupun
samudra bisa mengering dan batu bisa membusuk, tapi keyakinannya itu sama sekali tak dapat
digoyahkan lagi.
Kiu-im Kaucu mendengus dingin, sebenarnya dia hendak mengatakan: ‘Itu toh menurut
perasaanmu, bagaimana dengan pemuda itu? engkau sendiri toh tak tahu….?’
Tapi ketika dilihatnya keyakinan yang begitu tebal memancar keluar dari wajah Pek Kun-gie,
ketika sorot mata mereka saling bertemu satu sama lainnya, ucapan yang sudah hampir
meluncur keluar itu akhirnya tertelan kembali.
Sikap Pek Kun-gie masih tetap tenang, seakan-akan dia tidak tahu kalau orang yang berdiri
dibadapannya itu bukan lain adalah ketua dari perkumpulan Kiu-im-kauw yang baru saja
munculkan diri kedalam dunia persilatan serta mengambil oper kekuasaan dari Tiga maha besar
yang telah musnah dari permukaan bumi itu.
Dengan pandangan yang jeli dia menatap wajah lawannya tajam-tajam, lalu serunya kembali
dengan suara berat, “Ditengah malam buta begini, mau apa engkau datang kemari?”
Kiu-im Kaucu mengerutkan dahinya.
“Hmm….! engkau sedang berbicara dengan aku?”
“Tentu saja berbicara deneaa engkau! mau apa kau datang kemari ditengah malam buta begini?
mau menyergap dirinya yaa?”
Kiu-im Kaucu tidak segera menjawab, dalam hati kembali pikirnya, “Rupanya budak ini sudah
dibikin sinting oleh rasa cintanya yang tidak kesampaian, kalau dilihat dari sikapnya yang
kebodoh-bodohan ini rupanya ia sudah tak tahu apa yang dinamakan lihay dan apa yang
dinamakan mati atau hidup.”
Berpikir sampai disitu, bukannya gusar ia malah tertawa terbahak-bahak, sahutnya, “Dalam dunia
persilatan dewasa ini hanya dua tiga orang saja yang mampu bertempur satu lawan satu dengan
diriku dan berbicara tentang kemampuan dalam ilmu silat, siasat, komplotan serta kekuasaan
maka hanya seorang saja yang sanggup menghadapi diriku, orang itu bukan lain adalah Hoa
Thian-hong….”
Rupanya Pek Kun-gie amat girang atas pujian itu, dengan muka berseri-seri ia tertawa dan
memotong.
“Kalau engkau sudah tahu, itu lebih baik lagi! sekarang cepatlah tinggalkan tempat ini, jangan
ganggu ketenangan tidurnya, dan mulai sekarang jangan musuhi dirinya lagi.”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
307
Kiu-im Kaucu dibikin serba salah oleh perkataan tersebut, mau tertawa ia tak bisa mau marahpun
tak dapat, akhirnya dengan wajah menyeringai dia berseru.
“Hey budak ingusan! aku mempunyai satu cara untuk membuktikan apakah Hoa Thian-hong
benar-benar cinta kepadamu atau tidak!”
Tapi dengan cepat Pek Kun-gie gelengkan kepalanya.
“Aku tak mau dengarkan caramu itu, aku tahu bahwa dia sangat mencintai diriku!”
“Ooooh…. jadi kau takut kalau rahasia kebohonganmu sampai terbongkar….?” ejek Kiu-im Kaucu
sinis, “engkau takut kalau kenyataan membuktikan bahwa dalam hati kecil Hoa Thian-hong
sebenarnya sama sekali tak ada pikiran tentang dirimu?”
Hawa amarah berkobar dalam hati Pek Kun-gie, dengan muka penuh kegusaran dia melototi
perempuan tua itu.
Sejenak Kemudian sambil menutupi telinganya dengan jari tangan, dia berseru, “Aku tak sudi
untuk mendengarkan omongan setanmu lagi, aku mau pergi….!”
Tanpa banyak bicara dia segera putar badan dan berlalu dari sana.
Kiu-im Kaucu segera tertawa dingin.
“Heeeeh…. heeeh…. heeehh kalau engkau berani tinggalkan tempat ini, aku akan segera
membinasakan Hoa Thian-hong!”
Mendengar ancaman tersebut sekujur badan Pek Kun-gie gemetar keras, ia segera berpaling
sambil berseru, “Kepandaian silatnya sangat lihay, siapa pun jangan harap bisa membinasakan
dirinya!”
Kembali Kiu-im Kaucu tertawa licik.
“Aku telah siapkan suatu tindakan yang hebat dan dahsyat untuk menghadapi Hoa Thian-hong,
kalau aku ingin membinasakan dirinya maka hal itu depat kulakukan dengan gampang sekali
bagaikan membalik telapak tangan sendiri. Heeeh heehh asal bibit bencana ini berhasil
kusingkirkan, maka perkumpulan Kiu-im-kauw secara resmi akan dibuka dan mulai menerima
anggota baru, pada waktu itu seluruh kekuasaan di permukaan bumi ada ditanganku!”
Pek Kun-gie makin terkesiap setelah mendengar ucapan itu, dia melayang kembali ke tempat
semula sambil berkata, “Coba terangkanlah cara lihay apakah yang telah kau siapkan itu, dan
bagaimana caramu untuk mencabut jiwanya?”
Kiu-im Kaucu tertawa dingin.
“Heeeh…. heeh…. heehh siasatku tidak akan kuperdengarkan pada telinga yang keenam,
kemarilah! akan Kubisikkan rencanaku ini kepadamu”
Agaknya Pek Kun-gie sama sekali tak mempunyai perasaan waswas, mendengar perkataan itu
dia segera loncat maju kedepan.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
308
Hoa Thian-hong yang bersembunyi ditempat kegelapan jadi amat terperanjat setelah
menyaksikan kejadian itu, dia takut Kiu-im Kaucu menggunakan cara yang paling keji untuk
melukai Pek Kun-gie, badannya bergerak untuk menghalangi gerak maju dara itu tapi ingatan
lain dengan cepat berkelebat dalam benaknya, “Andaikata dia ada maksud hendak mencelakai
Kun Gie, maka hal itu bisa dia lakukan dengan gampang sekali tanpa menggunakan siasat licin
untuk membohongi dirinya, andaikata aku munculkan diri dalam keadaan begini, siapa tahu kalau
dia malah berubah ingatan dan menggunakan Pek Kun-gie sebagai sandera untuk memaksa
aku….”
Jilid 16
SEMENTARA dia masih termenung sambil memikirkan persoalan itu, Kiu-im Kaucu telah
membisikkan sesuatu ketelinga Pek Kun-gie.
Dengan paras muka pucat pias bagaikan mayat, gadis itu secara beruntun mundur beberapa
langkah kebelakang, sekujur badan-nya gemetar keras membuat atap rumah itu gemerisik
suaranya.
***
KIU-IM KAUCU menyeringai seram, sambil tertawa keras serunya lagi, “Bagaimana? sekarang
engkau pasti sudah percaya bukan, kalau aku hendak mencabut nyawa Hoa Thian-hong, maka
soal itu bisa kulakukan dengan gampang sekali!”
“Hmm! selamanya perhitungan manusia tak dapat menangkap garis yang ditetapkan oleh takdir,
selamanya dia akan lolos dari bahaya karena dilindungi oleh Thian!”
Hoa Thian-hong sendiripun berpikir dalam hatinya, “Kelicikan dan kekejaman Kiu-im Kaucu
benar-benar melebihi kejahatan dari kelompok musuh yang sudah lewat, entah dia mempunyai
siasat keji apa lagi sehingga begitu punya keyakinan untuk cabut nyawaku dengan mudah?”
Sementara ia masih termenung, Kiu-im Kaucu telah ulapkan tangannya sambil berkata, “Kalau
toh engkau percaya kalau dia selalu dilindungi oleh Thian, pergilah tinggalkan tempat ini!”
Tapi dengan cepat Pek Kun-gie gelengkan kepalanya.
“Aku tidak jadi pergi!” katanya.
Kiu-im Kaucu tertawa licik.
“Tidak pergi juga malah lebih baik, engkau cantik jelita dan belum pernah kujumpai ada seorang
nona yang mempunyai paras muka secantik dirimu. Aaai! sayang Hoa Thian-hong keparat cilik itu
punya mata tidak berbiji”
“Jangan maki dirinya!” bentak Pek Kun-gie dengan gusar.
Baiklah, kalau toh engkau masih tetap tidak sadar dari lamunanmu yang kosong, akan
kubuktikan kesemuanya dengan kenyataan, aku akan membuktikan sehingga engkau tahu kalan
Hoa Thian-hong sebenarnya sama sekali tidak cinta kepadamu.
Mendengar perkatan itu, Pek Kun-gie berdiri termangu-mangu, beberapa waktu kemudian dia
baru bertanya dengan suara gemetar, “Cara api yang hendak kau gunakan untuk membuktikan
bahwa dia…. dia tidak mencintai aku!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
309
Kiu-im Kaucu tertawa licik.
“Cara itu sebenarnya sederhana sekali, mulai sekarang masuklah jadi anggota perkumpulan Kiuim-
kauw kami, anggap saja engkau sudah kena kutawan, cara ini sebenarnya terpaksa sekali tapi
apa boleh buat lagi? toh kita hanya akan membuktikan apakah Hoa Thian-hong bakai muncul
untuk menolong dirimu atau tidak!”
“Kenapa?” seru Pek Kun-gie dengan paras muka tercengang dan tak habis mengerti.
“Coba jawablah, seandainya aku berhasil menawan Thian-hong dalam keadaan hidup-hidup,
bukankah engkau akan pertaruhkan jiwamu untuk menolong dia hingga lolos dari bahaya?”
“Hem! kepandaian silatnya jauh lebih hebat dari engkau, tak mungkin kau mampu untuk
menawan dirinya” seru Pek Kun-gie sambil mendengus dingin.
Kiu-im Kaucu tertawa kering.
“Jangan persoalkan kepandaian silat siapa yang lebih tinggi, jawab saja pertanyaanku ini!
andaikata aku berbasil menangkap dirinya, apakah engkau akan menyelamatkan jiwanya dari
ancaman maut?”
“Tentu saja! tentu saja aku akan menyelamatkan jiwanya….Hmm! andaikata engkau mencelakai
jiwanya, maka aku bersumpah tidak akan hidup berdampingan dengan dirimu, dan selama aku
masih hidup maka aku akan selalu musuhi dirimu sehingga akhirnya engkau berhasil kubasmi
dari muka bumi!”
“Tepat sekali perkataanmu itu!” seru Kiu-im Kaucu sambil menyeringai seram, “oleh karena kau
mencintai Hoa Thian-hong maka engkau larang orang lain melukai dirinya, sebaliknya kalau Hoa
Thian-hong benar-benar mencintai dirinya maka dengan sendirinya diapun melarang siapa pun
melukai engkau, setelah engkau masuk jadi anggota perkumpulan Kiu-im-kauw kami, apabila
Hoa Thian-hong menolong jiwamu itu berarti dia memang mencintai engkau, sebaliknya kalau
dia tidak ambil peduli tentang persoalan ini dan tak mau tahu tentang mati hidupmu, itu berarti
dalam hati kecilnya memang sama sekali tak pernah memikirkan tentang dirimu….!”
Hoa Thian-hong yang bersembnnyi ditempat kegelapan, diam-diam berpikir didalam hati.
“Perempuan itu sangat lihay dalam hal berbicara, entah apa tujuannya memancing Kun Gie untuk
masuk jadi anggota perguruannya, sungguh licik ketua ini!”
Tampaklah Pek Kun-gie gelengkan kepalanya dan menegaskan, “Aku tak mau mencoba hatinya!”
“Kenapa?” tanya Kiu-im Kaucu tercengang setelah terperangah beberapa waktu.
“Aku mengetahui tentang perasaan hatinya dan aku percaya kepadanya, kesemuanya itu sudah
lebih dari cukup bagiku. Hmm! cin ta berada dalam kepercayaan, tak boleh dicoba mengertikah
engkau akan teori ini?”
Kembali Kiu-im Kaucu tertawa licik.
“Aaaai, aku tak habis mengerti, kenapa di dunia terdapat seorang perempuan yang tergila-gila
oleh seorang pria hingga kesadaran otakpun sampai terganggu.”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
310
“Aku senang begini, kau mau apa?” potong Pek Kun-gie dengan penuh kegusaran, asal aku cinta
padanya, peduli amat dia cinta kepadaku atau tidak, itu urusan pribadiku dan kau tak usah
mencampuri urusanku itu”
Paras muka Kiu-im Kaucu yang pada dasarnya berwarna pucat, kini lerlintas oleh hawa nafsu
membunuh yang sangat tebal tapi hanya sebentar saja telah lenyap kembali, ia tertawa licik
sambil berseru, “Kalau begiti pergilah tinggalkan tempat ini, kalau tidak aku akan segera akan
mencabut jiwamu, akan kulihat Hoa Thian-hong akan membalaskan dendam bagimu atau tidak?”
Pek Kun-gie mendengus dingin.
“Hmm! engkau hendak mencelakai dirinya dengan menggunakan akal licik, aku sengaja tak mau
pergi, engkau mau apa?”
“Kalau begtiu, artinya engkau sudah bosan hidup didunia dan ingin mencari kematian buat diri
sendiri”
Sambil tertawa seram ketua dari perkum pulan Kiu-im-kauw itu segera menerjang kedepan dan
melancarkan sebuah cengkeraman maut.
Pek Kun-gie dengan cekatan loncat kesamping untuk menghindarkan diri, ia singkap gaunnya
dan cabut keluar sebilah pedang lemas yang memarcarkan cahaya tajam.
Pertama-tama Kiu-im Kaucu agak tertegun, tiba-tiba satu ingatan berkelebat dalam benaknya
dan segera berseru, “Oooh…. engkau juga menggunakan pedang lemas? apakah ibumu yang
ajarkan kepandaian itu kepadamu?”
“Engkau tak usah mencampuri urusanku!” tukas Pek Kun-gie dengan ketus.
Bukannya gusar, Kiu-im Kaucu malah tertawa tergelak.
“Haaaah…. haaahh…. haaahhh…. walaupuna ku sudah lama mengasingkan diri dari keramaian
dunia, tapi aku mengetahui dan memahami semua ilmu silat yang ada didunia serta asal usul dari
manusia-manusia kenamaan da am kolong langit.”
Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan, “Aku mengerti apa sebabnya secara tiba-tiba engkau
menggunakan pedang!”
Pek Kun-gie tertegun lalu tertawa dingin.
“Heehh…. heehh…. heehh…. aku menguasai beraneka ragam ilmu silat, aku senang memakai
senjata apa itu toh urusan pribadiku sendiri, kenapa engkau musti mencampuri urusanku?”
Kiu-im Kaucu tertawa licik.
“Memang betul perkataanmu itu, mau pakai senjata apa memang urusan pribadimu, tapi pedang
lemas adalah sejeais senjata yang paling sukar dipelajari, dari dulu engkau tidak memiliki dasar
yang cukup kuat, tak mungkin kalau tanpa sebab engkau ganti memakai senjata lain, mungkin
hal ini ada hubungannya dengan peristiwa yang terjadi baru-baru ini….”
“Peristiwa apa?”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
311
Kiu-im Kaucu tertawa keras, “Haahh…. haahh…. haahh…. baru-baru ini ayah mu mendapat
kesempatan untuk membaca seluruh isi catataa Kiam keng Poh kui, mungkin ia telah ajarkan
seluruh isi catatan tersebut dan menyuruh engkau ganti belajar ilmu pedang….Hmm…. hmmmm.
tebakanku ini tidak keliru bukan?”
“Keliru besar!” teriak Pek Kun-gie dengan gusar.
Kiu-im Kaucu mengerutkan dahinya, dengan nada tak percaya dia balik bertanya, “Dimana letak
kesalahannya?”
Senyum manis tersungging diujung bibir Pek Kun-gie, dengan wajah berseri dia menjawab,
“Bukan ayahku yang ajarkan kepandaian tersebut kepadaku, tapi Thian-hong lah yang
mewariskan kepandaian sakti itu kepadaku!”
“Eeei, kapan sih aku lelah ajarkan catatan ilmu pedang Kiam keng Poh kui tersebut kepadanya?”
batin Hoa Thian-hong.
Sementara itu Kiu-im Kaucu telah tertawa seram.
“Haah…. haahh…. haahh…. perduli siapakah yang telah ajarkan kepandaian itu kepadamu,
pokoknya hari ini aku akan menawan dirimu, akan kulihat apakah ada orang yang akan
menolong engkau atau tidak?”
Laksana sambaran kilat, ia segera menerjang kedepan sambil melancirkan sebuah totokan….
Setelah perempuan tua itu ambil keputusan untuk menawan orang, tentu saja sulit bagi Pek Kungie
untuk melarikan diri.
Hoa Thian-hong yang bersembunyi ditempat kegelapan segera menyadari akan mara bahaya
yang mengancam Pek Kun-gie, ia tahu apabila dirinya tidak muncul tepat pada waktunya, gadis
itu niscaya akan terjatuh ketangan Kiu-im Kaucu.
Menyadari betapa kritisnya situasi pada waktu itu, tanpa banyak pikir lagi si anak muda itu
segera munculkan diri, dengan suara dalam serunya, “Kaucu, harap ampuni jiwanya…. sambutlah
penghormatan dari aku orang she Hoa”
Kiu-im Kaucu amat terperanjat, cepat-cepat ia melayang kembali ketempat semula.
Rasa malu bercampur gusar berkecamuk dalam dadanya, diatas paras mukanya yang pucat tiada
berdarah terlintas warna merah dadu karena jengah, katanya dengan dingin, “Hmm! aku
mengira untuk selamanya engkau akan menghindari diriku, tak tahunya ada juga waktunya
untuk terpaksa munculkan diri dari tempat persembunyiannya”
Mendengar perkataan itu, Hoa Thian-hong segera berpikir didalam hatinya, “Meskipun orang ini
amat licik dan berbahaya, tapi masih punya perasaan malu, ia tahu orang tua menganiaya kaum
muda adalah suatu perbuatan yang memalukan, kalau dibandingkan kawanan iblis dimasa lalu,
dia memang mempunyai moral yang jauh lebih tinggi….!”
Berpikir sampai disitu ia segera tertawa nyaring, setelah menjura ujarnya lagi, “Aku dengar kaucu
berdiam dirumah penginapan Tiang seng dipintu kota sebelah utara, sekarang aku memang
bermaksud untuk menyambangi dirimu disana!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
312
Diam-diam Kiu-im Kaucu merasa amat terperanjat, ia sama sekali tidak menyangka kalau Hoa
Thian-hong mengetahui tentang jejaknya, dengan cepat dia balas memberi hormat sambil
menyahut, “Kata menyambung kalau tak berani kuterima, sejak kau menikah sampai sekarang,
aku belum sempat memberi selamat kepadamu, harap suka dimaafkan….”
“Kalau terlalu sungkan!” kata Hoa Thian-hong sambil tertawa, sorot matanya segera dialihkan ke
arah Pek Kun-gie.
Sementara itu gadis she Pek itu berdiri dengan air mata bercucuran, sorot matanya yang sayu
memandang wajah Hoa Thian-hong tanpa berkedip, diatas wajahnya yang suram tersungging
satu senyuman manis, bibirnya bergetar seperti mau mengucapkan sesuatu namun tak sepatah
katapun yang kedengaran.
Selama beberapa hari gadis ini tak enak makan tak nyenyak tidur, dia hanya berharap bisa
bertemu dengan kekasih hatinya, dan sekarang setelah orang yang diimpi-impikan telah muncul
didepan mata, ia merasa hatina remuk rendam, sakit sekali bagaikan di sayat dengan pisau
tajam.
Banyak rintangan yang telah dihadapi, banyak kesedihan yang telah dialami dan sekarang
kekasih hatinya muncul didepannya, tapi ia tak dapat menubruk kedepan dan berbaring dalam
pelukannya, banyak kata mesrah ingin diutarakan tapi tak sepatah katapun dapat dilontarkan
keluar, yang ada hanya kesedihan, kesengsaraan serta siksaan batin yang tak terlukiskan
hebatnya.
Lama sekali ia termenung akhirnya tersungginglah satu senyuman diatas wajahnya yang murung
dan sayu, bibirnya bergetar keras dan muncullah serentetan suaara yang amat lirih, “Thian….
Hong….!”
Dua barisan air mata jatuh berlinang membasahai pipinya.
Hoa Thian-hong merasakan hatinya amat sakit, pikirnya, “Selama ini dia selalu mencintai aku,
kalau tak ada diriku maka sering kali dia menganggap aku telah sehari dengan dirinya, dia selalu
mengatakan kalau aku cinta kepadanya, bahkan sekarang dihadapan Kiu-im Kaucu pun bersikap
demikian, kalau aku bersikap agak dingin kepadanya maka dia pasti akan kehilangan muka,
betapa jengah dan malunya nanti….”
Sebagai seorang pria yang cukup romantis, dia tak tega membuat seorang gadis sengsara dan
malu karena urusan kecil, tanpa sadar dia ulurkan tangannya kedepan dan mengape ke arah
gadis itu.
Maksudnya dia suruh Pek Kun-gie mendekati ke arahnya dan berdiri diaampingnya, tapi ia sama
sekali tak tahu kalau gerakannya yang amat sederhana itu telah disalah artikan oleh dara tadi,
bagi sang gadis yang sedang dimabok cinta, ia telah mengartikan uluran tangan itu sebagai
suatu maksud yang amat mendalam….
Mula-mula Pek Kun-gie agak tertegun, kemudian dengan badan gemetar tiba-tiba ia menjerit
sambil menangis, “Oooh….Thian-hong.”
Dia segera menubruk kedepan dan menjatuhkan diri kedalam pelukan si anak muda itu.
Dalam kejut dan girangnya, dara itu telah melupakan segala-galanya, isak tangis tak dapat
dikendalikan lagi dan meluncurlah dari balik bibirnya.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
313
Pada saat ini ia peluk tubuh Hoa Thian-hong erat-erat, jatuhkan diri kedalam rangkulannya dan
menangis tersedu-sedu, dalam sekejap mata pakaian si anak muda itu sudah basah oleh air
mata, sambil membelai rambat Kun Gie yang panjang, bisiknya dengan lembut, “Jangan
menangis, berdirilah kesamping…. aku akan beradu kepandaian lebih dahulu dengan Kiu-im
Kaucu….”
Belum habis dia berkata, mendadak dari dalam rumah penginapan berkumandang suara yang
amat gaduh, suara itu amat lirih dan tak begitu jelas tapi serentetan suitan panjang yang tinggi
melengking segera menyusul dibelakang dan menggema di angkasa.
Hoa Thian-hong amat terperanjat, ia segera menengadah dan menyaksikan sesosok bayangan
manusia sambil mengempit seseorang melayang kekar dari halaman belakang rumah penginapan
itu, sambil membawa suitan panjang yang melengking laksana sambaran kilat orang itu kabur
menuju ke arah selatan.
Gerak tubuh orang itu sangat cepat dan sama sakali tidak berada dibawah kepandaian Hoa
Thian-hong maupun Kiu-im Kaucu, pekikan nyaringnya membelah kesunyian ditengah malam
buta, hanya sebentar saja bayangan hitam tadi sudah lenyap dari pandangan mata.
Pada saat yang bersamaan, Kiu-im Kaucu pun berlalu dengan gerakan yang amat cepat, dalam
sekejap mata ia sudah mengejar jauh kedepan dan lenyap dibalik kegelapan.
Hoa Thian-hong amat terperanjat, kepada Pek Kun-gie segera serunya dengan hati cemas,
“Cepat pulang kerumah, dan jangan sembarangan pergi ke-mana-mana…. tahu?”
Tanpa menunggu jawaban ia segera loncat turus dari atas atap rumah dan didalam dua kali
loncatan ia sudah tiba dirumah penginapan, dengan gerak tubuh yang sangat cepat ia menerjang
masuk kedalam ruangan dimana ibunya berada.
Terlihatlah pintu kamar sudah diterjang orang sehingga hancur jadi berpuluh-puluh keping dan
tersebar dimana-mana, dinding ruang an ambruk selebar tiga empat depa, hancuran kayu dan
batu bata berterakan dimana-mana, bahkan pembaringanpun sampai penuh debu.
Ketika ia melayang turun didalam ruangan itu tampaklah Hoa Hujin, Tio Sam-koh, Chin Wanhong
dan Siau Ngo-ji berkumpul diluar kamar, kecuali Hoa Hujin masih bersikap tenang, paras
muka tiga orang lainnya boleh dibilang telah berubah hebat.
Setelah mengetahui kalau keempat orang itu berada dalam keadaan selamat, Hoa Thian-hong
merasa hatinya lega sekali, ia mendekati ibunya seraya berbisik, “Ibu, tentunya engkau sangat
terkejut?”
Hoa Hujin tersenyum.
“Engkau telah anggap aku sebagai nenek tua dari dusun yang sama sekali tak berguna?”
Tiba-tiba Chin Wan-hong berseru, “Engkoh Hong, kabut kiu tok ciang tidak mungkin bisa ditarik
kembali, kita harus cepat-cepat memusnahkannya daripada terhembus angin dan menyebar
kemana-mana sehingga meracuni mereka yang tak bersalah.”
“Lalu bagaimana caranya untuk memusnahkan kabut beracun itu?”
“Untuk memusnahkan pengaruh dari kabut racun itu sih mudah sekali, justru aku kuatir kalau
sampai membakar rumah ini sehingga menimbulkan kebakaran!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
314
“Tidak jadi soal, musnahkan kabut beracun itu dan aku akan berjaga-jaga terhadap segala
kemungkinan yang bakal terjadi.”
Sementara itu para tamu yang menginap dirumah penginapan tersebut telah terbangun dari
tidurnya karena terperanjat, mereka sama-sama bergerombol disekitar sana menonton
keramaian.
Chin Win Hoog segera meminjam lilin yang dibawa salah seorang tamu dan sekali sentil, cahaya
api dengan cepatnya meluncur kedepan menyambar ketengah ruangan yang penuh dengan debu
itu.
Ledakan keras terjadi, cahaya api menjilat keempat penjuru, tapi Hoa Thian-hong bertindak
cepat, telapak kirinya segera diayun kedepan melancarkan sebuah pukulan dahsyat.
Weeess….! desiran angin tajam menderu-deru, termakan oleh kekuatan yang terpancar dari
angin pukulan, bunga api itu menggumpal jadi satu membentur bulatan api yang menggelinding
diudara, hanya dalam sekejap mata cabaya api tadi sudah padam.
Menyaksikan kedahsyatan itu, Siau Ngo-ji segera berteriak keras, “Waaduuh…. ilmu silat apaan
itu?”
“Bocah ingusan, ilmu telapak tak bisa kau bandingkan deagan ilmu pedang!” seru Tio Sam-koh
sambil tertawa.
Hoa Thian-hong pun tersenyum, ujarnya, “Pukulan itu adalah jurus Kun siao ci tao dari Ciu Itbong,
aaai…. sayang orang berbeda jalan sehingga harus menerima akhir yang mengenaskan,
kalau dihitung-hitung aku masih berhutang budi kepada dirinya”
Tiba-tiba Siau Ngo-ji menuding keatas wajah Hoa Thian-hong dan berseru dengan nada
tercengang, “Eeei…. Hoa toako, engkau barusan menangis!”
“Aaah…. ngaco belo apa lagi yang hendak kau katakan?!” seru Hoa Thian-hong sambil tertawa
paksa.
Ia segera berpaling ke arah lain.
Sementara itu orang yang menonton keramaian berkumpul kurang lebih beberapa tombak
jauhnya, dari beberapa orang itu, setelah ditegur oleh Siau Ngo-ji sehingga Hoa Thian-hong
buru-buru harus berpaling ke arah lain untus menyembunyikan bekas air mata yang belum
Kering, secara tiba-tiba ia temukan ada sepasang biji mata yang jeli sedang awasi pula dirinya
dari balik kerumunan orang banyak, tapi sewaktu melihat pemuda itu berpaling ke arahnya,
orang itu buru-buru menyembunyikan diri.
Tak usah diawasi dengan lebih seksama lagi, si anak muda itu tahu kalau orang itu bukan lain
adalah Pek Kun-gie, diam-diam dia merasa amat murung bercampur kuatir, pikirnya, “Dia begitu
terpikat olehku, mungkin gadis itu bisa mengikuti aku sampai ke wilayah San see…. waahh….
bagaimana caranya aku selesaikan persoalan ini?”
Tiba-tiba pemilik rumah penginapan munculkan diri, setelah memberi hormat ia bertanya,
“Tuan…. see…. sebenarnya…. apa yang telah terjadi?”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
315
Hoa Thian-hong segera tarik kembali lamunannya dan menyahut, “Oooh…. barusan ada pencuri
mau mengambil barang milik kami, kamar ini sudah tak dapat dipakai lagi, apakah masih ada
kamar yang lain?”
Chin Wan-hong yang berada disamping segera menyambung, “Semua kerugian yang terjadi
ditempat ini akan kami ganti, hitunglah semua kerusakan dan minta uang gantinya besok pagi!”
“Ooh…. tak usah diganti, tak usah diganti….!” seru pemilik rumah penginapan itu berulang kali.
Kemudian dengan cepat ia mendekati searang pedagang yang ikut tonton keramaian dan
membisikkan sesuatu dengan suara yang amat lirih.
Pedagang itu tampak agak terperanjat, dengan muka penuh rasa hormat ia segera berkata,
“Ooooh…. tentu harus mengalah! sudah sepantasnya mengalah…. aku segera akan
membereskan barang-barang milikku!”
Ia putar badan dan segera berlalu. Hoa Thian-hong yang mempunyai daya pendengaran yang
amat tajam, sempat menangkap pembicaraan tersebut, ia lihat ketika pemilik rumah penginapan
itu menyebut namanya dan minta pedagang itu pindah ke lain kamar, hatinya jadi merasa tak
enak di samping itu diapun tahu kalau Pek Kun-gie belum berlalu dari sana karena kuatir
ketahuan maka hatinya jedi kebat kebit tak karuan, peluh dingin tanpa terasa membasahi seluruh
tubuhnya.
Beberapa saat kemudian pemilik rumah penginapan itu telah muncul kembali dan
mempersilahkan mereka untuk masuk kedalam kamar.
Orang-orang yang menonton keramaianpun segera pada bubaran, diam-diam Hoa Thian-hong
melirik ke arah orang-orang yang bergerombol itu setelah dilihatnya Pek Kun-gie tidak berada
diantara mereka, tanpa terasa ia menghembuskan nafas panjang dan membimbing ibunya masuk
kedalam kamar.
Dalam kamar tersebut baik diluar maupun didalam ruangan terdapat tempat tidur, Hoa Thianhong
melirik kembali keluar pintu kemudian dalam hati kecilnya diam-diam berdoa
“Budak bodoh, cepat-cepatlah pulang kerumah dan tak usah berkeliaran lagi disekitar tempat
ini…. apalagi berdiri seperti orang bodoh didepan jalan….”
Habis berdoa ia segera menutup pintu kamarnya.
Dalam pada itu, Hoa Hujin telah bersandar diatas pembaringan, ujarnya dengan lirih, “Seng ji,
apakih engkau sudah berjumpa dengan musuh? kenapa begitu cepat telah kembali kemari?”
“Ananda berbicara dengan Kiu-im Kaucu diseberang jalan sana, pertarungan belum sampai
berlangsung, ketika mendengar suara gaduh Kiu-im Kaucu segera mengejar orang itu sedang
ananda segera kembali kemari….!”
Mendengar perkataan itu, sepasang biji mata Siau Ngo-ji yang jeli segera berputar kesana kemari
kemudian berhenti diatas dada Hoa Thian-hong yang basah, diam-diam dia menunjukkan muka
setannya.
Tanpa sadar Hoa Thian-hong ikut menundukkan kepalanya memandang keatas dada sendiri, ia
lihat pakaian bagian dadanya masih basah, dan tempat itu bukan lain adalah tempat yang basah
terkena air mata dan Pek Kuti Gie tadi.
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
316
Kenyataan tersebut membuat hatinya jadi gugup dan kebat kebit tak karuan, cepat-cepat ia
geserkan badannya dan berdiri membelakangi cahaya lentera.
Ketika dia kembali kerumah penginapan tadi, air mata yang menodai pipinya belum kering dan
semua orang dapat melihat akan hal itu, tapi tak ada seorang pun yang meraruh curiga terhadap
kejadian tersebut, semua orang tahu pemuda itu gelisah karena memikirkan keselamatan dari
ibunya sehingga mengucurkan air mata, oleh sebab itu Tio Sam-koh yang biasanya cerewetpun
sama sekali tak mengajuhkan suatu pertanyaanpun.
Siau Ngo-ji adalah bocah nakal yang cerdik, diapun paling teliti memeriksa keadaan orang,
dengan kebiasaannya itulah bocah tadi berhasil temukan tanda yang sukar diduga orang.
Hoa Thian-hong yang telah berbuat sesuatu tanpa ingin diketahui orang lain jadi kuatir sekali
apabila Siau Ngo-ji berteriak, dengan muka penuh senyuman ia berkata, “Aku lihat orang yang
kabur itu mengempit seseorang, aku mengira salah seorang anggota keluarga kita ada yang kena
tangkap karena itu hatiku merasa amat gelisah. Siau Ngo-ji, tentunya engkau juga dibuat
terkejut bukan?”
Siiu ngo ji tertawa cekikikan.
“Hiiihh…. hiiihh…. hiiihhh enso sangat baik kepadaku, membelikan pakaian baru, celana baru,
sepatu baru untukku dan membantu pula menyisiri rambutku, hatiku akan selalu condong
kepadanya, karena perasaan istimewa ini aku selalu kuatir apabila toako sampai berjumpa
dengan seorang manusia yang lihay dan kena ditawan olehnya…. kalau sampai begitu kan
berabe….”
Hoa Thian-hong mengerti bahwa dibalik perkataannya masih terdapat perkataan lain, buru-buru
ia tertawa kering dan alihkan pokok pembicaraan kesoal lain.
“Sebenarnya siapa sih yang telah melakukan sergapan ketempat ini sehingga dinding tembokpun
jadi jebol? ibu cepatlah cerita kepadaku!”
Hoa Hujin tertawa.
“Kali ini jasa Siau Ngo-ji paling besar, biarlah dia saja yang bercerita!”
“Benar! Siau Ngo-ji memang paling pandai bicara” sokong Hoa Thian-hong.
Siau Ngo-ji cepat-cepat goyangkan tangannya berulang kali seraya berseru, “Eeeei eeeeeii kalau
ada persoalan dapat kita rundingkan secara baik-baik, toako! engkau tak usah menyanjungnyanjung
diriku”
Setelah berbatuk ringan, dia melanjutkan
“Kesuksesan yang berhasil kita capai hari ini tidak lain adalah berkat kelihayan dari enso, aku tak
berani rebut pahala ini ini, enso! lebih baik engkau saja yang berbicara kepada toako, agar rasa
kejutnya dapat segera hilang”
Chin Wan-hong adalah seorang perempuan yang jujur dan polos, tentu saja dia tak tahu kalau
kedua orang itu sedarg main setan, dia segera berpaling kepada mertuanya sambil berkata, “Ibu,
kalau engkau hendak beristirahat, biarlah kami bercakap-cakap ditempat luar saja!”
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
317
“Fajarpun sebentar lagi akan menyingsing, mari kita bercakap-cakap di sini saja kemudian segera
lanjutkan perjalanan, nanti aku akan tidur dalam kereta saja!”
Dengan lembut Chin Wan-hong menganguk, kepada suaminya dia segera berkata, “Setelah
engkau pergi maka akupun siapkian kabut beracun disekitar ruangan, Siau Ngo-ji bilang lebih
baik kita pasang jebakan disegala penjuru ruangan, agar orang yang berani menyergap kesitu
segera terjatuh kedalam perangkap dan tak bisa kabur lagi, aku turuti jalan pikirannya itu dan
segera mengatur dua tempat jebakan diluar pintu”
Sementara pembicaraan sedang berlangsung, diam-diam Hoa Thian-hong mengerahkan tenaga
dalamnya untuk mengeringkan pakaiannya yang basah oleh air mara, kemudian sambil
tersenyum dia bertanya, “Jebakan apakah yang telah kau siapkan?”
Kami minta ibu untuk memperhitungkan gerak langkah yang bakal dilakukan pihak musuh, sebab
andaikata orang yang melakukan sergapan itu adalah seorang jago lihay kelas satu, maka begitu
mendorong pintu kamar dan merasakan adanya racun disekitar tempat itu, dengan cepat dia
pasti akan mengundurkan diri, dalam keadaan demikian….
Ketika Siau Ngo-ji menyaksikan ensonya bicara ragu-ragu, tak tahan lagi dia segera
menyambung, “Kami telah letakkan sebaskom air bekas cuci kaki keatas tiang pengtari dan
mengikat baskom itu dengan seutas tali yang di hubungkan dengan pintu, apabila pintu terbuka
maka baskom berisi bekas air cuci kaki itu akan tumpah, dan apabila orang itu mundur kembali
air kotor itu dengan tepat akan menimpa batok kepalanya….”
“Kenapa musti pakai air bekas cuji kaki?” tanya Hoa Thian-hong sambil tertawa.
Menurut bibi, apabila yang datang adalah jago sebangsa Pia Leng-cu maka guyuran iir tersebut
tak mungkin bisa menimpa tubuhnya, kalau air itu diberi racun maka jika meleset dari sasaran
kan sayang sekali, oleh sebab itu kami putuskan untuk menggunakan air bekas cuci kaki, untuk
melengkapi kebutuhan kami ini, nenek Sam popo secara khusus telah cuci kakinya satu kali”
“Kentut busuk”, bentak Tio Sam-koh dengan gusar!, malam yang mana aku nenek tua tak
pernah cuci kaki? siapa bilang aku cuci kaki secara khusus?”
“Benar…. benar….!” seru Siau Ngo-ji dengan gelisah, nenek Sam popo setiap hari memang cuci
kaki….”
Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan, “Menurut bibi, apabila orang itu merasakan sesuatu
yang aneh muncul dari atas kepalanya, maka jikalau orang itu adalah Pia Leng-cu atau Kiu-im
Kaucu, mereka pasti akan menghindarkan diri ke arah samping kanan, sebaliknya kalau orang itu
adalah jago lihay dari Mo-kauw, mereka pasti akan menghindar sesamping kiri, karena pendapat
tersebut maka kami meletakkan sedikit obat racun yang setaraf lihaynya dengan kabut kiu tok
ciang disisi sebelah kanan, jika ada orang menghindar kesana dan bubuk racun terhembus angin
maka racun itu segera akan berterbangan keangkasa, dan apabila Pia Leng-cu atau Kiu-im Kaucu
yang datang, mereka pasti akan menggeletak keatas tanah.”
Hoa Thian-hong terpikir sebentar, kemudian berkata, “Ilmu langkah Huan im tun hoat atau
bayangan semua lolos di angkasa dari pihak Mo ku memang berputar menurut kebalikan dari
tangkah Tay kek, dan itu berarti mundurnya ke arah sebelah kiri, apa yang telah kalian siapkan
disana?”
“Hiihh…. hiihh…. hiihh…. air dewa!” jawab Siau Ngo-ji sambil tertawa cekikikan
Grafity, http://mygrafity.wordpress.com
318
“Air dewa?”
“Air kencing dari bocah keparat itu!” teriak Tie Sam-koh dengan suara keras.
Hoa Thian-hong tertawa terbahak-bahak.
“Haaah…. haaah…. haaahhh masa air kencingpun bisa dipakai untuk melawan musuh lalu apakah
alasannya sehingga jebakan yang dipasang dikedua belah pihik terbagi atas yang ringan dan
yang berat?”
Siau Ngo-ji tak menjawab pertanyaan itu sebaliknya sambil tertawa dia balik bertanya, “Ketika
toako baru saja kembali keruangan ini, apakah engkau tidak mencium bau pesing??”
“Kenapa? oooh…. jadi yang datang adalah orang-orang dari perkumpulan Mo-kauw?”
“Perkataanmu tepat sekali, anakan iblis cilik terkena kabut racun Kiu tok ciang dan roboh
seketika, dalam gugupnya gembong iblis tua menyepak pispot isi air kencingku hingga tumpah,
karena ketakutan ia segera melarikan diri terbirit-birit.”
“Kalau cerita yang agak jelas dong!” sela Hoa Thian-hong sambil tertawa.
Siau Ngo-ji ambil sebuah cawan air teh dan meneguk habis isinya, kemudian ujarnya lagi, “Enso
bilang kabut kiu tok ciang tidak tersedia dalam jumlah banyak, maka hanya bisa disebarkan
dibelakang pintu, sedang obat pemabok Mi hun san adalah bubuk obat yang mempunyai…. eeei
Enso, mempunyai apa….?”
“Mempunyai perbedaan dalam bentuk tapi persamaan dalam kasiat!”
“Aaah! benar, mempunyai perbedaan dalam bentuk tapi sama dalam kasiat sambung Siau Ngo-ji
sambil menepuk kepalanya, sayang jumlah yang tersediapun tidak banyak dan cuma bisa disebar
disuatu sudut yang sama!”
Setelah berhenti sebentar, sambungnya lebih jauh, “Menurut jalan pikiranku, andaikata kita
berhasil menangkap Pia Leng-cu maka hal ini jauh lebih baik lagi, bukan saja kita dapat
lenyapkan seorang musuh besar, bahkan dapat pula merampas kembali pedang emas yang
berada ditangannya, bukankah itu berarti sekali tepuk mendapat dua lalat? sebaliknya kalau
bangsat dari Mo-kauw adalah jago yang paling lihay dari perkumpulannya, kitapun bisa tangkap
iblis itu dan sekali bacok menghabisi nyawanya, sekalipun anak murid dan cucu muridnya
mencari balas buat kami juga tak mengapa…. sebaliknya kalau bajingan itu hanya jago kelas dua
belaka dari perkumpulan Mo-kauw maka kalau kita bunuh orang itu, maka segera akan
mengundang kembali kehadiran jago yang lebih lihay…. dalam keadaan seperti ini kita toh tidak
bakalan rugi”
“Sungguh hebat daya pikiranmu! puji Hoa Thian-hong sambil acungkan jempolnya.
Siau Ngo-ji melirik sekejap ke arah pakaian dada Hoa Thian-hong, ketika dilihatnya bagian yang
basah telah mengering, dia segera tertawa kembali sambil berseru
“Toako, sekarang engkau sudah boleh tak usah menyanjung diriku lagi!….”
“Jangan ngaco belo tak karuan, bicara lah yang serius!” tegur Hoa Thian-hong sambil tertawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar